bab iv analisa perupaan perhiasan perak ... rongga di bagian tengahnya. pada bagian atas mata kalung...
TRANSCRIPT
145
BAB IV
ANALISA PERUPAAN PERHIASAN PERAK RANCANGAN
DESAK NYOMAN SUARTI DAN RUNI PALAR
Desain perhiasan merupakan aplikasi khusus dari prinsip desain secara umum. Desain
pelbagai macam produk, terlepas apakah produk tersebut memiliki fungsi praktis ataupun
tidak, aspek estetis selalu tampil sebagai salah satu pertimbangan penting. Pada bab ini
akan dipaparkan perupaan perhiasan perak Desak Nyoman Suarti dan Runi Palar pada
periode 2005-2007. Pembahasan perupaan pada karya perhiasan perak mereka dilakukan
berdasarkan klasifikasi fungsi perhiasan mulai dari anting, kalung dan bros sebagai
perhiasan yang paling umum dikenakan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk
acara-acara tertentu.
4.1 Analisa Perupaan Perhiasan Perak Karya Desak Nyoman Suarti
Pada sub bab ini akan dipaparkan perupaan perhiasan perak Desak Nyoman Suarti dengan
fungsi kalung, bros dan anting yang diproduksi pada tahun 2005 hingga 2007. Analisa
perupaan tersebut selanjutnya diharapkan akan menunjukkan karakteristik perhiasan
perak Desak Nyoman Suarti yang diproduksi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir
berdasarkan fungsi perhiasan yang telah disebutkan di atas.
4.1.1 Analisa Perupaan Perhiasan Perak Desak Nyoman Suarti dengan Fungsi
Kalung Periode 2005-2007
Kalung merupakan perhiasan yang paling menarik perhatian secara jarak pandang. Posisi
kalung berada pada wilayah yang strategis sebagai fokus utama karena sejajar dengan
jarak pandang manusia serta tinggi badan rata-rata. Alasan tersebut menyebabkan baik
Desak Nyoman Suarti maupun Runi Palar banyak mendesain perhiasan berbentuk
kalung.1 Di bawah ini akan dipaparkan analisa perupaan kalung perak karya Desak
Nyoman Suarti yang dihasilkan dalam periode 2005-2007.
1 Berdasarkan wawancara singkat dengan I Nyoman Rauh, salah seorang desainer perhiasan CV. Suarti dan Xenia Tadjiati Palar, puteri Runi Palar sekaligus desainer dalam tubuh RUNA Jewelry.
146
4.1.1.1 Analisa Perupaan Kalung Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2005
Ketiga sampel kalung perak yang dibahas pada periode 2005 karya Desak Nyoman Suarti
ini merupakan bagian dari satu set perhiasan yang terdiri dari kalung, anting, gelang dan
bros. Sebelum masuk dalam pembahasan tiap karya secara analitis, di bawah ini akan
dipaparkan setiap sampel karya yang dianalisa dalam bentuk tabel :
Tabel IV.1. Sampel kalung perak Desak Nyoman Suarti periode 2005
Ketiga kalung ini adalah kalung lavaliere atau kalung gandeng, sejenis kalung yang
terdiri dari beberapa unit ornamen dengan aplikasi pendant pada bagian tengahnya.
Sampel kalung perak pertama periode 2005 menggunakan batu lapis lazuli sebanyak dua
belas buah dengan pelbagai macam bentuk dan ukuran yang dikomposisikan secara
simetris. Pada bagian tengah kalung menggunakan bentuk dasar segitiga terbalik dengan
manik perak berbentuk teardrops yang menjuntai pada bagian tengahnya. Manik perak ini
seperti hampir seluruh bagian kalung secara keseluruhan juga dihiasi dengan filigree,
granulasi dan batu lapis lazuli berbentuk lingkaran. Bagian atas manik perak
diaplikasikan granulasi dengan batu lapis lazuli dan kawat perak berbentuk huruf U yang
disusun vertikal, sedangkan bagian bawah manik perak dibiarkan polos dan berkilau
dengan tetap menggunakan ragam hias sulur dan lingkaran.
Bagian tengah kalung yang memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan ukuran
bagian kalung yang lain ini menggunakan bentuk dasar segitiga terbalik dengan beberapa
Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III Perupaan
Bentuk dasar Variatif geometris Variatif geometris Variatif geometris Pola Triangular Triangular Triangular Ragam hias Bun dan jawan Bun dan jawan Bun dan jawan komposisi Simetris kosentris Simetris kosentris Simetris kosentris Tekstur Filigree, granulasi,
oksidasi Filigree, granulasi, oksidasi Filigree, granulasi, oksidasi
Garis Organis, kurvilinear Organis kurvilinear Organis kurvilinear Rantai kalung
Trace chain dengan kuncian kait (hook lock)
Pengembangan Fancy chain dengan kuncian kait (hook lock)
Pengembangan fancy chain dengan kuncian S (S lock)
Material lain Lapis Lazuli Onyx Garnet
147
rongga di bagian tengahnya. Pada bagian atas mata kalung terdapat tiga buah batu lapis
lazuli di setiap kanan dan kirinya. Batu yang dikomposisikan berurutan dengan tingkat
ketinggian yang bertambah semakin menjauh dari pusat mata kalung ini berbentuk
lingkaran pada dua buah pertama dan berbentuk oval pada batu yang ketiga di tiap
sisinya. Selanjutnya tepat di bagian tengah mata kalung dikomposisikan batu lapis lazuli
berbentuk persegi empat serta sebuah batu lapis lazuli berukuran lebih kecil berbentuk
lingkaran pada bagian manik perak yang menjuntai di bawah mata kalung. Yang menarik
dari komposisi mata kalung ini adalah hadirnya ruang kosong di bagian tengah kalung
sebagai harmonisasi dari bagian mata kalung lain yang masif dan penuh ornamen.
Gambar IV.1. Detail perupaan kalung perak karya Suarti periode 2005 sampel I
Sumber: Penulis
148
Sebuah unit ornamen yang dikomposisikan setelah mata kalung merupakan abstraksi dari
kuncup bunga. Unit ornamen ini dihiasi dengan teknik filigree berbentuk kurvilinear
mengarah ke atas dengan aplikasi oksidasi pada permukaan perak. Unit ornamen lain
yang dikomposisikan tepat pada bagian atas unit ornamen berbentuk abstraksi kuncup
bunga ini menggunakan bentuk dasar wajik. Unit ornamen ini berhiaskan batu lapis lazuli
berbentuk lingkaran di tengahnya dengan garis kurvilinear yang berangkat dari tengah
wajik menuju ke barat, timur, utara dan selatan dari pusat wajik.
Pengikat kalung yang terletak di belakang juga tidak luput dari hiasan ornamen. Kait
kalung yang berada pada bagian kanan ini menggunakan bentuk dasar hati dengan garis
kurvilinear pada bagian pinggirnya dari kawat perak. Bagian tengah ornamen pada kait
ini juga bertahtakan batu lapis lazuli berbentuk oval serta aplikasi oksidasi pada
permukaan peraknya. Sedangkan penahan kait kalung yang berada pada bagian kiri ini
menggunakan bentuk abstraksi dari kuncup bunga dengan hiasan batu lapis lazuli
berbentuk oval di tengahnya serta aplikasi oksidasi pada permukaan yang bertujuan untuk
mempertegas kontras antara garis pinggir yang dibangun dengan kawat berbentuk
kurvilinear dengan bagian dalamnya.
Secara keseluruhan kalung perak ini berusaha merepresentasikan pola tiga dan sembilan
yang keduanya merujuk pada harmonisasi. Pola tiga hadir pada struktur dasar kalung ini
dimana bagian kiri kalung dengan kuncian penahan kait merupakan representasi dunia
bawah dan perempuan mengingat penahan kait disini merupakan wadah dari kait itu
sendiri. Bagian kalung dengan kuncian pengait pada bagian ujungnya merupakan
simbolisasi dari dunia atas atau lelaki. Sedangkan mata kalung perak ini
merepresentasikan dunia tengah yang merupakan penyelaras antara dunia atas dan dunia
bawah. Besarnya bobot perupaan yang ditekankan pada bagian tengah kalung melalui
ukuran dan ornamentasi yang hadir merupakan usaha untuk menekankan pentingnya
tercipta sebuah harmoni antara dunia atas dengan dunia bawah.
Sampel kalung Desak Nyoman Suarti selanjutnya menggunakan dua buah material utama
yaitu perak dan batu onyx. Batu onyx berbentuk lingkaran yang berwarna hitam opaque
ini sesuai dengan warna dan jenis pantulan cahayanya dipotong dengan teknik cabochon.
Seperti kalung yang dibahas sebelumnya, kalung ini juga dirangkai dengan beberapa unit
149
ornamen yang digabungkan dengan kawat perak berbentuk lingkaran sehingga cenderung
dapat bergerak lentur meskipun setiap unit ornamen yang tampil berbentuk masif.
Gambar IV.2. Detail perupaan kalung perak karya Suarti periode 2005 sampel II
Sumber: Penulis
Seperti yang dipaparkan pada gambar di atas, kalung ini terdiri dari tujuh buah unit
ornamen dengan sebuah batu onyx menghiasi setiap unit ornamen. Pada masing-masing
bagian kiri dan kanan kalung terdapat tiga buah unit ornamen dan sebuah ornamen
berbentuk panjang menjuntai di bagian tengah kalung. Mata kalung ini bertahtakan batu
onyx yang dikomposisikan pada bagian bawahnya. Bagian atas mata kalung ini
menggunakan bentuk abstraksi dari perisai dengan motif garis-garis kurvilinear yang
saling berhadapan secara horisontal. Motif tersebut mengalami repetisi secara vertikal
dengan komposisi saling berkebalikan dengan motif lingkaran di tengahnya. Penggayaan
perisai seperti ini tampak pada masyarakat yang menganut pola dua seperti suku Asmat
dan Papua.
150
Gambar IV.3. Pengembangan perisai suku Kapauku pada perhiasan Suarti
1: Contoh perisai suku Kapauku, Papua. 2: Stilasi perisai dari suku Kapauku Sumber: Jacob Soemardjo. Estetika Paradoks. Sumbu Ambu Press. Bandung, 2006 halaman 58
Gambar di atas menunjukkan kesamaan antara perisai suku Kapauku yang menganut pola
dua dengan unit ornamen yang terdapat pada sampel kalung II.3. Garis-garis kurvilinear
dikomposisikan saling berhadapan secara horisontal namun saling berkebalikan secara
vertikal dengan motif lingkaran sebagai pemisah.2 Sampel kalung II tahun 2005 tersebut
secara keseluruhan menampikan motif-motif berpola dua dan sembilan. Pola dua tampak
pada abstraksi perisai di bagian tengah dan ujung kalung seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, sedangkan pola sembilan dapat dilihat dari unit ornamen di kanan dan kiri
yang mengalami repetisi sebanyak empat kali.
Sampel kalung ketiga karya Desak Nyoman Suarti periode 2005 ini terdiri dari lima unit
ornamen yang dirangkai menjadi satu unit kesatuan. Pada tiga unit ornamen yang berada
di bagian tengah kalung ini terdapat lima buah manik perak tabular memanjang yang
dirangkai menjadi sebuah kesatuan. Pembagian lima buah manik perak menjuntai tersebut
dilakukan dengan mengaplikasikan tiga buah di bagian bawah mata kalung dan masing-
masing sebuah pada unit ornamen yang ada di kanan kiri pertama mata kalung. Manik
perak ini memiliki fungsi untuk memperlembut kesan masif dan tegas yang hadir dari
unit-unit ornamen dengan cara menampilkan gerak dinamis. Batu yang digunakan pada
kalung ini adalah batu garnet merah berbentuk lingkaran sebanyak lima buah yang
diaplikasikan pada setiap unit ornamen. Batu garnet merah tersebut dipotong dengan
teknik cabochon serta dikomposisikan di bagian tengah tiap unit ornamen.
2 Lihat Jacob Soemardjo. Estetika Paradoks. Sumbu Press. Bandung, 2006 pada sub bab 6 yang berjudul “Estetika Pola Dua” halaman 49-70
151
Gambar IV.4. Detail perupaan kalung perak karya Suarti periode 2005 sampel III
Sumber: Penulis
Mata kalung ini memiliki bentuk dasar cembung pada dua sisi kanan dan kirinya serta
mengerucut pada bagian bawahnya. Bagian atas mata kalung ini bercabang dua mengikuti
arah sisi kanan dan kiri kalung. Mata kalung ini dihiasi dengan motif garis kurvilinear
yang bergerak ke arah atas kalung dengan aplikasi oksidasi pada seluruh bagian
permukaan kalung. Oksidasi bertujuan untuk mempertegas kontras antara latar belakang
dengan garis pinggir, motif dan aplikasi batu.
Unit ornamen lain yang diaplikasikan secara repetitif pada bagian kanan dan kiri kalung
menggunakan bentuk dasar wajik dengan aplikasi batu garnet di tengahnya. Unit
152
ornamen ini menggunakan garis-garis kurvilinear yang berpusat dari tengah yang
kemudian menyebar ke delapan penjuru mata angin. Pada sisi kiri dan kanan unit terdapat
masing-masing dua buah garis horisontal dengan tiga buah lingkaran berukuran kecil,
sedang dan besar yang juga dikomposisikan berurutan secara mendatar.
Secara komposisi, fokus utama kalung ini bersifat kosentris dengan gradasi penekanan
yang semakin ke atas kalung semakin menurun tingkat intensitas fokus utamanya. Bagian
yang paling sederhana dalam keseluruhan perupaan kalung ini adalah rantai kalung yang
tersusun dari bentuk dasar persegi (pengembangan fancy chain). Permukaan tekstur rantai
persegi yang disambungkan dengan kawat lingkaran berbentuk perak ini didesain polos
dan berkilau sebagai penyeimbang dengan bagian kalung lainnya yang masif, penuh serta
berlatar pewarnaan oksidasi.
4.1.1.2 Karakteristik Perupaan Kalung Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2005
Dari tiga buah analisa perupaan kalung perak Desak Nyoman Suarti yang didesain pada
tahun 2005 tampak beberapa karakteristik umum yang muncul pada tiap perhiasannya.
Pada tahun ini Suarti cenderung menggunakan sitem kalung gandeng. Repetisi unit
ornamen hadir pada ketiga sampel kalung, sedangkan modifikasi dapat ditemui pada
sampel kalung kedua. Abstraksi perisai yang diaplikasikan di ujung kanan dan kiri kalung
juga dapat ditemui pada bagian tengah kalung dengan penambahan batu onyx dan ragam
hias setengah lingkaran di bagian kanan dan kirinya.
Karakteristik yang menonjol lainnya adalah penggunaan komposisi simetris dengan
intensitas kepadatan kosentris yang semakin berkurang ketika semakin jauh dari bagian
tengah kalung pada ketiga sampel ini. Bagian tengah kalung yang cenderung berukuran
lebih besar dengan ragam hias yang lebih penuh dibandingkan bagian yang lain bertujuan
untuk menarik fokus utama pada mata kalung. Sampel pertama dan ketiga bahkan
menambahkan manik perak yang menjuntai di bagian bawahnya. Kesamaan lain tampak
pada pengaplikasian garis kurvilinear dan lingkaran pada setiap unit ornamen yang
dipertegas dengan teknik oksidasi. Dari segi pemilihan batu, periode ini cenderung
menggunakan bebatuan berwarna opaque dan gelap seperti lapis lazuli, onyx dan garnet
yang berwarna merah marun. Ketiga jenis batu ini dibentuk cabochon dengan teknik
pemasangan bezel setting sehingga menghadirkan kesan klasik pada kalung tersebut.
153
Unsur Indonesia tampak mendominasi pada sampel tahun 2005 ini, baik dari segi teknik
pembuatan maupun perupaan bentuk dan pemilihan ragam hias pada kalung. Meskipun
begitu, unsur Indonesia pada teknik pembuatan dielaborasikan dengan teknik pembuatan
modern. Teknik casting digunakan untuk membuat rangka dasar kalung diproses secara
masinal. Hiasan dekoratif masih dikerjakan dengan teknik konvensional seperti
pengaplikasian filigree, granulasi dan oksidasi pada permukaan kalung. Kalung-kalung
pada tahun 2005 ini menghadirkan kesan mewah, tegas dan klasik.
4.1.1.3 Analisa Perupaan Kalung Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2006
Tabel IV.2. Sampel kalung perak Desak Nyoman Suarti periode 2006
Sampel kalung pertama dan kedua karya Desak Nyoman Suarti ini merupakan salah seri
dari “Ritual of Fire” dengan tema Secrets of the Sea. Kalung yang merupakan bagian dari
satu set perhiasan berupa gelang, kalung, anting dan cincin ini terdiri dari dua bagian
dasar yaitu rantai kalung dan mata kalung yang berada di bagian tengah. Rantai pada
kalung ini menggunakan jenis tulang naga atau umum dikenal dengan istilah snake chain.
Rantai kalung jenis ini pada sampel kalung pertama sebenarnya merupakan
pengembangan dari sitem rantai dasar loop-in-loop (lingkaran dalam lingkaran). Secara
sekilas, rantai kalung loop-in-loop ini tampak seperti helaian benang panjang, namun
kenyataannya rantai ini dibuat dengan lingkaran berbentuk bulat dari benang logam yang
Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III Perupaan
Bentuk dasar Persegi Oval Elaborasi bentuk geometris Pola Kosentris Geometris Geometris Ragam hias Abstraksi gelombang
air laut yang memusat Abstraksi dari bentuk cangkang kerang
Abstraksi parang dan mlinjon, abstraksi tumpal
Komposisi Kosentris Kosentris Asimetris dinamis Tekstur Polos berkilau Pucat dengan aksen
berkilau dipinggirannya Kombinasi antara aplikasi oksidasi dan testur permukaan yang polos berkilau
Garis kurvilinear Garis pinggir bergelombang.
Perpaduan antara garis linear dan kurvilinear
Rantai kalung Tulang naga dengan Toggle lock
- -
Material lain Peridot Peridot Kecubung
154
disimpulkan bersama. Setiap lingkaran pertamanya dibentuk seperti angka delapan
kemudian dibengkokkan menjadi bentuk U dan setiap bentuk U tersebut diikat dengan
bentuk U selanjutnya sehingga menghasilkan rantai panjang yang tipis, lentur dan kokoh.
Susunan simpul tersebut akan menghasilkan bagian menyilang berbentuk lingkaran dan
bersiku kaku.
Bagian mata kalung yang dibuat dengan teknik casting (cetakan) ini menampilkan garis-
garis organis yang memusat ke bagian tengah. Kendati menggunakan garis-garis organis,
bentuk dasar persegi yang dipilih Suarti berhasil mempertahankan kesan tegas yang kerap
tampil sebagai salah satu karakteristik perhiasannya. Bagian tengah mata kalung tersebut
dihiasi dengan batu peridot yang dipotong dengan teknik facet brillian cut sehingga
menghasilkan efek permainan cahaya dan lebih lanjut tampil sebagai fokus utama dari
kalung secara keseluruhan. Permukaan mata kalung dihadirkan dengan tekstur yang licin,
polos dan berkilau sehingga semakin mempertegas bentuk dasar kalung.
Gambar IV.5. Detail perupaan kalung perak karya Suarti periode 2006 sampel I
Sumber: Penulis
Garis-garis organis yang memusat ke bagian tengah kalung merepresentasikan pusaran air
laut yang memusat. Pusaran air laut ini mengindikasikan pergerakan dengan energi yang
sangat besar. Pada sisi kiri dan kanan mata kalung terdapat masing-masing tiga garis
155
organis yang tersusun meningkat dimana semakin keatas ukuran garis lengkung organis
(ukel) semakin besar yang merupakan representasi dari gulungan ombak di laut yang
sedang pasang. Secara keseluruhan kalung ini berusaha menampilkan kekuatan dari
pusaran air di laut beserta rahasia di bawahnya serta menunjukkan betapa pentingnya
sebuah perputaran energi yang kerap dihubungkan dengan siklus hidup dalam masyarakat
Bali.
Pendant kalung yang juga bertemakan Secrets of the Sea di bawah ini adalah sampel
kalung kedua dari tahun 2006. Pendant kalung ini pertama kali diproduksi pada tahun
2004 dengan material emas dan batu kecubung, kemudian pada tahun 2006 pendant
kalung ini diproduksi kembali dengan beberapa modifikasi. Modifikasi tampak dari
bentuknya yang lebih oval serta pemilihan material yang lebih ekonomis yaitu perak yang
dipadankan dengan peridot sebagai material tambahan.
Gambar IV.6. Kalung perak karya Desak Nyoman Suarti periode 2004 dengan material
emas dan batu kecubung Sumber: Manajemen C.V. Suarti
Kalung berbentuk oval dengan bagian pinggir bergelombang simetris berjumlah 12 dan
dihiasi 12 buah batu kecubung secara arbiter dengan satu buah batu berukuran paling
besar di bagian tengah ini dikerjakan dengan teknik casting. Bagian belakang kalung
didesain dengan tekstur permukaan yang berkilau, sedangkan pada bagian dalamnya
tekstur permukaan sengaja dihiasi dengan garis-garis organis yang kosentris dan guratan-
guratan vertikal pada bagian pinggir kalung yang bergerak memusat dan tidak berkilau
(pucat).
156
Gambar IV.7. Detail perupaan kalung perak periode 2006 sampel II
Sumber: Penulis
Pendant kalung yang terinspirasi dari bentuk cangkang kerang ini didesain masif seperti
halnya desain perhiasan perak Suarti yang lain. Meskipun begitu, terdapat empat buah
lubang (hollow) berbentuk lingkaran sebagai aksen timbul tenggelam yang
dikomposisikan dengan batu kecubung. Ditinjau secara teknis, aksen berlubang tersebut
bertujuan untuk menghasilkan pendant kalung yang kosong pada bagian tengahnya.
Upaya membuat lubang (hollow) pada bagian tengah kalung juga bertujuan untuk
mereduksi penggunaan material logam mulia sehingga memperkecil biaya produksi.
Selain itu, eksekusi desain pendant kalung berlubang pada bagian tengahnya tersebut juga
didasarkan pada pertimbangan ergonomis agar tidak terlalu berat sehingga nyaman ketika
digunakan.
157
Kalung dengan komposisi simetris kosentris yang digayakan lebih dinamis ini sekali lagi
menujukkan keunggulan pusat serta pentingnya daur energi dalam menjaga
keseimbangan hidup bagi Suarti yang kental dengan budaya pramoderen Bali. Pendant kalung perak selanjutnya merupakan salah satu bagian dari satu set perhiasan
dengan tema “Batik” yang terdiri dari kalung, gelang, anting dan cincin. Bentuk dasar
pendant kalung ini dibangun dari tiga bentuk dasar, yaitu persegi panjang, segitiga dan
lingkaran. Persegi empat tampak mendominasi komposisi pendant dimana terdapat dua
jenis ornamen pada bagian tengahnya yang dipisahkan oleh garis diagonal, yaitu
perpaduan bentuk huruf S dan lingkaran yang disusun secara diagonal dari kiri bawah ke
kanan atas dan ornamen flora yang digayakan secara naturalis dengan teknik ukiran.
Pada bagian atas terdapat dua buah segitiga terbalik yang dikomposisikan secara
berurutan dimana bagian yang berada di atas berukuran lebih kecil dibandingkan segitiga
terbalik di bawahnya. Segitiga terbalik yang berukuran lebih kecil tersebut secara fungsi
merupakan lubang masuknya rantai sebagai pengikat kalung. Bagian paling kiri kalung
dihiasi dengan sebuah batu kecubung yang dipotong dengan teknik facet brillian cut dan
dipasang bezel setting.
Ornamen berbentuk S dan lingkaran yang disusun secara repetitif dari kiri bawah ke
kanan atas merupakan abstraksi dari pola parang batik keraton Surakarta dimana pola
parang dari daerah tersebut kerap menggayakan motif parang ini dari kiri bawah ke
kanan atas. Bentuk lingkaran yang dikomposisikan bergantian dengan abstraksi parang
tersebut merupakan abstraksi dari motif isen mlinjon. Mlinjon sendiri dalam ranah batik
merupakan pengembangan dari motif ceplok yang merupakan salah satu motif batik tertua
dalam sejarahnya.
Dalam kosmologi Jawa, motif parang merupakan salah satu motif larangan yang hanya
boleh dikenakan oleh raja dan kaum aristokrat. Motif parang sendiri merupakan stilasi
dari senjata parang yang merepresentasikan kekuatan dan kekuasaan. Isen mlinjon yang
merupakan pengembangan dari motif ceplok merupakan representasi dari alam
kepercayaan orang Jawa akan pola lima atau biasa dikenal dengan istilah manca-pat.
Dalam pengaturannya, pola ini terdapat empat sisi dengan satu berada di tengah sebagai
158
pusatnya (sentralisasi). Sistem manca-pat juga mencerminkan keunggulan pusat dengan
penambahan daerah di pinggirannya yang di bagi atas 4 bagian (pat, yang artinya empat).
Gambar IV.8. Detail perupaan kalung perak periode 2006 sampel III
Sumber: Penulis
Bentuk dua buah segitiga terbalik yang dikomposisikan ukuran atas lebih kecil dibanding
segitiga yang berada di bawahnya menggunakan ornamen yang sama, yaitu garis-garis
geometris yang dikomposisikan diagonal sehingga menghasilkan garis imajiner berupa
segitiga yang saling berkebalikan. Bentuk segitiga dengan komposisi saling berkebalikan
ini merupakan stilasi dari motif tumpal yang merepresentasikan pola tiga dan lidah api
(cemungkiran) dalam batik tradisional.
4.1.1.4 Karakteristik Perupaan Kalung Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2006
Berdasarkan analisa perupaan tiga buah sampel kalung perak yang telah dipaparkan
sebelumnya, kalung perak yang didesain Desak Nyoman Suarti periode 2006 ini memiliki
lebih banyak variasi desain dibandingkan dengan desain perhiasan peraknya pada tahun
159
2005. Sampel kalung perak yang pertama dibahas pada periode ini menampilkan tekstur
permukaan yang polos berkilau tanpa hiasan dekoratif sehingga tampil lebih sederhana
dibandingkan dengan kalung yang lain pada periode yang sama. Sampel kalung I ini pada
mata kalungnya menggunakan bentuk dasar persegi dengan penggayaan garis-garis
organis berkomposisi kosentris simetris yang merupakan abstraksi dari gelombang air
laut.
Sampel kalung perak kedua yang memiliki tema sama dengan sampel sebelumnya yaitu
Secrets of the Sea menampilkan penggayaan perupaan yang sangat berbeda dengan
sampel kalung I. Kalung perak yang juga cenderung menarik pusat perhatian pada bagian
pendant ini didesain masif dengan tekstur permukaan yang tidak berkilau. Meskipun
begitu terdapat kesamaan diantara keduanya yaitu komposisinya yang kosentris serta
penggayaan garis-garis organis sebagai ornamen. Jika pada sampel kalung pertama garis-
garis organis tersebut mengelilingi pusat mata kalung, pada sampel kalung kedua garis-
garis organis tersebut bergerak menuju pusat kalung. Kedua sampel pertama ini
menunjukkan betapa pentingnya perputaran energi memusat bagi Suarti yang masih
kental dengan budaya pramoderen Bali.
Kesamaaan lain yang terdapat pada ketiga sampel kalung ini adalah pemilihan batu yang
diaplikasikan pada kalung. Batu peridot pada sampel pertama dan kedua serta batu
kecubung pada sampel ketiga sama-sama menggunakan teknik pemotongan facet. Jika
kalung pertama menggunakan rantai kalung tulang naga, kedua kalung lainnya lebih
menonjolkan bentuk pendant tanpa dipadankan dengan jenis rantai kalung tertentu. Hal
ini menunjukan bahwa fokus utama kalung lebih dititik beratkan pada bagian pendant
dibandingkan rantainya.
Sampel pendant kalung ketiga menunjukkan perbedaan dengan pendant kalung yang lain
pada periode yang sama. Pendant kalung ini menghadirkan bentuk dasar persegi panjang
dengan komposisi asimetris yang jarang ditemukan pada penggayaan desain kalung perak
Suarti. Pendant kalung bertemakan batik ini menggunakan absraksi ragam hias parang,
mlinjon dan tumpal serta motif flora dengan penggayaan naturalis. Secara keseluruhan
kesan tegas hadir dalam ketiga sampel kalung tahun 2006, baik melalui bentuk dasar yang
bersudut maupun dari strukturnya yang masif. Secara keseluruhan sampel kalung tahun
2006 ini menonjolkan kesan klasik, baik melalui komposisi yang simetris kosentris,
160
bentuk yang cenderung masif serta pemilihan ragam hias yang distilasi dari batik berupa
parang, mlinjon (ceplok) serta tumpal, sedangkan unsur moderen tampak pada
penggayaan asimetris di kalung ketiga serta teknik pengerjaan yaitu casting pada ketiga
sampel di atas. Selain kesan klasik dengan sentuhan moderen, Suarti juga menghadirkan
kesan tegas dan dinamis, baik melalui pemilihan bentuk dasar geometris yang masif
maupun melalui komposisi yang penuh pada sampel II dan III
4.1.1.5 Analisa Perupaan Kalung Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2007
Tabel IV.3. Sampel kalung perak Desak Nyoman Suarti periode 2007
Sampel kalung pertama ini secara bentuk terinspirasi dari keindahan kupu-kupu yang
lentur, organis dan simetris. Pada bagian tengah kalung gandeng terdapat mutiara air
tawar berwana putih susu keemasan. Bentuk mutiara budidaya yang cenderung tidak
beraturan menambah aksen dari kalung ini secara keseluruhan. Pada bagian atas mutiara
air tawar tersebut terdapat komposisi batu tourmaline. Batu tourmaline yang berwarna
biru flourescent (tembus cahaya) ini dipotong dengan teknik facet untuk memaksimalkan
permainan cahaya yang dihasilkan batu tersebut. Tiga buah batu tourmaline berbentuk
oval yang terletak di bagian paling atas dipotong dengan teknik facet marquise cut
sedangkan batu tourmaline bulat di bagian bawahnya dipotong dengan teknik facet
brillian cut.
Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III Perupaan
Bentuk dasar Abstraksi kupu-kupu oval Segitiga terbalik Pola Triangular Geometris Triangular Ragam hias Perpaduan antara kupu-kupu,
stilasi bunga berkelopak empat dan oval yang mengerucut pada bagian ujung kanan dan kiri
Abstraksi kupu-kupu Kombinasi antara segitiga terbalik, oval, bunga berkelopak empat dan manik mawar perak
Komposisi Kosentris simetris Kosentris simetris Kosentris simetris Tekstur Komposisi granulasi Filigree dan
granulasi Filigree dan granulasi yang dipertegas dengan oksidasi
Garis Kurvilinear Kurvilinear Kurvilinear Rantai kalung Tulang naga dengan toggle lock Tulang naga Tulang naga Material lain Tourmaline, mutiara air tawar
dan manik perak Jade berwarna ungu Topas biru, mutiara air laut
dan manik perak
161
Bagian kalung selanjutnya adalah batu tourmaline di kanan dan kiri kalung yang berdiri
sendiri tanpa hiasan ornamentasi lain. Selanjutnya terdapat manik perak berbentuk bulat
di kedua ujung kalung perak bernuansa romantik ini dengan sistem penahan berbentuk
setengah lingkaran dikedua ujungnya. Bagian sayap kupu-kupu dihiasi dengan bulir-bulir
granulasi dengan komposisi yang membentuk motif sekaligus tekstur sayap. Pada bagian
abstraksi sayap dan badan kupu-kupu ini tidak terdapat garis pinggir, meskipun begitu
garis pinggir imajiner hadir melalui komposisi granulasi yang dibiarkan kosong pada
bagian pinggirnya.
Gambar IV.9. Detail perupaan kalung perak Suarti periode 2007 sampel I
Sumber: Penulis
Kalung yang memiliki rating penjualan tinggi untuk sasaran konsumen Amerika dan
Inggris ini menghadirkan penggayaan perhiasan bernuansa art nouveau melalui pemilihan
bentuk dasar kalung yang terinspirasi dari alam serta penggayaan garis yang lentur dan
dinamis. Kesan dinamis selain hadir melalui aplikasi tulang naga pada kanan dan kiri
mata kalung, juga lahir melalui aplikasi sistem gandeng dan penambahan manik perak
pada bagian bawah unit ornamen berbentuk stilasi bunga.
162
Kendati dalam kalung ini tampak upaya merevitalisasi penggayaan rupa perhiasan art
nouveau, Suarti masih memasukkan karakteristiknya melalui bentuknya yang masif dan
penuh, komposisi yang simetris dan penuh, perupaan yang mewah, komposisi bun
(granulasi) pada bagian tubuh kupu-kupu serta aplikasi rantai kalung tulang naga yang
sebagian besar bertolak belakang dari prinsip yang diusung art nouveau. Dengan kata
lain, Suarti mempertahankan kesan art nouveau melalui pemilihan bentuk alam sebagai
sumber inspirasi, penggayaan yang mengalir dan dinamis serta kesan mewah dan
feminin, namun memasukkan karakteristiknya melalui pengayaan rupa seperti yang telah
dipaparkan di atas.
Sampel kalung perak selanjutnya juga menggunakan rantai kalung tulang naga berukuran
kecil dengan fokus pada bagian pendant kalung. Secara garis besar pendant ini tersusun
dari garis-garis kurvilinear yang mengarah kebawah, bulir-bulir perak sebagai aksen serta
batu giok berwarna ungu berbentuk teardrops terbalik di tengahnya. Batu giok ungu
berwarna opaque ini dipotong dengan teknik pear cut.
Gambar IV.10. Detail perupaan kalung perak Suarti periode 2007 sampel II
Sumber: Penulis
163
Pendant kalung ini merupakan stilasi dari bentuk kepala ular kobra. Ular kobra sendiri
dalam konsep kepercayaan Hindu Dharma merupakan hewan suci dan kerap
merepresentasikan dunia bawah. Representasi dunia bawah tersebut diperkuat dengan
arah lima buah garis kurvilinear berbentuk huruf U dengan ukel mengarah kebawah yang
disusun bertingkat di atas batu giok ungu. Empat garis kurvilinear berbentuk U yang
berada di bagian dalam membentuk ukel menuju batu giok ungu sedangkan ukel pada
garis kurvilinear terluar bergerak menjauhi batu giok ungu yang berada di tengahnya.
Kait penyambung antara pendant kalung dengan bentuk segitiga terbalik yang berfungsi
menahan rantai kalung ini menggunakan bentuk huruf U terbalik. Keuntungan dari bentuk
huruf U ini adalah mampu mempermudah gerak pendant sehingga lebih dinamis.
Sampel kalung kedua ini menunjukkan perupaan yang kental dengan karakteristik budaya
pramoderen Bali, baik melalui komposisi yang simetris kosentris, stilasi dari salah satu
hewan yang penting dalam ranah Hindu Dharma serta pemilihan bun dan jawan sebagai
ragam hias sekaligus pembentuk rangka pendant. Unsur moderen tampak pada sistem
pembuatan casting untuk rangka, pemotongan facet pada batu serta perlakuan bun
(filigree) yang dikembangkan sebagai pembentuk rangka, tidak hanya sebagai elemen
dekoratif pada pendant kalung.
Sampel kalung terakhir yang dideskripsikan dalam bentuk gambar IV.11. di bawah
merupakan kalung gandeng seperti sampel pertama. Kalung yang menggunakan dua jenis
batu yaitu topas dan mutiara ini menggunakan ragam hias bun dan jawan dengan aplikasi
oksidasi pada bagian latar. Warna material perak yang bertemu warna biru dari topas
(tujuh buah) dan putih dari mutiara di bagian tengah kalung menghadirkan permainan
warna yang kontras dan mewah. Mata kalung perak ini menggunakan bentuk dasar
segitiga terbalik dengan komposisi tiga buah batu topas biru. Dua buah topas biru berada
di sebelah kanan dan kiri mutiara air tawar dengan bentuk oval dan sebuah batu topas biru
berukuran lebih besar berada di bagian tengah bawah mata kalung berbentuk oval dengan
ujung vertikal mengerucut.
164
Gambar IV.11. Detail perupaan kalung perak Suarti periode 2007 sampel III
Sumber: Penulis
Garis-garis kurvilinear hadir menghiasi mata kalung perak ini beserta bulir-bulir perak
sebagai aksen. Garis kurvilinear yang terbentuk dari filigree ini bergerak dari batu
tourmaline atas menuju ke bagian bawah mata kalung. Garis-kurvilinear juga hadir di sisi
kanan dan kiri batu topas berukuran lebih besar dengan ukuran yang lebih kecil dibanding
garis kurvilinear yang dipaparkan sebelumnya. Selain itu rongga-rongga di bagian tengah
mata kalung yang hadir dari komposisi benang perak filigree dan granulasi sehingga
memberi kesan ringan.
Bagian mata kalung didesain berukuran lebih besar dibandingkan ornamen lainnya
dengan pola segitiga terbalik. Pada bagian bawah mata kalung ini hadir rongga-rongga
kosong yang dihasilkan melalui pengaplikasian motif bun (filigree) dengan ukel yang
mengarah ke bawah. Rongga ini menghadirkan kesan ringan pada kalung secara
keseluruhan. Di bagian kanan dan kiri mata kalung terdapat manik perak dari stilasi
165
bunga berkelopak empat dan bunga mawar yang dikomposisikan bergantian diantara batu
topas didesain berukuran kecil sehingga batu topas tetap menonjol dan tercipta irama
yang harmoni pada kalung secara keseluruhan. Kalung ini secara keseluruhan
menghadirkan kesan klasik, elegan, lembut, mengalir dan feminin.
4.1.1.6 Karakteristik Perupaan Kalung Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2007
Paparan perupaan tiga buah kalung perak desain Desak Nyoman suarti di atas
menunjukkan beberapa kesamaan dan perbedaan karakteristik perupaan. Kesamaan
perupaan tampak pada sistem unit ornamen yang digabungkan menjadi rangkaian kalung.
Sistem sambungan tersebut memungkinkan kalung dapat bergerak dinamis meskipun
setiap ornamen digayakan dengan bentuk masif dan dipenuhi ornamen.
Sampel kalung perak pertama menampilkan komposisi bulir perak (granulasi). Bulir
perak yang pada periode sebelumnya kerap hadir bersamaan dengan filigree kini pada
sampel kalung I ini hanya hadir sendiri sebagai tekstur dan pembentuk motif. Selain itu
dari segi pemilihan batu, pada desain kalung periode 2007 tampil pula batu organis
mutiara, baik jenis mutiara air laut maupun mutiara air tawar budidaya yang sejak
beberapa tahun belakangan ini membanjiri pasar internasional.
Sistem kalung gandeng yang mendominasi sampel kalung pertama juga hadir dalam
sampel periode ini dengan modifikasi yang tampak dari pemilihan batu. Jika pada sampel
periode 2005 batu yang digunakan cenderung sejenis dengan teknik pemotongan
cabochon, pada tahun ini batu dipotong dengan teknik facet sehingga memaksimalkan
permainan refraksi cahaya. Kalung gandeng pada sampel pertama dan ketiga di tahun
2007 ini menggunakan dua jenis batu dengan warna kontras, lain halnya dengan kalung
gandeng sampel tahun 2005 yang hanya menggunakan satu jenis batu pada tiap kalung
sehingga lebih statis.
Sampel kalung kedua tampak lebih sederhana dibandingkan kedua sampel yang lain.
Kalung yang fokus utama pada bagian pendant ini masih tetap menggunakan bun dan
jawan sebagai ragam hias, namun dengan pendekatan yang sedikit berbeda. Kehadiran
rongga-rongga yang dihasilkan dari aplikasi bun (filigree) kali ini memiliki intensitas
lebih dominan dibandingkan kalung perak Suarti yang lain. Rongga yang dikomposisikan
166
berdekatan dengan garis kurvilinear ini melahirkan kesan lembut, mengalir, sederhana
namun tetap memiliki detail. Hal lain yang perlu dicatat perihal karakteristik perupaan
kalung perak Suarti tahun ini adalah bahwa ragam hias bun (filigree) yang sebelumnya
menjadi elemen dekoratif pada kalung sebelumnya kini tampil bukan hanya sebagai
elemen dekoratif, namun juga sebagai pembentuk rangka dasar kalung.
4.1.1.7 Karakteristik Perupaan Kalung Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2005-
2007
Kalung perak Desak Nyoman Suarti dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini
menampilkan beberapa karakteristik umum kesan klasik dengan sentuhan moderen,
mewah, tegas dan dinamis. Kesan klasik mendominasi perupaan kalung Suarti dalam
kurun waktu tiga tahun terakhir ini, baik melalui aplikasi motif bun, jawan, stilasi ragam
hias batik, aplikasi anyaman, oksidasi, rantai tali air dan tulang naga sebagai beberapa
contohnya sedangkan sentuhan moderen sebagian besar hadir melalui teknik casting
dalam pembuatan rangka, pemotongan facet pada batu, pengembangan filigree sebagai
pembentuk rangka dasar, serta revitalisasi art nouveau dan komposisi ruang yang hadir
dalam beberapa sampel perupaan kalung. Di bawah ini akan dipaparkan perihal
karakteristik perupaan kalung Suarti beserta penggayaan perupaan berdasarkan
kesembilan sampel yang telah dibahas sebelumnya:
167
Tabel IV.4. Karakteristik dan penggayaan rupa pada kalung Suarti periode 2005-2007
Karakteristik dan penggayaan rupa Fungsi /
thn Sampel I Sampel II Sampel III 1. Klasik a. Komposisi simetris
kosentris b. Repetisi unit ornamen c. Aplikasi pola lima pada
unit ornamen d. Aplikasi pola tiga pada
kalung e. Ornamentasi yang penuh
dengan bentuk dasar masif f. Bentuk dasar masif g. Penggayaan bun, jawan
dan oksidasi h. Batu berwarna opaque
dengan teknik cabochon
1. Klasik a. Komposisi simetris kosentris b. Repetisi unit ornamen c. Aplikasi pola lima pada unit
ornamen d. Aplikasi pola tiga pada
kalung e. Ornamentasi yang penuh
dengan bentuk dasar masif f. Bentuk dasar masif g. Penggayaan bun, jawan dan
oksidasi h. Batu berwarna opaque
dengan teknik cabochon
1. Klasik a. Komposisi simetris kosentris b. Repetisi unit ornamen c. Aplikasi pola lima pada unit
ornamen d. Aplikasi pola tiga pada kalung e. Ornamentasi yang penuh
dengan bentuk dasar masif f. Bentuk dasar masif g. Penggayaan bun, jawan dan
oksidasi h. Batu berwarna opaque dengan
teknik cabochon
2. Moderen a. Teknik pembuatan casting b. Penggunaan trace chain
2. Moderen a. Teknik pembuatan casting b. Pengembangan fancy chain
2. Moderen a. Teknik pembuatan casting b. Pengembangan fancy chain
3. Mewah dan tegas a. Ukuran kalung yang
cenderung besar b. Ornamentasi yang penuh
dengan bentuk dasar masif c. Aplikasi batu (12 buah)
dan manik perak (3 buah)
3. Mewah dan tegas a. Ukuran kalung yang
cenderung besar b. Ornamentasi yang penuh
dengan bentuk dasar masif c. Aplikasi batu berjumlah 5
buah
3. Mewah dan tegas a. Ukuran kalung yang cenderung
besar b. Ornamentasi yang penuh
dengan bentuk dasar masif c. Aplikasi batu (5 buah) dan
manik perak (3 buah)
2005
4. Dinamis a. Aplikasi bun dan jawan Aplikasi manik perak
4. Dinamis Aplikasi bun dan jawan
4. Dinamis a. Aplikasi bun dan jawan Aplikasi manik perak
1. Klasik a. Kompsosisi simetris
kosentris b. Repetisi garis
1. Klasik a. Komposisi simetris kosentris b. Masif dan penuh
1. Klasik a. Masif dan penuh b. Stilasi parang, mlinjon dan
tumpal (motif-motif batik) c. Repetisi stilasi parang, mlinjon
dan tumpal d. Aplikasi oksidasi
2. Moderen a. Dominasi komposisi ruang b. Penonjolan struktur,
komposisi ruang dan sifat material
2. Moderen a. Abstraksi cangkang kerang b. Aplikasi batu berpotongan
facet (12 buah) c. Teknik pembuatan casting d. Penonjolan sifat material
logam melalui kontras tekstur permukaan
1. Moderen a. Komposisi asimetris b. Peletakan batu berpotongan
facet di sisi kiri pendant c. Pengerjaan dengan teknik
casting
3. Tegas a. Bentuk dasar persegi b. Rantai kalung tulang naga
3. Tegas a. Bentuk yang masif dan penuh b. Kontras antara dua tekstur
permukaan kalung dan batu peridot
Kal
ung
2006
4. Dinamis a. Garis kurvilinear yang
merepresentasikan gelombang air
b. Rantai tulang naga yang kokoh dan lentur
4. Dinamis a. Bentuk dasar oval b. Bagian pinggir yang
bergelombang c. Enam buah garis organis
bergerak memusat
1. Tegas a. Bentuk dasar merupakan
penggabungan beberapa bentuk geometris yang masif dan penuh
b. Kontras antara permukaan perak yang polos berkilau dengan permukaan yang diaplikasikan oksidasi serta penggunaan batu kecubung berwarna ungu
168
Tabel IV.4. Karakteristik dan penggayaan rupa pada kalung Suarti periode 2005-2007 (lanjutan)
Karakteristik dan penggayaan rupa Fungsi /
thn Sampel I Sampel II Sampel III 1. Klasik a. Komposisi simetris b. Aplikasi jawan c. Bentuk dasar yang masif dan
penuh d. Sistem kalung gandeng e. Penggunaan rantai tulang naga
1. Klasik a. Komposisi simetris b. Penggunaan bun dan jawan c. Stilasi dari kepala ular, salah
satu hewan yang penting dalam ranah masyarakat Bali
d. Aplikasi rantai tulang naga
1. Klasik a. Komposisi simetris b. Penggunaan bun dan jawan c. Aplikasi rantai tulang naga
2. Moderen a. Pengerjaan dengan teknik
casting b. Aplikasi batu berpotongan facet c. Pengembangan jawan sebagai
pembentuk motif kupu-kupu
2. Moderen a. Pengerjaan dengan teknik
casting b. Aplikasi batu giok ungu
berpotongan facet c. Pengembangan bun (filigree)
sebagai pembentuk kerangka dasar, bukan hanya sebagai elemen dekoratif
2. Moderen a. Pengerjaan dengan teknik
casting b. Pengembangan bun
(filigree) sebagai pembentuk kerangka dasar, bukan hanya sebagai elemen dekoratif
c. Dominasi komposisi ruang pada kalung
3. Dinamis a. Sistem gandeng pada unit
ornamen di kanan kiri kalung b. Aplikasi manik perak pada
kanan dan kiri kalung
3.Dinamis a. Dominasi garis kurvilinear
dan lingkaran b. Sistem gandeng pada setiap
unit ornamen
4. Tegas a. Kontras antara warna batu
tourmaline dan mutiara b. Kontras antara warna-warna
batu dengan warna perak c. Bentuk mata kalung yang masif
dan penuh
Kal
ung
2007
5. Art nouveau a. Penggayaan bentuk fauna b. Kesan manis pada kalung c. Penggayaan garis kurvilinear
yang dinamis d. Kesan mewah
3. Dinamis b. Bentuk dasar oval c. Dominasi garis kurvilinear dan lingkaran
4. Tegas a. Bentuk dasar berbentuk
segitiga terbalik b. Kontras dibangun dengan
pemilihan warna biru dari topas dan putih keemasan dari mutiara
c. Kontras juga dibangun dari warna-warna batu dengan warna perak yang berkilau
Tabel IV.4. di atas menunjukkan kecenderungan Suarti dalam menghadirkan kesan
mewah pada perupaan kalung-kalungnya, baik melalui kemegahan yang ditawarkan
perhiasan bergaya klasik, revitalisasi kejayaan art nouveau (sampel I 2007), kontras dari
oksidasi, refraksi cahaya dari aplikasi pelbagai bebatuan serta kesan tegas yang semakin
menonjolkan perupaan kalungnya. Terkadang terdapat upaya untuk memperlembut kesan
tegas sehingga menghadirkan kesan feminin dan dinamis melalui aplikasi mani perak
yang menjuntai, filigree sebagai rangka dasar yang dikomposisikan dengan rongga
kosong serta batu berpotongan facet serta aplikasi garis-garis organis.
169
4.1.2 Analisa Perupaan Perhiasan Perak Desak Nyoman Suarti dengan Fungsi
Bros Periode 2005-2007
Dalam mendesain perhiasan perak, Desak Nyoman Suarti jarang menghasilkan perhiasan
berbentuk bros.3 Disisi lain Suarti lebih sering menghasilkan perhiasan dalam bentuk
kalung, gelang dan anting. Meskipun begitu terdapat beberapa sampel bros karya Desak
Nyoman Suarti yang representatif pada periode tiga tahun terakhir seperti dipaparkan di
bawah ini.
4.1.2.1 Analisa Perupaan Bros Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2005
Tabel IV.5. Sampel bros perak Desak Nyoman Suarti periode 2005
Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III Perupaan
Bentuk dasar Oganis Persegi panjang Wajik Pola Manca-pat Manca-pat Manca-pat Ragam hias Bun, Jawan Bun, Jawan Bun, Jawan Komposisi Kosentris simetris Kosentris simetris Kosentris simetris Tekstur Filigree, granulasi dan
oksidasi Filigree, granulasi dan oksidasi
Filigree, granulasi dan oksidasi
Garis Kurvilinear dan lingkaran Kurvilinear dan lingkaran Kurvilinear, lingkaran dan linear horisontal
Material lain Lapis lazuli Onyx Garnet
Ketiga sampel bros kali ini merupakan bagian dari satu set kalung yang telah dipaparkan
pada sub bab kalung periode 2005 di atas, sehingga banyak kesamaan-kesamaan perupaan
diantara keduanya. Sampel bros perak pertama ini berbentuk masif dan dipenuhi
ornamen. Bros perak ini menggunakan komposisi kosentris dengan aplikasi batu lapis
lazuli di bagian tengah dengan dua belas garis-garis kurvilinear yang bergerak dari pusat
bros.
Batu lapis lazuli berbentuk lingkaran dengan teknik pemotongan cabochon ini pada
bagian utara, selatan, barat dan timurnya terdapat masing-masing lima buah garis yang
dikomposisikan menyerupai bentuk cangkang kerang atau ekor belakang burung garuda.
3 Berdasarkan wawancara singkat dengan Febry, salah seorang desainer perhiasan CV. Suarti
170
Selanjutnya pada bagian kiri dan kanan batu lapis lazuli terdapat tiga buah lingkaran yang
disusun horisontal dengan ukuran besar mengecil.
Gambar IV.12. Nawasanga pada budaya Hindu Bali
Sumber: Taufik abdullah, dkk. Indonesian Heritage 9: Agama dan Upacara. Buku antar bangsa, Jakarta. 2002. halaman 45
Secara perupaan pola yang ditampilkan bros perak ini mengingatkan pada struktur pola
Nawasanga pada masyarakat bali. Dalam pemikiran keagamaan Hindu Bali, terdapat
delapan mata angin yang dihuni oleh suatu unsur tertentu dengan tengah sebagai pusat
yang disimbolkan dengan bunga padma (teratai bertangkai). Delapan arah mata angin ini
juga dihuni oleh dewa tertentu yang pada dasarnya merupakan nama-nama dewa India.
Perwujudan gagasan ini sebenarnya memiliki kesamaan dengan pola sembilan yang
merupakan pola puncak pada kebudayaan Jawa. Pola ini menjadi dasar acuan tata cara
ritual, struktur penyusunan pura dan pelbagai kehidupan keseharian lainnya. Garis-garis
organis yang berangkat dari pusat merupakan abstraksi dari pola sembilan pada bros
perak ini.
Gambar IV.13. Detail perupaan bros perak Suarti periode 2005 sampel I
Sumber: Penulis
171
Sampel analisa perupaan bros perak selanjutnya juga merupakan bagian dari satu set
perhiasan yang terdiri dari kalung, gelang, anting dan bros. Bros perak dengan komposisi
simetris kosentris ini pada sisi ujung kiri dan kanannya terdapat stilasi perisai yang
dikomposisikan horisontal dengan bagian bawah perisai mendekati bagian pusat.
Stilasi perisai menghadirkan garis-garis organis yang simetris dengan komposisi saling
berkebalikan pada permukaannya. Selain garis-garis organis tersebut terdapat pula tiga
buah bentuk oval kecil yang disusun segitiga. Bentuk oval kecil segitiga tersebut
dikomposisikan saling berkebalikan pada setiap perisai dengan diselingi garis-garis
organis yang juga dikomposisikan saling berkebalikan.
Bagian tengah bros perak ini terdapat batu onyx bulat dengan hiasan lima buah bulir perak
pada bagian atas dan bawahnya. Selain dibingkai dengan bulir-bulir perak, batu onyx
hitam ini juga dibingkai dengan tiga buah garis setengah lingkaran bertingkat masing-
masing dua buah pada bagian atas dan bawah bros. Perupaan bros perak ini secara
keseluruhan menampilkan kesan masif dan penuh ornamen yang dipertegas dengan
aplikasi oksidasi pada permukaan perak. Bros dengan bentuk memanjang ini merupakan
penggabungan beberapa elemen perupaan yang hadir pada unit-unit ornamen pada kalung
perak dengan tema yang sama.
Gambar IV.14. Detail perupaan bros perak Suarti periode 2005 sampel II
Sumber: Penulis
172
Seperti dua buah bros perak yang telah dianalisa sebelumnya, bros ini juga merupakan
bagian dari satu set perhiasan perak yang terdiri dari kalung, gelang, anting dan bros.
Bentuk dasar bros perak ini merupakan salah satu unit ornamen kalung. Dengan bentuk
dasar wajik, bros perak ini menggunakan komposisi simetris kosentris dengan
penggayaan masif dan penuh ornamen.
Bagian atas dan bawah batu garnet merah berbentuk lingkaran yang berada di tengah ini
adalah garis organis hururf U yang diposisikan menghadap batu garnet. Pada bagian
tengah garis organis berbentuk huruf U yang terbangun dari filigree ini terdapat sebuah
motif lingkaran di tengahnya. Selanjutnya pada bagian kanan dan kiri bros terdapat dua
buah garis horisontal yang diselingi tiga buah motif lingkaran dengan tekstur polos
berkilau. Tiga buah lingkaran tersebut memiliki ukuran yang sama dengan komposisi
sejajar. Diantara garis organis berbentuk U dan garis horisontal terdapat pula garis
organis dengan arah lengkung menuju garis horisontal dengan posisi diagonal. Secara
keseluruhan permukaan bros yang tidak diaplikasikan ragam hias berwarna kehitaman
sebagai hasil dari aplikasi oksidasi.
Seperti bros perak sampel pertama pada periode yang sama, bros ini secara struktur
perupaan memiliki kesamaan dengan pola Nawasanga atau umum dikenal dengan istilah
pola sembilan. Hadirnya pola yang sama pada tahun yang sama menunjukkan bahwa pola
ini memiliki posisi yang cukup penting dalam penggayaan perhiasan Desak Nyoman
Suarti.
Gambar IV.15. Detail perupaan bros perak Suarti periode 2005 sampel III
Sumber: Penulis
173
4.1.2.2 Karakteristik Perupaan Bros Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2005
Ketiga sampel kalung perak periode 2005 yang dianalisa kali ini merupakan bagian dari
satu set perhiasan berupa kalung, gelang, anting dan bros. Kalung dengan tema sama telah
dibahas pada sub bab ketika membahas kalung perak karya Desak Nyoman Suarti periode
2005, sehingga karakteristik antara kalung dan bros pada periode ini memiliki beberapa
kesamaan.
Bros ini seperti halnya karakteristik kalung perak periode 2005 secara keseluruhan hadir
dengan komposisi simetris kosentris dengan penggayaan yang masif dan penuh ornamen
bun (filigree) dan jawan (granulasi). ketiga bros ini juga menggunakan teknik pewarnaan
oksidasi pada permukaan perak sehingga warna cenderung menjadi kehitaman. Efek
warna ini bertujuan untuk menambah bobot perupaan bros perak dan mempertegas
kontras antara ragam hias bertekstur polos dengan bagian latar bros yang berwarna lebih
gelap.
Ketiga bros ini juga memiliki kesamaan dari teknik pemotongan batu yaitu cabochon,
warna batu yang opaque dan cenderung gelap (batu onyx hitam, batu lapis lazuli berwarna
biru tua dan garnet berwarna merah marun). Batu pada ketiga sampel ini dikomposisikan
di bagian tengah bros dengan teknik pemasangan bezel setting yang memperkuat kesan
klasik. Pada sampel bros pertama dan ketiga terdapat kesamaan dari struktur perupaan.
Kesamaan tersebut tampak dari adanya keserupaan dengan pola sembilan yang
merupakan konsep hidup masyarakat Hindu Dharma. Disadari atau tidak, pengulangan
untuk menghadirkan pola yang sama pada tahun ini menunjukkan pentingnya pola
tersebut bagi Desak Nyoman Suarti.
174
4.1.2.3 Analisa Perupaan Bros Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2006
Tabel IV.6. Sampel bros perak Desak Nyoman Suarti periode 2006
Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III
Perupaan
Bentuk dasar Geometris Geometris Geometris organis Pola Simetris Dualistik antagonis Sirkular Ragam hias Bun dan Jawan Penggayaan pilin berganda - Komposisi Simetris vertikal Kosentris simetris paradoks Kosentris simetris Tekstur Filigree, granulasi dan
oksidasi Polos berkilau dengan kontur
Polos berkilau
Garis Kurvilinear dan lingkaran Geometris dan organis Geometris, kosentris, dinamis Material lain Akik, spinel dan peridot Pirus Kecubung
Tabel di atas menunjukkan lebih banyak variasi desain dibandingkan sampel bros perak
pada tahun sebelumnya. Sampel bros perak pertama menggunakan batu dengan gradasi
warna hijau yang kontras dengan warna material perak dengan tekstur permukaan yang
dibiarkan polos berkilau. Pada bagian tengah bros terdapat garis kurvilinear berbentuk
huruf S saling berkebalikan. Pada bagian tengah bros perak dihiasi dengan batu peridot
berbentuk lingkaran yang dipotong dengan teknik facet princess cut.
Selanjutnya pada bagian atas batu peridot terdapat sebuah batu spinel hijau yang juga
dihiasi garis kurvilinear. Garis-garis kurvilinear yang saling berhadapan ini pada bagian
tengahnya dihiasi dengan bulir perak sebagai aksen yang dipertegas dengan pewarnaan
oksidasi pada permukaan. Bagian bros yang paling atas bertahtakan batu akik hijau
dengan ukuran sedang. Pada kanan dan kiri bawah batu akik ini terdapat dua buah bulir
perak yang juga hadir sebagai aksen.
175
Gambar IV.16. Detail perupaan bros perak Suarti periode 2006 sampel I
Sumber: Penulis
Sampel bros perak kedua menggunakan komposisi simetris paradoks berbentuk huruf S
sehingga bros tersebut tampak lebih bervolume. Bros perak ini menggunakan dua buah
batu pirus berbentuk bulat yang disusun vertikal. Pada sekeliling batu pirus tersebut
dibingkai penuh oleh bulir-bulir perak. Batu pirus ini dipasang dengan teknik bezel
setting sehingga memperkuat kesan klasik yang secara vokal disuarakan melalui stilasi
ragam hias batik dan komposisi yang menampilkan pola dualistik antagonis.
Kedua sisi bros menggunakan penggayaan pilin berganda dengan ragam hias yang
berbeda. Jika pada sisi kanan bros ragam hias yang digunakan menggunakan ragam hias
huruf S, pada bagian kiri bros menggunakan ragam hias sulur-suluran.. Kedua jenis
ragam hias tersebut dikomposisikan repetitif vertikal. Diantara pengulangan ragam hias
tersebut terdapat bulir perak di pada bagian kiri dan kanannya. Permukaan bros perak
dibiarkan polos dan berkilau sehingga menonjolkan relief dan volume dari bros ini. Bros
yang dihasilkan dengan teknik casting ini menghadirkan kesan klasik melalui benttuk
dasar yang masif, komposisi simetris paradoks dengan aplikasi ragam hias yang penuh
dan repetitif, penggayaan ragam hias yang dinamis serta aplikasi bulir perak yang
176
mengelilingi batu pirus. Pengayaan rupa seperti yang telah disebutkan di atas berhasil
mempertahankan kesan klasik kendati menggunakan teknik pembuatan yang hampir
sepenuhnya masinal.
Gambar IV.17. Detail perupaan bros perak Suarti periode 2006 sampel II
Sumber: Penulis
Bros terakhir pada periode ini menggunakan bentuk dasar lingkaran dengan permukaan
yang polos dan berkilau. Dari segi penggayaan rupa, bros perak ini memiliki perbedaan
yang signifikan dibandingkan dengan bros perak Desak Nyoman Suarti yang lain. Bros
yang menonjolkan garis-garis sederhana ini merupakan abstraksi dari gerak pusaran air di
lautan. Penggayaan desain bros perak yang sederhana dan menonjolkan garis-garis seperti
ini senada dengan penggayaan sampel kalung pertama pada periode tahun yang sama
(Secrets of the Sea sampel I tahun 2006).
Kesamaan juga tampak dari tema, eksekusi desain permukaan yang polos dan berkilau,
dominasi rongga diantara garis-garis abstraksi, pemilihan facet brillian cut dan bezel
setting untuk pemotongan dan pemasangan batu serta letaknya yang berada di tengah.
Seperti halnya sampel kalung I tahun 2006, bros Suarti kali ini sekali lagi menunjukkan
177
betapa pentingnya siklus perputaran energi dalam upaya menjaga keharmonisan di
masyarakat pramoderen Bali.
IV.18. Detail perupaan bros perak Suarti periode 2006 sampel III
Sumber: Penulis
4.1.2.4 Karakteristik Perupaan Bros Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2006
Dua dari tiga sampel bros perak yang dianalisa di atas seperti halnya sampel bros pada
tahun sebelumnya masih menggunakan ragam hias sulur-suluran dan lingkaran. Jika pada
sampel pertama penggayaan sulur-suluran dihasilkan dari pengaplikasian teknik filigree,
pada sampel kedua ragam hias tersebut berasal dari proses pembuatan dengan metode
casting (cetakan). Pengembangan yang menarik untuk dicermati pada sampel kedua
periode 2006 adalah tidak ditemui adanya pengaplikasian oksidasi yang kerap dipadankan
dengan aplikasi ragam hias sulur-suluran pada perhiasan peraknya meskipun pada sampel
bros pertama masih tampak penggayaan perupaan seperti itu.
Sampel terakhir pada periode ini memiliki penggayaan yang sangat berbeda dibandingkan
perupaan bros Suarti sebelumnya. Bros yang digayakan sederhana dengan garis-garis tipis
organis ini didesain polos berkilau untuk tekstur permukaan peraknya. Jika diperhatikan,
penggayaan bros perak seperti ini merupakan ciri khas dari perhiasan kontemporer
Amerika yang mulai muncul pada paska perang dunia II. Karakteristik perhiasan
178
kontemporer tersebut dari segi perupaan tampak lebih mengutamakan konstruksi, bentuk-
bentuk yang terbuka (open form), streamline dan pencahayaan yang terang.4
4.1.2.5 Analisa Perupaan Bros Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2007
Tabel IV.7. Sampel bros perak Desak Nyoman Suarti periode 2007
Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III Perupaan
Bentuk dasar Capung Wajik Floral Pola Fauna Kosentris Dinamis Ragam hias Jawan Bun dan Jawan - Komposisi Simetris Simetris Organis Tekstur Granulasi, polos
berkilau dan efek kaca dari enamel hitam
Filigree, granulasi dan oksidasi
Guratan-guratan linear
Garis Organis dan geometris Geometris dan organis Geometris, kosentris, dinamis Material lain Enamel hitam, kristal
putih Abalone (sejenis cangkang kerang-kerangan)
Mutiara hitam
Tabel IV.7. di atas menunjukkan variasi desain yang signifikan antara satu desain dengan
yang lain. Pada sampel bros perak pertama Suarti menggunakan bentuk dasar capung
dengan penggunaan enamel berwarna hitam yang pada sampel sebelumnya tidak
ditemukan dalam rancangannya, baik dalam bentuk kalung maupun bros. Revitalisasi Art
nouveau tampak pada penggayaan sampel bros perak Suarti yang pertama ini, baik dari
segi bentuk maupun pemilihan enamel sebagai teknik dekoratif. Meskipun begitu unsur
Indonesia tetap dihadirkan dengan mengaplikasikan jawan serta pewarnaan oksidasi pada
bagian latar.
Seperti halnya sampel kalung I dari tahun yang sama (2007) yang juga menunjukkan
revitalisasi art nouveau, Suarti menghadirkan penggayaan art nouveau melalui abstraksi
dari bentuk alam, aplikasi garis kurvilinear, penggayaan desain yang mewah, feminin,
mengalir serta aplikasi enamel hitam pada bagian kanan dan kiri sayap capung. Di sisi
lain, Suarti masih mempertahankan karakteristik perhiasannya yang simetris dengan
aplikasi jawan (granulasi) dan oksidasi untuk mempertegas perupaan bros yang
4 Greenbaum, Toni. Messengers of Modernism: American Studio Jewelry 1940-1960. The Lake St. Louis Historical Society, Montreal. 1996 page 36.
179
cenderung lebih lembut dibandingkan penggayaan rupa perhiasan Suarti lainnya yang
tegas.
Gambar IV.19. Detail perupaan bros perak Suarti periode 2007 sampel I
Sumber: Penulis
Sampel bros perak selanjutnya menggunakan bentuk dasar wajik yang digayakan
dinamis. Jika pada sampel pertama digunakan enamel untuk teknik dekorasi, pada bros
perak kali ini Suarti menggunakan abalone sebagai pengganti batuan mulia dan semi
mulia yang sebelumnya kerap digunakan Suarti sebagai material tambahan pada
perhiasan peraknya.
Abalone yang diaplikasikan pada tengah bros ini menghadirkan rekfraksi warna gradasi
hijau dan biru dengan lapisan kilau yang sangat berbeda dengan refraksi cahaya dari batu
mulia dan semi mulia yang sebelumnya kerap digunakan Suarti dalam desain
perhiasannya. Abalone sebagai fokus utama pada bros perak ini dibingkai penuh oleh
wheat chain dimana pada bagian ujung vertikalnya ditahan dengan bentuk geometris
wajik.
180
Gambar IV.20. Penggayaan pola pilin berganda pada bagian pinggir
Sumber: Ragam-ragam Perhiasan Indonesia
Pada bagian pinggir bros perak ini diaplikasikan ragam hias dengan pola pilin berganda.
Pola pilin berganda ini adalah pola yang juga kerap ditemui sebagai garis pinggir pada
karya-karya seni pramoderen Indonesia. Pola ragam hias ini dihadirkan melalui
komposisi bun (filigree) dengan isian bulir-bulir perak di beberapa bidang kosong.
Selanjutnya sentuhan terakhir pada bros perak adalah aplikasi pewarnaan oksidasi pada
bagian latar.
Sampel bros kedua tahun 2007 ini menghadirkan kesan klasik melalui komposisi simetris
kosentris yang masif dan penuh serta aplikasi filigree, wheat chain dan granulasi dengan
penggayaan repetisi pilin berganda yang dipertegas dengan oksidasi. Kesan modern
tampak pada pemilihan abalone menggantikan batu mulia dan semi mulia pada perhiasan
perak, penggunaan teknik cetak (casting) pada pembuatan rangka serta penggayaan
bentuk wajik yang dinamis. Selain menghadirkan kesan klasik dan moderen, bros ini
secara keseluruhan menghadirkan kesan mewah dan tegas.
181
Gambar IV.21. Detail perupaan bros perak Suarti periode 2007 sampel II
Sumber: Penulis
Sampel bros perak terakhir pada periode ini menggunakan stilasi flora sebagai bentuk
dasar. Permukaan bros dipenuhi dengan guratan-guratan linear yang jika dilihat secara
keseluruhan akan tampak seperti urat-urat pada daun. Diantara guratan-guratan linear
pada tekstur tersebut dikomposisikan garis-garis diagonal dari kawat perak secara
repetitif. Garis linear yang berada di tengah stilasi flora ini merepresentasikan tulang daun
dengan dua cabang di kanan kirinya. Pada setiap ujung tulang daun terdapat sebuah
mutiara budidaya hitam berbentuk lingkaran dengan teknik bezel setting yang merupakan
teknik pemasangan batu paling sederhana.
Motif flora dengan bentuk dasar yang mengalir ini juga merupakan upaya dalam
memberikan sedikit sentuhan art nouveau pada perupaan sampel ketiga ini. Bros dengan
penggayaan eklektik antara art nouveau dengan moderen ini dideskripsikan seperti
gambar IV.22. di bawah.
182
Gambar IV.22. Detail perupaan bros perak Suarti periode 2007 sampel III
Sumber: Penulis
Jika pada perupaan perhiasan Suarti yang telah dibahas sebelumnya hadir unsur klasik
Indonesia yang cukup kuat, pada sampel ini unsur klasik Indonesia hadir secara implisit
melalui repetisi guratan linear diagonal sebagai tekstur permukaan perak dan bentuk
dasarnya yang masih masif. Di sisi lain, unsur moderen tampak mendominasi sampel ini,
baik melalui abstraksi flora, penggayaan desain yang sederhana dan ringan serta teknik
pembuatannya yang sepenuhnya masinal.
4.1.2.6 Karakteristik Perupaan Bros Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2007
Bentuk dasar yang digunakan pada sampel bros pertama dan ketiga tahun ini
menunjukkan perbedaan dengan bros perak pada dua tahun sebelumnya. Jika pada dua
tahun sebelumnya bentuk dasar cenderung geometris, pada periode ini Suarti
menggunakan bentuk dasar stilasi fauna berupa bentuk capung pada sampel pertama dan
flora pada sampel terakhir. Bentuk masif masih mendominasi struktur bros perak Suarti,
kendati pada sampel pertama hadir beberapa rongga yang didukung dengan perupaan
ramping pada bagian bawah bros sehingga memudarkan kesan masif. Perbedaan lain
tampak pada teknik dekorasi bros, yaitu aplikasi enamel (sampel I) dan penggunaan
abalone (sampel II).
Secara keseluruhan ketiga sampel dari periode 2007 ini menghadirkan kesan klasik
dengan sentuhan moderen yang tampak lebih dominan dibandingkan perupaan sampel
183
bros pada dua periode sebelumnya. Kesan moderen yang sebelumnya kerap ditampilkan
melalui aplikasi cetakan masinal pada pembuatan rangka dan pemotongan facet pada
bebatuan, kini hadir dengan lebih variatif. Kesan moderen hadir melalui penggunaan
abalone, aplikasi enamel yang kembali banyak digunakan sejak periode art nouveau,
bentuk dasar yang dinamis serta tekstur guratan linear pada permukaan perak, sedangkan
kesan klasik masih digayakan dengan perupaan seperti pada sampel-sampel sebelumnya.
enamel dan abalone adalah dua material ekonomis yang pada periode sebelumnya tidak
ditemukan pada perupaan sampel perhiasan Suarti, baik dalam bentuk kalung maupun
bros.
Perupaan bros periode 2007 ini juga kembali menghadirkan kesan mewah melalui
penggayaan rupa bros secara keseluruhan, baik dari segi dekoratif yang penuh dan masif
serta ukurannya yang cenderung besar. Pengayaan rupa tersebut lebih lanjut juga
menghadirkan kesan tegas pada perupaan bros periode ini.
4.1.2.7 Karakteristik Perupaan Bros Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2005-2007
Bros perak karya Desak Nyoman Suarti selama tiga tahun terakhir yang telah dipaparkan
di atas menunjukkan beberapa karakteristik umum yang juga muncul pada penggayaan
kalung peraknya, yaitu kesan klasik dengan sentuhan moderen, mewah, tegas dan
dinamis. Jika pada perupaan sampel tahun 2005 kesan modern hanya tampak pada
aplikasi cetakan masinal dalam pembuatan rangka, pada dua tahun setelahnya sentuhan
moderen semakin menguat, baik melalui pengembangan bun (filigree) sebagai pembentuk
rangka dasar yang lebih lanjut menghadirkan komposisi ruang, komposisi simetris yang
lebih dinamis hingga aplikasi material ekonomis seperti abalone dan enamel. Berikut
akan dipaparkan karakteristik beserta penggayaan rupa sampel bros periode 2005-2007
dalam bentuk tabel di bawah.
184
Tabel IV.8. Karakteristik dan penggayaan rupa pada bros Suarti periode 2005-2007
Karakteristik dan penggayaan rupa Fungsi /
thn Sampel I Sampel II Sampel III 1. Klasik a. Komposisi simetris kosentris b. Aplikasi bun, jawan dan
oksidasi c. Penggunaan pola lima pada
bros d. Bentuk dasar yang masif dan
penuh ornamen e. Penggunaan batu berwarna
opaque (cabochon)
1. Klasik a. Komposisi simetris kosentris b. Aplikasi bun, jawan dan
oksidasi c. Penggunaan pola lima pada
bros d. Bentuk dasar yang masif dan
penuh ornamen e. Penggunaan batu berwarna
opaque (cabochon)
1. Klasik a. Komposisi simetris kosentris b. Aplikasi bun, jawan dan
oksidasi c. Penggunaan pola lima pada
bros d. Bentuk dasar yang masif dan
penuh ornamen e. Penggunaan batu berwarna
opaque (cabochon) 2. Moderen
a. Pengerjaan dengan teknik casting
2.Moderen a. Pengerjaan dengan teknik casting
2.Moderen a. Pengerjaan dengan teknik casting
3. Dinamis a. Dominasi garis kurvilinear
dan lingkaran sebagai hiasan b. Bentuk dasar yang organis
3. Dinamis c. Dominasi garis kurvilinear dan
lingkaran sebagai hiasan d. Bentuk dasar yang organis
3. Dinamis e. Dominasi garis kurvilinear
dan lingkaran sebagai hiasan f. Bentuk dasar yang organis
2005
4.Tegas a. Bentuk dasar yang masif dan
cenderung penuh ornamen b. Warna batu yang cenderung
opaque dan gelap
4.Tegas a.Bentuk dasar yang masif dan
cenderung penuh ornamen b. Warna batu yang cenderung
opaque dan gelap
4.Tegas a. Bentuk dasar yang masif dan
cenderung penuh ornamen b. Warna batu yang cenderung
opaque dan gelap 1. Klasik a. Komposisi simetris b. Penggunaan bun, jawan dan
oksidasi c. Aplikasi batu berpotongan
cabochon
1. Klasik a. Komposisi dualistik antagonis b. Bentuk dasar yang masif dan
penuh ornamen c. Penggayaan ragam hias pilin
berganda dengan stilasi huruf S (kanan) dan sulur (kiri)
d. Cabochon pada batu pirus e. Aplikasi granulasi
1. Klasik a. Komposisi simetris kosentris
2. Moderen a. Pengerjaan dengan teknik
casting b. Batu berpotongan facet
2. Moderen a. Pengerjaan dengan teknik
casting b. Penonjolan sifat material perak
dari kilauan logam
2. Moderen a. Pengerjaan dengan teknik
casting b. Penonjolan sifat material
perak dari kilauan logam c. Penonjolan komposisi ruang d. Batu berpotongan facet
3. Dinamis a. Dominasi garis kurvilinear
dan lingkaran sebagai hiasan b. Bentuk dasar yang organis
3. Dinamis a. Komposisi yang paradoks
dengan volume yang berelief pada permukaan
b. Aplikasi ragam hias yang organis
Bro
s
2006
4. Tegas a. Bentuk dasar yang masif dan
cenderung penuh ornamen b. Warna batu gradasi hijau dari
pelbagai jenis bebatuan c. Kontras dibangun melalui
aplikasi oksidasi, warna perak dan gradasi hijau dari bebatuan
4. Tegas a. Bentuk dasar yang masif dan
cenderung penuh ornamen b. Warna batu hijau muda dengan
urat kehitaman
3. Dinamis Garis organis yang kosentris
185
Tabel IV.8. Karakteristik dan penggayaan rupa pada bros Suarti periode 2005-2007 (lanjutan)
Karakteristik dan penggayaan rupa Fungsi /
thn Sampel I Sampel II Sampel III 1. Klasik a. Komposisi simetris b. Aplikasi jawan dan oksidasi c. Batu dipotong cabochon
1. Klasik a. Komposisi simetris kosentris b. Aplikasi wheat chain pada
bagian terdalam abalone c. Penggayaan pilin berganda
dengan aplikasi bun dan jawan yang dipertegas dengan oksidasi
1. Moderen a. Abstraksi flora b. Aplikasi mutiara tahiti
berjumlah tiga buah c. Aplikasi guratan-guratan
linear pada permukaan bros
d. Teknik pembuatan dengan casting
2. Art nouveau a. Penggayaan bentuk fauna b. Aplikasi enamel hitam pada
bagian sayap
2. Moderen a. Aplikasi abalone
2. Dinamis a.Bentuk dasar organis
3.Tegas a. Aplikasi oksidasi dan warna hitam
dari enamel dan batu onyx b. Kontras antara warna hitam hari
batu onyx dengan warna material perak dan batu kristal (putih)
Bro
s
2007
4.Moderen a. Komposisi ruang pada sisi kanan
dan kiri sayap capung atas
3. Tegas a. Aplikasi oksidasi pada latar
belakang bingkai bros b. Bentuk dasar wajik yang
masif dan penuh
i. Tegas a. Bentuk dasar yang masif
4.1.3 Analisa Perupaan Perhiasan Perak Desak Nyoman Suarti dengan Fungsi
Anting periode 2005-2007
Meskipun adapula anting yang memiliki penggayaan desain rumit, kompleks dan
ornamental, pertimbangan ergonomis agar pemakaian anting ini tidak mengganggu
bahkan perusak struktur cuping kuping melahirkan batasan-batasan desain pada
penggayaan anting terutama yang umum dihasilkan dewasa ini. Cuping kuping yang
cenderung lentur dan lebih lunak dibandingkan bagian tubuh lain memungkinkan adanya
lubang untuk menahan kuncian anting. Kelebihan tersebut juga memiliki kekurangan
yang menonjol. Lunaknya cuping kuping menyebabkan cuping kuping tersebut tidak
mampu menahan bobot yang terlalu berat secara tiba-tiba. Berikut akan dipaparkan
beberapa sampel anting rancangan Desak Nyoman Suarti pada tiga tahun terakhir ini.
186
4.1.3.1 Analisa Perupaan Anting Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2005
Tabel IV.9. Sampel anting perak Desak Nyoman Suarti periode 2005 Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III Perupaan
Bentuk dasar Lar Setengah lingkaran Geometris Pola Geometris Geometris Pola tiga Ragam hias Abstraksi parang,
mlinjon dan tumpal Bun dan stilasi tumpal Penggayaan huruf W, Bun
dan bentuk wajik Komposisi Asimetris Simetris Simetris Tekstur Relief Elaborasi antara aplikasi
permukaan yang polos berkilau, granulasi dan oksidasi
Elaborasi polos berkilau dan oksidasi
Garis Geometris dinamis Kurvilinear dan geometris Geometris Material lain Kecubung Aksen lapis emas berbentuk
lingkaran di tengah anting -
Sistem kuncian Tusuk Tusuk Tusuk
Sampel pertama di atas merupakan salah satu bagian dari satu set perhiasan bertemakan
“Batik” yang dikeluarkan oleh Suarti “Ritual of Fire” pada tahun 2004. Desain anting ini
diproduksi untuk sasaran konsumen di Amerika bekerja sama dengan QVC, sebagai
tivimedia di negara setempat. Anting yang terbuat dari perak 9,25% atau umum dikenal
dengan istilah sterling silver ini secara bentuk dasar menggunakan bentuk geometris
lingkaran yang dikembangkan. Material tambahan yang digunakan adalah batu kecubung
yang dipotong dengan teknik brillian cut.
Secara garis besar anting ini dihiasi oleh tiga jenis ornamen yang dibatasi oleh garis
antara satu ornamen dengan ornamen lainnya. Bagian paling luar anting ini dihiasi oleh
bentuk S dan lingkaran yang disusun bergantian. Jika dilihat dari keseluruhan perupaan
anting, bentuk S tersebut menghadap ke arah kanan. Bagian tengah anting perak ini
dihiasi dengan garis-garis diagonal yang membentuk garis imajiner berupa segitiga yang
disusun saling berkebalikan. Ornamen yang dikomposisikan berada dekat batu kecubung
ini tidak lain merupakan ragam hias pilin berganda yang diaplikasikan mendatar
mengikuti lekuk bentuk dasar anting.
187
Gambar IV.23. Detail perupaan anting perak Suarti periode 2005 sampel I
Sumber: Penulis Jika dianalisa berdasarkan tema yang melatarbelakangi anting ini, bentuk dasar anting
mengingatkan pada bentuk ragam hias Lar yang umum tampil pada batik keraton. Ragam
hiasa Lar adalah penggayaan sayap Garuda, yaitu hewan mitologi Hindu-Jawa yang
merupakan gabungan dari kuda dan burung. Selanjutnya ragam hias berbentuk huruf S
yang dikomposisikan bergantian dengan bentuk lingkaran merupakan abstraksi dari
ragam hias parang dan mlinjon.
Motif parang merupakan salah satu motif larangan dalam masyarakat pramoderen Jawa.
Ragam hias parang merupakan stilasi dari pelbagai bentuk, mulai dari stilasi teratai, keris
dan golok sebagai beberapa contohnya. Motif parang dalam kain batik kerap
dikomposisikan secara berulang, teratur dan diagonal. Ragam hias lain dalam ornamen
terluar anting ini adalah lingkaran yang merupakan abstraksi dari bentuk mlinjon. Mlinjon
sendiri dalam batik merupakan pengembangan dari motif ceplok merupakan representasi
dari pola lima atau manca-pat dalam masyarakat pramoderen Jawa.
Pada bagian tengah anting terdapat garis-garis tegas yang dikomposisikan diagonal
sehingga membentuk bangun imajiner berupa segitiga yang saling berkebalikan. Garis-
garis ini merupakan abstraksi dari motif tumpal yang kerap hadir dalam batik tradisional.
188
Motif tumpal sendiri merupakan stilasi sulur-suluran dan tumbuhan lainnya. Bentuk
segitiga sama sisi ini dianggap merupakan pengembangan dari kayon atau pohon
kehidupan yang dalam dunia perwayangan digambarkan dalam bentuk gunungan. Pada
bagian terdalam anting perak ini terdapat sebuah ragam hias pilin berganda yang disusun
mendatar mengikuti lekuk anting.
Gambar IV.24. Detail perupaan anting perak Suarti periode 2005 sampel II Sumber: Penulis
Sampel selanjutnya seperti tampak pada deskripsi gambar IV.24 di atas menggunakan
bentuk dasar geometris setengah lingkaran. Anting tusuk berkomposisi simetris ini
menggunakan hiasan pinggir berbentuk segitiga yang dikomposisikan berkebalikan.
Bentuk geometris lain hadir pada bagian tengah anting berupa lingkaran dengan material
batu onyx yang dipotong dengan teknik cabochon serta bulir perak yang membingkai
penuh batu.
Ragam hias yang diaplikasikan pada anting ini menunjukkan unsur ragam hias batik yang
kental. Segitiga terbalik yang dikomposisikan repetitif membingkai bagian luar anting ini
merupakan stilasi dari motif tumpal pada batik, sedangkan bentuk lingkaran yang hadir
sebagai isen diantara motif tersebut merupakan stilasi dari ceplok pada batik. Selanjutnya
terdapat pula aplikasi wheat chain berbentuk setengah lingkaran pada bagian yang lebih
dalam. Aplikasi ini selain menghadirkan tekstur anyaman pada permukaan anting juga
menambah bobot perupaan anting ini selain melalui kontras dari aplikasi oksidasi pada
bagian latar anting. Secara keseluruhan sampel anting kedua ini menghadirkan kesan
klasik, masif dan ornamental.
189
Gambar IV.25. Detail perupaan anting perak Suarti periode 2005 sampel III
Sumber: Penulis
Sampel anting terakhir di atas menggunakan bentuk dasar geometris berupa gabungan
antara bentuk wajik dan teardrops pada bagian bawahnya. Pada bagian tengah bentuk
wajik yang berukuran lebih kecil ini terdapat sebuah lingkaran, sedangkan pada bentuk
teardrops di bawahnya ragam hias yang muncul adalah bentuk wajik yang
dikomposisikan membentuk bangun imajiner segitiga dan penggayaan huruf W.
Bentuk dasar anting ini jika dilihat secara keseluruhan dapat dibagi menjadi tiga bagian
secara vertikal. Bentuk wajik di bagian paling atas anting pada bagian ujungnya
mengerucut dan membentuk segitiga, sedangkan bagian paling bawah berbentuk setengah
lingkaran. Pertemuan dua buah bentuk geometris ini menciptakan dua sudut segitiga yang
sejajar secara horisontal. Dalam masyarakat Indonesia pembagian pola seperti ini dikenal
dengan istilah pola tiga.
Bentuk segitiga pada bagian atas anting ini merupakan representasi dunia atas, sedangkan
bentuk setengah lingkaran yang mengingatkan paa bentuk wadah ini merepresentasikan
dunia bawah. Segitiga imajiner sejajar yang dihasilkan dari pertemuan dua bentuk
geometris ini tak lain merupakan manifestasi dari dunia tengah. Simbolisasi dunia tengah
ini juga tampak pada perupaan anting secara keseluruhan. Bentuk lingkaran didalam
wajik dan bentuk wajik didalam lingkaran merupakan representasi dari terjadinya
penyatuan dan kelahiran entitas baru (dunia tengah). Jika dilihat dari bentuk yang
digunakan untuk merepresentasikan dunia atas dan bawah, tampak bahwa dunia atas
diduduki lelaki sedangkan perempuan merupakan representasi dari dunia bawah.
190
4.1.3.2 Karakteristik Perupaan Anting Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2005
Ketiga sampel anting perak pada periode ini secara keseluruhan menggunakan bentuk
dasar geometris yang masif. Sampel pertama dan kedua menggunakan bentuk dasar yang
merupakan penggayaan dari lingkaran. Penggunaaan bentuk ⅜ lingkaran pada sampel
pertama merupakan abstraksi dari ragam hias Lar, yaitu stilasi sayap garuda. Pada sampel
selanjutnya penggayaan ½ lingkaran dengan aplikasi batu onyx pada bagian tengah
mengingatkan pada bentuk kipas, sedangkan pada sampel terakhir anting dibentuk dengan
dua buah bentuk dasar, yaitu setengah lingkaran dan wajik. Wajik merupakan bangun
yang dihasilkan dari dua buah segitiga samakaki sehingga dalam hal ini dapat pula
dikatakan bahwa pada sampel ketiga ini menggunakan bentuk dasar setengah lingkaran
dan segitiga.
Bentuk lingkaran yang selalu hadir pada ketiga sampel anting Suarti di atas menunjukkan
bahwa bentuk lingkaran ini adalah bentuk yang cenderung netral sehingga dapat
dipadankan dengan bentuk-bentuk lainnya. bentuk lingkaran ini sekaligus menetralkan
repetisi bentuk segitiga yang bersudut dan kaku.
Ketiga sampel yang kesemuanya menggunakan oksidasi sebagai kontras ini
menggunakan ragam hias yang kental dengan unsur Indonesia. Sampel pertama dan
kedua menunjukkan pelbagai penggayaan dari motif batik, sedangkan sampel ketiga
menunjukkan pola tiga yang kuat baik dari segi ragam hias maupun dari penerapan pola.
Secara keseluruhan anting karya Desak Nyoman Suarti periode 2005 ini menampilkan
karakteristik simetris, geometris, masif, repetitif, teratur dan terukur, ornamental serta
tegas.
191
4.1.3.3 Analisa Perupaan Anting Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2006
Tabel IV.10. Sampel anting perak Desak Nyoman Suarti periode 2006
Keterangan Sampel I Sampel II Sampel III Perupaan
Bentuk dasar Geometris Kipas Huruf J Pola Geometris Kipas Geometris Ragam hias Flora Bun dan Jawan Anyaman Komposisi Simetris Simetris kosentris Simetris repetitif Tekstur Polos berkilau Elaborasi polos berkilau dan granulasi Anyaman Garis organis Dinamis Geometris Material lain Kecubung Topas biru dan aksen emas - Sistem kuncian Jepit Kait Jepit
Tabel IV.10. memaparkan bahwa sampel anting karya Desak Nyoman Suarti pada
periode ini memiliki variasi desain yang beragam. Sampel pertama menggunakan bentuk
dasar oval geometris dengan hiasan batu kecubung pada bagian tengahnya. Batu
kecubung ini tampil kontras dengan permukaan disekelilingnya yang polos dan berkilau.
Pada bagian atasnya terdapat bentuk setengah oval yang lebih besar. Bagian berbentuk
setengah oval tersebut diaplikasikan stilasi bunga berkelopak lima dan sulur-suluran
simetris pada bagian kanan dan kirinya. Anting yang dibuat dengan teknik cetakan secara
masinal ini fokus utamanya terletak pada batu kecubung yang ditanam pada bagian dalam
anting (cut-down setting).
Gambar IV.26. Detail perupaan anting perak Suarti periode 2006 sampel I
Sumber: Penulis
192
Komposisi bentuk dasar ini mengingatkan pada perupaan dewi Sri dalam bentuk sesajen
pada masyarakat Bali. Dewi Sri sebagai dewi kesuburan merupakan dewi penting dalam
masyarakat Bali sehingga tidak mengherankan bila penggayaan perupaan ini hadir dalam
karya perhiasannya. Aplikasi ragam hias flora pada bagian atas selain merepresentasikan
kesuburan juga berfungsi melembutkan kesan masif pada anting dengan sistem jepit ini.
Gambar IV.27. Detail perupaan anting perak Suarti periode 2006 sampel II
Sumber: Penulis
Sampel kedua hadir dengan sistem dangle earring sehingga anting dapat bergerak
dinamis. Anting berbentuk memanjang yang terinspirasi dari bentuk kipas ini
menggunakan bentuk dasar tabular pada bagian tengah atas dan bentuk kipas di
bawahnya. Aplikasi batu topas berwarna biru yang kontras dengan aksen emas di
bawahnya muncul sebagai fokus utama pada anting kait ini. Selain itu terdapat pula bulir
perak didesain membingkai batu topas. Pada bagian bawah aksen emas yang berbentuk
setengah lingkaran juga diaplikasikan bulir-bulir perak yang membentuk bangun segitiga
berulang. Meskipun menggunakan bentuk yang masif, gerak dinamis yang dimiliki anting
ini memudarkan kesan kaku.
Sampel selanjutnya adalah anting yang menggunakan sistem jepit. Anting ini memiliki
bentuk dasar huruf J yang jika tampak depan ketika dikenakan akan terlihat berbentuk
persegi panjang. Sampel anting terakhir dalam periode ini didominasi oleh aplikasi
193
anyaman benang perak yang diadopsi dari sistem anyaman daun pelepah pisang.
Anyaman daun pelepah pisang ini sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Bali karena
berfungsi sebagai bagian dari sesajen sehari-hari. Teknik anyaman ini menghasilkan efek
perupaan berbentuk wajik secara diagonal dengan komposisi repetitif.
Gambar IV.28. Detail perupaan anting perak Suarti periode 2006 sampel III
Sumber: Penulis
Kesan perupaan yang masif dan tegas dari aplikasi anyaman mendominasi sampel anting
terakhir. Dominasi anyaman tersebut lebih lanjut menghasilkan eksekusi desain tanpa
tambahan materail lain seperti bebatuan mulia dan semi mulia. Keputusan desain ini
selain bertujuan untuk menonjolkan aplikasi anyaman itu sendiri juga agar anting lebih
sederhana namun tetap memiliki fokus utama yang dominan.
Penggayaan teknik anyaman ini sebenarnya merupakan salah satu ciri khas karya
perhiasan perak Suarti seperti yang telah dipaparkan pada bab III dalam gambar III.9. Jika
pada periode-periode sebelumnya teknik anyaman ini kerap dipadankan dengan elemen
tambahan lainnya seperti anyaman kepang kawat perak, bulir perak atau rantai tulang
naga, pada sampel ini anyaman digayakan lebih sederhana.
194
Gambar IV.29. Pelbagai penggayaan teknik anyaman pada anting tahun 2003
Sumber: www.suarti.com (22 September 2007)
4.1.3.4 Karakteristik Perupaan Anting Perak Desak Nyoman Suarti Periode 2006
Sampel anting perak karya Desak Nyoman Suarti di atas menunjukkan beberapa
perubahan dari desain anting dari periode tahun sebelumnya. Jika pada anting perak
periode tahun sebelumnya Suarti lebih banyak menggunakan anting dengan sistem tusuk
(earstud) berukuran kecil hingga sedang, pada periode ini anting perak Suarti cenderung
lebih variatif, baik dari segi sistem kuncian pada cuping kuping maupun dari segi ukuran
dan perupaan.
Ketiga sampel anting di atas menggunakan bentuk dasar geometris yang masif. Pada
sampel pertama kesan masif diperlembut dengan menghadirkan ragam hias sulur-suluran
dan batu kecubung di tengahnya. Kesan masif pada sampel kedua diperlembut dengan
sistem kait pada dangle earring sehingga menghadirkan gerak yang dinamis, sedangkan
pada sampel terakhir kesan masif dan tegas tetap dipertahankan dengan penggunaan
teknik anyaman yang menampilkan detail jalinan garis-garis diagonal memenuhi seluruh
bidang permukaan anting.
Unsur Indonesia tampak pada aplikasi ragam hias sulur-suluran pada sampel pertama,
penggunaan bulir perak dari granulasi pada sampel kedua serta teknik anyaman yang
mendominasi perupaan anting terakhir. Pada ketiga sampel anting diatas juga
menunjukkan karakteristik komposisi yang simetris serta dengan ornamentasi hiasan yang
penuh, kecuali pada sampel kedua, yang memperkuat karakteristik perhiasan pramoderen
Indonesia pada anting di tahun 2006.