bab iv analisa a. pendahuluan - uksw

31
103 BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN Pada bagian ini penulis fokus menganalisa makna Perjamuan Kudus dengan mengacu pada teori Clifford Geertz . Berdasarkan hasil temuan di Bab III, pemahaman atas makna Perjamuan Kudus tidak terlepas dari pola makna kebudayaan yang berhubungan dengan cara pandangan (world view) dan ethos mayarakat Yahudi yang telah terwarisi dan meresap kuat ke dalam Gereja, sehingga dianggap sebagai satu pengetahuan yang benar. Perjamuan Kudus memiliki pola makna yang yang terpisah tetapi berhubungan satu dengan yang lain. Pola makna itu terletak dalam kebiasaan (habitus) dan peristiwa sejarah yang di dalamnya ada aktor yang memiliki kekuatan (power) dan pengaruh bagi komunitas Gereja. Di dalam pola makna itu manusia menemukan sesuatu yang menghubungkan ontologi dan kosmologi, estetika dan moralitas. Inilah yang membuat Perjamuan Kudus tidak termakan oleh usia. Ia tetap diyakini, nilai-nilai dan maknanya dipegang teguh oleh orang beragama (Gereja). B. MEMAHAMI MAKNA PERJAMUAN KUDUS DARI PERSPEKTIF DOGMATIS Istilah Perjamuan Kudus (Holy Communion) memiliki dua landasan sosio-teologis. Pertama, pesta/ jamuan Paskah Yahudi yang menyimbolkan peristiwa penyelamatan Allah terhadap bangsa Israel dari perbudakan di Mesir yang selalu dirayakan dengan ritual penyembelihanbinatang kurban di Bait Suci.Tidak hanya sekadar pesta keselamatan, juga menyimbolkan lahirnya identitas baru (sebagai bangsa pilahan) dan pengharapan yang baru bagi bangsa Israel. Kedua, ada dua teks yang dipakai gereja

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

103

BAB IV

ANALISA

A. PENDAHULUAN

Pada bagian ini penulis fokus menganalisa makna Perjamuan Kudus

dengan mengacu pada teori Clifford Geertz . Berdasarkan hasil temuan di Bab III,

pemahaman atas makna Perjamuan Kudus tidak terlepas dari pola makna kebudayaan

yang berhubungan dengan cara pandangan (world view) dan ethos mayarakat Yahudi

yang telah terwarisi dan meresap kuat ke dalam Gereja, sehingga dianggap sebagai satu

pengetahuan yang benar.

Perjamuan Kudus memiliki pola makna yang yang terpisah tetapi

berhubungan satu dengan yang lain. Pola makna itu terletak dalam kebiasaan (habitus) dan

peristiwa sejarah yang di dalamnya ada aktor yang memiliki kekuatan (power) dan

pengaruh bagi komunitas Gereja. Di dalam pola makna itu manusia menemukan sesuatu

yang menghubungkan ontologi dan kosmologi, estetika dan moralitas. Inilah yang

membuat Perjamuan Kudus tidak termakan oleh usia. Ia tetap diyakini, nilai-nilai dan

maknanya dipegang teguh oleh orang beragama (Gereja).

B. MEMAHAMI MAKNA PERJAMUAN KUDUS DARI PERSPEKTIF DOGMATIS

Istilah Perjamuan Kudus (Holy Communion) memiliki dua landasan

sosio-teologis. Pertama, pesta/ jamuan Paskah Yahudi yang menyimbolkan peristiwa

penyelamatan Allah terhadap bangsa Israel dari perbudakan di Mesir yang selalu

dirayakan dengan ritual penyembelihanbinatang kurban di Bait Suci.Tidak hanya sekadar

pesta keselamatan, juga menyimbolkan lahirnya identitas baru (sebagai bangsa pilahan)

dan pengharapan yang baru bagi bangsa Israel. Kedua, ada dua teks yang dipakai gereja

Page 2: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

104

untuk memahami Perjamuan Kudus.1 Teks pertama, kata-kata yang diucapkan oleh Yesus

di saat Ia memecahkan roti dan menuangkan anggur kepada para murid di jamuan makan

Paskah malam itu. “Perbuatlah ini guna memperingati Aku” (Luk 22:19-21). Kata-kata

Yesus tersebut dianggap sebagai perintah bagi Gereja untuk mengenangkan Dia. Teks

kedua, ucapan Paulus di jemaat Korintus (1 Korintus 11:22-26). Di sini Paulus

menekankan bahwa Perjamuan Kudus bukan hanya sekadar untuk mengingat Yesus, akan

tetapi untuk juga untuk memberitakan kematianNya sampai kedatanganNya yang kedua

kali.

Kata “Peringatan” (Yunani: anamnesis artinya peringatan, kenangan)

dalam tradisi Yahudi bukan dalam arti profan Yunani (memperingati orang mati) atau

dalam pengertian filosofis (mengingat secara intelektual), melainkan menurut arti

zikkaron (bhs. Ibrani yang berarti kenangan) yang menunjukan kenangan dan actio.

Anamnese bukan hanya menunjukan gagasan mengingat secara intelektual-subjektif,

melainkan menghadirkanapa yang dikenang, sehingga apa yang dikenang itu kini betul-

betul ada, hadir, berdaya dan bertindak. Mengenang Kristus berarti menghadirkan Kristus

dalam keseluruhan tindakan penebusannya yang meliputi peristiwa kematianNya hingga

kebangkitanNya. Aspek inilah yang menjadi aspek utama dalam liturgi perayaan

Perjamuan Kudus di dalam gereja yang senantiasa mengingatkan manusia akan karya

pendamaian yang telah dilakukan oleh Yesus melalui pembenaran (justification),

pengudusan (sanctification) dan tugas (vocation) yang harus dilakukan oleh manusia.

1E. Martasudjita, Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis dan Pastoral, (Yogyakarta:

Kanisius, 2005), 233

Page 3: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

105

Pembenaran (Justification)

Kata pembenaran di dalam bahasa Ibrani hitsdik dan dalam bahasa Yunani

dikaioo. Kedua kata tersebut bermakna pengumuman bahwa seseorang benar di hadapan

hukum.2 Seseorang menjadi benar karena pengorbanan yang telah dilakukan oleh Yesus

Kristus. Pembenaran terhadap manusia terjadi karena hukuman yang sesungguhnya

dijatuhkan kepada manusia telah ditimpakan kepada Yesus Kristus. Penyaliban dan

kematian Yesus adalah puncak dari hukuman atas dosa manusia yang ditimpakan atasNya.

Tuntutan atas hukuman telah terbayar dengan lunas melalui kematianNya. Akan tetapi

kebangkitan Yesus dari antara orang mati turut membangkitkan manusia. Manusia yang

bangkit tetap berdosa tanpa hukuman lagi, karena hukuman dosa telah berlaku dan telah

ditanggung oleh Yesus. Oleh karena itu, sekalipun manusia itu berdosa, Allah tetap

menerimanya. Dengan demikian pembenaran manusia berarti pengampunan dosa dan

penerimaan manusia baru.3 Itulah sebabnya mengapa manusia tidak berjasa untuk

membenarkan dirinya.

Pembenaran adalah sebuah anugrah Allah (Ef 2:8). Luther memakai

istilah simul peccator et iustus. Allah membenarkan manusia dengan cara Ia memukul

manusia lama itu sampai mati, dan sesudah itu Ia membangkitkan manusia itu kepada

hidup yang baru. Manusia lama diganti dengan manusia baru. Pembenaran itu merupakan

transisi, sebuh gerakan dari mortification ke vivification . Dulu manusia berdosa, sekarang

menjadi anak-anak Allah, sebelumnya manusia mewarisi maut, sekarang siap menerima

kehidupan yang kekal. Perubahan status terjadi dalam dua pertemuan sudut pandang

Allah dan manusia. Dari Allah sendiri, pembenaran tersebut telah selesai melalui

pengorbanan Yesus, itulah sebabnya tidak ada lagi pengorbanan yang lebih besar dari

2Luis Berkhof, Sistematic Theology,…, 510

3Ebenhaizer I Nuban Timo, Allah menahan Diri,…, 310

Page 4: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

106

pengorbanan Yesus. Sementara dari manusia, pembenaran adalah sebuah proses yang

masih terus berjalan. Manusia di dalam perjalanan meninggalkan manusia lama menuju

manusia baru. Itulah sebabnya Gereja diciptakan oleh Allah, supaya manusia makin

bertumbuh dalam pembenaran.4

Pengudusan (Santification)

Manusia tidak hanya dibenarkan, tetapi sekaligus dikuduskan.

Pengudusan dalam bahasa Ibrani disebut qadash dan bahasa Yunani disebut hagiazo.

Kedua kata ini mengandung makna yang sama yaitu pemisahan atau bersinar-sinar.5

Orang yang sudah dibenarkan oleh Allah hidupnya terpisah dari yang lain dan bercahaya

bagaikan pelita, matahari atau bintang. (Yoh 5:16; 13:43; Yoh 1:5 da Fip 2:15).

Pengudusan merupakan pusat sejarah kehidupan orang Kristen, karena orang Kristen

adalah orang yang telah dibenarkan. Oleh karena telah dibenarkan, maka orang Kristen

juga sekaligus dikuduskan. Pembenaran manusia berarti mengangkat manusia keluar dari

aib, dosa , kenajisan dan ketakutan. Serentak dengan itu, Allah menguduskan manusia

dengan memberikan kepadanya hidup yang baru, manusia ditetapkan sebagai makhluk

yang kudus (sancto dan sancta). Penetapan ini memungkinkan manusia layak menjadi

sekutu Allah yang kudus sekaligus menjadi partner Allah dalam perjanjian.6 Pengudusan

itu identik dengan a life movement to a higher ground.7

Pengudusan mengharuskan manusia menjalankan pola hidup imitatio

Christi, yakni menjalani hidup sedemikian rupa sehingga kasih Kristus terpancar dalam

kehidupannya. Imitation Christi tidak merubah manusia menjadi malaikat atau makhluk

setengah dewa, akan tetapi menjadi manusia biasa yang tetap tergoda dengan dosa.

4 Ibid,. 311

5 Luis Berkhof, Sistematic Theology,…, 527

6 Ibid

7 Nuban Timo, Allah menahan Diri,…, 316

Page 5: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

107

Namun demikian, ia tidak lagi menjadi a happy sinner, melainkan menjadi a disturbed

sinner.8

Penugasan Manusia (vocation)

Pembenaran dan pengudusan bukan tanpa tujuan. Itu bertujuan supaya

manusia melakukan satu tugas (misi) dari Allah, yakni menjadi pemberita pembenaran

dan pengudusan bagi mereka yang masih berseteru dengan Allah, agar mereka juga turut

ikut ambil bagian dalam persektuan dengan Allah. Isi dari penugasan itu adalah

memberitakan Injil. Injil tidak hanya sekadar berita tentang pelepasan yang bersifat

spiritualitas dan batiniah, akan tetapi Injil itu adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan

setiap orang yang percaya. Injil tersebut ditujukan kepada mereka yang miskin, orang-

orang tawanan, orang buta dan tertindas (Lukas 4:18-19). Orang-orang yang telah

dibenarkan dan didamaikan oleh Allah menjalani masa tugas untuk memperlihatkan

solidaritas kepada dunia untuk membangun tanda-tanda kerajaan Allah di bumi. Dalam

menjalani masa tugas itu, manusia tidak akan pernah terluput dari berbagai persoalan dan

penderitaan. Akan tetapi manusia tidak sendiri, Allah beserta dan menaungi perjalanan

tugas tersebut.

Perjamuan Kudus (tafelgemeenchap),9 menunjuk pada tiga dimensi waktu,

masa lalu, masa kini dan masa depan. Di masa lalu ada dua peristiwa penting yang tidak

bisa luput dalam ingatan orang Kristen memaknai Perjamuan Kudus. Pertama, peristiwa

pembebasan yang dilakukan oleh Allah terhadap bangsa Israel dari perbudakan Mesir.

Pembebasan dianggap sebagai awal sejarah bagi bangsa Israel menjadi bangsa pilihan

Allah. Peristiwa ini disimbolisasikan dalam perayaan/jamuan Paskah yang selalu ditandai

8Happy sinneradalah orang-orang yang bahagia, bangga dan merasa enjoy dengan dosa.

Sementara a disturbed sinner adalah orang yang merasa gelisah, takut dan marahpada dirinya karena telah

berbuat dosa. Perasaan ini akan membuat mereka datang kepada Tuhan dalam doa. 9 Ibid.,371

Page 6: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

108

dengan ritual penyembelihan binatang. Kedua, peristiwa kematian Yesus di kayu salib,

sering disebut Paskah kedua. Peristiwa ini dianggap sebagai penggenapan dari

keselamatan yang telah dimulai oleh Allah terhadap bangsa Israel. Paskah yang kedua ini

tidak hanya simbol keselamatan bagi orang Yahudi, tetapi untuk seluruh dunia. Allah

merelakan anak-Nya Yesus menjadi kurban (sacrifice) dan kurban (victim) sebagai

tebusan atas keberdosaan manusia.

Dimensi waktu masa kini merujuk pada persekutuan antar manusia

dengan Allah. Perjamuan Kudus menghadirkan Yesus di tengah-tengah persekutuan

orang percaya. Ia hadir menumbuhkan iman, pengharapan, kesembuhan dan penghiburan.

Perjamuan Kudus menyediakan ruang persekutuan yang sangat dekat bahkan “menyatu”

antara manusia dengan Allah. Meja Perjamuan, orang-orang yang bersekutu dan dan

santapan yang sama menyimbolkan hal itu. Yesus hadir dan bercakap-cakap, makan

bersama dan menyatu dengan seluruh partisipan Perjamuan Kudus. Mereka merasakakan

hati Allah yang penuh kasih, mau merangkul semua orang dan menyelamatkan.10

Perjamuan Kudus menjadi “daya tarik” bagi semua orang untuk

menghampiri dan menyatu dengan Yesus. Perjamuan itu juga menyediakan meja

kehidupan bagi “disturbed sinner” untuk berpesta dan merayakan anugerah keselamatan

dari Allah.11

Semua orang tanpa sekat, tanpa batas tanpa melihat perbedaan status sosial,

menerima belas kasihan Allah. Di meja ini Allah bertemu manusia yang berdosa, manusia

yang menderita, dan manusia yang seringkali disia-siakan. Allah datang menghampiri,

menerima, mengampuni, dan mengangkat kehidupan mereka menjadi layak di

hadapanNya. Di meja itu orang akan merasakan Allah yang telah turut menderita, dan

Allah yang telah berkorban bagi manusia.

10

Choan Seng Song, Allah Yang turut Menderita, (Jakarta: BPK, 2008), 173-174 11

Joas Adiprasetya, Raja Yang Menderita, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 69

Page 7: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

109

Sementara itu untuk dimensi waktu yang akan datang, Perjamuan Kudus

meyediakan sebuah jaminan akan bersama Yesus Kristus di dalam perjamuan kawin anak

domba (bruiloftmall).12

Kerinduan untuk bertemu muka dengan Tuhan di masa depan ini

menjadi motivasi yang kuat bagi orang percaya untuk tetap setia menanti kedatangan

Yesus. Yesus sebagai laki-laki, datang menjemput orang percaya sebagai “mempelai

perempuan” dan bersatu di kerajaan sorga. Kerinduan ini selalu dihidupkan dalam

memori orang Kristen bahwa Yesus yang telah mati itu hidup dan akan datang ke dunia

sebagai yang hidup dan berkuasa.13

Dengan mengutip C.S Song, Ebenhaizer Nuban Timo menegaskan bahwa,

“di dalam Perjamuan Kudus, Yesus bukan hanya diingat tetapi benar-benar hidup. Roti

dan anggur yang digunakan dalam ritus ini bukan lagi sekedar roti dan anggur. Keduanya

sekarang memiliki makna sakramen, yakni menghadirkan Kristus di tengah-tengah Jemaat

yang sedang bersekutu untuk makan bersama. Roti, memori dan kehidupan dalam Kristus

12

Ibid., 372 13

Bertolak dari pemahaman ini, maka sesungguhnya kebiasaan orang Asia yang selalu

mengingat para leluhur mereka dengan menyisihkan sebagian dari makanan mereka saat sedang

melaksanakan jamuan makan tidak boleh ditolak. Memang kebiasaan menyisihkan makanan untuk para

leluhur memiliki latar belakang yang berbeda dengan jamuan makan bersama dalam perjamuan kudus. Juga

motivasi dan imajinasi orang Asia yang menyediakan makanan untuk orang yang mereka kasihi yang sudah

meninggal, berbeda dengan motivasi dan ingatan dalam memecahkan-mecahkan roti. Akan tetapi yang

perlu gereja lakukan adalah memberikan pemahaman baru pada kebiasaan tersebut dari perspektif

perjamuan Kudus.Daripada menyuruh mereka menghapus memori tersebut, adalah sesuatu hal yang

mustahil, sebaliknya gereja perlu membimbing mereka untuk menyatukan memori mereka terhadap saudara

yang sudah meninggal itu dengan memori Yesus Kristus yang juga mati bersama-sama dan dikuburkan

seperti kekasih hati mereka. Dengan menyatukan memori mereka dengan memori akan Yesus Kristus,

maka kehidupan saudara/leluhur yang sudah meninggal tersebut memiliki makna yang baru. Orang yang

sudah meninggal tidak hanya sekadar hidup dalam memori orang yang masih hidup, tetapi ia akan benar-

benar hidup dan dibangkitkan dari antara orang mati pada saat Kristus yang mati, bangkit dan akan datang

datang kembali dalam kemuliaan. Dengan demikian, sesungguhnya Perjamuan Kudus tidak hanya terbatas

bagi orang-orang yang masih hidup. Perjamuan keselamatan yang diadakan Yesus memang diadakan

bersama dengan orang-orang percaya yang masih hidup, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan, memori

(kenangan) akan Kristus yang telah mati dan dikuburkan, menyatu dengan kenangan akan orang-orang yang

sudah meninggal. Kenangan tersebut terikat menjadi satu di dalam Perjamuan Kudus tersebut. Memori

tersebut menjadi jalan yang menghubungkan kematian dan kebangkitan Yesus berlaku juga bagi mereka

yang sudah meninggal. Dengan demikian, keselamatan yang ditawarkan oleh Yesus melaui kematianNya

juga disediakan bagi mereka yang sudah meninggal. Lihat Ebenhaizer I Nuban Timo, Allah Menahan

Diri,…, 373-374

Page 8: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

110

menyatu di dalam sakramen perjamuan untuk menguatkan iman, kasih dan pengharapan.14

Hanya dengan berpartisipasi dalam memecah-mecahkan roti, para murid bertemu dengan

Yesus dalam memori mereka. Memori yang mereka miliki menghubungkan Yesus yang

disalibkan dan Yesus yang dibangkitkan. Memori itu membawa mereka dari kematian

menuju kehidupan, dari keputus-asaan kepada pengharapan.15

Ketika Yesus membagikan roti dan anggur kepada para pengikutNya

sebagai tubuh dan darahNya di perjamuan terakhir malam itu, Ia melembagakan sebuah

sakramen untuk ingatan. Ia memastikan bahwa perjuangan demi pemerintahan Allah akan

menjadi sakramen kehidupan dan sejarah di dalam ingatan orang banyak, Ia tidak akan

dilupakan, ia akan terus diingat dari satu generasi ke generasi yang lain. Ia akan tetap

tinggal sebagai sebuah kekuatan vital di dalam gerakan sejarah. Ia akan menjadi hati

nurani masyarakat, yang menyingkapkan ketidakadilan dan melawan penindasan. Ia

menjadi sumber yang membangkitkan hal-hal yang terbaik dan paling luhur di dalam

umat manusia untuk berjuang demi kasih, keadilan dan kebenaran di dalam dunia yang

penuh konflik, eksploitasi, dan keserakahan. Ia menjadi santapan kehidupan kekal, hidup

atas segala hidup, kehidupan untuk menggenapi hidup kita yang dalam masing-masing

dan tiap kesempatan adalah kehidupan yang belum terselesaikan dan tidak tergenapkan.16

14

Ibid., 371 15

Ibid., 372 16

Choan Seng Song, Yesus dan Pemerintahan Allah, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 269-

270

Page 9: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

111

C. MEMAHAMI PERJAMUAN KUDUS DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGIS

1. Perjamuan Kudus Dari Perspektif Teori Agama Clifford Geertz

Menurut Clifford Geertz, simbol adalah sesuatu yang memberikan ide

atau makna yang di dalamnya sekelompok masyarakat melakukan suatu tindakan, hidup

di dalamnya ataupun menerima celaan atas makna tersebut. Simbol mampu

mempengaruhi kehidupan setiap orang dalam seluruh tatanan kehidupannya. Simbol-

simbol itu mengacu pada peristiwa, objek, tindakan, ritus, kisah heroic, cerita-cerita

filosofi, kualitas ataupun relasi. Simbol biasanya merupakan hasil sintesis dari ethos suatu

masyarakat (yakni ciri, nada, kualitas kehidupan mereka, moral, estetis dan suasana hati

mereka) dengan world view (pandangan tentang dunia) yang mereka miliki, dan kedua

hal inilah yang menjadi sumber kekuatan dari sebuah simbol. Simbol seringkali

melibatkan emosi idividu, gairah keterlibatan dan kebersamaan, dan tidak jarang simbol

juga melibatkan kenangan. Simbol menciptakan perasaan dan motivasi yang kuat di

dalam diri seseorang, cepat menyebar dan tidak mudah hilang. Karena alasan ini simbol

mengakibatkan seseorang bertindak dan tindakan-tindakan itu menjadi cirikhas tersendiri

bagi mereka yang ikut ambil bagian/terlibat di dalam simbol-simbol tersebut.

Geertz membagi simbol ke dalam dua jenis, yaitu simbol-simbol

kebudayaan dan simbol-simbol religius. Keduanya sulit dipisahkan. Simbol-simbol

religius adalah produk dari simbol-simbol kebudayaan, karena agama adalah sistem

kebudayaan. Simbol atau sistem simbol bertujuan untuk menciptakan perasaan dan

motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak mudah hilang dalam diri seseorang

dengan cara membentuk konsepsi tentang sebuah tatanan umum eksistensi dan

melekatkan konsepsi ini kepada pancaran-pancaran faktual dan pada akhirnya perasaan

Page 10: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

112

dan motivasi itu akan terlihat sebagai suatu realitas yang unik. Simbol-simbol sakral selalu

memiliki keterkaitan dengan kekuatan yang ada di luar diri manusia dan kekuatan itu

mampu membentuk tatanan istimewa/menata kehidupan masyarakat yang terkait dengan

simbol ataupun sistem simbol tersebut. Yang membedakan agama dengan sistem

kebudayaan lain adalah, simbol-simbol dalam agama menyatakan kepada setiap orang

bahwa di dalamnya terdapat sesuatu kekuatan “Yang Transenden”. Kekuatan itu

dianggap sebagai sesuatu yang “benar-benar real dan lebih penting “ dari apapun juga,

memiliki pengaruh dalam kehidupan manusia secara individu maupun secara kolektif.

Dalam ritual keagamaan, manusia dimasuki oleh rasa desakan realitas yang real ini.

Jauh sebelum Geertz mendefinisikan simbol, para penulis Alkitab telah

menggunakan simbol untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada manusia. Dalam bahasa

Yunani, simbol dikenal dengan sebutan symbbalou (artinya bertemu, berjumpa, benda

ingat-ingatan) atau symbalein (artinya mempersatukan, melemparkan, yang satu dengan

yan lain sehingga menjadi satu). Tuan rumah Yunani memberikan sepotong papan kecil

(bagian dari papan yang utuh) atau cincin kepada tamu sebagai tanda penghargaan .

Apabila suatu saat mereka bertemu dan saling mencocokan potongan papan atau cincin

tersebut, maka peristiwa tersebut disebut dengan simbola atau symboulion

(berkomplotan).17

Simbol dipakai untuk menangkap dan menjembatani diri pribadi (masa

kini) kepada pribadi lain (masa lalu). Tanda hanya cukup dilihat, akan tetapi simbol

memerlukan dan melibatkan emosional individu, gairah keterlibatan dan kebersamaan dan

menyertakan kenangan. Melalui keterlibatan di dalam simbol, manusia menangkap apa

17

Rasid Rahman,Hari Raya,…, 156

Page 11: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

113

yang disampaikan oleh simbol.18

Beberapa peristiwa, perayaan ataupun objek-objek

tertentu di dalam Alkitab yang terjadi di masa lalu dapat dihadirkan kembali secara

simbolik pada masa kini misalkan: Perayaan atau peristiwa (Paskah, kebangkitan Yesus,

dan turunnya Roh Kudus), tindakan atau tata gerak, tempat atau arah, benda ( salib, air,

roti dan anggur), dan kata-kata dalam formula liturgi.

Simbol mempertemukan dua pihak atau peristiwa. Pertemuan (symballein)

antara A dan B, masa kini dan masa lalu, benda yang satu dengan yang lainnya. Tanpa

“jembatan” simbol, masa kini dan masa lalu tidak mungkin dipertemukan atau

dihadirkan. Simbol menjembatani kita (atau saya) di zaman sekarang dengan mereka (atau

dia) di zaman dahulu kala, sehingga kita sendiri hadir di masa lalu atau mereka di masa

lalu berada di tengah-tengah kita saat ini. Oleh karena itulah simbol bermain pada aras

emosi, kenangan (simbolon, benda ingatan), memori dan personalitas , di samping

objektivitas dan komunal. Simbol terbuka terhadap berbagai arti, sedangkan tanda

tertutup pada satu arti dan tafsiran saja. Simbol memungkinkan setiap orang menafsirkan

sesuatu hal dengan berbagai penjelasan objektifnya. Itulah sebabnya simbol tidak dapat

dimutlakan secara universal. Setiap kelompok masyarakat dalam suatu budaya, suatu

agama, suatu profesi, memiliki simbolnya masing-masing.19

Simbol-simbol Alkitab menandakan empat hal. Pertama, simbol bukan

hanya sekadar suatu ungkapan bahasa kosong, tetapi selalu menunjukan suatu realitas,

atau tindakan nyata dan real. Kedua, apa yang ditunjuk oleh simbol adalah realitas yang

mengatasi hal inderawi. Ketiga, simbol selalu ada dalam konteks masyarakat atau

kebersamaan. Tanpa masyarakat atau komunitas, suatu simbol tidak mempunyai makna

apa-apa. Keempat, simbol bukan hanya sekadar ada dalam tatanan rasional belaka,

18

Paul J Tillich, Theology and Simbolism, 19

Karen Amstrong, A History of God: from Abraham to the Present, (Mandarin, 1993),

270

Page 12: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

114

melainkan menyapa dan menyentuh seluruh diri manusia dan seluruh pengalaman

hidupnya.

Manusia adalah makhluk simbolis. Ernst Cassirer mengatakan bahwa

manusia adalah animal simbolicium. Manusia senantiasa mengekspresikan dirinya melalui

simbol. Segala sesuatu yang ada pada manusia dan yang ada di sekitarnya

mengungkapkan dirinya sendiri. Demikianlah seluruh penampilan wajah, tubuh, dan apa

yang kita miliki bahkan yang dimakan oleh manusia adalah mengungkapkan apa yang

hidup di dalam batinnya. Benda, gerak, gambar dan peristiwa dapat menjadi simbol atau

dapat dihayati sebagai simbol jika mengandung arti dan membangkitkan emosi, berbicara

melalui mata menuju hati dan melibatkan intelek. Melibatkan emosi dalam pengertian

bahwa simbol tersebut memiliki kenangan akan sebuah peristiwa yang senantiasa dihayati

dan dikenang serta dihadirkan secara rutin. Pengenangan tidak hanya terjadi sekali-sekali

dan di sembarang tempat. Hal ini juga bukan berarti bahwa simbol berperan sebagai

fotokopi berdasarkan pencarian fakta detail (data historis melulu), melainkan menitik

beratkan pada makna dari dan keterlibatan dalam peristiwa yang ditampilkan.

Sepanjang sejarah peradabannya, manusia menggunakan simbol sebagai

media komunikasi. Tidak hanya untuk berkomunikasi dengan sesama, akan tetapi dalam

membangun relasi dengan Tuhan, manusia menggunakan simbol.20

Simbolisasi ini

tampak jelas dalam ritual keagamaan Menurut Cliiford Geertz, simbol-simbol keagamaan

menjadi penawar rasa sakit, jawaban ataupun jalan keluar atas permasalahan dan kesulitan

( chaos) yang tidak mampu diatasi oleh manusia. Dengan simbol religius orang beragama

mampu melihat chaos sebagai sebuah fakta yang tidak perlu ditakuti, tetapi mampu

diterima dan dijalani. Itulah salah satu penyebab mengapa simbol menimbulkan adanya

20

Martasudjita, Sakramen-Sakramen,…, 53

Page 13: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

115

semacam aura factual. Aura factual ini merupakan suatu rasa yang terdalam yang

ditemukan dan dirasakan oleh orang beragama. Perasaan ini tidak hanya sekadar ilusi atau

banyangan akan tetapi sebuah kekuatan yang real, melampaui/lebih tinggi dari apapun

juga dan dianggap sebagai sebuah kebenaran. Perasaan ini memang agak sulit dijelaskan,

sulit didefenisikan dan bahkan sulit untuk dikendalikan. Akan tetapi perasan ini terasa

sangat kuat, tidak mudah dihilangkan, perasaan itu datang begitu saja dan bukan hal yang

sepele, yang pada akhirnya menjadi sesuatu hal yang kelihatan unik dan realistis.21

Mengacu pada teori Geertz, jelas Perjamuan Kudus adalah sebuah

simbol/sistem simbol yang mengacu pada tindakan ataupun ritual dalam Agama Kristen,

yang memiliki latar belakang social, politik, budaya dan religius. Perjamuan Kudus

memiliki berbagai ide dan makna tentang nilai-nilai budaya, sosial dan religius yang

merupakan perpaduan antara world view dan ethos bangsa Israel dan direkonstrusi oleh

Gereja dan para teolog Kristen di sepanjang perkembangan Gereja. Perjamuan Kudus

menciptakan makna yang dapat menghubungkan ontology dan cosmology, estetika dan

moralitas bagi umat Kristiani di sepanjang sejarah. Ia tercipta atas rekonstruksi makna

peristiwa sakral penyelamatan yang telah dilakukan oleh Allah mula-mula terhadap Israel

dan kemudian disempurnakan oleh Yesus. Keselamatan itu tidak hanya bagi Yahudi akan

tetapi bagi manusia dan dunia pada umumnya. Peristiwa ini jelas menciptakan sebuah

perasaan yang mendalam, melibatkan emosi, kenangan dan bahkan motivasi yang kuat di

dalam diri orang Kristen baik secara individu maupun secara kolektif. Meskipun peristiwa

terjadi di masa lampau, namun kenangan, emosi dan perasaan atas peristiwa itu membuat

Ia tetap hadir dan hidup hingga saat ini.

21

Geertz, Kebudayaan dan Agama,…, 41

Page 14: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

116

Roti dan anggur Perjamuan Kudus menciptakan “semacam aura faktual”

dan suasana “mistik”. Aura factual itu adalah perasaan terdalam yang dirasakan oleh

orang Kristen di saat menerima (makan dan minum) roti dan anggur Perjamuan Kudus.

Ada kehadiran “sang Realitas” yang lebih tinggi di dalam jamuan itu. Warga gereja

terlihat sangat “khusyuk” mengakui dan merasa telah didamaikan, dosanya diampuni dan

diselamatkan oleh Allah. Kristus dengan segala penderitaan juga kemenanganNya

melawan maut dirasakan hadir dalam Perjamuan Kudus. Untuk mendapatkan pola makna

yang lebih mendalam, berikut analisa penulis dengan memakai metode “Thick

Description” (lukisan mendalam) dari perspektif Clifford Geertz atas makna Perjamuan

Kudus.

Perjamuan Kudus Menyimbolkan Kesatuan antara Manusia Dengan Tuhan

Makan bersama merupakan momen istimewa dalam Perjamuan Kudus.

Sejak zaman purbakala, jamuan makan bersama merupakan fungsi sosial yang sangat

penting dalam masyarakat. Dalam masyarakat sederhana bahkan masyarakat yang terus-

menerus dikejar oleh waktu dan citra individulaisme, acara makan bersama adalah puncak

pertemuan seluruh anggota keluarga dan bahkan komunitas. Setiap orang dalam sebuah

keluarga bisa terpisah-pisah oleh karena pekerjaan rutin setiap harinya, akan tetapi pada

saat makan malam biasanya semua anggota keluaga berusaha bisa berkumpul. Pada saat

makan bersama masing-masing anggota keluarga saling bercerita, berbagi pengalaman

kehidupan. Dengan makan bersama, persaudaraan dan keakraban seluruh anggota keluaga

dibangun dan dikembangkan. Sehingga suasana hati yang marah dapat didamaikan dan

disembuhkan, semangat dikobarkan, persaudaraan dan kebersamaan semakin diperkuat.

Dalam komunitas dan relasi yang lebih luas, jamuan makan bersama

menjadi moment yang paling berharga bahkan sangat penting. Dalam dunia diplomatik

Page 15: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

117

antar negara dalam membangun karya dan usaha, jamuan makan tidak jarang

dimanfaatkan untuk mengambil berbagai macam keputusan dan penandatanganan kontrak.

Demikian halnya juga dalam relasi-relasi perusahaan, makan bersama adalah hal yang

sangat sentral.22

Perjamuan makan bersama biasanya dilakukan sebagai ucapan syukur

kepada Allah karena campur tangannya menyelamatkan seseorang dari bahaya maut.

Tidak hanya dalam tradisi Yahudi, tradisi Timur Tengah Kuno bahkan dalam tradisi

masyarakat modern acara jamuan makan juga seringkali dilakukan. Para tamu yang

diundang dipersilahkan ke meja makan untuk menikmati hidangan yang lezat. Peristiwa-

peristiwa keluarga yang patut diperingati dijadikan kebiasaan untuk mengundang sahabat

dan kenalan untuk bersama-sama memanfaatkan hidangan yang mewah. Hal ini tidak saja

hanya pada peristiwa yang menggembirakan, seperti kelahiran, sunat, pertunangan dan

perkawinan, tetapi juga dalam situasi perkabungan.

Dalam tradisi Yahudi perjamuan makan Paskah tidak hanya bentuk

ucapan syukur atas pembebasan dan keselamatan yang telah dilakukan Allah bagi mereka.

Jauh daripada itu, perjamuan makan Paskah menjadi salah satu identitas sosial orang

Yahudi, sebagai salah satu simbol yang memperkuat ikatan sosial, kekerabatan,

persaudaraan dan persatuan di antara orang Yahudi. Sehingga perayaan dan jamuan

makan ini juga menjadi simbol yang memperkuat nasionalisme Yahudi. Hal ini nampak

setiap kali perayaan Paskah tahunan di Yerusalem, orang-orang Yahudi diaspora akan

22

Perusahaan dalam bahasa Inggris disebut company yang berasal dari bahasa Latin,

cum= bersama-sama dan panis=roti. Jadi company berarti orang-orang yang memecahakan roti secara

bersama-sama. Walau dalam kenyataannya, perusahaan lebih cenderung mengambil roti sendiri-sendiri dan

bukan berbagi roti dengan rang lain. Lih. Ebenhaizer Nuban Timo, Allah Menahan Diri,…,357

Page 16: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

118

selalu kembali ke Yerusalem bertemu dan bersama keluarga, sahabat, kerabat untuk

merayakan perayaan Paskah dan jamuan Paskah tersebut.

Perjamuan makan mengikat persaudaraan antar manusia, barangsiapa

menghayati itu ia tidak akan heran bahwa makan bersama juga berperan secara hakiki

untuk terjadinya persekutuan. Itu tidak saja berlaku di antara manusia, tetapi juga dalam

perjanjian antara manusia dengan Allah sebagai pemrakarsa. Orang yang sehidangan

terjalin satu dengan yang lain dengan sangat kuat. Mereka membentuk satu persekutuan

yang tercipta dan terkendali oleh perjamuan. Di saat orang berada di meja makan, orang

bukan saja bersukacita, tetapi juga menangis, bukan saja hanya waktu untuk tertawa dan

sukacita, akan tetapi juga untuk kesungguhan hidup. Selain itu, perjamuan makan

biasanya menyampaikan pesan perdamian dan keselamatan. Mengapa? Karena makan

bersama menunjukkan kepada banyak orang bahwa ada persaudaraan dan kerukunan di

antara orang-orang yang ambil bagian dalam perjamuan makan. Permusuhan dan

perseteruan tidak dikenal dalam acara jamuan makan. Melalui orang yang duduk bersama

mengelilingi meja makan, wujud konkret persekutuan keselamatan Allah dinyatakan.

Makan bersama sebagai tindakan simbolik di dalam Perjamuan Kudus

tidak dapat menafikan teori Geertz tentang simbol. Di dalamnya ada sintesis antara world

view dan ethos, mampu menciptakan perasaan dan motivasi, yang pada akhirnya

menciptakan sebuah tatanan eksistensi kehidupan orang beragama (Gereja). Perjamuan

Kudus menyimpan makna yang dalam untuk mengikat kebersamaan di antara orang

Kristen. Tidak hanya di antara anggota jemaat, akan tetapi kebersamaan dengan Allah.

Ikatan kebersamaan itu sangat kuat dan intim, sehingga tidak hanya sekadar kebersamaan

biasa, akan tetapi menyatu. Manusia benar-benar menyatu dengan Allah. Hidup bersama

dan menyatu dengan Allah dan sesama merupakan kerinduan semua umat manusia. Dan

Page 17: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

119

kerinduan ini bisa terjadi di dalam Perjamuan Kudus. Di dalam perjamuan itu seluruh

misteri kehidupan bersama Allah dan manusia yang mengalami kepenuhannya dalam

Kristus dirayakan dan dihadirkan bagi mereka yang percaya. Itulah sebabnya Perjamuan

Kudus terasa memiliki aura khusus.

Jika jamuan makan biasa dapat menciptakan sebuah perasaan dan

motivasi tertentu sehingga tercipta sebuah tatanan sosial yang baik di antara sesama.

Demikian halnya di dalam Perjamuan Kudus, menciptakan suasana tatanan kehidupan

yang baik bagi orang Kristen. Jika jamuan makan biasa mampu merasakan dan

menghadirkan suasana pertemuan dengan Tuhan, sebagaimana dikatakan oleh D.J

Baaslag, “makan dan minum bersama menghadirkan suasana dunia ilahi dan persekutuan

dengan Allah,” maka hal itu juga terjadi di dalam Perjamuan Kudus. Perjamuan Kudus

menghadirkan suasana ilahi dan persekutuan dengan Allah. Perjamuan Kudus yang

diwujudkan Yesus sudah diantisipi jauh hari dalam ritus-ritus peribadatan Israel dan

berbagai akta sosial atau pertemuaan raya lainnya. Binatang kurban syukur yang darahnya

dipersembahkan kepada Allah, dagingnya harus dimakan bersama-sama oleh peserta

ibadah dengan imam menjadi representasi kehadiran Allah (Im 7:15; 8: 31).

Perjamuan Kudus menjadi jamuan yang sangat sakral di antara manusia

dengan Tuhan. Roti dan anggur Perjamuan Kudus menjadi simbol dari kehadiran Allah.

Roti dan anggur adalah simbol dari tubuh dan darah Yesus kurban penebusan dan

pendamaian manusia, mempertemukan dan menyatukan manusia dengan Allah. Sehingga

Allah dan manusia benar-benar menyatu, tanpa jarak dan batas. Inilah perasaan yang

mendalam itu, perasaan semacam aura factual yang dimaksud oleh Geertz. Di meja

perjamuan, semua umat tanpa melihat perbedaan gender laki-laki perempuan, pejabat,

atau rakyat biasa, pelayan gereja atau warga jemaat, semuanya sama menerima roti dan

Page 18: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

120

anggur yang sama. Dari pertemuan itu, menciptakan sebuah tatanan “sosial” yang

bermakna di dalam jemaat. Pertemuan itu semakin meneguhkan dan memperkuat ikatan di

antara sesama anggota jemaat. Relasi kolektif yang kuat di dalam sebuah tatanan sosial

akan kelihatan jika sebuah komunitas terhindar dari perasaan curiga, saling menyalahkan,

disharomonisasai dan perpecahan.

Ada dua keistimewaan dari Perjamuan Kudus. Pertama, Yesus Kristus

sendiri yang menjadi tuan rumah yang mengundang perjamuan itu. Perjamuan itu tidak

hanya sekedar perjamuan biasa, perjamuan itu diundang dan dilaksanakan oleh Allah.

Tuhan sendirilah yang menjadi tuan rumah dari perjamuan tersebut. Oleh karena itu setiap

kali partisipan yang hadir dan mengikuti jamuan itu, menyadari/ mengetahui dengan akal

sehatnya bahwa di meja perjamuan itu, orang percaya tidak hanya bertemu dan bersama

dengan sesamanya, akan tetapi ada pribadi “Yang Transeden” yang hadir dan bersama di

dalam perjamuan itu. Kedua, makanan yang disantap dalam jamuan itu bukan sekedar

makanan biasa, akan tetapi tubuh (daging) dan darah Kristus. Itulah sebabnya, perjamuan

tersebut menjadi sangat sakral dan sangat dihargai (Geertz menyebutnya: ditakuti),

karena tuan rumah beserta hidangan yang disediakan adalah sesuatu realitas yang lebih

tinggi dari apapun atau istilah Mircea Eliade sesuatu yang sangat sakral.

Bertemu, bersama, dan menyatu dalam kehadiran Tuhan Yesus dalam

perjamuan Kudus menjadi kerinduan hidup manusia. Meskipun pertemuan, kebersamaan

dan kesatuan itu terjadi hanya di dalam perasaan saja, akan tetapi perasan itu sungguh ada

dan tidak bisa dihilangkan, sebuah kognisi (pengetahuan).. Perasaan yang kuat seperti

itulah yang dimasud oleh Geertz dengan “semacam aura factual.” Di saat Perjamuan

Kudus dilaksanakan di dalam Gereja, pertemuan, kebersamaan, penyatuan itu dirasakan

dan disadari oleh mereka yang ikut serta dalam perjamuan itu. Dalam keterbatasannnya

Page 19: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

121

manusia selalu mencari, bertemu, bersama dan bersatu dengan Tuhan Yang Tidak terbatas

itu. Ruang dan waktu di mana manusia berada dalam keterbatasan dan kerapuhan

menimbulkan sebuah pengakuan bathin bahwa kehidupan yang sesungguhnya itu hanya

ada di dalam Tuhan Sang Sumber Kehidupan sejati. Dan oleh karena itu manusia

senantiasa meminta kehidupan itu hanya dari Allah saja. Ketika manusia mengalami

kesatuan hidup bersama Allah, saat itulah manusia menemukan jawaban dirinya.

Perjamuan Kudus menyampaikan makna adanya penerimaan Allah

terhadap manusia secara utuh untuk masuk ke dalam sebuah komunits yang baru.

Seseorang mengundang orang lain ke rumahnya dan mempersilahkan duduk bersama di

meja makannya menandakan bahwa orang tersebut siap diterima dalam komunitas si

pengundang. Demikian juga konsep tersebut terdapat dalam konsep perjamuan Kudus,

orang Kristen yang diundang ke dalam perjamuan Kudus adalah tamu istimewa bagi Allah

yang telah diundang dan diperkenankan masuk ke dalam komunitas Allah. Satu meja di

dalam sebuah komunitas yang sama menandakan sebuah relasi yang sangat dekat dan kuat

di antara keduanya.

Perjamuan Kudus Simbol Kehadiran Kristus

Sebuah kebiasaan spontan jika orang bertemu dan berkumpul di satu meja

perjamuan adalah mengenang peristiwa-peristiwa unik dan sangat terkesan yang terjadi di

masa lampau. Kenangan atas peristiwa itu menimbulkan perasaan yang seolah-seolah kita

(sekarang) sedang berada di waktu itu, mengalami dan merasakannya secara langsung

sehingga seakan-akan menyatu dengan peristiwa itu. Demikian juga halnya Perjamuan

Kudus, menghadirkan sebuah kenangan di masa lalu yang seolah-olah hadir dan nyata

dalam waktu sekarang. Kenangan itu adalah sebuah peristiwa dan fakta pengurbanan yang

telah dilakukan oleh Yesus untuk menebus dan menyelamatkan manusia dari hukuman

Page 20: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

122

dosa. Meskipun konsep/pemahaman ini merupakan rekonstruksi makna yang dilakukan

oleh gereja, akan tetapi konsep-konsep tersebut tersebut telah membawa perasaan, sikap

dan tindakan orang-orang Kristen seolah-olah ada, hadir, menyaksikan dan menyatu

dengan peristiwa tersebut secara langsung.

Menurut Geertz, perasaan ini memang agak sulit dijelaskan, tetapi tidak

bisa disepelekan, perasaan itu sangat kuat, tidak mudah hilang sehingga menimbulkan

semacam aura factual yang pada akhirnya menciptakan tindakan-tindakan yang khas dan

realistis. Mengenang dan menghayati pengorbanan Yesus sebagai Anak Allah yang rela

mengorbankan diriNya (sacrifice) untuk dikorbankan (victim), sebagai korban kambing

hitam (scapegoat victim), korban tebusan (piacular sacrifice), untuk menyelamatkan

manusia, tentu saja menimbulkan efek pada emosi dan suasana hati orang-orang Kristen

yang menerima roti dan anggur Perjamuan Kudus. Perasaan, suasana hati yang sangat

mendalam itu membentuk menjadi semacam “aura factual” yang unik dan khas.

Perasaan, suasana hati, sikap, dan tindakan dari “aura factual” ini

muncul karena setiap orang yang berpartisipasi dalam perayaan kurban Yesus

bersentuhan langsung dengan kurban itu melalui roti dan anggur Perjamuan Kudus. Tidak

hanya dalam imajinasi dan penghayatan yang mendalam, akan tetapi orang memegang

langsung “kurban” tersebut. Dengan menerima roti dan anggur Perjamuan Kudus sebagai

daging dan darah “kurban” Yesus, orang akan bersentuhan dengan yang Ilahi. Antara

yang Ilahi dan manusia tidak ada lagi jarak. Manusia menyatu dengan Yang Ilahi melalui

“kurban” tersebut. Sehingga Warga gereja yang menyadari dirinya sebagai a disturbed

sinner sikap dan tindakan saat sebelum atau sedang mengikuti Perjamuan Kudus,

seringkali terlihat unik dan khas. Misalkan, orang baru mau menerima Perjamuan Kudus

setelah memastikan moodnya terasa “aman dan bersih”, atau seperti Gereja Calvin

Page 21: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

123

dengan aturan censura morum-nya, situasi jemaat yang sangat hening, orang duduk tenang

dan menunduk atau ada juga yang kelihatan gelisah dan takut, dan berbagai sikap dan

tindakan unik lainnya. Semua sikap dan tindakan ini merupakan luapan ekspresi dari aura

factual tersebut.

Dengan memakai rumusan dari Troeltsc yang mengatakan pengalaman

mistik terekspresi melalui luapan kegembiraan (ecstasy), penglihatan (vision), halusinasi

(hallucination), pengalaman keagamaan yang subjekif batiniah dan dalam pemusatan

(consentration) atas sisi pengalaman religius yang emosional dan intuitif,23

maka sikap

dan tindakan orang-orang Kristen yang yang menerima dan mengikuti Perjamuan Kudus

yang kelihatan sangat khusyuk jelas merupakan ekspresi dari pengalaman/perasaan aura

factual itu. Saat menerima roti dan anggur Perjamuan Kudus, partisipan (disturbed

sinner) merasakan dan menyadari bahwa peristiwa penyaliban Yesus tidak hanya untuk

menyelamatkan orang Yahudi, akan tetapi bagi mereka sendiri. Allah yang menderita di

dalam Yesus dirasakan telah melampaui ruang dan batas sejarah. Yesus tidak hanya

dikorban oleh orang Yahudi, akan tetapi para disturbed sinner telah turut

mengurbankanNya. Mereka yang seharusnya dihukum dan menerima kematian yang hina

itu, tetapi Yesus telah menggantikannya.

Pengalaman mistik atau semacam aura factual terjadi yang terjadi di dalm

Perjamuan Kudus oleh roti dan anggur yang diterima diyakini betul-betul sebagai tubuh

dan darah Yesus yang telah dikorbankan untuk keselamatan. Sehingga emosi, ingatan, dan

perasaan manusia terlibat dan terbawa ke dalam sebuah peristiwa sakral di masa lampau,

yaitu peristiwa penyembelihan Domba Paskah yang sesunguhnya. Keyakinan tersebutlah

23

Ernst Troeltsch, The Sosial Teaching of The Christian Churches, (Vol 2),(Chicago: The

Univ. of Chicago, 1981), 731

Page 22: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

124

yang memancarkan semacam perasaan “aura factual.” Sehingga dengan demikian aktor

(Yesus) yang dikenang, dirasakan hadir dan nyata di dalam Perjamuan Kudus.

Perjamuan Kudus Simbol Pengharapan

Kekuatan seseorang untuk bertahan hidup dalam situasi yang sulit adalah

harapan. Situasi sulit seperti ini menurut Geertz disebut chaos, yaitu segala bentuk

permasalahan yang dialami oleh manusia yang tidak dapat diatasi dengan kemampuan

analitis, fisik dan psikologi manusia, yakni penderitaan, kebingungan dan ketegasan etis.

Biasanya dalam menghadapi chaos yang seperti ini, manusia sangat percaya dan

bergantung pada simbol-simbol religius. Menurutnya, simbol keagamaan mampu

memberi jalan keluar bagi permasalahan/chaos yang seringkali dihadapi oleh manusia.

Jalan keluar/jawaban yang dimaksud berupa kekuatan hati yang mampu menerima dan

menjalani chaos tersebut sebagai sebuah realitas. Artinya, seseorang mampu melihat

makna positif di balik realitas chaos daripada lari dan meninggalkannya. Inilah salah

satu kekuatan dari simbol. Manusia merasa bergantung padanya, karena ia mampu

memberi makna penguatan , penghiburan, dan bahkan menyembuhkan rasa sakit atas

realitas chaos itu.

Tiga jenis chaos yang disebut oleh Geertz di atas adalah hal-hal yang tidak

bisa ditepis dari kehidupan orang Kristen. Berbagai persoalan yang dihadapi oleh orang

Kristen jelas mengakibatkan kebingungan, penderitaan (fisik maupun psikis). Pada titik

batas kemampuannya, seseorang hanya bisa pasrah dan bergantung pada kekuatan yang

Ilahi. Dalam persoalan yang sangat dilematis dan membutuhkan ketegasan etis orang

Kristen seringkali hanya bisa pasrah dan bergantung kepada “yang di atas” sambil berkata,

jadilah kehendak Tuhan, hanya Tuhan yang tahu”. Ungkapan-ngkapan seperti ini adalah

betuk-bentuk ekspresi yang menyatakan kepasrahan total dan ketergantungan orang-orang

Page 23: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

125

beragama pada yang ilahi. Ketergantungan seperti ini ternyata menjadi kekuatan,

penghiburan ataupun motivasi, atas beratnya chaos yang sedang dihadapi dan dialami.

Bagi orang Kristen, harapan merupakan sumber kehidupan. Karl Barth

mengatakan, “orang Kristen adalah mereka yang hidup dari pengharapan.”24

Penderitaan

Kristus yang selalu dikenang dan diterima melalui roti dan anggur dalam Perjamuan

Kudus, telah menjadi darah daging orang Kristen. Sehingga penderitaan itu menjadi

sumber inspirasi yang memberi harapan, motivasi, penguatan, penghiburan atas chaos

yang dialami oleh orang-orang Kristen. Meskipun penderitaan Kristus dilihat dan

dimengerti dalam sebuah pemahaman yang semacam pemahaman mistis, namun

pemahaman ini telah memberikan pengaruh yang cukup kuat dalam pengharapan orang-

orang Kristen di sepanjang sejarah Kekristenan.25

Penderitaan Kristus telah menjadi

sumber kekuatan dan penyembuhan bagi dunia yang chaos. Paul Gerhardt mengatakan,

“when my heart is most fearful, help me out of my fears, through thy fear and pain”. Ini

bukan saja membawa sebuah vitalitas pekerjaan Kristus sebagai yang Super Human, atau

pekerjaan Ilahi yang ajaib yang telah menyembuhkan manusia, tetapi terletak fakta yaitu

Dia yang telah membawa penderitaan itu melalui luka-lukaNya dan ketidakberdayaan-

Nya dalam penderitaan itu.26

Kekuatan dan pengharapan dari peristiwa sakral penderitaan Yesus

membuat sang legendaris Dietrich Bonhoefer mampu menuliskan surat-suratnya dari

penjara untuk menguatkan dan memberi pengharapan bagi penderitaan orang banyak.

Dalam suratnya Bonhoefer mengatakan, “Allah membiarkan dirinya ditekan dari dunia ini

di atas kayu salib. Dia lemah dan kehilangan kekuasaan di dalam dunia, akan tetapi itulah

cara yang jelas dan satu-satunya cara Ia bersama kita dan menolong kita. Kritus menolong

24

Karl Barth, Church Dogmatics I/1, 110 25

Jϋrgen Moltman, The Crucified God, (New York: HaperSanFransisco, 1973), 45 26

Ibid., 46

Page 24: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

126

kita bukan dengan kebajikan dari kemahakuasaanNya, akan tetapi dengan kebajikan dari

kelemahan dan penderitaannya. Hanya dengan penderitaan Allah dapat menolong kita.

Manusia dipanggil untuk berbagi dalam penderitaan Allah pada tangan-tangan dunia yang

tidak bertuhan.”27

Pada situasi chaos yang juga terjadi di Jepang, teolog Lutheran Kazoh

Kitamori dalam bukunya Theology of the pain of God mengatakan, “kesakitan yang

dirasakan Allah di atas kayu salib menyembuhkan rasa sakit kita. Di dalam penderitaan

Kristus, Allah sendirilah yang menderita.28

Demikian juga di dalam puisi Spiritual Negro

yang dinyanyikan oleh budak-budak di Negara bagian Utara USA. Bagi mereka

penyaliban dan kebangkitan Kristus ada di dalam penderitaan budak-budak Negro.

“Penderitaan Kristus dan kematian-Nya menjadi sebuah simbol dari penderitaan para

budak negro, simbol dari kondisi dimana mereka direndahkan dan dihina, serta cobaan

mereka terhadap dunia yang tidak bersahabat dan tidak berperikemanusiaan. Mereka

melihat nasib dan masa depan mereka dari penderitanNya. Ketika Yesus dipaku di atas

kayu salib oleh tentara-tentara Romawi dan menusuk lambungNya, Dia tidak sendiri,

budak-budak Negro menderita bersama Dia dan mati bersama Dia.”29

Jika konsep-konsep ini ditarik ke dalam realitas chaos yang dialami oleh

setiap orang, maka sangat jelas konsep-konsep ini akan menguatkan, meneguhkan dan

menghibur orang-orang Kristen. Penerimaan terhadap chaos dengan sudut pandang yang

berbeda, melahirkan sebuah motivasi bagi seseorang/komunitas untuk melakukan sesuatu

yang lebih dari sekadar mengeluh. Itulah sebabnya orang-orang Kristen yang berada dlam

chaos mampu bertahan dan berjuang di dalam kekacauan dan penderitaan. Tepat seperti

27

Dietrich Bonhoefer, Letters and Papers From Prison. The Enlarged Edition (SCM Press,

1971), 36 28

Kazoh Kitamori, Theology of the Pain of God, (SCM Press, 1965) 29

Jϋrgen Moltman, The Crucified God,…, 48

Page 25: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

127

yang dikatakan oleh Dietrich Bonhoefer, “pesan sejati tentang kebangkitan adalah Kristus

mengutus manusia kembali kepada kehidupan duniawinya dalam cara yang baru. Orang

Kristen harus seperti Kristus, minum cawan penderitaan dunia.”30

Menerima chaos dengan paradigma yang berbeda pada akhirnya

menciptakan the new life’s history in the new world. Manusia yang sebelumnya merasa

sangat menderita, akan mengalami kehidupan yang baru. Penderitaan hidupnya tidak

ditanggung sendiri, tetapi Kristus juga telah menanggungnya. Manusia yang sebelumnya

merasa terkutuk akibat dari perbuatan dan dosa-dosanya, kini menjadi diberkati dan

mendapatkan status yang baru sebagai manusia yang telah dimerdekakan. Manusia yang

dulumnya hidup dalam ketakutan, kebingungan dan kengerian yang mendalam krena

chaos, kini telah diselamatkan. Chaos yang dulunya adalah sesuatu yang sangat

menakutkan kini menjadi kekuatan dan motivasi. Dan yang lebih penting manusia akan

dibimbing untuk melakukan hal-hal yang penting, meninggalkan hal-hal buruk dan

memperbaiki kesalahan-kesalahan.

Dalam ritual Perjamuan Kudus, satu hal yang tidak boleh terlupakan

adalah karya pengutusan (misi) yang telah diberikan Allah kepada manusia. Tujuan

pendamaian yang telah dilakukan oleh Yesus bagi manusia bukanlah untuk membuat

manusia senang, untuk membuat tubuh merasa enak dan memperoleh pengalaman

supernatural. Yesus memberikan hidupNya bagi manusia bukan saja untuk memuaskan

manusia dengan semacam pengalaman kebatinan saja, sebaliknya Allah ingin memulai

karya keselamatan yang kekal dalam kehidupan manusia. Mereka yang telah menerima

tubuh dan darah Kristus , memiliki tugas untuk memberitakan Kristus di dalam

kehidupan mereka sampai Yesus datang kedua kalinya. Tubuh dan darah Kristus telah

30

Dietrich Bonhoefer, Brieven uitgevangenis, 137 yang dikutip oleh Nuban Timo, Allah

Menahan Diri,…, 319

Page 26: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

128

menjadi darah daging orang-orang percaya, oleh karena itu orang-orang Kristenpun akan

selalu menunjukkan kualitas dari Kristus itu sendiri. Kualitas itu terlihat kini (sekarang)

dan di sini sewaktu orang Kristen itu masih berada di dunia ini. Kualitas ini akan menjadi

surga bagi manusia baik secara pribadi maupun secara kolektif dalam membentuk tatanan

eksistensinya di dalam dunia ini.

Makna Perjamuan Kudus telah memberi daya dan pengaruh yang besar

bagi manusia untuk menciptakan sebuah tatanan sejarah yang baru bagi kehidupan orang

Kristen. Sejarah itu menjadi otobiografi orang-orang Kristen sendiri. Mengapa? Karena

orang Kristen telah ikut ambil bagian dan menyatu dengan sejarah yang telah diciptakan

oleh Yesus melalui pengurbananNya. Manusia telah menyentuh dan bersatu denganYang

Ilahi dan Yang Kudus di dalam pengurbanan tersebut. Kurban Yesus tidak saja hanya

sebagai mediator yang menghubungkan antara manusia dengan Allah, akan tetapi Allah

sendiri ada di dalam kurban itu. Dengan menerima kurban itu, manusia menjadi manusia

yang baru dengan sejarahnya yang baru juga. Manusia yang baru berarti manusia yang

telah ditebus, didamaikan, dibenarkan, dikuduskan, manusia yang memiliki harapan yang

baru sehingga layak menerima tugas yang baru. Manusia yang telah diperbaharui ini juga

nantinya yang akan diberi tempat oleh Kristus di dalam perjamuan kawin-Nya.

Harapan manusia bisa hadir dan diperkenankan masuk ke dalam

perjamuan kawin (bruiloftmall) Yesus pada saat kedatanganNya yang kedua kali, menjadi

motivasi bagi orang Kristen untuk hidup sebagai “tubuh dan darah Kristus” dalam

menjalankan misi Allah di dunia ini. Menjadi tubuh dan darah Kristus adalah sebuah

status dan gelar yang baru bagi manusia. Status baru ini akan menunjukkan kualitas

hidup orang Kristen dalam memasuki babak baru dan sejarah baru di dalam kehidupannya

yang nyata di dunia ini. Kualitas ini jugalah yang membuat manusia bisa hidup meskipun

Page 27: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

129

mengalami dan menjalani penderitaan (chaos) di sepanjang sejarah kehidupannya.

Mengapa? Karena tubuh dan darah Yesus yang diterima dalam Perjamuan Kudus adalah

tubuh dan darah yang telah melalui penderitaan dan rasa sakit yang tidak terbilangkan.

Menjadi tubuh dan darah Yesus, berarti siap mengalami dan menjalani penderitaan

bahkan kematian sebagaimana Yesus telah jalani dan alami. Akan tetapi justru dari

penderitaan itu Yesus menjadi penyelamat, Dia dimuliakan oleh Bapa-Nya di surga

dengan menempatkan Yesus di sebelah kananNya. Orang yang telah menunjukan

kualitas dirinya sebagaimana kualitas yang dimiliki oleh Yesus, kelak akan mendapat

kemulianNya di dalam Yesus.

2. Roti dan Anggur Perjamua Kudus: Profan dan Sakral

Salah satu pertanyaan sosologis umat bergama dalam memahami makna

Perjamuan Kudus adalah mengapa roti dan anggur Perjamuan Kudus, “terasa berbeda”

dengan roti dan anggur yang sama tetapi ditempat yang berbeda? Untuk menjawab ini,

teori Eliade akan menolong kita memahami bagaimana roti dan anggur yang terlihat

profan tetapi pada waktu yang bersaman terasa sangat sacral di dalam Perjamuan Kudus.

Menurut Eliade, dalam kehidupan sehari-hari manusia berada di antara dunia yang profan

maupun yang sakral atau di dalam pertemuan keduanya. Dunia yang profan adalah bidang

kehidupan manusia beserta kebiasaannya sehari-hari, sedangkan dunia yang sacral adalah

adalah wilayah yang Supernatural, sesuatu yang ekstraordinasi, tidak mudah dilupakan

dan teramat penting, abadi, penuh substansi dan realitas. Yang Sakral itu dipenuhi oleh

kekuatan “Yang Ada.”Dan biasanya orang yang berada di dunia yang profan ingin bersatu

dengan realitas tersebut untuk meraih dan memiliki kekuatan yang sakral itu.31

Dalam

kehidupan sehari-hari sesuatu yang profan dapat berubah menjadi sesuatu yang sakral.

31

Lih. Mircea Eliade, The Sacred and The The Profan: The Nature of Religion, (New

York: Harcout, Brace World, 1956), 12-13

Page 28: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

130

Sebuah simbol yang profan (natural) bisa berubah menjadi sakral (Supernatural) karena

hierophani dan mitosyang menyertai simbol tersebut. Mitos selalu memiliki hubungan dan

keterkaitan “dengan yang di atas” dan pada akirnya simbol ataupun mitos tersebut mampu

menata tatanan dunia ini.

Berdasarkan teori itu, maka roti dan anggur Perjamuan Kudus juga dapat

dipahami sebagai berikut. Roti dan anggur adalah makanan dan minuman biasa dalam

kehidupan sehari-hari (profan) masyarakat Israel (timur Tengah). Sama seperti di

Prancis, anggur adalah milik mereka. Dalam budaya Perancis, anggur merupakan minuan

totem yang setara dengan susu sapi atau yang secara seremonial dikonsumsi oleh

keluarga kerajaan Inggris.32

Sebagai minuman totem, anggur memiliki mitologi dan

substansi yang menggairahkan. Substansi tersebut misalnya bahwa anggur dianggap

sebagai pemuas dahaga yang paling efisien dan ini salah satu alibi utama untuk

mengkonsumsinya. Dalam bentuknya yang merah, anggur memiliki darah, cairan yang

kental dan vital, seperti suatu hiostatis (endapan darah) yang sangat lama. Di atas

segalanya, anggur merupakan substansi yang bersifat mengubah, dan mengekstrasikan

dari objek keadaan daripada tempramen mendasar.33

Roti dan anggur yang adalah hasil olahan tangan manusia untuk

menunjang kebutuhan primer (profan), tetapi ketika roti dan anggur itu dipakai dalam

Perjamuan Kudus, ia berubah menjadi sesuatu yang sakral (Supernatural). Ia menjadi

sakral karena diyakini ada hierophani dan mitos telah masuk dan mendiaminya.

32

Roland Barthes, Membedah Mitos Budaya Massa, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), 65 33

Anggur adalah bagian dari masyarakat karena ia menghasilkan basis tidak hanya bagi

moralitas, tetapi juga bagi lingkungan, anggur merupkan ornament dalam berbagai seremonial yang paling

kentara dalam kehidupan sehari-hari di Prancis, dari penganan (plonk (anggur putih) dan camember (sejenis

keju)) hingga makanan besar, dari perbincangan di kafe lokal hingga di perbincangan pada makan malam

formal. Anggur mendukung semua iklim apapun, dalam cuaca dingin, anggur dikaitkan dengan mitos

menjadi kehangatan, pada puncak musim panas dikaitkan dengan hal yang sejuk dan berkilau. Bagi orang

Prancis, anggur seringkali dikombinasikan sebagai substansi dasar dengan bentuk-bentuk konsumsi dasar

lainnya, juga anggur dapat mencakup semua ruang dan waktu bagi bangsa Prancis. Ibid., 66

Page 29: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

131

Hierophani tersebut merujuk pada perkataan Yesus pada saat perjamuan malam Paskah

terakhir bersama dengan murid-muridNya. Pada malam itu, Yesus memecah-mecah roti

dan membagikannya kepada murid-muridnya sambil berpesan, “Inilah Tubuh-Ku…, dst“

Dalam catatan Yohanes pemakaian kata tubuh sangat tegas dan tajam.

Yohanes tidak memakai kata (soma), melainkan daging (Yunani:sarx), karena daging

lebih menekankan realisme yang tegas akan keadiran Yesus Kristus dalam Perjamuan

Kudus. Yohanes ingin menegaskan bahwa roti dalam Perjamuan Kudus adalah benar-

benar tubuh Kristus dan bukan hanya sekedar simbol belaka.34

Dalam roti dan anggur

Perjamuan Kudus, Yesus sungguh-sungguh hadir karena roti dan anggur adalah benar-

benar Tubuh dan Darah Kristus.Yohanes menghubungkannya kata daging dengan

peristiwa inkarnasi Allah, “firman yang menjadi daging”. Artinya di dalam daging itu

tersembunyi keilahian sang Firman. Demikian juga dalam roti dan anggur, tersembunyi

dan hadir diri Yesus Kristus. Kata darah menunjuk pada wafatnya Yesus sebagai

keseluruhaan diri dan hidup Yesus yang telah diserahkan bagi kita demi keselamatan

manusia. Jadi sangat jelas bahwa roti dan anggur itu bukan hanya sekedar roti biasa saja.

Roti melambangkah tubuh, dan anggur melambangkan darah dan itulah hierophani.

Saat mendengar “tubuh dan darah Kristus”, dalam benak dan pikiran

jemaat dengan sadar pasti yang dibayangkan berkaitan “dengan yang di atas” adalah

seorang tokoh sakral ataupun sebuah peristiwa dan fakta sejarah yang sakral yang

melampaui mitos yang terkait dengan simbol tersebut. Sehingga anggur dan roti yang

tadinya profan (natural) berubah menjadi sakral (Supernatural). Ada sebuah kekuatan

yang realitas dari “Yang Ada” di dalam anggur dan roti tersebut, yaitu tubuh dan darah

Yesus. Tubuh dan darah Yesus itulah hierophani yang membuat anggur dan roti menjadi

34

Martasudjita,Ekaristi,…,244

Page 30: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

132

sakral. Tubuh dan darah Yesus adalah kehidupan dari Yesus, “Yang Sakral” . Oleh sebab

itulah roti dan anggur mengaruniakan karunia hidup Ilahi.35

Saat hierophani masuk dan mendiami sebuah simbol, seseorang yang

terlibat dengan simbol-simbol yang sakral tersebut akan menimbulkan semacam getaran

perasaan yang seolah-olah bersentuhan dengan nir-duniawi, atau dengan istilah Geertz,

aura factual. Perasaan yang nir-duniawi/ aura factual itu memang agak sulit dijelaskan,

akan tetapi orang dengan sangat menyadari akan adanya perasaan tersebut. Oleh karena

itu, ketika orang Kristen menerima dan mengambil roti dan anggur tersebut, maka

kekuatan dari Yang Sakral tersebut akan mengalir di dalam dirinya. Dan menurut penulis,

secara sosiologis (tanpa sadar) orang sakit sering meminta Pendeta untuk

memberikan/melayani perjamuan Kudus kepadanya agar kekuatan dari Yang Sakral itu

mengalir dalam dirinya dan berharap penyakit yang sedang diderita bisa sembuh. Pun

jikalau seseorang harus mati setelah menerima roti dan anggur Perjamuan Kudus,

setidaknya ia telah bertemu dengan Yang Sakral itu dan Yang Sakral itu ada dan telah

menyatu di dalam dirinya.

Selain hierophani yang merujuk pada tubuh dan darah Yesus yang ada di

dalam roti dan anggur, ada sejarah yang melampaui semacam mitos yang mengikuti

“tubuh dan darah-Yesus. Peristiwa itu adalah peristiwa “pengurbanan Yesus” baik

sebagai sacrifice maupun sebagai victim. Peristiwa berdarah sampai kematian yang

dialami oleh Yesus di kayu salib menyimpan makna yang cukup mendalam di hati setiap

orang. Kenangan itu mengingatkan sebuah penebusan (ransom) yang sangat mahal yang

tidak bisa dilakukan oleh manusia biasa. Darahnya yang tumpah telah menyucikan

manusia dari dosa, darah Yesus yang tercurah telah mendamaikan manusia dengan Allah.

35

Martasudjita, Pengantar Untuk Studi dan Praksis Liturgi, (Yogyakarta: Kanisius, 2011),

145

Page 31: BAB IV ANALISA A. PENDAHULUAN - UKSW

133

Didamaikan dengan Allah berarti adanya jaminan keselamatan yang menjadi harapan dan

tujuan hidup dari setiap orang beragama.

Tubuh Yesus yang telah bangkit dari kematian adalah sebuah kemenangan

yang ditujukan Allah kepada dunia bahwa kekerasan, kejahatan bahkan maut sekalipun

tidak akan pernah lebih besar dari kekuatan Allah. Kebangkitan Yesus, adalah simbol

kemenangan Allah melawan kekuatan ilah-ilah/roh-roh lain yang ada di dunia ini. Ketika

Allah menyatakan kemenanganNya, bukanah itu adalah kemenangan para pengikutNya?

Menurut penulis, ini juga hierophani dan mitos Sakral yang membuat roti dan anggur

Perjamuan Kudus menjadi sakral (Supernatural).

Terakhir, hierophani yang membuat roti dan anggur menjadi sesuatu

Yang Sakral adalah, ucapan syukur dan berkat (Istilah Katolik: Consecratio) yang

disampaikan Imam (Pastor/Pendeta) saat mengangkat dan membagi-bagikan roti dan

anggur. Sebagai seseorang yang telah diurapi, Imam menjadi aktor “Yang Sakral” dan

memiliki otoritas Yang Sakral. Sehingga pada saat Ia mengangkat dan membagi-bagikan

roti dan anggur perjamuan, sesuatu yang sacral dalam dirinya dialirkan ke dalam roti dan

anggur tersebut.