bab iv akuisisi, pengolahan dan · pdf filenakan kon itu c-d (p1 imaging d n menurut an 100...

28
28 Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan Interpretasi IV.1 Data Resistivitas Pengukuran resistivity sounding dilakukan di lokasi Brumbung dan Pulau Sapeken (Gambar IV.1), dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger. Pengukuran sounding di Brumbung (Gambar IV.1a) terdiri dari 4 titik pengukuran yakni S6, S7, S8 dan S9. Sedangkan pengukuran di Pulau Sapeken (Gambar IV.1b) terdiri dari 5 titik sounding yakni S1, S2, S3, S4 dan S5. Akuisisi dari pengukuran resistivity sounding dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger ini, dilakukan menurut skema yang ditunjukkan pada Gambar IV.2. Seluruh pengukuran sounding dimulai dari panjang AB/2 = 1 meter pada MN/2 = 0,25 meter sampai dengan panjang bentangan (AB/2) maksimum, yaitu antara 100-150 meter pada MN/2 = 20 meter, untuk target kedalaman sekitar 20-30 meter. Pengolahan data resistivity sounding dalam penelitian ini (contoh data pada Lampiran 1), dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak IPI2Win versi 2.0. Gambar IV.1 Lokasi pengukuran geolistrik, (a) Brumbung dan (b) Pulau Sapeken

Upload: vunguyet

Post on 28-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

28

Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan Interpretasi

IV.1 Data Resistivitas

Pengukuran resistivity sounding dilakukan di lokasi Brumbung dan Pulau

Sapeken (Gambar IV.1), dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger.

Pengukuran sounding di Brumbung (Gambar IV.1a) terdiri dari 4 titik pengukuran

yakni S6, S7, S8 dan S9. Sedangkan pengukuran di Pulau Sapeken (Gambar

IV.1b) terdiri dari 5 titik sounding yakni S1, S2, S3, S4 dan S5. Akuisisi dari

pengukuran resistivity sounding dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger

ini, dilakukan menurut skema yang ditunjukkan pada Gambar IV.2. Seluruh

pengukuran sounding dimulai dari panjang AB/2 = 1 meter pada MN/2 = 0,25

meter sampai dengan panjang bentangan (AB/2) maksimum, yaitu antara 100-150

meter pada MN/2 = 20 meter, untuk target kedalaman sekitar 20-30 meter.

Pengolahan data resistivity sounding dalam penelitian ini (contoh data pada

Lampiran 1), dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak IPI2Win versi 2.0.

Gambar IV.1 Lokasi pengukuran geolistrik, (a) Brumbung dan (b) Pulau Sapeken

Page 2: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

G

P

I

l

p

S

d

P

d

G

Gambar IV.2

Pengukuran

IV.1b) deng

lintasan pen

pengukuran

Schlumberg

dengan panj

Pengolahan

dengan men

Gambar IV.3

2 Skema Schlumb

resistivity

gan menggu

ngukuran, ya

resistivity

er, dilakuka

ang bentang

data resisti

nggunakan so

Skema akSchlumber

akuisisi resberger

imaging ha

unakan kon

aitu C-D (P1

imaging d

an menurut

gan 100 mete

ivity imagin

oftware kom

kuisisi resistirger (Loke, 2

29

sistivity sou

anya dilaku

nfigurasi W

1), E-F (P2),

dengan men

skema yang

er untuk targ

ng (contoh d

mputer RES2D

vity imaging004)

unding men

ukan di Pul

Wenner-Schlu

, S-T (P3) d

nggunakan

g ditunjukka

get kedalama

data pada L

DINV.

g menggunak

nggunakan k

lau Sapeken

umberger, se

dan X-Y (P4

konfigurasi

an pada Gam

an sekitar 20

Lampiran 2)

an konfigura

konfigurasi

n (Gambar

ebanyak 4

4). Akuisisi

i Wenner-

mbar IV.3,

0 meter.

dilakukan

asi Wenner-

Page 3: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

30

Hasil inversi data resistivity sounding di Pulau Sapeken (S1, S2, S3, S4, S5),

diperoleh kurva sounding sebagaimana ditunjukkan pada Gambar IV.4 berikut:

Gambar IV.4 Hasil inversi dari data pengukuran resistivity sounding di Pulau Sapeken untuk titik sounding S1, S2, S3, S4 dan S5.

Dari Gambar IV.4, terlihat bahwa kurva sounding S1 (dekat laut) menunjukkan

pola kurva yang smooth, mengindikasikan adanya lapisan yang relatif homogen

dimana pada lapisan-lapisan atas memiliki resistivitas rendah, yang kemudian

secara gradual harga resistivitas meningkat dengan bertambahnya kedalaman.

Sehingga di pantai sebelah utara Pulau Sapeken, memungkinkan intrusi air laut

hanya terjadi pada lapisan-lapisan atas dimana harga resistivitasnya rendah.

Sedangkan sounding-sounding (S2, S3, S4, S5) yang makin jauh dari pantai

bagian utara Sapeken menunjukkan pola kurva lapangan yang eratik,

mengindikasikan adanya perselingan antara struktur batugamping yang terisi air

(resistivitas rendah) dan batugamping masif atau struktur batugamping yang terisi

udara (resistivitas tinggi).

Hasil inversi titik-titik sounding pada Gambar IV.4, selanjutnya dapat

dikorelasikan untuk menghasilkan penampang resistivitas bawah permukaan yang

ditunjukkan pada Gambar IV.5a dan IV.5b berikut:

Page 4: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

31

Gambar IV.5a Penampang vertikal electrical sounding (VES) dari korelasi sounding S1, S2, S3, S4 dan S5 di lokasi Pulau Sapeken

Pada Gambar IV.5a, di titik sounding paling utara (S1) yang berdekatan dengan

laut, mengindikasikan adanya zona resistivitas yang sangat rendah pada lapisan

atas yaitu kurang dari 1 Ωm, yang diduga sebagai zona intrusi air laut.

Gambar IV.5b Penampang vertikal electrical sounding (VES) di Pulau Sapeken menggunakan program IPI2Win; atas, pseudo cross-section dan bawah, resistivity section.

Page 5: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

32

Sedangkan zona resistivitas rendah (16,9-235 Ωm) yang berada di antara sounding

S2 sampai S4 diidentifikasi sebagai zona air tanah. Zona-zona resistivitas yang

rendah ini juga terlihat pada penampang Gambar IV.5b, yang diindikasikan

sebagai warna hitam-biru. Pada bagian tengah penampang tersebut juga terlihat

adanya zona resistivitas rendah yang terpisah dari lainnya, dalam kasus ini diduga

sebagai struktur-struktur batugamping (goa atau rekahan) yang terisi air.

Hasil-hasil inversi 2D resistivity imaging di Pulau Sapeken untuk lintasan P1, P2,

P3 dan P4 ditunjukkan pada Gambar IV.6. Penampang F-E (P2) merupakan

penampang bagian paling selatan, penampang C-D (P1) di bagian tengah, dan

penampang S-T (P3) pada bagian paling utara (dekat laut), dimana ketiga

penampang ini berarah relatif selatan-utara. Sedangkan penampang X-Y (P4)

berarah timur-barat yang memotong penampang C-D (P1), dimana di dekat

perpotongan kedua penampang tersebut terdapat sumur domestik. Dari keempat

penampang imaging di Pulau Sapeken (Gambar IV.6) mengindikasikan adanya

zona-zona resistivitas rendah (warna biru) yang diidentifikasi sebagai akumulasi

air tanah dalam struktur-struktur batugamping. Selain itu juga terlihat adanya zona

resistivitas yang sangat tinggi (warna merah-coklat tua), yang mana diidentifikasi

sebagai batugamping masif atau goa batugamping yang terisi udara. Dari Gambar

IV.6 juga diindikasikan adanya zona kontras resistivitas (resistivitas tinggi dan

rendah) yang diidentifikasi sebagai sesar atau rekahan (dalam Gambar IV.6

ditunjukkan dengan garis hitam tebal). Khusus pada lintasan S-T (P3) yang paling

dekat dengan laut bagian utara, menunjukkan adanya zona resistivitas tinggi

sebagaimana diindikasikan oleh kurva sounding Sapeken S1. Zona resistivitas

tinggi ini diduga sebagai penghalang terhadap masuknya air asin dari akuifer air

laut ke dalam akuifer air tawar.

Berdasarkan hasil-hasil dari interpretasi resistivity sounding dan imaging di lokasi

Pulau Sapeken (Gambar IV.5 dan IV.6), dan didukung oleh data penampang-

penampang geologi pada Bab III, maka selanjutnya dapat dibuat perkiraan

geometri akuifer di Pulau Sapeken (Gambar IV.7). Batas antara zona batugamping

masif dan zona intrusi air laut diestimasi dari interpretasi resistivity sounding

(Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun rekahan diestimasi dari

Page 6: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

33

Gambar IV.6 Hasil-hasil penampang resistivity imaging pada lintasan Selatan-Utara di Pulau Sapeken.

Page 7: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

34

Gambar IV.7 Hasil perkiraan bentuk geometri akuifer berdasarkan hasil-hasil interpretasi resistivity sounding dan imaging, serta penampang-penampang geologi pada lokasi Pulau Sapeken.

resistivity imaging (Gambar IV.7) dimana melewati kedalaman sekitar 20 meter,

geometri struktur-struktur tersebut diperkirakan.

Hasil inversi data resistivity sounding di Brumbung (S6, S7, S8, S9), diperoleh

kurva sounding sebagaimana ditunjukkan pada Gambar IV.8 berikut:

Gambar IV.8 Hasil inversi dari data pengukuran resistivity sounding di Brumbung (Pulau Paliat) untuk titik- titik sounding S6, S7, S8 dan S9.

Page 8: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

35

Dari kurva-kurva sounding pada Gambar IV.8 menunjukkan pola-pola kurva yang

relatif beragam. Pada kurva sounding S6 menunjukkan pola kurva lapangan yang

relatif smooth dimana lapisan atas memiliki resistivitas yang lebih tinggi dari pada

lapisan di bawahnya. Sedangkan pada S7, S8 dan S9, menunjukkan pola-pola

kurva lapangan yang eratik. Secara umum pola-pola kurva lapangan di lokasi

Brumbung (Gambar IV.8) menunjukkan pola-pola kurva yang semakin eratik

ketika mendekati batas laut. Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya

beberapa zona intrusi air laut pada akuifer air tawar yang berbatasan dengan

akuifer air laut.

Hasil inversi titik-titik sounding dari Gambar IV.8, selanjutnya dapat

dikorelasikan untuk menghasilkan penampang resistivitas bawah permukaan

sebagaimana ditunjukkan pada Gambar IV.9a dan IV.9b. Dari Gambar IV.9a

ditunjukkan adanya zona-zona resistivitas rendah (4,19-7,2 Ωm) yang berada pada

lapisan yang lebih dalam dari sounding S6 hingga S7 dan pada lapisan dangkal

dari sounding S8 hingga S9. Pada sounding S9 yang berbatasan dengan laut,

ketebalan zona resistivitas rendah ini sekitar 7 m dan semakin menipis hingga

menjadi sekitar 2 m di sounding S8. Zona resistivitas rendah yang berbatasan

dengan laut ini, selanjutnya diidentifikasi sebagai zona intrusi air laut,

Gambar IV.9a Penampang vertikal electrical sounding (VES) dari korelasi sounding S6, S7, S8 dan S9 di lokasi Brumbung

Page 9: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

36

Gambar IV.9b Penampang vertikal electrical sounding (VES) di Brumbung menggunakan program IPI2Win; atas, pseudo cross-section dan bawah, resistivity section.

sedangkan zona resistivitas rendah di bagian tengah (S6-S7) diidentifikasi sebagai

struktur rekahan atau goa batugamping yang terisi air. Zona-zona resistivitas yang

rendah ini juga terlihat pada penampang Gambar IV.9b, yang diindikasikan

sebagai warna hitam-biru. Bahkan pada penampang ini terlihat beberapa zona

resistivitas rendah pada S9, yang diduga sebagai zona-zona intrusi air laut.

IV.2 Data Kualitas Air

Data kualitas air diperoleh dari pengambilan sampel air sumur dan mata air dari

daerah penelitian untuk kemudian dilakukan analisa sifat fisika-kimianya di

laboratorium guna mengetahui kualitas air dan perkiraan jenis air tanahnya.

Analisis sampel air dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan ITB yang

mengacu pada Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater

(SMEWW) 20th Edition 1998 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) Tahun 1991.

Parameter fisika-kimia air yang dianalisis meliputi: (1) salinitas, (2) TDS,

(3) DHL dan (4) pH.

Page 10: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

37

Hasil analisis kualitas air terhadap sampel-sampel air di Pulau Sapekan yang

dilakukan pada Agustus 2005 (musim kemarau) ditunjukkan pada Tabel IV.1.

Tabel IV.1 Hasil analisa laboratorium dari sampel-sampel air di Pulau Sapeken pada

bulan Agustus 2005 berdasarkan SMEWW 1998 dan SNI 1991

No. Kode Analisis

Salinitas (‰) TDS (mg/L) DHL (µS/cm) pH 1 S1A* 1.3 1750 2500 7.65 2 S1B* 2.0 2710 3860 8.02 3 S4 3.6 4600 6570 7.78 4 S5 3.7 4780 6840 7.88 5 S6 1.5 2010 2850 7.86 6 S7 1.1 1573 2250 7.74 7 S8 2.2 2850 4080 7.96 8 S9 1.0 1416 2020 7.75 9 S11 1.3 1786 2560 7.99

Ket.: * sumur-sumur kunci

Dari Tabel IV.1, dapat diketahui bahwa kualitas air di Pulau Sapeken sangat

bervariasi, yang nilai-nilainya berada di antara sampel S9 dan S5. Sampel S9

memiliki nilai salinitas, TDS dan DHL yang paling rendah, berturut-turut, 1,0 ‰,

1.416 mg/L dan 2.020 µS/cm, sedangkan sampel S5 memiliki nilai salinitas, TDS

dan DHL yang paling tinggi, berturut-turut, 3,7 ‰, 4.780 mg/L dan 6.840 µS/cm.

Menurut klasifikasi USGS (Fetter, 1994) berdasarkan kandungan garam-garam

terlarutnya (TDS), seluruh sampel di Pulau Sapeken termasuk dalam kategori air

payau (TDS antara 1.000-10.000 mg/L). Selain itu, pH air juga menunjukkan

nilai-nilai yang bervariasi, yakni mulai dari 7,65 di S1A hingga 8,02 di S1B.

Untuk tujuan air minum, rentang batas pH air yang diizinkan menurut ketentuan

WHO (Laluraj et al., 2005) adalah 6,5-8,5. Sehingga seluruh sampel air di Pulau

Sapeken berdasarkan nilai pH-nya, layak untuk dikonsumsi.

Data kualitas air Pulau Sapeken pada Tabel IV.1, dapat juga disajikan dalam

bentuk kontur untuk masing-masing parameter analisis, sebagaimana ditunjukkan

pada Gambar IV.10. Hasil sayatan dari masing-masing peta kontur Gambar IV.10,

dihasilkan penampang-penampang yang ditunjukkan pada Gambar IV.11. Dari

Gambar IV.10 dan IV.11, terlihat adanya variasi kualitas air di Pulau Sapeken

Page 11: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

38

Gambar IV.10 Peta kontur dari parameter-parameter kualitas air di Pulau Sapeken; (a) salinitas, (b) TDS, (c) DHL dan (d) pH.

yang heterogen dan tidak ada hubungan yang sistematik dengan jauhnya garis

pantai. Sebagai contoh, pada garis pantai sebelah utara dimana terdapat sumur

S11, S9, S1A dan S1B, memiliki harga salinitas yang relatif rendah yaitu antara 1-

2 ‰; sedangkan di garis pantai sebelah selatan (sumur S4 dan S5) dengan jarak

garis pantai yang hampir sama, memiliki harga salinitas yang relatif tinggi, yaitu

3,6 dan 3,7 ‰. Sedangkan variasi nilai-nilai pH (Gambar IV.10d) dapat

dihubungkan dengan ion-ion yang terkandung pada setiap tubuh air.

A

B

A

B

A

B

A

B

Page 12: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

39

Gambar IV.11 Penampang A-B dari setiap peta kontur pada Gambar IV.10; (a) salinitas,

(b) TDS, (c) DHL dan (d) pH.

Hasil analisa laboratorium terhadap sampel-sampel air di Pulau Paliat yang

dilakukan pada bulan Agustus 2005 (musim kemarau) ditunjukkan pada Tabel

IV.2. Dari Tabel IV.2 terlihat bahwa kandungan TDS pada sampel air P1 sebesar

918 mg/L, sampel SM7 sebesar 2.620 mg/L dan sampel S17 (sumur kunci)

sebesar 1.744 mg/L. Sesuai kriteria USGS (Fetter, 1994) diketahui bahwa sampel

SM7 dan S17 merupakan air payau, sedangkan sampel P1 merupakan air tawar

(TDS < 1.000 mg/L). Di samping itu, nilai pH pada sampel air P1, SM7 dan S17,

Tabel IV.2 Hasil analisa laboratorium terhadap sampel-sampel air di Pulau Paliat pada bulan Agustus 2005 berdasarkan SMEWW 1998 dan SNI 1991

No. Kode Analisis

Salinitas (‰) TDS (mg/L) DHL (µS/cm) pH

1 P1 0.7 918 1312 7.68 2 SM7 2.0 2620 3960 7.61 3 S17* 1.3 1744 2490 7.20

Ket.: * sumur kunci

Page 13: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

40

berturut-turut, sebesar 7,68, 7,61 dan 7,20, dimana menurut kriteria WHO (Laluraj

et al., 2005) ketiga sampel di Pulau Paliat ini termasuk air dalam kategori layak

minum.

Data kualitas air Pulau Paliat pada Tabel IV.2, dapat disajikan dalam bentuk

kontur untuk masing-masing parameter analisis, yang hasilnya ditunjukkan pada

Gambar IV.12. Hasil sayatan dari masing-masing peta kontur Gambar IV.12,

dihasilkan penampang-penampang yang ditunjukkan pada Gambar IV.13. Dari

Gambar IV.12 dan IV.13, terlihat adanya variasi kualitas air di Pulau Paliat yang

heterogen dan tidak ada hubungan yang sistematik dengan jauhnya garis pantai.

Di daerah Brumbung dimana terdapat sampel P1 (dekat pantai sebelah utara) dan

di daerah Tanjung dimana terdapat sampel S17 (dekat pantai sebelah timur),

memiliki kandungan salinitas yang relatif rendah, berturut-turut, 0,7 ‰ dan 1,3

‰; sementara itu, sampel SM7 yang letaknya agak jauh dari garis pantai sebelah

selatan, memiliki kandungan salinitas yang relatif tinggi yaitu sebesar 2 ‰.

Gambar IV.12 Peta kontur dari parameter-parameter kualitas air di Pulau Paliat; (a) salinitas, (b) TDS, (c) DHL dan (d) pH.

Page 14: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

41

Gambar IV.13 Penampang A-B dari setiap peta kontur pada Gambar IV.12; (a) salinitas, (b) TDS, (c) DHL dan (d) pH.

Dari peta-peta kontur (Gambar IV.10 dan IV.12) dan penampang-penampang

(Gambar IV.11 dan IV.13), secara umum menunjukkan pola-pola untuk salinitas,

TDS dan DHL yang relatif serupa. Hal ini terjadi karena parameter-parameter

tersebut memiliki hubungan yang positif, dalam arti makin tinggi kandungan

garam-garam terlarut (TDS atau salinitas) dalam air tanah, maka makin tinggi

pula nilai DHL yang dihasilkan. Sedangkan pola kontur dan penampang untuk

pH, menunjukkan pola-pola yang relatif berbeda dari parameter lainnya, yang

mana diduga dipengaruhi oleh perbedaan kandungan ion dari setiap sampel air.

Selanjutnya, hasil analisis laboratorium pada bulan Maret 2006 (musim hujan)

terhadap parameter-parameter kualitas air di Pulau Paliat dan Pulau Sapeken pada

sumur-sumur kunci (S1A, S1B, S17) dan mata air Ostberk (Pulau Kangean) yang

mana diasumsikan sebagai salah satu daerah recharge, ditunjukkan pada Tabel

IV.3. Pada Tabel IV.3, disajikan juga kandungan ion-ion yang terdapat pada

masing-masing sampel. Harga TDS tidak disajikan, namun dapat dihitung dengan

menjumlahkan ion-ion dari Tabel IV.3 untuk masing-masing sampel. Dari

perhitungan terhadap ion-ionnya diperoleh nilai TDS sebesar 1174,3 mg/L dan

1477,7 mg/L, berturut-turut, untuk sampel air Sapeken S1A dan S1B, serta TDS

sebesar 1409,2 mg/L untuk sampel air Tanjung S17.

Page 15: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

42

Tabel IV.3 Hasil analisa laboratorium dari kualitas air di sumur-sumur kunci dan sampel daerah recharge pada bulan Maret 2006 berdasarkan SMEWW 1998 dan SNI 1991

Parameter Analisis Satuan Metoda Hasil Analisis

S1A S1B S17 Ma. Ostberk

Salinitas ‰ SMEWW 2520 0,4 1,1 1,0 0.5

Daya hantar listrik µS/cm SMEWW 2510 1847 2260 1950 1045

pH - SMEWW 4500-H+ 7,53 7,44 6,72 6,96

Natrium (Na+) mg/L SMEWW 3500-Na 245,19 314,5 149,3 88.89

Kalium (K+) mg/L SMEWW 3500-K 10,36 2,63 2,53 4,02

Kesadahan (CaCO3) mg/L SMEWW 2340-C 345 407,8 598 372,6

Kalsium (Ca2+) mg/L SMEWW 3500-Ca 75,39 102,18 206,4 107,14

Magnesium (Mg2+) mg/L SMEWW 3500-Mg 38,15 36,54 20,2 25,58

Karbon dioksida (CO2) mg/L SMEWW 4500-CO2 8,76 15,76 24,5 16,64

Bikarbonat (HCO3-) mg/L SNI 06-2420 328,3 434,37 525,3 467,19

Klorida (Cl-) mg/L SMEWW 4500-Cl 356,4 430,65 306,9 108,9

Sulfat (SO42-) mg/L SMEWW 4500-SO4 86,43 114,02 139 23,87

Silikat (SiO2) mg/L SMEWW 4500-SiO2 24,5 26,07 34,36 16,39

Boron (B) mg/L SMEWW 4500-PO4 0,01 0,0096 0,010 0

Fluorida (F) mg/L SMEWW 3500-Fe 0,80 1,0 0,70 0.4

Karbonat (CO32-) mg/L SNI 06-2420 - - - -

Analisis lebih lanjut terhadap sampel-sampel air di sumur-sumur kunci dan suatu

sampel yang merepresentasikan daerah recharge pada musim hujan (Tabel IV.3),

dapat dilakukan menggunakan diagram trilinier Piper, yaitu dengan

mengelompokkan ion-ion utamanya sebagai kation dan anion. Hal ini dilakukan

dengan mengkonversi semua konsentrasi ion ke satuan ekuivalen/liter,

menggunakan persamaan berikut:

ionekivalenBerat)Lmeq(iKonsentras

)Lmg(iKonsentras=

dimana

ionValensi)A(relatifatomBerat rionekivalenBerat = (22)

(21)

Page 16: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

43

Selanjutnya, persen dari konsentrasi-konsentrasi (dalam meq/L) kation dan anion,

diplot dalam diagram trilinier yang sesuai. Perpotongan antara dua garis dari titik

kation dan anion yang bersesuaian kemudian diplot pada bidang berbentuk belah

ketupat (Gambar IV.14a). Klasifikasi berdasarkan ion-ion dominan dalam fasies

hidrokimia (Gambar IV.14b), dapat digunakan untuk menggambarkan tubuh-

tubuh air tanah pada suatu akuifer yang berbeda komposisi kimianya.

Gambar IV.14 Penyajian hasil analisis kimia air, (a) Diagram Piper, (b) Sistem

klasifikasi hidrokimia untuk air-air natural (Fetter, 1994).

Hasil plot ke dalam diagram trilinier Piper dari sampel air sumur Sapeken (S1A,

S1B), mata air Tanjung-Pulau Paliat (S17) dan mata air Ostberk-Pulau Kangean

(Tabel IV.3), disajikan pada Gambar IV.15. Berdasarkan klasifikasi fasies

hidrokimia (Gambar IV.14b), dapat diketahui bahwa jenis air di mata air Ostberk

Pulau Sapeken ternyata didominasi oleh fasies Ca-HCO3, mata air Tanjung Pulau

Paliat (S17) didominasi oleh fasies Ca-Cl, dan air sumur Sapeken S1A dan S1B,

masing-masing, didominasi oleh fasies Na-Cl. Menurut klasifikasi Stuyfzand

(Giménez & Morell, 1997), urutan fasies hidrokimia air tanah selama tahap intrusi

yang bersesuaian dengan musim kemarau dan tahap penyegaran yang bersesuaian

dengan musim hujan ditunjukkan pada Gambar IV.16. Pada tahap penyegaran,

menurut klasifikasi Stuyfzand, proses pertukaran ion yang terjadi disebut direct

ion exchange, sedangkan pada tahap intrusi disebut reverse ion exchange.

Page 17: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

44

Gambar IV.15 Hasil plot diagram Piper dari sampel air S1A, S1B, S17 dan mata air

Ostberk ke dalam kation dan anion utamanya.

Berdasarkan klasifikasi Stuyfzand ini, data pada Gambar IV.15 yang

merepresentasikan data pada musim hujan adalah termasuk dalam tahap

penyegaran (Gambar IV.16b). Dengan demikian, fasies Ca-HCO3 pada mata air

Gambar IV.16 Urutan fasies hidrokimia air tanah berdasarkan klasifikasi Stuyfzand: (a) tahap intrusi, dan (b) tahap penyegaran (Giménez & Morell, 1997)

Page 18: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

45

Ostberk merepresentasikan air recharge yang kontak dengan litologi

batugamping, sedangkan fasies Ca-Cl yang masih muncul di S17, padahal

menurut klasifikasi Stuyfzand ini mencirikan fasies pada tahap intrusi, sehingga di

sekitar mata air Tanjung diduga masih terjadi intrusi air laut meskipun musim

hujan sudah berlangsung. Pada sampel Sapeken (S1A dan S1B) muncul fasies Na-

Cl, yang merepresentasikan air discharge dimana air salin masih ada.

Dari Tabel IV.3 dapat dilihat kandungan ion-ion utama pada air sumur-sumur

kunci (S1A, S1B, S17 dan mata air Ostberk), yang selanjutnya disajikan pada

Gambar IV.17, untuk melihat kecenderungan perubahannya. Secara umum dari

mata air Ostberk ke sumur Sapeken S1B (Gambar IV.17), menunjukkan bahwa

konsentrasi ion kalsium dan bikarbonat cenderung makin menurun, sebaliknya

konsentrasi sodium dan klorida makin meningkat. Hal ini mengindikasikan makin

besarnya pengaruh pertukaran ion dan percampuran dengan air laut ketika makin

mendekati zona discharge. Namun demikian, secara parsial dari mata air Ostberk

ke S17, menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi ion-ion bikarbonat, kalsium

dan sulfat yang mana diperkirakan akibat meningkatnya recharge, pelarutan atau

percampuran air. Meningkatnya recharge mengindikasikan adanya penambahan

air dari sumber-sumber lain, seperti dari Pulau Paliat bagian up-gradient (selatan).

Gambar IV.17 Perbandingan ion-ion utama dalam fasies air tanah dari data Tabel IV.3

untuk sampel air S1A, S1B, S17 dan mata air Ostberk.

Page 19: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

46

Berdasarkan analisis laboratorium terhadap sampel-sampel air pada sumur-sumur

kunci (S1A, S1B, S17) yang dilakukan pada bulan Agustus 2005 (Tabel IV.1 dan

Tabel IV.2) dan bulan Maret 2006 (Tabel IV.3), kemudian dapat disajikan dalam

bentuk grafik (Gambar IV.18). Dilihat dari kandungan TDS, DHL, pH maupun

salinitas pada Gambar (IV.18), seluruh parameter menunjukkan kecenderungan

penurunan dari analisis pada bulan Agustus 2005 (musim kemarau) dan pada

bulan Maret 2006 (musim hujan). Berkurangnya nilai-nilai TDS dan DHL

mengindikasikan adanya penurunan kadar salinitas air, sedangkan penurunan nilai

pH dalam kasus ini kemungkinan dapat dihubungkan dengan penurunan kadar

sodicitas air.

Gambar IV.18 Perbandingan hasil analisis kualitas air di laboratorium pada sumur-sumur kunci (S1A, S1B, S17) untuk bulan Agustus 2005 dan Maret 2006; (a) salinitas, (b) TDS, (c) DHL, dan (d) pH.

Page 20: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

47

IV.3 Pengujian Hipotesis

Dari ketiga hipotesis yang telah diajukan sebelumnya, terkait asal-usul air tanah di

Pulau Sapeken, maka berdasarkan analisis dari data-data geolistrik dan fasies

hidrokimia dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

1) Hipotesis: air tanah Pulau Sapeken berasal dari air hujan lokal.

Hal ini dapat dijelaskan dari kesetimbangan input dan output air tanahnya.

Dari segi output, sebagai gambaran jumlah penduduk Pulau Sapeken pada

tahun 2006 sekitar 11.000 orang. Jika setiap orang rata-rata membutuhkan

pasokan air sebesar 120 liter/hari (asumsi ini didasarkan dari hasil penelitian

di Kota Merauke oleh Soewaeli et al., 2003), maka kebutuhan air yang

diperlukan mencapai 1.320.000 liter/hari atau 481.800.000 liter/tahun; dimana

kebutuhan ini hampir seluruhnya dibebankan pada air bawah permukaan

karena ketiadaan aliran-aliran sungai di Pulau Sapeken. Sedangkan dari segi

input, curah hujan tahunan di Pulau Sapeken adalah rata-rata sebesar 960

mm/tahun atau 9,6 dm/tahun (LAESANPURA, 2005). Luas Pulau Sapeken

adalah sekitar 1 km2 atau 100.000.000 dm2, jika diasumsikan daerah

infiltrasi/resapan sebesar 25%, maka luas daerah infiltrasi di Pulau Sapeken

adalah 25.000.000 dm2. Sehingga jumlah curah hujan total di Pulau Sapeken

adalah 9,6 dm/tahun x 25.000.000 dm2 = 240.000.000 dm3 atau 240.000.000

liter/tahun. Selanjutnya, jika diasumsikan nilai koefisien resapan lapisan soil

Pulau Sapeken adalah 20% dari curah hujan total, maka jumlah curah hujan

yang meresap menjadi air tanah adalah 20% x 240.000.000 liter/tahun =

48.000.000 liter/tahun. Sehingga, dibandingkan dengan jumlah air tanah

Pulau Sapeken yang dikonsumsi (output) yaitu 481.800.000 liter/tahun, maka

input dari air hujan lokal Pulau Sapeken sebesar 48.000.000 liter/tahun,

ternyata hanya memiliki kontribusi sekitar 10% dari konsumsi air total bagi

seluruh penduduk Sapeken.

Gambaran secara umum tentang perkiraan ketersediaan air tanah Pulau

Sapeken untuk memenuhi kebutuhan air bagi penduduknya, dan suplai air

dari Pulau Paliat dengan asumsi koefisien resapan di Pulau Sapeken adalah

konstan yaitu sebesar 20%, ditunjukkan pada Gambar IV.19. Dari Gambar

Page 21: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

48

IV.19 terlihat bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk Sapeken, maka

konsumsi air juga akan meningkat. Di sisi lain, jumlah air hujan yang

meresap di Pulau Sapeken cenderung makin berkurang. Dari Gambar IV.19

ditunjukkan bahwa saat jumlah penduduk Sapeken masih sekitar 1.500 orang,

jumlah air hujan yang meresap seimbang dengan jumlah air yang dikonsumsi.

Pada tahun 2006, jumlah penduduk Sapeken sekitar 11.000 orang dimana dari

perhitungan sebelumnya, air tanah lokal hanya memenuhi sekitar 10% dari

total konsumsi air penduduk Sapeken. Namun demikian, jika mendapat suplai

air dari Pulau Paliat, maka kebutuhan air tersebut masih dapat dipenuhi.

Biarpun demikian, jika jumlah penduduk terus meningkat, diperkirakan

keberadaan air tanah tersebut suatu saat tidak cukup lagi untuk memenuhi

kebutuhan air penduduk Sapeken.

Gambar IV.19 Hubungan antara jumlah penduduk versus ketersediaan air tanah di Pulau Sapeken.

2) Hipotesis: air tanah Pulau Sapeken berasal dari air purba (air konat).

Berkaitan dengan asal-usul air tanah di Pulau Sapeken berasal dari air purba

(air konat), ini kelihatannya tidak mungkin, karena pada umumnya air konat

adalah air asin. Menurut Delleur (1999), air konat berasal dari air laut yang

terperangkap ketika sedimen-sedimen marin diendapkan, sehingga memiliki

salinitas yang kebanyakan sama dengan air laut. Sebagaimana terlihat pada

hasil-hasil analisa laboratorium terhadap sampel-sampel air di Pulau Sapeken

Page 22: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

49

baik pada musim kemarau maupun musim hujan, seluruh sampel masih

tergolong dalam kategori air tawar hingga air payau.

3) Hipotesis: air tanah Pulau Sapeken berasal dari migrasi air.

Berdasarkan hasil-hasil analisis geolistrik dan hidrokimia, serta dengan

mempertimbangkan karakter batuan dan distribusinya, dapat diestimasi

bahwa keberadaan air di Pulau Sapeken berasal dari suplai air recharge dari

Pulau Paliat bagian up-gradient (selatan) dan Pulau Kangean bagian timur,

yang mengalir melalui sistem rekahan batugamping Formasi Tambayangan,

Formasi Jukong-Jukong ataupun Formasi Cangkaraman melewati jalan antara

Tanjung-Sapeken.

IV.4 Simulasi Aliran Fluida

Berdasarkan hasil interpretasi resistivitas dan analisis kualitas air yang telah

dibahas sebelumnya, maka kemudian dapat dibuat simulasi aliran fluida untuk

menggambarkan fenomena intrusi air laut di daerah penelitian secara regional (P.

Paliat-P. Sapeken). Untuk tujuan ini digunakan perangkat lunak VS2DTI versi

1.2, dimana menurut Hsieh at al. (2000), VS2DTI merupakan model beda hingga

yang memecahkan persamaan Richard untuk aliran fluida dan persamaan adveksi-

dispersi untuk transport zat terlarut. Adapun parameter-parameter simulasi

VS2DTI yang digunakan pada penelitian ini, meliputi:

1) Textural classes

Domain model dalam VS2DTI dibagi ke dalam area-area batuan yang

berbeda (dikenal sebagai textural classes), yang menunjukkan sifat-sifat

hidraulik dan transport dari suatu batuan atau medium berpori. Parameter

textural classes yang dipilih dalam studi ini adalah parameter van Genuchten

yang telah disediakan dalam program VS2DTI.

2) Profil kesetimbangan dan konsentrasi mula-mula

Profil kesetimbangan mula-mula (initial equilibrium profile) digunakan untuk

mendefinisikan posisi mula-mula muka air tanah dan pressure head

minimum.

Page 23: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

50

3) Syarat batas (boundary conditions)

Program VS2DTI hanya mengizinkan penentuan syarat batas di antara batas-

batas eksterior domain model. Syarat batas didefinisikan pada domain model

untuk setiap periode recharge.

Gambar IV.20 menunjukkan parameter textural classes dari masing-masing

batuan dan struktur batuan yang diidentifikasi dari Pulau Paliat hingga Pulau

Sapeken. Dari Gambar IV.20, terlihat tekstur warna biru muda dan warna kuning

yang diasumsikan, masing-masing, merepresentasikan parameter textural classes

untuk batupasir/rekahan (warna biru) dan struktur sesar (warna kuning) pada

batugamping yang secara khas memiliki permeabilitas yang tinggi. Pada Pulau

Sapeken bagian utara, struktur-struktur sesar atau rekahan diestimasi berdasarkan

hasil-hasil interpretasi resistivity sounding dan resistivity imaging, sedangkan

struktur sesar/rekahan lainnya diperkirakan dari kandungan salinitas pada masing-

masing sampel air sumur dan mata air.

Gambar IV.21 menunjukkan parameter-parameter input simulasi yang meliputi

domain model, kondisi hidraulik mula-mula, jarak grid, dan syarat batas yang

didefinisikan. Domain model adalah daerah dimana aliran fluida dan transport zat

terlarut disimulasikan, dimana pada penelitian ini domain model memiliki panjang

13 satuan horizontal atau 13 km dan lebar domain adalah 2 satuan vertikal atau 1

km. Kondisi hidraulik mula-mula didefinisikan sebagai pressure head minimum,

posisi awal water table dan konsentrasi mula-mula. Dari Gambar IV.21 terlihat

bahwa pressure head minimum didefinisikan sebesar -0,16 satuan vertikal atau

-80 meter, posisi awal water table sebesar 0,1 satuan vertikal atau 50 meter, dan

konsentrasi mula-mula sebesar 0,0 dengan asumsi pada awalnya belum terjadi

kontaminasi. Jarak grid didefinisikan sebagai grid seragam yang terdiri dari 200

kolom dan 50 baris. Sedangkan syarat-syarat batas didefinisikan untuk dua

periode recharge, yaitu periode recharge I (0-60 hari) adalah merepresentasikan

musim kemarau dan periode recharge II (60-120 hari) adalah merepresentasikan

musim hujan.

Page 24: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

51

Gambar IV.20 Parameter textural classes untuk setiap jenis batuan berdasarkan parameter aliran (van Genuchten) dan transport zat terlarut yang

didefinisikan.

Gambar IV.21 Parameter-parameter model dan syarat-syarat batas yang ditentukan untuk setiap periode recharge. Angka romawi I mengindikasikan periode recharge I (0 – 60 hari) dan II adalah periode recharge II (60 – 120 hari).

Page 25: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

52

Berdasarkan parameter-parameter input yang telah didefinisikan pada Gambar

IV.20 dan IV.21, diperoleh hasil simulasi aliran fluida secara regional dari Pulau

Paliat hingga Pulau Sapeken (Gambar IV.22) untuk setiap periode recharge. Pada

periode recharge I (musim kemarau), di daerah resapan (Pulau Paliat)

didefinisikan dengan total head (h) sebesar 0,01 satuan vertikal atau 0,01 x 500 =

5 m pada konsentrasi di batas (Cb) sebesar 0,5 kg/m3, sedangkan pada periode

recharge II (musim hujan) didefinisikan total head (h) meningkat menjadi 0,5

satuan vertikal atau 250 m dengan konsentrasi Cb sebesar 0,5 kg/m3 yang

diasumsikan akibat meningkatnya volume aliran. Sementara itu, laju volume

aliran (q) air laut yang masuk konduit air tawar di daerah luahan (discharge zone),

diasumsikan tetap yakni sebesar 1 satuan horizontal atau sebesar 1.000 m3/hari

dengan konsentrasi di batas (Cb) sebesar 3 kg/m3, untuk kedua periode recharge

(musim kemarau dan hujan).

Gambar IV.22 Hasil simulasi aliran fluida secara regional (P. Paliat-P. Sapeken) untuk periode recharge I (0 – 60 hari) dan periode recharge II (60 – 120 hari). Warna merah menunjukkan konsentrasi fluida tinggi, sedangkan warna biru menunjukkan konsentrasi rendah

Page 26: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

53

Gambar IV.23 Hasil simulasi aliran fluida secara lokal (Pulau Sapeken) untuk periode recharge I (0 – 60 hari) dan periode recharge II (60 – 120 hari). Warna merah menunjukkan konsentrasi fluida tinggi, sedangkan warna biru menunjukkan konsentrasi rendah

Dari output simulasi (Gambar IV.22 dan IV.23) menunjukkan bahwa pada periode

recharge I (musim kemarau) yaitu pada 0-20 hari, air laut secara umum masih

secara bebas memasuki konduit air tawar, karena air tawar dari daerah recharge

belum sepenuhnya sampai di daerah discharge, akibat jaraknya yang relatif jauh.

Sehingga di bawah sampel-sampel air daerah discharge, ditunjukkan konsentrasi-

konsentrasi air akuifer yang relatif sangat tinggi. Pada hari ke-20 hingga hari ke-

60, air tawar sudah mulai mengisi konduitnya masing-masing, sehingga beberapa

aliran air asin sudah mulai terdesak menuju laut. Hasilnya menunjukkan adanya

suatu variasi salinitas dimana air Sapeken S1A memiliki salinitas yang hampir

sama dengan air Tanjung S17, yaitu dengan konsentrasi yang relatif rendah.

Sedangkan air Sapeken S1B memiliki konsentrasi yang sedikit lebih tinggi

daripada S1A, dan air Sapeken pada bagian selatan memiliki konsentrasi yang

paling tinggi. Pada periode recharge II ketika musim hujan telah berlangsung,

Page 27: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

54

jumlah air recharge mengalami peningkatan sehingga tekanan dari konduit air

tawar juga meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan laju volume aliran.

Pada hari ke-60 hingga hari ke-65, air asin makin didesak menuju ke laut secara

lebih cepat, sehingga mulai terjadi penurunan konsentrasi pada semua air tawar

secara bervariasi. Pada hari ke-90 telah ditunjukkan adanya variasi-variasi yang

agak berbeda dengan musim kemarau, dimana pada musim hujan (hari ke-90) ini,

air Sapeken S1A memiliki salinitas dengan konsentrasi yang relatif sangat rendah.

Sedangkan air Sapeken S1B memiliki salinitas dengan konsentrasi yang hampir

sama dengan air Tanjung S17; dan air Sapeken pada bagian selatan, meskipun

sudah relatif menurun, namun masih menunjukkan konsentrasi yang cukup tinggi.

Adanya variasi-variasi salinitas dari sampel-sampel di atas diestimasi akibat

adanya perbedaan jumlah konduit air tawar yang mensuplai sumur-sumur dan

mata air-mata air tersebut. Selanjutnya pada hari ke-120 (akhir simulasi), terdapat

kecenderungan bahwa air salinitas tinggi pada konduit di bawah sumur Sapeken

bagian selatan perlahan-lahan makin terdorong kearah selatan, sehingga

mengakibatkan peningkatan konsentrasi pada S17. Hal ini diakibatkan oleh lebih

besarnya tekanan air tawar pada Pulau Sapeken khususnya pada bagian utara,

akibat lebih banyaknya konduit yang mensuplai.

Dari penelitian sebelumnya, Bonacci & Bonacci (1997) telah mengajukan

mekanisme intrusi air laut pada mata air-mata air karst pesisir di Blaž Spring

Kroasia. Mekanisme intrusi air laut pada akuifer karstik homogen yang diajukan

oleh Bonacci & Bonacci (1997) ditunjukkan pada Gambar IV.24. Gambar IV.24

mengindikasikan ketika level air tanah (GWL) sangat rendah sehingga batas

antara air laut dan air tawar menjadi lebih tinggi dari perpotongan antara konduit 1

dan 2 (titik A), maka intrusi air laut ke dalam akuifer air tawar dan mata air karst

dapat mungkin terjadi. Lebih lanjut, menurut Maramathas et al. (2006), ketika

tekanan dalam konduit air tawar (konduit 1) lebih kecil daripada tekanan dalam

konduit air laut (konduit 2), maka akan dihasilkan air payau di perpotongan

tersebut (titik A).

Page 28: Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan · PDF filenakan kon itu C-D (P1 imaging d n menurut an 100 mete vity imagin oftware kom ... (Gambar IV.5), sedangkan struktur-struktur sesar ataupun

55

Gambar IV.24 Mekanisme intrusi air laut pada akuifer karstik homogen (Bonacci & Bonacci, 1997)

Selain itu dari hasil simulasi aliran fluida dalam penelitian ini (Gambar IV.22 dan

IV.23), ditunjukkan bahwa ketika intrusi air laut terjadi pada akuifer-akuifer

karstik, maka akan muncul variasi-variasi salinitas dalam air-air sumur dan mata

air akibat adanya perbedaan jumlah konduit yang mensuplai masing-masing

sumur dan mata air tersebut.