bab iii.docx
TRANSCRIPT
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Infeksi virus dengue adalah infeksi yang disebabkan virus dengue yang
termasuk arbovirus yang mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara penyakit yang ringan, demam dengue, demam berdarah
dengue dan demam berdarah dengue disertai syok.1
3.2 EPIDEMIOLOGI
Infeksi virus dengue telah ada di indonesia sejak abad 18, seperti
yang telah dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan
belanda. Dalam kurun waktu lebih dari 35 tahun terjadi peningkatan yang
pesat, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit.
Sampai akhir tahun 2005, DBD telah ditemukan diseluruh provinsi di
indonesia dan 35 kabupaten/kota telah melaporkan adanya kejadian luar
biasa (KLB). Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk
pada tahun 1968 menjadi 43,42 per 100.000 penduduk pada akhir tahun
2005.1,2
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi
beberapa faktor antara lain status imunitas penjamu, kepadatan vektor
nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue dan
keadaan geografis setempat. Pola berjangkit infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-
320c) dengan kelembabban yang tinggi, nyamuk aedes akan tetap hidup
untuk jangka waktu yang lama. Di indonesia, karena suhu udara dan
kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya
penyakit agak berbeda untuk di setiap tempat. Di jawa pada umumnya
infeksi virus dengue terjadi mulai awal januari, meningkat terus sehingga
kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan april- mei setiap tahun.1,2
28
3.3 ETIOLOGI DAN CARA PENULARAN
Demam berdarah dengue di sebabkan virus dengue yang termasuk
kelompok B Arthropod virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai
genus flavivirus, famili flaviviride dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu
Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4.1
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan
infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara.2
3.4 PATOGENESIS
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di
dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing
dengan sel manusia sebagai penjamu (host) terutama dalam mencukupi
kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya
tahan penjamu, bila daya tahan baik maka akan tejadi penyembuhan dan
timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit
menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.1,2,3
Patogenesis DBD masih merupakan masalah yang kontroversial.
Teori yang banyak di anut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune
enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa
pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus
dengue yang heterolog mempunyai resiko berat yang lebih besar untuk
menderita DBD. Antbodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk
kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan fc reseptor
dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan
bebas melakukan replikasi dalam makrofag. Di hipotesiskan juga
mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue didalam sel mononuklear.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
29
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok.2,3
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary
heterologous infection yang dirumuskan oleh suvatte tahun 1997. Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi igG anti dengue. Di samping itu
replikasi virus dengue terjadi juga dalam dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal
ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen antibodi
(virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi
sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium dan terdapatnya cairan didalam rongga serosa (efusi pleura,
asites). Syok yang tidak di tanggulangi secara adekuat akan menyebabkan
asidosis dan anoreksia yang dapat berakibat fatal. Oleh karena itu,
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.2,3
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga
virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan
sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun
pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,
peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk
menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut di dukung oleh
data epidemiologis dan laboratoris.2,3
30
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks
antigen - antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi
melalui kerusakan endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai
akibat dari perlengketan kompleks antigen - antibodi pada membran
trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphospat),
sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan
trombosit di hancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
bkonsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata ), ditandai dengan
peningkatan FDP ( fibrinogen degredation pro-duct ) sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan.2,3
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi
trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak
berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi
faktor hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit dan
kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.2,3
31
3.5 DERAJAT DBD
WHO 1997 membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat :1
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu- satunya
manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan atau
perdarahan lain
Derajat III : Ditemukan nya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lembut, tekanan nadi menurun ( < 20mmHg ) atau
hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan pasien menjadi
pasien
Derajat IV : Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat di ukur
3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Hematologi1,2
Jumlah leukosit
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi
sel neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit
dan sel neutrofil bersama- sama menurun sehingga jumlah sel
limfosit secara relatif meningkat.
Jumlah trombosit
Jumlah trombosit <100.000/µl biasanya ditemukan antara hari sakit
ketiga sampai ketujuh. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.
Pemeriksaan dilakukan pertama pada saat pasien di duga menderita
DBD, bila normal maka diulang pada hari ketiga, tettapi bila perlu
diulang tiap hari sampai suhu turun.
Kadar hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi
selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan
terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan hematokrit secara berkala.
32
Pemeriksaan laboratorium lain nya
Kadar albumin sedikit menurun, eritrosit dalam tinja, faktor
koagulasi dan fibrinolitik.
B. Radiologi
Pada DBD derajat III dan IV dan sebagian derajat II didapatkan efusi
pleura, terutama disebelah hemithoraks kanan.
C. Diagnosis serologi
Uji hemaglutinasi inhibisi
Uji HI adalah uji serologis yang dianjurkan dan sering dipakai dan
dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis.
Uji komplemen fiksasi
Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik
secara rutin, oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruet
prosedurnya juga memerlukan tenaga pemeriksa yang
berpengalaman
Uji neutralisasi
Uji NT adalah uji serolog yang palig spesifik dan sensitif untuk
virus dengue
IGM elisa
Mac elisa pada tahun terakhir ini merupakan uji serologi yang
banyak sekali dipakai. Mac elisa adalah singkatan dari IGM
captured elisa. Sesuai namanya tes tersebut akan mengetahui
kandungan IGM dalam serum pasien.
Pada saat ini juga telah beredar uji IgM/IgG elisa yang sebanding
dengan uji HI, hanya sedikit lebih spesifik.4
D. Isolasi virus
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan yaitu :
Inokulasi intraserebral pada bayi tikus putih albino umur 1-3 hari
Inokulasi pada biakan jaringan mamalia dan nyamuk A.Albopictus
33
Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intrtorasik/intraserbral pada
larva
3.7 DIAGNOSIS
Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi
virus dengue. Perbedaan utama demam dengue dengan DBD ditemukan
adanya kebocoran plasma.5
1. Demam dengue
Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis ( nyeri
kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan, leukopeni ) ditambah pemeriksaan serologi dengue positif,
atau ditemukan pasien demam dengue/demam berdarah dengue yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
Manifestasi perdarahan tidak selalu ada, dapat berupa torniquet test
yang positif, petekie, epistaksis, perdarahan gusi dan dapat terjadi
perdarahan masif berupa hematemesis/melena yang sampai
membutuhkan transfusi darah.4,5
Dapat juga dijumpai gejala gastro intestinal, berupa diare dan gejala
saluran napas atas berupa batuk serta pilek yang ringan.
Laboratorium rutin sering dijumpai leukopenia dan dapat disertai
penurunan trombosit, walaupun seringkali masih > 100.000.4,5
34
2. Demam Berdarah Dengue.
Penegakan diagnosis berdasarkan WHO 1997 :1
1. Gejala klinis
Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2 - 7 hari
Terdapat manifestasi perdarahan di tandai dengan :
o Uji torniquet positif
o Petekie, ekimosis, purpura
o Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
o Hematemesis atau melena
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembah dan pasien tambah
gelisah.
2. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)
Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut :
o Peningkatan hematokrit > 20%
o Penurunan hematokrit < 20% dari nilai standar, setalah
dilakukannya penggantian plasma
Dua kriteria klinis pertama pertama ditambah satu dari kriteria
laboratoris (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegagkan
diagnosa sementara DBD. Dalam memonitor nilai hematokrit, harus
diingat kemungkinan yang ada, seperti telah adanya anemia sebelumnya,
perdarahan berat atau telah dilakukan nya penggantian volume plasma.
Efusi pleura yang terlihat pada pemeriksaan radiologi atau
hipoalbuminemia dapat memperkuat terjadinya kebocoran plasma.2,3
35
3.8 DIAGNOSA BANDING
Malaria
Demam tinggi khas bersifat intermiten, demam terus menerus,
menggigil, nyeri kepala, berkeringat dan nyerin otot, anemia,
hepatomegali, splenomegali, hasil apus darah tepi positif
(plasmodium).4,5
Demam berdarah dengue
DBD harus dibedakan dengan demam denguenya. Pada DBD
trombositipeni dan hemokonsentrasi karena kebocoran plasma, dan
sudah terjadi perdarahan spontan tergantung derajatnya. Sedangkan
pada demam dengue tidak terjadi peningkatan konsentrasi hematokrit
karena tidak terjadi kebocoran plasma.4,5
3.9 TATALAKSANA
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma, demam, muntah/diare4,5
Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena obat - obatan ini dapat merangsang terjadinya
perdarahan.4,5
Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang :
o Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15kg : 7ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5ml/kgBB/jam
Berat badan >40 kg : 3ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
36
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.4,5
Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai
tatalaksana syok.4
37
Indikasi transfusi pada anak :Syok yang belum teratasiPerdarahan masif
Cairan awal
RL 6-7 ml/kgBB/jam
Monitor TV/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam
Tidak ada perbaikanperbaikan
GelisahDistres pernafasanFrek. Nadi naikHt. Tetap tinggi/ naikTek. Nadi <20 mmHgDiuresis kurang/ tidak ada
Tidak GelisahNadi kuatHt. Turun(2xpemeriksaan)Tek. darah stabilDiuresis cukup (12 ml/kgBB/jam
Tetesan dikurangi
Perbaikan sesuaikan tetesan
IVFD stop setelah 24-48 jam apabila tanda vital/Ht stabil diuresis cukup
Tetesan dinaikkan 10-15ml/kgBB/jam
Tanda vital tidak stabil
Distress pernafasanHt. NaikTek. Nadi =20 mmHg
Koloid 20-30ml/kgBB
Ht turun
Transfusi darah segar10ml/kgBB
perbaikan
5ml/kgBB/jam
3ml/kgBB/jam
Evaluasi 12-24 jam
T. vital memburukHt. meningkat
perbaikan
Tatalaksana DBD derajat I dan II
38
3.10 PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad fungsionam : dubia ad bonam
39
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dilaporkan seorang anak laki- laki berusia 12 tahun, Anak datang dengan
keluhan demam mendadak tinggi ± 5 hari SMRS. Demam yang dirasakan naik
turun. Menggigil disertai keringat pada malam hari disangkal. Anak juga
mengeluh keluar darah dari hidung 1x , darah berwarna merah segar. Anak juga
mengeluh keluar bintik – bintik merah di badan. Riwayat mual (-), muntah (-),
penurunan nafsu makan (+). Perdarahan pada gusi disangkal. BAB berwarna
hitam (-), nyeri pada saat BAK disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan : TD: 90/60 mmHg, RR : 26x/i, Nadi :
88x/i, T : 380c. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan hepatomegali.
Pada pemeriksaan penunjang uji tourniquet didapatkan > 10 bintik- bintik
perdarahan. Pemeriksann laboraturium, pemeriksaan darah rutin ditemukan
trombosit 169.000 dan hematokritnya 43,3%.
Berdasarkan gejala klinis demam dengue yaitu demam timbul mendadak
berlangsung 2 – 7 hari, disertai nafsu makan yang menurun, anak tidak mau
bermain, mual dan tidak jarang disertai muntah, kadang kurva suhu berbentuk
pelana dan suhu turun mendadak, kemudian penderita merasa membaik dan
muncul nafsu makan. Nyeri di kepala, belakang mata, otot dan sendi. Manifestasi
perdarahan tidak selalu ada tapi dapat berupa torniquet test yang positif, petekie,
epistaksis, perdarahan gusi dan dapat terjadi perdarahan masif berupa
hematemesis/melena yang sampai membutuhkan transfusi.4 Pada pemeriksaan
laboratorium rutin sering dijumpai leukopeni, dan dapat disertai penurunan
trombosit, walaupun seringkali masih > 100.000. Berdasarkan gejala tersebut
pasien ini mengalami demam karena demam dengue. Karena pada pasien ini
terdapat gejala demam mendadak berlangsung 2-7 hari, nafsu makan yang
menurun, epitaksis (+), torniquet test (+), penurunan trombosit tapi masih >
100.000 dan tidak terjadi peningkatan hematokrit.
Berdasarkan WHO 1997 Penegakan diagnosis DBD berdasarkan Gejala
klinis yaitu : Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
40
menerus selama 2- 7 hari , Terdapat manifestasi perdarahan di tandai dengan : Uji
torniquet positif, Petekie, ekimosis, purpura, Perdarahan mukosa, epistaksis,
perdarahan gusi, Hematemesis atau melena, Pembesaran hati dan Syok, ditandai
nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan
dingin, kulit lembah dan pasien tambah gelisah.1 Pemeriksaan laboratorium :
Trombositopenia (100.000/µl atau kurang), Adanya kebocoran plasma karena
peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut :
Peningkatan hematokrit > 20% , Penurunan hematokrit < 20% dari nilai standar,
setelah dilakukannya penggantian plasma. Dari kriteria tersebut pasien ini bukan
pasien DBD, karena pada pasien ini tidak terjadi penurunan trombosit yang terlalu
banyak dan kadar hematokrit dalam jumlah normal.
Berdasarkan perhitungan Status gizi
Panjang badan : 159 cm
Berat badan : 59kg
%BBi: BB anak/ BB ideal : (59/48) x 100 % = 122 %
Interprestasi >120 % = obesitas
Berdasarkan Kriteria WHO diatas dan perhitungan status gizi maka
diagnosa anak usia 12 tahun adalah Demam Dengue dengan obesitas.
Pada anak ini terapi yang diberikan adalah :
1. Terapi Cairan
Dosis awal 7ml/kgbb/jam à IVFD RL 413 ml/jam
Dosis 5ml/kgbb/jam à IVFD RL 295ml/jam
Dosis 3ml/kgbb/jam à IVFD RL 177ml/jam
Pantau tanda vital. Apabila stabil dan diuresis (+) cairan
dilanjutkan ke maintanance.
Kebutuhan cairan berdasarkan formula Halliday segar berdasarkan
berat badan > 20kg yaitu 1500cc + 20cc/KgBB.
= 1500cc + (20 x 39)
= 1500cc + 780cc
= 2280cc/hari.
41
Pasien demam dengan T 38,00C = 6% x 2280cc
= 136,8cc
Kebutuhan total cairan = 2280cc + 136,8cc
= 2416,8 cc
Menghitung tetesan cairan infus
Tetesan : Kebutuhan Cairan total x Jenis infus
24 ( jam ) x 60 ( menit )
Tetesan : 2416,8cc x 20
1440
: 34 tts/m
Ringer Laktat 34 tts/m
2. Terapi Kausatif
• Paracetamol syrup 3x2 cth
• Dosis Paracetamol 10 – 15 mg/kgBB = 15mg x 59kg
= 885 mg/hari
Sediaan Paracetamol syrup 120mg/5ml
• Banyak minum air putih
3. Terapi Nutrisi
Secara umum diet penderita DD dan DBD adalah:
a. Mudah di cerna, porsi kecil dan sering diberikan
b. Energi dan protein cukup.
c. Lemak rendah yaitu 10 – 15% dari kebutuhan energi total yang
ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai kebutuhan
d. Rendah serat terutama serat tidak larut air
e. Cukup cairan dan vitamin, terutama vitamin c untuk meningkatkan
faktor pembekuan.
f. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam.
42
Perhitungan kalori
Umur 10 – 19 tahun = 50 – 70 kal/kgbb/hari
= 50 x 59kg
= 2.950 kal/hari
Pagi
Susu bubuk : 2 sdm = 10 g
Gula pasir : 1/2 sdm = 5 g
Nasi : 1 gls = 150 g
Telur : 1 btr = 50 g
Minyak : 1/2 sdm = 5 g
Sayuran : 1 /2 gls = 50g
Pukul 10.00
Kacang hijau : 2 ½ sdm = 25g
Gula : 1 sdm = 10 g
Pisang : 1 bh = 50 g
Siang
Nasi :1 ½ gls = 200 g
Daging :1 ½ ptg = 75 g
Tempe : 2 ptg = 50 g
Sayuran : ½ gls = 50 g
Minyak : 1½ sdm = 15 g
Pisang : 1 bh = 50g
Pukul 16.00
Susu bubuk : 2 sdm = 10 g
Gula pasir : 1 sdm = 10 g
Pudding : 1 gls = 50g
Malam
Nasi : 1 ½ gls = 200 g
Ikan : 1 ½ ptg = 75 g
Telur : 1 btr =50 g
Tempe : 2 ptg = 50 g
Sayuran : ½ gls = 50 g
Minyak :1 sdm = 10 g
Pepaya : 1 ptg = 100g
Pukul 21.00
Susu bubuk : 3 sdm 15 g
Gula pasir : 1 sdm 10 g
Biskuit : 2 bj 20 g
43
4. Terapi suportif
a) Mengganti kehilangan cairan
b) Memonitor perdarahan spontan jika ada
c) Memonitor trombosit dan hematokrit darah
d) Mengontrol tanda vital
e) Banyak minum air putih
f) Istirahat total
g) Makan lunak
5. Terapi edukasi
a. Edukasi kepada keluarga pasien agar anaknya banyak minum air
putih.
b. Mengedukasikan keluarga gar melakukan 3M+
c. Cahaya yang cukup pada rumah agar rumah tidak gelap agar nyamuk
tidak tinggal.
d. Membuang/membakar langsung sampah yang sudah tidak terpakai
e. Tidak menggelantungkan pakaian di sembarang tempat yang akan di
hinggapi nyamuk.
f. Kalau perlu anak – anak atau orang tua memakai lotion anti nyamuk
dan juga pemakaian kelambu.
44
BAB V
KESIMPULAN
Dilaporkan seorang anak laki – laki berusia 12 tahun datang dengan
keluhan demam mendadak tinggi ± 5 hari SMRS. Demam yang dirasakan naik
turun. Menggigil disertai keringat pada malam hari disangkal. Anak juga
mengeluh keluar darah dari hidung 1x , darah berwarna merah segar. Anak juga
mengeluh keluar bintik – bintik merah di badan. Riwayat mual (-), muntah (-),
penurunan nafsu makan (+). Perdarahan pada gusi disangkal. BAB berwarna
hitam (-), nyeri pada saat BAK disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan : TD: 90/60 mmHg, RR:26x/i, Nadi:
88x/i, T : 380c. Pada pemeriksaan abdomen hepatomegali (-).
Pada pemeriksaan penunjang uji tourniquet didapatkan > 10 bintik- bintik
perdarahan. Pemeriksann laboraturium, pemeriksaan darah rutin ditemukan
penurunan dari trombosit tapi masih > 100.000 dan tidak terjadi peningkatan
hematokrit.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka diagnosa anak usia 12 tahun adalah Demam Dengue dengan obesitas.
Pada anak ini terapi yang diberikan adalah :
1. Terapi Cairan
2. Terapi Kausatif
3. Terapi Nutrisi
4. Terapi suportif
5. Terapi edukasi
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarno. S dkk Infeksi virus dengue. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis. Edisi II. Cetakan III : IDAI. Jakarta. 2012. Hal 155-180
2. Rezeki S dkk. Tatalaksana demam berdarah dengue di indonesia. Edisi IV
: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
Dan Penyehatan Lingkungan. 2006. Hal 1- 66
3. WHO. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta. 2008. Hal : 163-
168
4. Candra A, Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Aspirator. 2010; 2(2). Hal 110-119.
5. RSU Dokter Soetomo. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak. Surabaya. Edisi III. Tahun 2008.
46