bab iii.docx

35
BAB III DASAR TEORI Geoteknik adalah bidang rekayasa kebumian yang berkonsentrasi pada aplikasi teknologi teknik sipil untuk konstruksi yang melibatkan material alam yang terdapat pada permukaan bumi. Aplikasi geoteknik pada penambangan bahan galian adalah menentukan bagaimana cara merancang suatu bentang alam serta baik bagi kelangsungan kegiatan penambangan tersebut. Aplikasi geoteknik melibatkan disiplin ilmu mekanika tanah, mekanika batuan, geologi, hidrologi dan hidrogeologi. Mekanika tanah adalah cabang ilmu rekayasa geoteknik yang mengkaji aspek mekanika dan sifat – sifat tanah, sedangkan mekanika batuan yang mengkaji aspek mekanika dan sifat – sifat serta perilaku massa batuan. Secara umum geologi adalah ilmu yang mempelajari planet bumi termasuk komposisi, keterbentukannya, dan sejarahnya. Hidrologi dan hidrogeologi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang kondisi air pada atau dibawah permukaan bumi. Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya 18

Upload: payzchal-lionel

Post on 11-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III.docx

BAB III

DASAR TEORI

Geoteknik adalah bidang rekayasa kebumian yang berkonsentrasi pada

aplikasi teknologi teknik sipil untuk konstruksi yang melibatkan material alam

yang terdapat pada permukaan bumi.

Aplikasi geoteknik pada penambangan bahan galian adalah menentukan

bagaimana cara merancang suatu bentang alam serta baik bagi kelangsungan

kegiatan penambangan tersebut. Aplikasi geoteknik melibatkan disiplin ilmu

mekanika tanah, mekanika batuan, geologi, hidrologi dan hidrogeologi.

Mekanika tanah adalah cabang ilmu rekayasa geoteknik yang mengkaji

aspek mekanika dan sifat – sifat tanah, sedangkan mekanika batuan yang

mengkaji aspek mekanika dan sifat – sifat serta perilaku massa batuan. Secara

umum geologi adalah ilmu yang mempelajari planet bumi termasuk komposisi,

keterbentukannya, dan sejarahnya. Hidrologi dan hidrogeologi merupakan disiplin

ilmu yang mempelajari tentang kondisi air pada atau dibawah permukaan bumi.

Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,

ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari

terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah

longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun

lereng.

Kestabilan dari suatu jenjang individual dikontrol oleh kondisi geologi

setempat, teknik penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng, kondisi air

tanah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada daerah tersebut. Faktor

pengontrol ini jelas berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat

penting untuk memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa tinggi

atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan suatu lereng tersebut stabil

atau tidak.

18

Page 2: BAB III.docx

Apabila kestabilan lereng dari suatu operasi penambangan meragukan, maka

kestabilannya dapat dinilai dari struktur geologi, kondisi air tanah, teknik

penggalian dan faktor pengontrol lainnya yang terjadi pada suatu lereng tersebut.

Kestabilan lereng pada batuan dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur

batuan, sifat fisik dan mekanik batuan, serta gaya – gaya luar yang bekerja pada

lereng tersebut.

3.1. Dasar – Dasar Kestabilan Lereng

Untuk menganalisis kemantapan lereng terlebih dahulu perlu diketahui

sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan serta sifat fisik dan

mekaniknya. Secara prinsip, pada suatu lereng berlaku dua macam gaya yaitu

gaya penahan dan gaya penggerak. Gaya penahan yaitu gaya yang menahan massa

dari pergerakan, sedangkan gaya penggerak adalah gaya yang menyebabkan

massa bergerak. Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal

istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-

gaya yang menahan massa batuan terhadap gaya – gaya yang menggerakkan

massa batuan atau tanah tersebut. Suatu lereng akan longsor jika gaya

penggeraknya lebih besar dari gaya penahannya. Secara matematis nilai faktor

keamanan ini dirumuskan sebagai berikut :

Faktor keamanan (F) = gaya penahan

gaya penggerak ...........................................3.1)

Keterangan :

• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap atau stabil

• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbang, dan siap untuk longsor

• F < 1,0 : lereng tidak mantap atau stabil

Berdasarkan penelitian dan studi yang telah dilakukan secara menyeluruh

mengenai keruntuhan lereng, maka dalam tulisannya (Zakaria) terdapat tiga

kelompok rentang faktor keamanan (safety factor) ditinjau dari intensitas

kelongsorannya (Bowles, 1989), seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1.

19

Page 3: BAB III.docx

Tabel 3.1. Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor

Nilai Faktor Keamanan Kejadian atau Intensitas Longsor

FK < 1.07 Longsor terjadi biasa/sering (lereng labil)

1.07 < FK < 1.25 Longsor pernah terjadi (lereng kritis)

FK > 1.25 Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)

(sumber : Bowles,1989)

3.2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa kemantapan lereng

adalah sebagai berikut:

3.2.1.Penyebaran Batuan

Penyebaran batuan dari suatu daerah yang ingin diketahui kestabilannya

harus diketahui. Selain penyebarannya juga perlu diketahui macam – macam dari

batuan atau tanah yang ada. Hal ini perlu dilakukan karena terdapat perbedaan

dari sifat fisik maupun mekanik dari batuan yang satu dengan batuan lainnya.

Penyamarataan jenis batuan ini tentu akan sangat mempengaruhi hasil analisis.

Karena pada dasarnya tiap batuan memiliki sifat fisik maupun mekaniknya

sendiri. Adapun sifat fisik dan mekanik yang mempengaruhi kestabilan pada suatu

lereng yaitu:

a. Bobot Isi

Bobot isi ini berhubungan dengan gaya penggerak dari suatu lereng.

Semakin besar bobot isi dari batuan atau maka gaya penggeraknya pun

semakin besar. Sehingga akan menyebabkan kelongsoran jika gaya

penahan yang ada pada lereng tersebut lebih kecil dari gaya

penggeraknya.

b. Porositas

20

Page 4: BAB III.docx

Porositas ini berhubungan dengan kemampuan suatu batuan atau tanah

menyerap air. Jika batuan mempunyai porositas yang besar maka bobot

isi pada batuan tersebut akan semakin besar pula. Dan hal ini akan

menyebabkan kestabilan dari suatu lereng berkurang.

c. Kandungan Air

Kandungan air ini berhubungan dengan tekanan air pori pada suatu

batuan. Jika kandungan airnya besar maka tekanan air porinya pun akan

tinggi. Tekanan air pori ini mempengaruhi kekuatan geser suatu batuan.

Jika tekanan air porinya tinggi, kuat geser batuannya menjadi kecil. Hal

ini menyebabkan kestabilan lereng menjadi berkurang.

d. Kuat Tekan, Kuat Tarik dan Kuat Geser

Kekuatan suatu batuan biasanya dinyatakan dalam kuat tekan (confined

and unconfined compressive strength) untuk mengetahui kemampuan

batuan menahan beban yang berada di atasnya, kuat tarik (tensile

strength) untuk mengetahui kemempuan batuan menerima dan

menampung gaya yang diberikan sehingga diketahui bidang lemah pada

batuan tersebut dan kuat geser (shear strength) untuk mengetahui nilai

kohesi dan sudut geser dalam. Semakin besar kekuatan batuannya maka

lerengnya akan semakin stabil atau mantap.

e. Kohesi dan Sudut Geser Dalam

Nilai kohesi dan sudut geser dalam ini berhubungan dengan kuat geser

suatu batuan. Semakin besar nilai kohesi dan sudut geser dalamnya

semakin besar pula kuat geser suatu batuan, sehingga semakin stabil atau

mantap pula lerengnya.

3.2.2.Relief Permukaan Bumi

Faktor ini mempengaruhi laju erosi dan pengendapan serta juga menentukan

arah aliran air dan air tanah. Hal ini disebabkan untuk suatu daerah yang curam,

kecepatan aliran air permukaan tinggi dan mengakibatkan pengikisan lebih

intensif dibandingkan pada daerah yang landai. Karena erosi yang intensif, banyak

dijumpai singkapan batuan dan ini menyebabkan pelapukan yang lebih cepat.

21

Page 5: BAB III.docx

Batuan yang lapuk mempunyai kekuatan yang rendah sehingga kemantapan

lereng menjadi berkurang.

3.2.3.Geometri Lereng

Geometri lereng disini mencakup tinggi lereng dan sudut kemiringan lereng.

Sudut kemiringan dan tinggi lereng sangat mempengaruhi tingkat kestabilannya.

Lereng yang terlalu tinggi akan mengakibatkan lereng tersebut menjadi tidak

stabil dan cenderung mudah longsor bila dibandingkan dengan lereng yang tidak

terlalu tinggi dengan asumsi bahwa batuan penyusun lereng tersebut adalah sama.

Demikian pula untuk sudut kemiringan lereng. Jika sudut lerengnya besar atau

terjal maka lerengnya menjadi semakin tidak stabil bila dibandingkan dengan

lereng yang memiliki sudut yang lebih kecil atau landai.

3.2.4.Struktur Geologi

Struktur geologi yang mempengaruhi kestabilan lereng disini yaitu sesar,

kekar, bidang perlapisan, perlipatan, bidang ketidakselarasan, dan sebagainya.

Struktur geologi ini merupakan bidang – bidang lemah dalam suatu massa batuan

sekaligus sebagai jalur transportasi air. Oleh karena itulah maka dapat

menurunkan kestabilan suatu lereng.

3.2.5. Iklim

Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi kadar

air dan kejenuhan air serta tingkat pelapukan suatu batuan. Hujan dapat

meningkatkan kadar air dalam tanah dan lebih jauh akan menyebabkan kondisi

fisik tubuh lereng berubah – ubah. Kenaikan kadar air tanah akan mempengaruhi

sifat fisik dan mekanik tanah (mempengaruhi kondisi internal tubuh lereng) dan

menurunkan Faktor Kemanan lereng.

3.2.6.Pengaruh Gaya Luar

22

Page 6: BAB III.docx

Gaya luar dapat mempengaruhi kestabilan suatu lereng. biasanya gaya dari

luar yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng antara lain berupa :

a. Getaran yang diakibatkan oleh gempa maupun getaran – getaran yang

berasal dari sumber yang berada pada area di sekitar lereng tersebut.

Getaran ini misalnya ditimbulkan dari getaran alat – alat berat, getaran

mesin, getaran lalu lintas kendaraan maupun getaran dari aktifitas

peledakan.

b. Penerapan desain lereng yang tidak sesuai dengan rancangan awal.

3.3. Mekanika Dasar Terjadinya Longsoran

Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) suatu massa tanah atau batuan

umumnya mempunyai keseimbangan terhadap gaya – gaya yang timbul dari

dalam dan apabila diakibatkan karena sesuatu sebab adanya pengangkatan,

penggalian, penurunan, penimbunan erosi atau aktifitas lainnya, sehingga

mengalami perubahan keseimbangan maka massa tanah atau batuan tersebut

secara alamiah akan berusaha mencapai suatu keadaan keseimbangan yang baru.

(Sumber : Hoek & Bray, 1981)

Gambar 3.1. Gaya - Gaya yang Bekerja Pada Bidang Miring

Pada gambar memperlihatkan gaya – gaya yang bekerja pada suatu blok

yang berada pada suatu bidang miring yang mempunyai sudut kemiringan sebesar α, maka berdasarkan persamaan hukum kuat geser Mohr-coulomb adalah sebagai

berikut :τ = c + σn tan θ.....................................................................................3.2)

23

Page 7: BAB III.docx

Keterangan :

σn = W cosα

A ........................................................................................3.3)

maka ; τ = c + (W cosα

A) tan θ..............................................................3.4)

Adapun kekuatan geser (R) yang bekerja untuk menahan geseran pada

dasar blok dinotasikan sebagai (R = τ A), dimana akan diperoleh persamaan :

R = c A + W Cos α tan θ.......................................................................3.5)

Dalam keadaan seimbang atau dalam keadaan kritis persamaan (3.5) dapat

digambarkan sebagai berikut :

W sin α = c A + W Cos α tan θ.............................................................3.6)

Bila nilai kohesi (c) = 0, kondisi batas keseimbangan dapat dinyatakan:

α = θ......................................................................................................3.7)

Keterangan :τ = Kekuatan geser (kN / m2)σn = Tegangan normal (kN / m2)

θ = Sudut geser dalam (°)

c = Kohesi (kN / m2)

A = Luas area (m2)

W = Gaya berat blok (gr)

α = Sudut kemiringan bidang (o)

Jadi apabila blok yang berada pada suatu bidang dengan kemiringan sebesar α dalam kondisi kering serta mempunyai nilai kohesi = 0, maka blok dalam

keadaan seimbang apabila α = θ.

Pengaruh keberadaan air pada massa batuan terhadap kestabilan lereng

dapat diandaikan sebuah kaleng yang terisi air pada suatu bidang basah dengan

sudut kemiringan sebesar α (gambar 3.2). Apabila diandaikan berat per unit

volume dari kaleng ditambah air dinotasikan sebagai γt, sementara berat per unit

volume air adalah γw maka w = γt h A dan nilai kohesi = 0, maka air ini dapat

menimbulkan tekanan ke atas sebesar U, sehingga dapat memperkecil tegangan

24

Page 8: BAB III.docx

normal yang bekerja pada bidang luncur ( σn = W Cos α / A ), maka persamaan

(3.5) dapat dijabarkan sebagai berikut :

R = c A + W Cos α tan θ......................................................................3.8)

Sehingga ;

R = c A + (W Cos α – U) tan θ.............................................................3.9)

(Sumber : Bagus Wiyono, 1999)

Gambar 3.2. Pengaruh Air Pada Kaleng.

Besarnya nilai U tergantung ketinggian air dalam kaleng. Pada gambar 3.2

akan terlihat hw = h cos α , dimana h dan hw merupakan ketinggian kaleng dan air

maka

U = γw h cos α A..................................................................................3.10)

U = γ w w cos α A

γ t A..................................................................................3.11)

U = (γw / γt ) W cos α.............................................................................3.12)

Kemudian subtitusikan persamaan 3.11) ke persamaan 3.9) maka akan

diperoleh persamaan kekuatan geser (R) adalah sebagai berikut :

R = c A + ( W cos α - (γw / γt ) . W cos α ) tan θ...............................3.13)

R = c A + W cos α ( 1 - γw / γt ) tan θ....................................................3.14)

25

Page 9: BAB III.docx

Apabila kaleng dalam keadaan kritis, dan mempunyai nilai kohesi = 0, serta

terdapat air pada bidang luncur maka berdasarkan persamaan keseimbangan

hubungan antara sudut geser dalam dengan kemiringan bidang dapat dinyatakan

sebagai berikut :

W sin α = W cos α ( 1 - γw / γt ) tan θ................................................3.15)

tan α = ( 1 - γw / γt ) tan θ.......................................................................3.16)

3.4. Klasifikasi Longsoran Batuan

Menurut Hoek & Bray (1981), kestabilan lereng dapat dianalisis sesuai

dengan jenis longsorannya. Jenis – jenis longsoran yang dapat terjadi adalah :

3.4.1.Longsoran Bidang

Longsoran bidang merupakan suatu longsoran yang terjadi sepanjang

bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa sesar,

rekahan (joint), maupun bidang perlapisan.

Syarat – syarat terjadinya longsoran bidang adalah :

1. Terdapat bidang luncur bebas (daylight), berarti kemiringan bidang

luncur harus lebih kecil daripada kemiringan lereng.

2. Arah bidang luncur sejajar atau mendekati sejajar dengan arah lereng

(maksimum berbeda 20°).

3. Kemiringan bidang luncur lebih besar daripada sudut geser dalam

batuannya.

4. Terdapat bidang bebas (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi

longsoran.

26

Page 10: BAB III.docx

(Sumber : Hoek and Bray, 1981)

Gambar 3.3. Longsoran Bidang.

3.4.2.Longsoran Busur

Longsoran busur merupakan longsoran yang paling umum terjadi di alam,

terutama pada tanah dan batuan yang telah mengalami pelapukan sehingga hampir

meyerupai tanah. Pada batuan yang keras longsoran busur hanya dapat terjadi jika

batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang – bidang

lemah (rekahan) dengan jarak yang sangat rapat kedudukannya.

Pada tanah pola strukturnya tidak menentu sehingga bidang gelincir bebas

terbentuk dengan mencari posisi yang paling kecil hambatannya. Adapun tanda

pertama dari longsoran busur biasanya berupa rekahan tarik di permukaan atas

atau muka lereng, kadang – kadang disertai dengan menurunnya sebagian

permukaan atas lereng yang berada disamping rekahan. Penurunan ini

menandakan adanya gerakan lereng yang pada akhirnya akan terjadi longsoran.

27

Page 11: BAB III.docx

(Sumber : Hoek and Bray, 1981)

Gambar 3.4. Longsor Busur.

3.4.3.Longsoran Baji

Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan apabila terdapat lebih dari

satu bidang lemah yang saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang

lemah tersebut harus lebih besar dari sudut geser dalam batuannya. Bidang lemah

ini dapat berupa sesar, rekahan (joint), maupun bidang perlapisan.

Cara longsoran suatu baji dapat melalui salah satu atau beberapa bidang

lemahnya, ataupun melalui garis perpotongan kedua bidang lemahnya.

Kondisi yang diperlukan untuk terjadinya longsoran baji adalah sebagai berikut :

1. Arah kemajuan garis potong kedua bidang lemah searah dengan

kemiringan lereng

2. Sudut penujaman garis potong (f) harus lebih kecil dari sudut kemiringan

lereng (α) tetapi harus lebih besar dari sudut geser dalam (θ) batuan.

3. Sisi – sisi baji ditentukan oleh muka lereng, permukaan atas lereng dan

bidang lemahnya.

28

Page 12: BAB III.docx

(Sumber : Hoek and Bray, 1981)

Gambar 3.5. Longsor Baji.

3.4.4.Longsoran guling

Longsoran guling terjadi pada lereng terjal untuk batuan yang keras dengan

bidang – bidang lemah tegak atau hampir tegak dan arahnya berlawanan dengan

arah kemiringan lereng. Kondisi untuk menggelincir atau mengguling ditentukan

oleh sudut geser dalam dan kemiringan sudut bidang gelincirnya, suatu balok

dengan tinggi h dan lebar dasar balok b terletak pada bidang miring dengan sudut

kemiringan sebesar α yang disajikan berikut.

(Sumber : Hoek and Bray, 1981)

Gambar 3.6. Longsor Guling.

3.5. Metode Analisis Kestabilan Lereng

29

Page 13: BAB III.docx

Berdasarkan material pembentuknya, lereng dapat dibedakan atas lereng

batuan dan lereng tanah. Disebut batuan apabila material pembentuk lereng

tersebut mempunyai kuat tekan lebih besar dari 1 Mpa sedangkan dikatakan tanah

apabila material pembentuk lereng tersebut mempunyai kuat tekan lebih kecil dari

1 Mpa. Dari perbedaan tersebut maka pendekatan penyelesaian masalah analisa

kestabilan lereng batuan berbeda dengan penyelesaian terhadap lereng tanah / atau

material lepas. Adapun perbedaan yang spesifik adalah :

1. Pada lereng batuan, bidang longsor atau bidang geser dari runtuhan

umumnya mempunyai bentuk bidang (plane failure) sedangkan pada tanah

umumnya membentuk busur (circular) atau (semi circular).

2. Pada lereng batuan, longsoran yang terjadi lebih banyak dipengaruhi oleh

bidang – bidang lemah batuan dan kondisi air tanah yang berhubungan

dengan kekuatan batuan.

3. Pada lereng batuan, bidang longsor atau bidang geser dari runtuhan akan

mempunyai bentuk busur (circular) bila batuannya lapuk dan banyak

mengandung bidang – bidang lemah.

4. Pada lereng tanah, longsoran yang terjadi lebih banyak dipengaruhi oleh

kondisi air tanah, dimana bidang – bidang lemah pada tanah tidak lagi

tampak.

Analisis dengan menggunakan metode kesetimbangan batas yaitu

membagi lereng dalam beberapa irisan (n), kemudian dijabarkan gaya – gaya yang

mempengaruhi irisan tersebut untuk menghitung gaya – gayanya. Metode

kesetimbangan batas yang digunakan disini adalah metode Bishop yang telah

disederhanakan. Metode Bishop salah satu metode analisis yang menggunakan

metode irisan untuk menentukan nilai faktor kestabilan suatu lereng. Dalam

metode ini menggunakan asumsi bahwa gaya normal dan gaya horizontal dinilai

cukup untuk mendefinisikan gaya – gaya antar irisan sehingga gaya geser antar

irisan dapat diabaikan (Bishop, 1955).

Tanah yang berada diatas bidang longsor dibagi dalam beberapa segmen

tegak agar ketidakseragamannya tanah dapat dipertimbangkan. Lebar dari tiap

segmen tidak harus sama. Metode ini mengabaikan gaya geser pada setiap segmen

30

Page 14: BAB III.docx

dan kemudian mengasumsikan suatu gaya normal cukup untuk mendefinisikan

gaya – gaya antara segmen (Bishop, 1955). Gaya normal pada dasar tiap segmen

ditentukan dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah vertikal

Momen penggerak segmen = W.x, dengan W = Berat Segmen. Momen

penggerak seluruhnya diperoleh dengan menjumlahkan momen dari setiap

segmen, yaitu : Momen penggerak seluruhnya = Ʃ W.x

= Ʃ W. R sin α

= R Ʃ W sin α

Faktor keamanan (F) dapat dituliskan sebagai berikut :

FK = R

F p................................................................................................3.17)

F = Gaya Penahan Gaya Penggerak

F = Kekuatan Geser yang adaKekuatan Geser yang diperlukan

(sumber : Bishop, 1955)

Gambar 3.7. Gaya – Gaya yang Bekerja Pada Setiap Segmen (Metode Bishop).

31

Page 15: BAB III.docx

Jika kekuatan geser adalah s, maka kekuatan untuk mempertahankan

kestabilan pada setiap irisan adalah : sF

.

Dan jika gaya pada dasar irisan adalah S, maka S = s.1/F

Sehingga

Momen melawan segmen (S = s.1/F)R

Momen melawan seluruhnya = ƩslF

R

= RF

Ʃ sl

Dengan mempersamakan momen melawan dengan momen penggerak,

maka :

R Ʃ W. Sin α = RF

Ʃ sl .......................................................................3.18)

Sehingga :

F = R Ʃ s . l

R Ʃ W sin α =

Ʃ s . lƩ W sin α

..............................................................3.19)

Nilai F ditentukan pada banyak lingkaran sampai terdapat nilai F yang

terkecil. Lingkaran dengan nilai F terkecil disebut lingkaran kritis. Untuk

menyelesaikan perhitungan s diganti dengan c + (σ – u) tan θ, sehingga :

F = Ʃ ¿¿.................................................................................................3.20)

F = 1

Ʃ W sin α Ʃ ( c.l +(P – u.l ) tan θ...................................................3.21)

Keterangan : P = gaya normal pada dasar segmen yang bersangkutan.

Nilai W, α dan l dapat diperoleh secara langsung untuk setiap segmen, dan

c serta θ dapat ditentukan dari uji laboratorium. Hanya nilai P yang belum

diketahui.

Pada cara Bishop besarnya P diperoleh dengan menguraikan gaya – gaya

lain pada arah vertikal.

( P' tan∅F ) sin α + ( c .l

F ) sin α + P’ cos α + u.l cos α = W + (Xn – Xn+1)

( ( P−u . l ) tan∅F )sin α +( c .l

F )sin α + (P – u.l) cos α + u.l cos α = W + (Xn – Xn+1)

32

Page 16: BAB III.docx

( ( P−u . l ) tan∅F ) sin α + (P – u.l) cos α = W + (Xn – Xn+1) –( c .l

F )sin α – u.l cos α

(P – u.l) = W +( X n−Xn+1 )−l( c

Fsin α+u cos α)

cos α+ tan∅ .sin αF

.............................................3.22)

Pada cara Bishop ini, nilai (Xn - Xn+1) dianggap = 0 sehingga :

(P – u.l) = W−l( c

Fsin α+u cosα)

cosα + tan∅ . sin αF

................................................................3.23)

Jadi :

F = 1

∑ W sin α∑ [c .l+{W−l( c sin α

F+u cosα )

cos α+ tan∅ . tan αF

}tan∅ ]..............................3.24)

F = 1

∑ W sin α∑ [c .l+{ W

cos α−(l .

c tan αF

+l .u)1+ tan∅ . tan α

F}tan∅ ].............................3.25)

F = 1

∑ W sin α∑ [ c . l(1+ tan∅ . tan α

F )+( Wcosα

–c . l tan α

F−l .u) tan∅

1+tan∅ . tan α

F]....3.26)

F =

1

∑ W sin α∑ [ c .

bcosα (1+ tan∅ . tan α

F )+( Wcos α

−cb

cosαtan α

F− b

cos α. c) tan∅

1+tan∅ . tan α

F]

........................................................................................................................3.27)

33

Page 17: BAB III.docx

F = 1

∑ W sin α∑ [ {c .b(1+ tan∅ . tan α

F )+(W −c . btan α

F– b . u) tan∅}sec α

1+ tan∅ . tan αF

]........................................................................................................................3.28)

F = 1

∑ W sin α∑ [ {c .b(1+ tan∅ . tan α

F–

tan∅ . tan αF )+(W−b .u ) tan∅}sec α

1+ tan∅ . tan αF

]........................................................................................................................3.29)

Jadi :

F = 1

∑ W sin α∑ [ {c .b+(W−b .u ) tan∅ }sec α

1+tan∅ . tan α

F ]..........................................3.30)

Dalam metode Bishop, besaran faktor keamanan pada persamaan terdapat

pada kedua sisi, maka harus diselesaikan dengan trial dan error. Bila terdapat

muka air sebagian pada lereng maka persamaan diatas nilai W dijumlahkan

menjadi W1 dan W2 dimana W1 adalah berat total segmen tanah di atas muka air

(menggunakan γ ) dan W2 adalah berat total segmen tanah di bawahnya

(menggunakan γ w).

3.5.1. Perhitungan Faktor Keamanan

Untuk menghitung nilai faktor keamanan lereng yang akan di analisis

kestabilanya yaitu menggunakan Software Slide Versi 5.0, dengan menggunakan

metode Bishop yang disederhanakan. Dalam menganalisis lereng terlebih dahulu

harus mempersiapkan beberapa hal yaitu :

1. Mempersiapkan sayatan lereng yang akan dianalisis dari desain pit

yang sudah ada dengan Software Autocad.

2. Menentukan koordinat batas perlapisan.

3. Mempersiapkan data sifat fisik dan sifat mekanik dari tanah.

4. Menentukan tinggi muka air tanah untuk tiap sayatan.

34

Page 18: BAB III.docx

Apabila beberapa hal di atas telah dipersiapkan maka langkah selanjutnya

adalah menjalankan Software Slide Versi 5.0.

3.5.1.1. Langkah – Langkah dalam Menjalankan Software Slide versi 5.0

Tahapan penggunaan program Slide versi 5.0 adalah membuat profil lereng

yang akan dianalisis secara dua dimensi. Adapun langkah – langkah dalam

penggunaan program Slide versi 5.0 secara garis besar adalah dibagi menjadi 3,

yaitu data masukan, proses data dan hasil keluaran data.

Langkah – langkah dalam menjalankan Software Slide Versi 5.0. dapat

dilihat pada (Gambar 3.9) dan untuk penjelasan dari langkah – langkah dalam

menjalankan Software Slide versi 5.0 sebagai berikut :

3.5.1.1.1. Data Masukan

1. Menginput model lereng dua dimensi yang sudah dibuat dengan

menggunakan program Autocad yang disimpan dalam format dxf.

2. Menentukan batas material dengan cara material boundary yang ada pada

menu program.

3. Menentukan batas muka air tanah dengan cara water table dalam menu

program boundary.

4. Membuat project title, menentukan failure direction sesuai bentuk desain,

dan menentukan metode yang digunakan dalam analisis pada menu

analysis pada menu program.

5. Memasukkan data sifat fisik dan sifat mekanik pada kolom material yang

ada pada define materials.

6. Memasukkan grid pada analisa layer yang ada.

7. Melakukan compute data dan melihat hasil keluaran data dengan

melakukan interperet.

Penjelasan di atas adalah bagaimana dalam menjalankan Software Slide

versi 5.0, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran I.

3.5.1.1.2. Proses Data

35

Page 19: BAB III.docx

Proses data merupakan tahapan perhitungan faktor keamanan berdasarkan

metode Bishop Simplified dengan menggunakan Software Slide versi 5.0. Metode

ini digunakan karena pada daerah penelitian memiliki banyak bidang lemah

berupa rekahan – rekahan yang rapat sehingga dapat menimbulkan longsoran

busur seperti yang terdapat pada lokasi penelitian.

Gambar 3.8. Proses Perhitungan Nilai Faktor Keamanan dengan Menggunakan Software Slide dengan Metode Bishop Simplified.

3.5.1.1.3. Hasil Keluaran Proses Data

Hasil keluaran proses data menghasilkan model lereng lengkap dengan nilai

faktor keamanan dari hasil perhitungan dan pengukuran parameter yang

dimasukkan dalam analisis.

36

Page 20: BAB III.docx

Gambar 3.9. Hasil Keluaran Proses Perhitungan Nilai Faktor Keamanan dengan menggunakan Software Slide.

37

Mulai

Import Data Memasukkan Model ke Dalam Slide

Import Data External Boundary Import Data Material boundary

Page 21: BAB III.docx

Gambar 3.10. Langkah – Langkah dalam Menjalankan Software Slide Versi 5.0.

3.6. Teknik Stabilisasi Lereng

Teknik stabilisasi lereng yang digunakan untuk mencapai suatu kestabilan

lereng antara lain sebagai berikut :

3.6.1.Grading

38

Analysis Setting/ Project Setting Memberi Nama untuk Project Title. Menentukan Metode Yang digunakan. Menetukan Pengaturan Groundwater

Boundaries Menentukan Water Table. Menetukan Material tiap – tiap Seam

Lithology batuan

Define Material PropertiesMemasukkan Properties dari setiap Seam Lithology batuan.

LoadMemasukkan Data Seismic

GridMemasukkan Nilai Grid

Out putFaktor Keamanan dan Model

Finish

Page 22: BAB III.docx

Pembentukan lereng batuan kedalam bentuk yang lebih stabil. Hal ini

termasuk pelandaian lereng atau desain permukaan lereng kedalam bentuk yang

lebih alami, pembuatan jenjang untuk menghalangi runtuhnya material,

penggalian lereng untuk menyatukan dip dari lapisan batuan sedimen yang tipis

dan pahatan / ukiran batuan. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan, yaitu :

1. Serrating

Kegiatan ini meliputi pemotongan lereng menjadi kecil, umumnya

dilakukan pada material tanah, batuan lapuk, dan material – material lepas

yang dapat digali tanpa alat mekanis. Lereng ini biasanya disiapkan untuk

penanaman tumbuhan kembali, hal yang paling penting dipertimbangkan

adalah air jangan sampai menggenang di satu bench.

2. Benching

Pembuatan jenjang-jenjang dengan konfigurasi tertentu, hal ini dapat

dilakukan dengan pemotongan lereng untuk kepentingan penambangan

dan teknik sipil. Tinggi jenjang bervariasi antara 10 - 30 meter dengan

lebar jenjang dari beberapa meter hingga 30 m.

3. Penyesuaian Kemiringan Lapangan

Pada batuan berlapis, dapat dilakukan pemotongan lereng yang

disesuaikan dengan kemiringan lapisan, menjadi metode yang efektif

untuk mencapai kestabilan. Pada lapisan dengan kemiringan besar kadang

perlu diberi penguat seperti rock bolt dan cable bolt.

4. Rock Sculpting

Suatu teknik yang digunakan para pekerja dibeberapa operasi tambang

untuk melakukan reklamasi akhir dan peningkatan kestabilan pada dinding

highwall. Umumnya dapat diterapkan untuk dinding akhir dengan

membentuknya menjadi bentuk yang lebih estetis (rapi), namun pada

pengerjaannya membutuhkan ketelitian dan biaya yang lebih mahal.

3.6.2.Pengendalian Air

Tekanan air dapat mengurangi kestabilan suatu lereng, namun pembuatan

penyaliran (drainage) dari suatu lereng merupakan metode yang efektif dalam

39

Page 23: BAB III.docx

menambah kestabilan. Air dalam lereng dapat datang dari dua sumber utama,

yaitu air permukaan dan air bawah tanah.

1. Pengendalian air permukaan

Air harus dicegah dari masuknya kedalam rekahan – rekahan yang ada

pada bagian atas lereng, hal ini dapat mengakibatkan keadaan yang tidak

stabil. Air permukaan dapat dikendalikan melalui suatu kombinasi dari

pembentukan topografi dan pengendalian struktur air limpasan (run off).

Pembentukan / perubahan topografi digunakan untuk tingkatan dan arah

dari aliran air permukaan dengan menggerakkan tinggi, panjang dan

bentuk dari lereng, metode lain yaitu meratakan tinggi dari lereng untuk

mendorong air limpasan agar tidak memasuki area penambangan.

2. Pengendalian air bawah tanah

Tujuan dari penyaliran di bawah permukaan tanah (pengendalian air

bawah tanah) untuk menurunkan permukaan air tanah oleh karena itu

tekanan air ke suatu tingkatan di bawah permukaan yang berpotensi

longsor. Mengendalikan air bawah tanah adalah satu hal yang efektif

untuk meningkatkan kestabilan dari suatu lereng, metode – metode

penyaliran bawah tanah termasuk lubang saluran, sumur – sumur pompa

dan lubang satuan.

Dalam penerapan ilmu geoteknik terutama dalam analisa suatu kestabilan

lereng, perlu diketahui keadaan air yang ada pada daerah yang akan dianalisa

kestabilannya. Berikut merupakan instrument geotech yang digunakan utuk

memantau muka air tanah.

1. Piezometer adalah salah satu instrument monitoring geoteknik yang

berfungsi untuk mengetahui fluktuasi muka air tanah. Untuk mengukur

elevasi air tanah pada Piezometer dibantu dengan suatu alat yaitu Water

level device. Water level device ini dimasukkan ke dalam Piezometer dan

ketika alat ini menyentuh air akan berbunyi karena alat ini dilengkapi sensor

dan alarm.

40

Page 24: BAB III.docx

Gambar 3.11. Water Level Device

41