bab iii.docx
TRANSCRIPT
BAB III
DASAR TEORI
Geoteknik adalah bidang rekayasa kebumian yang berkonsentrasi pada
aplikasi teknologi teknik sipil untuk konstruksi yang melibatkan material alam
yang terdapat pada permukaan bumi.
Aplikasi geoteknik pada penambangan bahan galian adalah menentukan
bagaimana cara merancang suatu bentang alam serta baik bagi kelangsungan
kegiatan penambangan tersebut. Aplikasi geoteknik melibatkan disiplin ilmu
mekanika tanah, mekanika batuan, geologi, hidrologi dan hidrogeologi.
Mekanika tanah adalah cabang ilmu rekayasa geoteknik yang mengkaji
aspek mekanika dan sifat – sifat tanah, sedangkan mekanika batuan yang
mengkaji aspek mekanika dan sifat – sifat serta perilaku massa batuan. Secara
umum geologi adalah ilmu yang mempelajari planet bumi termasuk komposisi,
keterbentukannya, dan sejarahnya. Hidrologi dan hidrogeologi merupakan disiplin
ilmu yang mempelajari tentang kondisi air pada atau dibawah permukaan bumi.
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah
longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun
lereng.
Kestabilan dari suatu jenjang individual dikontrol oleh kondisi geologi
setempat, teknik penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng, kondisi air
tanah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada daerah tersebut. Faktor
pengontrol ini jelas berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat
penting untuk memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa tinggi
atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan suatu lereng tersebut stabil
atau tidak.
18
Apabila kestabilan lereng dari suatu operasi penambangan meragukan, maka
kestabilannya dapat dinilai dari struktur geologi, kondisi air tanah, teknik
penggalian dan faktor pengontrol lainnya yang terjadi pada suatu lereng tersebut.
Kestabilan lereng pada batuan dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur
batuan, sifat fisik dan mekanik batuan, serta gaya – gaya luar yang bekerja pada
lereng tersebut.
3.1. Dasar – Dasar Kestabilan Lereng
Untuk menganalisis kemantapan lereng terlebih dahulu perlu diketahui
sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan serta sifat fisik dan
mekaniknya. Secara prinsip, pada suatu lereng berlaku dua macam gaya yaitu
gaya penahan dan gaya penggerak. Gaya penahan yaitu gaya yang menahan massa
dari pergerakan, sedangkan gaya penggerak adalah gaya yang menyebabkan
massa bergerak. Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal
istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-
gaya yang menahan massa batuan terhadap gaya – gaya yang menggerakkan
massa batuan atau tanah tersebut. Suatu lereng akan longsor jika gaya
penggeraknya lebih besar dari gaya penahannya. Secara matematis nilai faktor
keamanan ini dirumuskan sebagai berikut :
Faktor keamanan (F) = gaya penahan
gaya penggerak ...........................................3.1)
Keterangan :
• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap atau stabil
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbang, dan siap untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap atau stabil
Berdasarkan penelitian dan studi yang telah dilakukan secara menyeluruh
mengenai keruntuhan lereng, maka dalam tulisannya (Zakaria) terdapat tiga
kelompok rentang faktor keamanan (safety factor) ditinjau dari intensitas
kelongsorannya (Bowles, 1989), seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1.
19
Tabel 3.1. Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor
Nilai Faktor Keamanan Kejadian atau Intensitas Longsor
FK < 1.07 Longsor terjadi biasa/sering (lereng labil)
1.07 < FK < 1.25 Longsor pernah terjadi (lereng kritis)
FK > 1.25 Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)
(sumber : Bowles,1989)
3.2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa kemantapan lereng
adalah sebagai berikut:
3.2.1.Penyebaran Batuan
Penyebaran batuan dari suatu daerah yang ingin diketahui kestabilannya
harus diketahui. Selain penyebarannya juga perlu diketahui macam – macam dari
batuan atau tanah yang ada. Hal ini perlu dilakukan karena terdapat perbedaan
dari sifat fisik maupun mekanik dari batuan yang satu dengan batuan lainnya.
Penyamarataan jenis batuan ini tentu akan sangat mempengaruhi hasil analisis.
Karena pada dasarnya tiap batuan memiliki sifat fisik maupun mekaniknya
sendiri. Adapun sifat fisik dan mekanik yang mempengaruhi kestabilan pada suatu
lereng yaitu:
a. Bobot Isi
Bobot isi ini berhubungan dengan gaya penggerak dari suatu lereng.
Semakin besar bobot isi dari batuan atau maka gaya penggeraknya pun
semakin besar. Sehingga akan menyebabkan kelongsoran jika gaya
penahan yang ada pada lereng tersebut lebih kecil dari gaya
penggeraknya.
b. Porositas
20
Porositas ini berhubungan dengan kemampuan suatu batuan atau tanah
menyerap air. Jika batuan mempunyai porositas yang besar maka bobot
isi pada batuan tersebut akan semakin besar pula. Dan hal ini akan
menyebabkan kestabilan dari suatu lereng berkurang.
c. Kandungan Air
Kandungan air ini berhubungan dengan tekanan air pori pada suatu
batuan. Jika kandungan airnya besar maka tekanan air porinya pun akan
tinggi. Tekanan air pori ini mempengaruhi kekuatan geser suatu batuan.
Jika tekanan air porinya tinggi, kuat geser batuannya menjadi kecil. Hal
ini menyebabkan kestabilan lereng menjadi berkurang.
d. Kuat Tekan, Kuat Tarik dan Kuat Geser
Kekuatan suatu batuan biasanya dinyatakan dalam kuat tekan (confined
and unconfined compressive strength) untuk mengetahui kemampuan
batuan menahan beban yang berada di atasnya, kuat tarik (tensile
strength) untuk mengetahui kemempuan batuan menerima dan
menampung gaya yang diberikan sehingga diketahui bidang lemah pada
batuan tersebut dan kuat geser (shear strength) untuk mengetahui nilai
kohesi dan sudut geser dalam. Semakin besar kekuatan batuannya maka
lerengnya akan semakin stabil atau mantap.
e. Kohesi dan Sudut Geser Dalam
Nilai kohesi dan sudut geser dalam ini berhubungan dengan kuat geser
suatu batuan. Semakin besar nilai kohesi dan sudut geser dalamnya
semakin besar pula kuat geser suatu batuan, sehingga semakin stabil atau
mantap pula lerengnya.
3.2.2.Relief Permukaan Bumi
Faktor ini mempengaruhi laju erosi dan pengendapan serta juga menentukan
arah aliran air dan air tanah. Hal ini disebabkan untuk suatu daerah yang curam,
kecepatan aliran air permukaan tinggi dan mengakibatkan pengikisan lebih
intensif dibandingkan pada daerah yang landai. Karena erosi yang intensif, banyak
dijumpai singkapan batuan dan ini menyebabkan pelapukan yang lebih cepat.
21
Batuan yang lapuk mempunyai kekuatan yang rendah sehingga kemantapan
lereng menjadi berkurang.
3.2.3.Geometri Lereng
Geometri lereng disini mencakup tinggi lereng dan sudut kemiringan lereng.
Sudut kemiringan dan tinggi lereng sangat mempengaruhi tingkat kestabilannya.
Lereng yang terlalu tinggi akan mengakibatkan lereng tersebut menjadi tidak
stabil dan cenderung mudah longsor bila dibandingkan dengan lereng yang tidak
terlalu tinggi dengan asumsi bahwa batuan penyusun lereng tersebut adalah sama.
Demikian pula untuk sudut kemiringan lereng. Jika sudut lerengnya besar atau
terjal maka lerengnya menjadi semakin tidak stabil bila dibandingkan dengan
lereng yang memiliki sudut yang lebih kecil atau landai.
3.2.4.Struktur Geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kestabilan lereng disini yaitu sesar,
kekar, bidang perlapisan, perlipatan, bidang ketidakselarasan, dan sebagainya.
Struktur geologi ini merupakan bidang – bidang lemah dalam suatu massa batuan
sekaligus sebagai jalur transportasi air. Oleh karena itulah maka dapat
menurunkan kestabilan suatu lereng.
3.2.5. Iklim
Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi kadar
air dan kejenuhan air serta tingkat pelapukan suatu batuan. Hujan dapat
meningkatkan kadar air dalam tanah dan lebih jauh akan menyebabkan kondisi
fisik tubuh lereng berubah – ubah. Kenaikan kadar air tanah akan mempengaruhi
sifat fisik dan mekanik tanah (mempengaruhi kondisi internal tubuh lereng) dan
menurunkan Faktor Kemanan lereng.
3.2.6.Pengaruh Gaya Luar
22
Gaya luar dapat mempengaruhi kestabilan suatu lereng. biasanya gaya dari
luar yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng antara lain berupa :
a. Getaran yang diakibatkan oleh gempa maupun getaran – getaran yang
berasal dari sumber yang berada pada area di sekitar lereng tersebut.
Getaran ini misalnya ditimbulkan dari getaran alat – alat berat, getaran
mesin, getaran lalu lintas kendaraan maupun getaran dari aktifitas
peledakan.
b. Penerapan desain lereng yang tidak sesuai dengan rancangan awal.
3.3. Mekanika Dasar Terjadinya Longsoran
Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) suatu massa tanah atau batuan
umumnya mempunyai keseimbangan terhadap gaya – gaya yang timbul dari
dalam dan apabila diakibatkan karena sesuatu sebab adanya pengangkatan,
penggalian, penurunan, penimbunan erosi atau aktifitas lainnya, sehingga
mengalami perubahan keseimbangan maka massa tanah atau batuan tersebut
secara alamiah akan berusaha mencapai suatu keadaan keseimbangan yang baru.
(Sumber : Hoek & Bray, 1981)
Gambar 3.1. Gaya - Gaya yang Bekerja Pada Bidang Miring
Pada gambar memperlihatkan gaya – gaya yang bekerja pada suatu blok
yang berada pada suatu bidang miring yang mempunyai sudut kemiringan sebesar α, maka berdasarkan persamaan hukum kuat geser Mohr-coulomb adalah sebagai
berikut :τ = c + σn tan θ.....................................................................................3.2)
23
Keterangan :
σn = W cosα
A ........................................................................................3.3)
maka ; τ = c + (W cosα
A) tan θ..............................................................3.4)
Adapun kekuatan geser (R) yang bekerja untuk menahan geseran pada
dasar blok dinotasikan sebagai (R = τ A), dimana akan diperoleh persamaan :
R = c A + W Cos α tan θ.......................................................................3.5)
Dalam keadaan seimbang atau dalam keadaan kritis persamaan (3.5) dapat
digambarkan sebagai berikut :
W sin α = c A + W Cos α tan θ.............................................................3.6)
Bila nilai kohesi (c) = 0, kondisi batas keseimbangan dapat dinyatakan:
α = θ......................................................................................................3.7)
Keterangan :τ = Kekuatan geser (kN / m2)σn = Tegangan normal (kN / m2)
θ = Sudut geser dalam (°)
c = Kohesi (kN / m2)
A = Luas area (m2)
W = Gaya berat blok (gr)
α = Sudut kemiringan bidang (o)
Jadi apabila blok yang berada pada suatu bidang dengan kemiringan sebesar α dalam kondisi kering serta mempunyai nilai kohesi = 0, maka blok dalam
keadaan seimbang apabila α = θ.
Pengaruh keberadaan air pada massa batuan terhadap kestabilan lereng
dapat diandaikan sebuah kaleng yang terisi air pada suatu bidang basah dengan
sudut kemiringan sebesar α (gambar 3.2). Apabila diandaikan berat per unit
volume dari kaleng ditambah air dinotasikan sebagai γt, sementara berat per unit
volume air adalah γw maka w = γt h A dan nilai kohesi = 0, maka air ini dapat
menimbulkan tekanan ke atas sebesar U, sehingga dapat memperkecil tegangan
24
normal yang bekerja pada bidang luncur ( σn = W Cos α / A ), maka persamaan
(3.5) dapat dijabarkan sebagai berikut :
R = c A + W Cos α tan θ......................................................................3.8)
Sehingga ;
R = c A + (W Cos α – U) tan θ.............................................................3.9)
(Sumber : Bagus Wiyono, 1999)
Gambar 3.2. Pengaruh Air Pada Kaleng.
Besarnya nilai U tergantung ketinggian air dalam kaleng. Pada gambar 3.2
akan terlihat hw = h cos α , dimana h dan hw merupakan ketinggian kaleng dan air
maka
U = γw h cos α A..................................................................................3.10)
U = γ w w cos α A
γ t A..................................................................................3.11)
U = (γw / γt ) W cos α.............................................................................3.12)
Kemudian subtitusikan persamaan 3.11) ke persamaan 3.9) maka akan
diperoleh persamaan kekuatan geser (R) adalah sebagai berikut :
R = c A + ( W cos α - (γw / γt ) . W cos α ) tan θ...............................3.13)
R = c A + W cos α ( 1 - γw / γt ) tan θ....................................................3.14)
25
Apabila kaleng dalam keadaan kritis, dan mempunyai nilai kohesi = 0, serta
terdapat air pada bidang luncur maka berdasarkan persamaan keseimbangan
hubungan antara sudut geser dalam dengan kemiringan bidang dapat dinyatakan
sebagai berikut :
W sin α = W cos α ( 1 - γw / γt ) tan θ................................................3.15)
tan α = ( 1 - γw / γt ) tan θ.......................................................................3.16)
3.4. Klasifikasi Longsoran Batuan
Menurut Hoek & Bray (1981), kestabilan lereng dapat dianalisis sesuai
dengan jenis longsorannya. Jenis – jenis longsoran yang dapat terjadi adalah :
3.4.1.Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran yang terjadi sepanjang
bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa sesar,
rekahan (joint), maupun bidang perlapisan.
Syarat – syarat terjadinya longsoran bidang adalah :
1. Terdapat bidang luncur bebas (daylight), berarti kemiringan bidang
luncur harus lebih kecil daripada kemiringan lereng.
2. Arah bidang luncur sejajar atau mendekati sejajar dengan arah lereng
(maksimum berbeda 20°).
3. Kemiringan bidang luncur lebih besar daripada sudut geser dalam
batuannya.
4. Terdapat bidang bebas (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi
longsoran.
26
(Sumber : Hoek and Bray, 1981)
Gambar 3.3. Longsoran Bidang.
3.4.2.Longsoran Busur
Longsoran busur merupakan longsoran yang paling umum terjadi di alam,
terutama pada tanah dan batuan yang telah mengalami pelapukan sehingga hampir
meyerupai tanah. Pada batuan yang keras longsoran busur hanya dapat terjadi jika
batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang – bidang
lemah (rekahan) dengan jarak yang sangat rapat kedudukannya.
Pada tanah pola strukturnya tidak menentu sehingga bidang gelincir bebas
terbentuk dengan mencari posisi yang paling kecil hambatannya. Adapun tanda
pertama dari longsoran busur biasanya berupa rekahan tarik di permukaan atas
atau muka lereng, kadang – kadang disertai dengan menurunnya sebagian
permukaan atas lereng yang berada disamping rekahan. Penurunan ini
menandakan adanya gerakan lereng yang pada akhirnya akan terjadi longsoran.
27
(Sumber : Hoek and Bray, 1981)
Gambar 3.4. Longsor Busur.
3.4.3.Longsoran Baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan apabila terdapat lebih dari
satu bidang lemah yang saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang
lemah tersebut harus lebih besar dari sudut geser dalam batuannya. Bidang lemah
ini dapat berupa sesar, rekahan (joint), maupun bidang perlapisan.
Cara longsoran suatu baji dapat melalui salah satu atau beberapa bidang
lemahnya, ataupun melalui garis perpotongan kedua bidang lemahnya.
Kondisi yang diperlukan untuk terjadinya longsoran baji adalah sebagai berikut :
1. Arah kemajuan garis potong kedua bidang lemah searah dengan
kemiringan lereng
2. Sudut penujaman garis potong (f) harus lebih kecil dari sudut kemiringan
lereng (α) tetapi harus lebih besar dari sudut geser dalam (θ) batuan.
3. Sisi – sisi baji ditentukan oleh muka lereng, permukaan atas lereng dan
bidang lemahnya.
28
(Sumber : Hoek and Bray, 1981)
Gambar 3.5. Longsor Baji.
3.4.4.Longsoran guling
Longsoran guling terjadi pada lereng terjal untuk batuan yang keras dengan
bidang – bidang lemah tegak atau hampir tegak dan arahnya berlawanan dengan
arah kemiringan lereng. Kondisi untuk menggelincir atau mengguling ditentukan
oleh sudut geser dalam dan kemiringan sudut bidang gelincirnya, suatu balok
dengan tinggi h dan lebar dasar balok b terletak pada bidang miring dengan sudut
kemiringan sebesar α yang disajikan berikut.
(Sumber : Hoek and Bray, 1981)
Gambar 3.6. Longsor Guling.
3.5. Metode Analisis Kestabilan Lereng
29
Berdasarkan material pembentuknya, lereng dapat dibedakan atas lereng
batuan dan lereng tanah. Disebut batuan apabila material pembentuk lereng
tersebut mempunyai kuat tekan lebih besar dari 1 Mpa sedangkan dikatakan tanah
apabila material pembentuk lereng tersebut mempunyai kuat tekan lebih kecil dari
1 Mpa. Dari perbedaan tersebut maka pendekatan penyelesaian masalah analisa
kestabilan lereng batuan berbeda dengan penyelesaian terhadap lereng tanah / atau
material lepas. Adapun perbedaan yang spesifik adalah :
1. Pada lereng batuan, bidang longsor atau bidang geser dari runtuhan
umumnya mempunyai bentuk bidang (plane failure) sedangkan pada tanah
umumnya membentuk busur (circular) atau (semi circular).
2. Pada lereng batuan, longsoran yang terjadi lebih banyak dipengaruhi oleh
bidang – bidang lemah batuan dan kondisi air tanah yang berhubungan
dengan kekuatan batuan.
3. Pada lereng batuan, bidang longsor atau bidang geser dari runtuhan akan
mempunyai bentuk busur (circular) bila batuannya lapuk dan banyak
mengandung bidang – bidang lemah.
4. Pada lereng tanah, longsoran yang terjadi lebih banyak dipengaruhi oleh
kondisi air tanah, dimana bidang – bidang lemah pada tanah tidak lagi
tampak.
Analisis dengan menggunakan metode kesetimbangan batas yaitu
membagi lereng dalam beberapa irisan (n), kemudian dijabarkan gaya – gaya yang
mempengaruhi irisan tersebut untuk menghitung gaya – gayanya. Metode
kesetimbangan batas yang digunakan disini adalah metode Bishop yang telah
disederhanakan. Metode Bishop salah satu metode analisis yang menggunakan
metode irisan untuk menentukan nilai faktor kestabilan suatu lereng. Dalam
metode ini menggunakan asumsi bahwa gaya normal dan gaya horizontal dinilai
cukup untuk mendefinisikan gaya – gaya antar irisan sehingga gaya geser antar
irisan dapat diabaikan (Bishop, 1955).
Tanah yang berada diatas bidang longsor dibagi dalam beberapa segmen
tegak agar ketidakseragamannya tanah dapat dipertimbangkan. Lebar dari tiap
segmen tidak harus sama. Metode ini mengabaikan gaya geser pada setiap segmen
30
dan kemudian mengasumsikan suatu gaya normal cukup untuk mendefinisikan
gaya – gaya antara segmen (Bishop, 1955). Gaya normal pada dasar tiap segmen
ditentukan dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah vertikal
Momen penggerak segmen = W.x, dengan W = Berat Segmen. Momen
penggerak seluruhnya diperoleh dengan menjumlahkan momen dari setiap
segmen, yaitu : Momen penggerak seluruhnya = Ʃ W.x
= Ʃ W. R sin α
= R Ʃ W sin α
Faktor keamanan (F) dapat dituliskan sebagai berikut :
FK = R
F p................................................................................................3.17)
F = Gaya Penahan Gaya Penggerak
F = Kekuatan Geser yang adaKekuatan Geser yang diperlukan
(sumber : Bishop, 1955)
Gambar 3.7. Gaya – Gaya yang Bekerja Pada Setiap Segmen (Metode Bishop).
31
Jika kekuatan geser adalah s, maka kekuatan untuk mempertahankan
kestabilan pada setiap irisan adalah : sF
.
Dan jika gaya pada dasar irisan adalah S, maka S = s.1/F
Sehingga
Momen melawan segmen (S = s.1/F)R
Momen melawan seluruhnya = ƩslF
R
= RF
Ʃ sl
Dengan mempersamakan momen melawan dengan momen penggerak,
maka :
R Ʃ W. Sin α = RF
Ʃ sl .......................................................................3.18)
Sehingga :
F = R Ʃ s . l
R Ʃ W sin α =
Ʃ s . lƩ W sin α
..............................................................3.19)
Nilai F ditentukan pada banyak lingkaran sampai terdapat nilai F yang
terkecil. Lingkaran dengan nilai F terkecil disebut lingkaran kritis. Untuk
menyelesaikan perhitungan s diganti dengan c + (σ – u) tan θ, sehingga :
F = Ʃ ¿¿.................................................................................................3.20)
F = 1
Ʃ W sin α Ʃ ( c.l +(P – u.l ) tan θ...................................................3.21)
Keterangan : P = gaya normal pada dasar segmen yang bersangkutan.
Nilai W, α dan l dapat diperoleh secara langsung untuk setiap segmen, dan
c serta θ dapat ditentukan dari uji laboratorium. Hanya nilai P yang belum
diketahui.
Pada cara Bishop besarnya P diperoleh dengan menguraikan gaya – gaya
lain pada arah vertikal.
( P' tan∅F ) sin α + ( c .l
F ) sin α + P’ cos α + u.l cos α = W + (Xn – Xn+1)
( ( P−u . l ) tan∅F )sin α +( c .l
F )sin α + (P – u.l) cos α + u.l cos α = W + (Xn – Xn+1)
32
( ( P−u . l ) tan∅F ) sin α + (P – u.l) cos α = W + (Xn – Xn+1) –( c .l
F )sin α – u.l cos α
(P – u.l) = W +( X n−Xn+1 )−l( c
Fsin α+u cos α)
cos α+ tan∅ .sin αF
.............................................3.22)
Pada cara Bishop ini, nilai (Xn - Xn+1) dianggap = 0 sehingga :
(P – u.l) = W−l( c
Fsin α+u cosα)
cosα + tan∅ . sin αF
................................................................3.23)
Jadi :
F = 1
∑ W sin α∑ [c .l+{W−l( c sin α
F+u cosα )
cos α+ tan∅ . tan αF
}tan∅ ]..............................3.24)
F = 1
∑ W sin α∑ [c .l+{ W
cos α−(l .
c tan αF
+l .u)1+ tan∅ . tan α
F}tan∅ ].............................3.25)
F = 1
∑ W sin α∑ [ c . l(1+ tan∅ . tan α
F )+( Wcosα
–c . l tan α
F−l .u) tan∅
1+tan∅ . tan α
F]....3.26)
F =
1
∑ W sin α∑ [ c .
bcosα (1+ tan∅ . tan α
F )+( Wcos α
−cb
cosαtan α
F− b
cos α. c) tan∅
1+tan∅ . tan α
F]
........................................................................................................................3.27)
33
F = 1
∑ W sin α∑ [ {c .b(1+ tan∅ . tan α
F )+(W −c . btan α
F– b . u) tan∅}sec α
1+ tan∅ . tan αF
]........................................................................................................................3.28)
F = 1
∑ W sin α∑ [ {c .b(1+ tan∅ . tan α
F–
tan∅ . tan αF )+(W−b .u ) tan∅}sec α
1+ tan∅ . tan αF
]........................................................................................................................3.29)
Jadi :
F = 1
∑ W sin α∑ [ {c .b+(W−b .u ) tan∅ }sec α
1+tan∅ . tan α
F ]..........................................3.30)
Dalam metode Bishop, besaran faktor keamanan pada persamaan terdapat
pada kedua sisi, maka harus diselesaikan dengan trial dan error. Bila terdapat
muka air sebagian pada lereng maka persamaan diatas nilai W dijumlahkan
menjadi W1 dan W2 dimana W1 adalah berat total segmen tanah di atas muka air
(menggunakan γ ) dan W2 adalah berat total segmen tanah di bawahnya
(menggunakan γ w).
3.5.1. Perhitungan Faktor Keamanan
Untuk menghitung nilai faktor keamanan lereng yang akan di analisis
kestabilanya yaitu menggunakan Software Slide Versi 5.0, dengan menggunakan
metode Bishop yang disederhanakan. Dalam menganalisis lereng terlebih dahulu
harus mempersiapkan beberapa hal yaitu :
1. Mempersiapkan sayatan lereng yang akan dianalisis dari desain pit
yang sudah ada dengan Software Autocad.
2. Menentukan koordinat batas perlapisan.
3. Mempersiapkan data sifat fisik dan sifat mekanik dari tanah.
4. Menentukan tinggi muka air tanah untuk tiap sayatan.
34
Apabila beberapa hal di atas telah dipersiapkan maka langkah selanjutnya
adalah menjalankan Software Slide Versi 5.0.
3.5.1.1. Langkah – Langkah dalam Menjalankan Software Slide versi 5.0
Tahapan penggunaan program Slide versi 5.0 adalah membuat profil lereng
yang akan dianalisis secara dua dimensi. Adapun langkah – langkah dalam
penggunaan program Slide versi 5.0 secara garis besar adalah dibagi menjadi 3,
yaitu data masukan, proses data dan hasil keluaran data.
Langkah – langkah dalam menjalankan Software Slide Versi 5.0. dapat
dilihat pada (Gambar 3.9) dan untuk penjelasan dari langkah – langkah dalam
menjalankan Software Slide versi 5.0 sebagai berikut :
3.5.1.1.1. Data Masukan
1. Menginput model lereng dua dimensi yang sudah dibuat dengan
menggunakan program Autocad yang disimpan dalam format dxf.
2. Menentukan batas material dengan cara material boundary yang ada pada
menu program.
3. Menentukan batas muka air tanah dengan cara water table dalam menu
program boundary.
4. Membuat project title, menentukan failure direction sesuai bentuk desain,
dan menentukan metode yang digunakan dalam analisis pada menu
analysis pada menu program.
5. Memasukkan data sifat fisik dan sifat mekanik pada kolom material yang
ada pada define materials.
6. Memasukkan grid pada analisa layer yang ada.
7. Melakukan compute data dan melihat hasil keluaran data dengan
melakukan interperet.
Penjelasan di atas adalah bagaimana dalam menjalankan Software Slide
versi 5.0, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran I.
3.5.1.1.2. Proses Data
35
Proses data merupakan tahapan perhitungan faktor keamanan berdasarkan
metode Bishop Simplified dengan menggunakan Software Slide versi 5.0. Metode
ini digunakan karena pada daerah penelitian memiliki banyak bidang lemah
berupa rekahan – rekahan yang rapat sehingga dapat menimbulkan longsoran
busur seperti yang terdapat pada lokasi penelitian.
Gambar 3.8. Proses Perhitungan Nilai Faktor Keamanan dengan Menggunakan Software Slide dengan Metode Bishop Simplified.
3.5.1.1.3. Hasil Keluaran Proses Data
Hasil keluaran proses data menghasilkan model lereng lengkap dengan nilai
faktor keamanan dari hasil perhitungan dan pengukuran parameter yang
dimasukkan dalam analisis.
36
Gambar 3.9. Hasil Keluaran Proses Perhitungan Nilai Faktor Keamanan dengan menggunakan Software Slide.
37
Mulai
Import Data Memasukkan Model ke Dalam Slide
Import Data External Boundary Import Data Material boundary
Gambar 3.10. Langkah – Langkah dalam Menjalankan Software Slide Versi 5.0.
3.6. Teknik Stabilisasi Lereng
Teknik stabilisasi lereng yang digunakan untuk mencapai suatu kestabilan
lereng antara lain sebagai berikut :
3.6.1.Grading
38
Analysis Setting/ Project Setting Memberi Nama untuk Project Title. Menentukan Metode Yang digunakan. Menetukan Pengaturan Groundwater
Boundaries Menentukan Water Table. Menetukan Material tiap – tiap Seam
Lithology batuan
Define Material PropertiesMemasukkan Properties dari setiap Seam Lithology batuan.
LoadMemasukkan Data Seismic
GridMemasukkan Nilai Grid
Out putFaktor Keamanan dan Model
Finish
Pembentukan lereng batuan kedalam bentuk yang lebih stabil. Hal ini
termasuk pelandaian lereng atau desain permukaan lereng kedalam bentuk yang
lebih alami, pembuatan jenjang untuk menghalangi runtuhnya material,
penggalian lereng untuk menyatukan dip dari lapisan batuan sedimen yang tipis
dan pahatan / ukiran batuan. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Serrating
Kegiatan ini meliputi pemotongan lereng menjadi kecil, umumnya
dilakukan pada material tanah, batuan lapuk, dan material – material lepas
yang dapat digali tanpa alat mekanis. Lereng ini biasanya disiapkan untuk
penanaman tumbuhan kembali, hal yang paling penting dipertimbangkan
adalah air jangan sampai menggenang di satu bench.
2. Benching
Pembuatan jenjang-jenjang dengan konfigurasi tertentu, hal ini dapat
dilakukan dengan pemotongan lereng untuk kepentingan penambangan
dan teknik sipil. Tinggi jenjang bervariasi antara 10 - 30 meter dengan
lebar jenjang dari beberapa meter hingga 30 m.
3. Penyesuaian Kemiringan Lapangan
Pada batuan berlapis, dapat dilakukan pemotongan lereng yang
disesuaikan dengan kemiringan lapisan, menjadi metode yang efektif
untuk mencapai kestabilan. Pada lapisan dengan kemiringan besar kadang
perlu diberi penguat seperti rock bolt dan cable bolt.
4. Rock Sculpting
Suatu teknik yang digunakan para pekerja dibeberapa operasi tambang
untuk melakukan reklamasi akhir dan peningkatan kestabilan pada dinding
highwall. Umumnya dapat diterapkan untuk dinding akhir dengan
membentuknya menjadi bentuk yang lebih estetis (rapi), namun pada
pengerjaannya membutuhkan ketelitian dan biaya yang lebih mahal.
3.6.2.Pengendalian Air
Tekanan air dapat mengurangi kestabilan suatu lereng, namun pembuatan
penyaliran (drainage) dari suatu lereng merupakan metode yang efektif dalam
39
menambah kestabilan. Air dalam lereng dapat datang dari dua sumber utama,
yaitu air permukaan dan air bawah tanah.
1. Pengendalian air permukaan
Air harus dicegah dari masuknya kedalam rekahan – rekahan yang ada
pada bagian atas lereng, hal ini dapat mengakibatkan keadaan yang tidak
stabil. Air permukaan dapat dikendalikan melalui suatu kombinasi dari
pembentukan topografi dan pengendalian struktur air limpasan (run off).
Pembentukan / perubahan topografi digunakan untuk tingkatan dan arah
dari aliran air permukaan dengan menggerakkan tinggi, panjang dan
bentuk dari lereng, metode lain yaitu meratakan tinggi dari lereng untuk
mendorong air limpasan agar tidak memasuki area penambangan.
2. Pengendalian air bawah tanah
Tujuan dari penyaliran di bawah permukaan tanah (pengendalian air
bawah tanah) untuk menurunkan permukaan air tanah oleh karena itu
tekanan air ke suatu tingkatan di bawah permukaan yang berpotensi
longsor. Mengendalikan air bawah tanah adalah satu hal yang efektif
untuk meningkatkan kestabilan dari suatu lereng, metode – metode
penyaliran bawah tanah termasuk lubang saluran, sumur – sumur pompa
dan lubang satuan.
Dalam penerapan ilmu geoteknik terutama dalam analisa suatu kestabilan
lereng, perlu diketahui keadaan air yang ada pada daerah yang akan dianalisa
kestabilannya. Berikut merupakan instrument geotech yang digunakan utuk
memantau muka air tanah.
1. Piezometer adalah salah satu instrument monitoring geoteknik yang
berfungsi untuk mengetahui fluktuasi muka air tanah. Untuk mengukur
elevasi air tanah pada Piezometer dibantu dengan suatu alat yaitu Water
level device. Water level device ini dimasukkan ke dalam Piezometer dan
ketika alat ini menyentuh air akan berbunyi karena alat ini dilengkapi sensor
dan alarm.
40
Gambar 3.11. Water Level Device
41