bab iii upaya aplikasi barcode dalam industri konstruksi · gambar 3.1 label barcode pada balok...

36
BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI 1. APLIKASI BARCODE 1.1. Pendahuluan Masalah yang terjadi sebelum ditemukannya barcode adalah antrian yang panjang dalam suatu pusat perbelanjaan yang besar dengan jumlah pembeli yang banyak dan barang-barang dagangan yang begitu banyak, sehingga dalam pembayaran membutuhkan waktu yang lama karena proses pembayaran dilakukan secara manual, demikian halnya dengan masalah pengecekan ulang pada persediaan barang yang harus dilakukan secara rutin. Barang-barang dengan ribuan item harus didata ulang, pengecekan ulang dilakukan dengan mencocokkan jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa barang yang ada. Dalam hal ini, kecepatan dalam mendata barang menjadi sangat lambat dikarenakan si stem penomoran setiap barang membutuhkan jumlah digit yang banyak, sehingga pencatatan yang dilakukan menjadi lama sekali dan membuang waktu kerja. Sebagai contoh, di kota New York dilakukan lomba lari maraton pada hari Minggu di setiap bulan November dengan peserta sejumlah 25.000 orang (Deny, 1995). Masing-masing dari mereka selalu ingin mengetahui waktu yang ditempuh secara tepat pada papan pengumuman. Disini pendataan pada setiap pelari yang masuk ditempat finish harus diketahui waktu dan siapa mereka itu. Permasalahan-permasalahan itu mendorong para ilmuwan untuk menemukan suatu cara yang cepat dan efektif dalam

Upload: others

Post on 01-Nov-2020

30 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

BAB III

UPAYA APLIKASI BARCODE

DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI

1. APLIKASI BARCODE

1.1. Pendahuluan

Masalah yang terjadi sebelum ditemukannya barcode adalah antrian

yang panjang dalam suatu pusat perbelanjaan yang besar dengan jumlah

pembeli yang banyak dan barang-barang dagangan yang begitu banyak,

sehingga dalam pembayaran membutuhkan waktu yang lama karena proses

pembayaran dilakukan secara manual, demikian halnya dengan masalah

pengecekan ulang pada persediaan barang yang harus dilakukan secara

rutin. Barang-barang dengan ribuan item harus didata ulang, pengecekan

ulang dilakukan dengan mencocokkan jumlah pemasukan, jumlah

pengeluaran dan sisa barang yang ada. Dalam hal ini, kecepatan dalam

mendata barang menjadi sangat lambat dikarenakan si stem penomoran

setiap barang membutuhkan jumlah digit yang banyak, sehingga pencatatan

yang dilakukan menjadi lama sekali dan membuang waktu kerja.

Sebagai contoh, di kota New York dilakukan lomba lari maraton pada

hari Minggu di setiap bulan November dengan peserta sejumlah 25.000

orang (Deny, 1995). Masing-masing dari mereka selalu ingin mengetahui

waktu yang ditempuh secara tepat pada papan pengumuman. Disini

pendataan pada setiap pelari yang masuk ditempat finish harus diketahui

waktu dan siapa mereka itu. Permasalahan-permasalahan itu mendorong

para ilmuwan untuk menemukan suatu cara yang cepat dan efektif dalam

Page 2: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

27

pendataan sesuatu baik itu barang, manusia maupun hal yang lain, karena

itu ditemukan sistem pengkodean dengan menggunakan garis-garis tebal

dan tipis yang disebut barcode yang mempunyai keunikan tersendiri.

Penggunaan barcode sudah sangat populer di industri retail seperti

supermaket dan grosir-grosir, dan telah terbukti penggunaannya didalam

meningkatkan produktivitas maupun efisiensi kerja. Suatu bukti hasil yang

telah diberikan yaitu pengoperasiannya yang sangat mudah, sangat fleksibel

dalam menangani jumlah barang yang begitu banyak, biaya yang kecil,

sangat akurat, serta memiliki kecepatan yang tinggi dalam mengiden-

tifikasikan suatu produk.

Penggunaan barcode tidak menutup kemungkinan perkembangannya

di dalam industri-industri lainnya, misalnya pada industri konstruksi. Pada

tahun 1990, pada industri konstruksi telah mulai diselidiki kemungkinan

kegunaan yang diberikan oleh barcode dalam mengelola manajemen

material (Rasdorf, 1990).

1.2. Aplikasi pada industri konstruksi

Perkembangan penggunaan barcode untuk otomatisasi pengumpulan

data mulai berdampak pada industri konstruksi. Perusahaan-perusahaan

yang berhubungan dengan industri konstruksi mulai mempelajari teknologi

barcode yang menawarkan banyak keuntungan pada keakuratan dan

efisiensi dalam memasukkan data ke komputer, meskipun barcode hanya

berfungsi sebagai suatu alat untuk memasukkan data, akan tetapi merupakan

Page 3: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

28

dasar yang sangat penting untuk aplikasi-aplikasi yang selanjutnya

(Stukhart, 1990).

Penggunaan teknologi barcode semakin berkembang di Amerika

Serikat, khususnya pada industri konstruksi. Perkembangan teknologi ini

memberikan kesempatan bagi para kontraktor, owner, dan penjual untuk

mengambil keuntungan agar dapat mengaplikasikannya pada

perusahaannya. Terdapat banyak industri konstruksi yang dapat

menggunakan teknologi barcode, seperti: heavy construction, power

construction, industrial construction dan building construction (Rasdorf,

1990).

Di Indonesia, penggunaan teknologi barcode pada industri konstruksi

masih belum dilakukan, sehingga perlu dilakukan pengenalan akan

teknologi barcode serta contoh aplikasinya.

Pada pengidentifikasian material di lapangan, perlu disadari bahwa di

dalam lingkungan konstruksi ini perlu diperhatikan bahwa terdapat banyak

komponen-komponen konstruksi yang akan diidentifikasikan, sebagai

contoh komponen itu adalah batu bata, balok-balok, kolom-kolom dan Iain-

lain. Material-material yang akan diidentifikasikan pada proyek konstruksi,

dibagi atas beberapa kategori untuk mempermudah pengidentifikasiannya,

yaitu:

- Material tunggal, disebut material tunggal karena label barcode dapat

langsung ditempelkan pada materialnya, contoh: balok-balok baja, beton

precast.

Page 4: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

29

- Material bulk, disini barcode tidak dapat secara langsung ditempelkan,

contoh: baut dan mur.

- Material bulk dan tunggal, disini materialnya adalah bulk dan tidak dapat

ditempeli label barcode, akan tetapi material tersebut dapat di beri

tempat, sehingga dapat diberi label barcode. (Rasdorf, 1990)

Perbedaan teknik pelabelan dilaksanakan, karena adanya beberapa kategori

material. Dalam mengidentifikasi material tunggal, dapat dilakukan

pelabelan secara langsung pada material, sebagai contoh dapat dilihat pada

pelabelan balok baja pada gambar 3.1 disebelah kiri. Pada material tunggal

ini, informasi mengenai materialnya dapat ditampilkan dengan cara

melakukan scanning pada label yang tertempel. Pada material bulk dan

tunggal, pelabelan dilakukan pada tempatnya, contoh label barcode dapat

dilihat pada gambar 3.1 disebelah kanan. Modelnya hampir sama, hanya

saja jumlah materialnya lebih dari satu. Pada material yang berupa bulk

murni, disarankan pelabelan seperti pada gambar 3.2 untuk

mengidentifikasikannya (Rasdorf, 1990).

I l l Bfl-iBl

BERN

ui y u» x

TO -*

TI r~

y n

H

I I I I l BOLTS ' g l L1-R325 9 Biiii \? 100 PCS. gj

Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990)

Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan, teknologi

barcode juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan aktivitas di

Page 5: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

lapangan. Macam-macam aktivitas di konstniksi yaitu termasuk memasang

batu bata, pengecoran beton, dan Iain-lain. Di dalam mengidentifikasikan

aktifitas di lapangan dapat dilakukan scanning pada Activity Assignment

Sheets seperti pada gambar 3.2. Activity Assignment Sheets adalah suatu

daftar yang terdiri atas pekerjaan-pekerjaan di lapangan yang sangat berguna

untuk pengontrolan schedule dan pengecekan kemajuan suatu pekerjaan

proyek (Rasdorf, 1990).

P H O J C C T , ( S 3

- l ( - w O J G C T < BUOG

nil inn nil l i i l i i

ill .111 ill III III

iii in ii i ii ii in ijji in iii 11 nil ill I I iii ii iii ill m iii m

V U X Y Z DCL-

:iai in I I I in HI IIIII

Gambar 3.2 Activity Assignment Sheets (Rasdorf, 1990)

Penggunaan barcode pada CIMS (Construction Information

Management System) di Amerika juga sangat berguna. CIMS merupakan

R C T I V I T Y

COl_l» E R E C T C O L U M N S

B C f V i i n . E R E C T B C « 1 S

STRTUS S T F V 5 T

r i N I S H

D E L f l V

R E S U M E

Page 6: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

31

suatu sistem manajemen yang diperkenalkan di Amerika yang berupa

aplikasi program scheduling, inventory, cost, dan dokumen kontrol dengan

suatu sistem manajemen data base sentral (DBMS) yang menggunakan

software tersendiri (Rasdorf, 1990). Bentuk dan CIMS dapat dilihat pada

Gambar 3.3.

GENERAL DATA: PROJECT

INDEPENDENT

APPLICATION: SYMPHONY

PROJECT COST CONTROL

DATA ACQUISITION FOR CONSTRUCTION

EOUIPMENT AND MATERIALS: PROJECT SPECIFIC

FIELO ENGINEER

PLANNED APPLICATION

VEHICLES: FORTRAN

PROGRAM. EXPERT SYSTEM

SHELL

DATA ACQUISITION FOR CONSTRUCTION

MANPOWER

Gambar 3.3 Bentuk CIMS (Rasdorf, 1990)

Kelayakan penerapan suatu sistem, seperti CIMS dan teknologi barcode

bergantung pada banyak faktor, termasuk:

1. Transfer teknologi, bisa tidaknya transfer dan penggunaan teknologi ini

diterapkan pada lingkungan yang berbeda.

2. Mengganli car a yang lama dengan memasukkan tenologi yang baru, hal

ini memerlukan suatu pelatihan untuk pengenalan teknologi yang baru.

Page 7: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

32

3. Perbaikan sistem inventory, diperlukan keberanian unutk mengeluarkan

investasi untuk otomatisasi dan perbaikan sistem. (Rasdorf, 1990)

CIMS memberikan banyak peran yang sangat berarti di dalam hal

penyempurnaan teknologi pengidentifikasian (teknologi barcode) dan

penyempurnaan sistem data base. Ada beberapa aplikasi seperti:

Aplikasi pada Scheduling, Scheduling merupakan salah satu

pekerjaan proyek konstruksi yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan

keuntungan, didalam pengontrolan schedule ini digunakan teknologi barcode

beserta program schedule. Barcode memberikan sistem manajemen dengan

pengumpulan data secara otomatis. Di lapangan para pekerja akan memulai

penginventarisasian material setelah material tersebut sampai di lapangan,

dan akan membutuhkan seorang manajer yang mengurus transaksi dengan

bantuan suatu program beserta laser scanner, untuk memasukkan data-data

material pada label barcode. Setelah semua material selesai diinven-

tarisasikan, semua data yang telah dikumpulkan dimasukkan kedalam data

base dan untuk selanjutnya akan diproses. Aktivitas-aktivitas didalam suatu

proyek konstruksi akan memerlukan pemakaian material, pengidentifikasian

material-material yang akan dipakai mempunyai cara yang sama seperti

pada inventarisasi umum. Aktivitas-aktivitas ini selanjutnya disusun dalam

suatu schedule agar dapat dilaksanakan dengan baik dan tersusun dengan

rapi. Informasi pelaksanaan proyek hams terns didapatkan sampai proyek

ini selesai dikerjakan. Keakuratan informasi yang didapat dilapangan akan

membantu seorang manajer proyek melakukan pengontrolan schedule,

Page 8: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

33

sehingga apabila ada masalah yang terjadi pada jalannya schedule akan

dapat dengan cepat diantisipasi (Rasdorf, 1990).

Aplikasi Pada Inventory Control. Inventory control adalah pekerjaan

yang sangat penting didalam seluruh lingkungan produksi diberbagai

industri. Tujuan dari inventory control secara umum adalah untuk

meramalkan kebutuhan barang, yang dapat dilakukan dengan menggunakan

aplikasi C1MS inventory control. Keduanya yaitu teknologi barcode dan

program schedule digunakan untuk membuat laporan-laporan inventory dan

meramalkan kebutuhan material. Aplikasi program CIMS inventory control

adalah untuk mengetahui status dari material-material yang akan digunakan

di inventory, dan kemungkinannya adalah material tersebut telah dibawa ke

lapangan, dalam tahap dikerjakan, ataupun masih dalam tahap akan

dikerjakan (Gambar 3.4). Untuk mendapatkan laporan mengenai inventory

suatu material tertentu, maka DBMS akan mencari secara rinci semua

transaksi yang terjadi terhadap material tersebut sesuai dengan periode

waktu yang ditentukan. Daftar yang diberikan didalam laporan inventory

terdiri atas kode material, nama material, serta jumlah material yang ada

didalam inventory ataupun di lapangan. Dengan demikian akan sangat

membantu didalam menentukan jumlah material yang dibutuhkan untuk

pekerjaan selanjutnya. Teknologi barcode dapat dengan cepat dan akurat

mencatat semua aktivitas yang terjadi di lapangan ke dalam data base.

Model yang diperkenalkan ini akan sangat membantu didalam memberikan

laporan inventory yang lebih akurat didalam proyek konstruksi (Rasdorf,

1990).

Page 9: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

M

INVENTORY REPORT

CURRENT DATE

STARTING DATE

ENDING DATE

6/01/88

6/02/88

6/09/88

feECEMARKJ |PIECE NAME! [TRANSACTION] ^ A j j JQUANTITVl

BA BEAM ONS1TE 06/02/88 4 INSTALL 06/02/88 2 INSTALL 06/05/88 2 ONSITE 06/07/88 J

TOTAL REMAINING QUANTITY: 3

4 ITEMS WILL BE NEEDED WITHIN 7 DAYS OF 06/09/88. PLEASE ORDER ACCORDINGLY.

Gambar 3.4 Laporan inventory control pada CIMS (Rasdorf, 1990)

Aplikasi pada Cost Control, untuk membiayai proyek konstruksi,

seorang manajer proyek tidak hanya menghitung biaya keseluruhan proyek

dari awal hingga akhir proyek, akan tetapi juga harus mengetahui biaya-

biaya yang keluar selama berlangsungnya proyek. Program cost control

berfungsi untuk menghitung semua biaya proyek. Informasi yang diberikan

berupa besarnya biaya proyek, jumlah pembayaran, dan cash flow status

(Gambar 3.5). Kegunaan dari laporan ini ialah dapat membantu kontraktor

didalam melakukan pengecekan terhadap biaya yang dikeluarkan (Rasdorf,

1990).

frlME/PROGRES PAYMENTS: BALANCEDl

NOTE: PAYMENTS BEGIN IN WEEK 3. "COST MUST BE ENTERED FOR EACH WEEK

WEEK 1 2 3 4

START 06/05/88 06/12/88 06/19/88 06/26/88

END 06/11/88 06/18/88 06/25/88 07/02/88

COST 0

200 00 342423 11508 50

COST-TO-DATE 0

200 00 3424.23 14932 73

PAYMENT

*** ••* 0

193.50

PAY-TO-DATE

*** • **

0 193 50

RETAINAGE » * • *** 0

21 50

CASH FLOW 0

-200.00 -3424.23 -3230.73

Gambar 3.5 Laporan Cash Flow pada CIMS (Rasdorf, 1990)

Page 10: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

35

Aplikasi pada Drawing, Barcode juga dapat digunakan sebagai

fasilitas untuk mendapatkan informasi mengenai revisi dan catatan gambar

proyek. Revisi yang dibuat dapat menunjukkan perubahan-perubahan yang

terjadi pada gambar selama proyek itu berlangsung, yang juga akan

berdampak pada perubahan schedule dan biaya.

XYZ, INC. A R C H I T E C T U R E AND ENOINBER1NO D E T T .

LOCATION RALEIGH, NG.

PROJ #

021 SHEET TITLE

SPECIFICATIONS

DRAW #

SP-1

Gambar 3.6 Label Barcode yang ditempelkan pada gambar proyek (Rasdorf, 1990)

Didalam mengatasi masalah-masalah di atas dapat dilakukan pemasangan

label barcode pada setiap gambar (Gambar 3.6), untuk dapat

mengidentifikasikan setiap gambar yang ada serta mempermudah

pengaksesan revisi tersebut ke dalam sistem data base (Gambar 3.7).

Page 11: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

36

[PROJECT DRAWINGS: JOBSPEC DATA BASEJ

[DRAWING NUMBER] [DESCRIPTION!

Ml - MECHANICAL, MECHANICAL ROOM LAYOUT,

PUMP DETAILS

[DRAWING NUMBER! IREVISIONJ |DATE| [CHKEDi JBYJ

Ml ADDED PUMP DETAIL 06/13/88 LB X

IDRAW1NG NUMBER! [NOTESJ JDATEJ

Ml WELD PIPE HANGER TO VALVE WITH 3/8" FILLET WELD 06/14/88

Gambar 3.7 Laporan Gambar pada CMS (Rasdorf, 1990)

Sama seperti pada pemberian revisi, pada setiap gambar dapat diberi

catatan-catatan penting yang berhubungan dengan gambar, seperti prosedur

pelaksanaan setiap gambar. Penggunaan barcode pada aplikasi drawing ini

akan sangat menguntungkan, sebab membantu dalam memberikan data yang

akurat dan efisien (Rasdorf, 1990).

2. RESPON PENGGUNAAN BARCODE

Pada tahun 1988 Construction Industry Institute (CII) di University of

Texas di Austin - Texas mengadakan survey penelitian untuk mengumpulkan

informasi yang menjadi dasar perkembangan standarisasi pada teknologi barcode

untuk aplikasi pada manajemen material (Stukhart, 1990).

Pabrik-pabrik yang disurvey termasuk pabrik peralatan elektrik (NEMA-

National Electrical Manufactur Assosiation ), Pabrik peralatan konstruksi (ISA -

Industry South Assosiation), dan distributor pipa (PVF - Pipe and Valve

Foundation ), serta pabrik yang menjual perlengkapan barcode (AIM- American

Industri Manufacture) itu sendiri.

Page 12: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

37

Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi: (1) Respon penggunaan barcode

(2) Respon pada standarisasi barcode, (3) Respon penggunaan internal barcode,

(4) Respon penggunaan external barcode. (Stukhart, 1990)

Sebagai gambaran awal dalam pembuatan skripsi ini, telah dilakukan

wawancara pada beberapa kontraktor/konsultan (tabel 3.1), antara lain:

Tabel 3.1 Daftar Responden

RESPONDEN A

B

C

D

KETERANGAN DR. Ir. Takim Andriono, M.E. selaku konsultan

Indra P.B.A., S.T. selaku chief engineer perusahaan kontraktor PT. TATA Ir. Jimmy Tandjung selaku Direktur perusahaan kontraktor PT. EKA WIRA SEMBADA Ir. Beny L. selaku kontraktor

2.1. Respon penggunaan barcode

Tingkat respon penggunaan barcode didapatkan dari jawaban

kuisioner yang dibagi atas telah menggunakan teknologi barcode,

memikirkan untuk penggunaan teknologi barcode, tidak memikirkan

penggunaan teknologi barcode.

Dari pertanyaan tersebut didapatkan bahwa untuk CII diperkirakan

19% telah menggunakan teknologi barcode, dan 58% masih memikirkan

penggunaan barcode untuk manajemen material, dan diperkirakan 58%

pada industri elektrik, 28% pada industri peralatan, dan 48% dari distributor

PVF menyatakan telah menggunakan dan memikirkan penggunaan

teknologi barcode untuk manajemen material (Gambar 3.8).

Page 13: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

.18

NF.MA

Bar Code Surveys

Gambar 3.8 Graflk respon penggunaan barcode (Stukhart, 1990)

Sebagai gambaran pendapat dari hasil wawancara (lampiran 1) ini didapat:

- Responden A menyatakan kurang setuju, karena kondisi sekarang ini

masih belum mengalami kesulitan yang berarti.

- Responden B menyatakan setuju, namun harus terlebih dahulu

diperhitungkan keuntungan yang diperoleh dengan penggunaan barcode.

- Responden C menyatakan kurang setuju, karena penggunaannya masih

belum dirasa perlu dan hanya memboroskan biaya

- Responden D menyatakan setuju, karena barcode sudah sukses besar di

bidang industri retail, sehingga manfaatnya dapat juga dirasakan pada

industri konstruksi.

Dari hasil survey, didapatkan bahwa saat ini masih sedikit (< 50%) di

Amerika yang menggunakan barcode, sedangkan dari gambaran pendapat

mengatakan bahwa ada kemungkinan penggunaannya, meskipun masih

harus diadakan pengenalan tentang keunggulan dan aplikasi barcode.

Page 14: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

39

2.2. Respon pada standarisasi barcode

Standarisasi barcode sangat diperlukan untuk memberikan

keseragaman format, pendefinisian data di lapangan, dan simbol untuk

pemberian informasi antara penjual, owner, dan kontraktor (Stukhart, 1990).

Tujuan dibuatnya standarisasi barcode adalah memudahkan proses material

yang ada, meningkatkan kualitas dan mengurangi biaya pengiriman material

dari suplier kepada pemakainya, memperkenalkan pemakaian barcode

secara meluas, memperkenalkan standarisasi hardware dan software.

Tingkat respon standarisasi terhadap penggunaan barcode dapat

diukur dari respon untuk berpartisipasi dalam sebuah kelompok kerja dalam

rangka mengembangkan standar barcode untuk industri, khususnya industri

konstruksi. Para responden NEMA dan ISA dinyatakan memiliki sedikit

respon untuk berpartisipasi dalam sebuah kelompok kerja (Gambar 3.9).

D No Answer

• Not Inleresled

W Interested

S3

41

CII NEMA ISA PVF

Bar Code Surveys

Gambar 3.9 Respon dalam standarisasi barcode (Stukhart, 1990)

Kira-kira 63% dari responden CII menyukai untuk berpartisipasi dalam

sebuah kelompok kerja untuk menghasilkan standarisasi penggunaan

barcode. Kira-kira 70% dari industri pembuatan barcode dan responden

Page 15: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

40

suplier tertarik untuk berpartisipasi dalam sebuah kelompok kerja untuk

pembuatan standarisasi industri.

Sebagai gambaran pendapat dari hasil wawancara (lampiran 1) ini didapat:

- Responden A menyatakan sangat setuju, karena keadaan Indonesia yang

ada diperlukan sekali standarisasi apabila nantinya barcode telah

digunakan.

- Responden B menyatakan setuju, karena tanpa standarisasi maka akan

terjadi ketidakcocokan kode antara perusahaan yang satu dengan yang

lain.

- Responden C menyatakan setuju, bila teknologi barcode tidak ada

standarisasi, maka proses otomatisasi akan terhenti malah menghambat.

- Responden D menyatakan setuju, karena perlunya kode yang sama

untuk produk barang yang sama sehingga memudahkan para distributor

/ konsumen.

Dari hasil survey diatas, didapatkan bahwa lebih dari 50% perusahaan di

Amerika menginginkan adanya standarisasi, sedangkan dari gambaran

pendapat berpendapat bahwa standarisasi barcode sangat diperlukan pada

waktu teknologi barcode diaplikasikan nantinya.

2.3. Respon penggunaan internal barcode

Penggunaan internal barcode disini diartikan sebagai penggunaan

untuk operasional perusahaan itu sendiri. Diketahui bahwa 58% dari

industri elektrik, 68% dari responden distributor PVF, 20% dari ISA, dan

20% dari CI I telah melakukan penggunaan internal barcode (Gambar 3.10).

Page 16: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

Cll NEMA ISA

Bar Code Surveys

'I'

Gambar 3.10 Grafik pemakaian internal barcode (Stukhart, 1990)

Sebagai gambaran pendapat dari hasil wawancara (lampiran 1) ini didapat:

- Responden A menyatakan kurang setuju, sebab tidak ekonomis bila

untuk kepentingan internal, perusahaan harus mengkodekan barang dan

memberi label sendiri, akan dapat terlaksana bila dari pihak pabrik telah

mengkodekannya.

- Responden B menyatakan setuju, bila biaya investasi tidaklah terlalu

besar dan dapat memberi keuntungan bagi perusahaan.

- Responden C menyatakan kurang setuju, karena saat ini tidak dirasakan

masalah yang cukup berarti untuk menggantikannya dengan teknologi

barcode.

- Responden D menyatakan setuju, karena melihat keuntungan yang

diperoleh pada perusahaan retail, maka bila dipakai pada internal

perusahaan konstruksi akan juga memberi hasil yang sama, meski tidak

sesukses di bidang retail.

Dari hasil survey didapat hasil bahwa di Amerika dengan hanya rata-rata

kurang 50% yang menggunakan disebabkan karena dari pihak pabrik tidak

Page 17: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

42

mengkodekannya dan masih tidak adanya standarisasi, sedangkan gambaran

pendapat dengan alasan yang sama menyatakan bahwa dapat aplikasi

barcode dapat dilaksanakan di internal perusahaan bila dinilai ekonomis dan

menguntungkan.

2.4. Respon penggunaan external barcode

Penggunaan external barcode dapat diketahui dengan pasti dari

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan: Apakah perusahaan bersedia

menyediakan material-material dengan label barcode, apakah perusahaan

dalam membeli material membutuhkan label barcode dan apakah sudah ada

perusahaan yang menjual material dengan menggunakan label barcode

(Stukhart, 1990).

Dari survey diketahui bahwa terdapat sedikit penggunaan barcode

yang dilakukan antar perusahaan-perusahaan konstruksi, hal ini

menunjukkan kurangnya respon industri-industri konstruksi untuk

penggunaan external barcode (Gambar 3.11).

1 o

I

NEMA ISA

Bar Code Surveys

Gambar 3.11 Grafik pemakaian eksternal barcode (Stukhart, 1990)

Page 18: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

43

Dari owner dan kontraktor yang disurvey hanya 7% dari perusahaan-

perusahaan tersebut yang pernah melakukan pengidentifikasian material

bulk dengan menggunakan barcode, dan hanya 34% dari industri elektrik

dan 13% dari industri peralatan konstruksi menginginkan material-material

yang ada untuk diberi label barcode.

Alasan-alasan dimana mereka tidak menyediakan label barcode

untuk industri konstruksi adalah:

1. Kurangnya standar industri.

2. Kurangnya pelatihan tenaga kerja.

3. Keuntungan yang masih belum pasti.

4. Pesaing yang juga tidak menggunakan label barcode.

Sebagai gambaran pendapat dari hasil wawancara (lampiran 1) ini didapat:

Responden A menyatakan sangat setuju, karena penggunaan teknologi

barcode akan lebih ekonomi dan otomatis bila dimulai dari pabrik dan

dilakukan pada semua perusahaan.

- Responden B menyatakan setuju, karena bila penggunaan barcode sudah

dilakukan dan ada standarisasi maka penggunaan secara eksteraal akan

bermanfaat.

- Responden C menyatakan setuju, karena penggunaan barcode harus

dilakukan mulai dari pabrik dan bila sebagian besar memakai, maka

yang tidak memakai akan tersisih.

- Responden D menyatakan sangat setuju, karena penggunaan barcode

secara menyeluruh pada semua rantai distribusi akan sangat bermanfaat.

Page 19: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

44

Dari hasil survey didapat bahwa di Amerika terlihat perusahaan cenderung

menolak (< 40%) karena kurangnya standar dan pesaing tidak

menggunakannya, sedangkan dari gambaran pendapat sebagian besar setuju

bila pelaksanaan aplikasi barcode dilakukan secara menyeluruh dimulai dari

pabrik.

2.5. ANALISA

Hasil survey pada penggunaan barcode di Amerika menunjukkan

bahwa sebagian besar dari perusahaan peralatan konstruksi (ISA) tidak

peduli akan pemakaian barcode, sedangkan yang peduli banyak dari

perusahaan industri konstruksi (CII) dan perusahaan peralatan elektrik

(NEMA).

Hasil survey pada standarisasi barcode di Amerika menunjukkan

bahwa respon terbesar dari perusahaan industri konstruksi (CII) disusul

dengan perusahaan pemipaan (PVF).

Hasil survey pada penggunaan internal barcode di Amerika

menunjukkan bahwa pemakai terbesar penggunaan barcode pada

operasional perusahaan adalah perusahaan peralatan elektrik (NEMA),

sedangkan sebagian besar pada perusahaan peralatan konstruksi (ISA) tidak

memakainya.

Hasil survey pada penggunaan eksternal barcode di Amerika

menunjukkan bahwa pada perusahaan pemipaan (PVF) yang terbesar dalam

pemakaian barcode untuk operasi eksternal, sedangkan pada perusahaan

Page 20: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

45

industri konstruksi (CII) dan perusahaan peralatan elektrik (NEMA)

sebagian besar tidak memakainya.

Hasil survey juga menemukan bahwa aplikasi internal lebih disukai

pemakaiannya dibanding dengan aplikasi external pada tiap industri,

sedangkan gambaran pendapat dari hasil wawancara menunjukkan bahwa

diinginkannya pelaksanaan aplikasi barcode mula-mula pada perusahaan

pabrik dan diinginkannya upaya penerapannya pada bidang inventory sebab

bidang inilah yang cocok untuk dicoba diterapkan teknologi barcode,

mengingat keberhasilan barcode dibidang inventory pada industri retail dan

kesulitan-kesulitan yang ada pada inventory.

Hasil survey menunjukkan bahwa aplikasi manajemen material yang

potensial untuk standarisasi pada bidang konstruksi adalah: Purchase

orders, Bill of material, picking tickets, dan shipping labels.

Hasil survey menunjukkan bahwa tidak satupun dari perusahaan

anggota Automatic Indentification Manufacturers (AIM) yang mengetahui

adanya penggunaan barcode pada perusahaan konstruksi. Survey yang

dilakukan menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan manufaktur dan

penjual peralatan barcode mempunyai sedikit hubungan dengan perusahaan

konstruksi.

Hasil survey juga mencatat ada beberapa perusahaan manufaktur

yang mengemukakan adanya pelanggan-pelanggan mereka yang

menginginkan penggunaan barcode.

Penggunaan teknologi barcode terus berlanjut di seluruh bidang

industri di Amerika, termasuk industri konstruksi. Untuk mendapatkan

Page 21: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

46

keuntungan dari pertumbuhan ini, maka industri konstruksi harus

mengembangkan standar dan mempromosikan penggunaan barcode melalui

industri-industri konstruksi (Stukhart, 1990). Penggunaan standar industri

ini akan mengurangi biaya bagi owners, kontraktor-kontraktor, dan penjual

material konstruksi, selain itu dapat pula mengurangi banyaknya pekerjaan

pemeliharaan data yang ada bagi penjual, mengurangi jumlah lembar kerja

yang diperlukan, dan seluruhnya mengurangi waktu yang diperlukan dalam

memasukkan data. Untuk memulai proses mengembangkan standarisasi

barcode, industri konstruksi dapat mengikuti metode yang diperoleh dari

pendekatan penggunaan barcode oleh industri lain, selanjutnya apa yang

didapat dari pendekatan penggunaan barcode tersebut dapat diadaptasikan

dan dimodifikasikan sesuai dengan kebutuhan pada industri konstruksi, dan

juga diperlukan suatu standar untuk mempertemukan kebutuhan antar

industri konstruksi, meskipun beberapa perusahaan konstruksi telah

mengembangkan standar mereka secara internal untuk data stok barang dan

Iain-lain, namun sampai sekarang belum ada standar yang dikeluarkan oleh

pemerintah yang mengatur barang-barang yang ada pada perusahaan

konstruksi. Masih belum adanya keseragaman inilah yang menyebabkan

teknologi barcode lambat diaplikasikan kedalam dunia konstruksi (Stukhart

1995).

Page 22: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

3. UPAYA PENERAPAN BARCODE DI INVENTORY

Tujuan utama secara langsung pada penggunaan sistem barcode, adalah

pengambilan keputusan bisa lebih cepat dan penggunaan sumber daya secara

lebih baik.

Dengan penggunaan barcode dan perangkat pendukungnya, maka bila

barang keluar ataupun masuk akan tercatat secara langsung pada database.

Database akan secara otomatis melakukan perubahan secara akurat, namun untuk

keperluan administrasi, barang yang keluar ataupun masuk tadi juga dicatat

selama periode tertentu. Dengan pencatatan secara manual tentu saja hal ini akan

merepotkan.

Keuntungan inventory dengan penggunaan barcode dalam hal:

Penerimaan. Perusahaan harus mengidentifikasi isi dari suatu kontainer

dengan cepat dan akurat, dan meindahkan barang-barang pada lokasi yang benar

dengan waktu yang singkat. Bila inventarisasi hanya mempunyai gudang yang

kecil, maka pengidentifikasian barang menjadi lebih kritis lagi, karena proyek

melakukan model just-in-time, yang mengakibatkan barang-barang harus tersedia

pada lokasi tepat saat pelaksanaan akan dilakukan. Informasi-informasi pada

barang dapat langsung ditentukan dengan penggunaan teknologi barcode dan

menghemat waktu (Stukhart, 1995).

Keakuratan inventarisasi. Pada banyak perusahaan, teknologi barcode

telah terbukti keakuratannya dalam perhitungan inventarisasi. Setiap barang

yang masuk maupun keluar dapat dengan langsung tercatat dan merubah stok

barang yang ada dalam gudang, yang mana pada metode manual, akan memakan

waktu berhari-hari untuk melakukan pengecekan inventarisasi, ditambah lagi

Page 23: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

418

kemungkinan terjadinya kesalahan dan ketidakpastian jumlah barang yang harus

tersedia pada stok gudang. Dengan adanya teknologi barcode, seseorang dapat

mengecek keberadaan stok barang setiap saat (Stukhart, 1995).

Peninskatan produktifitas. Apabila sistem inventarisasi otomatis dipakai,

maka setiap saat pada gudang akan tersedia data berapa jumlah barang yang ada

secara akurat, informasi ini akan sangat penting untuk merencanakan suatu

pekerjaan (Stukhart, 1995).

Peninskatan pengecekan lokasi. Dengan adanya teknologi barcode,

maka seseorang dapat mengecek keberadaan suatu material, apakah material itu

masih dalam pengapalan, pengiriman, penerimaan, gudang, dikeluarkan ataupun

sudah dipasang (Stukhart, 1995).

Penselolaan aset. Dengan adanya teknologi barcode, maka perusahaan

dapat mengecek keberadaan aset perusahaan secara lebih akurat, sehingga

pengontrolan dapat lebih teliti. (Stukhart, 1995)

Di dalam pemakaiannya, salah satu perhatian dari para pengguna

teknologi barcode adalah lingkungan fisik dimana label barcode digunakan

(Bernold, 1990). Label pengiriman bukan saja ditempelkan pada setiap dos atau

paket, namun juga ada pada setiap barang seperti pipa, besi, parts, instruments

dan juga pada peralatan kerja. Lingkungan fisik dimana label barcode digunakan

dapat berpengaruh terhadap bahan label, metode pencetakan, metode scanning,

dan keahlian seseorang yang melakukan scanning. Ada beberapa macam jenis

bahan label dan perekatnya yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi lingkungan.

Berbagai pertanyaan tentang ketahanan label barcode pada lingkungan

konstruksi sering diajukan karena hal itu sendiri belum pernah diselidiki sampai

Page 24: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

49

tahun 1990 (Bernold, 1990). Pada dasarnya ketahanan label barcode dapat

dibagi dua, yaitu ketahanan label barcode itu sendiri dan ketahanan bahan

perekatnya. Penyelidikan dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Maryland

di Amerika Serikat, yang hasilnya sebagai berikut: (Bernold, 1990)

- Keadaan di lingkungan konstruksi adalah sangat rawan terhadap label

barcode, label yang terbuat dari kertas, mudah sekali rusak oleh cuaca,

sedang label barcode dengan bahan keras dengan pinggiran tajam sangat

mengganggu pekerja karena dapat menyebabkan kecelakaan, sehingga para

pekerja tidak menyukai bekerja dengan peralatan yang diberi label barcode

tersebut.

- Dari penelitian tersebut diperoleh keterangan bahvva hanya label yang terbuat

dari bahan plastik dan metal yang mempunyai ketahan tinggi terhadap

kondisi lapangan. Label plastik diberi lapisan dari polyester setebal 0,5 - 1

mm.

- Pemilihan label harus telah melewati pengujian-pengujian di laboratorium

seperti: Ketahanan terhadap kelembaban, suhu rendah, suhu tinggi, getaran,

gaya shear.

- Dari percobaan yang telah dilakukan direkomendasikan bahwa ada 2 kondisi

yang harus diperhatikan, bila pada alat tersebut tidak ada benturan secara

fisik dan digunakan pada suhu kurang dari 93°C, maka label plastik dapat

digunakan. Namun, bila sering terjadi benturan secara fisik dan pada suhu

lebih tinggi dari 93°C, maka label dari bahan metal seperti aluminium dapat

digunakan.

Page 25: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

50

- Untuk penggunaan bahan perekatnya, haruslah memenuhi 2 persyaratan

yaitu: kemudahan penggunaannya dan ketahanannya pada suhu tinggi.

3.1 Masalah Yang Terjadi Pada Inventory Di Lapangan

Semakin besar proyek semakin rumit masalah yang dihadapi, terutama:

- Banyaknya jenis material yang ada (+/- 386 stok), dapat dilihat pada

contoh Pengadaan & Pemakaian Material dan Pendatangan Material yang

kami peroleh dari perusahaan kontraktor PT. TATA pada proyek Hotel

Century - Jalan Tunjungan Surabaya. Dari contoh Pengadaan &

Pemakaian Material, dapat dilihat bahwa setiap periode, seorang staf

inventory bertugas untuk mencatat semua material yang tersedia dan

dipakai dalam periode tersebut, kesulitan yang dihadapinya adalah

kejenuhan dan kelelahan yang timbul karena harus menulis secara

lengkap pada berlembar-lembar kertas dan dapat menimbulkan tingginya

angka kesalahan dan ketidakakuratan pengecekan material. Dari contoh

Pendatangan Material dapat dilihat juga bagaimana kesulitan yang

dihadapi dari staf inventory apabila ada material yang masuk ke lokasi,

staf tersebut harus mencatat tanggal penerimaan, jenis material, nomor

Surat Penerimaan Barang, satuan, jumlah barang dan dari mana barang

dikirim yang kesemuanya itu harus ditulis secara manual dan dapat

menimbulkan angka kesalahan dan ketidakakuratan pendataan material.

- Pengontrolan yang harus dilaksanakan setiap satu minggu sekali (dapat

dilihat pada lampiran 2)

- Memerlukan banyak kertas untuk lembar kontrol material

- Terjadinya penundaan pekerjaan akibat kekosongan stok barang

Page 26: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

51

- Sering terjadi kesalahan pencatatan data oleh pekerja yang timbul karena

kelelahan dan ketidaktelitian pekerja.

Di lihat dari banyaknya masalah yang terjadi di lapangan, maka perlu

dipikirkan suatu alternatif di dalam mengatasi kerugian-kerugian yang

terjadi yang menyebabkan tidak efisiennya pelaksanaan proyek, karena

banyak mengeluarkan waktu, tenaga, bahkan biaya akibat kontrol yang

kurang baik.

3.2 Sirkulasi Barang

Bagan sirkulasi barang tanpa aplikasi barcode:

Barang masuk

Stok barang di gudang

Pembuatan laporan secara manual setiap periode

Pengecekan barang secara manual apakah sesuai dengan pesanan

Pencatatan secara manual pada buku stok barang

-

Pencatatan barang secara manual pada buku stok barang

yf

Barang siap digudang

i '

Pengambilan barang - digudang sesuai dengan

kebutuhan proyek

Sirkulasi barang dengan aplikasi barcode:

Barang masuk

Stok barang di gudang 4 -

— • Pengecekan barang dengan scanning

Setiap saat bisa dibuatkan laporan stok barang secara otomatis

Barang siap digudang

i r Pengambilan barang sesuai kebutuhan

Gambar 3.12 Perbandingan sirkulasi barang

Page 27: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

52

Banyaknya penerimaan dan permintaan barang di proyek membuat

berubahnya jumlah stok material yang ada di dalam gudang, dimana untuk

menerima maupun mengambil barang seringkali diperlukan prosedur yang

terlalu rumit dan terlalu lama di dalam mendatanya, sehingga membuang

waktu dan biaya.

Adanya sistem barcode akan memberikan suatu jalan keluar untuk

menyelesaikan masalah seperti pemborosan waktu, tenaga, dan biaya dengan

mempercepat proses inventarisasi material. Pada Gambar 3.12 dapat dilihat

perbedaan sirkulasi barang tanpa aplikasi barcode (Ballou, 1985)

dibandingkan dengan sirkulasi barang dengan aplikasi barcode (Greene,

1987).

Dari perbandingan kedua bagan diatas dapat dilihat bahwa

penggunaan aplikasi barcode sangat mengurangi kesalahan yang dibuat

dalam pencatatan barang.

3.3. Aplikasi Teknologi Barcode di Inventory

Mengingat masalah-masalah yang terjadi di lapangan pada inventory,

maka pengaplikasian teknologi barcode diharapkan dapat mengurangi

masalah-masalah tersebut.

Dengan otomatisasi inventory dengan bantuan teknologi barcode,

maka kesalahan-kesalahan yang terjadi karena kelelahan manusia dapat

dikurangi semaksimal mungkin dan mempercepat waktu kerja.

Pengaplikasian teknologi barcode di inventory adalah berupa

pengkodean material menurut jenis materialnya, penginputan data barang

Page 28: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

S3

masuk/keluar ke dalam suatu database dengan bantuan barcode, pengolahan

dan penyimpanan data barang masuk/keluar dengan program inventory serta

pengontrolan stok material yang tersedia dengan bantuan program

scheduling.

Langkah awal yang harus dilakukan sebelum penerapan aplikasi ini

adalah:

• Pengkodean (klasifikasi barang)

Sebelum pengontrolan menggunakan barcode dimulai, maka terlebih

dahulu material-material yang ada harus dikodekan terlebih dahulu.

Material-material yang dipakai dikelompokkan menurut tipe material dan

dengan memperhatikan harga material tersebut. Untuk material yang

mempunyai harga yang lebih tinggi, akan lebih diperhatikan meskipun

mempunyai volume yang kecil, sedangkan untuk material yang

mempunyai harga yang lebih rendah akan relatif kurang diperhatikan

meskipun mempunyai volume yang besar. Untuk klasifikasi material

setiap perusahaan dapat menggolongkannya sendiri, sebagai contoh

berdasarkan pada daftar material yang tercantum pada info papan

(lampiran 3), dengan pengklasifikasian sebagai berikut:

1. Bahan Dasar

2. Ubin

3. Kayu

4. Hardboard dan eternit

5. Besi dan kawat

6. Buis beton

Page 29: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

<4

7. Pipa

8. Cat

9. Atap

10. Kaca

11. Sanitair

12. AlatPengunci

Saat ini tidak semua material dapat langsung diterapkan penggunaan

label barcode, sehingga untuk pelaksanaannya perlu dilakukan suatu

persiapan terlebih dahulu. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari

klasifikasi material sebagai berikut:

TIPE MATERIAL

Bahan Dasar

KETERANGAN

Tidak dapat langsung diaplikasikan, karena

bahan dasar umumnya masih berupa bahan

curah, sehingga tidak memungkinkan

pemberian label barcode. Namun, untuk

penanganan di masa yang akan datang dapat

diupayakan suatu pengemasan bahan curah

tersebut sehingga dapat berwujud dos,

sehingga penempelan label barcode dapat

dilakukan pada dos tersebut. Saat ini,

penggunaan bantuan lembar kode barang

sebagai label barcode secara tidak langsung

dapat menjadi suatu alternatif

penanganannya.

Page 30: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

Kayu

Hardboard dan eternit

Besi dan Kawat

Ubin

Dapat langsung diaplikasikan, meskipun

penjualan kayu masih berupa bahan baku,

namun penemoelan barcode dapat

diupayakan dengan memperhatikan perekat

yang tidak merusak kayu. Di masa yang

akan datang, diharapkan penjualan bahan

kayu sudah merupakan barang-barang jadi

yang modular seperti kusen, pintu dan Iain-

lain yang penempelan label barcode dapat

diaplikasikan juga.

Dapat langsung diaplikasikan, namun perlu

diperhatikan perekat yang tidak

merusakhardboard ataupun eternit.

Tidak dapat langsung diaplikasikan pada

barang-barang sejenis kawat, dan besi cor,

namun diharapkan di masa yang akan

datang, pengemasannya sudah memakai

dos/packing sehingga penempelan label

barcode dapat dilaksanakan. Untuk besi

WF dan sejenisnya, penempelan label

barcode dapat langsung diaplikasikan

dengan memperhatikan perekat yang kuat.

Dapat langsung diaplikasikan. Saat ini, ubin

Page 31: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

5 6

Pipa

Cat

Atap

Kaca

Sanitair

Alat Pengunci

telah dikemas berupa dos, sehingga

penempelan label barcode dapat dilakukan.

Dapat langsung diaplikasikan dengan

memperhatikan perekat label barcode dan

label barcodenya sendiri, karena bentuk dari

bahan pipa yang melengkung.

Dapat langsung diaplikasikan dengan

memperhatikan perekat dan label

barcodenya sendiri karena bentuk dari

pengemasan cat.

Dapat langsung diaplikasikan dengan

memperhatikan perekat label yang kuat

Dapat langsung diaplikasikan dengan

memperhatikan perekat label barcode yang

kuat namun tidak merusakpermukaan kaca

bila ingin dilepas.

Dapat langsung diaplikasikan dengan

penempelan label barcode pada

kemasannya.

Dapat langsung diaplikasikan dengan

penempelan label barcode pada

kemasannnya

Page 32: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

57

Melihat hasil perkiraan diatas, maka sebagian besar barang dapat

dilakukan penempelan label barcode, namun untuk bahan curah yang

masih belum mempunyai kemasan yang tertentu, maka perlulah dikaji

lebih lanjut tentang masalah pengemasannya itu.

Penggunaan aplikasi barcode secaara langsung pada barang,

memang sangat efisien, namun cara ini haruslah dimulai dari perusahaan

pabrik pembuatan barang-barang tersebut.

• Pembuatan lembar kode

Lembar kode yang dibuat yaitu lembar kode barang. Lembar kode

barang adalah beberapa lembar kertas yang berisi kode barang/material

berserta dengan kode barcodenya (lampiran 4).

Pembuatan kode barcode dapat menggunakan program EZBarcode

II Printing Program versi 2.25 dari Time Keeping System Inc., dimana

pada pembuatannya diminta untuk memasukkan kode angka/huruf yang

dapat langsung di-print out menjadi garis-garis hitam putih yaitu kode

barcode.

Lembar kode ini dibuat dengan tujuan untuk membantu perusahaan

kontraktor dalam mengidentifikasi material yang sangt banyak, dengan

cepat kedalam program inventarisasi. Kode barcode tidak ditempel

langsung pada material di perusahaan kontraktor sebab jumlah material

yang banyak dan belum dikodekan langsung oleh pabrik, apabila

kontraktor harus menempelkan kode sendiri pada material akan memakan

waktu dan biaya.

• Persiapan program inventory

Page 33: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

58

Program inventory adalah program yang berfungsi untuk

menyimpan semua data-data keluar masuknya material serta dapat

melaporkan jumlah stok material yang ada setiap saat.

Program inventory merupakan salah satu bagian dari CIMS

(Contruction Information Management System). Program inventory inilah

yang nantinya membantu didalam pengontrolan proyek dengan aplikasi

teknologi barcode sebagai alat untuk memasukkan data ke dalam

program secara tepat, cepat dan akurat.

Program inventory ini harus dibuat dengan baik dan disesuaikan

dengan keadaan perusahaan kontraktor yang bersangkutan.

Didalam program inventory ini, terdapat pencatatan database tentang

kode barang, nama barang, harga barang dan stok minimum. Stok

minimum inilah yang nantinya selalu di-up date dengan keadaan schedule

agar dalam pengontrolan material dapat disesuaikan dengan schedule

proyek.

Di dalam program inventory ini juga terdapat pencatatan barang

keluar (termasuk jumlah barang, nama barang, dan nama pengambil),

pencatatan barang masuk (termasuk jumlah barang, nama barang), juga

pencatatan pengembalian barang.

Di dalam program inventory ini juga dapat diketahui berapa stok

barang yang ada saat ini dan diperiksa keadaan stok dibanding dengan

rencana stok yang harus tersedia pada periode tertentu yang dihasilkan

dari program scheduling. Pada setiap saat, pengecekan dapat dilakukan

dan dapat dengan mudah dideteksi dengan bantuan suatu tanda yang

Page 34: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

59

berupa karakter * apabila suatu material kurang dari stok yang seharusnya

tersedia.

Ada 4 diagram alir yang dibuat, yaitu diagram alir pemasukan

persediaan stok barang, diagram alir barang keluar, diagram alir barang

masuk dan diagram alir barang kembali (lihat lampiran 5).

Pada diagram alir pemasukkan persediaan stok barang, operator

inventory haruslah terlebih dahulu memasukkan nama barang, kode

barang, satuan, harga beli dan stok minimum serta jumlah material yang

ada saat ini pada bagian Administrasi Persediaan (lihat gambar 1 pada

lampiran 6) dengan contoh tampilan layar waktu pengisian hal-hal diatas

pada gambar 3 di lampiran Program Inventory.

Pada diagram alir barang keluar, operator inventory dapat masuk

pada bagian Posting Barang Keluar (lihat gambar 1 pada lampiran 6),

lalu masuk pada bagian Cetak Slip Pengeluaran (lihat gambar 7 pada

lampiran 6), kemudian operator memasukkan kode barang dengan

barcode, memasukkan jumlah barang. Pada saat pengambilan barang,

program inventory akan mengecek apakah stok barang yang diambil akan

melebihi stok minimum yang harus tersedia. Kemudian, program

inventory akan melakukan pencetakan Slip Barang Keluar dan Surat

Jalan.

Pada diagram alir barang masuk, operator masuk pada bagian

Posting Barang Masuk (lihat gambar 1 pada lampiran 6) kemudian masuk

pada Penambahan Stok Persediaan (lihat gambar 14 pada lampiran 6),

Page 35: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

60

lalu operator memasukkan kode barang dengan barcode, memasukkan

jumlah barang.

Pada diagram alir barang kembali, operator masuk pada bagian

Posting barang kembali (lihat gambar 1 pada lampiran 6), lalu masuk

pada Posting pengembalian barang (lihat gambar 16 pada lampiran 6),

kemudian memasukkan kode barang dengan barcode dan jumlah barang.

Untuk penjelasan tentang cara kerja dan tampilan secara lengkap,

dapat dilihat pada Lampiran 6.

• Program schedule

Program schedule sangat membantu dalam pengecekan material di

dalam bidang inventarisasi, khususnya dalam hal pengadaan material

(stok minimum inventory). Program schedule ini juga merupakan bagian

dari CIMS. Untuk pelaksanaannya saat ini, program-program seperti

Microsoft Project maupun Primavera dapat digunakan.

Pada program schedule, pengguna diminta untuk memasukkan

daftar pekerjaan yang akan dilakukan beserta durasi setiap pekerjaan dan

hubungan antar pekerjaan. Selain itu, setiap pekerjaaan dimasukkan juga

data-data tentang berapa material yang diperlukan, berapa tenaga kerja

yang diperlukan, dan berapa alat yang dibutuhkan.

Output dari program scheduling yang berupa grafik resources

material yang dipakai untuk menentukan berapa banyak material yang

harus tersedia dalam suatu periode tertentu, dengan cara memasukkan

kebutuhan material setiap periode kedalam stok minimum yang ada pada

program inventory, sehingga pengontrolan material dapat disesuaikan

Page 36: BAB III UPAYA APLIKASI BARCODE DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI · Gambar 3.1 Label barcode pada balok baja dan baut (Rasdorf, 1990) Selain untuk mengidentifikasikan material di lapangan,

61

secara periodik dengan schedule proyek. Contohnya: Proyek pekerjaan

kolom 1 - 7 dengan data lama pekerjaan, yang kemudian dapat dibuat

suatu grafik kebutuhan material semen tiap minggu seperti terlihat pada

lampiran 7.