bab iii studi potensi pembangkit energi
TRANSCRIPT
BAB III
STUDI POTENSI PEMBANGKIT ENERGI
3.1 Ketersediaan Sumber Energi Lokal
3.1.1 Potensi Energi
Sinar matahari adalah sumber energi yang tak pernah habis
dalam ukuran perubahan dimensi ruang dan waktu. Tanpa sinar
matahari, kehidupan bumi tidak pernah ada. Energi matahari
merupakan pemicu terciptanya sumber energi yang lain.
Misalnya, energi angin, energi air dan seterusnya. Berdasarkan
hasil study potensi di lapangan, untuk daerah pulau harapan sendiri
memiliki potensi energi yang cukup berpotensial untuk dibangun suatu
pembangkit energi terbarukan terutama Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (PLTS), serta kondisi masyarakat di daerah tersebut yang
membutuhkan suatu energi terbarukan sebagai penunjang sektor
perekonomian maupun sosial.
Untuk itu sebagai seorang mahasiswa kita harus bisa berorientasi
dan peka tehadap kondisi masyarakat sekitar, khususnya kita sebagai
mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang yang memiliki
kompetensi dalam bidang tenaga pembangkitan energi harus bisa
memanfaatkan potensi tersebut agar dapat mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang didapatkan selama dibangku perkuliahan kepada
masyarakat.
3.1.2 Energi Surya
Energi dari matahari tiba dibumi dalam bentuk radiasi
elektromagnetik yang mirip dengan gelombang radio tetapi mempunyai
kisaran frekwensi yang berbeda. Energi dari matahari tersebut dikenal
di Indonesia sebagai energi surya. Energi surya diukur dengan
kepadatan daya pada suatu permukaan daerah penerima dan dikatakan
sebagai radiasi surya. Rata-rata nilai dari radiasi surya diluar atmosfir
bumi adalah 1353 W/m2, dinyatakan sebagai konstanta surya. Total
energi yang sampai pada permukaan horisontal dibumi adalah konstanta
Kelompok 3
surya dikurangi radiasi akibat penyerapan dan pemantulan atmosfer
sebelum mencapai bumi dan nilai tersebut disebut sebagai radiasi
surya global. Radiasi surya global terdiri dari radiasi yang langsung
memancar dari matahari (direct radiation) dan radiasi sebaran yang
dipencarkan oleh molekul gas, debu dan uap air di atmosfer (diffuse
radiation).
Gambar 3.1 Radiasi Langsung dan Radiasi Sebaran pada Permukaan
Horisontal
Insolasi surya adalah intensitas radiasi surya rata-rata yang diterima
selama satu jam, dinyatakan dengan lambang I dan satuan W/ m2. Nilai
insolasi surya dipengaruhi oleh waktu siklus perputaran bumi, kondisi cuaca
meliputi kualitas dan kuantitas awan, pergantian musim dan posisi garis
lintang. Variasi insolasi surya secara kualitatif dapat dilihat seperti pada
gambar 3.2.
Kelompok 3
Gambar 3.2: Variasi insolasi surya (intensitas radiasi surya rata-
rata yang diterima selama 1 jam)
Intensitas radiasi surya pada kondisi cerah (clear day) akan
bertambah dari pagi, sejak terbit sampai siang hingga tercapainya
kondisi puncak dan turun sampai matahari terbenam pada sore hari.
Lamanya matahari bersinar cerah dalam satu hari dinyatakan sebagai
jam surya.
Untuk Indonesia, jumlah jam surya adalah sekitar 4 - 5 jam per
hari. Jumlah intensitas radiasi / insolasi surya yang diterima dalam satu
hari dinyatakan dengan satuan kilowatt-hours/m2 (kWh/m2). Produksi
energi surya pada suatu area dapat dihitung sebagai berikut :
Energi surya yang dihasilkan (Watt) = Insolasi surya (W/m2) x
luas area (m2)
3.1.3 Pengukuran Radiasi Surya
Besarnya radiasi surya pada permukaan bumi dapat diukur dengan
piranometer. Piranometer digunakan untuk mengukur intensitas radiasi
surya pada permukaan horisontal. Besarnya radiasi surya pada
permukaan miring dipengaruhi oleh karakteristik dari permukaan
sekitarnya dan berbeda untuk setiap tempat/ lokasi. Karena itu pada
umumnya hanya digunakan data radiasi surya global untuk menentukan
potensi energi surya di suatu lokasi.
Kelompok 3
Untuk memperoleh data potensi energi surya di lokasi, aktualnya
pengukuran dilakukan selama satu tahun. Dari data radiasi surya selama
satu tahun tersebut dapat diketahui rata-rata intensitas radiasi harian dan
lamanya jam surya yang digunakan untuk menentukan potensi energi
surya di daerah tersebut. Data hasil pengukuran radiasi surya tahunan
suatu daerah juga dapat diperoleh melalui stasiun meteorologi setempat.
Berikut data intensitas matahari berdasarkan Badan Meterologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Grafik Intensitas Matahari
Kelompok 3
Indonesia mempunyai intensitas radiasi yang berpotensi untuk
membangkitkan energi listrik, dengan rata-rata daya radiasi matahari di
Indonesia sebesar 1000 Watt/m2. Data hasil pengukuran intensitas radiasi
tenaga surya di seluruh Indonesia yang sebagian besar dilakukan oleh BPPT
dan sisanya oleh BMG dari tahun 1965 hingga 1995 ditunjukkan pada Tabel
berikut :
Tabel Intensitas Radiasi Matahari di Indonesia
3.1.4 Tingkat Intensitas Matahari
Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya
diterima oleh permukaan bumi sebesar 69 % dari total energi pancaran
matahari. Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh
permukaan bumi sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x 1024
joule pertahun, energi ini setara dengan 2 x 1017 Watt. Jumlah energi
sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia
saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1 persen saja permukaan
bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10 % sudah
mampu untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini.
Kelompok 3
Pada tengah hari yang cerah radiasi sinar matahari mampu
mencapai 1000 Watt/m2. Jika sebuah divais semikonductor seluas 1 m2
memiliki efisiensi 10 % maka modul solar sel ini mampu memberikan
tenaga listrik sebesar 100 Watt. Saat ini efisiensi modul solar sel
komersial berkisar antara 5 – 15 % tergantung material penyusunnya.
Karena fleksibel, sel surya yang dihasilkan bisa dibentuk seperti
genting, jendela, atau bentuk bagian bangunan lainnya. Hambatan
utama dari penerapan teknologi ini adalah mahalnya teknologi peralatan
yang dipakai untuk memproduksinya. Teknologi terbaru yang masih
dalam tahap pengembangan adalah sel surya berbasis bahan organik.
Teknologi yang digunakan berbeda jauh dengan teknologi sel surya
konvensional. Jika teknologi manufaktur yang murah bisa diciptakan
maka sel surya organik semacam ini bisa jauh lebih murah dibanding
sel surya konvensional.
PLTS dapat menghasilkan energi listrik berkat adanya teknologi
photovoltaic (PV), PV mengkonversi energi surya menjadi energi listrik
dari sinar matahari sehingga energi listrik tadi dapat digunakan oleh
peralatan rumah tangga kita. Photovoltaic Cell atau lebih dikenal
dengan Sel Surya merupakan lapisan material semikonduktor tipis,
biasanya semikonduktor yang digunakan adalah silikon. Pada
aplikasinya lapisan semikonduktor sel surya ini ada disusun sedemikian
rupa sehingga membentuk modul panel surya.
Setelah melakukan survey di lapangan (kawasan pulau Harapan)
potensi energy surya yang ada di kawasan tersebut sangatlah
menjanjikan untuk dibangun suatu pemabngkit listrik tenaga surya
(PLTS), berdasarkan hasil pengamatan langsung intesitas rata-rata
sekitar 4,8 kWh/m2. Untuk data lebih jelas mengenai potensi energy
surya di Indonesia dapat dilihat pada table diatas.
Kelompok 3
Gambar: lokasi penempatan PLTS pada kondisi cuaca cerah
3.1.5 Energi angin
Energi angin telah lama dikenal dan dimanfaatkan manusia.
Perahu-perahu layar menggunakan energi ini untuk melewati perairan
sudah lama sekali. Dan sebagaimana diketahui, pada asasnya angin
terjadi karena ada perubahan suhu antara udara panas dan udara dingin.
Di tiap daerah keadaan suhu dan kecepatan angin berbeda. Untuk
mengurangi keterbatasan penggunaan energi yang tak terbaharukan
dalam pembangkitan energi listrik khususnya maka diperlukan energi-
energi alternatif lain sebagai penggantinya. Dalam rangka mencari
bentuk-bentuk sumber energi alternatif yang bersih dan terbarukan
kembali energi angin mendapat perhatian yang besar.
Seperti yang telah dijelaskan, Angin adalah udara yang bergerak
dari tekanan udara yang lebih tinggi ke tekanan udara yang lebih
rendah. Perbedaan tekanan udara disebabkan oleh perbedaan suhu udara
akibat pemanasan atmosfir yang tidak merata oleh sinar matahari.
Karena bergerak angin memiliki energi kinetik. Energ angin dapat
dikonversi atau ditransfer ke dalam bentuk energi lain seperti listrik
atau mekanik dengan menggunakan kincir atau turbin angin. Semua
energi yang dapat diperbarui dan berasal dari matahari, kecuali (panas
bumi). Matahari meradiasi 1,74 x 1014 kw jam energi ke bumi setiap
Kelompok 3
jam (bumi menerima 1,74 x 1017 watt daya). 1-2 % dari energi tersebut
diubah menjadi energi angin. Jadi, energi angin merupakan bentuk tidak
langsung dari energi matahari, karena angin dipengaruhi oleh
pemanasan yang tidak merata pada kerak bumi oleh matahari angin
sebagai energi potensial energi angin dapat dimanfaatkan sebagai
pengganti bahan bakar fosil. Ketersediannya dia alam cukup banyak
dapat diperoleh secara gratis di alam.
3.1.6 Pengukuran Energi Angin
Energi angin merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang
ada dan masih sedikit pemanfaatannya. Pemanfaatan energi angin
sebagai sumber energi terbarukan adalah suatu usaha menjawab
masalah atas terjadinya perubahan lingkungan dan alam juga salah satu
usaha konservasi dari sumber energi konvebsional. Pengukuran angin
selalu melibatkan (menggunakan) suatu metode-metode pendekatan,
salah satunya dengan menggunakan distribusi Weibull dan Rayleigh.
Melalui metode ini dapat diketahui karakteristik angin suatu wilayah
serta perancangan turbin angin yang sesuai dengan kondisi tersebut.
Meskipun pada kenyataan angin tidak dapat dilihat bagaimana
wujudnya, namun masih dapat diketahui keberadaannya melalui efek
yang ditimbulkan pada benda – benda yang mendapat hembusan angin.
Seperti ketika kita melihat dahan – dahan pohon bergerak atau bendera
yang berkibar kita tahu bahwa ada angin yang berhembus. Dari mana
angin bertiup dan berapa kecepatannya dapat diketahui dengan
menggunakan alat – alat pengukur angin. Alat–alat pengukur angin
tersebut adalah :
Anemometer, yaitu alat yang mengukur kecepatan angin.
Wind vane, yaitu alat untuk mengetahui arah angin.
Windsock, yaitu alat untuk mengetahui arah angin dan
memperkirakan besar kecepatan angin. Biasanya ditemukan di
bandara – bandara.
Kelompok 3
Data hasil pengukuran kecepatan angin suatu daerah juga dapat
diperoleh melalui stasiun meteorologi setempat. Berikut data kecepatan
angin Makassar dan Jeneponto berdasarkan pengukuran BMKG.
Gambar kecepatan angin wilayah Jeneponto dan sekitarnya
Kelompok 3
Tabel Data Angin Tahunan Di Makassar Rentang 1991-2004
Setelah melakukan di lapangan (kawasan pulau Harapan) potensi
energy Angin yang ada di kawasan tersebut sangatlah menjanjikan
untuk dibangun suatu pembangkit listrik tenaga Bayu (PLTB),
berdasarkan data pengamatan dari BMKG Kecepatan angin rata-rata
sekitar 5-15 Knot atau 35 km/jam. Untuk data lebih jelas mengenai
potensi energy surya di Indonesia dapat dilihat pada table diatas.
3.2 Keterjangkauan Terhadap Jaringan/Grid
Pulau Harapan merupakan salah satu pulau kecil yang berada di
kawasan Provinsi Sulawesi tepatnya di Kelurahan Bontorannu, kecamatan
Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Jika di tinjau dari letak geografinya, Pulau
Harapan berada cukup jauh dari wilayah Kota Jeneponto yaitu sekitar 5 Km.
selain itu letak Pulau Harapan yang terpisah dengan daratan Jeneponto.
Secara keseluruhan Penduduk Pulau Harapan mengandalkan genset
(generator-set) sebagai pembangkit listrik utama, namun pada pemanfaatnya
belum terlalu memadai sebagai penunjang kebutuhan listrik mereka, salah satu
faktornya dikarenakan genset memiliki biaya operasional yang relative tinggi.
Melihat kondisi tersebut maka potensi energi matahari yang ada sangat efektif
Kelompok 3
untuk dibangunya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dihybrid
dengan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
Pada system pengoperasiannya PLTS dan PLTB merupakan penyuplai
energy listrik utama, apabila salah satu tidak beroperasi secara optimal akibat
adanya gangguan dari factor cuaca, rusaknya peralatan, maupun factor-faktor
lainnya maka yg satu akan mebackup.
Kelompok 3