bab iii sistem pengelolaan limbah b-3 · pdf fileuntuk menghilangkan atau mengurangi sifat...
TRANSCRIPT
19
BAB III
SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH B-3
Limbah B3 yang dibuang langsung ke lingkungan dapat menimbulkan
bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup
lainnya. Mengingat resiko yang ditimbulkan tersebut perlu diupayakan agar
setiap kegiatan yang menghasilkan limbah B3 diusahakan seminimal
mungkin. Minimalisasi limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang
dihasilkan pada masing-masing unit produksi sedikit mungkin bahkan
diusahakan sampai nol (0), dengan cara antara lain :
1. reduksi pada sumbernya dengan pengolahan awal bahan baku,
2. subtitusi bahan yang berpotensi menghasilkan limbah B3,
3. optimalisasi operasi proses yang tepat dan
4. teknologi bersih.
Untuk menghilangkan atau mengurangi sifat bahaya dan beracunnya,
limbah B3 yang dihasilkan harus dikelola secara khusus atau jika
memungkinkan untuk dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan limbah B3
mencakup kegiatan daur ulang (recycling), perolehan kembali (recovery)
dan penggunaan kembali (reuse) yang dapat mengubah limbah B3 menjadi
suatu produk yang mempunyai nilai ekonomis. Pemanfaatan limbah B3
merupakan suatu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3.
Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3, disatu pihak dapat dikurangi
jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah dapat ditekan dan di
lain pihak akan dapat meningkatkan manfaatan bahan baku. Hal ini pada
gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam.
3.1. Sistem Pengelolaan Limbah B3 Menurut Peraturan Perundang-
undangan Yang Berlaku di Indonesia
Pengelolaan limbah industri B3 merupakan salah satu bagian dari
pengelolaan lingkungan hidup secara menyeluruh. Program
pengelolaan limbah B3 diwujudkan karena alasan:
20
1. Rendahnya kesadaran pihak industri untuk mengelola limbah B3
nya yang dapat ditunjukkan dengan data dalam Tabel 3.1.
2. Dampak negatif pembuangan limbah B3 ke lingkungan akan
dirasakan dalam jangka waktu antara 10 - 20 tahun
3. Masih terbatasnya sumber daya manusia yang mampu menangani
proses pengelolaan limbah B3.
4. Peraturan tentang pengelolaan limbah B3 masih relatif baru,
sehingga diperlukan masa dalam memasyarakatkannya.
Tabel 3.1 Perkiraan Jumlah Limbah B3 di Beberapa Zone Industri :
No
Industrial
Zones
Amount In Tones
(year investigated)
Management
(until 1990)
Year 2,000
Projection (tonnes)
1 Lhokseumawe 3,975 (1986) confined in the faxtory exported 20,000
2 Batam Island 600 (1986) Unknown disposed of into environmental 3,336
3 Medan 117,547 (1989) Treated disposed of into enviromental 277,167
4 Palembang 1,150 (1987) Confined in the factory exported 3,281
5 Jabotabek 68,000 (1987) Treated disposed of into enviromental 194,011
6 Semarang 58,900 (1990) Treated disposed of into enviromental 126,257
7 Surabaya 88,860 (1990) Treated disposed of into enviromental 209,527
8 Cilegon 7,741 (1989) Treated disposed of into enviromental 18,252
9 East Kalimantan 111,976 (1990) Treated disposed of into enviromental 240,052
Total 458,749 1,091,883
Sumber: Strategi Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia (Bapedal)
Pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan
limbah B3 berupa langkah-langkah yang terintegrasi yang merupakan
upaya untuk:
• Menekankan pihak industri agar mau melakukan pendekatan
reduksi/eliminasi limbah B3
• Menerapkan persyaratan teknis pengelolaan limbah B3
• Melakukan larangan impor limbah B3
• Membuat aturan tentang ekspor limbah B3
• Memberikan persyaratan perizinan dalam pengelolaan limbah
B3
• Menentukan jenis-jenis limbah yang dikatagorikan limbah B3
dan membuat prosedur penetapan limbah B3
21
• Melakukan pengawasan dalam pengelolaan B3 disetiap
prosesnya.
Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
mencakup penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan dan
pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahannya.
Dalam rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa pihak yang
merupakan suatu mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yang
meliputi :
1). Penghasil limbah B3
2). Pengumpul limbah B3
3). Pengangkut limbah B3
4). Pengolah limbah B3.
3.1.1. Penghasil Limbah B3
Penghasil limbah B3 kebanyakan dari industri kimia dan
pertambangan sedangkan sumber penghasil limbah B3 dapat
dikelompokan menjadi tiga (3), yaitu :
1). Limbah B3 dari sumber spesifik, adalah limbah B3 sisa
proses suatu industri atau kegiatan tertentu yang secara
spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.
2). Limbah B3 dari sumber yang tidak spesifik, adalah limbah
B3 yang berasal bukan dari proses utamanya, tetapi
berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian,
inhibitor korosi, pelarutan kerak, pengemasan, dan lain-
lain.
3). Limbah B3 dari bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, sisa
kemasan, atau buangan produk yang tidak memenuhi
spesifikasi atau tidak dapat dimanfaatkan kembali, maka
suatu produk menjadi limbah B3 yang memerlukan
pengelolaan seperti limbah B3 lainnya. Hal yang sama juga
22
berlaku untuk sisa kemasan limbah B3 dan bahan-bahan
kimia yang kadaluwarsa.
Untuk mengolah limbah B3 diperlukan teknologi tinggi, sehingga
untuk membuat instalasi pengolahan diperlukan investasi yang
cukup besar dan biaya operasional yang cukup besar pula. Karena
biaya pengelolaan yang besar tersebut, setiap industri selalu
berusaha untuk mencari bahan subtitusi agar tidak menggunakan
bahan yang bersifat seperti B3 atau menghasilkan limbah B3.
Disamping itu perusahaan lebih suka menggunakan jasa pihak lain
untuk mengolah limbah B3-nya, tetapi minimalisasi limbah selalu
mendapatkan prioritas utama.
3.1.2. Penyimpan dan Pengumpul Limbah B3
Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 belum
dapat diolah dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3
dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah ke lingkungan,
sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat
dihindarkan. Untuk meningkatkan pengamanan sebelum dilakukan
penyimpanan, limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat
karakteristik limbah B3, maka dalam pengemasannya perlu pula
diatur tata cara yang tepat sehingga limbah dapat disimpan dengan
aman.
3.1.3. Pengemasan Limbah B3
Sebelum melakukan pengemasan penghasil/pengumpul limbah B3
harus mengetahui karakteristik dan bahaya yang dapat ditimbulkan
oleh limbah tersebut. Untuk mengetahui karakteristik limbah dapat
dilakukan dengan pengujian laboratorium. Perusahaan yang
menghasilkan limbah B3 secara terus menerus secara otomatis
sudah mengetahui karakteristik limbahnya, tetapi jika suatu waktu
terjadi perubahan dalam kegiatannya yang diperkirakan
mempengaruhi karakteristik limbahnya, maka harus melakukan
pengujian kembali karakteristik limbahnya.
23
Dalam memilih bentuk dan bahan kemasan harus disesuaikan
dengan jenis dan karakteristik dari limbah yang akan dikemas.
Bahan kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau
PVC) atau dari bahan logam (teflon, baja karbon, SS 304, SS 316
atau SS440) disesuaikan dengan jenis limbah dan tidak boleh
bereaksi dengan limbah yang disimpan.
3.1.4. Pengklasifikasian Limbah B-3
Pengklasifikasian limbah B3 akan memberikan informasi lebih dini
kepada penghasil dan pengelola limbah sehingga dapat diambil
tindakan-tindakan preventif untuk menghindari terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti keracunan, kebakaran, ledakan, iritasi
dll. Apabila limbah yang dihasilkan termasuk dalam kelompok
limbah B3, maka harus segera dilakukan tindakan-tindakan khusus
yang lebih hati-hati dan disesuaikan dengan karakteristik /sifat-sifat
dari limbah yang bersangkutan.
Tahap-tahap pengidentifikasian limbah sebagai limbah B3 sebagai
berikut:
a. identifikasi jenis limbah yang dihasilkan,
b. mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3,
apabila termasuk dalam daftar maka limbah tersebut termasuk
dalam kelompok limbah B3,
c. apabila jenis limbah tidak termasuk dalam daftar jenis limbah
B3, maka pemerikasaan dilanjutkan apakah masuk dalam
karakteristik: mudah meledak, mudah terbakar, beracun,
bersifat reaktif, menyebabkan infeksi atau bersifat korosif.
d. apabila tidak termasuk dalam daftar jenis limbah B3 dan tidak
memiliki karasteristik sebagaimana tersebut huruf c, maka
dilakukan uji toksikologi.
Diagram alir cara mengklasifikasikan limbah B3 dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
24
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan :
• Limbah mudah meledak, adalah limbah yang pada suhu
dan tekanan, standar (250C, 760 mmHg) dapat meledak
atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang
dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
Pengujiannya dapat dilakukan dengan menggunakan
Differential Scanning Calorymetry (DSC) atau Differential
Thermal Analysis (DTA), 2,4-dinitrotoluena atau Dibenzoil-
peroksida sebagai senyawa acuan. Dari hasil pengujian
tersebut akan diperoleh nilai temperatur pemanasan.
Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan lebih
besar dari senyawa acuan, maka bahan tersebut
diklasifikasikan mudah meledak.
• Limbah mudah terbakar adalah limbah yang apabila
berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber
nyala lain akan mudah menyala atau terbakar, dan apabila
telah nyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
Limbah ini mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai
berikut:
i. Limbah yang berupa cairan yang mengandung
alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada titik
nyala tidak lebih dari 600
C (1400
F) akan menyala
apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau
sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
25
Gambar 3.1. Cara Pengklasifikasian Limbah B3
LIMBAH :
• Bahan Berbahaya & Beracun Yg Dibuang
• Sisa Pada Kemasan
• Tumpahan,
• Sisa Proses
Evaluasi/
analisis
karakteristik
limbah
Masuk Dalam
Daftar 1,2, atau 3
Tdk
Bukan
Limbah B3
Limbah B3
Ya
Mudah
Meledak
Mudah
Terbakar Reaktif Beracun
Tdk Tdk Tdk
Penyebab
Iritasi Korosif
Tes
Toksikologi
Tdk Tdk Tdk
Ya Ya Ya Ya Ya Ya
25
26
ii. Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada
temperatur dan tekanan standar (250
C, 760 mmHg)
dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui
gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia
secara spontan dan apabila terbakar dapat
menyebabkan kebakaran yang terus menerus.
Selain itu, suatu bahan padatan diklasifikasikan B3
mudah terbakar apabila dalam pengujian dengan
metode Seta Closed-Cup Flash Point Test diperoleh
titik nyala kurang dari 400C.
iii. Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah
terbakar.
iv. Merupakan limbah pengoksidasi. Pengujian bahan
padat yang termasuk dalam kriteria B3 pengoksidasi
dapat dilakukan dengan metoda uji pembakaran
menggunakan ammonium persulfat sebagai
senyawa standar. Sedangkan untuk bahan berupa
cairan, senyawa standar yang digunakan adalah
larutan asam nitrat. Dengan pengujian tersebut,
suatu bahan dinyatakan sebagai B3 pengoksidasi
apabila waktu pembakaran bahan tersebut sama
atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa
standar.
• Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang
menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang
tidak stabil dalam suhu tinggi. Limbah ini mempunyai salah
satu sifat-sifat sebagai berikut :
i. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan
dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan.
ii. Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air.
27
iii. Limbah yang apabila bercampur dengan air
berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan
gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan
lingkungan.
iv. Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak
yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat
menghsilkan gas, uap atau asap beracun dalam
jumlah yang membahayakan kesehatan manusia
dan lingkungan.
v. Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi
pada suhu dan tekanan standar (250C, 760 mmHg).
vi. Limbah yang menyebabkan kebakaran karena
melepas atau menerima oksigen atau limbah
organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu
tinggi.
• Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun
yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3
dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius
apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit,
atau mulut. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah
ini dapat menggunakan baku mutu konsentrasi TCLP
(Toxicity Characteristic Leaching Procedure) pencemar
organik dan anorganik dalam limbah sebagaimana yang
tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah No. 85
Tahun 1999. Apabila limbah mengandung salah satu
pencemar yang terdapat dalam Lampiran II P.P tersebut,
dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari nilai dalam
Lampiran II tersebut, maka limbah tersebut merupakan
limbah B3. Bila nilai konsentrasi zat pencemar labih kecil
dari nilai ambang batas pada Lampiran tersebut maka
dilakukan uji toksikologi.
28
Tabel 3.2 : Tingkatan racun limbah B3 dikelompokkan sebagai berikut:
Urutan Kelompok LD50 (mg/kg)
1
2
3
4
5
6
Amat sangat beracun (extremely toxic)
Sangat beracun (highly toxic)
Beracun (moderately toxic)
Agak beracun (slightly toxic)
Praktis tidak beracun (practically non-toxic)
Relatif tidak berbahaya (relatively harmless)
< 1
1 - 50
51 - 500
501 - 5.000
5001 - 15.000
> 15.000
• Limbah yang menyebabkan infeksi. Bagian tubuh
manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia
yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah
lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat
menular. Limbah ini berbahaya karena mengundang
kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan
pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar
lokasi pembuangan limbah.
• Limbah bersifat korosif. Limbah yang menyebabkan
iritasi (terbakar) pada kulit atau mengkorosikan baja.
Limbah ini mempunyai salah satu sifat sebagai berikut :
i. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
ii. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng
baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar
dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian
550C.
iii. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk
limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar
dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
• Penentuan sifat akut limbah dilakukan dengan uji hayati
untuk mengukur hubungan dosis–respons antara limbah
29
dengan kematian hewan uji,untuk menetapkan nilai besar
LD-50.
Yang dimaksud dengan LD-50 (Lethal Dose Fifty) adalah
dosis limbah yang menghasilkan 50% respons kematian
pada populasi hewan uji. Nilai tersebut diperoleh dari
analisis data secara grafis dan atau stastistik terhadap hasil
uji hayati tersebut. Metodologi dan cara penentuan nilai LD-
50 ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab.
Apabila nilai LD-50 secara oral lebih besar dari 50 mg/kg
berat badan, maka terhadap limbah yang mengandung
salah satu zat pencemar pada Lampiran III P.P 85 Tahun
1999, dilakukan evaluasi sifat kronis limbah (toksik,
mutagenik, karsinogenik, teratogenik, dan lain-lain).
Limbah yang bersifat iritasi (irritant) adalah limbah baik
padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara
langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus
dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan
peradangan.
Limbah yang berbahaya bagi lingkungan (dangerous
to the environment) adalah limbah yang dapat
menimbulkan bahaya terhadap lingkungan seperti merusak
lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan
(misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak
lingkungan.
Limbah yang bersifat Karsinogenik (carcinogenic)
adalah limbah penyebab sel kanker, yakni sel liar yang
dapat merusak jaringan tubuh.
30
Limbah yang bersifat teratogenik (teratogenic) adalah
limbah yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio.
Limbah yang bersifat mutagenik (mutagenic) adalah
Limbah yang menyebabkan perubahan kromosom yang
berarti dapat merubah genetika.
Sifat kronis limbah ditentukan dengan cara mencocokkan
zat pencemar yang ada dalam limbah dengan Lampiran III
P.P 85 Tahun 1999. Apabila limbah mengandung salah
satu dan atau lebih zat pencemar yang terdapat dalam
Lampiran III tersebut, maka limbah tersebut merupakan
limbah B3 setelah mempertimbangkan faktor-faktor
dibawah ini :
i. Sifat racun alami yang dipaparkan oleh zat
pencemar;
ii. Konsentrasi dari zat pencemar ;
iii. Potensi bermigrasinya zat pencemar dari limbah ke
lingkungan bila mana tidak dikelola dengan baik;
iv. Sifat persisten zat pencemar atau produk
degradasi racun pada zat pencemar;
v. Potensi dari zat pencemar atau turunan/degradasi
produk senyawa toksik untuk berubah menjadi
tidak berbahaya;
vi. Tingkat dimana zat pencemar atau produk
degradasi zat pencemar terbio-akumulasi di
ekosistem;
vii. Jenis limbah yang tidak dikelola sesuai ketentuan
yang ada yang berpotensi mencemari lingkungan;
viii. Jumlah limbah yang dihasilkan pada satu tempat
atau secara regional atau secara nasional
berjumlah besar;
31
ix. Dampak kesehatan dan pencemaran/kerusakan
lingkungan akibat pembuangan limbah yang
mengandung zat pencemar pada lokasi yang tidak
memenuhi persyaratan;
x. Kebijaksanaan yang diambil oleh instansi
Pemerintah lainnya atau program Peraturan
perundang-undangan lainnya berdasarkan dampak
pada kesehatan dan lingkungan yang diakibatkan
oleh limbah atau zat pencemarnya;
xi. Faktor-faktor lain yang dapat dipertanggung
jawabkan merupakan limbah B3.
Apabila setelah dilakukan uji penentuan toksisitas baik akut
maupun kronis dan tidak memenuhi ketentuan di atas,
maka limbah tersebut dapat dinyatakan sebagai limbah non
B3, dan pengelolaannya dilakukan berdasarkan ketentuan
yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab
setelah berkoordinasi dengan instansi teknis terkait.
3.1.5. Pengangkutan Limbah B-3
Pengangkutan limbah B3 merupakan kegiatan pemindahan lokasi
limbah dari lokasi kegiatan penghasil ke lokasi penyimpanan atau
pengumpul atau pengolahan atau pemanfaat limbah B3 di luar
lokasi penghasil serta pemindahan ke lokasi penimbunan hasil
pengolahan.
Setiap ada pemindah tanganan ataupun pemindahan lokasi limbah
antar pihak atau lokasi harus disertai dengan dokumen limbah B3
yang diberikan pada waktu penyerahan limbah.
Dokumen limbah B3 terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a. Bagian I : yang harus diisi oleh penghasil /pengumpul
b. Bagian II : yang harus diisi oleh pengangkut
32
c. Bagian III : yang harus diisi oleh pengumpul /pemanfaat
/pengolah.
Dokumen limbah B3 tersebut merupakan legalitas dari kegiatan
pengelolaan limbah B3, dengan demikian dokumen resmi ini
merupakan sarana/alat pengawasan yang ditetapkan pemerintah
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan juga untuk
mengetahui mata rantai perpindahan dan penyebaran limbah B3.
Dokumen limbah B3 merupakan dokumen yang senantiasa dibawa
dari tempat asal pengangkutan limbah B3 ke tempat tujuan.
Dokumen diberikan pada waktu penyerahan limbah B3. Dokumen
limbah B3 tersebut meliputi juga dokumen muatan.
3.1.6. Pengolahan Limbah B3
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah
proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3
menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau
immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau jika
memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang).
Karena sifat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh limbah B3 sangat
tinggi, maka sebelum dibangunnya suatu pusat pengolahan limbah
B3, pengolah wajib membuat analisis dampak lingkungan untuk
menyelenggarakan kegiatannya baik secara sendiri maupun secara
terintegrasi dengan kegiatan lainnya.
Diagram alir sistem pengelolaan limbah B3 secara menyeluruh
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
seperti tersebut di atas dapat dilihat pada Gambar 3.2.
33
Dengan pengelolaan limbah sebagai mana tersebut diatas, maka
mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh
penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah
limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur,
sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem
manifest berupa dokumen limbah B3. Dengan sistem manifest
dapat diketahui berapa jumlah limbah B3 yang dihasilkan dan
berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan
penimbunan tahap akhir.
Sisa Limbah B-3 Pemanfaat/Pengguna
limbah B-3 Pengumpul
Produk Yang Bernilai
Ekonomis Transportasi
PENGOLAH LIMBAH B-3
Transportasi
Pengolahan Secara
Fisika/Kimia/Biologi
Limbah Dapat Langsung
Dilandfill Insenerator
Limbah Padat/Sludge Limbah Padat/Sludge
LANDFILL
Gambar 3.2 : Diagram Alir Sistem Pengelolaan Limbah B3
PENGHASIL LIMBAH B-3
(Industri, Tambang, dll)
TRANSPORTASI
34
CONTOH DOKUMEN LIMBAH B3
DOKUMEN LIMBAH B3
Diisi dengan huruf cetak dan jelas (HAZARDOUS WASTE MANIFEST)
BAGIAN YANG HARUS DILENGKAPI OLEH PENGHASIL/PENGUMPUL LIMBAH B3 (THIS SECTION MUST BE COMPLETE BY THE GENERATOR/COLLECTOR)
1. Nama dan alamat perusahaan penghasil/pengumpul* Limbah B3 : (Generator/collector* name and mailing address)
Telp. : Fax. :
2. Lokasi pemuatan bila berbeda dari alamat perusahaan :
(Shipment location different from mailing address)
Telp. : Fax. :
3. Nomor penghasil (Generator registration no.) :
4. Data pengiriman limbah B3 (Shipping Description) :
A. Jenis limbah B3 B. Nama tehnik, bila ada C. Karakteristik limbah D. Kode limbah B3 E. Kode UN/NA
(Physical State) : (Technical name if applicable) : (Hazard class) : (Hazardous waste code) : (UN/NA code) :
F. Kelompok kemasan
(Packing group) :
G. Satuan ukuran (Unit of):
Berat (weigh) : Ton
Isi (Volume) : M3
H. Jumlah total kemasan
(Quantity of packages):
Pos Kemas (Container)
Nomor (No) : KKK..
Jenis (Type) : KKK...
5. Keterangan tambahan untuk limbah B3 yang tersebut di atas :
(Additional description for material listed above)
6. Instruksi penanganan khusus dan keterangan tambahan :
(Special handling instruction and additional information)
7. Nomor telepon yang dapat dihubungi dalam keadaan darurat :
(Emergency respone contact phone No.)
8. Tujuan pengangkutan (Shipping purpose) : ke pengumpul (To collector)/ ke pengolah (to processor)/ ke luar negeri (exsport)*
Catatan (note): Jika pengisi formulir ini adalah pengumpul limbah B3 maka sebutkan nama penghasil limbah yang limbahnya akan diangkut disertai lampiran salinan dokumen limbah yang dikirim penghasil ke pengumpul (if the party filling this form is the collector, list the name of the generator whose waste will be transported, furnished with the appendix to copy of the document send by the generator to the collector):
Pernyataan perusahaan penghasil/pengumpul limbah B3: Dengan ini saya menyatakan bahwa limbah B3 yang dikirimkan sesuai dengan perincian pada daftar isian baku yang tersebut diatas, serta dikemas dan diberi label dan dalam keadaan laik untuk diangkut di jalan raya, sesuai dengan peraturan pemerintah RI atau peraturan internasional. (Producer/collector certification : I hereby declare that contents of this consignment are accurate described above by the proper shipping description and have been packed and labeled and are in proper condition for transport by highway according to GOI or international regulation):
9. Nama (Name): 10. Tanda tangan (Signature): 11. Jabatan (Title): 12. Tanggaal (Date):
BAGIAN YANG HARUS DILENGKAPI OLEH PERUSAHAAN PENGANGKUT LIMBAH B3 (THIS SECSION MUST BE COMPLETED BY THE TRANSPORTER)
13. Nama dan alamat perusahaan pengangkut limbah B3
(Transporter name and address):
14. Nomor telepon (Phone No.):
15. Nomor fax (Fax No.):
16. Nomor pendaftaran Bapedal (Bapedal registration No.):
17. Identitas kendaraan (Vehicle identity):
Nomor truk (Truck No.):
Nama kapal (Ship name):
Izin pengangkutan (Shipping Permit):
18. Nama (Name): 19. Tanda tangan (Signature): 20. Jabatan (Title): 21. Tanggal pengangkutan (Shipping date):
22. Tanggal tandatangan (Sign date):
BAGIAN YANG HARUS DILENGKAPI OLEH: PERUSAHAAN PENGOLAH/PENGUMPUL LIMBAH B3 (THIS SECTION MUST BE COMPLETED BY THE PROCESSOR/COLLECTOR)
23. Nama dan alamat perusahaan pengolah/pengumpul* limbah B3
(Processor/collector* name and addres):
24. Nomor telepon (Phone No.):
25. Nomor fax (Fax No.):
26. Nomor pendaftaran Bapedal (Bapedal regrestation No.):
Pernyataan perusahaan pengumpul/pengolah limbah B3: Dengan ini saya menyatakan bahwa saya telah menerima kiriman limbah B3 dengan jenis dan jumlah seperti tersebut di atas dan bahwa limbah tersebut akan diproses sesuai dengan peraturan Pemerintah RI atau peraturan internasional (Processor/collector certification: I hereby declare that I have received the type and quantity of waste as described above by the generator/collector and that it will be processed according to GOI or international regulation):
27. Nama (Name): 28. Tanda tangan (Signature): 29. Jabatan (Title): 30. Tanggaal (Date):
Pernyataan ketidaksesuaian limbah: setelah dianalisa, limbah yang disebutkan tidak memenuhi syarat sehingga selanjutnya akan dikembalikan kepada perusahaan penghasil limbah. (Discrapency notification: the following waste is not being accepted and will be returned to the generator).
31. Jenis limbah (type of waste): KKKK
32. Jumlah (Quantity) : KKKK
33. Nomor pendaftaran Bapedal (Bapedal Reg. No.): K..
34. Alasan penolakan (Reason for rejection): KKK.
35. Tanggal pengembalian (Date returned): KK.
36. Tanda tangan (Processor/collector signature): KK
• Coret yang tidak perlu Sumber : Kep-02/Bapedal/1995
Salinan X: …………….. mengirim ke: ……………
(Copy X: …………… Mall to : ……………
NOMOR
35
3.2. Pengelolaan Limbah Industri (B3) Oleh Pemerintah
Sampai saat ini sektor industri merupakan salah satu penyumbang
bahan pencemar yang terbesar di kota-kota yang mengandalkan
kegiatan perekonomiannya dari industri. Untuk menghindari
terjadinya pencemaran yang ditimbulkan dari sektor industri, maka
diperlukan suatu sistem yang baik untuk melakukan pengawasan
dan pengelolaan limbah industri, terutama limbah B3-nya.
Pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dengan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku
sesuai Peraturan Pemerintah dan Keputusan Kepala Bapedal yang
mengatur tentang pengelolaan limbah B3.
Pengawasan limbah B3 adalah suatu upaya yang meliputi
pemantauan pentaatan persyaratan serta ketentuan teknis dan
administratif oleh penghasil, pemanfaat, pengumpul, pengolah
termasuk penimbun limbah B3. Sedangkan yang dimaksud
pemantauan di sini adalah kegiatan pengecekan persyaratan-
persyaratan teknis-administratif oleh penghasil, pengumpul,
pemanfaat, pengolah termasuk penimbun limbah B3.
Sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah dan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-
02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah,
maka pengawasan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dapat
dikelompokkan kedalam tiga kewenangan, yaitu kewenangan
Pemerintah Daerah Tingkat II, kewenangan Pemerintah Daerah
Tingkat I dan kewenangan Bapedal.
36
3.2.1. Pengelolaan Limbah Industri (B3) Oleh Pemda Tingkat II
Pengawasan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II meliputi:
a. Memasyarakatkan peraturan tentang pengelolaan limbah B3;
b. Melakukan inventarisasi Badan Usaha yang menghasilkan
limbah B3;
c. Inventarisasi Badan Usaha yang memanfaatkan limbah B3;
d. Inventarisasi Badan Usaha yang melakukan pengolahan dan
penimbunan limbah B3;
e. Membantu BAPEDAL dalam pemantauan terhadap Badan
Usaha yang diberikan ijin pengelolaan limbah B3 oleh
BAPEDAL;
f. Memberikan teguran peringatan pertama terhadap
kegiatan/usaha yang tidak mentaati ketentuan dalam
pengelolaan limbah B3 dan teguran berikutnya serta
penerapan sanksi oleh BAPEDAL;
g. Melaporkan kepada BAPEDAL cq. Direktorat Pengelolaan
Limbah B3, mengenai lokasi penimbunan dan pembuangan
limbah B3 di daerah yang tidak memenuhi ketentuan
Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan limbah
B3 yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah ini harus
dilaporkan ke BAPEDAL cq. Direktorat Pengelolaan Limbah B3,
untuk tujuan pengelolaan limbah B3 secara terpadu di Indonesia.
Diagram mekanisme pemantauan pencemaran limbah industri
yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang merupakan
salah satu bagian dari sistem pengelolaan limbah adalah sebagai
berikut:
37
BAGAN MEKANISME PEMANTAUAN PENCEMARAN
LIMBAH INDUSTRI DI PEMDA TINGKAT II
37
BAGAN MEKANISME PEMANTAUAN PENCEMARAN
LIMBAH INDUSTRI DI PEMDA TINGKAT II
INDUSTRI LABORATORIUM KONSULTAN PEMERINTAH DAERAH
EFLUENT ANALISIS EFLUEN
TIDAK
MEMENUHI BAKU
MUTU
MEMENUHI
BAKU MUTU
VERIFIKASI IPAL
BERSAMA PEMDA
PEMERIKSAAN
DATA PENDUKUNG
VERIFIKASI
LAPORAN
VERIFIKASI
ANALISIS EFLUEN
PENGKAJIAN
LAPORAN
INDUSTRI
PENGHARGAAN
KEPADA INDUSTRI
PETUNJUK
PERBAIKAN
PEMBANGUNAN
IPAL
TINDAKAN
ADMINISTRATIF
PENEGAKAN
HUKUM
LINGKUNGAN
PENGKAJIAN HASIL
ANALISIS EFLUEN
LAPORAN
VERIFIKASI
DESAIN
/REDESAIN
IPAL
EFLUENT
37
37
38
3.2.2. Pengelolaan Limbah Industri (B3) Oleh Pemda Tingkat I
Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah Tingkat I meliputi:
a. Penghasil limbah B3 yang berpotensi mengakibatkan
pencemaran yang melintasi lintas batas Tingkat II,
pengawasannya menjadi tugas dan tanggung jawab Pemda
Tingkat I.
b. Mengkoordinasikan pemasyarakatan peraturan tentang
pengelolaan limbah B3 kepada Dinas Lingkungan Hidup Tingkat
II (Bapedalda Tingkat II) di wilayah yang bersangkutan.
c. Penghasil limbah B3 yang berpotensi mengakibatkan
pencemaran yang melintasi lintas batas Tingkat I,
pengawasannya menjadi tugas dan tanggung jawab Bapedal
Wilayah.
3.2.3. Pengelolaan Limbah Industri (B3) Oleh BAPEDAL
Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan
oleh BAPEDAL / Bapedal Wilayah meliputi:
a. Mengkoordinasikan pemasyarakatan peraturan tentang
pengelolaan limbah B3;
b. Mengkoordinasikan pemberian bimbingan teknis, laboratorium
dan penjelasan pedoman-pedoman pengelolaan limbah B3;
c. Mengkoordinasikan pemberian bimbingan teknis dan penjelasan
pengisian formulir tata cara permohonan ijin pengelolaan limbah
B3 kepada Pemerintah Daerah;
d. Atas permintaan Direktorat Pengelolaan Limbah B3, membantu
Direktorat Pengelolaan Limbah B3 dalam upaya pemantauan
pelaksanaan perizinan pengelolaan limbah B3 bersama-sama
Direktorat Pengelolaan Limbah B3;
39
e. Membantu Direktorat Pengelolaan Limbah B3 dalam upaya
pemantauan terhadap masuknya limbah B3 di pelabuhan
setempat atas permintaan Direktorat Bea dan Cukai.
3.2.4. Pengelolaan Limbah Industri (B3) Secara Terpadu
Pengelolaan limbah B3 secara terpadu dan menyeluruh harus
dilaksanakan bersama-sama antara Bapedal, Pemda dan Badan
Usaha yang dapat diwujudkan dalam suatu ”Program Kemitraan
Dalam Pengelolaan Limbah B3” yang selanjutnya disingkat dengan
program KENDALI B3. Tujuan dari program KENDALI B3 adalah :
a. Terkendalinya pencemaran lingkungan;
b. Terkendalinya pembuangan limbah B3 ke lingkungan tanpa
pengolahan;
c. Mendorong pelaksanaan upaya minimalisasi limbah B3 melalui
kegiatan pengurangan limbah pada sumbernya, penggunaan
kembali, daur ulang dan pemanfaatan kembali;
d. Tercapainya kualitas lingkungan yang baik;
e. Ditaatinya ketentuan-ketentuan pengelolaan limbah B3.
Sedangkan sasaran dari program KENDALI B3 adalah:
a. Terciptanya sistem pengelolaan limbah B3 yang berdaya guna
dan berhasil guna;
b. Meningkatkan kemampuan aparat pemerintah baik di daerah
maupun pusat dalam pengawasan pengelolaan limbah B3.
Ada tiga anggota dalam pelaksanaan program KENDALI B3, yaitu
Pemda, Bapedal dan Badan Usaha. Badan Usaha mana yang
harus/wajib ikut dalam program ini harus mempunyai kriteria yang
jelas atau dalam proses penentuannya jelas. Ada beberapa
langkah yang dapat diambil untuk menetapkan Badan Usaha mana
yang wajib ikut dalam program KENDALI B3, yaitu:
a. Identifikasi,
40
Yaitu identifikasi Badan Usaha yang berpotensi menghasilkan
limbah B3,
b. Daftar Pertanyaan,
Kepada Badan Usaha yang berpotensi menghasilkan limbah
B3 dikirimkan daftar pertanyaan tentang pengelolaan limbah B3
oleh Bapedalwil atau Pemda.
c. Peninjauan Lapangan,
Untuk memastikan kondisi pengelolaan limbah B3, maka
dilakukan kunjungan pemantauan awal oleh Bapedal bersama
dengan Pemerintah Daerah.
d. Penetapan,
Dari evaluasi daftar pertanyaan dan hasil kunjungan ditetapkan
Badan Usaha prioritas sebagai peserta program KENDALI B3
oleh Bapedal berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah.
Setelah suatu Badan Usaha ditetapkan sebagai peserta program
KENDALI B3, maka perlu dibuat suatu kesepakatan bersama untuk
melakukan pengelolaan limbah B3 yang ada. Bapedal atau
Bapedalwil akan melakukan pembinaan teknis kepada Badan
Usaha peserta program Kendali B3, sedangkan pemantauannya
dilakukan bersama-sama antara Bapedal dan Pemda setempat
guna memantau pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang telah
dilaksanakan oleh Badan Usaha peserta Program Kendali B3.
Dari hasil pemantauan dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan
limbah B3 yang telah dilaksanakan oleh Badan Usaha peserta
program. Bagi Badan Usaha yang telah melakukan penataan
diberikan penghargaan berupa sertifikat pengelolaan limbah B3
sesuai dengan peringkatnya. Bagi Badan Usaha yang masih dalam
tahap penyempurnaan pengelolaan limbah B3 terus diberikan
pembinaan, dan bagi Badan Usaha yang tidak melakukan
41
pengelolaan limbah B3 diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang
ada dan berlaku. Untuk lebih jelasnya penentuan badan usaha
yang wajib ikut dalam program KENDALI B3 dapat dilihat pada
skema berikut:
Penetapan Badan Usaha Yang Wajib Ikut Dalam Program KENDALI B3
Tidak Menghasilkan
Limbah B3 Menghasilkan Limbah B3
Daftar Pertanyaan Pemda / Bapedal
Ditetapkan Sbg Badan Usaha Yg Bukan Peserta
Program KENDALI B3
Ditetapkan Sbg Badan Usaha
Peserta Program KENDALI B3
EVALUASI
Daftar Pertanyaan + Hasil Peninjauan Lapangan
Peserta Program KENDALI B3
Pembinaan Teknis
EVALUASI
Pengelolaan Yg Telah Dilakukan
Pengelolaan Telah Dilakukan Dng Baik
Masih Dlm Tahap Penyempurnaan
Pembinaan
BADAN USAHA / B.U
Belum Melakukan Pengelolaan
SANGSI HUKUM Pemda
PENGHARGAAN Pemda
Identifikasi BU
Pemda + Bapedal Peninjauan Lapangan
Kesepakatan Dlm Pengelolaan Limbah B3
Bapedal Pemda
Pemantauan
42
3.3 Simbol dan Label limbah B-3
Pengelolaan limbah B3 harus dilakukan dengan cara yang aman bagi
pekerja, masyarakat dan lingkungan. Faktor penting yang berhubungan
dengan keamanan ini adalah adanya penandaan pada tempat
penyimpanan, tempat pemanfaatan, pengolahan, kemasan dan
kendaraan pengangkut. Penandaan lebih dimaksudkan untuk
memberikan identitas limbah B3 sehingga kehadirannya di suatu
tempat dapat dikenali. Melalui penandaan dapat diketahui informasi
dasar tentang jenis dan karakteristik /sifat limbah B3 bagi orang yang
melaksanakan pengelolaan (menyimpan, mengangkut, mengumpulkan,
memanfaatkan dan mengolah) limbah B3 dan bagi pengawas
pengeloan limbah B3 serta bagi orang di sekitarnya. Penandaan
terhadap limbah B3 sangat penting guna menelusuri dan menentukan
teknik pengolahan limbah B3. Tanda yang digunakan untuk penandaan
ada 2 jenis yaitu, simbol dan label.
3.3.1. Bentuk Dasar, Ukuran, dan Bahan Simbol
Simbol adalah gambar yang menyatakan karakteristik limbah B3.
Simbol berbentuk bujur sangkar diputar 45 derajat sehingga
membentuk belah ketupat. Pada keempat sisi belah ketupat
tersebut dibuat garis sejajar yang menyambung sehingga
membentuk bidang belah ketupat dalam dengan ukuran 95 persen
dari ukuran belah ketupat bahan. Warna garis yang membentuk
belah ketupat dalam sama dengan warna gambar simbol. Pada
bagian bawah simbol terdapat blok segilima dengan bagian atas
mendatar dan sudut terlancip berhimpit dengan garis sudut bawah
belah ketupat bagian dalam. Panjang garis pada bagian sudut
terilancip adalah 1/3 dari garis vertikal simbol dengan lebar 1/2 dari
panjang garis horizontal belah ketupat dalam (gambar 3.4).
43
Simbol yang dipasang pada kemasan minimal berukuran 10 cm x
10 cm, sedangkan simbol pada kendaraan pengangkut limbah B3
dan tempat penyimpanan limbah B3 minimal 25 cm x 25 cm.
Gambar 3.4.: Bentuk Dasar Simbul
Simbol harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap goresan dan
atau bahan kimia yang kemungkinan akan mengenainya. Warna
symbol yang dipasang di kendaraan pengangkut limbah B3 harus
dari cat yang dapat berpendar (fluorescence).
3.3.2. Jenis-Jenis Simbol
a. Simbol klasifikasi limbah B3 mudah meledak
Gambar 3.5 : Simbol klasifikasi limbah B3 mudah meledak
b. Simbol klasifikasi limbah B3 mudah terbakar
Terdapat 2 (dua) macam simbol untuk klasifikasi limbah
yang mudah terbakar, yaitu simbol untuk cairan mudah
terbakar dan padatan mudah terbakar :
44
Gambar 3.6: Simbol klasifikasi limbah B3 padat mudah terbakar
Gambar 3.7: Simbol klasifikasi limbah B3 cair mudah terbakar.
c. Simbol klasifikasi limbah B3 reaktif
Gambar 3.8: Simbol klasifikasi limbah B3 reaktif
d. Simbol klasifikasi limbah B3 beracun
Gambar 3.9 : Simbol klasifikasi limbah B3 beracun
45
e. Simbol klasifikasi limbah B3 korosif
Gambar 3.10: Simbol klasifikasi limbah B3 korosif
f. Simbol klasifikasi limbah B3 menimbulkan infeksi
Gambar 3.11: Simbol klasifikasi limbah B3 menimbulkan infeksi
g. Simbol limbah B3 klasifikasi campuran
Gambar 3.12: Simbol limbah B3 klasifikasi campuran
3.3.3. Label
Label merupakan penandaan pelengkap yang berfungsi memberikan informasi dasar mengenai kondisi kualitatif dan kuantitatif dari suatu limbah B3 yang dikemas.
Terdapat 3 (tiga) jenis label yang berkaitan dengan sistem pengemasan limbah B3, yaitu :
46
a. Label Identitas Limbah
Gambar 3.13: Label Identitas Limbah
b. Label Untuk Penandaan Kemasan Kosong
Gambar 3.14: Label Untuk Penandaan Kemasan Kosong
c. Label Penunjuk Tutup Kemasan
Gambar 3.15: Label Penunjuk Tutup Kemasan