bab iii sejarah dalem kepangeranan di surakarta · dan bentuk rumah, yaitu dalem kepangeranan....

32
55 BAB III SEJARAH DALEM KEPANGERANAN DI SURAKARTA Pada bab sebelumnya, dijelaskan tentang latar belakang kehidupan sosial, politik, dan budaya para bangsawan Jawa di Surakarta. Gaya hidup dari para bangsawan Jawa sebagai orang yang memiliki hubungan keluarga dengan penguasa, diungkapkan melalui gelar, gaya berbicara, gaya berpakaian, tata cara berperilaku, dan bentuk rumah, yaitu Dalem Kepangeranan. Dalam bab ini akan dijelaskan lebih detail tentang pangeran pemilik Dalem Kepangeranan dan bentuk bangunan Dalem Kepangeranan pada saat masih menjadi kediaman keluarga pangeran tersebut. Dalem Kepangeranan mulai didirikan di Surakarta pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwana IV (1788-1820). Dalem Kepangeranan pada awalnya dibangun dengan arsitektur tradisional Jawa dan menggunakan bahan bangunan dari kayu. Pada masa Sunan Paku Buwana X, Dalem Kepangeranan dibangun dengan campuran arsitektur Jawa dan Indisch dan mulai menggunakan bahan bangunan dari semen dan besi, serta desain interior dari Barat dan hiasan-hiasan dari China. Kepemilikan Dalem Kepangeranan ditentukan oleh raja yang berkuasa. Raja berhak mengambil Dalem Kepangeranan dari pemiliknya dan memberikan Dalem Kepangeranan kepada pangeran lainnya, dengan ganti rugi. Namun juga terdapat Dalem Kepangeranan yang pemiliknya adalah keturunan pangeran penghuni pertama. Dalem Kepangeranan pada awalnya dibangun di dalam tembok Baluwarti. Pada masa Sunan Paku Buwana X, banyak putranya yang membangun Dalem Kepangeranan di

Upload: others

Post on 29-Dec-2019

23 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

55

BAB III

SEJARAH DALEM KEPANGERANAN DI SURAKARTA

Pada bab sebelumnya, dijelaskan tentang latar belakang kehidupan sosial,

politik, dan budaya para bangsawan Jawa di Surakarta. Gaya hidup dari para

bangsawan Jawa sebagai orang yang memiliki hubungan keluarga dengan penguasa,

diungkapkan melalui gelar, gaya berbicara, gaya berpakaian, tata cara berperilaku,

dan bentuk rumah, yaitu Dalem Kepangeranan. Dalam bab ini akan dijelaskan lebih

detail tentang pangeran pemilik Dalem Kepangeranan dan bentuk bangunan Dalem

Kepangeranan pada saat masih menjadi kediaman keluarga pangeran tersebut.

Dalem Kepangeranan mulai didirikan di Surakarta pada masa pemerintahan

Sunan Paku Buwana IV (1788-1820). Dalem Kepangeranan pada awalnya dibangun

dengan arsitektur tradisional Jawa dan menggunakan bahan bangunan dari kayu. Pada

masa Sunan Paku Buwana X, Dalem Kepangeranan dibangun dengan campuran

arsitektur Jawa dan Indisch dan mulai menggunakan bahan bangunan dari semen dan

besi, serta desain interior dari Barat dan hiasan-hiasan dari China.

Kepemilikan Dalem Kepangeranan ditentukan oleh raja yang berkuasa. Raja

berhak mengambil Dalem Kepangeranan dari pemiliknya dan memberikan Dalem

Kepangeranan kepada pangeran lainnya, dengan ganti rugi. Namun juga terdapat

Dalem Kepangeranan yang pemiliknya adalah keturunan pangeran penghuni pertama.

Dalem Kepangeranan pada awalnya dibangun di dalam tembok Baluwarti. Pada masa

Sunan Paku Buwana X, banyak putranya yang membangun Dalem Kepangeranan di

56

luar tembok Baluwarti. Di Surakarta terdapat sekitar dua puluh Dalem Kepangeranan,

baik yang kondisinya masih terawat maupun yang tidak terawat, atau bahkan sudah

hancur. Nama Dalem Kepangeranan disesuaikan pangeran yang tinggal di dalem

tersebut. Dalem Kepangeranan di Surakarta antara lain Dalem Purwadiningratan,

yang disebut sebagai Dalem Kepangeranan tertua, Dalem Suryahamijayan, Dalem

Sasana Mulya, dan Dalem Jayakusuman.

A. Dalem Purwadiningratan

Gambar 1. Dalem Purwadiningratan (photo: Dokumen Pribadi)

1. Sejarah Dalem Purwadiningratan

Dalem Purwadiningratan berdiri pada tahun 1805 pada masa Sunan Paku

Buwana IV (1788-1820).1 Awalnya Dalem Purwadiningratan digunakan untuk

1Purnomo et.al., Interior Dalem Sasono Mulyo dan Purwodiningratan

Surakarta Dikaji dalam Konteks Konservasi, dalam Pendhapa, Vol. 1, No. 1 2009

(Surakarta: ISI, 2009), hlm. 13.

57

pemerintahan sementara karena keraton baru setengah jadi.2 Fungsi awal Dalem

Purwadingratan sebagai pusat pemerintahan sementara, pendapa dan pringgitan

Dalem Purwadiningratan yang terbesar di antara Dalem Kepangeranan lainnya.

Selain itu, Dalem Purwadiningratan memiliki tembok pembatas paling tinggi di

antara Dalem Kepangeranan lainnya di dalam tembok Baluwarti.

Dalem Purwadiningratan diberikan kepada R.Ay. Sekar Kedhaton atau G.K.R.

Pembayun, putri Sunan Paku Buwana IV dengan permaisuri G.K.R. Kencana II,

dengan suaminya K.G.P.H. Mangkubumi II, putra K.G.P.H. Mangkubumi I dengan

R.Ay. Mangkubumi. K.G.P.H. Mangkubumi I adalah putra Sunan Paku Buwana III

dengan permaisuri G.K.R. Kencana Beruk. Dalem Purwadiningratan selanjutnya

diwariskan kepada keturunan dari G.K.R. Pembayun dan K.G.P.H. Mangkubumi II.

Mereka memiliki putra bernama K.P.H. Riyahatmadja dan menikah dengan R.A.

Samaniyah, yang kemudian menjadi R.Ay. Riyahatmadja, putri Paku Buwana V

dengan selir R.Ay. Ranggakusuma. K.P.H. Riyahatmadja dan R.A.y. Riyahatmadja

memiliki putra bernama K.R.M.H. Purwadiningrat V. Beliau menikah dengan R.A.

Umikaltum, yang kemudian R.Ay. Purwadiningrat, putri Sunan Paku Buwana IX

dengan selir R.Ay. Rediningrum. K.R.M.H. Purwadiningrat V memiliki jabatan

sebagai bupati kaparak tengen.3 4

2 Wawancara dengan K.R.Ay. Natakusuma, pada 1 Juni 2016.

3 Ibid.

4 Padmasoesastra, Sejarah Dalem Pangiwa lan Panengen (Semarang: Van

Dorp, 1902), hlm. 71, 73, 78, 82.

58

Gambar 2. K.R.M.H. Purwadiningrat V (sumber: KITLV)

Sejak menjadi kediaman oleh K.R.M.H. Purwadiningrat V, dalem ini

dinamakan Dalem Purwadiningratan hingga saat ini. K.R.M.H. Purwadiningrat V

dengan R.Ay. Purwadiningrat memiliki putra bernama K.R.M.T.H. Purwadiningrat

VI yang lahir pada tanggal 6 Mei 1881. K.R.M.T.H. Purwadiningrat VI menjabat

sebagai Bupati Bumi Kliwon ing Nayaka Jawi atau Bupati nayaka jawi. K.R.M.T.H.

Purwadiningrat VI memiliki tiga orang istri dan 11 orang anak. Dari ketiga orang

istrinya, hanya istri pertama dan ketiga yang memiliki anak. Anak dari istri pertama

adalah R.M. Purwasewaya, R.Ay. Natasaputra, R.Ay. Purwamartana, R.M.

Purwasuripto, R.M. Purwasuparta, R.Ay. Sumarman, R.Ay. Purwadipura, dan R.M.

Purwasutrisna. Anak dari istri ketiga adalah K.R.Ay. Katamdipraja, R.Ay. Sujana

Humardani, dan K.R.M.H. Surana Purwadiningrat.5 K.R.M.T.H. Purwadiningrat VI

wafat pada tanggal 2 Juli 1962.

5 Wawancara dengan K.P.H. Brotoadiningrat, pada 30 Agustus 2016.

59

Gambar 3. Lukisan K.R.M.T.H. Purwadiningrat VI di Dalem Purwadiningratan

(photo: Dokumen Pribadi)

2. Bangunan Dalem Purwadiningratan

Dalem Purwadingratan berdiri di atas tanah seluas 8744 m2 dengan panjang

104,9 m dan lebar 88,2 m6 yang terdiri dari pendapa, pringgitan, dalem ageng,

senthong kiwa, krobongan atau petanen, senthong tengen, dan gandhok. Dalem

Purwadiningratan dibangun dari kayu yang berasal dari Alas Danalaya dan dibawa

sampai ke Solo melalui Sungai Bengawan Solo. Atap bangunan berupa kayu sirap,

karena sudah lapuk dimakan usia, atap bangunan diganti dengan seng.7 Pendapa di

Dalem Purwadiningratan berbentuk Joglo Mangkurat yang atapnya bersusun tiga

merenggang, atas brunjung, tengah penanggap, bawah penitih. Atap-atapnya

6 Wawancara dengan K.R.Ay. Natakusuma, pada 1 Juni 2016.

7 Ibid.

60

dihubungkan dengan balok yang disebut lambangsari.8 Perbedaan pendapa Dalem

Purwadiningratan dengan pendapa Dalem Kepangeranan lainnya adalah tidak

memiliki kuncungan, yaitu bagian yang menonjol yang terletak di depan pendapa

yang berfungsi sebagai pintu masuk dan tempat pemberhentian kereta kuda. Pendapa

Dalem Purwadiningratan memiliki 32 saka dan empat saka guru.

Gambar 4. Pendapa Dalem Purwadiningratan (photo: Dokumen Pribadi)

Bagian dalem ageng beratap joglo dan memiliki delapan saka dan empat saka

guru. Dalem Ageng terdiri senthong kiwa, krobongan, dan senthong tengen. Bagian

krobongan atau petanen Dalem Purwadiningratan dihiasi dengan ukiran terawang

yang menggambarkan pepohonan, bunga, buah, dan burung. Di bagian atas

krobongan atau petanen terdapat ukiran inisial pemilik dalem yaitu ”PN” yang berarti

Purwadiningrat. Di depan krobongan atau petanen terdapat meja kecil yang terdapat

8 H.J. Wibowo, et.al., Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta,

(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998), hlm. 55.

61

paidon 9

10 yang terbuat dari kuningan yang berisi bunga wewangian. Wewangian

tersebut harus diganti setiap hari Kamis atau malam Jumat, setiap tanggal 1 Sura, dan

setiap bulan Sapar untuk memperingati berdirinya Dalem Purwadiningratan.11

Gambar 5. Dalem Ageng di Dalem Purwadiningratan (photo: Dokumen Pribadi)

Gandhok dibagi menjadi dua, gandhok kulon dan gandhok wetan. Gandhok

kulon dibagi menjadi dua yaitu Gedong Wedang, yang berfungsi sebagai ruang

makan atau perjamuan dan Paviliun Kilen, tempat menginap tamu. Diantara dalem

ageng dan gandhok terdapat pintu gerbang yang disebut seketheng, yang membatasi

halaman luar dengan dalem atau omah njero. Seketheng dibangun pada tahun 1913.

Di belakang dalem ageng dibangun paviliun wingking yang berarsitektur campuran

9 Paidon pada awalnya digunakan untuk buang ludah sesudah makan sirih,

kemudian digunakan sebagai tempat rangkaian kembar mayang atau sesajen untuk

pengantin.

10 H.J. Wibowo, et.al., op.cit., hlm. 63

11 Wawancara dengan K.R.Ay. Natakusuma, pada 1 Juni 2016.

62

Jawa dan Eropa. Saat ini bagian gandhok sudah disekat-sekat menjadi beberapa

kamar yang dihuni oleh keturunan dan kerabat K.R.M.T.H Purwadiningrat VI.12

Tahun 1845 dibangun dua buah regol yang besar dibangun sebelah barat dan

timur bagian depan Dalem Purwadiningratan.13

Tahun 1905 dibangun paviliun

dengan arsitektur Eropa dan lojen yang dibangun kanan dan kiri pendapa. Lojen

berfungsi untuk kantor dan juga ruang penerimaan tamu. Saat ini, lojen yang tersisa

tinggal di sebelah barat dan berfungsi sebagai tempat tinggal.14

Pelataran depan pendapa dahulu ditutupi pasir dan berfungsi sebagai tempat

duduk abdi dalem yang akan sowan atau memberi penghormatan kepada keluarga

bangsawan. Saat Dalem Purwadiningratan mengadakan suatu acara atau hajatan para

abdi dalem duduk bersila di depan pendapa di atas pasir, sementara tamu undangan

dan anggota keluarga duduk bersila di pendapa. Saat ini tempat tersebut menjadi

lapangan badminton yang digunakan oleh para penghuni Dalem Purwadiningratan.15

Dalem Purwadiningratan dahulu dihiasi dengan patung-patung bergaya Eropa,

yang terletak pelataran depan pendapa, depan kuncungan yang berada di gandhok

kiwa, dan di taman-taman. Selain itu depan pendapa juga dihiasi sepasang patung

singa di sisi dan kanan tangga masuk pendapa. Saat ini patung- patung tersebut telah

12

Wawancara dengan K.R.Ay. Natakusuma, pada 1 Juni 2016.

13 Berdasarkan angka tahun yang tertulis di bagian atas regol.

14 Wawancara dengan K.R.Ay. Natakusuma, pada 1 Juni 2016.

15 Ibid.

63

hilang, banyak yang hancur atau diambil oleh kerabat, hanya tersisa satu yang terletak

di taman di sebelah barat dalem ageng.16

Gambar 6. Patung bergaya Eropa di Taman Dalem Purwadiningratan

(photo: Dokumen Pribadi)

Taman di Dalem Purwadiningratan terletak di sebelah barat pringgitan dan

dalem ageng. Taman yang terletak di sebelah barat pringgitan disebut Taman Ujung,

yang dihiasi air mancur.17

Saat ini Taman Ujung sudah tidak ada, beralih fungsi

menjadi tempat tinggal. Taman yang tersisa tinggal di sebelah barat dalem ageng. Di

tengah taman berdiri patung bergaya Eropa dan di utara taman terdapat sumur.

Setelah K.R.M.T.H. Purwadiningrat VI meninggal pada tahun 1962, Dalem

Purwadiningratan diwariskan kepada anak-anaknya. Anak-Anak K.R.M.T.H.

Purwadiningrat VI mendiami bagian gandhok dan lojen Dalem Purwadiningratan.

16

Wawancara dengan K.R.Ay. Natakusuma, pada 1 Juni 2016 17

Ibid.

64

Saat ini Dalem Purwadiningratan dihuni oleh cucu-cucu dan keturunan K.R.M.T.H.

Purwadiningrat VI, serta keturunan para abdi dalem.18

B. Dalem Suryahamijayan

Gambar 7. Dalem Suryahamijayan (photo: Dokumen Pribadi)

1. Sejarah Dalem Suryahamijayan

Dalem Suryahamijayan didirikan pada tahun 1810 pada masa Sunan Paku

Buwana IV. Bagian dari dalem yang pertama kali dibangun adalah pendapa,

pringgitan dan dalem ageng. Penghuni pertama dalem adalah K.G.P.A. Purbaya,

putra Sunan Paku Buwana IV 19

dengan permaisuri G.K.R. Kencana II, putri

Panembahan Cakraningrat Pamelengan atau Panembahan Cakraningrat VI dari

Madura. K.G.P.A. Purbaya memiliki tiga orang istri dan lima anak. Istri pertama

adalah R.A. Sarijah, yang bergelar G.K.R. Paku Buwana VII, putri dari Panembahan

18

Wawancara dengan K.R.Ay. Natakusuma, pada 1 Juni 2016

19 Wawancara dengan Bapak Suratman, 24 Mei 2016.

65

Cakraningrat VII atau Sultan Cakraadiningrat dari Bangkalan, Madura. Istri kedua

adalah R.Ay. Purbaya, putri K.G.P.H. Mangkubumi I, putra Sunan Paku Buwana III,

yang bergelar G.K.R. Kencana dan memiliki tiga orang anak yaitu R.M. Budiman

(meninggal saat masih kecil), R.A. Andawiyah, kemudian menjadi G.R.Ay. Sekar

Kedhaton, kemudian menjadi G.K.R. Pembayun, dan R.A. Isbandiyah (meninggal

saat masih kecil). Istri ketiga adalah R.Ay. Retnadiluwih, memiliki dua orang anak,

yaitu R.A. Maknawiyah, setelah menikah bernama R.Ay. Panji Suryaningrat dan

R.M. Sarjana (meninggal saat masih kecil). 20

K.G.P.A. Purbaya menghuni dalem

hingga tahun 1830, ketika dia naik tahta menjadi Sunan Paku Buwana VII.

Gambar 8. K.G.P.A. Purbaya atau Sunan Paku Buwana VII

(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Pakubuwana_VII, diunduh 31 Agustus

2016)

Pada masa Sunan Paku Buwana X, dalem diberikan kepada G.P.H.

Suryahamijaya, putra Sunan Paku Buwana X yang lahir dari selir R.Ay.

Pradaparukmi, sehingga dalem tersebut dinamakan Dalem Suryahamijayan. G.P.H.

20

Padmasoesastra, op.cit., hlm. 74

66

Suryahamijaya mulai menempati dalem pada usia sekitar 21 tahun dan sudah

berkeluarga. G.P.H. Suryahamijaya memiliki satu istri permaisuri dan tiga garwa

ampil. Istri permaisuri G.P.H. Suryahamijaya adalah B.R.Ay. Suharti, putri dari patih

Keraton Yogyakarta, K.R.A. Danureja VII dan memiliki tiga orang anak, yaitu B.P.H.

Suryahamijaya, K.P.H. Baswahamijaya, S.H., dan B.R.M. Suryarosena. Selain itu,

G.P.H. Suryahamijaya juga memiliki tiga garwa ampil, yang pertama adalah R..Ay.

Retnaningsih dan memiliki lima orang anak yaitu K.P.H. Hamijaya Sri Suwirta,

K.P.H. Hamijaya Pujindra, B.R.Ay. Adimertiyana Jarot Parmadi, K.P.H. Hamijaya

Suryahawendra, dan B.R.Ay. Rambahidarni. Garwa ampil kedua adalah R.Ay,

Pradapaningsih dan memiliki empat orang anak yaitu K.P.H. Hamijaya Surendra,

K.B.R.Ay. Supati Sujita, B.R.Ay. Koesmiyati Suryanta, Brigjend. TNI K.P.H.

Hawindra Hamijaya, dan B.R.Ay. Murhadining Ciptayuwana. Garwa ampil ketiga

adalah seorang wanita Belanda dan memiliki dua putra dan seorang putri, saat ini

keturunannya tinggal di Jerman dan Italia.21

G.P.H. Suryahamijaya adalah salah satu orang kepercayaan Sunan Paku

Buwana X dan salah satu pangeran Surakarta yang berpengaruh. G.P.H

Suryahamijaya menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School atau ELS

(setingkat Sekolah Dasar) tahun 1919, Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO

(setingkat Sekolah Menengah) tahun 192322

, dan Koninklijke Militaire Academie atau

21

Wawancara dengan K.P.H. Brotoadiningrat, pada 30 Agustus 2016.

22 Luthfi Widagdo Eddyono, “Pangeran Soerjahamidjaja Penggagas nama

“Indonesia” menjadi “Nusantara”, Konstitusi, No.91, September 2014, hlm. 59.

67

Akademi Militer Kerajaan Belanda di kota Breda, Belanda.23

Beliau menjabat sebagai

ajudan Sunan 24

. G.P.H. Suryahamijaya sering berkunjung ke Belanda dan bergaul

dengan orang Belanda, beliau menjadi mengenal kebudayaan Barat.25

Selain itu dia

juga sering berhubungan dengan orang-orang Jepang. Mereka sering bertemu dan

bermain di lapangan tenis milik G.P.H. Suryahamijaya.26

Gambar 9. G.P.H. Suryahamijaya dan istrinya (sumber: KITLV)

23

Wawancara dengan K.P.H. Brotoadiningrat, pada 30 Agustus 2016.

24 Darsiti Soeratman, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939,

(Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000), hlm. 66.

25 Wawancara dengan K.P.H. Brotoadiningrat, pada 30 Agustus 2016.

26 George D. Larson, Masa Menjelang Revolusi: Kraton dan Kehidupan

Politik di Surakarta 1912-1942, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990)

hlm. 283.

68

G.P.H. Suryahamijaya merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional.

Beliau menjadi anggota Budi Utomo pada tahun 1935 sampai 1938 27

, kemudian

menjadi anggota Partai Indonesia Raya atau Parindra. G.P.H. Suryahamijaya

dikatakan bahwa beliau diharapkan akan menjadi “Raja Indonesia” di masa depan.

Raden Panji Mr. Singgih, mengatakan bahwa tujuan akhir dari Parindra adalah

pembentukan “Keraton Indonesia”.28

Selain itu G.P.H. Suryahamijaya juga aktif

dalam berbagai perkumpulan seperti Perkumpulan Pegawai Keraton dan Negeri

Surakarta (1933-1936) dan Kesenian Tari Keraton (1938-1939). Beliau juga ikut

mendirikan Siaran Radio Indonesia pada tahun 1934-1937.29

Pada masa revolusi,

Dalem Suryahamijayan pernah menjadi tempat siaran RRI sementara, karena stasiun

RRI diduduki oleh tentara Belanda.30

Sebelum kemerdekaan Indonesia, G.P.H. Suryahamijaya menjadi anggota

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI. Dalam

Rapat Besar BPUPKI tanggal 15 Juli 1945, di Gedung Tyuoo Sang-In (sekarang

Gedung Kementerian Luar Negeri), G.P.H. Suryahamijaya mengusulkan agar

mengubah nama Indonesia menjadi Nusantara. Menurut beliau, nama Indonesia harus

diganti karena berasal dari Bahasa Belanda, yaitu Indonesie. Beliau berkata bahwa

nama Nusantara, yang berarti negara dengan banyak kepulauan, lebih tepat untuk

27

Luthfi Widagdo Eddyono, loc.cit.

28 George D. Larson, op.cit., hlm. 285-286

29 Luthfi Widagdo Eddyono, loc.cit.

30 Wawancara dengan Bapak Suratman, 24 Mei 2016.

69

menjadi nama negara.31

Dalem Suryahamijayan juga pernah digunakan rapat tentang

bentuk negara bagi Indonesia setelah merdeka.32

Selain sebagai tokoh pergerakan nasional, G.P.H. Suryahamijaya juga

merupakan seorang seniman dan budayawan. Beliau bersama dengan Jenderal TNI-

AD. G.P.H. Jatikusuma adalah pencipta dari Sendratari Ramayana pada tahun 1961

dan Dalem Suryahamijayan menjadi tempat latihan Sendratari Ramayana pertama.33

Beliau juga memprakarsai berdirinya sekolah karawitan di Surakarta yang bernama

Konservatori Karawitan Indonesia (KOKAR) pada 17 Juli 1950. Tahun 1976,

Konservatori Karawitan Indonesia diganti namanya menjadi Sekolah Menengah

Karawitan Indonesia (SMKI) yang mengajarkan seni karawitan, seni tari, dan seni

pedalangan. Tahun 1997, Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) diganti

namanya menjadi SMK Negeri 8 Surakarta dengan bidang keahlian seni pertunjukan,

yang terdiri dari seni karawitan, seni tari, seni pedalangan dan seni musik.34

G.P.H.

Suryahamijaya meninggal pada tahun 1971 di Rumah Sakit Panti Kosala, Surakarta.35

Pada 12 Agustus 1992, G.P.H. Suryahamijaya mendapat penghargaan Bintang

Mahaputra Utama berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 048/TK/Tahun 1992.36

31

Luthfi Widagdo Eddyono, op.cit. hlm 58.

32 George D. Larson, op.cit., hlm. 309-310.

33 Wawancara dengan K.P.H. Brotoadiningrat, pada 30 Agustus 2016.

34 http://smkn8solo.sch.id/latar-belakang/, diakses pada tanggal 27 Agustus

2016, pukul 14.56.

35 Wawancara dengan K.P.H. Brotoadiningrat, pada 30 Agustus 2016.

36 Luthfi Widagdo Eddyono, loc.cit.

70

2. Bangunan Dalem Suryahamijayan

Dalem Suryahamijayan mulai berdiri sekitar tahun 1810 dan pada tahun 1919,

Dalem Suryahamijayan diperluas dengan membangun kamar-kamar, kamar mandi,

gandhok, lojen, dan paviliun dengan arsitektur Indisch. Gandhok dibagi menjadi dua,

gandhok kulon, yang dibangun dengan arsitektur campuran Jawa dan Eropa dan

gandhok wetan atau paviliun, yang dibangun dengan arsitektur Indisch. Gandhok

kulon dihuni dua garwa ampil G.P.H. Suryahamijaya yaitu R.Ay. Retnaningsih dan

R.Ay. Pradapaningsih. Keduanya tinggal di gandhok kulon, sebelah barat pendapa.

R.Ay. Retnaningsih tinggal di gandhok kulon yang menghadap ke luar dan R.Ay.

Pradapaningsih tinggal di gandhok kulon bagian dalam. 37

Gandhok wetan atau

paviliun digunakan untuk tempat tamu kehormatan atau saudara yang akan

menginap.38

Bagian depan digunakan sebagai ruang tamu, bagian dalamnya terdapat

ruang santai, ruang makan, kamar tidur, dan kamar mandi.

Gambar 10. Gandhok Kulon dan Gandhok Wetan Dalem Suryahamijayan

(photo: Dokumen Pribadi)

37

Wawancara dengan Bapak Suratman, 24 Mei 2016.

38 Ibid.

71

Dalem Suryahamijayan termasuk Dalem Kepangeranan yang cukup modern

pada masanya. Lantai Dalem Suryahamijayan bagian pendapa, pringgitan, paviliun,

dan lojen sudah dipasang tegel dan memiliki sekitar lima kamar mandi, yang dibagi

menjadi kamar mandi khusus untuk keluarga, khusus untuk abdi dalem, dan khusus

untuk tamu. Kamar mandi khusus untuk tamu adalah yang ruangannya paling luas,

yang terletak di paviliun di gandhok wetan. Bagian pendapa, pringgitan, dan dalem

ageng masih menggunakan kayu dan beratap sirap, sedangkan bagian gandhok sudah

ditembok. Saat ini bagian Dalem Suryahamijayan yang menggunakan atap sirap

tinggal bagian dalem ageng dan brunjung pendapa saja.

Gambar 11. Lapangan Tenis Dalem Suryahamijayan (photo: Dokumen Pribadi)

Dalem Suryahamijayan pernah digunakan untuk sebagai tempat Pekan

Olahraga Nasional atau PON pertama pada tahun 1948. 39

Dalem Suryahamijayan

memiliki lapangan tenis, yang terletak di timur pendapa dan area panahan, yang

terletak di belakang Dalem Suryahamijayan. Lapangan tenis Dalem Suryahamijayan

didesain oleh seorang arsitek dari Belanda. Lapangan tenis ini didesain rata, tidak

39

Wawancara dengan Bapak Suratman, 24 Mei 2016.

72

seperti lapangan tenis saat ini yang didesain bagian tengahnya lebih tinggi dan kanan

kirinya sedikit miring.40

Setelah G.P.H. Suryahamijaya meninggal pada tahun 1971,

Dalem Suryahamijayan diwariskan kepada anak-anaknya. Anak-anak G.P.H.

Suryahamijaya mendiami Dalem Suryahamijayan hingga tahun 1973.

C. Dalem Sasana Mulya

Gambar 12. Dalem Sasana Mulya (photo: Dokumen Pribadi)

1. Sejarah Dalem Sasana Mulya

Dalem Sasana Mulya berdiri pada tahun 1811, pada masa Sunan Paku

Buwana IV.41

Awal mulanya, Dalem Sasana Mulya pada mulanya bernama Dalem

Ngabean, karena digunakan sebagai tempat tinggal Pangeran Hangabehi, pangeran

tertua yang lahir dari selir. Penghuni pertama Dalem Ngabean adalah K.G.P.Ad.

Hangabehi, putra Sunan Paku Buwana IV dari selir Mas Ayu Rantansari.42

K.G.P.Ad.

Hangabehi tinggal bersama istrinya, R.Ay. Hangabehi dan keempat putrinya, yaitu

40

Ibid. 41

Wawancara dengan G.P.H. Dipakusuma, pada 25 Juni 2016.

42 Padmasoesastra, op.cit., hlm. 72.

73

pertama adalah R.A. Kussiyah, menikah dengan Sunan Paku Buwana VI dan bergelar

G.K.R. Kencana, namun kemudian bercerai dan menikah lagi dengan K.G.P.H.

Jurumartani, putra K.G.P.H. Mangkubumi I, putra Sunan Paku Buwana III, dan

bergelar G.K.R. Bendara, kemudian G.K.R. Kedhaton. Putri kedua yaitu RA.

Kusdinah, menikah dengan KPH. Hadiwijaya II, dan bergelar R.Ay. Hadiwijaya II,

kemudian G.K.R. Bendara. Putri ketiga yaitu R.A. Dableg, menikah dengan G.R.M

Mustojo, putra Sultan Hamengku Buwana IV dengan permaisuri G.K.R. Kencana,

dan bergelar R.Ay. Mangkubumi. Setelah G.R.M. Mustojo naik tahta menjadi Sultan

Hamengku Buwana VI, R.Ay. Mangkubumi bergelar G.K.R. Kencana Putri keempat

yaitu R.A. Prekis, kemudian bernama R.Ay. Jayangtilam, menikah dengan K.P.H.

Kolonel Purbanagara, dan bergelar G.K.R. Angger.43

Gambar 13. K.G.P.Ad. Hangabehi atau Sunan Paku Buwana VIII dan para

putrinya (sumber: KITLV)

43

Ibid., hlm. 72-73.

74

K.G.P.Ad. Hangabehi menghuni Dalem Ngabean hingga tahun 1858, ketika

beliau naik tahta menjadi Sunan Paku Buwana VIII. Setelah K.G.P.Ad. Hangabehi

naik tahta, Dalem Ngabean dibiarkan kosong hingga masa Sunan Paku Buwana X.

Dalem Ngabean kemudian dihuni oleh G.R.M. Hanantasena atau K.G.P.H.

Hangabehi, putra Sunan Paku Buwana X dengan selir R.Ay. Mandayaretna, yang

kelak menjadi Sunan Paku Buwana XI.44

45

Gambar 14. K.G.P.H. Hangabehi, putra tertua Sunan Paku Buwana X (Sumber:

Marleen Heins, ed., Karaton Surakarta, Marshall Cavendish Editions,

Singapura, 2006, hlm 90)

K.G.P.H. Hangabehi memiliki lima orang istri, yaitu pertama adalah R.Ay.

Hangabehi I atau G.K.R. Kencana, putri K.R.A. Sasradiningrat IV dengan R.A.

Saparrinten, putri Sunan Paku Buwana IX. Beliau wafat sebelum suaminya naik

tahta. G.K.R. Kencana memiliki empat orang anak yaitu K.G.P.Ad. Mangkubumi,

44

Wawancara dengan G.P.H. Dipakusuma, pada 25 Juni 2016.

45 Padmasoesastra, op.cit., hlm. 90

75

G.K.R. Ayu, G.K.R. Bendara, dan G.K.R. Candrakirana. Istri kedua adalah R.Ay.

Hangabehi II, putri Bupati Nayaka K.R.M.H. Puspadiningrat. Setelah naik tahta

menjadi Sunan Paku Buwana XI, R.Ay. Hangabehi II diangkat menjadi permaisuri

bergelar G.K.R. Paku Buwana XI dan memiliki dua orang anak yaitu G.R.M. Surya

Guritna, yang kelak menjadi Sunan Paku Buwana XII dan G.K.R. Kedhaton. Istri

ketiga yaitu selir R.Ay. Dayasari memiliki seorang anak bernama K.G.P.H.

Hangabehi. Istri keempat yaitu selir R.Ay. Dayaningsih memiliki dua orang anak

yaitu G.R.Ay. Kusumadartaya dan K.G.P.H. Prabuwijaya. Istri kelima yaitu selir

R.Ay. Dayaasmara memiliki dua orang anak yaitu G.P.H. Bintara dan G.P.H.

Natapura.46

K.G.P.H. Hangabehi merupakan putra tertua dari Sunan Paku Buwana X dan

salah satu pangeran yang berpengaruh di Surakarta. Pada tahun 1912, K.G.P.H.

Hangabehi menjadi anggota Sarekat Islam atau SI dan diangkat menjadi Pelindung

Centraal Comite Sarekat Islam yang berjumlah sembilan orang yang diketuai Haji

Samanhudi dan H.O.S. Tjokroaminoto sebagai wakil ketua. Namun pada 24 Mei

1913, Residen Van Wijk melaporkan bahwa K.G.P.H. Hangabehi menyerahkan

jabatannya sebagai Pelindung SI atas perintah ayahnya. Pengunduran K.G.P.H.

Hangabehi tidak mengurangi pengaruhnya di SI. Banyak pendukung SI Solo

menganggap K.G.P.H. Hangabehi sebagai Ratu Adil. Tidak hanya di Solo, SI

46

K.P.H. S. Puspaningrat, Putra Putri Dalem Karaton Surakarta (Sukoharjo:

CV. Cendrawasih, 2006), hlm. 54-57.

76

Yogyakarta juga menganggap K.G.P.H. Hangabehi sebagai pewaris takhta

Kasunanan Surakarta yang sah dan siap membantu jika terjadi peristiwa besar.47

Dalam persaingan sebagai pewaris takhta yang sah, K.G.P.H. Hangabehi

memiliki saingan yaitu adiknya, K.G.P.H. Kusumayuda, yang 40 hari lebih muda dari

K.G.P.H. Hangabehi. Sunan Paku Buwana X lebih menyukai K.G.P.H. Kusumayuda

sebagai pewaris takhta Kasunanan Surakarta. Alasan pertama karena K.G.P.H.

Kusumayuda adalah anak dari selir kesayangan Sunan Paku Buwana X, R.Ay.

Retnapurnama, yang juga ibu dari R.A. Retnapuwasa atau G.R.Ay. Paku Alam VII,

istri K.G.P.A.A. Paku Alam VII. Alasan kedua adalah K.G.P.H. Kusumayuda

memilih istri lebih baik daripada K.G.P.H. Hangabehi. Para istri K.G.P.H. Hangabehi

merupakan putri bangsawan yang kurang berpengaruh, sementara K.G.P.H.

Kusumuyuda mengambil G.K.R. Angger, putri Sultan Hamengku Buwana VII

sebagai istri permaisuri. Alasan ketiga adalah K.G.P.H. Kusumuyuda dianggap

memiliki putra-putra yang pintar dan memberi harapan baik, sedangkan K.G.P.H.

Hangabehi dianggap memiliki putra-putra yang biasa saja.48

Walau demikian, banyak kelompok bangsawan di keraton yang menentang

hal tersebut, termasuk pangeran yang berpengaruh, yaitu K.R.M.H. Wuryaningrat,

menantu Sunan Paku Buwana X dan Kanjeng Gusti Panembahan Hadiwijaya, putra

Sunan Paku Buwana X dari selir RAy. Sitarukmi. Di mata orang Belanda pun,

K.G.P.H. Kusumayuda memiliki kepribadian yang lebih baik daripada K.G.P.H.

47

George D. Larson, op.cit., hlm. 283.

48 Ibid, hlm. 291.

77

Hangabehi.49

Namun demikian, karena memiliki dukungan yang kuat dari kalangan

bangsawan keraton, akhirnya K.G.P.H. Hangabehi naik takhta menjadi Sunan Paku

Buwana XI setelah ayahnya, Sunan Paku Buwana X wafat. K.G.P.H. Hangabehi

tinggal di Dalem Ngabean hingga tahun 1939, ketika dia naik tahta menjadi Sunan

Paku Buwana XI.

Pada masa Sunan Paku Buwana XI, Dalem Ngabean difungsikan sebagai

Sasana pahargyan atau tempat acara keluarga keraton. Pada masa Paku Buwana XII,

Dalem Ngabean diubah namanya menjadi Dalem Sasana Mulya hingga saat ini.

Dalem Sasana Mulya berfungsi sebagai tempat acara pernikahan keluarga keraton

dan tempat upacara pemakaman keluarga keraton. Bagian Dalem Sasana Mulya yang

masih berfungsi sebagai tempat tinggal adalah bagian paviliun dan gandhok.50

2. Bangunan Dalem Sasana Mulya

Gambar 15. Pendapa Dalem Sasana Mulya (photo: Dokumen Pribadi)

49

Ibid., hlm. 288-297.

50 Wawancara dengan G.P.H. Dipakusuma, pada 25 Juni 2016.

78

Bangunan Dalem Sasana Mulya yang berdiri tahun 1811, terdiri dari pendapa,

pringgitan, dalem ageng, gandhok, paviliun, dan lojen. Pendapa Dalem Sasana

Mulya berbentuk Joglo Sinom dengan 36 saka, termasuk empat saka guru. Pendapa

Dalem Sasana Mulya dibangun dengan konstruksi tumpang sari. Bagian langit-langit

atap brujung pendapa tersusun dari beberapa jenis balok, yaitu balok sunduk tengah,

balok takir, balok tumpang sari, balok tumpang, balok penanggap, dan balok tutup

kepuh.51

Atap Dalem Sasana Mulya awalnya berupa sirap, namun sekarang

menggunakan genteng di bagian atap brunjung dan seng di bagian panitih dan

pananggap.52

Bagian pringgitan terdiri dari 4 saka dan dindingnya dihiasi piring-

piring dari China dan cermin Florentine atau cermin kaca besar. Terdapat pintu utama

menuju dalem ageng yang dihiasi seni ukiran terawang. Selain itu terdapat empat

pintu lain, dua di sisi barat pringgitan dan dua disisi timur pringgitan. Bagian dalem

ageng terdiri dari senthong kiwa, petanen, dan senthong tengen dan disangga delapan

saka. Bagian petanen dihiasi ukirang terawang dengan warna keemasan. Dalem

ageng dihiasi dengan lukisan-lukisan raja dan bangsawan Keraton Kasunanan

Surakarta dalam bentuk mozaik.

Kuncungan pendapa Dalem Sasana Mulya dibangun dengan bahan bangunan

dari beton dan disangga empat saka. Langit-langit kuncungan terbuat dari bahan kayu

jati dengan lebar tiap papan 10 cm dan di tengah-tengahnya terdapat ukiran terawang

51

Purnomo et.al., op.cit, hlm. 11.

52 Wawancara dengan G.P.H. Dipakusuma, pada 25 Juni 2016.

79

berbentuk flora.53

Di depan kuncungan terdapat bangunan yang disebut kopel, yang

digunakan sebagai panggung untuk pertunjukan musik orkestra yang berarsitektur

Indisch.

Gambar 16. Paviliun Dalem Sasana Mulya di Awal Abad ke-20

(sumber: KITLV)

Bangunan berarsitektur Indisch di Dalem Sasana Mulya antara lain gadri

wingking, paviliun dan lojen. Gadri wingking digunakan untuk kamar tidur para selir

pangeran penghuni Dalem Sasana Mulya. Bangunan paviliun terletak di barat

pendapa, dibangun pada masa Sunan Paku Buwana X dengan arsitektur Indisch.

Paviliun berfungsi sebagai tempat menginap para tamu. Bangunan lojen terletak di

sisi timur Dalem Sasana Mulya. Bangunan lojen dibangun dengan arsitektur Indisch

dan berlantai dua. Lojen berfungsi sebagai tempat menginap para pengiring tamu.

Setelah tahun 1945, Dalem Sasana Mulya didiami G.K.R. Bendara, putri Sunan Paku

53

Purnomo et.al., op.cit., hlm. 9.

80

Buwana XI dengan G.K.R. Kencana dan adik Sunan Paku Buwana XII, hingga tahun

1965.54

D. Dalem Jayakusuman

Gambar 17. Dalem Jayakusuman (photo: Dokumen Pribadi)

1. Sejarah Dalem Jayakusuman

Dalem Jayakusuman adalah salah satu Dalem Kepangeranan yang terletak di

luar tembok Baluwarti. Dalem Jayakusuman terletak di Kelurahan Gajahan, di selatan

tembok Baluwarti. Dalem Jayakusuman dibangun pada tahun 1849 di masa Sunan

Paku Buwana VII.55

Penghuni pertama Dalem Jayakusuman adalah G.P.H. Surya

Brata, putra Sunan Paku Buwana X dari R.Ay. Pandamrukmi I, dengan istrinya

B.R.Ay. Surya Brata.56

Setelah G.P.H. Surya Brata berpindah ke Dalem Suryabratan,

54

Wawancara dengan G.P.H. Dipakusuma, pada 25 Juni 2016.

55 Berdasarkan angka tahun yang tertulis di pintu utama dalem ageng di

Dalem Jayakusuman.

56 Padmasoesastra, op.cit., hlm. 91.

81

dalem didiami oleh G.P.H. Jayaningrat.57

G.P.H. Jayaningrat adalah suami R.A.

Sutaji atau R.Ay. Jayaningrat, putri Sunan Paku Buwana IX dari selir R.Ay.

Mandayaprana I.58

G.P.H. Jayaningrat adalah putra K.G.P.H. Kusumabrata II dengan

R.A. Mublak atau R.Ay. Kusumabrata II. Ayahnya adalah putra dari K.G.P.H.

Kusumabrata I, putra Sunan Paku Buwana V dengan selir R.Ay. Dewakusuma dan

ibunya adalah putri Sunan Paku Buwana VI dengan selir R.Ay. Himbaningrum.59

Tahun 1953 dalem dihuni oleh K.G.P.H. Mr. Jayakusuma, putra Sunan Paku

Buwana X dari R.Ay. Pandamrukmi II yang lahir pada tahun 1909.60

Karena dihuni

oleh K.G.P.H. Mr. Jayakusuma, maka dalem tersebut dinamakan Dalem

Jayakusuman hingga saat ini. K.G.P.H. Mr. Jayakusuma adalah seorang ahli hukum

lulusan Universitas Leiden, Belanda dan mendapat gelar Meester in der Rechten.

K.G.P.H. Mr. Jayakusuma ikut berperan dalam pendirian Konservatori Karawitan

Indonesia (KOKAR), yang saat ini bernama SMK Negeri 8 Surakarta. Beliau

57

http://www.timlo.net/baca/68719656278/menilik-sejarah-ndalem-

joyokusuman/, diakses pada 7 Juni 2016, pukul 12.01.

58 Menurut timlo.net G.P.H. Jayaningrat merupakan putra Sunan Paku

Buwana IX, namun dalam Sejarah Dalem Pangiwa lan Panengen karya

Padmasoesastra, nama Jayaningrat merupakan gelar R.A. Sutaji, putri Paku Buwana

IX dari selir R.Ay. Mandayaprana I, sehingga kemungkinan G.P.H. Jayaningrat

adalah menantu Sunan Paku Buwana IX.

59 Padmasoesastra, op.cit., hlm. 76,79, 83.

60 Nancy K. Florida, Javanese Literatur in Surakarta Manuscripts Volume 1,

(Ithaca, New York: Southeast Asia Program Cornell University: 1993).

82

membantu dalam hal yang berkaitan dengan masalah hukum pendirian Konservatori

Karawitan Indonesia (KOKAR).61

K.G.P.H. Mr. Jayakusuma memiliki dua garwa ampil, yaitu R.Ay.

Pandamningsih dan R.Ay. Pandamningrat. K.G.P.H. Mr. Jayakusuma dengan R.Ay.

Pandamningsih memiliki enam orang anak, yaitu B.P.H. Kusumamijaya, K.P.H.

Pringgakusuma, B.R.M. Jaka Yuwana, K.P.H. Suryautama, G.R.Ay Retna Dumilah,

dan B.R.Ay. Ambarmudikno. K.G.P.H. Mr. Jayakusuma dengan R.Ay.

Pandamningrat memiliki lima orang anak, yaitu K.B.R.Ay. Siti Barmani, B.R.Ay

Nawangsih, B.R.Ay. Siti Sumirah, K.P.H. Mertakusuma, S.H., dan B.R.M. Jaka

Nugraha. Sebagian besar anak K.G.P.H. Mr. Jayakusuma berprofesi di bidang

perbankan, kecuali G.R.Ay Retna Dumilah yang menjadi dukun di Pekalongan dan

B.R.Ay. Nawangsih yang menjadi kapten kapal.62

K.G.P.H. Mr. Jayakusuma

meninggal pada tahun 1985.63

2. Bangunan Dalem Jayakusuman

Dalem Jayakusuman memiliki luas 8071 m264

yang terdiri dari pendapa,

pringgitan, dalem ageng, senthong, dan gandhok. Pendapa Dalem Jayakusuman

berbentuk Joglo Kasepuhan65

dengan 36 saka termasuk empat saka guru dan masih

61

Wawancara dengan K.P.H. Brotoadiningrat, pada 29 Agustus 2016.

62 Ibid.

63 Nancy K. Florida, loc.cit.

64 Draft Penyusunan DED Lingkungan Ndalem Joyokusuman Tahun

Anggaran 2016, (Semarang: PT. Patra Padma, 2016), hlm. III-17.

65 Ibid., hlm. III-18.

83

menggunakan atap sirap. Di depan pendapa terdapat kuncungan yang beratap tajug

dengan empat saka. Langit-langit atap brunjung pendapa menggunakan kayu dan

dihiasi ukir-ukiran. Lantai Dalem Jayakusuman sudah diganti dengan lantai marmer

dan menggunakan tembok semen. Pringgitan Dalem Jayakusuman menggunakan

atap limasan. Di bagian pringgitan terdapat tiga pintu menuju dalem ageng. Di

bagian pintu utama dihiasi ukiran-ukiran terawang yang berwarna keemasan dan

terukir kalimat-kalimat dalam huruf Jawa dan angka tahun berdirinya Dalem

Jayakusuman. Bagian dalem ageng terdiri senthong kiwa, krobongan atau petanen,

dan sentong tengen. Berbeda dengan dalem lainnya, dinding bagian dalem ageng

Dalem Jayakusuman tidak menggunakan kayu tetapi tembok semen. Krobongan atau

petanen dihiasi dengan ukiran-ukiran flora berwarna keemasan.di bagian belakang

dalem ageng terdapat jendela-jendela menghadap halaman belakang. Pintu regol

Dalem Jayakusuman sangat besar dan beratap limasan. Selain itu juga terdapat kamar

jaga di sisinya dan disangga enam tiang dari semen yang bergaya Eropa, empat diluar

halaman dan dua di dalam halaman.

Gambar 18. Pintu Gerbang Dalem Jayakusuman (photo: Dokumen Pribadi)

84

Sebelah tenggara Dalem Jayakusuman terdapat paviliun dan pesanggrahan di

sisi selatan pendapa dan utara dalem ageng. Di sisi timur pringgitan terdapat bale

warni dan di sisi barat pringgitan terdapat bale peni yang dibangun dengan arsitektur

art deco.66

Bagian gandhok terletak di timur dalem ageng dibangun tahun 193967

dengan arsitektur art deco. Di tengah gandhok terdapat taman dengan kolam dan air

mancur ditengahnya dan sebuah sumur. Saat ini kondisi gandhok sudah tidak terawat.

Gambar 19. Gandhok Dalem Jayakusuman (photo: Dokumen Pribadi)

Halaman belakang Dalem Jayakusuman dipisahkan dengan tembok dengan

bangunan utama. Di bagian halaman belakang terdapat pohon beringin, pohon preh,

dan pohon bodi. Sebuah bangunan pesanggrahan berarsitektur art deco dibangun sisi

tenggara pohon bodi dan sebuah sumur. Halaman belakang Dalem Jayakusuman

berfungsi sebagai taman dan tempat menanam tanaman yang dibutuhkan keluarga,

66

Draft Penyusunan DED Lingkungan Ndalem Joyokusuman Tahun Anggaran

2016, (Semarang: PT. Patra Padma, 2016), hlm. III-19.

67Berdasarkan prasasti yang tertulis di tembok gandhok Dalem Jayakusuman.

85

seperti sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat tradisional.Tahun 1965 Dalem

Jayakusuman dijual dan dibeli oleh R.Ng. Malkan Sangidoe, seorang saudagar batik.

86