bab iii revisi -...

31
40 BAB III KONSEP TRIKAYA DAN KONSEP TRINITAS A. Konsep Trikaya 1. Pemahaman tentang Trikaya Trikaya adalah sebuah konsep teologi Buddha, menurut Buddha Mahayana Trikaya merupakan perwujudan dunia nyata (Tathata) 1 . Trikaya disebut juga tiga badan Maha Suci Buddha, yang terdiri dari: Dharmakaya : Wujud kesempurnaan sang Buddha Sambhogakaya : Sinar kesempurnaan sang Buddha Nirmanaya : Badan kesempurnaan sang Buddha Dharmakaya, atau badan hukum seperti yang digambarkan dalam lankavatara-sutra, adalah Buddha dengan pengetahuan yang sempurna. Ia adalah yang permulaan dan tidak berbentuk, yang merupakan suatu pengalaman yang benar-benar bebas dari segala kekeliruan atau penggelapan yang melekat. Di dalam Dharmakaya ini terdapat inti sari alam semesta yang mencakup samsara maupun nirvana, yang selalu dalam dua kutub kesadaran, yaitu analisis terakhir berada dalam pengetahuan yang murni. Dharmakaya adalah intisari, hakekat perwujudan duniawi, hakekat dari Buddha, yang juga disebut inti kenyataan, tubuh hakiki dan kesadaran dasar. Dharmakaya adalah intisari atau esensi dari semua Buddha. Ia juga dapat digambarkan sebagai nirvana dan sebagai dasar suatu realitas yang permanen dari semua fenomena dan individu. Dharmakaya sumber Dharma, sumber dari kasunyatan itu sendiri. Sebagai hakekat yang hakiki , dharma kaya tidak mempunyai bentuk atau warna. Oleh karena itu Buddha sebagai perwujudan dharmakaya tidak mempunyai bentuk dan warna dimanapun dia berada. Meskipun demikian, Buddha dapat menciptakan darinya sendiri dalam berbagai bentuk. Dengan demikian Dharmakaya bukanlah dewa yang mempribadi, yaitu asas rohani yang meliputi segala sesuatu, tidak dapat diselidiki asal dan sumber dari 1 Dunia nyata ( Tathata) dalam filsafat Plotinus adalah Realitas wujud.

Upload: phamlien

Post on 07-Feb-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

40

BAB III

KONSEP TRIKAYA DAN KONSEP TRINITAS

A. Konsep Trikaya

1. Pemahaman tentang Trikaya

Trikaya adalah sebuah konsep teologi Buddha, menurut Buddha

Mahayana Trikaya merupakan perwujudan dunia nyata (Tathata)1. Trikaya

disebut juga tiga badan Maha Suci Buddha, yang terdiri dari:

Dharmakaya : Wujud kesempurnaan sang Buddha

Sambhogakaya : Sinar kesempurnaan sang Buddha

Nirmanaya : Badan kesempurnaan sang Buddha

Dharmakaya, atau badan hukum seperti yang digambarkan dalam

lankavatara-sutra, adalah Buddha dengan pengetahuan yang sempurna. Ia

adalah yang permulaan dan tidak berbentuk, yang merupakan suatu

pengalaman yang benar-benar bebas dari segala kekeliruan atau penggelapan

yang melekat. Di dalam Dharmakaya ini terdapat inti sari alam semesta yang

mencakup samsara maupun nirvana, yang selalu dalam dua kutub kesadaran,

yaitu analisis terakhir berada dalam pengetahuan yang murni. Dharmakaya

adalah intisari, hakekat perwujudan duniawi, hakekat dari Buddha, yang juga

disebut inti kenyataan, tubuh hakiki dan kesadaran dasar. Dharmakaya adalah

intisari atau esensi dari semua Buddha. Ia juga dapat digambarkan sebagai

nirvana dan sebagai dasar suatu realitas yang permanen dari semua fenomena

dan individu. Dharmakaya sumber Dharma, sumber dari kasunyatan itu

sendiri. Sebagai hakekat yang hakiki , dharma kaya tidak mempunyai bentuk

atau warna. Oleh karena itu Buddha sebagai perwujudan dharmakaya tidak

mempunyai bentuk dan warna dimanapun dia berada. Meskipun demikian,

Buddha dapat menciptakan darinya sendiri dalam berbagai bentuk. Dengan

demikian Dharmakaya bukanlah dewa yang mempribadi, yaitu asas rohani

yang meliputi segala sesuatu, tidak dapat diselidiki asal dan sumber dari

1 Dunia nyata ( Tathata) dalam filsafat Plotinus adalah Realitas wujud.

41

semua Buddha dan tempat larutnya segala sesuatu, termasuk semua

bodhisattva.2

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Dharmakaya dipandang

sebagai yang mutlak, asal usul dari semua wujud, itulah Tuhan. Perbedaan

yang dalam aliran Mahayana tidak terletak ada tidaknya esensinya, tetapi

perbedaan itu hanya terletak pada pemahaman tentang sifat dari dharmakaya

yaitu sendiri. Kebanyakan sutra menggambarkan Dharmakaya dikenal sebagai

personal dan kepadanya diberikan sifat-sifat yang baik. Dalam lankavara-

sutra, Dharmakaya digambarkan sebagai badan hukum, yaitu Buddha dengan

pengetahuan sempurna. Dan Dharmakaya sebagai Adhi Buddha.

Dharmakaya Buddha adalah Buddha yang asli yang tidak lain adalah

Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam Maha Para Nirvana

(Nirvana yang tertinggi). Pada tingkat bawahnya terdapat Dyani Buddha, yang

merupakan pancaran dari Adhi Buddha. Dyani Buddha mempunyai

kedudukan sebagai dewa yang mempunyai kedudukan tertinggi yang

bersemayam di surga Sukhawaty3.

Dyani Buddha memancarkan sinarnya ke tingkat di bawahnya dan

menjelma sebagai Manushy Buddha, yang mempunyai kedudukan sebagai

Buddha yang menguasai dunia. Inilah Buddha pelindung dunia dan

penyelamat umat manusia.

Sambhogakaya adalah Tubuh Rahmat, tubuh kebahagiaan atau tubuh

cahaya. Ia juga disebut transcendent. Buddha yang tidak dapat diamati dengan

perasaan dan akal, tetapi hanya dapat dialami secara spiritual. Ia merupakan

kreasi-kreasi mental dan manifestasi yang mutlak sehingga merupakan realita

yang lebih tinggi dari pada material. Ia membantu manusia mencapai jalan

kelepasan dengan tiga cara: Pertama, Sebagai penuntun Buddha dunia yang

karena kasih sayangnya pada segala yang ada, mereka proyeksikan dunia

melalui meditasi. Kedua, sebagai penguasa surga yang menjadi idaman bagi

2 Romdhon dkk, Agama-agama Di Dunia, IAIN Sunan Kalijogo Press: Yogyakarta,

hlm. 118 3 Suparman Syukur, MA. Sejarah Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo

Semarang , 2002. hlm. 26

42

para penganutnya sebagai tempat dilahirkan kembali. Ketiga, sebagai guru

yang selalu memberi ajaran tentang identitas dasar samsara dan Nirvana.

Nirmanakaya adalah badan yang dipakai Buddha untuk menyatakan

diri di dunia, atau tubuh jasmani manusia yang dipakai guna mengajar

manusia. Dinamakan nirmanakaya atau wujud yang dimanifestasikan karena

hakekatnya yang wadag. Sebagai manusia, ia mengalami proses perubahan

sebagaimana makhluk lainnya, tetapi mereka mempunyai karakter dan

kemampuan supernatural. Nirmanakaya berfungsi mengajarkan Dharma,

kebenaran yang telah diformulasikan di dunia, dia adalah guru petunjuk jalan

kebebasan, tetapi tanpa kekuasaan untuk memperpendek jalan pencapaian

kelepasan seseorang. Nirmanakaya atau Buddha zaman sekarang adalah

Sidharta gautama, sementara untuk zaman yang akan datang adalah Maitreya.4

2. Perumusan dan Perkembangan Teologi Trikaya

Dalam abad-abad sebelum Masehi, Buddhism, terutama setelah Sang

Buddha wafat mengalami perbedaan-perbedaan pendapat diantara para Biksu.

Sebagian tetap ingin mempertahankan ajaran Buddha yang murni, dan

sebagian ingin mengadakan perubahan. Para Biksu yang ingin tetap

mempertahankan ajaran Buddha kemudian mengadakan persamuan bertempat

di Rajagraha. Tujuan utama persamuan ini ialah mengumpulkan kembali

semua ajaran-ajaran Buddha, usaha tersebut menghasilkan kumpulan ajaran

Buddha dalam tiga pitaka yang belum dikitabkan. Dari sumber inilah kelak

kita kenal kitab Tripitaka sekarang ini.

Berbicara tentang Buddha tidak bisa dipisahkan dengan biografinya,

namun demikian beberapa penganut buddha mungkin mengatakan bahwa

menulis biografi Siddharta Gautama merupakan suatu tindakan yang tidak

sesuai dengan ajaran Buddha. Menurut pendapat mereka, tidak ada sumber

yang shahih untuk dirujuk.5 Oleh karena itu bisa dipahami jika masalah

Buddha menimbulkan perbedaan pendapat.

4 Romdhon dkk, op.cit, hlm. 119 5 Karen Armstrong, Buddha, Bentang Budaya, Yogyakarta, 2003, hlm. v

43

Menurut etimologi, perkataan Buddha berasal dari Budh, yang berarti

bangun atau bangkit, dan dapat pula berarti pergi dari kalangan orang bawah

atau orang awam. Orang Buddha ialah orang yang bangun, artinya ialah orang

yang telah bangun dari malam kesesatan dan sekarang ada ditengah-tengah

cahaya pemandangan yang benar.6 Kata Buddha, kata kerjanya bujjhati, antara

lain berarti bangun, mendapatkan pencerahan, memperoleh, mengetahui,

mengenal atau mengerti. Dari arti etimologis tersebut, perkataan Buddha

mengandung beberapa pengertian seperti: orang yang telah memperoleh

kebijaksanaan sempurna; orang yang sadar secara spiritual; orang yang siap

sedia menyadarkan orang lain secara spiritual; orang yang bersih dari kotoran

batin berupa dosa (kebencian), lobha (serakah) dan muha (kegelapan).7

Agama Buddha lahir dan berkembang pada abad 6 SM. Agama itu

beroleh namanya dari panggilan yang diberikan kepada pembangunnya yang

mula-mula yaitu Siddhartha Gautama (563 – 483 SM), yang dipanggilkan

dengan: Buddha.8 Buddha bukanlah nama orang melainkan suatu gelar yang

ditujukan pada nama pendiri agama Buddha yang didapatinya dari orang

tuanya ialah Siddhartha (artinya yang mencapai maksud tujuannya). Tetapi

biasanya ia disebut Gautama, karena sanak keluarganya menganggap dirinya

sebagai keturunan Guru Weda Gautama. Kerap kali ia disebut juga

Shakyamuni (yakni rahib atau yang bijaksana dari kaum shakya) dan Shakya

sinha (yakni singa dari kaum Shakya) karena ia termasuk golongan kesatriya

keturunan shakya.9

Agama Buddha bertitik tolak dari keadaan yang nyata, terutama

tentang tata susila yang harus dilaksanakan oleh manusia agar ia terbebas dari

lingkaran dukha yang selalu mengikuti hidupnya. Oleh karenanya

menimbulkan pertanyaan apakah ini agama atau filsafat? Sebenarnya dalam

agama Buddha tidak menyangkal adanya Tuhan tetapi mereka tidak berbicara

6 A. G. Honig, J. R., Ilmu Agama, di Indonesiakan oleh Soesastro dan Soegiarto, Gunung

Mulia, Jakarta, 1992, hlm. 165. 7 Romdhon, dkk, op.cit., hlm. 102 8 Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, PT, Al-Husna Zikra, Jakarta, 1996,

hlm. 72 9 A. G. Honig, J. R., op. cit, hlm. 166 -167

44

mengenai Tuhan. Ajaran Buddha ini bertitik tolak dari kenyataan yang di

alami manusia dalam hidupnya. Ajarannya tidak di mulai dari prinsip yang

transcendent, yang mempersoalkan tentang Tuhan dan hubungannya dengan

alam semesta dan segala isinya, melainkan di mulai dengan menjelaskan

tentang dukha yang selalu menyertai hidup manusia dan cara membebaskan

diri dari dukha. Dalam beberapa naskah pali maupun sansekerta disebutkan

bahwa, sang Buddha selalu diam apabila ditanya pengikutnya tentang Tuhan.

Sang Buddha menolak dan tidak mempersoalkan tentang Tuhan, melainkan

selalu menekankan kepada para pengikutnya agar mempraktekkan sila

ketuhanan.10

Dalam memahami Tuhan hampir pada semua agama kita temukan

anthropomorphism dan antropopathisme.11Dalam hal ini, oleh karena agama

Buddha lama memandang dan membahas Yang Mutlak dalam aspek nafinya,

maka kecenderungan jatuh ke dalam anthropomorphism dan antropopathisme

tidak terdapat agama Buddha. Yang Mutlak dalam agama Buddha tidaklah

dipandang sebagai pribadi. Yang kepadanya umat Buddha memanjatkan doa

dan menggantungkan hidup mereka. Agama Buddha mengajarkan bahwa

nasib, penderitaan dan keberuntungan manusia adalah hasil dai perbuatannya

sendiri pada masa lampau dan sekarang, sesuai dengan hukum karma, yang

merupakan aspek dari Damma.

Untuk menyelami Yang Mutlak seseorang harus mengembangkan

pengertiannya, pengertian duniawi sampai pengertian yang mengatasi

keduniawian. Hal itu hanya dapat dicapai oleh insan yang sadar, yang telah

memebebaskan diri dari cengkraman karma dan kelahiran kembali. Pengertian

ini tidak mungkin dimiliki oleh manusia yang batinnya masih oleh

cengkraman keserakahan, kebencian, dan kebodohan atau kegelapan batin.

10Abdurrahman, “Agama Buddha”,dalam Agama-Agama di Dunia, Yogyakarta, IAIN

Sunan Kalijaga Press, cetakan pertama, 1988, hlm. 114 11 Antromorphisme adalah memahami Yang Mutlak dengan pengertian-pengertian yang

berasal dari wujud manusia sedangkan antropopathisme adalah memahami yang mutlak dari perasaan manusia.

45

Benih-benih ajaran tentang Tuhan dalam agama Buddha dapat di teliti

dalam agama Buddha. lama yaitu aliran Theravada yang bermuara dalam

pemikiran Staviravada. Dalam kitab udana: 8.3 parinibbana: 12

O, bikhu ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak. Jika seandainya saja, o bikhu, tidak ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak, maka tidak ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu, tetapi karena da sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak, maka ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan , pemunculan dari sebab yang lalu.

Dalam pandangan Theravada berpendapat bahwa Tuhan tidak

mempunyai hubungan sebab akibat dengan alam semesta, karena hubungan

yang seperti itu akan membuat Nya sifat relative.

Dalam hal ini tidak ada hubungan dalam bentuk apapun yang dapat di

pikirkan, baik dengan kehidupan sekarang maupun yang akan datang,

kabaikan dan keburukan, materi atau bukan materi. Tetapi dalam kehidupan

keagamaan, Tuhan yang di ungkapkan dalam aspek nafinya, dinamakan

nibbana, karena tujuan itu tercapai dengan lenyapnya hawa nafsu, kebencian

dan kegelapan batin. Tuhan di ungkapkan hidup tanpa roh, kuasa tanpa alat,

tanpa awal dan tanpa akhir, tanpa dapat diapa-apakan jauh tak terbatas. Dasar

pemahaman tentang Tuhan yang diungkapkan dalam aspek naïf berasal dari

sabda-sabda Buddha yang mengambarkan tentang sesuatu yang mutlak yang

mengatasi semua yang ada.

Buddhisme hanya berbicara mengenai manusia, khususnya mengenai

penderitaan manusia., dan mau memberi petunjuk konkret praktis bagaimana

manusia dapat hidup dalam situasi ini dan mencapai kebahagiaan. Buddha

adalah seorang guru yang mendapat pencerahan dan mencapai kesempurnaan,

yang memang oleh sementara diberi status yang amat tinggi ( itulah yang

dapat kita pahami bersatunya manusia dengan Ilahi). Dalam pedoman agama

12 John D. Irreland, Khotbah-Khotbah Inspirasi Buddha, alih bahasa, Pralanny Aggawati,

Yogyakarta, Vidyasenna, 2001, hlm. 97

46

Buddha yang mutlak dalam agama Buddha tidak dipandang sebagai pribadi,

yang kepadanya sang Buddha memanjatkan doa dan menggatungkan

hidupnya. Dalam kehidupan keagamaan yang mutlak disebut dengan Tuhan

yang maha esa, agama Buddha bersendikan ketuhanan yang maha esa. Tuhan

dicapai bukan melalui penalaran melainkan melalui bodhi (penerangan

sepurna).

Kemudian Yang Esa dalam agama Buddha tersebut mengalami evolusi

menjadi konsep Trikaya yang dikembangan dalam Buddha Mahayana.

Pemikiran aliran Mahayana yang merupakan kelanjutaan dari Mahasanghika.

Perbedaan pemahaman tentang tingkat keBuddhaan dari proses sejarah dapat

ditemukan dengan apa yang disebut Tuhan dalam agama Buddha.

Di dalam Buddha Mahayana pandangan mengenai Buddha mengalami

perubahan. Bagi agama Buddha Theravada, Buddha itu tidak lain hanyalah

manusia juga, meskipun seorang guru yang termulia, yang pada akhirnya

sampai pada martabat arahat dan mencapai pencerahan agung. Ia adalah

manusia dan tetap manusia. Di dalam hubungannya dengan mereka yang

percaya kepadanya. Buddha tidak lain hanya orang yang menunjukkan jalan

kebenaran.

Di dalam Mahayana Buddha menjadi suatu realitas yang jauh diatas

manusia, mempunyai sifat luar biasa kemudian Dia menjadi obyek pemujaan

dan penyembahan. Dan jika kita lihat, bahwa di dalam agama Buddha timbul

juga suatu pemujaan Tuhan, hal mana bertentangan sama sekali dengan ajaran

Buddha lama. Yang termasuk upacara pemujaan ialah penyajian bunga-

bungaan dan buah-buahan serta pemasangan lampu disekitar Buddha dan

pemujaan benda-benda suci (relikwi).13

Suatu perubahan yang sangat nampak pada pengharapan kepada hari

kemudian didalam hubungan pandangan-pandangan yang diubah tentang

Buddha. Menurut pemikiran India lama terjadilah di alam semesta ini suatu

13 Menurut Ch. Eliot, Hinduism dan Buddhaism, III,443 bebarapa anasir di kebaktian

Roma Katolik mengadopsi dari kebhatian Buddha, seperti penghormatan relikwi. Lihat, A.G. Hong Jr, Ilmu agama,Terj. M.D Koesoemosoesastro dan Soegiarto, Jakarta, Gunung Mulia, 1997, hlm. 225

47

peredaran yang kekal dan dengan ini Mahayana orang masih percaya juga,

bahwa Buddha itu esa adanya, dalam arti bahwa ada satu Buddha di dalam

masa yang sama, tetapi di dalam masa-masa yang lain telah ada Buddha-

Buddha yang tak terhitung banyaknya, demikian pula dimasa yang akan

datang. Di dalam agama Buddha pikiran-pikiran semacam ini telah timbul

sejak permulaan, sebab di zaman Asoka. Di dalam perkembangan selanjutnya

orang mulai percaya kepada Buddha-buddha dari keempat mata angin dan

Buddha dari titik puncak. Ini pun suatu pikiran India lama.

Mengenai penetapan ajaran dan penyesuaian berbagai golongan, maka

Kaniska mengadakan rapat keagamaan Buddha yang keempat dan bertempat

di Jalandhara. Ditetapkanlah disini tafsir-tafsir kanon yang disebut Vibhasa-

vibhasa.14Karena penghormatan kepada Buddha semakin bertambah besar

mencari kepuasan bagi rasa keagamaannya juga di dalam dogmatika dan

filsafat, dengan menyatakan Buddha sebagai jiwa yang sangat luhur. Maka di

dalam Mahayana, Buddha itu akhirnya dipersamakan dengan Yang Mutlak.

Di dalam pemahaman Mahayana, Yang Mutlak tidak hanya

merupakan sebagai hakikat yang terdalam dari segala fenomena yang terbatas,

terkondisi, namun juga hakekat yang terdalam dari manusia.

Sebagai individu, manusia tidak terlepas dari pertaliannya terhadap

fenomena. Namun begitu, manusia bukan sama sekali terpisah dari yang

mutlak. Kemudian manusia sadar akan kekosongan terhadap sesuatu yang

berkondisi, maka keterikatan terhadap nilai kehidupan yang semu akan

berubah. Menurut Mahayana, Buddha Gautama bukanlah suatu fenomena

yang berdiri sendiri, melainkan sebagai mata rantai deretan para Buddha yang

ada. tetapi antara buddha yang satu dengan yang lainnya berbeda beda, oleh

karena itu Buddha mempunyai tiga aspek kemudian berdasarkan tiga aspek

tersebut muncullah ajaran tentang ketiga badan Buddha yang disebut Trikaya.

14 A.G. Hong Jr, op.cit., hlm. 226

48

3. Sumber Ajaran Teologi Trikaya

a. Kitab suci

Dalam tradisi Buddha Mahayana tidak ada sumber ajaran Trikaya

yang diambil dari kitab suci akan tetapi ajaran mengenai Ketuhanan Yang

Maha Esa atau yang mutlak dengan jelas dinyatakan di dalam Sutta

petaka, UdanaVII:3 sebagai: “Atthi Ajatam Abhutam Akatam

Asamkatam” yang artinya: sesuatu yang Tidak Dilahirkan, Tidak

dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak.

Kemudian ajaran tersebut dikembangkan secara filosofis oleh

Mahayana.

b. Filsafat

Setelah Parinivana Sang Buddha, beberapa ratus tahun kemudian,

para kaum bijaksana Buddhist baik di India dan di Cina dengan gemilang

dan berjaya mengembangkan ajaran pokok Sang Buddha. Pengembangan

tersebut terutama secara filosofis dalam rangka menjawab kebutuhan

religius dari beragam umat manusia. 15Khususnya mengenai ketuhanan

Yang Maha Esa Akan tetapi dalam tradisi Mahayana tidak ada dasar

filsafat yang jelas untuk dijadikan sumber pembentukan doktrin Trikaya.

Akan tetapi banyak tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikiran pada

madzab Mahayana Antara lain:

1. ASVAGHOSA

Hidup sekitar abad ke-2 masehi. Buah tangannya bemakna

Sandrananda, berisikan kisah tentang bagaimana Nanda menjadi beriman

dan memeluk agarna Buddha; dan Bud- dhacharitas, berisikan kisah-kisah

tentang Buddha; kedua-duanya itu terpandang karya klasik dalam bahasa

Sanskrit. Tapi karyanya yang terpandang besar ialah Kesadaran iman di

dalam Mahayana (Awakening of Faith in the Mahayana) berisikan

pembahasan mendalam tentang berbagai persoalan kepercayaan.

15Dhammasukha jo Priastana, Pokok-Pokok Dasar Mahayana, Yayasan Yasodhara Puteri,

Jakarta, 1994, hlm. 42

49

2. KUMARALATA

Hidup semasa dengan Asvaghosa tetapi agak lebih muda. Karyanya

bemama Kalpanamanditika berisikan uraian tentang edaran alam semesta,

juga terpandang karya klassik.

3. NAGAR YUNA,

Hidup pada abad ke 3 masehi, dan karyanya Madhyamika-Karikas

amat terkenal dalam aliran-aliran fisafat Mahayana, la mempertahankan

dengan argumentasi yang tajam bahwa cuma "kekosongan itulah yang

betul-betul riil." Pahamnya itu dengan meminjam istilah filsafat di Barat

dapat disamakan dengan Nihilism.

4. ASANGHA

Hidup pada abad ke-4 masehi, pembangun aliran Vijnanavada

(Idealism) atau Yogachara (Mysticism), la berpendirian bahwa fenomena

itu cuma ref1eksi dari idea belaka atau segala-galanya itu cuma maya

belaka. Pahamnya itu dengan meminjam istilah filsafat di Barat dapat

disamakan dengan Subjec. tive Idealism.

5. VASUBHANDU

Hidup pada abad ke-4 masehi, tadinya pemuka mazhab Theravada,

tapi belakangan menganut mazhab Mahayana atas tarikan saudaranya

Asangha. Pahamnya da1am mazhab Theravada itu berlawanan dengan

paham saudaranya, hingga karyanya bernaina Abhidhammakosa yang

amat berpengaruh dalam mazhab Theravada itu, juga berpengaruh kuat

dalam mazhab Mahayana.

6. KUMARAJIVA (344-413 M),

Seorang pengikut aliran Vijnanavada, dan paling giat melakukan

penyalinan berbagai Mahayana-Sutras ke dalam bahasa Tiongkok.

7. DIGNAGA

Hidup pada abad ke-5 masehi, seorang ahli logika yang sangat tajam,

pengikut aliran Vijnanavada.

Pada abad ke-6 dan abad ke-7 masehi, (yang bersamaan dengan masa

kelahiran Nabi Muhammad dan menjalankan Dakwah di Arabia

50

(570-632 M). Aliran Vijnanavada itu menguasai pusat pengajaran agama

Buddha di Valabhi dan di Nalanda.

B. Konsep Trinitas

1. Pengertian konsep Trinitas

Trinitas atau Tritunggal dalam bahasa arab disebut : Tatsalis atau

Tsaluts. Dalam bahasa Jawa disebut Triniji atau telu teluning atunggal dan

dalam bahasa Inggris disebut Trinity. Agama Nasrani mengungkapkan bahwa

Allah itu satu, tetapi beroknum tiga, Oknum adalah bahasa Arab, dan dalam

bahasa Jawa disebut jejer. Jadi Allah satu beroknum tiga artinya : dalam

bahasa Jawa Allah sawiji ajejer telu.16

Selama berabad-abad para ahli teologi gereja mengeluarkan

pernyataan serius untuk menjelaskan Trinitas. Menurut bapa-bapa gereja,

doktrin ini bukanlah sebuah filsafat dari penyembah berhala, bukan

polytheistik, keberadaan Allah yang Maha Tinggi dan Esa yang terwujud

dalam tiga pribadi yang berbeda.

Golongan Katolik, Protestan, dan Ortodoks setuju bahwa pengajaran

Allah Tritunggal dalam Perjanjian Baru adalah doktrin yang teguh

berdasarkan Alkitab. Mereka setuju bahwa Tritunggal memperlihatkan

keberadaan Allah, yang berakar pada sukacita atas suatu hubungan yang

kekal. Sebagian orang Kristiani telah menjelaskan ketritunggalan Allah

dengan berpendapat bahwa Allah memakai tiga cara berbeda dalam

menyatakan diri kepada kita. Kadang Dia menyatakan diri sebagai Bapa,

kadang sebagai Anak, kadang sebagai Ruh Kudus. Ketritunggalan Allah

menunjukkan bahwa kasih-Nya yang kekal itu nyata.

Penjelasan satu Allah dalam tiga peran yang berbeda mungkin

menyulitkan bila hal itu bukan untuk menjelaskan kejamakan dalam kesatuan

yang telah kita pertimbangkan dengan matang. Sejak pernyataan Allah dalam

16 Abu Ahmadi, Sejarah Agama, CV. Ramadhani, Solo, 1986, h1m. 135

51

Perjanjian Lama,17 Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan

rupa Kita (Kejadian 1:26). Kita lebih mudah memahami hubungan,

kepatuhan, kasih, dan kesetiaan yang Alkitab jabarkan sebagai keberadaan

antara Bapa, Anak dan Ruh Kudus.

Perjanjian Baru tidak menyatakan ketiga Pribadi ini secara terpisah,

tetapi dalam satu kesatuan pengertian yang mendalam. Ketiga Pribadi ini

digambarkan dalam suatu hubungan, yang didalamnya terdapat kesatuan kasih

satu sama lain serta kasih kepada kita. Hubungan Bapa, Anak, dan Ruh Kudus

dalam Perjanjian Baru menyangkal kesimpulan hanya Bapa yang dianggap

sebagai satu-satunya kebenaran. Dengan kesimpulan itu, dapatlah dimengerti

jika beberapa orang mencoba melindungi keesaan Allah dengan menganggap

Anak dan Ruh Kudus sebagai makhluk atau kekuatan yang lebih rendah.

Namun, kesimpulan seperti itu tidaklah benar.

Ketiga oknum tersebut merupakan kesatuan yang merupakan

kebenaran yang Esa,18 karena ketiganya merupakan bagian Allah Sang Bapa,

dengan demikian menurut gereja timur, Bapa dianggap sebagai Allah yang

sebenarnya, yang tidak diciptakan, Anak dan Roh dipandang sebagai yang

diciptakan, sehingga zat-Nya lebih rendah, meskipun ketiga oknum tersebut

mempunyai sifat keilahian dan maha sempurna. Sedangkan menurut gereja

barat pendapatnya berdasarkan pada keesaan Allah, sehingga mengajarkan

bahwa dari ketiga oknum itu tak ada yang lebih tinggi atau rendah.

Perjanjian Lama menyatakan bahwa satu-satunya Allah sejati dalam

Alkitab adalah Allah yang cemburu. Dia adalah Allah yang menurut Yeyasa,

takkan memberikan kemuliaan-Nya untuk yang lain. Memang Allah dalam

Perjanjian Baru mengaitkan nama-Nya dalam tiga sebutan: Bapa, Anak, Ruh

Kudus. Tentu saja Allah berbagi kemuliaan diantara tiga pribadi, yang pada

gilirannya mencurahkan kasih kepada semua orang yang mau menerima kasih

Bapa, Anak dan Ruh Kudus.

17 RBC Ministries, Apakah Orang Kristiani Percaya Tiga Tuhan ?, terj. Elijanti Yahya,

YAYASAN GLORIA, Yogyakarta, 2005, hlm. 16 18 M. Arifin, Menguak Misteri Agama-agama Besar, PT. Golden Terayon Press, Jakarta,

1987, hlm. 143

52

Untuk melihat bagaimana lebih jelasnya, baiklah kita melihat secara

ringkas setiap pribadi dalam satu ketuhanan.

1. Allah Bapa

Telah banyak teori yang dilontarkan untuk menjelaskan ihwal Allah,

banyak pula sanggahan untuk dia dan menentang keberadaan-Nya. Hal ini

menunjukkan bahwa akal budi manusia tidak mampu menembus yang Ilahi,

kalau tergantung kepada akal budi manusia saja untuk menyelidiki Allah sama

saja menggunakan kaca pembesar untuk menyelidiki bintang dalam

astronomi. Karena Tuhan adalah hikmah yang tersembunyi (Korintus 2:7).

Tuhan adalah misteri, Dan tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenal-

Nya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia. (Korintus 2:8)

Orang-orang Kristiani mulai berfikir mengenai Allah, ketika

merefleksikan jati diri Yesus Kristus. Refleksi ini terjadi dalam konteks alam

pikiran Yunani. Maka pengetahuan tentang Allah dirumuskan lebih filosofis

dari pada Bibles. Dan selanjutnya apa yang disebut theism klasik merupakan

suatu kombinasi dari gagasan abstrak mengenai Allah yang jauh diatas dunia

dalam kesempurnaan total dan Allah yang mencampuri sejarah dunia seperti

yang diimani bangsa Yahudi dan Kristiani. jadi, sudah dari semula ada suatu

tegangan antara transendensi mutlak Allah dan hubungannya yang konkrit

dengan manusia dan dunia. Mungkin itulah sebabnya bahwa tekanan ada pada

karya penciptaan: Bapa Yang Maha Kuasa, pencipta langit dan

bumi,19sedangkan karya penyelamatan lebih dikhususkan bagi Putra-Nya yang

tunggal. Tapi ternyata pengetahuan tentang Allah tidak dikembangkan lebih

lanjut. Hanya ditekankan bahwa Allah tidak dapat dijangkau oleh pikiran

manusia. Maka tetap ada suatu tegangan antara Allah dan diri-Nya sendiri

(hakekat Allah) dan tindakan historis-Nya (dalam diri Yesus Kristus). Secara

konkret sikap menghasilkan dua paham Allah, yakni Allah Tunggal dan Allah

Tritunggal. Sebenarnya masalah ini sudah muncul dalam teologi Yahudi yang

berbahasa Yunani. Dalam teologi itu ada usaha untuk membebaskan paham

19 Syahadat singkat dalam iman Kristen.

53

Allah dari segala pikiran anthropomorphism. Tetapi akhirnya usaha itu

menghasilkan suatu faham Allah yang amat abstrak, juga dalam teolog

Yahudi.

Jelas sekali bahwa dalam tradisi Katolik menekankan faham filosofis,

dan pada masa reformasi tradisi Kristen-Protestan menekankan pada faham

Bibles. Tetapi kemudian pada abad 19 tradisi Katolik berubah, yang tadinya

menekankan faham Bibles kemudian menekankan faham filosofis. Tetapi

justru itulah yang menimbulkan reaksi tajam dari Karl Barth (1886-1968).

Ketegangan yang ada dari semula tetap menentukan faham Allah dalam tradisi

Yudeo-Kristiani. Dalam perkembangan selanjutnya muncul pertanyaan sejauh

mana pembicaraan mengenai Allah, entah berpangkal pada filsafat atau Kitab

Suci, bersifat subyektif ataukah simbolis. Sebab pada dasarnya semua setuju

bahwa Allah adalah misteri. Dan perhatian makin dialihkan dari pembicaraan

mengenai Allah kepada pembicaraan itu sendiri. Bagaimana orang dapat

bicara mengenai Allah? Padahal pembicaraan mengenai Allah tidak terbatas

Allah dalam diri-Nya sendiri saja, tetap juga dalam karya-Nya di dunia.

Teologi mengenai Allah tidak boleh menjadi sebuah teori tentang

Allah. Oleh karena itu, pertentangan antara filsafat dan Alkitab berkembang

menjadi tafsir kitab suci, dan perhatian makin dipusatkan bukan pada

pemahaman Allah, tetap pada pemahaman pengalaman akan Allah. Dengan

demikian masalah wahyu iman menjadi semakin penting. Orang tidak bisa

berbicara secara obyektif mengenai Allah, selalu mengenai Allah yang

memperkenalkan diri pada manusia.

2. Ruh Kudus

Ada dua kekeliruan yang biasa dibuat di dalam pemahaman mengenai

Ruh Kudus. Pertama, ada orang yang cenderung menganggap Ruh Kudus

sebagai semacam pengaruh atau konsep, bukan sebagai Pribadi yang nyata.

Kedua, orang cenderung menganggap Ruh Kudus adalah suatu hal yang

sangat penting, tetapi merupakan suatu Pribadi yang lebih rendah daripada

Allah Bapa dan Yesus. Ada banyak pendapat yang mungkin bisa digunakan

54

untuk menyanggah kedua pandangan yang keliru tentang Ruh Kudus tersebut.

Namun dengan memahami nama-nama yang menyatakan identitas Ruh

Kudus, akan menolong orang Kristen dan nonkristiani untuk dapat memahami

Ruh Kudus. Sebenarnya, setiap nama yang ditujukan kepada Ruh Kudus di

dalam Alkitab tidak sekedar sebuah nama identitas, tetapi nama-nama yang

dipikirkan tersebut menyatakan kepribadian dan keallahan Ruh Kudus.

Suatu pemahaman yang keliru tentang kepribadian Ruh Kudus yang

unik diterima kelompok guru atau pengajar yang berbeda pada masa kini.

Pertama, para teolog liberal akan mengakui bahwa Ruh Kudus adalah suatu

realitas, tetapi kegagalan mereka untuk menerima Alkitab sebagai Firman

Allah yang diilhami dan sepenuhnya benar menyebabkan mereka menganggap

Ruh Kudus sebagai Pribadi dalam mitologi. Kedua, beberapa bidat yang

radikal, seperti Yehova. Mengingkari kepribadian Ruh Kudus dan hanya

menganggap Dia hanya sebagai pengaruh belaka.

Nama-nama identitas Ruh Kudus juga menyatakan sifat keillahian-

Nya. Nama-nama yang menunjuk pada Ruh Kudus seperti: Allah ( Kisah, 5:4)

Roh Tuhan Allah (Yeyasa 61:1), Napas Tuhan (Yeyasa 40:7), Suara Tuhan

(Mazmur. 29:3-9), Roh yang berasal dari Allah (1 Korintus. 2:12), Tuhan (2

Korintus 3:13) Roh Tuhan (Hakim 3:10) dan Roh Kemuliaan (I Petrus. 4:14),

Ketujuh Roh Allah yang diutus ke bumi (Wahyu 5:6). semuanya cenderung

menunjukkan keallahan Ruh Kudus. Nama-nama tersebut hanyalah sebagian

kecil saja dari berbagai macam nama identitas Ruh Kudus yang menekankan

aspek-aspek keallahan-Nya.20

Dalam konsili Nicea Patriach Alexandria mengemukakan dalihnya

dalam sistem yang mirip kepada logika, dalihnya sebagai berikut:

Tidaklah Ruh Kudus itu di dalam pengertian kami selain dari pada hidup-Nya. Apabila kami mengatakan, bahwa Ruh Kudus itu adalah makhluk, maka kami telah mengatakan bahwa Ruh Allah itu dijadikan. Jika kami mengatakan Ruh Allah itu dijadikan, maka kami pun mengatakan bahwa hidup-Nya juga dijadikan. Apabila kami mengatakan bahwa hidupnya dijadikan, maka kami menganggap bahwa Dia tidak hidup, apabila kami

20 Elmer L. Towns. Nama-nama Ruh Kudus, Terj. Hariyono, Yayasan ANDI,

Yogyakarta, 1997, hlm 91

55

menganggap bahwa Dia tidak hidup, maka kami telah kufur dan siapa yang kufur kepada Tuhan, maka ia harus dikutuk.21

Memandang kepada rentetan dengan pendahuluan, maka nyata bahwa

asas dan pendahuluannya yang lazim yaitu bahwa Ruh Kudus adalah Tuhan.

3. Yesus Kristus

Berangkat dari pemahaman Yohanes tentang Firman atau Logos,

firman adalah sebuah ungkapan daya cipta yang tidak ada taranya, yang harus

tampil secara nyata. kehadirannya dan karya-Nya menentukan segala yang

hidup. Pada pihak lain tak dapat disangkal pula bahwa ia sudah lama hadir

sebelum yang lain hadir dalam kancah dunia yang fana ini, keberadaannya

sebagai manusia tidak begitu canggung, karena dari semula manusia dicipta

sebagai gambar Allah . dan manusia ditempatkan di jagat raya ini untuk

memelihara dan mengelola akan semesta. Maka tidak salah pula kalau Allah

berkomunikasi dengan manusia sebagai manusia, jadi menurut Yohanes Dia

adalah Allah itu sendiri. Kehadirannya menyatakan solidaritas sepenuhnya

dengan manusia dalam pergumulan dan derita-Nya karena nista oleh ulah-Nya

sendiri. Ia mengangkat kembali martabat manusia sebagai gambar Allah

dengan menampilkan diri sebagai manusia sejati. Pengorbanan-Nya tersebut

sebagai manusia memperlihatkan kemuliaan Allah yang tidak terduga. Dan

siapakah yang dimaksudkan dengan Firman yang telah menjadi manusia?.

Para penulis Perjanjian Baru berulang kali mengacu pada Yesus

Kristus sebagai Anak Allah. Saksi Yehova mengartikan pernyataan ini bahwa

Yesus adalah seorang Anak Allah, seperti para malaikat dan makhluk hidup

lainnya. Mereka percaya bahwa Yesus adalah Mikhail, malaikat terpenting

dalam rupa manusia. Para pemimpin Judaism saat ini berkata Yesus adalah

Nabi besar, tetapi tidak lebih dari itu. Namun dalam Perjanjian Baru

mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Tunggal Allah dan unik.

Untuk melihat sejauh mana Anak berbagi kemuliaan dengan Bapa bisa dilihat

21 Ahmad Syaliby, Perbandingan Agama (Bahagian Agama Nasrani), terj. Fuad Mohd.

Fachruddin, Kalam Mulia, Jakarta, 1993, hlm. 74

56

melalui pernyataan Yesus, kesaksian para rasul, nubuat para Nabi dalam

Perjanjian Lama, dan pernyataan bapa-bapa gereja.

Perkataan Yesus. Keempat injil mencatat banyak perkataan Yesus

selama melayani di dunia. Sekalipun banyak orang yang tidak percaya pada

pernyataan Perjanjian Baru, tetapi gereja tetap memiliki alasan yang baik

untuk menerima hal-hal yang terdapat di dalamnya sebagai catatan yang tepat

dan cermat. Mereka memiliki bukti kuat bahwa Matius, Markus dan Lukas

ditulis sebelum 70 M. Dan walau Injil Yohanes belum ditulis sekitar tahun 90

M, buktinya kuat bahwa kitab ini ditulis oleh Yohanes, yang benar bersama

Yesus dalam pelayanan-Nya di dunia ini. Dalam Yohanes ,Yesus menyatakan

bahwa Dia tidak memiliki permulaan. Karena hanya Allah yang bersifat kekal,

ini merupakan pernyataan keilahian. Kepada sekelompok pemimpin agama,

Yesus berkata:’ sebelum Abraham jadi, Aku ada. Kemudian Yesus

mengeluarkan pernyataan, Aku dan Bapa Adalah satu (Yohanes !0:30). Dari

kedua pernyataan ini jelas bahwa Yesus menyatakan dirinya sebagai anak

Allah. Sekaligus sebagai Allah.

Kesaksian Para Rasul. Orang-orang yang menulis Perjanjian Baru

juga tidak meragukan ketuhanan Yesus Kristus. Beberapa dari mereka dapat

mengingat hari tatkala sahabat mereka, Thomas, melihat Kristus yang bangkit

dan berseru, ya Tuhanku dan Allahku (Yohanes 20:28). Seruan ini bukan rasa

terkejut seperti, Ya Tuhan yang sering kita dengar. Tidak ada orang Yahudi

pada abad pertama yang menyebut nama Allah dengan sebutan seperti itu.

Rasul-rasul mengingat dengan baik bahwa saat itu Yesus menerima tanda

keilahian-Nya ini.

Ketika rasul Yohanes yang hadir pada waktu itu memulainya Injilnya,

ia juga mengungkapkan hal yang sama: Pada mulanya adalah Firman,

Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah

(Yohanes 1:1). Dia melanjutkan pernyataan bahwa firman itu adalah manusia

yang mencerminkan kemuliaan Allah.

Nubuat Para Nabi Dalam Perjanjian Lama. Bahkan Alkitab

Perjanjian Lama, yang sangat dihormati oleh banyak orang Yahudi,

57

menyatakan keilahiannya Messiah yang akan datang dengan sangat jelas.

Salah satu nubuat yang luar biasa adalah:

Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada diatas bahunya, dan namanya disebutkan orang: penasehat ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, raja damai ( Yeyasa 9:5).

Menurut gereja dua sebutan diatas yaitu Allah yang perkasa dan Bapa

yang kekal diberikan kepada Messiah yang akan datang dan kedua pernyataan

tersebut juga menyatakan keilahian-Nya.

a. Sumber Teologi Trinitas

1. Teologi Ibrani

Menurut para teolog Gereja ajaran Trinitas sudah tersirat dalam

teologi Ibrani, untuk memahaminya terlebih dahulu mereka menjelaskan

hakekat Yahweh. Menurut mereka hakekat Yahweh yang Esa itu dikenal

berdasarkan kenyataan-Nya dalam sejarah dari nama-Nya sendiri yang

dinyatakan kepada Musa, bila dipanjangkan berbunyi:

EHYEH ASYER EHYEH artinya: AKU ADALAH AKU ADA

(Keluaran 3:14). Istilah yang berasal dari kata kerja hayat (ada) ini,

pertama-tama yaitu suatu yang aktif. Hal ini menyatakan adanya kekayaan

dan dinamika dalam diri Yahweh yang Esa itu, walaupun Ia transenden

dan merupakan misteri yang tersembunyi.

Hakekat Yahweh yang dapat dikenal dari pekerjaan-pekerjaan-Nya

jelas membuktikan bahwa Ia mewujudkan karsa melalui sabda dan Roh-

Nya. Sebagaimana tampak dalam karya penciptaan, ketika Allah pada

mulanya menciptakan alam semesta, maka Roh Allah menjadi

penghubung antara Allah yang transenden dengan dunia empirik, sedang

penciptaannya itu diwujudkan berkat sabda-Nya.

Bagaimana teologi Ibrani selanjutnya memahami nisbah antara sabda

dan Ruh Kudus-Nya ini dalam hubungan keesaan? Kendatipun dalam

kajian terhadap teologi ini belum ditemukan jawabannya secara paripurna,

tetapi seolah-olah sumber Ibrani, baik yang kanonik maupun yang apokrif,

58

telah mempersiapkan pernyataan mengenai ketiga cara berada Tuhan

berada dalam dogma Trinitas.

Pandangan Teologi Ibrani tentang sabda Tuhan telah jelas dalam

seluruh Perjanjian Lama, dimana pada hakekatnya, sabda diidentikkan

dengan Tuhan sendiri. Ajaran ini semakin jelas lagi dikembangkan dalam

kesusasteraan kebijaksanaan, ia dikenal sebagai Hikmah Tuhan dan

mentitah secara mempribadi. Dalam karya-karya kebijaksanaan Yahudi

masa pembuangan di Babilonia, yang tidak termasuk kitab suci Ibrani,

hikmah Tuhan semakin mendapat tempat. Ia menyebut diri, berasal dari

mulut Yang Maha Tinggi ( Sirah 24:3-4), sedangkan dalam kitab

kebijaksanaan Salomo 7:22-8:1, Ia disebut pancaran murni dari

kemuliaan Yang Maha Kuasa dan gambar kebaikan-Nya ( Ibrani 1:3).

Pernyataan-pernyataan diatas membuktikan bahwa sabda atau hikmah

Tuhan sejak semula berada dalam Tuhan. Dia tidak sama tetapi juga tidak

berbeda dengan Tuhan. Bahkan dalam terang teologi perjanjian lama,

ungkapan tajam ini bukan hanya sekedar sarana sastra belaka yang

mempribadikan sifat Ilahi, tetapi tetap mengurung misteri yang

mempersiapkan keterangan tentang sabda yang menjadi manusia,

sebagaimana diungkapkan Yohanes dalam Injilnya yaitu Yoh, 1:1-3, 14.

Mengenai Ruh Kudus seluruh Perjanjian Lama telah secara terang

pula mengajarkan. Ruh Kudus berasal dari dan satu dari Yahweh, Ia

diungkapkan dalam seluruh karya Tuhan yang dinamis, melalui Roh-Nya,

Tuhan membimbing dan diam diantara umat-Nya, terutama dalam

kehidupan para Nabi dan Pendeta keselamatan. Pada akhirnya para

pengarang Perjanjian Baru tidak ragu-ragu lagi untuk menegaskan

otonomi Ruh Kudus, tepatlah firman yang disampaikan Ruh Kudus (

Kisah Rasul-rasul 28:25) sebagai prakata dalam menyitir firman-firman

Tuhan yang diucapkan oleh Yahweh sendiri. Sebab semua pernyataan

Perjanjian Lama di atas, sebagai pula dengan Sabda Tuhan, malahan harus

menyatakan lebih jauh bahwa ia bukan lain dari Allah sendiri.

59

Walaupun istilah Trinitas (Tritunggal) tidak tersurat dalam seluruh

kitab suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tetapi semua teologinya

bersifat Trinitas. Bahkan dapat pula diluaskan bahwa seluruh teologi

Ibrani, dalam arti yang tertentu, menyiratkan secara maknawi ajaran itu.

Perlu digaris bawahi pula, bahwa monotheism Ibrani bukan

monotheism matematik. Ia mengandung pengertian yang sangat kaya dan

dalam. Ajaran itu bukan lahir dari satu zaman yang merupakan reaksi dari

penyembahan Ilah-ilah batu ukiran saja, melainkan merupakan eksplisitasi

dari suatu pengalaman yang panjang dengan segala dinamikanya. 22

2. Alkitab

1). Yeyasa 48-16: Mendekatlah kepada-Ku, dengarlah ini: Dari dahulu

tidak pernah Aku berkata dengan sembunyi dan pada

waktu itu terjadi Aku ada disitu.23

2). Yohanes 1:1: Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-

sama dengan Allah dan firman itu adalah Allah. 24

3). Yohanes 1:14: Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara

kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu

kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak

Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.25

3. Filsafat

Tidak dapat kita pungkiri bahwa konsep pemikiran Trinitas banyak

meminjam dari pemikiran filsafat, terutama pemikiran filsafat abad

pertengahan dan pemikiran filsafat Neoplatonisme yang dikembangkan

oleh Plotinus dan pengikut-pengikutnya. Penganut-penganut agama

Kristen melihat kepuasan terhadap cara berfikir aliran neoplatonisme.

Sedangkan yang menjadi sumber pembentukan konsep Trinitas adalah:

22 RBC Minister, opcit, hlm 20-25 23 Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab, LAI, Jakarta, 2005, hlm. 785 24 Ibid, hlm. 110 25 Drs. Wilson Nukear, Apa yang anda perlu ketahui tentang......., Indonesia Publising

House, Jakarta, 2002, hlm. 57

60

3.1. Golongan Apologet

Orang-orang apologis menggunakan filsafat Yunani untuk membela

Injil. Mereka ini antara lain ialah Justin Martyr, Minicius Felix, dan

Lactantius. Justin Martyr telah mempelajari filsafat Stoa, Pythagoras dan

Plato. Ia berpendapat bahwa filsafat yang digabung dengan idea-idea

keagamaan akan menguntungkan. Ia berpendapat bahwa esensi

pengetahuan adalah pemahaman tentang Tuhan. Ia menyamakan Kristus

dengan Logos, tetapi kadang-kadang ia menggunakan pemikiran ini

sebagai pemikiran ilahiah. 26

Kemudian golongan apologet berusaha untuk menyesuaikan Injil

dengan semangat zaman. Maksudnya ialah untuk membuktikan bahwa

hanya Injil saja yang dapat mengenapi segala cita-cita filsafat Yunani,

menurut pandangan Yunani, Allah jauh bersemayam jauh diatas dunia ini

ditempat yang tidak terhampiri. Manusia hanya dapat berhubungan dengan

Allah itu oleh pertolongan roh-roh yang menjadi pengantara antara sorga

dengan bumi. Roh pengantara yang terutama yang terutama ialah Firman

atau Logos. Logos adalah sesuatu yang bukan Allah dan bukan pula dari

dunia, yaitu merupakan jabatan antara roh dan zat benda, dan bahkan

dengan Logos itulah Allah menciptakan dunia ini. Maksud mereka itu

tentunya baik, akan tetapi dengan menyamakan kedua-duanya maka pintu

terbuka bagi pandangan-pandangan kafir untuk memasuki Teologia gereja;

Ini menjadi dasar segala salah paham dengan ajaran Alkitab dalam gereja

lama. Sebab menurut yohanes 1:1 firman itu bersama sama dengan Allah

dan Firman itu adalah Allah, padahal Logos Yunani hanya semacam

setengah Allah saja. Jikalau Yohanes 1 diartikan demikian, maka tentulah

Yesus tidak lagi dipandang sebagai Allah sendiri yang turun ke bumi,

melainkan adalah suatu zat yang setengah Ilahi saja. Sejak timbulnya

kaum Apologet, maka pandangan itu menjadi ajaran umum dari Gereja.

26 Ahmad Tafsir. Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James). PT Remaja

Rosdakaya: Bandung, 2003, hlm. 70

61

Barulah dikemudian hari faham Logos itu lama-kelamaan dibersihkan dari

pengertian kafir tadi.

Teologia apologet tentang kebebasan dunia adalah sebagai berikut:

Allah menciptakan Logos di dalam rangkaian waktu, sebagai suatu roh

yang berpribadi. Dan dengan Logos itu Allah menciptakan segala sesuatu

yang ada. Manusia telah digoda oleh setan, sehingga jatuh ke dalam jurang

kesesatan, percabulan dan kemusyrikan. Kemudian Logos turun ke bumi

dan menjelma dalam tubuh manusia, yaitu dialah Yesus Kristus, dengan

maksud untuk menyelamatkan manusia dari jalan kesesatan. Demikian

yesus membuka mata manusia terhadap tipu daya setan-setan sambil

memberitakan ajaran yang benar tentang Allah dan dunia dan hari kiamat

yang akan datang. Lagi pula ia mengajar mereka tentang hidup yang

diridloi oleh Tuhan. Manusia di beri kebebasan bertindak dan dapat

melepaskan diri dari genggaman setan dengan pertolongan, pengajaran

dan teladan Kristus.

3.b. Bapak-bapak Gereja

1). Irenus.

Dia adalah seorang ahli teologi dari Asia Kecil, suatu daerah Gereja

yang mengutamakan mistik. Irenus menjadi uskup di kota Lyon di negeri

di negeri Perancis pada tahun 178, secara garis besar beginilah ajarannya:

Adam segenap bangsa manusia diciptakan untuk hidup yang baka, tetapi

oleh karena jatuhnya ke dalam dosa maka manusia diikuti dengan

kefanaan. Untuk melepaskan manusia, Allah mengutus Anak-Nya, yaitu

Logos, yang masuk ke dalam daging manusia. Dengan demikian Kristus

mempunyai tabiat untuk menghubungkan manusia dengan kuasa Allah

yang kekal. Kristus adalah Adam kedua, yang menggenapi segala tuntutan

Allah, yang dilalaikan oleh Adam pertama. Di dalam kebangkitan-Nya.

Kristus memberi suatu petaruh dan jaminan untuk hidup yang baka kepada

orang yang percaya pada Dia. Sekarang Ruh Kudus memberikan hidup

yang kekal kepada semua orang yang percaya, dan dalam baptisan dan

perjamuan. Jadi pokok utama teologi Irenus adalah: mempersatukan di

62

dalam Kristus sebagai kepala segala sesuatu, baik yang ada di Surga,

maupun di bumi. Surga Allah dan dunia manusia yang tercerai sekian lama

oleh dosa sekarang dihubungkan dan dipersatukan kembali. Allah menjadi

manusia, agar manusia kembali mendapat kehidupan kekal.

Segala pandangan ini sudah barang tentu jauh Injili dari pada ajaran

apologet, karena disisi oknum Yesus Kristus diutamakan dan dijunjung

selaku penyelamat. Meski demikan, pembenaran oleh iman dan salib

Kristus kurang tampil ke muka dalam Teologi Irenus, karena pokoknya

bukan karena pertentangan antara dosa dan rahmat, tetapi hidup yang

kekal.

2). Tertullianus

Tertullianus ialah filsuf yang pertama kali memakai istilah teologia

yang menjadi lazim semenjak masa itu, misalnya: dosa turunan, tebusan

dosa dan jasa. Dan lagi rumusan seperti: Allah berzat satu tapi berpribadi

tiga dan Kristus adalah satu pribadi tapi dua tabiat. Ia memandang

hubungan manusia dengan Allah adalah bagikan terdakwa di depan

hakim. Tertullianus mengejar bahwa Logos adalah suatu zat Ilahi yang

lebih rendah dari pada Allah, padahal Ireneus perpendapat bahwa Logos

bagian dari pribadi Allah, sesuai dengan Injil Yohanes.

3). Clemens

Tuhan dicapai melalui Logos itu. Melalui Logos Tuhan

memperlihatkan kekuasaannya, melalui Logos pula mencipta alam

semesta, dan melalui Logos pula manusia mengenal Tuhan. Logos

digunakan oleh Clement sebagai jembatan antara dunia spiritual dan dunia

material. Clemens meneruskan tradisi mewartakan seorang Yesus Kristus

Yunani. Ia menonjolkan Ilahi Yesus Kristus sedemikian rupa, sehingga

ciri manusiawinya diserap oleh ciri Ilahi. Clements misalnya dapat berkata

bahwa Yesus Kristus makan dan minum bukanlah karena membutuhkan,

sebab daya penyangga Yesus ialah Logos Ilahi. Yesus hanya makan dan

minum supaya orang sekitarnya tidak mendapat pesan bahwa

kejasmanian-Nya hanya bayangan. Menurut clement manusia yesus

63

sebenarnya bebas sama sekali dari segala nafsu. Itulah cita-cita askese

Yunani.

4). Origen.

Asal dan tujuan segala yang hidup ialah Allah, Bapa abadi, yang

kekal melahirkan segala sesuatu yang ada. Yang dilahirkan pertama

adalah Logos, yang ilahi tetapi lebih rendah dari pada Allah. Logos atau

anak kemudian melahirkan Ruh Kudus, dari Roh itu terpancar segala Roh

atau jiwa yang lebih rendah, yang juga bertabiat Ilahi, tetapi berkehendak

bebas. Kehendak itu salah dipakainya, ketika mereka melaan Allah. Cuma

satu jiwa saja tetap setia kepada Allah. Selaku hukuman maka roh yang

jatuh kedalam dosa sekarang dikurung dalam salah satu badan jasmani.

Malaikat-malaikat jatuh sedikit saja, sehinggga mendapat badan berupa

bintang setan-setan yang hidup dalam kegelapan. Malaikat dan setan-setan

yang hidup dalam gegelapan. Malaikat dan setan berjuang hidup untuk

merebut dunia dan manusia. Logos akan meluputkan dunia, sebab itu Dia

menggabungkan diri dengan satu-satunya jiwa yang tak jatuh itu, lalu ia

menjelma di bumi ini dalam tokoh manusia, yaitu Yesus Kristus. Yesus

membawa pelepasan bagi semua manusia. Orang sederhana hanya perlu

percaya kepada Yesus selaku penebus, tetapi orang yang berpengetahuan

harus mempewrhatikan pengajaran-Nya yang mulia itu dan perlu meniru

teladan-Nya dengan mengusahalan kebajikan dan askase, maka lama-

kelamaan jiwa manusia itu dipersatukan dengan Logos, bahkan dilahikan.

Siapa yang belum belajar mengikuti Logos selamanya hidupnya dibumi,

masuk ke dalam neraka, yang hanya suatu tempat penyucian sementara

saja, karena segala makhuk hakekatnya bertabiat ilahi, sehingga tak dapat

binasa untuk selama-selamanya. Akhirnya segala sesuatu akan pulang

kepada Allah. Setan-setan pun tidak terkecuali. Inilah ajaran kebangkitan

segala yang ada, akhirnya semuanya dipulihkan seperti semula.

Teologi ini sangat dipengaruhi filsafat Plato dan ajaran Alkitab.

Hasil yang terpenting ialah bahwa pengertian Logos sebagai suatu zat yang

64

lebih rendah daripada Allah, diterima oleh gereja selaku ajaran yang sah

dan baik.

5). Athanasius (293-373)

Ahli Teolog Kristen serta pengikut-pengikutnya berpendapat bahwa

Yesus Kristus adalah satu Zat dengan sang Bapa di sorga itu. Tuhan

adalah zat tunggal yang mempunyai tiga manifestasi yaitu Tuhan Bapa,

Tuhan Anak, Tuhan Ruh Kudus. Ketiganya mempunyai derajat yang

sama. Dalam pengakuan iman Anathasius diungkapkan: 27

Kita menyembah Allah Yang Mahaesa dalam ketritunggalan-Nya; dengan tidak mencampurbaurkan kepribadan-kepribadian-Nya dan tidak memisahkan-misahkan hakikat-Nya.

b. Perumusan dan Perkembangan Teologi Trinitas

Soal berbilang Tuhan adalah soal umum dalam seluruh kebudayaan-

kebudayaan kuno. Orang-orang Mesir Kuno, Babilonia, Parsi, Hindu dan

Buddha, serta Yunani sekalipun berlainan jumlah Tuhan. Tiga ketuhanan

itu mungkin dimaksudkan untuk membatasi jumlah yang terkadang

banyak. Pembatasan tiga Tuhan mempunyai hubungan dengan pahlawan-

pahlawan, yaitu penyembahan yang dimulai semenjak fajar sejarah hingga

sekarang.

Kemungkinan orang-orang Babilonlah yang pertama kali

mengatakan tiga ketuhanan pada tahun 4.000 SM. Orang-orang Babilon

menganut agama banyak Tuhan. Tetapi mereka membaginya dalam

beberapa kelompok yang tiap satu kelompok terdiri dari tiga dan masing-

masing mempunyai kedudukan dan penghargaan yang berbeda-beda.

Diwaktu orang-oang Babilon mengucapkan tiga ketuhanan itu, orang-

orang Mesir dan Israil mengucapkan ketunggalan Tuhan.

Renaissance-renaissance yang lebih tua dari pada agama Masehi

berdiri di tengah-tengah belaka, di antara Tuhan yang berbilang banyaknya

sebagaimana kepercayaan oleh orang-orang Babilon dan ketunggalan

Tuhan yang diucapkan orang-orang Mesir dan Israel. Sekolah Alexandria

27 Ibid, hlm 71-73

65

menuju kearah itu juga, maka Wells berkata: Setelah masuknya orang

Greek, maka orang Alexandia menjadi pusat hidup agama Mesir bahkan

sebenarnya pusat agama Greek. Batlimus mendirikan sebuah Biara besar

yaitu Biara Sarabium dimana mereka menyembah semacam tiga

ketuhanan yang terdiri dari Saribis, Isis, dan Hurus. Mereka tidak

dianggap Tuhan yang terpisah-pisah bahkan merupakan satu bentuk dari

satu Tuhan. 28 Sekolah Alexandria yang berdiri setelah didirikannya kota

itu tahun 331 SM. dan mewariskan kebudayaan-kebudayaan yang

bermacam-macam yang dikerjakan oleh ulama-ulama Mesir, Yunani,

Semit dan Romawi. Sebagian ajaran Wasani. Sekolah ini melanjutkan

kebudayaannya hingga lahirnya Al-Masih dan seterusnya.

Agama Masehi melalui masa-masa lemah dan tekanan, sehingga

agama Masehi kehilangan pemuka yang di puncaknya Al-Masih sendiri

dan hilang pula buku-buku referense mereka yang asli, sumber agama ini

menjadi lemah hilang sama sekali. Pada saat itulah Paulus memasuki

agama Masehi, dari sinilah Paulus mulai memindahkan agama Masehi dari

ketunggalan Tuhan kepada tiga ketuhanan. Pikiran bertuhan tiga sesuai

dengan perasaan rakyat yang telah lari dari agama Yahudi karena

kefanatikannya dan agama Wasani karena keprimitifannya. Mereka

mendapat tempat berlindung dalam agama baru ini. Pintu ini tidak tertutup

sesudah Paulus, tetapi terus terbuka hingga setengah dari pengikut Paulus

dapat menjadikan diri mereka bapa-bapa gereja. Sempurnalah campuran

antara pendapat-pendapat sekolah Alexandria dan agama Masehi yang

baru. L. Gauthier berkata: Sesungguhnya agama Masehi banyak dimasuki

oleh pendapat-pendapat dan pikiran-pikiran filsafat Yunani. Ketuhanan

dalam agama Masehi diambil dari sumber madzab Plato yang baru karena

diantara keduanya banyak kesamaan.29

28 Ahmad Syaliby, Perbandingan Agama (Bahagian Agama Nasrani), terj. Fuad Mohd.

Fachruddin, Kalam Mulia, Jakarta, 1993, hal. 59 29 Ibid, hlm 61

66

H. Wells berkata :Pendeta Paulus adalah seorang yang terkemuka

dalam membina agama Masehi Baru dan dia belum pernah melihat Isa

betabligh. Nama Paulus yang asli adalah Saul. Pada mulanya ia terkenal

giat menindas segolongan sahabat-sahabat Isa. Tiba-tiba ia menganut

agama Masehi dan namanyapun diubah menjadi Paulus. Paulus

mempunyai otak yang cerdas dan perhatiannya sangat besar terhadap

gerakan agama di masanya. Dia mempunyai pengetahuan luas tentang

agama Yahudi. Mithras dan agama-agama di masa itu dianut oleh

penduduk Alexandria. Dia memindahkan alam pikiran mereka dan istilah-

istilah mereka kedalam agama Masehi. Dia tidak mementingkan perluasan

dan penyebaran pikiran Isa yang asli yaitu pikiran Kerajaan Tuhan, tetapi

dia memberi pengetahuan kepada manusia, bahwa Isa tidaklah semata-

mata Al-Masih yang dijanjikan tetapi Ia adalah anak yang turun ke bumi

untuk menebus dosa manusia.

Pada mulanya pengakuan gereja Kristen dalam rumusan pendek

Yesus adalah Tuhan atau Yesus adalah Kristus. Berdasarkan pengakuan

singkat itu seseorang dapat dibaptiskan karena pada mulanya gereja

Kristen berada di tengah-tengah bangsa Yahudi, sehingga pengakuan

cukup dengan satu pasal, yaitu pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah

Anak Allah, Sang Mesias yang dijanjikan oleh Tuhan. Pengakuan akan

Yesus Kristus itu ditumbuhkan oleh Ruh Kudus yang bekerja dalam setiap

hati manusia. Ruh Kuduslah yang menyatakan pada manusia bahwa Yesus

adalah Tuhannya. Jadi, Ruh Kudus adalah Tuhan yang berbicara dalam

hati manusia. Dengan demikian pengakuan Kristen itu menjadi pengakuan

yang menjadi tiga bagian, yaitu keyakinan tentang Tuhan Bapa, Yesus

Kristus, dan Ruh Kudus.

Pada abad pertama sepeninggal Yesus, para murid masih tetap

mempertahankan tauhid secara murni hal ini dapat dibuktikan dalam

naskah The Shepherd karya Hermes, yang ditulis sekitar 90 M. Menurut

gereja, naskah itu termasuk kitab kanonik. Diantara isi dari naskah

Shepherd itu berbunyi:

67

Pertama percayalah bahwa Allah itu esa, dialah yang menciptakan dan mengatur segalanya. Dia menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Dia meliputi segala sesuatu tetapi Dia tidak diliputi apapun. Menurut Theodore Zanh, sebagai yang dikutip ole EJ Goodspeed di

dalam The Apostolic Father, menjelaskan bahwa sampai sekitar tahun 250

M kalimat keimanan itu masih berbunyi:

Saya percaya pada Allah yang maha kuasa.

Antara tahun 180 M sampai dengan 210 M ada yang menambah kata

Bapa di depan kata yang maha kuasa. Tindakan ini dikecam keras oleh

beberapa tokoh gereja. Uskup Fiktor dan Yepisius ,mengutuk penambahan

kata tersebut. Mereka memandangnya sebagai perbuatan keji yang

mencemari kemurnian kitab suci, dan menentang pendapat yang

mengatakan bahwa Yesus itu oknum Tuhan. Dan mereka menekankan ke-

esa-an Tuhan sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus. Serta ,menegaskan

bahwa Yesus itu adalah seorang nabi Allah yang mendapatkan derajat

tinggi di sisi Allah, sebagaimana para nabi lainnya. Keyakinan serupa juga

dipegang teguh oleh penganut gereja-gereja yang timbul di Afrika Utara

dan Asia Barat.

Ketika ajaran Yesus tersebar luas, Ia berbenturan dengan berbagai

kebudayaan dan harus menghadapi konflik dengan Kaisar Romawi yang

mempertahankan pemujaan kepada dewa-dewa dan mengaku sebagai anak

Dewa. Agama ini juga berasimilasi dan menyesuaikan diri dengan

berbagai kebudayaan masyarakat tempat ia berkembang, juga mengalami

perubahan mendasar untuk menghindarkan diri dari penindasan para

penguasa. Terutama di negara Yunani, ia mengalami metamorfosa akibat

dari dua faktor. Pertama, karena agama ini diajarkan dan diungkapkan

dalam bahasa baru. Kedua, karena ajarannya disesuaikan dengan filsafat

dan kebudayaan Yunani. Kepercayaan polytheisme yang mewarnai

kehidupan masyarakat Yunani memberikan sumbangan besar bagi

68

perumusan doktrin Trinitas, dengan mengangkat kedudukan Yesus dari

seorang nabi menjadi seorang Tuhan. Paulus dari Tarsus memiliki andil

yang paling besar dalam perumusan doktrin Trinitas ini

Pada tahun 325 M doktrin Trinitas diresmikan sebagai keyakinan

agama Kristen. Bahkan sebagian besar tokoh Gereja yang terpaksa yang

menandatangani kredo itu tidak mempercayainya, karena kredo itu sama

sekali tidak berdasarkan pada kitab suci Kristen

Athanasius yang dipandang sebagai bapak kredo yang diresmikan

pada Konsili Nicea itu tidak mempercayainya, bahkan sebaliknya dia

mengatakan bahwa:

Setiap berusaha memaksakan diri untuk memahami dan merenungkan konsep ketuhanan Yesus, ia merasa keberatan dan sia-sia. Hingga semakin banyak dia menulis untuk mengungkapkan konsep itu, ternyata ia tak mampu memahami jalan pikirannya sendiri. Akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa: Tuhan itu bukanlah tiga oknum, melainkan hanya satu. Kepercayaan doktrin trinitas itu sebenarnya bukan keyakinan, melainkan hanya disebabkan oleh kepentingan politik dan penyesuaian keadaan waktu itu. Keputusan konsili Nicea yang sangat bersejarah lebih banyak

berdasarkan kepentingan politik serta pengaruh filsafat Yunani yang

berkembang di saat itu, ajaran filsafat Trinitas dari Neoplatonisme yang

dikembangkan oleh Plotinus di Alexsandria dan Anathasius sendiri yang

menjabat uskup di Alexsandria. Sebagai bukti bahwa keputusan itu

bertendensi pada kepentingan politik adalah, dalam catatan sejarah, para

pemeluk agama Kristen dan pemeluk agama Yahudi selalu dikejar-kejar

dan disiksa selama pemerintahan kaisar Diolektianus (284-305 M)

Tetapi satu hal yang harus kita catat, menurut gereja bahwa

ketrinitasan Tuhan tidak diciptakan oleh konsili gereja manapun, baik

konsili Nicea (325 M), ataupun Konstatinopel (381 M). Gereja perdana

melalui konsili-konsilinya, hanyalah merumuskan ajaran itu berdasarkan

kitab suci, di bawah terang Ruh Kudus. Berangkat pengalaman para Rasul

dan interprestasinya terhadap hidup Yesus dan arti kehadiran-Nya bagi

69

kita seperti yang telah kita warisi dalam Perjanjian Baru, maka jelaslah

bagi gereja mula-mula itu Yesus mengajarkan adanya Bapa, Putra dan Ruh

Kudus.30 Kemudian bapak-bapak gereja mulai berfikir, bagaimana

hubungan Bapa, Putra dan Ruh Kudus itu dengan keesaan-Nya. Pada

awalnya, pengalaman ketrinitasan ini pada abad-abad pertama belum

dirumuskan secara definitif, sehingga kita dapat menjumpai berbagai

tradisi Trinitas dalam gereja –gereja lama tersebut. Hal ini menunjukkan

bahwa pengalaman rohani dengan Tuhan mendahului semua perumusan.

Secara sederhana kemudian gereja perdana sampai sampai kepada

konklusi bahwa Natural (kodrat) ketuhanan itu begitu agungnya mengatasi

segala keterbatasan manusiawi , sehingga kodrat yang esa itu serentak itu

dapat dimiliki oleh ketiga Persona, dan para teolog selanjutnya

merumuskan nisbah antara ketiganya dalam keesaan. Kemudian

pemahaman gereja sampai pula kepada misteri tentang kedua tabiat

Yesus. Karena itu, jika kita berbicara tentang persona kedua dalam

Trinitas, tidak berarti bahwa Yesus historis telah ada sejak awal mula,

tetapi sabda Allah yang menjadi daging dalam Yesus.

Akan tetapi perlu digaris-bawahi pula, bahwa perumusan itupun

secara filsafati menggunakan istilah-istilah yang sesuai dengan daya

paham masyarakat masa itu. Oleh karena itu, kendatipun isi ajaran tersebut

tetap akan benar dan valid selama-lamanya, tetapi ia tetap tunduk dibawah

hukum sejarah dan boleh disempurnakan. Sebab jika tidak demikian, iman

dan ajaran gereja akan membantu dan melekat pada bunyi-bunyi istilah

tradisional yang sekarang sudah berubah pengertian nya. Sekedar contoh,

rumusan tiga oknum dalam satu kodrat hanya dapat dipakai secara tepat

seperti yang dimaksudkan para Bapa konsili sejauh diartikan secara

metafisis, sebab memang dalam arti itulah istilah-istilah itu dimaksudkan

mereka. Istilah persona yang menerjemahkan kata Yunani hypostases,

pada zaman itu dimengerti secara filosofis keseluruhan substansi dengan

30 Bambang Noorsena, SH. Telaah Kritis Atas Injil Barnabas ( Asal-usul, historisitas dan

isinya). Andi Offset: Yogyakarta, 1990, hlm. 76

70

hubungan-hubungannya, sehingga secara tepat dapat menjelaskan misteri

Keesaan Tuhan yang serentak pula: Bapa, Putra, dan Ruh Kudus. Padahal

istilah oknum sekarang telah lazim dimengerti secara psikologi sebagai

pusat kesadaran, personalitas dan kepribadian, karena itu satu kodrat

hanya dimiliki oleh satu pribadi. Sebab itu pula mempertahankan istilah

ini untuk menjelaskan dogma Trinitas akan semakin sulit diterima

nonkristian, tanpa salah paham.

Malahan dapat dipertimbangkan pula satu jawaban yang sama sekali

menghindari istilah tradisional itu, dan teolog masa sekarang suka

membedakan ketiga cara berada dalam diri Tuhan , di mana tiga mode

keberadaan itu bukan hanya dalam hubungannya dengan manusia, tetapi

dalam hakekat dengan Tuhan sendiri. 31

Menurut sejarah gereja, pada tahun 325 masehi diselanggarakan

konsili (Konggres ulama Kristen), di kota Nicea. Yang acara pokoknya

ialah membahas persamaan Yesus Kristus dengan zat Allah atau masing-

masing berbeda. Akhirnya konsili mengambil keputusan Yesus Kristus

merupakan satu zat dengan Allah. Teori demikian disebut Homo Usius.

Teori-teori tersebut didukung sepenuhnya oleh kaisar Konstanti Agung,

serta dilindungi.

Konsili ini menetapkan bahwa selain Yesus Kristus satu zat dengan

Allah, Ruh Kudus pun satu zat dengan Allah. Dengan keputusan ini

genaplah kesatuan oknum dengan Trinitas yaitu, Allah Bapa, Allah Putra

dan Allah Ruh Kudus.

31 Ibid, hlm. 77