bab iii revisi -...
TRANSCRIPT
40
BAB III
KONSEP TRIKAYA DAN KONSEP TRINITAS
A. Konsep Trikaya
1. Pemahaman tentang Trikaya
Trikaya adalah sebuah konsep teologi Buddha, menurut Buddha
Mahayana Trikaya merupakan perwujudan dunia nyata (Tathata)1. Trikaya
disebut juga tiga badan Maha Suci Buddha, yang terdiri dari:
Dharmakaya : Wujud kesempurnaan sang Buddha
Sambhogakaya : Sinar kesempurnaan sang Buddha
Nirmanaya : Badan kesempurnaan sang Buddha
Dharmakaya, atau badan hukum seperti yang digambarkan dalam
lankavatara-sutra, adalah Buddha dengan pengetahuan yang sempurna. Ia
adalah yang permulaan dan tidak berbentuk, yang merupakan suatu
pengalaman yang benar-benar bebas dari segala kekeliruan atau penggelapan
yang melekat. Di dalam Dharmakaya ini terdapat inti sari alam semesta yang
mencakup samsara maupun nirvana, yang selalu dalam dua kutub kesadaran,
yaitu analisis terakhir berada dalam pengetahuan yang murni. Dharmakaya
adalah intisari, hakekat perwujudan duniawi, hakekat dari Buddha, yang juga
disebut inti kenyataan, tubuh hakiki dan kesadaran dasar. Dharmakaya adalah
intisari atau esensi dari semua Buddha. Ia juga dapat digambarkan sebagai
nirvana dan sebagai dasar suatu realitas yang permanen dari semua fenomena
dan individu. Dharmakaya sumber Dharma, sumber dari kasunyatan itu
sendiri. Sebagai hakekat yang hakiki , dharma kaya tidak mempunyai bentuk
atau warna. Oleh karena itu Buddha sebagai perwujudan dharmakaya tidak
mempunyai bentuk dan warna dimanapun dia berada. Meskipun demikian,
Buddha dapat menciptakan darinya sendiri dalam berbagai bentuk. Dengan
demikian Dharmakaya bukanlah dewa yang mempribadi, yaitu asas rohani
yang meliputi segala sesuatu, tidak dapat diselidiki asal dan sumber dari
1 Dunia nyata ( Tathata) dalam filsafat Plotinus adalah Realitas wujud.
41
semua Buddha dan tempat larutnya segala sesuatu, termasuk semua
bodhisattva.2
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Dharmakaya dipandang
sebagai yang mutlak, asal usul dari semua wujud, itulah Tuhan. Perbedaan
yang dalam aliran Mahayana tidak terletak ada tidaknya esensinya, tetapi
perbedaan itu hanya terletak pada pemahaman tentang sifat dari dharmakaya
yaitu sendiri. Kebanyakan sutra menggambarkan Dharmakaya dikenal sebagai
personal dan kepadanya diberikan sifat-sifat yang baik. Dalam lankavara-
sutra, Dharmakaya digambarkan sebagai badan hukum, yaitu Buddha dengan
pengetahuan sempurna. Dan Dharmakaya sebagai Adhi Buddha.
Dharmakaya Buddha adalah Buddha yang asli yang tidak lain adalah
Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam Maha Para Nirvana
(Nirvana yang tertinggi). Pada tingkat bawahnya terdapat Dyani Buddha, yang
merupakan pancaran dari Adhi Buddha. Dyani Buddha mempunyai
kedudukan sebagai dewa yang mempunyai kedudukan tertinggi yang
bersemayam di surga Sukhawaty3.
Dyani Buddha memancarkan sinarnya ke tingkat di bawahnya dan
menjelma sebagai Manushy Buddha, yang mempunyai kedudukan sebagai
Buddha yang menguasai dunia. Inilah Buddha pelindung dunia dan
penyelamat umat manusia.
Sambhogakaya adalah Tubuh Rahmat, tubuh kebahagiaan atau tubuh
cahaya. Ia juga disebut transcendent. Buddha yang tidak dapat diamati dengan
perasaan dan akal, tetapi hanya dapat dialami secara spiritual. Ia merupakan
kreasi-kreasi mental dan manifestasi yang mutlak sehingga merupakan realita
yang lebih tinggi dari pada material. Ia membantu manusia mencapai jalan
kelepasan dengan tiga cara: Pertama, Sebagai penuntun Buddha dunia yang
karena kasih sayangnya pada segala yang ada, mereka proyeksikan dunia
melalui meditasi. Kedua, sebagai penguasa surga yang menjadi idaman bagi
2 Romdhon dkk, Agama-agama Di Dunia, IAIN Sunan Kalijogo Press: Yogyakarta,
hlm. 118 3 Suparman Syukur, MA. Sejarah Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo
Semarang , 2002. hlm. 26
42
para penganutnya sebagai tempat dilahirkan kembali. Ketiga, sebagai guru
yang selalu memberi ajaran tentang identitas dasar samsara dan Nirvana.
Nirmanakaya adalah badan yang dipakai Buddha untuk menyatakan
diri di dunia, atau tubuh jasmani manusia yang dipakai guna mengajar
manusia. Dinamakan nirmanakaya atau wujud yang dimanifestasikan karena
hakekatnya yang wadag. Sebagai manusia, ia mengalami proses perubahan
sebagaimana makhluk lainnya, tetapi mereka mempunyai karakter dan
kemampuan supernatural. Nirmanakaya berfungsi mengajarkan Dharma,
kebenaran yang telah diformulasikan di dunia, dia adalah guru petunjuk jalan
kebebasan, tetapi tanpa kekuasaan untuk memperpendek jalan pencapaian
kelepasan seseorang. Nirmanakaya atau Buddha zaman sekarang adalah
Sidharta gautama, sementara untuk zaman yang akan datang adalah Maitreya.4
2. Perumusan dan Perkembangan Teologi Trikaya
Dalam abad-abad sebelum Masehi, Buddhism, terutama setelah Sang
Buddha wafat mengalami perbedaan-perbedaan pendapat diantara para Biksu.
Sebagian tetap ingin mempertahankan ajaran Buddha yang murni, dan
sebagian ingin mengadakan perubahan. Para Biksu yang ingin tetap
mempertahankan ajaran Buddha kemudian mengadakan persamuan bertempat
di Rajagraha. Tujuan utama persamuan ini ialah mengumpulkan kembali
semua ajaran-ajaran Buddha, usaha tersebut menghasilkan kumpulan ajaran
Buddha dalam tiga pitaka yang belum dikitabkan. Dari sumber inilah kelak
kita kenal kitab Tripitaka sekarang ini.
Berbicara tentang Buddha tidak bisa dipisahkan dengan biografinya,
namun demikian beberapa penganut buddha mungkin mengatakan bahwa
menulis biografi Siddharta Gautama merupakan suatu tindakan yang tidak
sesuai dengan ajaran Buddha. Menurut pendapat mereka, tidak ada sumber
yang shahih untuk dirujuk.5 Oleh karena itu bisa dipahami jika masalah
Buddha menimbulkan perbedaan pendapat.
4 Romdhon dkk, op.cit, hlm. 119 5 Karen Armstrong, Buddha, Bentang Budaya, Yogyakarta, 2003, hlm. v
43
Menurut etimologi, perkataan Buddha berasal dari Budh, yang berarti
bangun atau bangkit, dan dapat pula berarti pergi dari kalangan orang bawah
atau orang awam. Orang Buddha ialah orang yang bangun, artinya ialah orang
yang telah bangun dari malam kesesatan dan sekarang ada ditengah-tengah
cahaya pemandangan yang benar.6 Kata Buddha, kata kerjanya bujjhati, antara
lain berarti bangun, mendapatkan pencerahan, memperoleh, mengetahui,
mengenal atau mengerti. Dari arti etimologis tersebut, perkataan Buddha
mengandung beberapa pengertian seperti: orang yang telah memperoleh
kebijaksanaan sempurna; orang yang sadar secara spiritual; orang yang siap
sedia menyadarkan orang lain secara spiritual; orang yang bersih dari kotoran
batin berupa dosa (kebencian), lobha (serakah) dan muha (kegelapan).7
Agama Buddha lahir dan berkembang pada abad 6 SM. Agama itu
beroleh namanya dari panggilan yang diberikan kepada pembangunnya yang
mula-mula yaitu Siddhartha Gautama (563 – 483 SM), yang dipanggilkan
dengan: Buddha.8 Buddha bukanlah nama orang melainkan suatu gelar yang
ditujukan pada nama pendiri agama Buddha yang didapatinya dari orang
tuanya ialah Siddhartha (artinya yang mencapai maksud tujuannya). Tetapi
biasanya ia disebut Gautama, karena sanak keluarganya menganggap dirinya
sebagai keturunan Guru Weda Gautama. Kerap kali ia disebut juga
Shakyamuni (yakni rahib atau yang bijaksana dari kaum shakya) dan Shakya
sinha (yakni singa dari kaum Shakya) karena ia termasuk golongan kesatriya
keturunan shakya.9
Agama Buddha bertitik tolak dari keadaan yang nyata, terutama
tentang tata susila yang harus dilaksanakan oleh manusia agar ia terbebas dari
lingkaran dukha yang selalu mengikuti hidupnya. Oleh karenanya
menimbulkan pertanyaan apakah ini agama atau filsafat? Sebenarnya dalam
agama Buddha tidak menyangkal adanya Tuhan tetapi mereka tidak berbicara
6 A. G. Honig, J. R., Ilmu Agama, di Indonesiakan oleh Soesastro dan Soegiarto, Gunung
Mulia, Jakarta, 1992, hlm. 165. 7 Romdhon, dkk, op.cit., hlm. 102 8 Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, PT, Al-Husna Zikra, Jakarta, 1996,
hlm. 72 9 A. G. Honig, J. R., op. cit, hlm. 166 -167
44
mengenai Tuhan. Ajaran Buddha ini bertitik tolak dari kenyataan yang di
alami manusia dalam hidupnya. Ajarannya tidak di mulai dari prinsip yang
transcendent, yang mempersoalkan tentang Tuhan dan hubungannya dengan
alam semesta dan segala isinya, melainkan di mulai dengan menjelaskan
tentang dukha yang selalu menyertai hidup manusia dan cara membebaskan
diri dari dukha. Dalam beberapa naskah pali maupun sansekerta disebutkan
bahwa, sang Buddha selalu diam apabila ditanya pengikutnya tentang Tuhan.
Sang Buddha menolak dan tidak mempersoalkan tentang Tuhan, melainkan
selalu menekankan kepada para pengikutnya agar mempraktekkan sila
ketuhanan.10
Dalam memahami Tuhan hampir pada semua agama kita temukan
anthropomorphism dan antropopathisme.11Dalam hal ini, oleh karena agama
Buddha lama memandang dan membahas Yang Mutlak dalam aspek nafinya,
maka kecenderungan jatuh ke dalam anthropomorphism dan antropopathisme
tidak terdapat agama Buddha. Yang Mutlak dalam agama Buddha tidaklah
dipandang sebagai pribadi. Yang kepadanya umat Buddha memanjatkan doa
dan menggantungkan hidup mereka. Agama Buddha mengajarkan bahwa
nasib, penderitaan dan keberuntungan manusia adalah hasil dai perbuatannya
sendiri pada masa lampau dan sekarang, sesuai dengan hukum karma, yang
merupakan aspek dari Damma.
Untuk menyelami Yang Mutlak seseorang harus mengembangkan
pengertiannya, pengertian duniawi sampai pengertian yang mengatasi
keduniawian. Hal itu hanya dapat dicapai oleh insan yang sadar, yang telah
memebebaskan diri dari cengkraman karma dan kelahiran kembali. Pengertian
ini tidak mungkin dimiliki oleh manusia yang batinnya masih oleh
cengkraman keserakahan, kebencian, dan kebodohan atau kegelapan batin.
10Abdurrahman, “Agama Buddha”,dalam Agama-Agama di Dunia, Yogyakarta, IAIN
Sunan Kalijaga Press, cetakan pertama, 1988, hlm. 114 11 Antromorphisme adalah memahami Yang Mutlak dengan pengertian-pengertian yang
berasal dari wujud manusia sedangkan antropopathisme adalah memahami yang mutlak dari perasaan manusia.
45
Benih-benih ajaran tentang Tuhan dalam agama Buddha dapat di teliti
dalam agama Buddha. lama yaitu aliran Theravada yang bermuara dalam
pemikiran Staviravada. Dalam kitab udana: 8.3 parinibbana: 12
O, bikhu ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak. Jika seandainya saja, o bikhu, tidak ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak, maka tidak ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu, tetapi karena da sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak, maka ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan , pemunculan dari sebab yang lalu.
Dalam pandangan Theravada berpendapat bahwa Tuhan tidak
mempunyai hubungan sebab akibat dengan alam semesta, karena hubungan
yang seperti itu akan membuat Nya sifat relative.
Dalam hal ini tidak ada hubungan dalam bentuk apapun yang dapat di
pikirkan, baik dengan kehidupan sekarang maupun yang akan datang,
kabaikan dan keburukan, materi atau bukan materi. Tetapi dalam kehidupan
keagamaan, Tuhan yang di ungkapkan dalam aspek nafinya, dinamakan
nibbana, karena tujuan itu tercapai dengan lenyapnya hawa nafsu, kebencian
dan kegelapan batin. Tuhan di ungkapkan hidup tanpa roh, kuasa tanpa alat,
tanpa awal dan tanpa akhir, tanpa dapat diapa-apakan jauh tak terbatas. Dasar
pemahaman tentang Tuhan yang diungkapkan dalam aspek naïf berasal dari
sabda-sabda Buddha yang mengambarkan tentang sesuatu yang mutlak yang
mengatasi semua yang ada.
Buddhisme hanya berbicara mengenai manusia, khususnya mengenai
penderitaan manusia., dan mau memberi petunjuk konkret praktis bagaimana
manusia dapat hidup dalam situasi ini dan mencapai kebahagiaan. Buddha
adalah seorang guru yang mendapat pencerahan dan mencapai kesempurnaan,
yang memang oleh sementara diberi status yang amat tinggi ( itulah yang
dapat kita pahami bersatunya manusia dengan Ilahi). Dalam pedoman agama
12 John D. Irreland, Khotbah-Khotbah Inspirasi Buddha, alih bahasa, Pralanny Aggawati,
Yogyakarta, Vidyasenna, 2001, hlm. 97
46
Buddha yang mutlak dalam agama Buddha tidak dipandang sebagai pribadi,
yang kepadanya sang Buddha memanjatkan doa dan menggatungkan
hidupnya. Dalam kehidupan keagamaan yang mutlak disebut dengan Tuhan
yang maha esa, agama Buddha bersendikan ketuhanan yang maha esa. Tuhan
dicapai bukan melalui penalaran melainkan melalui bodhi (penerangan
sepurna).
Kemudian Yang Esa dalam agama Buddha tersebut mengalami evolusi
menjadi konsep Trikaya yang dikembangan dalam Buddha Mahayana.
Pemikiran aliran Mahayana yang merupakan kelanjutaan dari Mahasanghika.
Perbedaan pemahaman tentang tingkat keBuddhaan dari proses sejarah dapat
ditemukan dengan apa yang disebut Tuhan dalam agama Buddha.
Di dalam Buddha Mahayana pandangan mengenai Buddha mengalami
perubahan. Bagi agama Buddha Theravada, Buddha itu tidak lain hanyalah
manusia juga, meskipun seorang guru yang termulia, yang pada akhirnya
sampai pada martabat arahat dan mencapai pencerahan agung. Ia adalah
manusia dan tetap manusia. Di dalam hubungannya dengan mereka yang
percaya kepadanya. Buddha tidak lain hanya orang yang menunjukkan jalan
kebenaran.
Di dalam Mahayana Buddha menjadi suatu realitas yang jauh diatas
manusia, mempunyai sifat luar biasa kemudian Dia menjadi obyek pemujaan
dan penyembahan. Dan jika kita lihat, bahwa di dalam agama Buddha timbul
juga suatu pemujaan Tuhan, hal mana bertentangan sama sekali dengan ajaran
Buddha lama. Yang termasuk upacara pemujaan ialah penyajian bunga-
bungaan dan buah-buahan serta pemasangan lampu disekitar Buddha dan
pemujaan benda-benda suci (relikwi).13
Suatu perubahan yang sangat nampak pada pengharapan kepada hari
kemudian didalam hubungan pandangan-pandangan yang diubah tentang
Buddha. Menurut pemikiran India lama terjadilah di alam semesta ini suatu
13 Menurut Ch. Eliot, Hinduism dan Buddhaism, III,443 bebarapa anasir di kebaktian
Roma Katolik mengadopsi dari kebhatian Buddha, seperti penghormatan relikwi. Lihat, A.G. Hong Jr, Ilmu agama,Terj. M.D Koesoemosoesastro dan Soegiarto, Jakarta, Gunung Mulia, 1997, hlm. 225
47
peredaran yang kekal dan dengan ini Mahayana orang masih percaya juga,
bahwa Buddha itu esa adanya, dalam arti bahwa ada satu Buddha di dalam
masa yang sama, tetapi di dalam masa-masa yang lain telah ada Buddha-
Buddha yang tak terhitung banyaknya, demikian pula dimasa yang akan
datang. Di dalam agama Buddha pikiran-pikiran semacam ini telah timbul
sejak permulaan, sebab di zaman Asoka. Di dalam perkembangan selanjutnya
orang mulai percaya kepada Buddha-buddha dari keempat mata angin dan
Buddha dari titik puncak. Ini pun suatu pikiran India lama.
Mengenai penetapan ajaran dan penyesuaian berbagai golongan, maka
Kaniska mengadakan rapat keagamaan Buddha yang keempat dan bertempat
di Jalandhara. Ditetapkanlah disini tafsir-tafsir kanon yang disebut Vibhasa-
vibhasa.14Karena penghormatan kepada Buddha semakin bertambah besar
mencari kepuasan bagi rasa keagamaannya juga di dalam dogmatika dan
filsafat, dengan menyatakan Buddha sebagai jiwa yang sangat luhur. Maka di
dalam Mahayana, Buddha itu akhirnya dipersamakan dengan Yang Mutlak.
Di dalam pemahaman Mahayana, Yang Mutlak tidak hanya
merupakan sebagai hakikat yang terdalam dari segala fenomena yang terbatas,
terkondisi, namun juga hakekat yang terdalam dari manusia.
Sebagai individu, manusia tidak terlepas dari pertaliannya terhadap
fenomena. Namun begitu, manusia bukan sama sekali terpisah dari yang
mutlak. Kemudian manusia sadar akan kekosongan terhadap sesuatu yang
berkondisi, maka keterikatan terhadap nilai kehidupan yang semu akan
berubah. Menurut Mahayana, Buddha Gautama bukanlah suatu fenomena
yang berdiri sendiri, melainkan sebagai mata rantai deretan para Buddha yang
ada. tetapi antara buddha yang satu dengan yang lainnya berbeda beda, oleh
karena itu Buddha mempunyai tiga aspek kemudian berdasarkan tiga aspek
tersebut muncullah ajaran tentang ketiga badan Buddha yang disebut Trikaya.
14 A.G. Hong Jr, op.cit., hlm. 226
48
3. Sumber Ajaran Teologi Trikaya
a. Kitab suci
Dalam tradisi Buddha Mahayana tidak ada sumber ajaran Trikaya
yang diambil dari kitab suci akan tetapi ajaran mengenai Ketuhanan Yang
Maha Esa atau yang mutlak dengan jelas dinyatakan di dalam Sutta
petaka, UdanaVII:3 sebagai: “Atthi Ajatam Abhutam Akatam
Asamkatam” yang artinya: sesuatu yang Tidak Dilahirkan, Tidak
dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak.
Kemudian ajaran tersebut dikembangkan secara filosofis oleh
Mahayana.
b. Filsafat
Setelah Parinivana Sang Buddha, beberapa ratus tahun kemudian,
para kaum bijaksana Buddhist baik di India dan di Cina dengan gemilang
dan berjaya mengembangkan ajaran pokok Sang Buddha. Pengembangan
tersebut terutama secara filosofis dalam rangka menjawab kebutuhan
religius dari beragam umat manusia. 15Khususnya mengenai ketuhanan
Yang Maha Esa Akan tetapi dalam tradisi Mahayana tidak ada dasar
filsafat yang jelas untuk dijadikan sumber pembentukan doktrin Trikaya.
Akan tetapi banyak tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikiran pada
madzab Mahayana Antara lain:
1. ASVAGHOSA
Hidup sekitar abad ke-2 masehi. Buah tangannya bemakna
Sandrananda, berisikan kisah tentang bagaimana Nanda menjadi beriman
dan memeluk agarna Buddha; dan Bud- dhacharitas, berisikan kisah-kisah
tentang Buddha; kedua-duanya itu terpandang karya klasik dalam bahasa
Sanskrit. Tapi karyanya yang terpandang besar ialah Kesadaran iman di
dalam Mahayana (Awakening of Faith in the Mahayana) berisikan
pembahasan mendalam tentang berbagai persoalan kepercayaan.
15Dhammasukha jo Priastana, Pokok-Pokok Dasar Mahayana, Yayasan Yasodhara Puteri,
Jakarta, 1994, hlm. 42
49
2. KUMARALATA
Hidup semasa dengan Asvaghosa tetapi agak lebih muda. Karyanya
bemama Kalpanamanditika berisikan uraian tentang edaran alam semesta,
juga terpandang karya klassik.
3. NAGAR YUNA,
Hidup pada abad ke 3 masehi, dan karyanya Madhyamika-Karikas
amat terkenal dalam aliran-aliran fisafat Mahayana, la mempertahankan
dengan argumentasi yang tajam bahwa cuma "kekosongan itulah yang
betul-betul riil." Pahamnya itu dengan meminjam istilah filsafat di Barat
dapat disamakan dengan Nihilism.
4. ASANGHA
Hidup pada abad ke-4 masehi, pembangun aliran Vijnanavada
(Idealism) atau Yogachara (Mysticism), la berpendirian bahwa fenomena
itu cuma ref1eksi dari idea belaka atau segala-galanya itu cuma maya
belaka. Pahamnya itu dengan meminjam istilah filsafat di Barat dapat
disamakan dengan Subjec. tive Idealism.
5. VASUBHANDU
Hidup pada abad ke-4 masehi, tadinya pemuka mazhab Theravada,
tapi belakangan menganut mazhab Mahayana atas tarikan saudaranya
Asangha. Pahamnya da1am mazhab Theravada itu berlawanan dengan
paham saudaranya, hingga karyanya bernaina Abhidhammakosa yang
amat berpengaruh dalam mazhab Theravada itu, juga berpengaruh kuat
dalam mazhab Mahayana.
6. KUMARAJIVA (344-413 M),
Seorang pengikut aliran Vijnanavada, dan paling giat melakukan
penyalinan berbagai Mahayana-Sutras ke dalam bahasa Tiongkok.
7. DIGNAGA
Hidup pada abad ke-5 masehi, seorang ahli logika yang sangat tajam,
pengikut aliran Vijnanavada.
Pada abad ke-6 dan abad ke-7 masehi, (yang bersamaan dengan masa
kelahiran Nabi Muhammad dan menjalankan Dakwah di Arabia
50
(570-632 M). Aliran Vijnanavada itu menguasai pusat pengajaran agama
Buddha di Valabhi dan di Nalanda.
B. Konsep Trinitas
1. Pengertian konsep Trinitas
Trinitas atau Tritunggal dalam bahasa arab disebut : Tatsalis atau
Tsaluts. Dalam bahasa Jawa disebut Triniji atau telu teluning atunggal dan
dalam bahasa Inggris disebut Trinity. Agama Nasrani mengungkapkan bahwa
Allah itu satu, tetapi beroknum tiga, Oknum adalah bahasa Arab, dan dalam
bahasa Jawa disebut jejer. Jadi Allah satu beroknum tiga artinya : dalam
bahasa Jawa Allah sawiji ajejer telu.16
Selama berabad-abad para ahli teologi gereja mengeluarkan
pernyataan serius untuk menjelaskan Trinitas. Menurut bapa-bapa gereja,
doktrin ini bukanlah sebuah filsafat dari penyembah berhala, bukan
polytheistik, keberadaan Allah yang Maha Tinggi dan Esa yang terwujud
dalam tiga pribadi yang berbeda.
Golongan Katolik, Protestan, dan Ortodoks setuju bahwa pengajaran
Allah Tritunggal dalam Perjanjian Baru adalah doktrin yang teguh
berdasarkan Alkitab. Mereka setuju bahwa Tritunggal memperlihatkan
keberadaan Allah, yang berakar pada sukacita atas suatu hubungan yang
kekal. Sebagian orang Kristiani telah menjelaskan ketritunggalan Allah
dengan berpendapat bahwa Allah memakai tiga cara berbeda dalam
menyatakan diri kepada kita. Kadang Dia menyatakan diri sebagai Bapa,
kadang sebagai Anak, kadang sebagai Ruh Kudus. Ketritunggalan Allah
menunjukkan bahwa kasih-Nya yang kekal itu nyata.
Penjelasan satu Allah dalam tiga peran yang berbeda mungkin
menyulitkan bila hal itu bukan untuk menjelaskan kejamakan dalam kesatuan
yang telah kita pertimbangkan dengan matang. Sejak pernyataan Allah dalam
16 Abu Ahmadi, Sejarah Agama, CV. Ramadhani, Solo, 1986, h1m. 135
51
Perjanjian Lama,17 Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan
rupa Kita (Kejadian 1:26). Kita lebih mudah memahami hubungan,
kepatuhan, kasih, dan kesetiaan yang Alkitab jabarkan sebagai keberadaan
antara Bapa, Anak dan Ruh Kudus.
Perjanjian Baru tidak menyatakan ketiga Pribadi ini secara terpisah,
tetapi dalam satu kesatuan pengertian yang mendalam. Ketiga Pribadi ini
digambarkan dalam suatu hubungan, yang didalamnya terdapat kesatuan kasih
satu sama lain serta kasih kepada kita. Hubungan Bapa, Anak, dan Ruh Kudus
dalam Perjanjian Baru menyangkal kesimpulan hanya Bapa yang dianggap
sebagai satu-satunya kebenaran. Dengan kesimpulan itu, dapatlah dimengerti
jika beberapa orang mencoba melindungi keesaan Allah dengan menganggap
Anak dan Ruh Kudus sebagai makhluk atau kekuatan yang lebih rendah.
Namun, kesimpulan seperti itu tidaklah benar.
Ketiga oknum tersebut merupakan kesatuan yang merupakan
kebenaran yang Esa,18 karena ketiganya merupakan bagian Allah Sang Bapa,
dengan demikian menurut gereja timur, Bapa dianggap sebagai Allah yang
sebenarnya, yang tidak diciptakan, Anak dan Roh dipandang sebagai yang
diciptakan, sehingga zat-Nya lebih rendah, meskipun ketiga oknum tersebut
mempunyai sifat keilahian dan maha sempurna. Sedangkan menurut gereja
barat pendapatnya berdasarkan pada keesaan Allah, sehingga mengajarkan
bahwa dari ketiga oknum itu tak ada yang lebih tinggi atau rendah.
Perjanjian Lama menyatakan bahwa satu-satunya Allah sejati dalam
Alkitab adalah Allah yang cemburu. Dia adalah Allah yang menurut Yeyasa,
takkan memberikan kemuliaan-Nya untuk yang lain. Memang Allah dalam
Perjanjian Baru mengaitkan nama-Nya dalam tiga sebutan: Bapa, Anak, Ruh
Kudus. Tentu saja Allah berbagi kemuliaan diantara tiga pribadi, yang pada
gilirannya mencurahkan kasih kepada semua orang yang mau menerima kasih
Bapa, Anak dan Ruh Kudus.
17 RBC Ministries, Apakah Orang Kristiani Percaya Tiga Tuhan ?, terj. Elijanti Yahya,
YAYASAN GLORIA, Yogyakarta, 2005, hlm. 16 18 M. Arifin, Menguak Misteri Agama-agama Besar, PT. Golden Terayon Press, Jakarta,
1987, hlm. 143
52
Untuk melihat bagaimana lebih jelasnya, baiklah kita melihat secara
ringkas setiap pribadi dalam satu ketuhanan.
1. Allah Bapa
Telah banyak teori yang dilontarkan untuk menjelaskan ihwal Allah,
banyak pula sanggahan untuk dia dan menentang keberadaan-Nya. Hal ini
menunjukkan bahwa akal budi manusia tidak mampu menembus yang Ilahi,
kalau tergantung kepada akal budi manusia saja untuk menyelidiki Allah sama
saja menggunakan kaca pembesar untuk menyelidiki bintang dalam
astronomi. Karena Tuhan adalah hikmah yang tersembunyi (Korintus 2:7).
Tuhan adalah misteri, Dan tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenal-
Nya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia. (Korintus 2:8)
Orang-orang Kristiani mulai berfikir mengenai Allah, ketika
merefleksikan jati diri Yesus Kristus. Refleksi ini terjadi dalam konteks alam
pikiran Yunani. Maka pengetahuan tentang Allah dirumuskan lebih filosofis
dari pada Bibles. Dan selanjutnya apa yang disebut theism klasik merupakan
suatu kombinasi dari gagasan abstrak mengenai Allah yang jauh diatas dunia
dalam kesempurnaan total dan Allah yang mencampuri sejarah dunia seperti
yang diimani bangsa Yahudi dan Kristiani. jadi, sudah dari semula ada suatu
tegangan antara transendensi mutlak Allah dan hubungannya yang konkrit
dengan manusia dan dunia. Mungkin itulah sebabnya bahwa tekanan ada pada
karya penciptaan: Bapa Yang Maha Kuasa, pencipta langit dan
bumi,19sedangkan karya penyelamatan lebih dikhususkan bagi Putra-Nya yang
tunggal. Tapi ternyata pengetahuan tentang Allah tidak dikembangkan lebih
lanjut. Hanya ditekankan bahwa Allah tidak dapat dijangkau oleh pikiran
manusia. Maka tetap ada suatu tegangan antara Allah dan diri-Nya sendiri
(hakekat Allah) dan tindakan historis-Nya (dalam diri Yesus Kristus). Secara
konkret sikap menghasilkan dua paham Allah, yakni Allah Tunggal dan Allah
Tritunggal. Sebenarnya masalah ini sudah muncul dalam teologi Yahudi yang
berbahasa Yunani. Dalam teologi itu ada usaha untuk membebaskan paham
19 Syahadat singkat dalam iman Kristen.
53
Allah dari segala pikiran anthropomorphism. Tetapi akhirnya usaha itu
menghasilkan suatu faham Allah yang amat abstrak, juga dalam teolog
Yahudi.
Jelas sekali bahwa dalam tradisi Katolik menekankan faham filosofis,
dan pada masa reformasi tradisi Kristen-Protestan menekankan pada faham
Bibles. Tetapi kemudian pada abad 19 tradisi Katolik berubah, yang tadinya
menekankan faham Bibles kemudian menekankan faham filosofis. Tetapi
justru itulah yang menimbulkan reaksi tajam dari Karl Barth (1886-1968).
Ketegangan yang ada dari semula tetap menentukan faham Allah dalam tradisi
Yudeo-Kristiani. Dalam perkembangan selanjutnya muncul pertanyaan sejauh
mana pembicaraan mengenai Allah, entah berpangkal pada filsafat atau Kitab
Suci, bersifat subyektif ataukah simbolis. Sebab pada dasarnya semua setuju
bahwa Allah adalah misteri. Dan perhatian makin dialihkan dari pembicaraan
mengenai Allah kepada pembicaraan itu sendiri. Bagaimana orang dapat
bicara mengenai Allah? Padahal pembicaraan mengenai Allah tidak terbatas
Allah dalam diri-Nya sendiri saja, tetap juga dalam karya-Nya di dunia.
Teologi mengenai Allah tidak boleh menjadi sebuah teori tentang
Allah. Oleh karena itu, pertentangan antara filsafat dan Alkitab berkembang
menjadi tafsir kitab suci, dan perhatian makin dipusatkan bukan pada
pemahaman Allah, tetap pada pemahaman pengalaman akan Allah. Dengan
demikian masalah wahyu iman menjadi semakin penting. Orang tidak bisa
berbicara secara obyektif mengenai Allah, selalu mengenai Allah yang
memperkenalkan diri pada manusia.
2. Ruh Kudus
Ada dua kekeliruan yang biasa dibuat di dalam pemahaman mengenai
Ruh Kudus. Pertama, ada orang yang cenderung menganggap Ruh Kudus
sebagai semacam pengaruh atau konsep, bukan sebagai Pribadi yang nyata.
Kedua, orang cenderung menganggap Ruh Kudus adalah suatu hal yang
sangat penting, tetapi merupakan suatu Pribadi yang lebih rendah daripada
Allah Bapa dan Yesus. Ada banyak pendapat yang mungkin bisa digunakan
54
untuk menyanggah kedua pandangan yang keliru tentang Ruh Kudus tersebut.
Namun dengan memahami nama-nama yang menyatakan identitas Ruh
Kudus, akan menolong orang Kristen dan nonkristiani untuk dapat memahami
Ruh Kudus. Sebenarnya, setiap nama yang ditujukan kepada Ruh Kudus di
dalam Alkitab tidak sekedar sebuah nama identitas, tetapi nama-nama yang
dipikirkan tersebut menyatakan kepribadian dan keallahan Ruh Kudus.
Suatu pemahaman yang keliru tentang kepribadian Ruh Kudus yang
unik diterima kelompok guru atau pengajar yang berbeda pada masa kini.
Pertama, para teolog liberal akan mengakui bahwa Ruh Kudus adalah suatu
realitas, tetapi kegagalan mereka untuk menerima Alkitab sebagai Firman
Allah yang diilhami dan sepenuhnya benar menyebabkan mereka menganggap
Ruh Kudus sebagai Pribadi dalam mitologi. Kedua, beberapa bidat yang
radikal, seperti Yehova. Mengingkari kepribadian Ruh Kudus dan hanya
menganggap Dia hanya sebagai pengaruh belaka.
Nama-nama identitas Ruh Kudus juga menyatakan sifat keillahian-
Nya. Nama-nama yang menunjuk pada Ruh Kudus seperti: Allah ( Kisah, 5:4)
Roh Tuhan Allah (Yeyasa 61:1), Napas Tuhan (Yeyasa 40:7), Suara Tuhan
(Mazmur. 29:3-9), Roh yang berasal dari Allah (1 Korintus. 2:12), Tuhan (2
Korintus 3:13) Roh Tuhan (Hakim 3:10) dan Roh Kemuliaan (I Petrus. 4:14),
Ketujuh Roh Allah yang diutus ke bumi (Wahyu 5:6). semuanya cenderung
menunjukkan keallahan Ruh Kudus. Nama-nama tersebut hanyalah sebagian
kecil saja dari berbagai macam nama identitas Ruh Kudus yang menekankan
aspek-aspek keallahan-Nya.20
Dalam konsili Nicea Patriach Alexandria mengemukakan dalihnya
dalam sistem yang mirip kepada logika, dalihnya sebagai berikut:
Tidaklah Ruh Kudus itu di dalam pengertian kami selain dari pada hidup-Nya. Apabila kami mengatakan, bahwa Ruh Kudus itu adalah makhluk, maka kami telah mengatakan bahwa Ruh Allah itu dijadikan. Jika kami mengatakan Ruh Allah itu dijadikan, maka kami pun mengatakan bahwa hidup-Nya juga dijadikan. Apabila kami mengatakan bahwa hidupnya dijadikan, maka kami menganggap bahwa Dia tidak hidup, apabila kami
20 Elmer L. Towns. Nama-nama Ruh Kudus, Terj. Hariyono, Yayasan ANDI,
Yogyakarta, 1997, hlm 91
55
menganggap bahwa Dia tidak hidup, maka kami telah kufur dan siapa yang kufur kepada Tuhan, maka ia harus dikutuk.21
Memandang kepada rentetan dengan pendahuluan, maka nyata bahwa
asas dan pendahuluannya yang lazim yaitu bahwa Ruh Kudus adalah Tuhan.
3. Yesus Kristus
Berangkat dari pemahaman Yohanes tentang Firman atau Logos,
firman adalah sebuah ungkapan daya cipta yang tidak ada taranya, yang harus
tampil secara nyata. kehadirannya dan karya-Nya menentukan segala yang
hidup. Pada pihak lain tak dapat disangkal pula bahwa ia sudah lama hadir
sebelum yang lain hadir dalam kancah dunia yang fana ini, keberadaannya
sebagai manusia tidak begitu canggung, karena dari semula manusia dicipta
sebagai gambar Allah . dan manusia ditempatkan di jagat raya ini untuk
memelihara dan mengelola akan semesta. Maka tidak salah pula kalau Allah
berkomunikasi dengan manusia sebagai manusia, jadi menurut Yohanes Dia
adalah Allah itu sendiri. Kehadirannya menyatakan solidaritas sepenuhnya
dengan manusia dalam pergumulan dan derita-Nya karena nista oleh ulah-Nya
sendiri. Ia mengangkat kembali martabat manusia sebagai gambar Allah
dengan menampilkan diri sebagai manusia sejati. Pengorbanan-Nya tersebut
sebagai manusia memperlihatkan kemuliaan Allah yang tidak terduga. Dan
siapakah yang dimaksudkan dengan Firman yang telah menjadi manusia?.
Para penulis Perjanjian Baru berulang kali mengacu pada Yesus
Kristus sebagai Anak Allah. Saksi Yehova mengartikan pernyataan ini bahwa
Yesus adalah seorang Anak Allah, seperti para malaikat dan makhluk hidup
lainnya. Mereka percaya bahwa Yesus adalah Mikhail, malaikat terpenting
dalam rupa manusia. Para pemimpin Judaism saat ini berkata Yesus adalah
Nabi besar, tetapi tidak lebih dari itu. Namun dalam Perjanjian Baru
mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Tunggal Allah dan unik.
Untuk melihat sejauh mana Anak berbagi kemuliaan dengan Bapa bisa dilihat
21 Ahmad Syaliby, Perbandingan Agama (Bahagian Agama Nasrani), terj. Fuad Mohd.
Fachruddin, Kalam Mulia, Jakarta, 1993, hlm. 74
56
melalui pernyataan Yesus, kesaksian para rasul, nubuat para Nabi dalam
Perjanjian Lama, dan pernyataan bapa-bapa gereja.
Perkataan Yesus. Keempat injil mencatat banyak perkataan Yesus
selama melayani di dunia. Sekalipun banyak orang yang tidak percaya pada
pernyataan Perjanjian Baru, tetapi gereja tetap memiliki alasan yang baik
untuk menerima hal-hal yang terdapat di dalamnya sebagai catatan yang tepat
dan cermat. Mereka memiliki bukti kuat bahwa Matius, Markus dan Lukas
ditulis sebelum 70 M. Dan walau Injil Yohanes belum ditulis sekitar tahun 90
M, buktinya kuat bahwa kitab ini ditulis oleh Yohanes, yang benar bersama
Yesus dalam pelayanan-Nya di dunia ini. Dalam Yohanes ,Yesus menyatakan
bahwa Dia tidak memiliki permulaan. Karena hanya Allah yang bersifat kekal,
ini merupakan pernyataan keilahian. Kepada sekelompok pemimpin agama,
Yesus berkata:’ sebelum Abraham jadi, Aku ada. Kemudian Yesus
mengeluarkan pernyataan, Aku dan Bapa Adalah satu (Yohanes !0:30). Dari
kedua pernyataan ini jelas bahwa Yesus menyatakan dirinya sebagai anak
Allah. Sekaligus sebagai Allah.
Kesaksian Para Rasul. Orang-orang yang menulis Perjanjian Baru
juga tidak meragukan ketuhanan Yesus Kristus. Beberapa dari mereka dapat
mengingat hari tatkala sahabat mereka, Thomas, melihat Kristus yang bangkit
dan berseru, ya Tuhanku dan Allahku (Yohanes 20:28). Seruan ini bukan rasa
terkejut seperti, Ya Tuhan yang sering kita dengar. Tidak ada orang Yahudi
pada abad pertama yang menyebut nama Allah dengan sebutan seperti itu.
Rasul-rasul mengingat dengan baik bahwa saat itu Yesus menerima tanda
keilahian-Nya ini.
Ketika rasul Yohanes yang hadir pada waktu itu memulainya Injilnya,
ia juga mengungkapkan hal yang sama: Pada mulanya adalah Firman,
Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah
(Yohanes 1:1). Dia melanjutkan pernyataan bahwa firman itu adalah manusia
yang mencerminkan kemuliaan Allah.
Nubuat Para Nabi Dalam Perjanjian Lama. Bahkan Alkitab
Perjanjian Lama, yang sangat dihormati oleh banyak orang Yahudi,
57
menyatakan keilahiannya Messiah yang akan datang dengan sangat jelas.
Salah satu nubuat yang luar biasa adalah:
Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada diatas bahunya, dan namanya disebutkan orang: penasehat ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, raja damai ( Yeyasa 9:5).
Menurut gereja dua sebutan diatas yaitu Allah yang perkasa dan Bapa
yang kekal diberikan kepada Messiah yang akan datang dan kedua pernyataan
tersebut juga menyatakan keilahian-Nya.
a. Sumber Teologi Trinitas
1. Teologi Ibrani
Menurut para teolog Gereja ajaran Trinitas sudah tersirat dalam
teologi Ibrani, untuk memahaminya terlebih dahulu mereka menjelaskan
hakekat Yahweh. Menurut mereka hakekat Yahweh yang Esa itu dikenal
berdasarkan kenyataan-Nya dalam sejarah dari nama-Nya sendiri yang
dinyatakan kepada Musa, bila dipanjangkan berbunyi:
EHYEH ASYER EHYEH artinya: AKU ADALAH AKU ADA
(Keluaran 3:14). Istilah yang berasal dari kata kerja hayat (ada) ini,
pertama-tama yaitu suatu yang aktif. Hal ini menyatakan adanya kekayaan
dan dinamika dalam diri Yahweh yang Esa itu, walaupun Ia transenden
dan merupakan misteri yang tersembunyi.
Hakekat Yahweh yang dapat dikenal dari pekerjaan-pekerjaan-Nya
jelas membuktikan bahwa Ia mewujudkan karsa melalui sabda dan Roh-
Nya. Sebagaimana tampak dalam karya penciptaan, ketika Allah pada
mulanya menciptakan alam semesta, maka Roh Allah menjadi
penghubung antara Allah yang transenden dengan dunia empirik, sedang
penciptaannya itu diwujudkan berkat sabda-Nya.
Bagaimana teologi Ibrani selanjutnya memahami nisbah antara sabda
dan Ruh Kudus-Nya ini dalam hubungan keesaan? Kendatipun dalam
kajian terhadap teologi ini belum ditemukan jawabannya secara paripurna,
tetapi seolah-olah sumber Ibrani, baik yang kanonik maupun yang apokrif,
58
telah mempersiapkan pernyataan mengenai ketiga cara berada Tuhan
berada dalam dogma Trinitas.
Pandangan Teologi Ibrani tentang sabda Tuhan telah jelas dalam
seluruh Perjanjian Lama, dimana pada hakekatnya, sabda diidentikkan
dengan Tuhan sendiri. Ajaran ini semakin jelas lagi dikembangkan dalam
kesusasteraan kebijaksanaan, ia dikenal sebagai Hikmah Tuhan dan
mentitah secara mempribadi. Dalam karya-karya kebijaksanaan Yahudi
masa pembuangan di Babilonia, yang tidak termasuk kitab suci Ibrani,
hikmah Tuhan semakin mendapat tempat. Ia menyebut diri, berasal dari
mulut Yang Maha Tinggi ( Sirah 24:3-4), sedangkan dalam kitab
kebijaksanaan Salomo 7:22-8:1, Ia disebut pancaran murni dari
kemuliaan Yang Maha Kuasa dan gambar kebaikan-Nya ( Ibrani 1:3).
Pernyataan-pernyataan diatas membuktikan bahwa sabda atau hikmah
Tuhan sejak semula berada dalam Tuhan. Dia tidak sama tetapi juga tidak
berbeda dengan Tuhan. Bahkan dalam terang teologi perjanjian lama,
ungkapan tajam ini bukan hanya sekedar sarana sastra belaka yang
mempribadikan sifat Ilahi, tetapi tetap mengurung misteri yang
mempersiapkan keterangan tentang sabda yang menjadi manusia,
sebagaimana diungkapkan Yohanes dalam Injilnya yaitu Yoh, 1:1-3, 14.
Mengenai Ruh Kudus seluruh Perjanjian Lama telah secara terang
pula mengajarkan. Ruh Kudus berasal dari dan satu dari Yahweh, Ia
diungkapkan dalam seluruh karya Tuhan yang dinamis, melalui Roh-Nya,
Tuhan membimbing dan diam diantara umat-Nya, terutama dalam
kehidupan para Nabi dan Pendeta keselamatan. Pada akhirnya para
pengarang Perjanjian Baru tidak ragu-ragu lagi untuk menegaskan
otonomi Ruh Kudus, tepatlah firman yang disampaikan Ruh Kudus (
Kisah Rasul-rasul 28:25) sebagai prakata dalam menyitir firman-firman
Tuhan yang diucapkan oleh Yahweh sendiri. Sebab semua pernyataan
Perjanjian Lama di atas, sebagai pula dengan Sabda Tuhan, malahan harus
menyatakan lebih jauh bahwa ia bukan lain dari Allah sendiri.
59
Walaupun istilah Trinitas (Tritunggal) tidak tersurat dalam seluruh
kitab suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tetapi semua teologinya
bersifat Trinitas. Bahkan dapat pula diluaskan bahwa seluruh teologi
Ibrani, dalam arti yang tertentu, menyiratkan secara maknawi ajaran itu.
Perlu digaris bawahi pula, bahwa monotheism Ibrani bukan
monotheism matematik. Ia mengandung pengertian yang sangat kaya dan
dalam. Ajaran itu bukan lahir dari satu zaman yang merupakan reaksi dari
penyembahan Ilah-ilah batu ukiran saja, melainkan merupakan eksplisitasi
dari suatu pengalaman yang panjang dengan segala dinamikanya. 22
2. Alkitab
1). Yeyasa 48-16: Mendekatlah kepada-Ku, dengarlah ini: Dari dahulu
tidak pernah Aku berkata dengan sembunyi dan pada
waktu itu terjadi Aku ada disitu.23
2). Yohanes 1:1: Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-
sama dengan Allah dan firman itu adalah Allah. 24
3). Yohanes 1:14: Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara
kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu
kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak
Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.25
3. Filsafat
Tidak dapat kita pungkiri bahwa konsep pemikiran Trinitas banyak
meminjam dari pemikiran filsafat, terutama pemikiran filsafat abad
pertengahan dan pemikiran filsafat Neoplatonisme yang dikembangkan
oleh Plotinus dan pengikut-pengikutnya. Penganut-penganut agama
Kristen melihat kepuasan terhadap cara berfikir aliran neoplatonisme.
Sedangkan yang menjadi sumber pembentukan konsep Trinitas adalah:
22 RBC Minister, opcit, hlm 20-25 23 Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab, LAI, Jakarta, 2005, hlm. 785 24 Ibid, hlm. 110 25 Drs. Wilson Nukear, Apa yang anda perlu ketahui tentang......., Indonesia Publising
House, Jakarta, 2002, hlm. 57
60
3.1. Golongan Apologet
Orang-orang apologis menggunakan filsafat Yunani untuk membela
Injil. Mereka ini antara lain ialah Justin Martyr, Minicius Felix, dan
Lactantius. Justin Martyr telah mempelajari filsafat Stoa, Pythagoras dan
Plato. Ia berpendapat bahwa filsafat yang digabung dengan idea-idea
keagamaan akan menguntungkan. Ia berpendapat bahwa esensi
pengetahuan adalah pemahaman tentang Tuhan. Ia menyamakan Kristus
dengan Logos, tetapi kadang-kadang ia menggunakan pemikiran ini
sebagai pemikiran ilahiah. 26
Kemudian golongan apologet berusaha untuk menyesuaikan Injil
dengan semangat zaman. Maksudnya ialah untuk membuktikan bahwa
hanya Injil saja yang dapat mengenapi segala cita-cita filsafat Yunani,
menurut pandangan Yunani, Allah jauh bersemayam jauh diatas dunia ini
ditempat yang tidak terhampiri. Manusia hanya dapat berhubungan dengan
Allah itu oleh pertolongan roh-roh yang menjadi pengantara antara sorga
dengan bumi. Roh pengantara yang terutama yang terutama ialah Firman
atau Logos. Logos adalah sesuatu yang bukan Allah dan bukan pula dari
dunia, yaitu merupakan jabatan antara roh dan zat benda, dan bahkan
dengan Logos itulah Allah menciptakan dunia ini. Maksud mereka itu
tentunya baik, akan tetapi dengan menyamakan kedua-duanya maka pintu
terbuka bagi pandangan-pandangan kafir untuk memasuki Teologia gereja;
Ini menjadi dasar segala salah paham dengan ajaran Alkitab dalam gereja
lama. Sebab menurut yohanes 1:1 firman itu bersama sama dengan Allah
dan Firman itu adalah Allah, padahal Logos Yunani hanya semacam
setengah Allah saja. Jikalau Yohanes 1 diartikan demikian, maka tentulah
Yesus tidak lagi dipandang sebagai Allah sendiri yang turun ke bumi,
melainkan adalah suatu zat yang setengah Ilahi saja. Sejak timbulnya
kaum Apologet, maka pandangan itu menjadi ajaran umum dari Gereja.
26 Ahmad Tafsir. Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James). PT Remaja
Rosdakaya: Bandung, 2003, hlm. 70
61
Barulah dikemudian hari faham Logos itu lama-kelamaan dibersihkan dari
pengertian kafir tadi.
Teologia apologet tentang kebebasan dunia adalah sebagai berikut:
Allah menciptakan Logos di dalam rangkaian waktu, sebagai suatu roh
yang berpribadi. Dan dengan Logos itu Allah menciptakan segala sesuatu
yang ada. Manusia telah digoda oleh setan, sehingga jatuh ke dalam jurang
kesesatan, percabulan dan kemusyrikan. Kemudian Logos turun ke bumi
dan menjelma dalam tubuh manusia, yaitu dialah Yesus Kristus, dengan
maksud untuk menyelamatkan manusia dari jalan kesesatan. Demikian
yesus membuka mata manusia terhadap tipu daya setan-setan sambil
memberitakan ajaran yang benar tentang Allah dan dunia dan hari kiamat
yang akan datang. Lagi pula ia mengajar mereka tentang hidup yang
diridloi oleh Tuhan. Manusia di beri kebebasan bertindak dan dapat
melepaskan diri dari genggaman setan dengan pertolongan, pengajaran
dan teladan Kristus.
3.b. Bapak-bapak Gereja
1). Irenus.
Dia adalah seorang ahli teologi dari Asia Kecil, suatu daerah Gereja
yang mengutamakan mistik. Irenus menjadi uskup di kota Lyon di negeri
di negeri Perancis pada tahun 178, secara garis besar beginilah ajarannya:
Adam segenap bangsa manusia diciptakan untuk hidup yang baka, tetapi
oleh karena jatuhnya ke dalam dosa maka manusia diikuti dengan
kefanaan. Untuk melepaskan manusia, Allah mengutus Anak-Nya, yaitu
Logos, yang masuk ke dalam daging manusia. Dengan demikian Kristus
mempunyai tabiat untuk menghubungkan manusia dengan kuasa Allah
yang kekal. Kristus adalah Adam kedua, yang menggenapi segala tuntutan
Allah, yang dilalaikan oleh Adam pertama. Di dalam kebangkitan-Nya.
Kristus memberi suatu petaruh dan jaminan untuk hidup yang baka kepada
orang yang percaya pada Dia. Sekarang Ruh Kudus memberikan hidup
yang kekal kepada semua orang yang percaya, dan dalam baptisan dan
perjamuan. Jadi pokok utama teologi Irenus adalah: mempersatukan di
62
dalam Kristus sebagai kepala segala sesuatu, baik yang ada di Surga,
maupun di bumi. Surga Allah dan dunia manusia yang tercerai sekian lama
oleh dosa sekarang dihubungkan dan dipersatukan kembali. Allah menjadi
manusia, agar manusia kembali mendapat kehidupan kekal.
Segala pandangan ini sudah barang tentu jauh Injili dari pada ajaran
apologet, karena disisi oknum Yesus Kristus diutamakan dan dijunjung
selaku penyelamat. Meski demikan, pembenaran oleh iman dan salib
Kristus kurang tampil ke muka dalam Teologi Irenus, karena pokoknya
bukan karena pertentangan antara dosa dan rahmat, tetapi hidup yang
kekal.
2). Tertullianus
Tertullianus ialah filsuf yang pertama kali memakai istilah teologia
yang menjadi lazim semenjak masa itu, misalnya: dosa turunan, tebusan
dosa dan jasa. Dan lagi rumusan seperti: Allah berzat satu tapi berpribadi
tiga dan Kristus adalah satu pribadi tapi dua tabiat. Ia memandang
hubungan manusia dengan Allah adalah bagikan terdakwa di depan
hakim. Tertullianus mengejar bahwa Logos adalah suatu zat Ilahi yang
lebih rendah dari pada Allah, padahal Ireneus perpendapat bahwa Logos
bagian dari pribadi Allah, sesuai dengan Injil Yohanes.
3). Clemens
Tuhan dicapai melalui Logos itu. Melalui Logos Tuhan
memperlihatkan kekuasaannya, melalui Logos pula mencipta alam
semesta, dan melalui Logos pula manusia mengenal Tuhan. Logos
digunakan oleh Clement sebagai jembatan antara dunia spiritual dan dunia
material. Clemens meneruskan tradisi mewartakan seorang Yesus Kristus
Yunani. Ia menonjolkan Ilahi Yesus Kristus sedemikian rupa, sehingga
ciri manusiawinya diserap oleh ciri Ilahi. Clements misalnya dapat berkata
bahwa Yesus Kristus makan dan minum bukanlah karena membutuhkan,
sebab daya penyangga Yesus ialah Logos Ilahi. Yesus hanya makan dan
minum supaya orang sekitarnya tidak mendapat pesan bahwa
kejasmanian-Nya hanya bayangan. Menurut clement manusia yesus
63
sebenarnya bebas sama sekali dari segala nafsu. Itulah cita-cita askese
Yunani.
4). Origen.
Asal dan tujuan segala yang hidup ialah Allah, Bapa abadi, yang
kekal melahirkan segala sesuatu yang ada. Yang dilahirkan pertama
adalah Logos, yang ilahi tetapi lebih rendah dari pada Allah. Logos atau
anak kemudian melahirkan Ruh Kudus, dari Roh itu terpancar segala Roh
atau jiwa yang lebih rendah, yang juga bertabiat Ilahi, tetapi berkehendak
bebas. Kehendak itu salah dipakainya, ketika mereka melaan Allah. Cuma
satu jiwa saja tetap setia kepada Allah. Selaku hukuman maka roh yang
jatuh kedalam dosa sekarang dikurung dalam salah satu badan jasmani.
Malaikat-malaikat jatuh sedikit saja, sehinggga mendapat badan berupa
bintang setan-setan yang hidup dalam kegelapan. Malaikat dan setan-setan
yang hidup dalam gegelapan. Malaikat dan setan berjuang hidup untuk
merebut dunia dan manusia. Logos akan meluputkan dunia, sebab itu Dia
menggabungkan diri dengan satu-satunya jiwa yang tak jatuh itu, lalu ia
menjelma di bumi ini dalam tokoh manusia, yaitu Yesus Kristus. Yesus
membawa pelepasan bagi semua manusia. Orang sederhana hanya perlu
percaya kepada Yesus selaku penebus, tetapi orang yang berpengetahuan
harus mempewrhatikan pengajaran-Nya yang mulia itu dan perlu meniru
teladan-Nya dengan mengusahalan kebajikan dan askase, maka lama-
kelamaan jiwa manusia itu dipersatukan dengan Logos, bahkan dilahikan.
Siapa yang belum belajar mengikuti Logos selamanya hidupnya dibumi,
masuk ke dalam neraka, yang hanya suatu tempat penyucian sementara
saja, karena segala makhuk hakekatnya bertabiat ilahi, sehingga tak dapat
binasa untuk selama-selamanya. Akhirnya segala sesuatu akan pulang
kepada Allah. Setan-setan pun tidak terkecuali. Inilah ajaran kebangkitan
segala yang ada, akhirnya semuanya dipulihkan seperti semula.
Teologi ini sangat dipengaruhi filsafat Plato dan ajaran Alkitab.
Hasil yang terpenting ialah bahwa pengertian Logos sebagai suatu zat yang
64
lebih rendah daripada Allah, diterima oleh gereja selaku ajaran yang sah
dan baik.
5). Athanasius (293-373)
Ahli Teolog Kristen serta pengikut-pengikutnya berpendapat bahwa
Yesus Kristus adalah satu Zat dengan sang Bapa di sorga itu. Tuhan
adalah zat tunggal yang mempunyai tiga manifestasi yaitu Tuhan Bapa,
Tuhan Anak, Tuhan Ruh Kudus. Ketiganya mempunyai derajat yang
sama. Dalam pengakuan iman Anathasius diungkapkan: 27
Kita menyembah Allah Yang Mahaesa dalam ketritunggalan-Nya; dengan tidak mencampurbaurkan kepribadan-kepribadian-Nya dan tidak memisahkan-misahkan hakikat-Nya.
b. Perumusan dan Perkembangan Teologi Trinitas
Soal berbilang Tuhan adalah soal umum dalam seluruh kebudayaan-
kebudayaan kuno. Orang-orang Mesir Kuno, Babilonia, Parsi, Hindu dan
Buddha, serta Yunani sekalipun berlainan jumlah Tuhan. Tiga ketuhanan
itu mungkin dimaksudkan untuk membatasi jumlah yang terkadang
banyak. Pembatasan tiga Tuhan mempunyai hubungan dengan pahlawan-
pahlawan, yaitu penyembahan yang dimulai semenjak fajar sejarah hingga
sekarang.
Kemungkinan orang-orang Babilonlah yang pertama kali
mengatakan tiga ketuhanan pada tahun 4.000 SM. Orang-orang Babilon
menganut agama banyak Tuhan. Tetapi mereka membaginya dalam
beberapa kelompok yang tiap satu kelompok terdiri dari tiga dan masing-
masing mempunyai kedudukan dan penghargaan yang berbeda-beda.
Diwaktu orang-oang Babilon mengucapkan tiga ketuhanan itu, orang-
orang Mesir dan Israil mengucapkan ketunggalan Tuhan.
Renaissance-renaissance yang lebih tua dari pada agama Masehi
berdiri di tengah-tengah belaka, di antara Tuhan yang berbilang banyaknya
sebagaimana kepercayaan oleh orang-orang Babilon dan ketunggalan
Tuhan yang diucapkan orang-orang Mesir dan Israel. Sekolah Alexandria
27 Ibid, hlm 71-73
65
menuju kearah itu juga, maka Wells berkata: Setelah masuknya orang
Greek, maka orang Alexandia menjadi pusat hidup agama Mesir bahkan
sebenarnya pusat agama Greek. Batlimus mendirikan sebuah Biara besar
yaitu Biara Sarabium dimana mereka menyembah semacam tiga
ketuhanan yang terdiri dari Saribis, Isis, dan Hurus. Mereka tidak
dianggap Tuhan yang terpisah-pisah bahkan merupakan satu bentuk dari
satu Tuhan. 28 Sekolah Alexandria yang berdiri setelah didirikannya kota
itu tahun 331 SM. dan mewariskan kebudayaan-kebudayaan yang
bermacam-macam yang dikerjakan oleh ulama-ulama Mesir, Yunani,
Semit dan Romawi. Sebagian ajaran Wasani. Sekolah ini melanjutkan
kebudayaannya hingga lahirnya Al-Masih dan seterusnya.
Agama Masehi melalui masa-masa lemah dan tekanan, sehingga
agama Masehi kehilangan pemuka yang di puncaknya Al-Masih sendiri
dan hilang pula buku-buku referense mereka yang asli, sumber agama ini
menjadi lemah hilang sama sekali. Pada saat itulah Paulus memasuki
agama Masehi, dari sinilah Paulus mulai memindahkan agama Masehi dari
ketunggalan Tuhan kepada tiga ketuhanan. Pikiran bertuhan tiga sesuai
dengan perasaan rakyat yang telah lari dari agama Yahudi karena
kefanatikannya dan agama Wasani karena keprimitifannya. Mereka
mendapat tempat berlindung dalam agama baru ini. Pintu ini tidak tertutup
sesudah Paulus, tetapi terus terbuka hingga setengah dari pengikut Paulus
dapat menjadikan diri mereka bapa-bapa gereja. Sempurnalah campuran
antara pendapat-pendapat sekolah Alexandria dan agama Masehi yang
baru. L. Gauthier berkata: Sesungguhnya agama Masehi banyak dimasuki
oleh pendapat-pendapat dan pikiran-pikiran filsafat Yunani. Ketuhanan
dalam agama Masehi diambil dari sumber madzab Plato yang baru karena
diantara keduanya banyak kesamaan.29
28 Ahmad Syaliby, Perbandingan Agama (Bahagian Agama Nasrani), terj. Fuad Mohd.
Fachruddin, Kalam Mulia, Jakarta, 1993, hal. 59 29 Ibid, hlm 61
66
H. Wells berkata :Pendeta Paulus adalah seorang yang terkemuka
dalam membina agama Masehi Baru dan dia belum pernah melihat Isa
betabligh. Nama Paulus yang asli adalah Saul. Pada mulanya ia terkenal
giat menindas segolongan sahabat-sahabat Isa. Tiba-tiba ia menganut
agama Masehi dan namanyapun diubah menjadi Paulus. Paulus
mempunyai otak yang cerdas dan perhatiannya sangat besar terhadap
gerakan agama di masanya. Dia mempunyai pengetahuan luas tentang
agama Yahudi. Mithras dan agama-agama di masa itu dianut oleh
penduduk Alexandria. Dia memindahkan alam pikiran mereka dan istilah-
istilah mereka kedalam agama Masehi. Dia tidak mementingkan perluasan
dan penyebaran pikiran Isa yang asli yaitu pikiran Kerajaan Tuhan, tetapi
dia memberi pengetahuan kepada manusia, bahwa Isa tidaklah semata-
mata Al-Masih yang dijanjikan tetapi Ia adalah anak yang turun ke bumi
untuk menebus dosa manusia.
Pada mulanya pengakuan gereja Kristen dalam rumusan pendek
Yesus adalah Tuhan atau Yesus adalah Kristus. Berdasarkan pengakuan
singkat itu seseorang dapat dibaptiskan karena pada mulanya gereja
Kristen berada di tengah-tengah bangsa Yahudi, sehingga pengakuan
cukup dengan satu pasal, yaitu pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah
Anak Allah, Sang Mesias yang dijanjikan oleh Tuhan. Pengakuan akan
Yesus Kristus itu ditumbuhkan oleh Ruh Kudus yang bekerja dalam setiap
hati manusia. Ruh Kuduslah yang menyatakan pada manusia bahwa Yesus
adalah Tuhannya. Jadi, Ruh Kudus adalah Tuhan yang berbicara dalam
hati manusia. Dengan demikian pengakuan Kristen itu menjadi pengakuan
yang menjadi tiga bagian, yaitu keyakinan tentang Tuhan Bapa, Yesus
Kristus, dan Ruh Kudus.
Pada abad pertama sepeninggal Yesus, para murid masih tetap
mempertahankan tauhid secara murni hal ini dapat dibuktikan dalam
naskah The Shepherd karya Hermes, yang ditulis sekitar 90 M. Menurut
gereja, naskah itu termasuk kitab kanonik. Diantara isi dari naskah
Shepherd itu berbunyi:
67
Pertama percayalah bahwa Allah itu esa, dialah yang menciptakan dan mengatur segalanya. Dia menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Dia meliputi segala sesuatu tetapi Dia tidak diliputi apapun. Menurut Theodore Zanh, sebagai yang dikutip ole EJ Goodspeed di
dalam The Apostolic Father, menjelaskan bahwa sampai sekitar tahun 250
M kalimat keimanan itu masih berbunyi:
Saya percaya pada Allah yang maha kuasa.
Antara tahun 180 M sampai dengan 210 M ada yang menambah kata
Bapa di depan kata yang maha kuasa. Tindakan ini dikecam keras oleh
beberapa tokoh gereja. Uskup Fiktor dan Yepisius ,mengutuk penambahan
kata tersebut. Mereka memandangnya sebagai perbuatan keji yang
mencemari kemurnian kitab suci, dan menentang pendapat yang
mengatakan bahwa Yesus itu oknum Tuhan. Dan mereka menekankan ke-
esa-an Tuhan sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus. Serta ,menegaskan
bahwa Yesus itu adalah seorang nabi Allah yang mendapatkan derajat
tinggi di sisi Allah, sebagaimana para nabi lainnya. Keyakinan serupa juga
dipegang teguh oleh penganut gereja-gereja yang timbul di Afrika Utara
dan Asia Barat.
Ketika ajaran Yesus tersebar luas, Ia berbenturan dengan berbagai
kebudayaan dan harus menghadapi konflik dengan Kaisar Romawi yang
mempertahankan pemujaan kepada dewa-dewa dan mengaku sebagai anak
Dewa. Agama ini juga berasimilasi dan menyesuaikan diri dengan
berbagai kebudayaan masyarakat tempat ia berkembang, juga mengalami
perubahan mendasar untuk menghindarkan diri dari penindasan para
penguasa. Terutama di negara Yunani, ia mengalami metamorfosa akibat
dari dua faktor. Pertama, karena agama ini diajarkan dan diungkapkan
dalam bahasa baru. Kedua, karena ajarannya disesuaikan dengan filsafat
dan kebudayaan Yunani. Kepercayaan polytheisme yang mewarnai
kehidupan masyarakat Yunani memberikan sumbangan besar bagi
68
perumusan doktrin Trinitas, dengan mengangkat kedudukan Yesus dari
seorang nabi menjadi seorang Tuhan. Paulus dari Tarsus memiliki andil
yang paling besar dalam perumusan doktrin Trinitas ini
Pada tahun 325 M doktrin Trinitas diresmikan sebagai keyakinan
agama Kristen. Bahkan sebagian besar tokoh Gereja yang terpaksa yang
menandatangani kredo itu tidak mempercayainya, karena kredo itu sama
sekali tidak berdasarkan pada kitab suci Kristen
Athanasius yang dipandang sebagai bapak kredo yang diresmikan
pada Konsili Nicea itu tidak mempercayainya, bahkan sebaliknya dia
mengatakan bahwa:
Setiap berusaha memaksakan diri untuk memahami dan merenungkan konsep ketuhanan Yesus, ia merasa keberatan dan sia-sia. Hingga semakin banyak dia menulis untuk mengungkapkan konsep itu, ternyata ia tak mampu memahami jalan pikirannya sendiri. Akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa: Tuhan itu bukanlah tiga oknum, melainkan hanya satu. Kepercayaan doktrin trinitas itu sebenarnya bukan keyakinan, melainkan hanya disebabkan oleh kepentingan politik dan penyesuaian keadaan waktu itu. Keputusan konsili Nicea yang sangat bersejarah lebih banyak
berdasarkan kepentingan politik serta pengaruh filsafat Yunani yang
berkembang di saat itu, ajaran filsafat Trinitas dari Neoplatonisme yang
dikembangkan oleh Plotinus di Alexsandria dan Anathasius sendiri yang
menjabat uskup di Alexsandria. Sebagai bukti bahwa keputusan itu
bertendensi pada kepentingan politik adalah, dalam catatan sejarah, para
pemeluk agama Kristen dan pemeluk agama Yahudi selalu dikejar-kejar
dan disiksa selama pemerintahan kaisar Diolektianus (284-305 M)
Tetapi satu hal yang harus kita catat, menurut gereja bahwa
ketrinitasan Tuhan tidak diciptakan oleh konsili gereja manapun, baik
konsili Nicea (325 M), ataupun Konstatinopel (381 M). Gereja perdana
melalui konsili-konsilinya, hanyalah merumuskan ajaran itu berdasarkan
kitab suci, di bawah terang Ruh Kudus. Berangkat pengalaman para Rasul
dan interprestasinya terhadap hidup Yesus dan arti kehadiran-Nya bagi
69
kita seperti yang telah kita warisi dalam Perjanjian Baru, maka jelaslah
bagi gereja mula-mula itu Yesus mengajarkan adanya Bapa, Putra dan Ruh
Kudus.30 Kemudian bapak-bapak gereja mulai berfikir, bagaimana
hubungan Bapa, Putra dan Ruh Kudus itu dengan keesaan-Nya. Pada
awalnya, pengalaman ketrinitasan ini pada abad-abad pertama belum
dirumuskan secara definitif, sehingga kita dapat menjumpai berbagai
tradisi Trinitas dalam gereja –gereja lama tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa pengalaman rohani dengan Tuhan mendahului semua perumusan.
Secara sederhana kemudian gereja perdana sampai sampai kepada
konklusi bahwa Natural (kodrat) ketuhanan itu begitu agungnya mengatasi
segala keterbatasan manusiawi , sehingga kodrat yang esa itu serentak itu
dapat dimiliki oleh ketiga Persona, dan para teolog selanjutnya
merumuskan nisbah antara ketiganya dalam keesaan. Kemudian
pemahaman gereja sampai pula kepada misteri tentang kedua tabiat
Yesus. Karena itu, jika kita berbicara tentang persona kedua dalam
Trinitas, tidak berarti bahwa Yesus historis telah ada sejak awal mula,
tetapi sabda Allah yang menjadi daging dalam Yesus.
Akan tetapi perlu digaris-bawahi pula, bahwa perumusan itupun
secara filsafati menggunakan istilah-istilah yang sesuai dengan daya
paham masyarakat masa itu. Oleh karena itu, kendatipun isi ajaran tersebut
tetap akan benar dan valid selama-lamanya, tetapi ia tetap tunduk dibawah
hukum sejarah dan boleh disempurnakan. Sebab jika tidak demikian, iman
dan ajaran gereja akan membantu dan melekat pada bunyi-bunyi istilah
tradisional yang sekarang sudah berubah pengertian nya. Sekedar contoh,
rumusan tiga oknum dalam satu kodrat hanya dapat dipakai secara tepat
seperti yang dimaksudkan para Bapa konsili sejauh diartikan secara
metafisis, sebab memang dalam arti itulah istilah-istilah itu dimaksudkan
mereka. Istilah persona yang menerjemahkan kata Yunani hypostases,
pada zaman itu dimengerti secara filosofis keseluruhan substansi dengan
30 Bambang Noorsena, SH. Telaah Kritis Atas Injil Barnabas ( Asal-usul, historisitas dan
isinya). Andi Offset: Yogyakarta, 1990, hlm. 76
70
hubungan-hubungannya, sehingga secara tepat dapat menjelaskan misteri
Keesaan Tuhan yang serentak pula: Bapa, Putra, dan Ruh Kudus. Padahal
istilah oknum sekarang telah lazim dimengerti secara psikologi sebagai
pusat kesadaran, personalitas dan kepribadian, karena itu satu kodrat
hanya dimiliki oleh satu pribadi. Sebab itu pula mempertahankan istilah
ini untuk menjelaskan dogma Trinitas akan semakin sulit diterima
nonkristian, tanpa salah paham.
Malahan dapat dipertimbangkan pula satu jawaban yang sama sekali
menghindari istilah tradisional itu, dan teolog masa sekarang suka
membedakan ketiga cara berada dalam diri Tuhan , di mana tiga mode
keberadaan itu bukan hanya dalam hubungannya dengan manusia, tetapi
dalam hakekat dengan Tuhan sendiri. 31
Menurut sejarah gereja, pada tahun 325 masehi diselanggarakan
konsili (Konggres ulama Kristen), di kota Nicea. Yang acara pokoknya
ialah membahas persamaan Yesus Kristus dengan zat Allah atau masing-
masing berbeda. Akhirnya konsili mengambil keputusan Yesus Kristus
merupakan satu zat dengan Allah. Teori demikian disebut Homo Usius.
Teori-teori tersebut didukung sepenuhnya oleh kaisar Konstanti Agung,
serta dilindungi.
Konsili ini menetapkan bahwa selain Yesus Kristus satu zat dengan
Allah, Ruh Kudus pun satu zat dengan Allah. Dengan keputusan ini
genaplah kesatuan oknum dengan Trinitas yaitu, Allah Bapa, Allah Putra
dan Allah Ruh Kudus.
31 Ibid, hlm. 77