bab iii perjalanan perang khalid ibn walid a. peperangan
TRANSCRIPT
BAB III
PERJALANAN PERANG KHALID IBN WALID
A. Peperangan Khalid Sebelum Islam
Setelah Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah Al-Munawarah serta kondisi
umat Islam mulai stabil di sana hingga berdirinya Negara Islam, maka berbagai
gelombang pertempuran dan peperangan antara pasukan kaum Quraisy melawan
umat Islam sering terjadi. Tak terkecuali Khalid Ibn Walid juga pernah
melibatkan dirinya untuk melawan pasukan Islam dalam perang Uhud.
1. Perang Uhud
Setelah kekalahan besar yang dialami kaum Quraisy saat perang
Badar, kaum Musyrikin Makkah ingin sekali membalas kekalahan saat perang
Badar tersebut. Mereka terus berupaya untuk membangkitkan kembali
kekuatan yang mereka miliki, guna mengembalikan harga diri dan kehormatan
mereka yang sudah dipermalukan saat perang Badar.
Sebab terjadinya perang ini adalah adanya keinginan orang-orang
Quraisy untuk membalaskan dendam kepada kaum muslimin atas kekalahan
yang mereka derita pada saat perang Badar Kubra.1 Para pemuka suku Quraisy
berusaha mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin menyiapkan
pasukannya. Mereka mengumpulkan sebanyak mungkin prajurit handal dalam
rencana perang kali ini, usahanya untuk memperkuat kekuatan tempur
membuat pemuka Quraisy tidak hanya mengandalkan pasukan dari kabilah
Quraisy saja, mereka juga berusaha meminta bantuan kepada sekutu-sekutu
suku Quraisy yang di antaranya ialah, kabilah Tsaqif, Abdi Manat, dan Al-
Ahabisy untuk supaya ikut serta dalam peperangan melawan pasukan
Muslim.2
1Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta, Akbar
Media Eka Sarana, 2003) hal: 144
2Syaikh Mahmud Syakir, Terj. Abdul Syukur Abdul Razzaq, Ensikopedia Peperangan
Rasulullah Saw, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2005) hal: 145
Perang Uhud ini terjadi pada bulan Syawwal tahun 3 H/624 M, saat
itulah pasukan musyrik berangkat dengan jumlah sekitar 3.000 pasukan di
bawah pimpinan tertinggi Abu Sufyan. Pasukan sayap kanan kaum Quraisy
dipimpin oleh Khalid Ibn Walid sekaligus panglima pasukan berkuda, pasukan
sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah ibn Abi Jahl, serta lima belas wanita
penabuh genjering dan penyemangat pasukan yang dipimpin oleh Hindun bint
Abi Sufyan. Saat itu pasukan mulai berangkat dari Makkah menuju Madinah
hingga kemudian menetap di gunung Uhud.
Mendengar keberangkatan pasukan Quraisy ini Rasulullah Saw segera
melakukan musyawarah dengan para sahabatnya guna mengambil langkah
terbaik yang harus diambil bagi kaum muslimin, maka hasil dari musyawarah
tersebut menghasilkan bahwa agar pasukan Muslim keluar dari Madinah guna
melakukan perlawanan terhadap kaum Quraisy. Maka, keluarlah pasukan
Muslim ini dengan sebanyak 1.000 pasukan.3
Rasulullah Saw dan pasukannya melakukan perjalanan hingga tiba di
kaki bukit Uhud, pasukan Muslim mengambil tempat dengan posisi
menghadap ke arah Madinah dan membelakangi gunung Uhud. Sehingga
dengan posisi seperti ini, pasukan musuh berada tepat di tengah antara mereka
dan Madinah. Di tempat itu, Rasulullah Saw membagi tugas pasukan dan
menerapkan setrateginya. Rasulullah Saw menjadikan posisi gunung tepat
berada di belakang pasukan Muslim, Rasulullah Saw juga menempatkan lima
puluh orang pemanah yang handal di sebuah tempat yang dikenal dengan
nama Jabal Rumat. Pasukan pemanah ini berada di bawah komando seorang
sahabat yang bernama Abdullah Ibnu Jubair. Tujuan dengan ditempatkannya
pasukan pemanah ini supaya mencegah penyerangan pihak musuh dari arah
belakang, selain itu juga berfungsi memberikan perlindungan jika kaum
muslim terpaksa harus melakukan siasat mundur.4
3Ahmad al-Usairy, Op.cit, hal: 144
4Syaikh Mahmud Syakir, Op.cit, hal: 148
Rasulullah Saw menjelaskan tujuan penugasan pasukan pemanah itu,
sebagaimana Rasulullah Saw berpesan kepada Abdullah Ibnu Jubair yang saat
itu selaku sebagai komandan pemanah. Rasulullah Saw berkata,
“Lindungi kami dari serangan yang mungkin akan datang dari arah
belakang. Tetaplah berada di posisi kalian, dan jangan sekali-kali keluar atau
pindah dari posisi kalian. Jika kalian melihat posisi pasukan kita terdesak dan
banyak jatuh korban, kalian harus tetap berada pada posisi kalian, jangan
sekali-kali kalian turun untuk memberikan bantuan. Tugas kalian hanyalah
menyerang kuda-kuda musuh, sebab pasukan berkuda akan bertahan
geraknya jika diserang dengan serangan panah.”5
Itulah pesan Rasulullah Saw kepada pasukan pemanah sebelum
peperangan berlangsung, agar bagaimanapun kondisinya mereka tidak
diperkenankan untuk turun dari tempat yang sudah di tempatkan karena selain
berfungsi memberikan perlindungan apabila ada serangan musuh dari arah
belakang, pasukan pemanah ini juga bertugas memberikan perlindungan.
Peperangan dimulai dengan serangan sayap kanan pasukan Makkah
pimpinan Abu‟ Amir al-Fasiq, yang di bantu pasukan berkuda pimpinan
Khalid Ibn Walid terhadap pasukan Muslim sayap kiri. Namun mereka di
paksa mundur oleh pasukan pemanah Muslim setelah di hujani anak panah.
Pasukan Muslim berhasil memorak-porandakan musuh, Hamzah ibn Abdul
Muthalib dan Abu Dunajah saling berlomba menebas leher pasukan musyrik
yang lari dari medan perang.6
Terbukti setrategi yang di terapkan Rasulullah Saw terhadap pasukan
pemanahnya, sehingga saat kuda-kuda orang musyrik itu menyerang pasukan
muslim sebanyak tiga kali, semua itu dapat dihadapi dengan melepaskan anak
panah secara bertubi-tubi hingga mereka harus kembali dan bercerai-berai.
Kemudian pasukan umat Islam melancarkan serangan kepada pasukan orang-
orang musyrik hingga berhasil melemahkan semangat perang mereka.7
5 Syaikh Mahmud Syakir, Op.cit, hal: 148
6 Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Sejarah Islam Jejak Langkah Peradaban
Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, (Jakarta, Zaman, 2014) hal: 60 7Manshur Abdul Hakim, Op.cit, hal: 106
Ketika para pembawa bendera komando orang-orang musyrik telah
terbunuh satu persatu termasuk sepuluh orang pembawa bendera dari Bani
Abd al-Dar, tiada seorangpun yang dapat mendekati jasadnya bahkan sampai
terinjak-injak, maka orang-orang musyrik mengalami kekalahan hingga
mereka pun melarikan diri tanpa peduli lagi dengan keadaan yang ada. Segera
pasukan umat Islam pun mengejar orang-orang musyrik dengan meletakan
senjata mereka dan menjarah Ghanimah8 pasukan musyrik yang mereka
tinggalkan. Akibatnya, pasukan pemanah meninggalkan posisi-posisi
setrategis mereka padahal Rasulullah Saw telah memerintahkan mereka untuk
bertahan di tempatnya, pemimpin mereka Abdullah bin Jubair pun telah
mencegah mereka. Namun mereka menjawab, “Orang-orang musyrik telah
kalah, lalu apa gunanya kita masih tetap bertahan disini?”9
Mengira peperangan sudah berakhir, pasukan pemanah turun ke bawah
berhamburan dari posisi masing-masing demi mendapatkan Ghanimah.
Sedangkan Abdullah bin Jubair tetap berada di tempat yang sesuai Rasulullah
Saw perintahkan bersama beberapa pasukan yang tersisa dengan jumlah tidak
lebih sekitar sepuluh orang pemanah, karena Abdullah bin Jubair sadar dan
tidak ingin melanggar perintah dari Rasulullah Saw.10
Bergeraknya pasukan pemanah dari posisi yang seharusnya tidak boleh
ditinggalkan membuat posisi yang sangat setrategis tersebut menjadi
keuntungan bagi pihak musuh. Sehingga kemenangan yang sudah di depan
mata bagi pasukan muslim justru seakan lenyap seketika karena kelalayan
mereka pasukan pemanah, saat itu yang dapat dilakukan oleh pasukan kaum
muslimin hanyalah menyelamatkan diri dan berusaha meminimkan sedikit
mungkin kerugian.11
Karena pasukan musyrik mampu membalikan keadaan
8Ghanimah yang dimaksudkan di sini ialah harta rampasan yang ada di bawah yang
tengah di kumpulkan oleh orang-orang Muslim atas pasukan Musryik yang sedang terdesak oleh
serangan pemanah pasukan Muslim saat perang Uhud berlangsung. 9Manshur Abdul Hakim, Op.cit, hal: 115
10
Ibid, hal: 116 11
Syaikh Mahmud Syakir, Op.cit, hal.150
dari kekalahan menjadi kemenangan atas ide dan setrategi yang di munculkan
Khalid Ibn Walid dengan pasukan kudanya.
Perang Uhud merupakan ujian dan cobaan berat yang ditimpahkan
kepada orang-orang beriman dan memperlihatkan jati diri orang-orang
munafik. Dalam perang tersebut Allah Swt hendak memuliakan orang-orang
yang layak mendapatkan kesyahidan sekaligus memperlihatkan kebenaran
Rasulullah Saw hingga firman Allah yang diturunkan dalam perang Uhud di
antaranya;
“Dan (ingatlah), ketika kamu berangkat dari pagi hari dari (rumah)
keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk
berperang. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.12
Hingga firman Allah Swt menjelaskan.
Artinya: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan
harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka,
bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu
akan dikalungkan kelak di lehernya di Hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah
12
Qur‟an Surat Ali Imran; Ayat 180
segala warisa (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan.13
Dalam peristiwa ini, jumlah yang meninggal sebagai syuhada sekitar
70 orang, empat orang berasal dari kalangan Muhajirin dan sisanya berasal
dari kaum Anshar. Hingga sebagian pasukan Muslim yang lainnya melarikan
diri, Rasulullah Saw sendiri mengalami luka pada giginya yang pecah. Di
antara sahabat yang syahid di antaranya adalah Mush‟ab bin Umair, Hamzah
bin Abdul Mutthalib dan Hanzhalah bin Abu Amir.14
Pasukan musyrik merasa putus asa karena gagal membunuh semua
pasukan muslim, sehingga akhirnya mereka memutuskan pergi dan
menghentikan perang, mereka sudah cukup bangga atas kemenangan yang
diraihnya dengan jumlah korban sekitar 22 orang. Kaum musyrik Quraisy
menganggap bahwa kemenangan mereka atas kaum muslimin kali ini sebagai
balasan atas kekalahan mereka di perang Badar.15
Demikian gambaran kecil serta tahapan perang Uhud, masing-masing
pihak merasa mendapatkan keuntungan dan juga dapat menimpakan kerugian
kepada pihak musuh sehingga kedudukannya menjadi seimbang, hingga
kemudian kedua belah pihak telah kembali dengan anggapan telah menang.
Yang jelas pada putaran kedua , pasukan Musyrikin lebih dapat menguasai
keadaan.
2. Setrategi Khalid Ibn Walid dalam Perang Uhud
Ketika pasukan Muslimin berhasil mendesak pasukan Musyrikin
keluar di medan peperangan, maka pasukan pemanah bergegas meninggalkan
posisi mereka di atas bukit dan bergabung dengan pasukan inti untuk
mengumpulkan harta rampasan. Dengan begitu maka wilayah belakang kaum
Muslimin menjadi kosong.
13Manshur Abdul Hakim, Op.cit, hal: 176
14
Ahmad al-Usairy, Op.cit, hal.116
15 Ibid, hal: 150
Kesempatan itu dapat di baca oleh Khalid Ibn Walid, ia memandang ke
arah pegunungan yang mulai ditinggalkan dari para pasukan pemanah
Muslim, hanya tinggal beberapa orang saja yang masih tersisa di sana. Maka
Khalid Ibn Walid segera berfikir untuk melakukan tindakan cepat bersama
Ikrimah bin Abi Jahal, sehingga setrategi yang di lakukan Khalid Ibn Walid
ialah dengan segera menyerang para pemanah yang mulai di tinggalkan oleh
pasukannya.
Khalid Ibn Walid dengan segera mengambil jalan dengan cara
memutar arah dari balik gunung bersama pasukannya ke belakang pasukan
Muslimin, dengan setrategi itu Khalid Ibn Walid berhasil menerobos
pertahanan pasukan Muslim dan membunuh seluruh pasukan pemanah
Muslim yang masih tersisa termasuk pemimpin mereka Abdulah bin Jubair,
hingga mereka sampai memenggal kepalanya.16
Setelah menghabisi Abdullah bin Jubair, Khalid Ibn Walid mulai
menyerang pasukan Muslimin dari arah belakang, lalu ia melakukan serangan
yang mengakibatkan kekacauan dan kebingungan barisan pasukan Muslim,
pasukan Musyrikin yang melarikan diri mengetahui bahwa keadaan menjadi
terbalik dan mereka melihat babak baru dalam pertempuran ini, sehingga
mereka kembali dapat menguasai keadaan.17
Pasukan Musyrikin dengan segera mengepung pasukan muslim, ketika
pasukan muslim mulai sibuk dengan penjarahan Ghanimah dan tawanan
perang. Saat itu juga pasukan kuda Khalid Ibn Walid mulai menerobos masuk
di antara mereka sambil mengayunkan pedang-pedang mereka kepada orang-
orang muslim tanpa gangguan sama sekali. Dengan berhasilnya pasukan kaum
musyrikin mengambil alih dan menguasai posisi strategis yang ditinggalkan
oleh pasukan pemanah, kondisi peperangan menjadi terbalik seratus delapan
puluh derajat.
16
Ibid, hal.115-116 17
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shaih Sirah Nabawiyah, (Bandung, Darul
Aqidah, 2007) hal:335
B. Peperangan Khalid Setelah Masuk Islam
Masa perdamaian atas Perjanjian Hudaibiyah yang disepakati
Rasulullah Saw dengan kaum Quraisy telah berhenti menjadi peperangan,
adapun di antara syarat-syarat perjanjian yang disepakati adalah salah satu
pihak tidak boleh menyerang pihak lainnya. Namun di antara kaum Quraisy
telah menodai atau melanggar kesepakatan yang ditandatangani pada
Perjanjian Hudaibiyah tersebut, sehingga kaum Muslimin kali ini dipicu oleh
sebuah peritiwa yang terjadi di Makkah.
Peristiwa ini terjadi pada bulan 10 Ramadhan, tahun ke 8H/629M,
terjadi di Makkah. Di mana Bani Bakr, salah satu sekutu masyarakat Quraisy
ingin balas dendam terhadap Bani Khuza‟ah, yang saat itu telah menjadi
sekutu kaum Muslimin. Perseteruan lama antara pihak Bani Bakr dengan Bani
Khuza‟ah ini semakin memanas ketika hadirnya seorang provokator dari suku
Quraisy ialah Ikrimah bin Abu Jahal. Untuk mewujudkan keinginannya,
Ikrimah bin Abu Jahal ini bukan hanya sebatas menjadi provokator saja,
namun ia juga menyuplai kebutuhan persenjataan dan memperbantukan orang-
orangnya untuk ikut ke dalam barisan Bani Bakr. Sehingga serangan ini
berhasil membunuh beberapa orang Bani Khuza‟ah dan menghasilkan
kerugian besar di pihak Bani Khuza‟ah.18
Sehingga orang-orang Quraisy duduk dan bermusyawarah dalam
permasalahan besar ini, karena mereka telah melanggar perjanjian damai yang
dibuatnya dengan orang-orang Islam. Maka digelarlah pertemuan besar yang
dihadiri Abu Sufyan, Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayyah, Suhail
bin Amru dan para pembesar lain serta tokoh Makkah. Mereka mulai
memikirkan langkah yang akan diambil setelah mereka melanggar pejanjian,
karena ada kesan dikalangan mereka, terutama pada diri Abu Sufyan bahwa
orang-orang Islam kali ini telah sampai pada tingkatan kekuatan yang semakin
besar.19
18 Syekh Mahmud Syakir, Op.cit, hal: 246
19
Manshur Abdul Hakim, Op.cit, hal: 269
Kemenangan-kemenangan Islam termasuk kemenangan mereka atas
Perang Khaibar, kemudian diikuti dengan masuk Islamnya kabilah-kabilah di
sekitar Makkah, telah membuat kekhawatiran sekaligus ketakutan orang-orang
Quraisy termasuk Abu Sufyan dalam menghadapi pasukan Islam, karena
tentunya Bani Khuzaah akan mengadukan berita tersebut kepada Rasulullah
Saw sehingga tidak menutup kemungkinan pasukan muslim akan menyerang
mereka kaum Quraisy.
Para pemimpin Quraisy duduk dan bermusyawarah berpikir keras
mencari jalan keluar dalam permasalahan besar ini, karena mereka telah
melanggar perjanjian damai dengan kaum muslimin, mereka berusaha agar
situasi bisa kembali seperti sediakala, sehingga hasil dari musyawarah yang
dilakukan para pimimpin Quraisy menghasilkan tiga poin, yaitu:
a. Membayar diyat, ganti rugi atau denda atas pembunuhan yang telah
dilakukan terhadap orang-orang yang berasal dari Bani Khuza‟ah.
b. Memutuskan hubungan Bani Bakr.
c. Memutuskan perjanjian damai dengan Rasulullah Saw yang telah
mereka sepakati, kemudian mempersiapkan diri sebaik mungkin
menghadapi kemungkinan terjadinya perang.
Sehingga keputusan akhir yang mereka ambil ternyata mengutus Abu
Sufyan untuk menemui Rasulullah Saw untuk memperbaharui kembali
perjanjian damai antara pihak Muslim dengan Quraisy. Bahwasanya mereka
kaum Quraisy tidak tahu menahu tentang insiden yang terjadi antara Bani
Bakr dengan Bani Khuza‟ah. 20
Setibanya di Madinah, Abu Sufyan segera menuju ke rumah putrinya
Ummu Habibah yang merupakan istri Nabi, sebelum ia bisa ketemu langsung
dengan Nabi Saw. Sementara itu telah datang serombongan dari kabilah
Khuzaah yang mengadukan perlakuan orang-orang Quraisy dan Bani Bakr
kepada Rasulullah Saw dengan demikian, orang Islam sudah tahu tujuan
utama kedatangan Abu Sufyan ke Madinah.21
20
Syekh Mahmud Syakir, Op.cit, hal: 248
21Manshur Abdul Hakim, Op.cit, hal: 272
Kemudian Abu Sufyan menemui Rasulullah Saw dan menyatakan
keinginannya untuk memperpanjang masa perdamaian antara pihak Quraisy
dengan Muslim, tetapi Rasulullah Saw menolaknya mentah-mentah dan ini
tidak seperti kebiasaannya Rasulullah Saw apalagi yang memohon adalah
seorang pembesar dan pemimpin Quraisy. Tetapi dalam hal ini Rasulullah
Saw menunjukkan sikapnya yang berbeda agar Abu Sufyan merasakan
besarnya kesalahan yang telah dilakukan orang-orang Quraisy yang telah
melanggar Perjanjian Hudaibiyah.22
Abu Sufyan kembali ke Makkah dengan membawa kegagalan total
menjalankan tugasnya. Demikianlah, orang-orang Quraisy berada dalam
posisi sulit dan berbahaya, orang-orang Quraisy tahu bahwa ada kemungkinan
Makkah akan diserang, mereka mulai menunggu kedatangan orang-orang
Islam dan tidak tahu apa yang harus mereka perbuat, mereka sudah tidak
punya pendukung lagi selain Bani Bakar. Tidak ada jalan lagi bagi mereka
kecuali hanya menunggu.
Segera Rasulullah Saw memerintahkan pasukannya sekaligus
penduduk Madinah untuk bersiap-siap setelah kembalinya Abu Sufyan ke
Makkah, persiapan yang dilakukan Rasulullah kali ini berlaku bagi semua
tingkatan dan semua penduduk Madinah tidak terkecuali orang-orang Islam
dari berbagai kabilah, yang di antaranya kabilah Ghatfan, Bani Salim, dan
Fazrah.23
Rasulullah Saw beserta orang-orang Islam keluar dari Madinah pada
tanggal 10 Ramadhan tahun 8 H/630M berangkat bersama 10 ribu prajurit
menuju Makkah. Setibanya di Juhfah24
Rasulullah saw bertemu pamannya al-
Abbas, yang hendak keluar untuk berhijrah. Saat Rasulullah Saw tiba dan
berhenti di lembah Zahran, Abu Sufyan datang, lalu Abbas menemuinya dan
membawanya ke hadapan Rasulullah Saw, hingga saat itulah Abu Sufyan
menyatakan keislamannya. Lalu Abu Sufyan kembali ke Makkah untuk
22
Ibid, hal: 273
23Ibid, hal:274
24Juhfah merupakan sebuah tempat yang dekat dengan daerah yang bernama Rabigh,
antara Makkah dan Madinah. (Lihat buku, Qasim A. Ibrahim, hal.82)
memperingatkan penduduknya perihal kedatangan pasukan muslim yang
banyak.25
Lalu Abu Sufyan mencegah pasukan kaum Quraisy melawan, untuk
menghindari pertumpahan darah antara kaum Quraisy dan kaum muslim,
inilah kebijakan politik yang diambil Rasulullah Saw. Abu Sufyan berkata,
“wahai kaum Quraisy, Muhammad telah datang kepada kalian dengan
kekuatan yang tidak bisa dilawan.” Lalu ia berkata, “Barangsiapa masuk ke
rumah Abu Sufyan, maka ia telah aman, barangsiapa masuk ke masjid maka ia
aman, barangsiapa yang telah masuk ke rumahnya, maka ia telah aman.”
Demikianlah sikap Abu Sufyan yang akhirnya menjadi pembela Rasulullah
Saw memasuki kota Makkah dan membuka jalan baginya.26
Nabi Saw membagi pasukan Islam menjadi empat bagian, serta
Rasulullah Saw berpesan supaya mereka tidak menggunakan senjata, kecuali
mereka diserang terlebih dahulu. Masing-masing di bawah pimpinan.
Pertama, Khalid Ibn Walid, kelompok ini mendapat tugas memasuki Makkah
dari arah selatan. Kedua, Az-Zubair bin Al-Awwam, masuk Makkah dari
Kada‟ utara Makkah. Ketiga, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, kelompok ini terdiri
dari pasukan infantri27
. Keempat, Sa‟ad bin Mu‟adz, kelompok ini yang terdiri
dari kaum Anshar yang berjalan mendampingi Rasulullah Saw.28
Pasukan muslim berhasil menaklukan Makkah tanpa peperangan,
hanya ada sedikit insiden dengan sebagian penduduk Makkah yang
menghalang-halangi Khalid Ibn Walid. Saat itu Khalid Ibn Walid berhasil
membunuh sekitar 13 orang dari mereka, sementara sisanya berhasil
melarikan diri.29
Sementara itu Rasulullah Saw memasuki kota Makkah dari
25
Qasim A. Ibrahim, Op.cit. hal: 83
26
Manshur Abdul Hakim, Op.cit, hal: 283 27
Infantri merupakan pasukan darat utama yaitu pasukan yang berjalan kaki yang hanya
dilengkapi dengan persenjataan ringan, pasukan ini dilatih dan disiapkan untuk melaksanakan
pertempuran jarak dekat.
28Ibid, hal: 284
29 Qasim A. Ibrahim, Op.cit, hal: 83
arah Utara, beliau lantas memasuki Masjidil Haram dan kemudian thawaf
mengelilingi Ka‟bah diawali dari Hajar Aswad.
Sekitar tiga ratus enam puluh buah berhala, masing-masing adalah
milik kabiah-kabilah Arab dan dipasang di sekitar Ka‟bah dengan cara
diikatkan ke dinding Ka‟bah dengan timah. Lalu Rasulullah Saw membawa
sebatang tongkat, dan kemudian memukulkannya ke berhala-berhala itu
sampai roboh dan hancur.30
Setiap kali beliau memukulkan tongkatnya pada
berhala-berhala itu, beliau membaca ayat:
“Dan katakanlah, yang benar telah datang dan yang bathil telah
lenyap, sesungguhnya yang bathil itu pasti akan lenyap”.31
Dalam menghancurkan patung kenamaan yang bernama „Uzza,
Rasulullah Saw memerintahkan kepada Khalid Ibn Walid untuk merobohkan
patung utama tersebut, sehingga Khalid Ibn Walid berangkat ke Nakhlah
dengan tiga puluh orang-orang pilihan. Dengan mulut ternganga masyarakat
Quraisy hanya bisa menyaksikan Tuhan yang mereka takuti selama ini dipukul
hancur oleh Khalid Ibn Walid, sehingga Tuhan mereka Uzza tergeletak di
tanah tanpa daya.32
Setelah pasukan muslim membersihkan Ka‟bah dari berhala-berhala,
berbagai kotoran, dan najis, Rasulullah Saw bertanya kepada orang-orang
Quraisy, “Hai orang-orang Quraisy, menurut kalian tindakan apa yang
kuambil terhadap kalian?” Mereka menjawab, “Kebaikan, dan kami yakin
bahwa engkau pasti melakukan kebaikan. Engkau adalah saudara laki-laki
yang baik dan kemenakan yang baik, meskipun engkau berkuasa atas kami.”
Kemudian Rasulullah Saw berkata, “Pergilah kalian! Sekarang kalian bebas.”
Kemudian dibagikan tugas menyediakan air bagi jamaah haji sebagai
tanggung jawab Bani Abdul Muthalib, dan Abbas bin Abdul Muthalib. Lalu
30
Abdul Aziz as-Shinnawiy, Pembebasan Islam, (Bogor, Pustaka Thariqul Izzah, 2006)
hal: 21 31
Qur‟an Surat al-Isra, Ayat 81 32
Fazl Ahmad, Op.cit, hal: 40
Utsman bin Thalhah yang telah dipercaya Rasulullah Saw sebagai pemegang
kunci Ka‟bah. Sebagai mana beliau berkata, “Terimalah kunci ini, anak Abi
Thalhah, karena ini menjadi tugasmu selamanya. Tdak akan diambil tugas ini
darimu, kecuali oleh orang-orang yang melampaui batas.”33
Sesudah jatuhnya Makkah, Nabi Saw mengutus beberapa wakilnya
untuk menyampaikan seruan-seruan Islam kepada suku-suku terdekat,
sehingga ekspedisi Khalid Ibn Walid berlanjut dalam perang Hunain 8 H/629
M. Di mana peristiwa ini dipicu kekhawatiran pada Bani Hauzan dan Tsaqif
yang meiliki kekuatan di daerah Hijaz yang akan menghalangi dakwah
Islam.34
Tugas tersebut berhasil dilaksanakan Khalid Ibn Walid dengan hasil
kemenangan, hingga kemudian sampai pada perjalanan terakhir jihad Khalid
Ibn Walid bersama Rasulullah Saw ialah perang Tabuk 9 H/630 M. Peristiwa
ini terjadi di sebuah daerah yang dikenal dengan nama Tabuk, serta pasukan
dipimpin langsung oleh Rasulullah Saw.
Wilayah mana pun yang diambil alih oleh Rasulullah Saw beserta
pasukannya dengan tujuan supaya dapat memerintahkan orang untuk hidup
dalam damai dengan satu sama lain, dan para pengikutnya mematuhi itu.
Kaum muslimin masih terlibat dalam peperangan, tetapi bukan untuk melawan
satu sama lain melainkan mereka mengerahkan energy agresif mereka untuk
melawan ancaman luar yang terus-menerus membahayakan kelangsungan
hidup mereka.35
Pada tahun 10 H/631 M, Rasulullah Saw menyampaikan khutbahnya
yang terakhir, hingga tak lama setelah kembali ke Madinah, beliau jatuh sakit
panas lantaran demam. Tak lama setelah itu beliau wafat dengan kepala di
pangkuan istrinya Aisyah.36
Dengan demikian, selesainya pasukan sariyah
(Seperti yang kita ketahui bahwa Ghazwah adalah perang yang dipimpin oleh
Nabi Saw, sedangkan Sariyah adalah perang yang dipimpin oleh sahabat atas
33
Abdul Aziz as-Shinnawiy, Op.cit, hal: 24 34
Syaikh Mahmud Syakir, Op.cit, hal: 251
35Tamim Ansary, Dari puncak Baghdad Sejarah Dunia Versi Islam, Terj (Jakarta,
Zaman 2012) hal: 70
36Ibid, hal: 73
penunjukan Nabi Muhammad SAW.), maka selesailah tugas-tugas Khalid Ibn
Walid di masa Rasulullah Saw.
C. Ekspansi Khalid Ibn Walid Setelah Rasulullah Saw Wafat
Setelah melalui beberapa fase terhadap siapa pengganti posisi pemimpin
kaum muslimin ini akhirnya Abu Bakar ash-Shiddiq terpilih sebagai
kekhalifahan kaum muslimin pada tahun 11-13 H/632-634 M, setelah Rasulullah
Saw wafat. Tantangan utama yang dihadapinya terhadap pemerintahan Islam
yang baru ini adalah kemurtadan sebagian kabilah dari Islam di semenanjung
Arab secara terang-terangan, bahkan sebagian mereka berusaha untuk
memisahkan diri dari pemerintahan Islam dengan membangkang dan tidak mau
membayar zakat kepada kekhalifahan yang baru ini.37
1. Pasukan Khalid Ibn Walid Memerangi Nabi Palsu
Gerakan Riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang
menyatakan dirinya sebagai Nabi, guna menyaingi reputasi Nabi
Muhammad Saw. yaitu, pertama. Musailamah (wafat 11H/633M), kedua.
Thulaihah (wafat 11H/632M), ketiga. Aswad Al Insa (wafat 11H/632M).
satu persatunya berikhtiar meluaskan pengikutnya dan membelakangi
agama Islam.38
Ketika gerakan Riddat itu telah makin meluas di semenanjung
Arabia, kelompok-kelompok yang masih teguh keimanannya terpaksa
harus menyingkir dan bertahan bagi keselamatan dirinya pada daerah-
daerah pegunungan, menjelang datang bala bantuan dari Madinah.
Kemudian khalifah Abu Bakar membentuk sebelas pasukan dan
menyerahkan panji pasukan beserta wilayahnya kepada satu persatu
panglimanya. Khalid Ibn Walid sebagai salah satu panglima yang
ditugaskan menghadapi Thulaihah ibn Khuwailid.39
37
Manshur Abdul Hakim, Op.cit, hal: 389
38 Joesoef Sou‟yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta, Bulan Bintang. 1979)
hal: 42
39
Ibid, hal: 54
Namun khalifah Abu Bakar telah mengutus Addi bin Hatim
sebelum mengutus Khalid Ibn Walid beserta rombongannya. Khalifah
telah berpesan kepada Addi bin Hatim supaya berangkat menemui
kabilahnya Bani Thayyi, dan memerintahkan mereka supaya membaiat
Abu Bakar, sekaligus bertaubat dan kembali ke jalan Allah sebelum
pasukan Khalid Ibn Walid menyerangnya. Karena suku Thayyi sebagian
besar telah belot mengikuti Thulaihah, hanya sebagian kecil saja yang
masih teguh keimanannya terhadap Islam.40
Khalid Ibn Walid kemudian mengatur pasukannya untuk segera di
arahkan ke Bani Thayyi, lalu dengan mengendarai kudanya Addi bin
Hatim segera menemui Khalid Ibn Walid yang sedang dalam
perjalanannya untuk menyerbu ke Bazakha. Atas permintaan Addi,
Khalid Ibn Walid mengundurkan pasukannya selama tiga hari, dengan
harapan suku Thayyi ini berkat bujukan Addi bin Hatim mau kembali
menggabungkan diri dengan pasukan muslim.41
Tatkala tiga hari sudah berlalu, maka Addi bin Hatim datang
menemui Khalid Ibn Walid dengan membawa pasukannya sebanyak 500
pejuang dari Bani Thayyi yang sudah bertaubat dan kembali ke agama
Islam. Kemudian mereka menggabungkan diri ke dalam barisan Khalid
Ibn Walid. Tidak hanya itu, Addi bin Hatim juga berhasil membuat Bani
Jadilah kembali menjadi pribadi-pribadi muslim, sehingga dalam
kesempatan ini sekitar 1.000 pasukan berkuda dari Bani Jadilah
menggabungkan diri ke dalam barisan pasukan Islam di bawah pimpinan
Khalid Ibn Walid.42
Khalid Ibn Walid membawa sekitar sepuluh ribu pasukan untuk
memerangi Thulaihah ibn Khuwailid yang didukung oleh empat puluh
ribu prajurit. Semua pasukan berhasil menumpas gerakan murtad, perang
Khalid Ibn Walid ini dikenal dengan nama Bazzakhah. Thulaihah berhasil
40
Manshur Abdul Hakim, Op.cit, hal: 405
41Fazl Ahmad, Op.cit, hal: 48
42
Manshur Abdul Hakim, Op.cit, hal: 406
melarikan dari medan pertempuran ketika pasukannya sudah mulai
hancur, lalu ia bertobat dan gugur di Nahawand. Khalid Ibn Walid pada
saat itu berhasil membunuh 20 ribu orang murtad, sementara pasukan
muslim yang gugur sebanyak 1.200 orang yang 400 di antaranya kaum
Muhajirin dan Anshar yang hafal Al-Qur.an.43
Kemudian Khalid Ibn
Walid melanjutkan ekspedisinya ke Yamamah untuk memerangi
Musailamah al-Kadzdzab pada akhir tahun. Kedua pasukan bertemu,
sehingga Musailamah itu terbunuh.
Demikian beratnya perang melawan kaum murtad, hingga
membutuhkan sebelas batalyon. sehingga peperangan melawan kaum
murtad atau utamanya perang Yamamah ini panglima Khalid Ibn Walid
sampai menghabiskan Sembilan bilah pedang dalam sehari karena
patah.44
2. Penaklukan Khalid Ibn Walid Terhadap Negeri Irak dan Persia
Setelah Khalifah Abu Bakar telah tuntas memerangi orang-orang
murtad dan beberapa oknum yang mengaku dirinya sebagai Nabi, beliau
dengan segera menulis surat perintah kepada Khalid Ibn Walid untuk
meneruskan gerak pasukannya menuju Irak. Dengan sikap lunak terhadap
manusia dan mengajak mereka untuk menyembah Allah semata. Jika
mereka menolak, maka pasukan Khalid Ibn Walid berhak mengambil
jizyah dari mereka. Jika mereka menolak lagi, maka mereka harus
diperangi.
Pada tahun 12 H/633 M, Khalid Ibn Walid mulai bergerak menuju
Irak, yang pada waktu itu berada pada kekuasaan raja Persia. Dengan
jumlah sekitar 18.000 Khalid Ibn Walid ini mengarungi penaklukan-
penaklukannya tersebut.45
Khalid Ibn Walid bersama pasukannya terus
maju hingga sampai di Hirah. Di sana beliau diterima oleh pemimpin dan
43 Qasim A. Ibrahim, Op.cit, hal:106-107 44
Ibid, hal: 107
45Manshur Abdul Hakim, Op.cit, hal: 451
gubernur Hirah, yakni Iyas bin Qubaissah at-Ta‟i. Khalid meminta
mereka memilih satu di antara tiga pilihan, yaitu memeluk Islam,
membayar zakat, dan bertempur melawan pasukan muslimin. Namun
ternyata mereka memilih jizyah sebagai sebagai jalan keluarnya, lalu
beliau membuat perjanjian dengan mereka hingga mereka bersedia
membayar jizyah sebesar 90.000 dirham.46
Itu merupakan jizyah pertama
kali yang diambil dari Iraq.
Sebelumnya Abu Bakar telah mengutus Khalid Ibn Walid menuju
Basrah untuk memerangi Ublah, sebelum Khalid juga menaklukan
wilayah-wilayah Kisra yang berada di Irak, baik dengan cara damai
maupun peperangan. Tugas tersebut berhasil ditaklukan Khalid Ibn
Walid.47
Pada tahun itu pula Abu Bakar menunaikan ibadah haji.
Perjalanan jihad Khalid Ibn Walid dan penaklukan-penaklukannya
terhadap negeri Irak dan Persia memiliki peran penting dan berpengaruh
dalam peletakan batu pertama Negara Islam di negeri tersebut. Sehingga
muncul beberapa peperangan yang dilalui Khalid Ibn Walid ini dalam
menguasai negri Irak dan Persia, yang diantaranya ialah:
1) Perang Zat-al-salasil
Merasa terhina panglima Hurmuz atas perutusan Khalid Ibn
Walid yang mengirimkan surat kepada Hurmuz, yang berbunyi:
“Masuklah Islam, maka kalian akan medapatkan keselamatan.
Atau buatlah kesepakatan bagi diri kalian dan masyarakat kalian
untuk membayar jizyah(pajak diri). Jikalau tidak, maka jangan
siapapun sesali kecuai diri anda sendiri bila aku datang bersama
dengan orang-orang yang mencintai kematian, persis
sebagaimana cintanya kalian kepada hidup.”
Maka tibalah pasukan yang saling berhadapan dan terlibat
dalam pertempuran, Khalid bersama pasukannya yang berjumlah
18.000 pasukan, hingga pasukan Persia itu porak poranda dengan
korban demikian besarnya. Panglima Hurmuz sendiri tewas di
tangan Khalid Ibn Walid, sebagian pasukan sempat melarikan diri
46
Abdul Aziz as-Shinnawiy, Pembebasan Islam, (Bogor, Pustaka Thariqul Izzah, 2006)
Terj. hal: 27 47
Imam As-Suyuthi, Tarikh Al-Khulafa, (Jakarta, Mizan Publika. 2010) Terj, hal: 82
dan sebagian lagi sempat ditawan.48
Pertempuran tersebut
merupakan pertempuran pertama antara pasukan Islam Khalid Ibn
Walid dengan imperium Parsia.
2) Perang Alais (Sungai Darah)
Bermula ketika Khalid Ibn Walid telah membunuh banyak
orang Nasrani dari kalangan Bani Bakr, karena mereka banyak
membantu pasukan Persia. Lalu raja Ardasyair telah
memerintahkan pasukannya menuju Alais, di mana banyak orang
Persia dan Arab Nasrani yang berkumpul untuk menyerang
pasukan Muslim. Ketika Khalid Ibn Walid telah mengetahui
perihal mobilisasi pasukan, ia segera bersiap dengan pasukannya
menuju kota Alais, sesampainya Khalid Ibn Walid di kota Alais,
Khalid langsung menemui mereka hingga menebas leher Malik bin
Qais.49
Terjadilah pertarungan sengit antara orang Persia dengan
pasukan Khalid Ibn Walid, hingga sampai di tengah
pertarungannya Khalid Ibn Walid memanjatkan doa kepada Allah
Swt agar di berikannya kemenangan bagai darah yang mengalir,
terkabulah doa Khalid persis sebagaimana yang diinginkan, hingga
terjadilah pembantaian oleh algojo-algojo yang diperintah Khalid
Ibn Walid untuk menebas kepala mereka hingga terjadilah darah
mereka yang mengalir di sungai.50
Penaklukan pertama pasukan Muslimin yang menentukan
atas Persia51
menghabiskan waktu sekitar satu dekade, pasukan
48
Jousoef Sou‟yb, Op.cit, hal: 89-90 49
Abdul Aziz as-Shinnawy, Op.cit, hal: 33-34 50
Ibid, hal: 35 51
Orang-orang Persia adalah bangsa Aria, bukan Semit. Mereka telah menikmati
eksistensi mereka sebagai bangsa yang berdiri sendiri selama berabad-abad, dan mewakili sebuah
kekuatan militer yang terorganisir dengan baik, disamping itu juga pernah berperang dengan
orang-orang Romawi selama lebih dari 400 tahun. Persia juga banyak berperan dalam gerakan
Qaramitah yang selama bertahun-tahun berhasil mengguncang fondasi kekhalifahan, ia juga terkait
erat dengan perkembangan sekte Syiah dan munculnya Dinasti Fatimiyah yang menguasai Mesir
selama lebih dari dua abad. (Lihat buku, Philip K. Hitti, hal 198)
Islam menghadapi perlawanan yang jauh lebih sengit. Dalam
pertempuran itu, sekitar 35.000 hingga 40.000 orang Arab,
termasuk wanita, anak-anak dan budak, ikut terlibat dalam
penaklukan Persia.52
Di antara ungkapannya Khalid Ibn Walid yang agung adalah,
tidaklah sebuah malam di mana aku bersama seorang pengantin yang aku
cintai lebih aku sukai dari sebuah malam yang dingin lagi bersalju dalam
sebuah pasukan bersama kaum muhajirin guna menyerang musuh.
Ungkapannya yang populer juga dalam sebuah surat Khalid Ibn Walid
kepada kaisar Persia yang mengatakan: Sungguh aku telah telah datang
kepada kalian dengan pasukan yang lebih mencintai kematian
sebagaimana orang-orang Persia menyenangi minum khamar.
Itulah sebagian kecil peperangan yang dilalui Khalid Ibn Walid
dalam jihadnya membuka negri Irak dan Persia, Khalid Ibn Walid
melakukan usaha-usaha yang besar dalam perangnya terhadap Persia. Ia
tidak hanya memasrahkan urusan kepada Allah tanpa menjalani usaha-
usaha, namun ia pasrah kepada Allah Swt yang kemudian Allah
memberikan pertolongan kepadanya untuk menjalani usaha-usahanya.
Dengan cara itu sehingga ia menjadi pemenang dalam perang-perangnya
hingga terwujudlah sabda Rasulullah Saw bahwa ia adalah „Pedang Allah
yang Terhunus‟.53
52Philip K. Hitti, History Of The Arabs, Terj (Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2013) hal:
197-198 53 Fazl Ahmad, Op.cit, hal: 52