bab iii penerapan kebijakan penyerahan wajib padi di
TRANSCRIPT
38
BAB III
PENERAPAN KEBIJAKAN PENYERAHAN WAJIB PADI DI
TEMANGGUNG MASA PENDUDUKAN JEPANG
A. Kebijakan Ekonomi Jepang di Indonesia
Masa pendudukan Jepang merupakan suatu periode penting dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pada masa ini terjadi perubahan yang
mendasar pada sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Di antara sekian
banyak perubahan sosial yang dialami masyarakat Jawa selama masa pendudukan
Jepang, yang sangat menonjol adalah perubahan yang terjadi di desa. Organisasi
pedesaan langsung dihubungkan keluar dalam pengertian politik, ekonomi dan
spiritual. Dengan memperkenalkan lembaga sosial serta politik yang baru seperti
koperasi (kumiai) dan rukun tetangga (tonarigumi), maka struktur otoritas
tradisional di daerah pedesaan juga berubah. Kepala desa sebagai wakil
pemerintah penjajah diperlakukan sedikit baik.1
Kebijakan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas,
yaitu:
1. Menghapus pengaruh-pengaruh Barat di kalangan rakyat Indonesia
1 Akira Nagazumi, Pemberontakan Indonesia Pada Masa Pendudukan
Jepang (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hlm. 83-84
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
2. Memobilisasi rakyat Indonesia demi kepentingan kemenangan Jepang
dalam Perang Asia Timur Raya.2
Jepang segera mempolitisikan segala aspek yang ada di Indonesia. Politik
imperialisme Jepang di Indonesia berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam
dan manusia. Jepang melakukan eksploitasi sampai tingkat pedesaan. Melalui
berbagai cara Jepang menguras kekayaan alam dan tenaga rakyat melalui janji-
janji maupun kekerasan. Dalam pengaturan ekonomi, Pemerintah Jepang
memberlakukan beberapa hal, sebagai berikut :
1. Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang, oleh sebab itu
maka seluruh potensi sumer daya alam dan bahan mentah digunakan untuk
industri yang mendukung kepentingan perang. Jepang menyita seluruh
hasil pertanian, perkebunan, pabrik, bank dan semua perusahaan pentin
2. Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan
sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan
pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian
harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan
perkebunan teh, kopi, karet, tebu, gula, tanaman jarak, kapas dan sekaligus
memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau karena
tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang.
3. Menerapkan ekonomi perang dengan sistem autarki atau memenuhi
kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang.
2 Cahyo Budi Utomo, Dinamika Pergerakan Bangsa Indonesia dari
Kebangkitan Hingga Kemerdekaan (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995), hlm.
180.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
4. Mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan secara besar-besaran
melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian) serta
instansi resmi pemerintah.
5. Pemaksaan untuk menanam tanaman jarak, kapas dan padi dengan bibit
yang telah disediakan Jepang berikut dengan tata cara penanamannya.
Hasil panen yang diproleh diwajibkan untuk disetorkan kepada Pemerintah
Jepang.3
Saat pendudukan Jepang berlangsung Jawa ditetapkan sebagai pemasok
beras untuk pulau-pulau di luar Jawa serta untuk kebutuhan peperangan di Pasifik
Selatan. Jepang begitu memprioritaskan pulau Jawa untuk memenuhi
kebutuhannya akan beras. Semua kemampuan di bidang ekonomi dipusatkan
untuk menunjang kepentingan perang, tindakan keras dalam melaksanakan sistem
ekonomi itu meningkat setiap tahun. Di daerah Temanggung pemerintah Jepang
telah mengerahkan tenaga petani untuk kepentingan perang. Di samping itu
Jepang juga menerapkan politik ekonomi perang, segala upaya dipusatkan untuk
kepentingan perang. Dalam rangka politik ekonominya, tujuan pemerintah Jepang
adalah untuk mengeruk kekayaan dan menjadikan daerah yang diduduki sebagai
gudang beras di daerah selatan.
Jawa yang masyarakatnya sebagai penghasil beras terbesar yaitu sekitar
8,5 juta ton beras per tahun dianggap daerah yang paling strategis untuk
menyuplai kebutuhan makanan bagi militer Jepang. Beras sendiri merupakan
3 Hendri F. Isnaeni, dan Apid, Romusha: Sejarah Yang Terlupakan
(Yogyakarta: Ombak, 2008), hlm. 37-38.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
bahan makanan utama seluruh penduduk Jawa, selain makanan tambahan seperti
palawija. Pada tahun 1930-an, konsumsi tahunan per kapita di Jawa hanya sekitar
84 kilogram atau 230 gram per hari, namun setiap orang Jawa ingin makan
sekucupnya yaitu sebanyak 146 kilogram per tahun atau sekitar 440 gram per hari.
Keterbatasan lahan dan banyaknya jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan
dasar seperti makan tidak dapat terpenuhi secara maksimal.4
Pedesaan di Jawa dengan tanahnya yang subur dan penduduknya yang
banyak, dianggap memiliki poteni ekonomi yang luar biasa besar. Berbagai
tuntutan-tuntutan berat dibebankan kepada penduduk Jawa oleh pasukan militer
Jepang. Tidak hanya untuk mendukung pasukan setempat, namun juga untuk
mendukung operasi-operasi militer mereka lebih jauh. Kegiatan ekonomi di Jawa
diarahkan sedemikian rupa sehingga dapat melayani dan mencukupi upaya perang
Jepang.5
Masa pendudukan Belanda, kondisi pertanian di Jawa kurang baik karena
kurangnya perhatian pemerintah Belanda saat itu. Akibatnya hasil panen tidak
dapat maksimal sehingga produktivitas pangan di Jawa sangat rendah. Hal ini
disebabkan pemerintah Belanda tidak melalukan berbagai inovasi yang dapat
menunjang peningkatan pertanian. Kondisi demikian membuat pemerintah Jepang
ketika menduduki Jawa segera merombak dan menerapkan tata cara serta
kebijakan dalam pertanan demi mendapatkan hasil panen yang maksimal. Di
4 Sri Agus, et.al., Krisis dan Respons: Studi Tentang Respons Petani
Dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Dilihat Dari Perspektif Sejarah (Surakarta:
Lembaga Penelitian Universitas Sebelas Maret, 2008), hlm. 24-25. 5 Aiko Kurosawa, Mobilisasi dan Kontrol Studi tentang Perubahan
Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945 (Jakarta: Grasindo, 1993), hlm. 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
samping itu pemerintah Jepang juga terus menyebarluaskan slogan
“Melipatgandakan Hasil” melalui media-media propagandanya seperti surat
kabar, brosur, film, dan lain-lain.
Tabel 2
Hasil Padi di Jawa tahun 1930-an
Tahun Padi Basah Padi Kering Total
1930 6.725.600 579.900 7.305.500
1931 6.428.600 532.000 7.014.600
1932 6.884.400 543.300 7.427.700
1933 7.007.400 525.300 7.532.700
1934 6.623.700 462.200 7.085.900
1935 7.225.800 452.700 7.678.500
1936 7.476.100 509.300 7.985.400
1937 7.447.000 441.900 7.888.900
1938 7.866.100 477.100 8.343.200
1939 7.914.800 445.800 8.360.600
Sumber: Aiko Kurosawa, Mobilisasi dan Kontrol Studi tentang Perubahan
Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945 (Jakarta: Grasindo, 1993),
hlm.5.
Jepang dalam upayanya untuk meningkatkan produksi pertanian di Jawa,
mulai mengeluarkan program yang disebut dengan Kinkyu Shokuryo Taisaku atau
Tindakan Mendesak Mengenai Bahan Makanan pada bulan November 1943.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Dalam program ini pemerintah Jepang menerapkan beberapa kebijakan dalam
pertanian seperti:
1. Pengenalan bibit padi baru
2. Inovasi teknik-teknik penanaman
3. Perluasan area persawahan
4. Pelatihan dan propaganda pertanian6
Padi yang ditanam di Jawa adalah padi sejenis yang bernama Oryza
sativa L. Yang terbagi menjadi dua yaitu padi cere (padi tak berambut) dan padi
bulu (padi berambut). Menurut cepat lambatnya kematangan padi terbagi dalam
ketiga tahap yaitu tahap genjah, tahap tengahan, tahap dalam. Tahap genjah dalam
menuju ke kematangan padi membutuhkan waktu sekitar 130-145 hari. Tahap
tengahan memerlukan waktu sekitar 145-160 hari dan tahap dalam berlangsung
sekitar 161-175 hari atau lebih.7
Padi cere memiliki ciri-ciri batangnya kecil, anakannya banyak, daun
panjang dan kecil, mudah rontok dan rebah, biji tidak berekor dan tidak mudah
dipengaruhi oleh keadaan buruk. Padi bulu memiliki ciri-ciri berlawanan dengan
padi cere, yaitu batang besar, anakan sedikit, daun lebar dan keras, tidak mudah
rontok dan tidak mudah rebah, biji berekor, dan sangat mudah dipengaruhi oleh
keadaan buruk.8
6 Ibid., hlm.7
7 Djawa Baroe, “Penanaman Padi (3)” edisi 1 Maret 2604 hlm. 10
8 Bahrinsamad Soemartono dan R. Hardjono, Bercocok Tanam Padi
(Jakarta: Yasaguna, 1990), hlm. 26.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Sebagian besar penduduk di Jawa lebih memilih menanam padi bulu
karena dianggap rasanya lebih enak dan bermutu lebih bagus, oleh sebab itu pula
harga padi bulu lebih mahal. Namun kelemahan padi bulu adalah kurang tahan
terhadap musim kering dan kurang bisa tumbuh di tanah yang kurang subur.
Berbeda dengan padi cere yang lebih tangguh di segala kondisi dan medan. Jika
dibandingkan dengan padi cere dalam produktivitas per hektar, padi bulu tidak
dapat menghasilkan panen yang lebih tinggi dari padi cere.
Tergiur dengan melihat produktivitas padi cere yang cukup besar,
membuat pemerintah militer Jepang lebih merekomendasikan padi cere untuk
diutamakan dalam kebijakan penanaman padi walaupun rasanya tidak begitu
enak. Namun bukan rasa yang diutamakan pemerintah Jepang melainkan hasil
yang maksimal. Rakyat dalam memperoleh bibit tersebut, pemerintah Jepang
dengan bantuan Pangreh Praja membuat sebuah gudang bibit yang disebut dengan
lumbung bibit. Lumbung bibit terdapat di setiap ken di Jawa.9
Tahap selanjutnya dalam penanaman padi setelah penetapan jenis bibit
adalah proses persemaian. Dalam proses ini, jumlah bibit yang disebar di lahan
adalah sekitar 15 kwintal di luas lahan 1/10 dari luasnya lahan sawah. Waktu padi
dalam persemaian untuk padi jenis cere berlangsung kurang lebih 25-30 hari.
Sedangkan padi jenis horai membutuhkan waktu sekitar 15-20 hari. Padi jenis
horai merupakan padi bibit baru yang didatangkan dari negara Taiwan dan
diperkenalkan oleh pemerintah Jepang kepada rakyat Jawa. Karesidenan Cirebon
9 R.P. Soeroso, “Menambah Banjaknja Hasil Boemi”, Asia Raya edisi 29
April 2603 (1943), hlm 17.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dan Kedu adalah wilayah yang ditunjuk sebagai lahan percobaan bagi padi jenis
horai.10
Tempat persemaian haruslah tempat yang mudah untuk mendapatkan air
dan yang mudah pula untuk mengalirkan air serta harus cukup mendapatkan sinar
matahari dan sirkulasi udara yang baik.
Pupuk yang diberikan pada bibit padi ialah pupuk kompos dan pupuk
hijau. Pupuk dicampurkan ke dalam tanah saat 5-7 hari sebelum penanaman padi.
Untuk padi jenis horai, semakin banyak pupuk yang diberikan maka semakin
banyak pula panen yang dihasilkan. Tahap berikutnya yaitu cara menanam.
Jepang mensosialisasikan cara penanaman padi yang baru. Penanaman harus
secara dangkal dengan dalam 3 cm. Menanam harus menurut jarak tertentu dan
jarak tersebut kira-kira 25x25 cm. Penanaman menurut jarak tertentu ini harus
dilakukan karena dengan cara ini maka akan memudahkan dalam proses
penyiangan.11
Pengairan dalam penanaman padi harus diperhatikan dengan teliti. Baik
dan buruknya pengairan akan sangat menentukan kualitas dari padi yang
dihasilkan. Dalamnya air pengairan kurang lebih 3 cm. Kemudian dalamnya air
tersebut harus ditambah menjadi 5 atau 6 cm. Ketika masa percabangan tangkai
harus diperhatikan airnya agar tanaman tidak kekeringan.
Proses penyiangan juga merupakan tahap yang sangat penting dalam
pemeliharaan tanaman padi. Manfaat dari penyiangan adalah dapat mempercepat
tumbuhnya padi dan memudahkan tangkai untuk bercabang. Penyiangan
10
Aiko Kurosawa., op.cit., hlm. 8. 11
Djawa Baroe., “Penanaman Padi (3)” edisi 1 Maret 2604 hlm. 10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dilakukan dengan 3 tahap, yaitu penyiangan pertama kali dilakukan 10-14 hari
setelah padi ditanam. Penyiangan kedua dan ketiga bisa disusul setelah
dilakukannya penyiangan pertama. Agar penyiangan tersebut mudah untuk
dilakukan, maka dianjurkan penanaman dengan jarak yang benar. Dalam masa-
masa pertumbuhan padi, tanaman harus dalam kondisi yang baik. Tidak dapat
dihindari bahwa padi yang sedang tumbuh juga dapat terkena penyakit dan hama.
Penyakit yang sering mengganggu tanaman padi yaitu penyakit mentek. Jika padi
terkena penyakit ini maka pertumbuhan padi menjadi terhenti karena batang
menjadi kerdil, ruasnya menjadi pendek dan bagian akar menjadi hitam.
Cara yang digunakan untuk mencegah penyakit mentek ini adalah dengan
di beri bermacam-macam pupuk, seperti pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk
kompos serta tanah harus selalu digemburkan dan rutin dilakukan penyiangan.
Selain penyakit mentek, ada juga hama kupu-kupu dan hama tikus. Kerugian yang
ditimbulakan hama-hama tersebut sangat banyak, terutama hama tikus. Petani
harus membuat perangkap-perangkap untuk mencegah semakin banyaknya hama
tikus. Adanya gangguan-gangguan dalam penanaman padi maka diharapkan para
petani mampu menjaga kualitas padinya agar dalam produktifitasnya
menghasilkan padi yang bermutu baik.
Panen padi dilakukan ketika pada setiap butir padi mulai menguning.
Tiga hari setelah panen sebaiknya padi dijemur dan dibalik-balikan di bawah sinar
matahari. Setelah itu padi yang sudah kering disimpan di tempat yang kering juga.
Dengan adanya beberapa cara untuk pemeliharan padi yang dikeluarkan
Pemerintah Jepang, diharapkan para petani Jawa mampu melaksanakannya agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
menghasilkan panenan yang berlimpah dan slogan “Melipatgandakan Hasil” dapat
terwujud dalam memenuhi kebutuhan perang Jepang.12
Dalam mendukung pelipatgandaan hasil, Kinkyu Shokuryo Taisaku
memberikan pemahaman kepada petani Jawa dalam inovasi teknik-teknik
penanaman padi. Sebelum Jawa diduduki Jepang, petani Jawa menanam padi
secara acak dan tidak teratur. Hal ini menyebabkan produktivitas padi di Jawa
sangat rendah. Melihat kondisi ini pemerintah Jepang memperkenalkan cara baru
dalam penanaman padi, yaitu dengan cara larikan atau menanam padi pada satu
garis lurus dengan jarak tertentu di antara padi.13
Pemerintah Jepang melarang beberapa hal dalam menerapkan inovasi
teknik-teknik dalam pertanian tersebut, seperti petani tidak boleh menanam bibit
padi lebih dari kedalaman 2 cm dan dalam tempo 20-25 hari bibit-bibit padi sudah
harus dipindahkan. Petani tidak diperbolehkan untuk mempraktekkan sistem
tumpangsari atau kegiatan menanam lebih dari 2 tanaman padi secara bersamaan.
Menurut pemerintah Jepang, menanam dengan sistem tumpangsari merupakan
cara yang tidak efektif dan tidak efisien untuk mendapatkan produksi yang
banyak.
Inovasi berikutnya yang dilakukan Jepang dalam bidang pertanian adalah
memperkenalkan ganzume semacam alat penggaruk untuk proses penyiangan.
Pemerintah Jepang juga mempopulerkan pupuk alam sebgai alternatif, karena
sulitnya mendapatkan pupuk kimia semasa perang. Pupuk alam yang
12
Djawa Baroe, “Penanaman Padi (4)” edisi No. 6 Tahun 2604 hlm. 10 13
Lihat lampiran 20, hlm. 113.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
diperintahkan pemerintah militer Jepang yaitu pupuk kompos. Petani dianjurkan
untuk membuat pupuk kompos sendiri dengan cara mengumpulkan dedaunan, sisa
makanan, kotoran ternak, dan sampah lain kemudian ditimbun sedalam satu meter
bersamaan dengan tanah.14
Areal sawah dan lahan merupakan faktor yang sangat vital di bidang
pertanian. Pemerintah Jepang di Indonesia mengumumkan diadakannya perluasan
wilayah tanam dalam meningkatkan produktivitas padi per hektar. Perluasan lahan
sawah dilakukan dengan membuka tanah-tanah yang belum diusahakan dan
memanfaatkan tanah dengan sebaik-baiknya. Penambahan area lahan pertanian
dilakukan dengan cara pembabatan hutan. Jepang benar-benar menggunakan
kesempatan dan peluang dalam memanfaatkan lahan di Jawa untuk kepentingan
pertaniannya. Pemerintah militer Jepang secara aktif mendorong pembabatan
hutan ini secara besar-besaran dengan mengundang petani tak bertanah untuk
datang ke hutan yang akan di babat di kabupaten-kabupaten di Jawa. Umumnya
pembabatan hutan tersebut memanfaatkan tanah partikelir peninggalan jaman
Belanda yang ditinggalkan pemiliknya.15
Program Kinkyu Shokuryo Taisaku yang keempat yaitu pelatihan yang
ditujukan kepada pejabat dan insinyur pertanian pribumi. Diharapkan setelah
mendapatkan pelatihan dan pendidikan tersebut para pejabat dan insinyur
pertanian pribumi mampu untuk menyebarkan gagasan-gagasan baru pemerintah
Jepang kepada para petani. Gunseikanbu (Pemerintah Militer Pusat) mengadakan
14
Aiko Kurosawa, op. cit., hlm 10. 15
Ibid., hlm 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
kursus pertama bagi para peserta didik tingkat nasional dilaksanakan selama 10
hari mulai dari tanggal 19-28 Agustus 1943 di Bogor yang dihadiri oleh kurang
lebih 40 wakil pegawai pertanian dari tiap-tiap syu dan kochi di Jawa.16
Berikut adalah daftar macam-macam pelajaran yang diajarkan selama
kursus pada bulan Agustus 1943:
a. Kewajiban pegawai, keadaan serta maksud dan tujuan pertanian di Jawa
pada masa peperangan.
b. Alat kelengkapan untuk anjuran menambah hasil tanaman yang penting.
c. Menambah hasil tanaman untuk persediaan makanan.
d. Menambah hasil tanaman perkebunan.
e. Mencegah bahaya penyakit tanaman.
f. Memperbaiki cara memupuk.
g. Menambah hasil tanaman yang berserat.
h. Pengairan pertanian.
i. Menganjurkan peternakan.
j. Mengurus persediaan makanan.
k. Praktek perkebunan.17
Pemerintah militer Jepang juga memasukkan pelajaran pertanian ke
sekolah-sekolah pertama, menengah, dan lanjutan bagi pemuda-pemuda di tingkat
ku atau aza. Untuk mempercepat tujuan dalam menambah hasil pertanian, para
pemuda diberika pengajaran pertanian yang nyata dan praktis. Selain
16
Kan Poo, No.25 Bulan 8 Tahun 2603 (1943), hlm.7 17
Ibid., hlm.7-8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
memasukkan ilmu pertanian ke dalam pelajaran sekolah, ilmu hewan dan ilmu
kerajian turut pula diikutsertakan. Tenaga pengajar diambil dari orang-orang tani
yang mengerti dengan baik masalah pertanian.18
B. Penyerahan Wajib Padi
Dalam menjalankan kebijakan, pemerintah Jepang berpegang pada tiga
prinsip utama, yaitu:
1. Mengusahakan agar mendapat dukungan rakyat untuk memenangkan
perang dan mempertahankan ketertiban umum.
2. Memanfaatkan sebanyak mungkin struktur pemerintahan yang suda ada.
3. Meletakkan dasar agar wilayah yang bersangkutan dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri bagi wilayah selatan.19
Usaha Jepang dalam upaya memenangkan perang Asia Timur Raya,
pemerintah Jepang telah menempuh banyak cara untuk mencapai tujuan tesebut.
Hal ini terlihat pemerintah Jepang memberlakukan politik beras Jepang. Politik
beras merupakan suatu gerakan penyerahan padi secara paksa yang ditujukan
untuk para petani yang memiliki sawah. Politik beras ini terjadi hampir merata di
setiap pedesaan di Jawa. Wajib serah padi diawali secara resmi dengan
dikeluarkannya dekrit di setiap karesidenan dan masing-masing karesidenan
18
Indonesia Merdeka, “Usaha Meninggikan Derajat Petani” No.5 edisi
25 Juni 2605, hlm. 33-34. 19
AB Lapian dan JR Chaniago, Di Bawah Pendudukan Jepang: Kisah
Empat Puluh Dua Orang yang Mengalaminya (Jakarta: Arsip Nasional Republik
Indonesia), hlm.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
memiliki otonomi sendiri yaitu diizinkan untuk menerapkan dekrit tersebut sesuai
kehendaknya sendiri.
Bulan Agustus 1942, Gunseikanbu mulai mengambil langkah pertama
dalam melakukan pemungutan bahan makanan secara sistematis. Dasar-dasar dari
pemerintah Jepang tersebut adalah:
1. Padi di bawah pengawasan negara dan hanya pemerintah saja yang
diizinkan melakukan seluruh proses pungutan dan penyaluran padi, untuk
itu maka didirikan suatu badan pengelola pangan yang dinamakan
Shokuryo Kanri Zimusyo (SKZ) yang merupakan Kantor Pengelolaan
Pangan.
2. Para petani harus menjual hasil produksi mereka kepada pemerintah
sebanyak kuota yang telah ditentutan dengan harga yang telah ditentukan
pula. Petani juga diharuskan menggiling padinya sesuai dengan
penggilingan yang telah ditunjuk oleh permintaan desa dan tidak diizinkan
untuk menjual padinya kepada para tengkulak.
3. Harga gabah dan beras ditetapkan oleh pemerintah.20
Sejak peresmian SKZ, pembelian beras dilakukan secara terstruktur
dengan persediaan dana sebesar ƒ 30.000.000 dari Gunseikanbu untuk pembelian
beras dalam skala besar. Jumlah padi yang dibeli oleh penggilingan beras di
20
Akira Nagazumi, Pemberontakan Indonesia Pada Masa Pendudukan
Jepang (Jakarta: Yayasan Obor, 1988), hlm. 87.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
daerah karesidenan Kedu untuk pemerintah sebesar 8.302 ton, sedangkan beras
yang untuk konsumsi sendiri sebanyak 11.220 ton.21
Bersamaan dengan pecahnya Perang Pasifik, maka persediaan beras yang
dimiliki balatentara Jepang semakin menipis. Mulai pada bulan April 1943,
kebijakan pemerintah Jepnag pada penyerahan padi berubah. Penyerahan padi
disebut dengan Momi Kyoosyutu. Momi berarti padi dan Kyoosyutu yang berati
mengeluarkan sesuatu barang untuk kepentingan umum oleh kaum produksi.22
Pemerintah Jepang menerapkan kebijakan penyerahan padi bagi petani. Kebijakan
ini berjalan secara sistematis dan lebih tegas dari sebelumnya. Petani diwajibkan
menyerahkan hasil panen mereka dalam jumlah yang telah ditentukan kemudian
dibeli pemerintah dengan harga serendah-rendahnya bahkan kegiatan ini hampir
mirip dengan sebuah penyiataan.
Agar para petani memberikan respon cepat mengenai kebijakan ini maka
pemerintah Jepang membuat propaganda-propaganda yang dikemas dengan
bahasa sedemikian menarik sehingga petani tertarik untuk ikut serta dalam
kegiatan penyerahan padi. Melakukan Momi Kyoosyutu untuk petani agar
menyerahkan padinya yang jumlahnya ditetapkan oleh pemerintah untuk
mencapai kemenangan akhir. Selain menyebarkan propaganda melalui media
cetak, pemerintah Jepang juga mengerahkan para Pangreh Praja untuk membujuk
rakyat petaninya agar mendukung program Jepang tersebut.
21
Aiko Kurosawa, op.cit., hlm.72. 22
Djawa Baroe, “Marilah Kita Membantu Penyerahan Padi” No.7
tanggal 1 April 2605, hlm.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Upaya Jepang dalam memanipulasi seluruh kegiatan ekonomi di Jawa
selama perang, pada tingkat desa Jepang membentuk sebuah badan yang disebut
dengan kumiai. Kumiai merupakan mesin Jepang dalam mengendalikan ekonomi
pribumi, khususnya koperasi pertanian. Koperasi pertanian bentukan Jepang
tersebut terdapat di masing-masing karesidenan, bernama nogyo kumiai. Biasanya
dibentuk pada tingkat kecamatan dan soncho sebagai ketuanya. Di setiap son
terdapat cabang-cabang pada tingkat ku atau desa dengan kepala desa sebagai
penanggung jawabnya.23
C. Penyerahan Wajib Padi di Kabupaten Temanggung
Saat tentara militer Jepang menyerbu Jawa pada bulan Maret 1942, panen
padi musim penghujan baru akan dimulai. Mula-mula pemerintah pendudukan
begitu sibuk memulihkan ketertiban sehingga belum mengeluarkan kebijakan
dalam eksploitasi pangan. Mereka hanya melanjutkan kebijakan dari pemerintah
Belanda yang bersifat pasar bebas kecuali kontrol harga.24
Petani masih memiliki sedikit kebebasan untuk menyisihkan panen
mereka. Selama periode panen Maret-Juni yang merupakan puncak musim panen,
pembelian padi oleh penggilingan beras tidak berjalan lancar karena kredit dari
bank diberhentikan. Akibat dari hal ini adalah memburuknya keseimbangan antara
penawaran dan permintaan beras sehingga harganya pun jatuh. Pada tahun 1942,
harga tertinggi padi yang dijual oleh petani adalah ƒ 3,6 (3,6 rupiah) per kuintal.25
23
Aiko Kurosawa, op.cit., hlm 210. 24
Ibid., hlm. 70. 25
Ibid., hlm. 77.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Kebijakan ekonomi wajib serah padi yang diterapkan Jepang semakin
menyebar ke setiap pelosok daerah di Jawa. Pelaksanaan penyerahan padi di
Kabupaten Temanggung tidak berbeda dengan kabupaten lainnya di karesidenan
Kedu. Pemerintah Jepang mengijinkan adanya otonomi karesidenan yaitu masing-
masing karesidenan di Jawa untuk menentukan peraturan menurut kehendak
mereka sendiri. Pada umumnya kebijakan ekonomi yang dibuat pemerintah pusat
lebih terperinci pada tingkat karesidenan dan pengaturan sebagian besar organisasi
kegiatan ekonomi dikelola dan ditetapkan oleh masing-masing karesidenan.
Walaupun setiap karesidenan diberi wewenang untuk mengatur rumah
tangganya sendiri, namun segala keputusan harus sesuai dengan persetujuan
pemerintah militer Jepang. Khususnya dalam bidang perekonomian, Jepang
melakukan berbagai pengetatan di Temanggung Ken, salah satunya yang paling
signifikan yaitu menekan lajunya produksi tembakau. Meskipun tanaman
tembakau merupakan komoditas utama di Temanggung, namun pemerintah
Jepang tidak tertarik untuk membudidayakan tanaman tersebut karena tembakau
tidak berperan penting dalam jalannya perang.
Pemerintah Jepang mengharuskan kepada petani Temanggung agar
meminta ijin terlebih dahulu kepada guncho atau soncho setempat jika akan
menanam tembakau di sawah. Walaupun telah diijinkan namun tetap ada
pembatasan-pembatasan dalam penanaman bibit tembakau dan pengawasan ketat
dalam penjualannya. Hal tersebut bermaksud untuk menjaga produksi tembakau
agar tidak berlebihan. Pada tahun 1943, di Temanggung luas lahan tembakau
dikurangi menjadi 16.000 ha dari sebelumnya yang mencapai 26.000 ha. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
adanya pembatasan lahan bagi tanaman tembakau, secara langsung produksi
tembakau menurun dan perhatian rakyat Temanggung menjadi terfokus untuk
memprioritaskan produksi pangan terutama beras.26
1. Usaha Pemerintah Jepang Dalam Menunjang Produksi Padi
Proses penanaman padi dari perawatan bibit hingga panen padi mendapat
perhatian lebih dari pemerintah militer Jepang. Dalam meningkatkan hasil panen
yang akan didapat, Jepang memberikan metode-metode khusus bagi para petani.
Berbagai usaha dan upaya dilakukan pemerintah Jepang untuk meningkatkan
produksi padi di Temanggung demi kebutuhan perangnya. Tanah-tanah kosong
diperluas lagi untuk menambah lahan pertanian. Jepang juga memanfaatkan tanah
pekarangan rumah-rumah penduduk supaya ditanami tanaman pangan.
Bibit padi yang dibudidayakan di Kabupaten Temanggung sesuai dengan
bibit padi yang direkomendasikan oleh pemerintah Jepang. Padi jenis cere dan
padi bulu tetap menjadi yang utama untuk ditanam. Selain kedua jenis padi
tersebut pemerintah Jepang juga memperkenalkan bibit padi jenis baru, yaitu padi
horai. Padi ini berasal dari Taiwan yang termasuk varietas indica dan identik
dengan padi cere Jawa. Selain di Karesidenan Cirebon, Jepang juga memilih
Karesidenan Kedu dalam pembudidayaan padi horai. Bibitnya dibagi-bagikan
kepada petani secara gratis. Wilayah yang dipilih oleh penanaman padi baru ini
terletak di Kecamatan Pringsurat karena di sini terdapat banyak lahan yang masih
kosong. Lamanya penanaman bibit padi horai memakan waktu sekitar 25 hari,
26
Sinar Baroe edisi 31 Maret 1943, hlm. 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
lebih cepat dengan selisih 10-15 hari dari penanaman bibit padi di Jawa pada
umumnya. Setiap hektarnya dapat menghasilkan panenan sebesar 70 kwintal.27
Pihak Pangreh Praja seperti kencho pada waktu itu R.T. Singgih
Hadipoero dengan dibantu para guncho dan soncho serta para penyuluh Pertanian
yang berperan sebagai penyambung antara pemerintah Jepang dan rakyat
menghimbau agar dalam misi memperbanyak produksi beras maka harus
dilaksanakan dengan usaha memilih benih yang baik, memberinya pupuk yang
tepat dan menanam padi di sawah secara larikan. Selain itu terdapat pula faktor-
faktor tertentu yang harus memenuhi syarat seperti tanah, tenaga, modal dan
pengetahuan yang memadai.
Penyuluh pertanian yang bertugas di Temanggung merupakan orang
pribumi Temanggung yang dipimpin oleh Pemimpin Muda Badan Penyuluh
Pertanian dan dibantu oleh Pegawai Kantor Pertanian Temanggung.28
Para
petugas menyebar ke setiap son di Temanggung untuk memberikan penyuluhan
kepada petani terkait kebijakan-kebijakan pertanian dari Jepang. Penyuluhan
diadakan di pendopo-pendopo di setiap son agar petugas dan para petani dapat
terjun langsung untuk melihat kondisi sawah. Di Temanggung Son penyuluhan
berlangsung di Pendopo Temanggung depan Alun-alun.29
Pemerintah Jepang di Temanggung memberikan sokongan dana sebagai
modal guna memajukan pertanian di Temanggung untuk sistem irigasi, pembelian
27
Tjahaja edisi 19 Januari 1943, hlm. 2. 28
Pembangoen edisi 2 September 1943, hlm. 2. 29
Wawancara dengan Istikomah tanggal 9 November 2014.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
bibit, dan pengupahan pekerja sekaligus menambah hasil produksi. Daerah Kedu
Syu mendapatkan bantuan dana dari pemerintah total sebesar ƒ 8000 dan setiap
ken mendapat bagiannya masing-masing, berikut rinciannya:
Tabel 3
Dana Bantuan Pemerintah Jepang Kepada Pertanian Kedu Syu
Ken Dana
Temanggung ƒ 150,-
Wonosobo ƒ 150,-
Magelang ƒ 150,-
Kebumen ƒ 75,-
Purworejo ƒ 75,-
Sumber: Sinar Baroe edisi 31 Maret 1944, hlm. 3.
Penunjangan dalam infrastruktur pertanian, pemerintah Jepang begitu
memperhatikan perihal irigasi atau pengairan. Pada awalnya dengan memperbaiki
bendungan Nogo yang sempat rusak. Bendungan Nogo ini sebelumnya sudah
sejak tahun 1934 telah dapat mengairi 300 hektar sawah di daerah Walitelon dan
Sidorejo. Kemudian pemerintah Jepang menyokong dana sebesar ƒ 500,- untuk
pembuatan bendungan baru yang bernama Carikan. Setelah adanya pembangunan
bendungan tersebut, hasil pertanian menjadi bertambah 1½ kali lipat dari
biasanya.30
30
Pembangoen edisi 23 Juli 1943, hlm. 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Pembangunan pengairan juga terjadi di Temanggung wilayah selatan.
Saluran air tersebut dapat mengairi sawah seluas 1500 hektar dari daerah Kaloran
menuju Kandangan hingga Jumo. Menurut pemerintah Jepang, dengan
pembangunan irigasi di setiap daerah di Temanggung, maka panen dapat
dilakukan dua kali dalam setahun.31
Adanya saluran air sepanjang 75 meter dari
Kandangan menuju ke Kenitir juga sangat mempengaruhi keberlangsungan
pertanian Temanggung. Saluran air yang berasal dari air sungai Progo ini dapat
mengairi hampir 2800 hektar sawah.32
Menggiatkan adanya perluasan lahan juga merupakan salah satu upaya
pemerintah Jepang dalam menambah hasil pertanian di Temanggung. Tanah-tanah
peninggalan jaman Belanda yang kosong dan terbengkalai dibuka oleh tentara
Jepang untuk dimanfaatkan. Pembukaan lahan pertanian yang terjadi di
Kabupaten Temanggung terjadi di daerah Parakan. Lahan-lahan tersebut
dipergunakan oleh Pemerintah Jepang di Temanggung untuk ditanami padi. Tidak
hanya itu, pekarangan rumah-rumah warga yang kosong pun juga harus ditanami
tanaman-tanaman lain rekomendasi pemerintah Jepang yang bukan padi, seperti
jagung, singkong, ubi, dan tanaman jarak.33
Pemerintah militer menyediakan dana
sebesar ƒ 30,- setiap hektarnya untuk pembuatan sawah baru termasuk sistem
irigasinya di Temanggung Ken.34
31
Pembangoen edisi 7 September 1943, hlm. 4. 32
Tjahaja edisi 15 Februari 1943, hlm. 3. 33
Wawancara dengan Mundjiat tanggal 15 Agustus 2014. 34
Soeara Asia edisi 24 November 1943, hlm. 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Para petani dalam pengerjaaan lahan persawahan dibantu oleh pemuda-
pemuda Seinendan dan Keibodan. Biasanya penduduk yang memiliki tanah
memilih untuk mempekerjakan Seinendan dan Keibodan Temanggung yang
berasal dari desa Mardisari, Parakan. Hasil dari penjualan padi yang diperoleh
kemudian dibagi-bagi dengan ketentuan 5% untuk bibit, 10% untuk kas
Seinendan dan Keibodan, sisanya 85% dibagi rata untuk pajak, pemilik tanah dan
buruh lain yang ikut mengerjakan tanah.35
Pengetahuan yang ditujukan bagi petani-petani di Temanggung sangat
berguna agar rakyat dapat memahami dengan mudah hal-hal yang disampaikan
pemerintah Jepang berhubungan dengan pertanian. Pada tanggal 20 September
1943 di Temanggung diadakan pelatihan perihal pertanian yang bertempat di
Asrama Pingit. Pelatihan berlangsung selama satu minggu dengan guru dari
Kantor Pertanian, Oemar Sanoesi.36
Kursus-kursus tani juga telah dibuka mulai
awal September 1943 bagi para pemuda-pemuda Temanggung. Kursus diadakan
setiap hari Rabu jam 05.30 hingga 07.00 di Kantor Pertanian.37
Berbagai upaya telah disosialisasikan oleh pemerintah Jepang kepada
petani demi mendapatkan keuntungan yang melimpah dari hasil pertanian untuk
kepentingan perangnya. Hasil panen yang diperoleh setiap petani di Temanggung
Ken, pemerintah Jepang mewajibkan 35% dari panenan agar diserahkan untuk
dijual kepada pemerintah Jepang dengan harga yang telah ditetapkan. Pada
awalnya penyerahan padi berlangsung dengan teratur. Namun semakin lama
35
Pembangoen edisi 21 Agustus 1943, hlm. 3. 36
Sinar Matahari edisi 7 September 1943, hlm. 2. 37
Pembangoen edisi 2 September 1943, hlm. 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
praktek ini semakin menyengsarakan petani karena setiap kali panen petani
diwajibkan untuk menyerahkan hampir seluruh hasil panen yang ada ke
pemerintah Jepang, sehingga rakyat tidak mendapatkan hasil apapun dari
panenannya tersebut.38
2. Alur dan Pelaksanaan Penyerahan Wajib Padi
Pengurusan penyerahan padi yang berlaku di Temanggung Ken diawasi
oleh Keizabu Kedu dan syucookan Kedu, R.P. Soeroso. Dalam mengurusi proses
penyerahan padi Jepang memanfaatkan para Pangreh Praja seperti kencho
(bupati), guncho (wedana), soncho (asisten wedana/camat), dan kucho (kepala
desa/lurah).39
Pada saat panen berlangsung petani diwajibkan melapor kepada
kucho. Selanjutnya kucho akan mengirim orang-orangnya untuk mengawasi
jalannya panen dan proses penyerahan padi. Salah satu orang yang dikirim kucho
adalah kumicho yaitu ketua tonarigumi dan didampingi oleh kempetai. Dialah
yang bertanggung jawab atas segala keadaan penyerahan padi yang terjadi di
tonariguminya.
Petugas pertanian yang terdapat di Temanggung dengan jabatan tertinggi
sebagai seorang consulen pertanian bernama Murata. Murata bertanggung jawab
atas peningkatan produksi padi di Temanggung Ken. Hampir setiap hari
melakukan inspeksi ke seluruh lahan pertanian di daerah Temanggung. Jika ada
petani diketahui menanam dengan sistem tumpangsari atau menanam lebih dari
38
Wawancara dengan Mundjiat tanggal 7 Oktober 2014. 39
Julianto Ibrahim, Bandit dan Pejuang di Simpag Bengawan,
Kriminalitas dan Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta (Wonogiri: Bina Citra
Pustaka, 2004), hlm. 61.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
dua jenis tanaman pada satu lahan maka Murata memerintahkan petani yang
menanamnya untuk segera mencabuti tanaman tersebut dan diganti dengan
tanaman padi yang telah direkomendasikan pemerintah Jepang. Sangat tidak
diperkenankan jika ada lahan yang kosong, sesegera mungkin harus ditanami
tanaman pangan.40
Cara lain selain mendirikan gudang padi di setiap son untuk
mempermudah pengiriman padi dari rakyat ke pemerintah, kegiatan mengontrol
dan upaya menaikkan hasil produksi beras di Temanggung, Jepang membentuk
sebuah badan yang disebut BHK atau Beikoku Hambai Kumiai semacam koperasi.
Fungsi dari koperasi ini adalah untuk menampung beras yang berasal dari
masyarakat terutama karena adanya wajib setor beras, juga sebagai sarana
penyebar informasi berkaitan dengan kebijakan perekonomian Jepang. Segenap
anggota pengurus BHK cabang Temanggung diberikan wewenang untuk
mengurusi segala kegiatan di gudang beras baik penerimaan, penjualan, hingga
pembagian beras.
Setelah panen padi selesai, padi yang telah terkumpul dibawa ke tempat
lumbung padi yang terdapat di setiap son dan kemudian menjalani proses
penggilingan. Gudang penggilingan padi di Temanggung ada 2 tempat yaitu Hap
Hien di Pandean dan Gombol di Parakan.41
Padi yang telah digiling diangkut ke
lumbung padi pusat di Temanggung yang berada di daerah Tambi. Setelah itu
BHK membagi-bagikan sebuah kupon kepada setiap kepala keluarga. Kupon
40
Wawancara dengan Istikomah tanggal 12 Desember 2012. 41
Data diolah dari Djawa Baroe edisi 1 September 2603 (1943), hlm. 17
dan wawancara dengan Mundjiat tanggal 7 Oktober 2014.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
tersebut oleh masyarakat Temanggung dibawa ke gudang padi yang telah dipasoki
beras, untuk ditukarkan dengan 1 kilogram beras. Satu kupon hanya berlaku untuk
satu kilogram beras dan untuk satu keluarga saja.
Kupon tersebut diberikan oleh BHK kepada masyarakat Temanggung
dalam rentang waktu sekali dalam satu minggu.42
Sebelum adanya sistem kupon,
penduduk yang akan mendapatkan beras harus terlebih dulu antri selama 2 hingga
3 jam dan mereka yang berada di antrian belakang terkadang tidak mendapatkan
jatah beras karena sudah dihabiskan antrian depan. Dengan sistem kupon tersebut
pembagian beras kepada penduduk berlangsung baik dan adil.43
Sejak didirikannya Beikoku Hambai Kumiai di Temanggung, pada akhir
tahun 1943 BHK telah dapat membagikan beras sebanyak 2.340 kwintal beras,
termasuk beras ketan kepada 13.000 jiwa penduduk Temanggung. Pembagian
beras pertama dengan kupon di Temanggung Ken berlangsung mulai tanggal 10
September 1943 hingga 15 November 1943.44
Berikut merupakan bagan
mekanisme penyerahan padi di Kabupaten Temanggung.
42
Wawancara dengan Mundjiat tanggal 15 Agustus 2014 43
SinarMatahari (Djokjakarta), “Penjualan Beras Pada Rakyat” edisi 19
Oktober 1943, hlm. 2. 44
Pembangoen edisi 27 November 1943, hlm. 5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Bagan 4
Mekanisme Penyerahan Padi di Temanggung Ken
Sumber: Data diolah dari Aiko Kurosawa, op.,cit. hlm.75 dan hasil wawancara
dengan Mundjiat tanggal 15 Agustus 2014.
Shucookan
Penggilingan Padi BHK
(Beikoku Hambai
Kumiai)
Masyarakat
Distributor
(Gudang Padi)
Petani
Kucho
Soncho
Kencho
Kumicho/Kempetai
& Keibodan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Sebelum diterapkan kebijakan penyerahan padi dan sebelum didirikannya
Beikoku Hambai Kumiai, rakyat Temanggung masih dapat leluasa untuk membeli
segala kebutuhan-kebutuhan pokok di pasar, namun sejak dibentuk BHK tersebut
pada bulan Oktober 1943 pergerakan rakyat untuk berbelanja menjadi dibatasi.
Khusus padi dan beras sejak adanya BHK, tidak diedarkan lagi di pasar. Untuk
mendapatkan beras, rakyat harus menukarkan kupon di gudang padi yang telah
ditunjuk pemerintah Jepang. Berikut merupakan harga beras yang beredar di pasar
Temanggung sebelum dibentuknya BHK dari bulan Agustus hingga Oktober
1943:
Tabel 4
Harga Padi, Beras, dan Gabah di Pasar Temanggung Tahun 1943
Agustus September Oktober
Padi Bulu ƒ 3,40,- ƒ 3,80,- ƒ 3,65,-
Gabah ƒ 3,80,- ƒ 4,00,- ƒ 3,90,-
Beras ƒ 8,00,- ƒ 9,00,- ƒ 8,50,-
Sumber: Pembangoen edisi 17 Agustus 1943, hlm. 3, 26 Oktober 1943, hlm. 3,
dan 17 November 1943, hlm. 5.
Osamu Seirei No.7 yang mengatur tentang harga pembelian padi tiap 100
kilogram atau 1 kwintal yang paling rendah bagi perusahan penggilingan padi
untuk tahun 2603 (1943) di setiap syu ditetapkan sebagai berikut :
1. Padi bulu seharga 3,80 rupiah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
2. Padi cere seharga 3,45 rupiah
3. Gabah 4,15 rupiah
Perusahaan penggilingan padi tidak boleh membeli padi dengan harga
yang lebih rendah daripada harga pembelian paling rendah yang telah ditetapkan.
Jika ada yang melanggar aturan maka akan dijatuhi hukuman penjara atau denda
sedikitnya ƒ 10 (10 rupiah).45
Harga padi tersebut adalah harga padi di tempat
penggilingan, bila diserahkan di tempat pengumpulan desa akan dikurangi ƒ
0,50,- per kwintal. Jadi penduduk yang menjual padi di tempat pengumpulan desa,
harganya akan lebih rendah lagi. Dengan harga yang rendah tersebut petani
menjadi menderita kerugian karena uang yang mereka terima tidak dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari.46
Berbeda dengan harga padi yang paling rendah, untuk harga padi yang
paling tinggi pemerintah Jepang menetapkan harga yang berbeda-beda di setiap
syu. Harga padi yang paling tinggi untuk setiap 100 kilogram yang berlaku di
Temanggung Ken yaitu untuk beras padi bulu sebesar ƒ 8,10 dan untuk beras padi
cere sebesar ƒ 7,80.47
3. Hasil Pengumpulan Padi
Target pengumpulan padi untuk Kedu Syu berkisar antara 40-80 ton
beras di setiap periode pengumpulannya. Pada pertengahan hingga akhir tahun
45
Kan Poo, No.15 Bulan 3 Tahun 2603 (1943), hlm.11. 46
L. De Jong, Pendudukan Jepang di Indonesia (Jakarta: Keisant Blanc,
1987), hlm. 48. 47
Maklumat Gunseikan No.2 dalam Kan Poo edisi 10 Maret 2603
(1943), hlm. 6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
1943 Temanggung Ken yang memiliki 289 ku dari 19 son 48
ini telah menyetorkan
hasil panen padinya kepada pemerintah Jepang sebesar 14.641 kwintal.49
Berikut
adalah tabel permintaan dan penyerahan padi di seluruh karesidenan di Jawa
Tabel 5
Permintaan dan Penyerahan Beras Periode April 1943 – Maret 1944
1 2 3 4 5
Karesidenan Target
(ton)
Presentase
Terhadap Hasil
Panen
Keseluruhan (%)
Penyerahan
(ton)
Rata-Rata
Penyerahan
(%)
Banten
Jakarta
Bogor
Priangan
Cirebon
39.777
337.883
86.143
40.262
152.903
13,5
41,6
15,2
5,1
21,4
31.517
293.807
69.472
41.383
128.692
79,2
87,0
80,6
102,8
84,2
Jawa Barat 656.968 20,7 564.871 86,0
Semarang
Pekalongan
Pati
Banyumas
Kedu
Yogyakarta
Surakarta
67.660
84.141
44.894
73.861
43.010
12.619
30.521
15,6
15,7
12,4
16,2
8,8
5,8
7,0
53.691
85.519
31.382
75.009
45.229
7.903
16.141
79,4
101,6
69,9
101,6
105,2
62,6
52,9
Jawa Tengah 356.706 12,2 314.874 88,3
Surabaya
Bojonegoro
Madiun
Kediri
Malang
Besuki
Madura
71.320
10.482
28.156
68.171
144.301
303.945
-
15,7
3,4
7,9
16,5
26,4
44,0
-
68.650
11.440
29.218
70.511
139.552
291.430
-
96,3
109,1
103,8
103,4
96,7
95,9
-
48
Lihat lampiran 52-53, hlm. 145-146. 49
Sinar Matahari (Djokjakarta) edisi 2 Juli 1943, hlm. 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
1 2 3 4 5
Jawa Timur 626.378 28,4 610.801 97,5
JAWA 1.640.049 18,3 1.490.546 90,5
Sumber: Aiko Kurosawa, Mobilisasi dan Kontrol Studi tentang Perubahan Sosial
di Pedesaan Jawa 1942-1945 (Jakarta: Grasindo, 1993), hlm.83.
Periode pengumpulan padi pada April 1943-Maret 1944, pemerintah
Kedu Syu mentargetkan penyerahan padi dari petani sebesar 43.010 ton dengan
presentase terhadap hasil panen keseluruhan adalah 8,8%. Dari target yang
ditetapkan tersebut ternyata penyerahan padi melebihi target yaitu 45.229 ton
dengan presentase rata-rata 105,2%. Pada periode ini, pegumpulan padi yang
terjadi di karesidenan Kedu merupakan karesidenan tertinggi rata-rata
penyerahannya dibandingkan dengan karesidenan lain di seluruh Jawa.
Pengumpulan padi periode April 1944-Maret 1945, target penyetoran
padi di karesidenan Kedu sebanyak 54.000 ton dengan presentase terhadap hasil
panen keseluruhan mencapai 11%. Namun dalam realisasinya, penyerahan padi
yang didapat hanya sebanya 25.237 ton dengan presentase rata-rata penyerahan
adalah 46,7%. Pada periode berikutnya hasil penyerahan padi yang terjadi di
setiap karesidenan di Jawa Tengah mengalami penurunan semua.
Wilayah Karesidenan Kedu periode April-September 1945 memiliki
target penyetoran mencapai 80.000 ton dengan presentase terhadap hasil panen
keseluruhan 16,3%. Namun penyerahan padi yang terjadi justru sangat jauh di
bawah target yang telah ditetapkan, yaitu hanya sekitar 17.464 ton dengan
presentase rata-rata penyerahan adalah 21,8%. Hal ini disebabkan oleh posisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
pemerintah militer Jepang yang telah terdesak oleh pasukan Sekutu sehingga
banyak lahan-lahan pertanian menjadi terbengkalai dan hasilnya produksi pangan
mengalami penurunan.50
D. Pemanfaatan Hasil Produksi Padi
Kehadiran tentara Jepang di Indonesia memang tidak dengan maksud
yang jujur dan ikhlas untuk membebaskan rakyat Indonesia dari penjajah Belanda.
Sebaliknya, Jepang memiliki niat yang sama dengan penjajah sebelumnya, yaitu
menduduki dan menjajah. Indonesia kaya akan hasil-hasil taambng seperti minyak
bumi, timah, nikel, batu bara, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut jelas
dibutuhkan oleh tentara Jepang untuk keperluan industri dan pendukung
perlengkapan perang mereka.51
Kegiatan ekonomi yang dilakukan Jepang di Indonesia segalanya
diarahkan untuk kepentingan perang, maka seluruh potensi sumber daya alam dan
bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Bahan-
bahan mentah dianggap sangat penting untuk keperluan sebagai alat perang
seperti besi, tembaga, kuningan dan sebagainya. Dalam mengatur bahan-bahan
tersebut, Jepang mengadakan pengaturan terhadap distribusinya. Pengaturan
tersebut tercantum dalam Osamu Seirei No.19 tahun 1944 tentang mengatur
pembagian tembaga tua dan besi tua.52
50
Aiko Kurosawa, op.cit., hlm 84-85. 51
Sagimun M.D, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme
Jepang(Jakarta: Idayu Press, 1985), hlm. 47. 52
Aiko Kurosawa, op.cit., hlm 453.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Minyak bumi di Indonesia merupakan salah satu faktor pendorong yang
kuat bagi tentara Jepang untuk melancarkan Perang Pasifik atau Perang Asia
Timur Raya. Jepang sngat membutuhkan pula bahan-bahan pangan berupa beras,
jagung, ternak dan sebagainya untuk makanan para prajurit yang sangat banyak
jumlahnya dan tersebar di medan pertempuran yang wilayahnya sangat luas.
Bahan pangan adalah keperluan yang penting bagi para tentara yang
bertempur dalam peperangan. Beras merupakan kebutuhan yang paling mutlak
dibanding dengan bahan pangan lainnya. Pulau Jawa ditetapkan oleh Jepang
sebagai pemasok utama beras karena Jawa memiliki luas sawah yang cukup besar
dan penduduknya yang sebagian besar bekerja sebagai petani. Beras dari Jawa
semakin memiliki arti yang sangat penting karena semasa perang membutuhkan
kebutuhan bahan makanan yang banyak.
Hasil produksi beras yang diperoleh dari setiap karesidenan di Jawa
diserahkan kepada kantor pusat persatuan penggilingan padi di setiap karesidenan
dan jumlahnya dilaporkan ke kantor karesidenan. Beras yang terkumpul tersebut
dibagi menjadi dua yaitu untuk konsumsi di dalam karesidenan dan konsumsi di
luar karesidenan, termasuk untuk kepentingan militer Jepang (Angkatan Darat dan
Angkatan Laut), ekspor ke wilayah pendudukan lain serta pemasokan untuk
karesidenan lain.53
Jawa memiliki dua jenis karesidenan yaitu karesidenan swadaya beras
dan karesidenan tidak swadaya beras. Karesidenan yang tidak berswadaya beras
53
Ibid., hlm 93.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
akan mendapat pasokan beras dari daerah yang berswadaya beras. Pada awal
pendudukannya di Indonesia, Jepang memang terkesan sangat perhatian dengan
rakyat, namun semakin lama rakyat semakin tak diperhatikan dan dibiarkan hidup
miskin seadanya.
Tentara Jepang yang ada di medan pertempuran seperti Angkatan Darat
dan Angkatan Lautnya juga sangat membutuhkan kiriman beras dari Jawa. Jika
dipresentase, jumlah beras yang didapat dari para petani akan untuk konsumsi
domestik 70%, untuk Angkatan Darat Jepang 26%, untuk Angkatan Laut Jepang
1% dan untuk ekspor ke wilayah pendudukan lain sebesar 3%.54
Dalam pendistribusian beras dan bahan makanan lainnya, di setiap
karesidenan dibentuk sebuah gerakan yang disebut dengan Baridan Pelopor
Oentoek Mengangkoet Bahan Makanan dengan residen sebagai pemimpinnya.
Beras yang telah terkumpul di kantor karesidenan kemudian di bawa ke pusat dan
diangkut dengan menggunakan kapal menuju daerah Pasfik Selatan markas
tentara Jepang berada.55
54
Ibid., hlm. 94. 55
Asia Raya edisi 8 Juni 1944.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user