bab iii pembahasan curcumin

Upload: agusprawitastyawan

Post on 18-Jul-2015

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Mekanisme kerja curcumin sebagai antiviral terhadapnpatogenesis penyakit flu burung (H5N1) pada manusia Berdasarkan atas hasil kajian yang telah dilakukan terhadap efektivitas curcumin sebagai antiviral pada clinical trial didapatkan dua mekanisme kerja curcumin dalam menekan replikasi virus dalam sel yaitu melibatkan proteasome inhibitor dan Extraselular Signal Kinase (ERK) Inhibitor. Dalam siklus replikasi virus, endositosis memegang peranan penting dalam proses penetrasi virus ke dalam sel. Dalam Strous dan Govers diketahui bahwa ternyata proses endositosis tersebut diregulasi oleh system Ubiquitin-Proteasome. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian Khor, McElroy, dan Whittaker yang membuktian bahwa Virus Influensa memerlukan sistemUbiquitin-Vacuolar Protein Sorting untuk dapat memasukkan genomnya kedalam nukleus sel inang. Penelitian oleh Khor, McElroy, dan Whittaker juga menegaskan peranan dari system Ubiquitin-Proteasome ini. Mereka menemukan bahwa pemberian proteasome inhibitor (MG123) pada sel inang yang terinfeksi virus influenza, ternyata dapat menekan replikasi virus. Curcumin ternyata juga memiliki mekanisme penghambatan pada system proteasomeubiquitin. Hal tersebut menyebabkan curcumin sangat berpotensi sebagai antiviral dalam penatalaksanaan Flu Burung. Adapun penelitian penunjang yang membuktikan bahwa curcumin memiliki fungsi proteasome inhibitor. Menurut Si dkk, paparan curcumin menyebabkan menurunnya aktivitas proteolitik 20S proteasome dan aktivitas deubiquitinisasi seluler, hal tersebut menyebabkan peningkatan akumulasi dari protein terubiquitinisasi dan menurunkan level ubiquitin bebas. Mekanisme yang kedua adalah dengan menghambat Kaskade ERK. Terkait dengan siklus hidup virus Flu Burung, ERK ditemukan berperan pada fase akhir dari replikasi virus, yaitu pada saat pengiriman RNP yang telah direplikasi di nucleus sel inang ke sitosol untuk memasuki tahap perakitan. Dilain pihak, dengan dibuktikannya bahwa curcumin dapat menekan aktivasi kaskade ERK pada penelitian yang dilakukan oleh Chun dkk dan Kim dkk, maka curcumin juga dapat berperan menghambat tahap akhir dari replikasi virus, yaitu pada

tahap perakitan, dimana RNP yang telah direplikasi di nucleus tidak dapat dikirim menuju sitosol. 3.2 Mekanisme Kerja Curcumin Sebagai Antiinflamasi Terhadap Patogenesis Penyakit Flu Burung (H5N1) pada Manusia Patogenesis Flu Burung berhubungan dengan mekanisme innate immune respon yang terjadi karena replikasi virus dalam sel tubuh. Virus Flu Burung (H5N1), menempel pada reseptor sialic acid 2,3 galaktose pada sel epitel pernapasan bagian bawah (bronkus dan alveolus), sel pneumosit II dan sel alveolar makrofag. Replikasi virus pada sel tersebut menyebabkan dekuamasi epitel sehingga virus menyebar dari epitel pernapasan ke lapisan basal membran. Mekanisme kerja curcumin dalam menekan reaksi inflamasi dapat melalui dua cara, yaitu: MAPK p38 Cascade Inhibitor Mekanisme aktivasi kaskade MAPK p38 oleh virus H5N1 diperantarai oleh TLR3, TLR7, TLR8. TLR (Toll-like Receptor) adalah kelas besar dari reseptor pengenal molekuler (molecular pattern recognation receptor) yang teraktivasi dengan pengikatan langsung oleh pathogen associated molecular pattern, dalam hal ini adalah protein membrane dari H5N1. Melalui proten second massanger TLR akan mengaktivasi kaskade aktivasi enzim-enzim kinase (MAP3K/MEKK, MAP2K/MEK) yang mengaktivasi/ memposforilasi MAPK p38 sehingga terjadi tranlokasi MAPK p38 menuju nucleus.MAPK p38 berperan mengatur beberpa factor transkripsi yang menyebabkan trankripsi DNA pengkode sitokin pro inflamasi sehingga terjadi hierinduksi produksi semua sitokin proinflamasi khususnya TNF- dan IL1. IL-1 dan TNF- adalah sitokin proinflamasi yang berfungsi kuat menginduksi reaksi inflamasi, dengan mekanisme parakrin dan autokrin menginduksi aktivasi sel makrofag dan sel-sel inflamasi lainnya. Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa curcumin memiliki kemampuan menghambat aktivasai MAPK p38 dan JNK dalam menekan produksi COX 2. Curcumin sebagai antiinflamasi menghambat aktivasi kaskade MAPK p38 dengan cara menghambat kerja dari enzim MAP3K/MEKK sehingga terjadi hambatan aktivasi MAP2K/MEK. Hambatan aktivasi kaskade MAPK p38 pada akhirnya menurunkan jumlah sitokin yang dihasilkan oleh sel makrofag atau sel inflamasi akibat infeksi virus H5N1, induksi IL1 dan TNF.

NFkB Cascade Inhibitor Swlain melalui aktivasi MAPK p38, IL-1 dan TNF juga akan menghasilkan kaskade NFkB. NFkB adalah pusat pengatur proses inflamasi di tingkat molekuler, dengan mempengaruhi ekspresi berbagai mediator inflamasi (seperti cytokines dan chemokines) dan leukocyte adhesion molecules, yang berpengaruh pada mekanisme system imun innate mapun humoral. Aktivasi NFkB terjadi melalui aktivasi NIK (NFkB Incuding Kinase), fosforilasi IkB degan aktivasi IKK (IkB Kinase Komplek), degradasi IkB dan translokasi NFkB. Berlanjut dengan proses trankripsi mRNA yang mengkode produksi mediator inflamasi (sitokin, kemokin, molekul adhesi). Mediator inflamasi menyebabkan peningkatan migrasi dan aktivasi neutrofil, limfosit dan NK sel ke tempat infeksi yang kemudian menghasilkan sitok IL2,IL6 dan IFN. IFN yang justru meningkatkan lagi jumlah makrofag yang teraktivasi sehinngga terjadi akumulasi sistemik dari mediator inflamasi yang dikenal sebagai cytokine storm. Curcumin bekerja pada level diatas IKK, level IkB dan level translokasi. Pada level diatas IKK curcumin menghambat aktivasi NIK oleh MEKK-1 sehingga aktivasi IKK juga terhambat. Pada level IkB curcumin menghambat degradasi IkB oleh proteosom.selain itu curcumin unit. Kemampuan curcumin sebagai antiinflamasi dalam menghambat 2 kaskade inflamasi yang digunakan oleh virus H5N1 (MAPK p38 dan NFkB), membuat curcumin lebih efektif dalam mencegah cytokine storm dibandingkan dengan kortikosteroid yang saat ini dianggap sebagai antiinflamasi yang paling kuat. 3.3 Mekanisme Kerja Curcumin Sebagai Antioksidan Terhadap Patogenesis Penyakit Flu Burung (H5N1) pada Manusia Oksidan seperti misalnya seperti misalnya NO, HOCL-, O2, OOH, OH sangat brperan dalam proses inflamasi dihasilkan oleh leukosit teraktivasi (neutrofil, monosit, makrofag, eosinofil) bertujuan untuk membunuh, virus atau kuman lain yang difagositosis. Pada kondisi inflamasi seperti kejadian cytokine storm pada Flu Burung, oksidan di dalam tubuh yang meningkat akan menurunkan kemampuan antioksidan dalam menghambat efek perusak dari oksidan. Curcumin dapat dipakai untuk meningkatkan kemampuan antioksidan sehingga dapat menghambat pengaruh buruk dari ROS yang berlebih. Ada dua mekanisme curcumin sebagai juga megambat translokasi NFkB ke nucleus dengan mengikat rotein P36 sub

antioksidan yaitu a) meningkatkan produksi antioksidan dan enzim-enzim detoksifikasi dan b) langsung sebagai scavenger enzim pada sel inflamasi. Mekanisme Up Regulated Antioksidan dan Enzim detoksifikasi oleh Curcumin Melalui Aktivasi Nrf2 Faktor transkripsi yang berperan mengatur produksi enzim-enzim antioksidan adalah redoxsensitive ranscription factor NF-E2 related factor-2(Nrf2). Aktivasi Nrf2 dapat meningkatan produksi NADPH, quinine oxidoreduktase-1 (NQO1), superoxide dismutase (SOD), glutathione S-transferase (GST), hemeoxygenase-1 (HO-1) dan 1,3-glutamyl cysteine ligase (GCL). Curcumin meningkatkan aktivasi transkripsi factor Nrf2 dengan cara meningkatkan proses posforilasi keap-1,2 a,b unsaturated carbonyl moieties dari struktur melekul curcumin. Hal ini menakibatkan translokasi Nrf2, yang kemudian melekat pada site tertentu pada DNA dalam nucleus (ARE). Translokasi Nrf2 menyebabkan peningkatan trankripsi mRNA yang berperan dalam produksi enzimatik antioksidan. Mekanisme Curcumin Sebagai Scavenger Enzym Selain dengan cara menginduksi aktivasi Nrf2, curcumin juga dapat berperan langsung sebagai antioksidan (Scavenger Enzym). Barik dkk (2006) menunjukkan bahwa kompleks Cu (II) dan curcumin memiliki aktivitas seperti SOD. Kompleks Cu (II) curcumin selanjutnya dapat mengkatalisis oksidasi O2 menjadi H2O2 dan O2. Pengaruh up regulated antioksidan, enzim detoksifikasi dan mekanisme curcumin sebagai Scavenger Enzym, menyebabkan curcumin sangat potensial untuk menurunkan oksidan berlebih yang dihasilkan selama rekasi inflamasi (cytokine storm). Dilain pihak, dalam penelitian ROS juga berperan sebagai zat yang menginduksi nuclear factor NFkB dalam proses inflamasi sehingga mekanisme antioksidan curcumin juga akan mennurunkan rekasi inflamasi. 3.4 Pemanfaatan Curcumin Secara Komprehensif pada Penatalaksanaan Pasien Flu Burung (H5N1) Penatalaksanaan pasien flu burung (H5N1) khususnya dalam hal penanganan medis meliputi terapi antiviral yang bertujuan untuk memusnahkan etiologi penyakit dan mencegah pathogenesis, pemberian antibiotic untuk mencegah infeksi sekunder dan pemberian terapi suportif simptomatik (oksidasi dan rehidrasi). Seperti diketahui, dalam hal obat saat ini kita bergantung pada golongan oseltamivir atau yang dikenal dengan nama Tamiflu untuk

pengoabtan flu burung (H5N1). Dosis yang dianjurkan WHO adalah 2 X 75 mg perhari untuk terapi dan 1X 75 mg per hari untuk profilaksis. Untuk mereka yang berusia di bawah 13 tahun, dosis disesuaikan dengan berat badan. Perlu disadari bahwa obat ini punya banyak kelemahan, walau harus diakui bahwa saat ini oseltamivir lah satu-satunya obat antivirus yang diharapkan untuk mengatasi pandemi, sebelum ditemukan obat baru yang lebih ampuh. Sedikitnya ada 8 (delapan) masalah dalam pengobatan Flu Burung dengan Oseltamivir (Tamiflu ). 1. Ketersediannya di dunia masih terbatas, dan demikian juga di Indonesia. Kini tampaknya ada upaya penyediannya secara maksimal, yang semoga dapat segera terrealisir. 2. Ke dua, obat ini baru punya efek maksimal bila diberikan dalam 48 jam pertama sakit, sementara pasien biasanya masuk rumah sakit sudah terlambat. Karena itu pemberian Oseltamivir di pelayanan primer di puskesmas mungkin merupakan keputusan yang baik, hanya harus diingat adanya kemungkinan over-use dan resistesi. 3. Ke tiga, tidak semua pasien Flu Burung yang mendapat obat ini walau dalam 48 jam pertama akan sembuh; dan cukup banyak pula pasien Flu Burung yang dapat sembuh tanpa obat ini. Data dari 37 kasus di Vietnam dan Thailand bahkan menunjukkan bahwa pada mereka yang diberi Oseltamivir angka survival nya adalah 24%, sementara yang tidak diberi Oseltamivir angka survival nya bahkan bisa 25%. Tentu data ini masih bisa dikritisi, baik karena sedikitnya jumlah kasus dan juga tidak ada informasi apakah Oseltamivir diberikan dalam 48 jam setelah gejala timbul, seperti yang dianjurkan. 4. Ke empat, meskipun obat ini bekerja baik, tampaknya perlu digabung dengan obatobat lain 5. Ke lima ada pendapat ahli yang memperkirakan bahwa dosis yang kini dipakai adalah kurang dan perlu ditingkatkan. 6. Ke enam adalah lamanya pengobatan, apakah cuikup 5 hari atau barangkali harus lebih panjang. 7. Ke tujuh adalah adanya laporan efek samping obat ini, khususnya di Jepang di mana obat ini telah dikonsumsi oleh 24,5 juta orang, 11,6 juta di antaranya anak-anak. Dari sejumlah itu dilaporkan 32 kasus dengan gangguan neuropsikiatrik seperti halusainasi, confusion, suicide, seizure. Selain itu juga ada laporan terjadinya insomnia, vertigo,(3)

diare, dizziness dan nyeri kepala. Tidak diketahui etiologi dan patofisiologi efek samping ini. 8. Ke delapan dari oseltamivir (Tamiflu ) adalah mulai ditemukannya virus Flu Burung yang resisten terhadap obat ini, antara lain dilaporkan dari Vietnam. Melihat fakta yang ada mengenai kelemahan antiviral oseltamivir dan efek samping dari penggunaan terlalu banyak jenis obat (antiviral, antiinflamasi, dan antioksidan) maka pemberian curcumin sebagai antiinflamasi, dan antioksida sangat menguntungkan. Selain curcumin juga memiliki mekanisme antiviral yang tetntunya sangat berperan dalam menghambat proses replikasi virus H5N1 sehingga dapat menekan proses penyebaran infeksi virus pada banyak sel. Berdasarkan pedoman penatalaksanaan flu burung di rumah sakit, yang diterbitkan oleh direktorat jenderal pelayanan medis departemen kesehatan RI tahun 2007, pemberian curcumin dalam penatalakasanaan flu burung dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap profilaksis dan penangan medis di rumah sakit. Tahap profilaksis ditujukan pada orang yang sehat atau orang yang dalam investigasi untuk menghambat replikasi virus H5N1 melalui mekanisme antiviral. Pemberian dapat diberikan melaui oral atau kapsul yang dilarutkan dalam santan dengan tujujan meningkatkan biovaibilitas curcumin. Dosis yang diberikan adalah sebesar 400-1100 miligram. Obat diberikan selama 6 hari dengan pertimbangan 4 hari masa inkubasi dan 2 hari tapering down dosis. Pada tahap penanganan medis curcumin diberikan pada pasien dengan kasus suspek, probable, dan confirm. Dalam tahap ini, ketiga fungsi curcumin berperan dalam memulihkan kesehatan pasien.meknaiskme antiviral menghambat replikasi virus untuk semua definisi kasus. Dengan penurunan replikasi virus maka infeksi virus H5N1 pada sel yang baru dapat ditekan. Mekanisme antiinflamasi dan antioksidan pada pasien suspek, probable, dan konfirm sangat bermanfaat dalam menekan kejadian cytokine storm sehingga mencegah progresifitas cytokine storm kearah ARDS. Mekanisme antioksidan dapat menekan kerusakan jaringan. Sinergfisitas keduanya diharapkan dapat menekan ARDS dan kegagalan multiorgan. Dosis pemberian curcumin: Untuk kasus suspek, curcumin bisa diberikan secara oral dengan meningkatkan dosis menjadi > 1100 mg/hari.

-

Untuk kasus probable dan confirm yang memerlukan terapi cepat, curcumin dapat diberikan secara parenteral menggunakan metabolit aktif dari curcumin

(tetrahidrocurcumin) dengan dosis 6 g/hari. Pada tahap , curcumin diberikan selama 21 hari dengan pertimbangan 16 hari masa konvalesen dan 5 hari tapering down dosis.

3.5 Implikasi Keperawatan Pemberian Curcumin pada Pasien Flu Burung Perawat mempunyai tanggung jawab yang penting untuk memberikan perawatan pada klien dalam seluruh tingkat perawatan kesehatan dan untuk menentukan tindakan pencegahan. Adapun peran perawat dalam pemberian curcumin pada pasien Flu Burung adalah Peran Pelaksana (care giver) Memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok masyarakat berupa askep yag komprehensif meliputi pemberian asuhan pencegahan pada tingkat 1, ke-2 maupun yang ke-3, baik direct/indirect. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Proses penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu, sekalipun keterampilan tindakan yang meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal yang penting bagi pemberi asuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, fisik spiritual dan social. Pemberi asuhan memberikan bantuan bagi klien dan keluarga dalam menetapkan tujuan dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan energy dan waktu yang minimal. Dalam pemberian curcumin perawat dapat berperan sebagai pemberi terapi curcumin baik secara oral ataupun parenteral (tetrahidrocurcumin). Perawat harus melakukan kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) untuk menentukan dosis yang tepat dan efektif untuk pengobatan flu burung. Sebagai perawat professional harus memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan menyeluruh kepada klien dengan flu burung baik dalam kasus investigasi, suspek, probable atupun confirm meliputi memberikan dukungan social dan psikologis kepada klien untuk mengurangi kecemasannya, memberikan perawatan secara fisik untuk mempercepat penyembuhan klien, memberikan pengobatan yang tepat dengan mempertimbangkan efek samping obat yang diberikan termasuk dalam pemberian curcumin ini. Perawat juga harus memantau kondisi klien secara berkesinambungan ketika memberikan tetrapi curcumin untuk mencegah efek samping yang fatal meskipun sampai saat ini belum ada di laporkan bahwa curcumin dapat menimbulkan

efek samping yang berbahaya. Dalam membrikan informasi perawat harus bersifat terbuka dan membrikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan sendiri pengobatan yang akan dipilih. Peran Educator Pembelajaran merupakan dasar dari HE yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Perawat harus mampu mengajarkan tindakan peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit, menyusun program HE, memberikan info yang tepat tentang kesehatan. Tujuannya agar terjadi perubahan prilaku pada klien menuju ke pola hidup sehat dan mencegah terjadi kekambuhan pada penyakitnya. Pelayanan peningkatan kesehatan adalah kunci untuk perawatan kesehatan yang berkualitas. Disini perawat berperan dalam memberikan informasi terbaru mengenai pengobatan flu burung yang lebih efektif dan minimal efek sampingnya. Perawat menginformasikan tentang manfaat curcumin dalam penatalaksanaan flu burung, dosis pemberiannya, cara pemberiannya, rasional pemberian curcumin pada pasien flu burung, efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh pemberian jangka panjang. Dalam memberikan informasi tentang curcumin ini perawat harus benar-benar mengetahui secara mendalam tentang pemberian terapi curcumin pada pasien flu burung agar natinya informasi yang diberikan dapat diterima, dimengerti dan bermanfaat bagi pasien ataupun keluarganya. Disamping itu perawat juga harus tetap menekankan bahwa pencegahan terhadap infeksi flu burung juga sama pentingnya untuk dilaksanakan agar pasien nantinya dapat menjalani kehidupan dengan kualitas kesehatan yang lebih baik. Peran perawat sebagai peneliti Penelitian secara berkelanjutan dan menemukan pengobatan pengobatan terbaru yang lebih efektif dan efisien merupakan salah satu hal yang penting untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan angka harapan hidup. Disini perawat berperan unutk melanjutkan penelitian/eksperimen mengenai pemanfaatan curcumin yang spesifik untuk penatalaksanaan flu burung dan menentukan dosis yang tepat dalam pemberian curcumin baik secara oral ataupun parenteral agar mendapatkan hasil penyembuhan yang optimal dengan efek samping seminimal mungkin dan tidak menimbulkan resistensi jika di gunakan dalam jangka panjang. Hal ini sangat diperlukan terutama untuk mengetahuifarmakokinetik dan farmakodinamik curcumin secara tepat dalam pemanfaatannya sebagai profilaksis dan terapi medis pasien flu

burung. Selain itu eksperimen mengenai resiko resistensi curcumin juga harus di uji kebenarannya agar nanti dapat dilakukan pencegahan atau penanggulangan resistensi pada pemberian curcumin jangka panjang. Peran perawat sebagai innovator Dalam dunia kesehatan pembaharuan tentang tata cara penatalaksanaan penyakit harus selalu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengkaji kembali keefektifan pengobatan yang sebelumnya diberikan. Disini perawat dapat berperan sebagai pembawa pembaharuan dalam terapi flu burung yaitu dengan menginformasikan mengenai manfaat penggunaan curcumin sebagai antiviral, antiinflamasi, dan antioksidan yang cukup efektif dalam proses penyembuhan flu burung sehingga dapat meningkatkan harapan hidup pasien.