bab iii jurisdiksi the international court of ......internasional, untuk selanjutnya disebut dengan...

112
87 BAB III JURISDIKSI THE INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PENYADAPAN YANG DILAKUKAN UNSUR ASING DALAM YURISDIKSI TIMOR-LESTE 3.1. Gambaran Singkat Prosedur Beracara di ICJ Statuta ICJ mengatur prosedur beracara di Pengadilan Internasional, untuk selanjutnya disebut dengan Mahkamah, tersebut dalam BAB III, tentang Prosedur, dikutip dari Pasal 39. Dalam ayat (1) Pasal tersebut dirumuskan mengenai bahasa resmi Mahkamah akan terdiri dari bahasa Perancis dan Inggris 1 . Dikemukakan dalam sebagai suatu ketentuan pilihan, yaitu jika para pihak sepakat bahwa kasus tersebut dilakukan di Perancis, penilaian disampaikan dalam bahasa Prancis. Jika para pihak sepakat bahwa kasus tersebut akan dilakukan dalam bahasa Inggris, penilaian tersebut harus disampaikan dalam bahasa Inggris. 1 Hal yang sedikit berbeda dikemukakan I Wayan Parthiana, dalam Hukum Pidana Internasional, Ed.rev., Cet. Ke-2, Yrama Widya, Bandung, 2015, hlm., 382.

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 87

    BAB III

    JURISDIKSI THE INTERNATIONAL COURT OF

    JUSTICE DALAM PENYELESAIAN PERKARA

    TINDAK PIDANA PENYADAPAN YANG

    DILAKUKAN UNSUR ASING DALAM

    YURISDIKSI TIMOR-LESTE

    3.1. Gambaran Singkat Prosedur Beracara di ICJ

    Statuta ICJ mengatur prosedur beracara di Pengadilan

    Internasional, untuk selanjutnya disebut dengan Mahkamah,

    tersebut dalam BAB III, tentang Prosedur, dikutip dari Pasal 39.

    Dalam ayat (1) Pasal tersebut dirumuskan mengenai bahasa resmi

    Mahkamah akan terdiri dari bahasa Perancis dan Inggris1.

    Dikemukakan dalam sebagai suatu ketentuan pilihan, yaitu jika

    para pihak sepakat bahwa kasus tersebut dilakukan di Perancis,

    penilaian disampaikan dalam bahasa Prancis. Jika para pihak

    sepakat bahwa kasus tersebut akan dilakukan dalam bahasa

    Inggris, penilaian tersebut harus disampaikan dalam bahasa

    Inggris.

    1 Hal yang sedikit berbeda dikemukakan I Wayan Parthiana, dalam

    Hukum Pidana Internasional, Ed.rev., Cet. Ke-2, Yrama Widya, Bandung,

    2015, hlm., 382.

  • 88

    Selanjutnya diatur dalam ayat (2) dari Pasal 39, yaitu

    bahwa dengan tidak adanya kesepakatan mengenai bahasa harus

    dipergunakan, setiap pihak dapat, dalam pembelaan, menggunakan

    bahasa yang dipilih. Namun, Putusan Pengadilan harus diberikan

    dalam bahasa Prancis dan Inggris. Dalam hal ini Mahkamah akan

    sekaligus menentukan yang mana dari dua teks akan dianggap

    sebagai berwibawa. Sekalipun demikian, dalam ayat (3) diatur

    bahwa Mahkamah akan, atas permintaan dari pihak yang

    berkepentingan, menggunakan wewenangnya untuk memilih

    digunakannya bahasa lain selain bahasa Perancis atau bahasa

    Inggris oleh para pihak.

    Disamping Bahasa yang dipergunakan, Pasal 40 Dari

    Statuta ICJ juga mengatur beberapa hal, yang berkenaan dengan

    inisiasi penggunaan ICJ dalam mengadili suatu perkara pidana.

    Dikemukakan dalam ayat (1) dari Pasal 40 dimaksud, bahwa ada

    kemungkinan suatu kasus di bawa ke hadapan Mahkamah, baik

    dengan jalan pemberitahuan mengenai adanya suatu perjanjian

    khusus untuk itu atau dengan permohonan tertulis yang ditujukan

    kepada Panitera. Dalam kedua cara atau metode inisiasi dimaksud,

    subjek sengketa dan para pihak yang berperkara harus ditunjukkan

  • 89

    atau dirumuskan dengan jelas. Dalam ayat (2) dikemukaan bahwa

    apabila Panitera telah menerima inisiasi sebagaimana dimaksud,

    maka Panitera dimaksud, dalam hal ini yaitu Panitera ICJ wajib

    segera mengkomunikasikan atau mengirimkan aplikasi atau

    permohonan beserta alasan-alasannya kepada semua pihak. Selain

    daripada itu, daam ayat (3) ditentukan bahwa pihak Panitera juga

    harus memberitahukan kepada Anggota Perserikatan Bangsa-

    Bangsa melalui Sekretaris Jenderal, dan juga setiap negara-negara

    lain yang berhak untuk menghadap Pengadilan.

    Dalam Pasal 41 diatur bahwa, ayat (1). Mahkamah dapat

    menggunakan hak atau kekuasaannya untuk menunjukkan,

    bilamana Mahkamah menganggap bahwa keadaan mengharuskan

    demikian, akan setiap tindakan sementara yang seharusnya diambil

    dalam rangka menjaga hak masing-masing pihak. Dalam ayat (2).

    Diatur bahwa tindakan yang diambil oleh Mahkamah itu dilakukan

    sambil menunggu keputusan akhir. Dalam hal ini Mahkamah dapat

    pemberitahuan langkah-langkah yang disarankan segera harus

    diberikan kepada para pihak dan kepada Dewan Keamanan.

    Pasal 42 dari Statuta ICJ merumuskan kemungkinan

    perwakilan bagi para pihak yang berperkara di Pengadilan

  • 90

    Internasional tersebut. Dikenal tiga ayat untuk maksud itu. Dalam

    ayat (1). Disebutkan bahwa para pihak diwakili oleh agen.

    Sedangkan dalam ayat (2). Diatur, para pihak mungkin memiliki

    bantuan dari pengacara atau advokat sebelum Pengadilan.

    Selanjutnya dalam ayat (3). Ditur bahwa para agen, penasehat, dan

    pihak-pihak yang membantu para pihak yang berperkara sebelum

    dilangsungkannya proses pengadilan wajib mendapatkan hak

    istimewa dan kekebalan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas

    mereka dapat dipastikan dilangsungkan secara independen.

    3.1.1. Bentuk Pengajuan Perkara di ICJ (Mahkamah)

    Pasal 43 berisi rumusan pengaturan mengenai bentuk yang

    dapat dipilih dalam pengajuan perkara kepada Mahkamah. Dalam

    ayat (1) diatur bahwa prosedur ini terdiri dari dua bagian: tertulis

    dan lisan. Selanjutya dalam ayat (2) ditentukan bahwa proses

    tertulis dilakukan dalam hal komunikasi ata pemberitahuan serta

    pendaftaran perkara ke Pengadilan. Memori gugatan yang diajukan

    pihak Penggugat harus berbentuk tertulis, begitu pula

    pemberitahuan lainnya, kontra memori, duplik dan replik serta

    dokumen pendukung lainnya. Dalam ayat (3) dirumuskan bahwa

  • 91

    semua komunikasi sebagaimana disebutkan di atas dilakukan

    melalui Panitera, untuk dan dalam waktu yang ditetapkan oleh

    Pengadilan. Dalam ayat (4) diatur bahwa salinan resmi dari setiap

    dokumen yang dihasilkan oleh salah satu pihak harus disampaikan

    kepada pihak lain. Mengenai bentuk komunikasi lisan dalam

    proses beracara di Mahkamah, diatur dalam ayat (5), yaitu bahwa

    proses lisan terdiri dari sidang oleh Pengadilan saksi, ahli, agen,

    penasehat, dan pendukung.

    Pasal 44 dari Statuta Mahmakah yang berkenaan dengan

    hukum acara berisi dua ayat. Pertama berisi pengaturan bahwa

    ntuk melayani semua pemberitahuan pada orang lain, begitu pula

    agen, penasehat hukum, dan pendukung, Mahamah harus

    menyampaikan langsung kepada pemerintah negara dari para

    pihak yang dilayani. Kedua, dirumuskan bahwa ketentuan yang

    sama berlaku setiap kali langkah yang harus diambil untuk

    mendapatkan bukti di tempat.

    Diatur dalam Pasal 45, bahwa Sidang akan berada di bawah

    kendali Presiden atau, jika ia tidak mampu memimpin, dari Wakil

    Presiden, jika tidak mampu memimpin, sekarang hakim senior

    harus memimpin. Berkenaan dengan itu dalam Pasal 46 diatur

  • 92

    pula, bahwa Sidang di Mahkamah adalah bersifat terbuka untuk

    umum, kecuali Mahkamah akan menentukan lain, atau kecuali

    para pihak menuntut bahwa masyarakat akan tidak mengakui.

    Begitu pula ditentukan dalam Pasal 47 ayat (1) mengenai berita

    acara yang mencatat setiap hal. Diatur bahwa akta pencatatan atau

    berita acara minute akta harus dilakukan pada setiap sidang dan

    ditandatangani oleh Panitera dan Presiden. Sifat dari berita acara

    dimaksud diatur dalam ayat (2), yaitu merupakan akta otentik.

    Dalam hukum acara di Mahkamah, terlihat dalam rumusan

    Pasal 48, bahwa Mahkamah membuat semua perintah pelaksanaan

    yang berkenaan dengan kasus. Begitu pula, Mahkamah harus

    menentukan bentuk dan waktu dari masing-masing pihak kapan

    pihak-pihak itu harus menyimpulkan argumen. Mahkamah juga

    membuat semua pengaturan yang berhubungan dengan

    pengambilan bukti.

    Berkaitan dengan adanya kemungkinan penolakan atau

    keberatan yang disampaikan para pihak, maka dalam Pasal 49

    diatur bahwa Mahkamah dapat, bahkan sebelum sidang dimulai,

    menyerukan kepada para agen untuk menghasilkan dokumen, atau

  • 93

    melakukan penjelasan yang tertulis yang berisi catatan-catatan

    formal terhadap penolakan apapun yang dilakukan para pihak.

    Sehubungan dengan hukum pembuktian, dalam Pasal 50

    diatur bahwa Mahkamah dapat, setiap saat, mempercayakan setiap

    individu, badan, biro, komisi, atau organisasi lain yang mungkin

    pilih, dengan tugas melakukan penyelidikan atau memberikan

    pendapat ahli. Berkitan dengan itu di dalam Pasal 51 diatur bahwa

    selama mendengar pertanyaan yang relevan untuk diajukan kepada

    saksi dan ahli maka proses dimaksud harus tunduk kepada semua

    persyaraan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah dalam aturan

    suatu prosedur yang khusus untuk itu sebagaimana diatur

    dnerkaitan dengan hukum pembuktian dan alat bukti, dalam

    Statuta, khususnya Pasal 52 diatur bahwa setelah Mahkamah

    menerima bukti-bukti dan alat bukti dalam waktu tertentu untuk

    tujuan pembuktian, Mahkamah mungkin menolak untuk menerima

    bukti lebih lanjut yang disampaikan secara lisan atau tertulis

    apabila ada salah satu pihak yang berkeinginan untuk menyajikan

    bukti lain tanpa persetujuan dari pihak yang lainnya.

  • 94

    3.1.2. Kehadiran Para Pihak dalam Persidangan dan Putusan

    Statuta juga berisi pengaturan tentang kehadiran para pihak

    dalam persidangan. Ditentukan dua ayat untuk itu dalam Pasal 53.

    Pertama, diatur bahwa setiap kali salah satu pihak tidak muncul

    setelah dipanggil Mahmakah, atau apabila ada pihak yang gagal

    dalam mempertahankan argumentasi (kasusnya), maka pihak

    lainnya dapat meminta Mahkamah untuk memutuskan mendukung

    klaimnya. Kedua, diatur bahwa Mahkamah harus, sebelum

    melakukannya, memenuhi sendiri, bukan hanya bahwa ia memiliki

    yurisdiksi, tetapi juga bahwa klaim tersebut berdasarkan pada fakta

    dan hukum.

    Berikutnya dirumuskan pngaturan dalam Pasal 54, ayat (1)

    bahwa ketika, subyek yang berada dalam kontrol Mahkamah,

    begitu pula agen, penasehat hukum, dan pendukung telah

    menyelesaikan presentasi mereka dari kasus tersebut, Presiden

    menyatakan sidang ditutup. Dalam ayat (2) Pasal tersebut diatur

    bahwa Mahkamah dapat mempertimbangkan menarik

    penghakiman, atau melakukan dismissal proses. Dalam ayaat (3)

    ditentukan bahwa Pertimbangan Mahkamah akan dilakukan secara

    pribadi dan tetap rahasia.

  • 95

    Hal mengenai prosedur pengambilan keputusan di

    Mahkamah diatur dalam Pasal 55. Dalam ayat (1) Pasal tersebut

    dikemukakan bahwa semua pertanyaan harus diputuskan oleh

    mayoritas hakim hadir. Sedangkan dalam ayat (2) ditentukan

    bahwa dalam hal kesetaraan suara, Presiden atau hakim yang

    bertindak di kedudukannya akan memiliki suara yang menentukan

    hasil pemilihan. Kaitan dengan hal itu dalam Pasal 56 diatur

    bahwa, ayat (1), penilaian tersebut harus menyebutkan alasan yang

    menjadi dasarnya. Sedangkan dalam ayat (2) diruuskan bahwa

    keputusan tersebut harus memuat nama-nama hakim yang telah

    mengambil bagian dalam keputusan. Diatur dalam Pasal 57, bahwa

    apabila suatu keputusan tidak mewakili secara keseluruhan atau

    sebagian pendapat bulat dari hakim, maka hakim berhak untuk

    memberikan pendapat terpisah, atau apa yang dikenal dengan

    dissenting opinion.

    Berdasarkan rumusan ketentuan dalam Pasal 58 dapat

    dipastikan bahwa setiap Putusan yang dihasilkan Mahkamah wajib

    ditandatangani oleh Presiden dan oleh Panitera. Putusan juga wajib

    untuk dibacakan dalam suatu sidang pengadilan yang terbuka

    untuk umum, karena pemberitahuan yang telah diberikan kepada

  • 96

    agen. Sejalan dengan itu, dlam Pasal 59 ditentukan bahwa

    Keputusan Mahkamah tidak memiliki kekuatan mengikat kecuali

    antara para pihak dan dalam hal kasus tertentu. Sifat dari Putusan

    ditentukan dalam Pasal 60, yaitu bahwa Putusan Mahkamah adalah

    final dan mengikat dan tidak dikenal upaya hukum atau tanpa

    banding. Dalam hal terjadi sengketa mengenai makna dan ruang

    lingkup penilaian, Pengadilan harus mengartikannya atas

    permintaan pihak manapun.

    Sekalipun dikemukakan di atas bahwa tidak ada paya

    hukum, namun dalam Pasal 61 dari Statuta dimaksudkan di atas,

    diatur dalam ayat (1) bahwa permohonan revisi penilaian hanya

    dapat dilakukan bila berdasarkan penemuan beberapa fakta. Hanya

    saja dipersyaratkan bahwa fakta-fakta itu sedemikian rupa adanya

    sehingga menjadi faktor yang menentukan. Dimaksud dengan hal

    itu, yaitu bahwa seandainya fakta yang dimaskudkan itu ada ketika

    penghakiman itu diberikan maka penghakiman akan menjadi

    berbeda; dan bahwa fakta itu tidak diketahui pihak Mahkamah dan

    juga ke pihak yang mengklaim revisi.

    Demikian pula dipersyaratkan bahwa ketidaktahuan dari

    pihak yang mengajukan revisi atau peninjauan kembali tersebut

  • 97

    bukan karena kelalaian. Dalam ayat (2) dirumuskan bahwa proses

    untuk revisi akan dibuka oleh putusan Mahkamah tegas merekam

    adanya fakta baru, mengakui bahwa di dalam fakta yang baru

    (novum) itu terdapat suatu karakter untuk meletakkan kasus ini

    terbuka untuk revisi, dan menyatakan aplikasi diterima. Dalam

    ayat (3) diruuskan bahwa Mahkamah mungkin memerlukan

    kepatuhan sebelumnya dengan istilah penghakiman sebelum

    mengakui proses dalam revisi. Ayat (4) mengandung pengaturan

    bahwa permohonan revisi harus dilakukan paling lambat dalam

    waktu enam bulan dari penemuan fakta baru. Selanjutnya dalam

    ayat (5) diatur bahwa tidak ada aplikasi untuk revisi dapat

    dilakukan setelah lewat waktu sepuluh tahun sejak tanggal putusan

    tersebut.

    3.1.3. Negara Berkepentingan dan Campur Tangan

    Statuta juga berisi pengaturan mengenai keterlibatan

    Negara Dalam Pasal 62 dijumpai dua ayat yang mengatur

    mengenai hal itu. Dirumuskan dalam ayat (l) suatu pertayaan

    retorika bahwa haruskah negara menganggap bahwa ia memiliki

    minat yang bersifat hukum yang mungkin akan terpengaruh oleh

  • 98

    suatu keputusan Makamah dalam kasus yang tengah diadili? Ada

    kemungkinan bahwa negara tersebut dapat mengajukan

    permintaan kepada Mahkamah agar diizinkan untuk campur

    tangan. Sedangkan dalam ayat (2) diatur bahwa campur tangan dan

    proses yang ada harus menjadi bagian dari Mahkamah untuk

    memutuskan permintaan dimaksud.

    Pasal 63 mengandung pengaturan bahwa, ayat (1) setiap

    kali pembangunan untuk konvensi yang menyatakan selain yang

    bersangkutan dalam kasus ini adalah pihak dipertanyakan, Panitera

    wajib memberitahukan semua negara segera tersebut. Sedangkan

    dalam ayat (2) diatur bahwa setiap negara yang telah diberitahukan

    mengenai perkara yang ada memiliki hak untuk campur tangan

    dalam proses. Hanya saja dipersyarakatkan jika suatu negara

    menggunakan hak seperti itu, maka pembangunan yang diberikan

    oleh penghakiman akan sama-sama mengikat.

    Berkenaan dengan prosedur beracara di Mahkamah,

    penting pula untuk mengemukakan di sini aspek yang berkenaan

    dengan beban untuk membayar biaya perkara. Diatur dalam Pasal

    64 bahwa kecuali jika diputuskan oleh Pengadilan, setiap pihak

    harus menanggung biaya sendiri.

  • 99

    3.1.4. Pelaksanaan Putusan

    Hal mengenai Pelaksanaan Putusan dari Mahmakah diatur

    dalam Statuta (UN Charter/Piagam PBB Bab XIV) Khususnya

    Pasal 92. Dirumuskan di sana bahwa Mahkamah adalah badan

    peradilan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Badan ini bekerja

    sesuai dengan Statuta, yang terdapat pada Lampiran Mahkamah

    Tetap Peradilan Internasional dan Lampiran dimaksud adalah

    merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Piagam. Berkenaan

    dengan hal tersebut dikemukakan daam Pasal 93 bahwa, ayat (1)

    Semua Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hakikatnya

    merupakan ipso facto menjadi pihak pada Statuta Mahkamah

    Internasional. Seedangkan dalam ayat (2) diatur bahwa Negara

    yang bukan Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat menjadi

    pihak pada Statuta Mahkamah Internasional dengan syarat-syarat

    yang ditentukan dalam tiap-tiap kasus oleh Majelis Umum atas

    usul DewanKeamanan.

    Dalam Pasal 94 dirumuskan bahwa, ayat (1) Setiap

    Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa berusaha mematuhi

    keputusan Mahkamah dalam perkara apa pun di mana Anggota

    tersebut menjadi suatu pihak. Ayat (2) Apabila sesuatu pihak

  • 100

    dalam suatu perkara tidak memenuhi kewajiban-kewajiban yang

    dibebankan kepadanya oleh suatu keputusan Mahkamah, pihak

    yang lain dapat meminta perhatian Dewan Keamanan, yang jika

    perlu, dapat memberikan rekomendasi atau menentukan tindakan-

    tindakan yang akan diambil untuk terlaksananya keputusan itu.

    3.2. Penyelesain Perkara Penyadapan Australia vs Timor-Leste

    Menjawab rumusan permasalahan penelitian sebagaimana

    telah dikemukakan dalam Bab I Tesis ini, yaitu: bagaimana

    penyelesaian perkara dugaan tindak pidana penyadapan dalam

    perspektif hukum pidana internasional dan penggunaan jurisdiksi

    International Court of Justice dalam menyelesaikan perkara

    tersebut, maka berikut di bawah ini, sebagai suatu Temuan

    dikemukakan gambaran hasil penelitian tentang penyelesaian

    perkara atau lebih tepatnya sengketa penyadapan yang dilakukan

    unsur asing dalam jurisdiksi suatu Negara Berdaulat, yaitu Timor-

    Leste. Gambaran dari penyelessaian sengketa internasional antara

    Timor-Leste di satu pihak dengan Australia di pihak yang lain

    berlangsung di Mahkamah Internasional sebagaimana

    dikemukakan sebagai suatu temuan penyelesaian perkara menurut

  • 101

    huum pidana internasional di bawah ini disampaikan secara

    naratif, mengikuti substansi bahan hukum yang ditemukakan

    dalam Penelitian.

    Sebagai suatu kesimpulan penting yang perlu dikemukakan

    di bagian awal dari pemaparan hasil Penelitian Tesis ini, Putusan

    ini berakhir dengan suatu bentuk Penyelesaian yang bersifat

    Perdamaian. Begitu pula ditemukan dlam penelitian ini bahwa

    mengingat tercapainya tujuan kedua belah pihak dalam proses

    penyelesaian sengketa di Mahkamah, kedua belah pihak sepakat

    usulan pihak Timor-Leste untuk mengakhiri Perkara/Sengketa di

    Mahkamah dan menerima dihapuskannya Pekrara ini dari register

    Perkara di Mahkamah Internasional tersebut. Namun, nampak

    bahwa untuk keadilan, Mahkamah telah berusaha untuk memaksa

    pihak Australia menjamin pengembalian dokumen-dokumen yang

    telah disadap atau hak milik yang diambil secara tidak sah oleh

    pihak Australia dari pihak Timor-Leste kepada Timor Leste.

  • 102

    3.2.1. Proses Permulaan Penyelesaian Perkara Timor-Leste di

    ICJ

    Berjalannya penyelesaian sengketa antaara Australia

    melawan Timor-Leste di Mahkamah Internsional ini dapat

    dikatakan, juga dengan melihat gambaran narasi putusan yang ada

    adalah bersifat tidak terlalu formalistis. Seperti dalam persidangan

    di Pengadilan pada umumnya, persidangan di Mahkamah

    Internasional juga dilulai dengan suatu yang bersifat keramah-

    tamahan. Acara diulai dengan penyampaian ucama selamat pagi

    dan silahkan duduk oleh pihak Presiden sebelum Sidang tersebut

    dibuka. Dikemukakan dalam dokumen yang distudi dalam

    Penelitian ini, bahwa Sidang tersebut dibuka pada tanggal 17

    Desember 2013. Dikemukakan bahwa berlangsungnya Sidang

    tersebut didasarkan kepada Hukum Acara yang tertulis dalam

    Pasal 74, paragraf 3, Peraturan Pengadilan (Statuta).

    Sidang yang dilangsungkan berdasarkan Pasal 74 Paragraf

    3 Statuta itu bertujuan untuk mendengar keterangan hasil

    pengamatan dari Para Pihak yang dituangkan sebagai Permohonan

    masing-masing. Untuk kesempatan yang pertama diberikan

    kepada Pihak Timor-Leste yang menyatakan dalam

  • 103

    permohonannya tentang adanya indikasi tindak pidana dalam

    kasus terkait Pertanyaan yang berkaitan dengan Penyitaan dan

    Penahanan Dokumen dan Data Tertentu.

    Pihak Presiden dalam bagian Pembukaan dari acara

    Persidangan sebagaimana dikemukakan di atas juga

    mengemukakan bahwa ada pihak hakim yang tidak hadir dalam

    Peridangan dimaksud. Dikemukakan bahwa untuk alasan yang

    telah dia sampaikan kepada saya (Presiden dari Mahkamah),

    Hakim Sebutinde tidak dapat hadir pada hari persidangan tersebut.

    3.2.2. Pemilihan Hakim Ad Hoc oleh Para Pihak

    Melengkapi uraian konsepsional tentang proses beracara di

    Mahkamah sebagaimana telah dikemukakan di atas, dalam

    dokumen yang diamati ini ternyata diketemukan bahwa ada

    prosedur penting di Mahkamah yang penting untuk dikemukakan

    di sini. Dikatakan, pihak Presiden juga menyampaikan bahwa

    masing-masing Pihak dalam kasus tersebut, yaitu pihak Republik

    Demokratik Timor-Leste dan pihak Australia, telah memanfaatkan

    kemungkinan yang diberikan kepada mereka sebagaimana diatur

    dalam Pasal 31 Statuta untuk memilih hakim ad hoc. Pada

  • 104

    kesempatan tersebut, seperti dikemukakan dalam dokumen yang

    menjadi satuan amatan Penelitian Tesis ini, menurut Presiden,

    pihak Timor-Leste telah memilih Mr. Jean-Pierre Cot. Sedangkan

    pihak Australia telah memilih hakim ad hoc yang bernama Mr. Ian

    Callinan.

    Pasal 20 Statuta menyatakan bahwa: “[e] Anggota

    Mahkamah harus, sebelum menjalankan tugasnya, bersumpah di

    Mahkamah dan di hadapan sidang yang bersifat terbuka untuk

    umum bahwa mereka itu akan menjalankan kekuasaannya secara

    tidak memihak dan hati-hati”. Sesuai dengan Pasal 31, ayat (6) dari

    Statuta, ketentuan yang sama juga berlaku untuk hakim ad hoc.

    Perlu dikemukakan di sini bahwa sekalipun Jean-Pierre Cot yang

    mewakili Timor-Leste telah menjadi hakim ad hoc dalam Perkara-

    Perkara sebelumnya dan dalam perkara-perkara sebelumnya

    tersebut dia sudah bersumpah; namun dalam rumusan Pasal 8,

    paragraf 3 Statuta Pengadilan ditetapkan bahwa dia pun wajib

    bersumpah untuk tujuan sidang Sengketa Australia vs. Timor-

    Leste tersebut.

    Berkenaan dengan sub-judul hakim ad hoc sebagaimana

    dikemukakan di atas, perlu digambarkan pula di sini bahwa dalam

  • 105

    penyelesaian sengketa di Mahkamah, sesuai dengan kebiasaan

    para hakim ad hoc itu, terutama Jean-Pierre Cot yang mewakili

    Timor-Leste pertama-tama akan mengatakan beberapa kata

    tentang karir dan kualifikasi mereka masing-masing sebagai hakim

    ad hoc sebelum pada gilirannya presiden mengundang mereka

    untuk mengucapkan sumpah.

    Mr Ian Callinan, yaitu hakim ad hoc yang dipilih Australia

    adalah seseorang yang berkewarganegaraan Australia. Dia adalah

    seorang pensiunan hakim Pengadilan Tinggi Australia.

    Pengalaman kariernya dimulai sejak dia diterima di Queensland

    Bar pada tahun 1965. Pada tahun 1978 dia kemudian ditunjuk

    sebagai Queen’s Counsel (QC) pada tahun 1978. Callinan

    menjabat sebagai Presiden Asosiasi Bar Queensland dari 1984

    hingga 1986. Dia juga merupakan Presiden Asosiasi Bar Australia

    pada tahun 1986. Ia diangkat sebagai Hakim pada Pengadilan

    Tinggi Australia pada tahun 1997 dan terus melayani dalam

    kapasitas itu sampai pensiun pada tahun 2007.

    Selama karirnya Callinan yang terkenal itu adalah seorang

    advokat. Ketika dia menjadi hakim Callinan telah menangani

    berbagai kasus yang meliputi, inter alia, hukum konstitusional,

  • 106

    komersial dan kriminal. Selain itu. Callinan juga hadir pada

    beberapa kesempatan di hadapan Komisi Kerajaan, Pengadilan

    Tinggi Australia dan Dewan Penasihat. Dia terus praktek sebagai

    arbitrator dan mediator yang berkualitas. Disamping berbagai

    profesi yang telah disebutkan di atas, Callinan adalah seorang

    Profesor Hukum di University of Queensland. Dia menulis rtikel

    di berbagai jurnal hukum. Callinan juga adalah Anggota

    Kehormatan dari beberapa Asosiasi Bar.

    Sesuai dengan ketentuan yang timbul karena preseden yang

    ditetapkan oleh Pasal 7, paragraf 3, Statuta Mahkamah, Presiden

    kemudian mengundang Ian Callinan untuk mengucapkan sumpah

    yang ditentukan oleh Statuta. Saat semua audiens dlam

    persidangan itu diminta hadir untuk berdiri, Callinan keudian

    mengucapkan sumpahnya sebagai berikut: “Saya dengan sungguh-

    sungguh menyatakan bahwa saya akan melakukan kewajiban saya

    dan melaksanakan tugas saya sebagai hakim yang terhormat, setia,

    tidak memihak dan berhati-hati.”

    Setelah sumpah diucapkan, Presiden terlebih dahulu

    memersilahkan para hadirin untuk duduk kembali. Presiden

    kemudian mengatakan bahwa dia telah mencatat sumpah yang

  • 107

    disampaikan oleh Callinan dan Cot, dan menyatakan bahwa

    mereka benar-benar ditugaskan sebagai hakim ad hoc dalam kasus

    terkait Pertanyaan yang berkaitan dengan Penyitaan dan

    Penahanan Dokumen dan Data Tertentu (Timor-Leste vs.

    Australia) .

    Seperti telah dikemukakan di atas, proses persidangan

    dalam kasus a quo dimulai pada tanggal 17 Desember 2013. Hal

    itu ditandai oleh pengajuan dalam Catatan Pengadilan suatu

    Permohonan oleh pihak Republik Demokratik Timor-Leste

    terhadap Australia. Pengaduan tersebut berkenaan dengan dugaan

    penyitaan dan penahanan oleh “agen Australia atas dokumen, data

    dan properti lain milik Timor-Leste dan/atau Timor-Leste yang

    dilindungi menurut hukum internasional”. Timor-Leste menuduh

    bahwa Australia telah menyita, khususnya, dokumen-dokumen

    yang berkaitan dengan arbitrase yang tertunda berdasarkan

    Perjanjian Laut Timor 2002 antara Timor-Leste dan Australia.

    3.2.3. Penentuan Jurisdiksi Menurut Pihak Timor-Leste

    Menurut pihak Timor-Leste, kewenangan atau jurisdiksi

    Mahkamah Internasional untuk mengadili Sengketa yang

  • 108

    diajukannya tersebut didasarkan pada suatu Deklarasi yang

    dibuatnya pada tanggal 21 September 2012. Dikemukakan pihak

    Timor-Leste bahwa berdasarkan Pasal 36, ayat (2) dari Statuta

    Mahkamah Internasional, serta pada deklarasi Australia yang

    dibuat pada 22 Maret 2002 adalah berisi ruusan ketentuan yang

    sama mengenai hal itu.

    Pihak Presiden tidak berkeberatan dengan dalil mengenai

    jurisdiksi Mahkamah Internasional dalam memeriksa da mengadili

    serta memutus sengketa dimaksud. Atas dasar itu, Presiden yang

    memimpin persidangan dimaksud kemudian memersilahkan pihak

    Sekarang Panitera untuk membacakan dalil-dalil yang

    dimohonkan pihak Timor-Leste.

    Menurut pihak Panitera: “Timor-Leste meminta

    Pengadilan untuk memutuskan dan menyatakan”: Pertama, bahwa

    penyitaan oleh Australia atas dokumen dan data miliknya adalah

    suatu perbuatan yang melanggar (i) kedaulatan Timor-Leste dan

    (ii) properti dan hak-hak lainnya berdasarkan hukum internasional

    dan hukum domestik2 yang relevan.

    2 Di sini terlihat bahwa sebetulnya pemerintah Timor-Leste tidak

    menggesampingkan fakta bahwa ada hukum domestik yang dilanggar;

    mengenai hukum domestik itu dapat dilihat gambarannya dalam Bab II Tesis

    ini.

  • 109

    Kedua, bahwa penahanan berkelanjutan oleh Australia atas

    dokumen dan data melanggar (i) kedaulatan Timor-Leste dan (ii)

    properti dan hak-hak lainnya berdasarkan hukum internasional dan

    hukum domestik3 yang relevan;

    Ketiga, Australia harus segera mengembalikan kepada

    perwakilan yang ditunjuk oleh Timor-Leste semua dokumen dan

    data yang telah disebutkan di atas. Oleh pihak Timor-Leste, pihak

    Australia juga dimita untuk menghancurkan setiap salinan

    dokumen dan data yang berada dalam penguasaan atau kontrol

    Australia. Pihak Timor-Leste juga menuntut agar Mahkamah

    memastikan penghancuran setiap salinan yang secara langsung

    atau tidak langsung diberikan kepada orang ketiga atau Negara

    Ketiga.

    Keempat, pihak Timor-Leste menuntut pula melalui

    Mahkamah agar Australia harus memuaskan hati Timor-Leste

    sehubungan dengan pelanggaran hak yang disebutkan di atas.

    Pemuasan hati itu dilaksanakan menurut hukum internasional dan

    hukum domestik yang relevan. Tuntutan yang dimintakan pihak

    Timor-Leste untuk dilakukan pihak Australia yang berkaitan

    3 Ibid.

  • 110

    dengan itu, yaitu Australia harus meminta maaf secara resmi

    kepada Timor-Leste dan mengganti-kerugian semua biaya yang

    dikeluarkan oleh pihak Timor-Leste dalam mempersiapkan dan

    mengajukan Permohonan kepada Mahkamah.

    Disamping permohonan di atas, pihak Timor-Leste juga

    mengajukan suatu permohonan juga pada hari yang sama. Menurut

    pihak Timor-Leste hal itu mengingat ada indikasi yang mengacu

    pada Pasal 41 Statuta Pengadilan dan Pasal 73, 74 dan 75 dari

    Statuta. Dikatakan dalam Permohonannya bahwa ada indikasi

    langkah sementara harus diambil pihak Timor-Leste karena

    Timor-Leste menuduh bahwa ada risiko jikalau: “dokumen-

    dokumen [yang disebutkan di atas] akan diperiksa dan disalin dan

    bahwa kalau langkah sementara tidak diambil maka seolah-olah

    sah, Australia akan memperoleh informasi rahasia yang akan

    dipraktikkan setelahnya dan secara bebas akan menggunakan

    informasi rahasia itu utuk keuntungannya sendiri dan merugikan

    Timor-Leste”. Kerugian itu akan terjadi berkaitan dengan: ”baik

    dalam proses arbitrase yang tertunda dan berkaitan dengan hal-hal

    lain yang berkaitan dengan Laut Timor dan sumber dayanya”.

  • 111

    Lebih lanjut ditambahkan pihak Timor Leste bahwa Australia

    “dapat menyampaikan informasi tersebut kepada pihak ketiga”.

    Atas dasar itu, maka menurut Presiden dari persidangan

    dimaksud, Panitera diminta untuk membacakan Permohonan

    tindakan sementara yang perlu diambil pihak Mahkamah terhadap

    Australia sebagaimana dituntut oleh pihak Timor-Leste.

    Berikut ini tindakan-tindakan sementara yang dimohonkan

    untuk diambil: “Timor-Leste dengan hormat meminta agar

    Pengadilan menunjukkan langkah-langkah sementara berikut: (a).

    Semua dokumen dan data yang disita oleh Australia dari 5

    Brockman Street, Narrabundah, di Wilayah Ibu Kota Australia

    pada 3 Desember 2013 harus segera disegel dan diserahkan ke

    tahanan Mahkamah Internasional; (b). Australia segera

    menyampaikan kepada Timor-Leste dan ke Mahkamah: (i) daftar

    dari setiap dan semua dokumen dan data yang telah diungkapkan

    atau ditransmisikan, atau informasi yang terkandung yang telah

    diungkapkan atau ditransmisikan ke seseorang, apakah orang

    tersebut dipekerjakan oleh atau kantor di setiap institusi Negara

    Australia atau Negara ketiga, dan (ii) daftar identitas atau deskripsi

    dari dan posisi saat ini (saat ketika sengketa sedang berlangsung)

  • 112

    yang dipegang oleh orang-orang tersebut; (c). Australia mengirim

    dalam waktu lima hari ke Timor-Leste dan ke Mahkamah daftar

    dan semua salinan yang telah disita tentang dokumen dan data ;

    (d). Australia (i) menghancurkan semua salinan dokumen dan data

    yang disita oleh Australia pada 3 Desember 2013, dan

    menggunakan segala upaya untuk mengamankan penghancuran

    semua salinan yang telah ditransmisikan kepada pihak ketiga mana

    pun, dan (ii) melaporkan kepada Timor-Leste dan Mahkamah

    tentang semua langkah yang diambil dalam rangka pengrusakan

    itu, apakah berhasil atau tidak; (e). Australia memberikan jaminan

    bahwa Negara itu tidak akan mencegah atau menyebabkan atau

    meminta intersepsi komunikasi antara Timor-Leste dan penasihat

    hukumnya, baik di dalam atau di luar Australia atau Timor-Leste.

    3.2.4. Tindakan Sementara Mahkamah Internasional

    Sejalan dengan Permintaan pihak timor-Leste untuk

    melakukan tindakan sementara sebagaimana dikemukakan di atas,

    maka pada tanggal 17 Desember 2013, segera setelah pengajuan

    Permohonan, Panitera Mahkamah, sesuai dengan Pasal 40,

    paragraf 2, Statuta dan Pasal 38, paragraf 4, dan Pasal 73, ayat 2,

  • 113

    Statuta Mahkamah, telah mengirim salinan resmi Perintah untuk

    melakukan hal-hal di atas kepada Pemerintah Australia. Panitera

    juga menyampaikan telah menyampaikan kepada Sekretaris

    Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang permohonan yang

    berkenaan dengan dokumen-dokumen sebagaimana dikemukakan

    di atas oleh pihak Timor-Leste.

    Dengan surat tertanggal 18 Desember 2013, mengacu pada

    Pasal 74, paragraf 4, Peraturan Mahkamah, dalam kapasitasnya

    sebagai Presiden Mahkamah, telah dimintakan kepada pihak

    Australia: “untuk bertindak sedemikian rupa untuk memungkinkan

    setiap Perintah mahkamah tersebut di atas dipatuhi, yaitu

    melakukan tindakan sementara yang memiliki efek yang sesuai,

    khususnya untuk menahan diri dari tindakan apa pun yang dapat

    menyebabkan prasangka terhadap hak yang diklaim oleh Republik

    Demokratik Timor-Leste dalam proses ini ”. Menurut Pasal 74 dari

    Peraturan Mahkamah, Permintaan untuk melakukan tindakan

    sementara akan memiliki prioritas atas semua kasus lainnya.

    Selanutnya dijumpai pula dalam dokumen yang diteliti,

    bahwa tanggal persidangan harus diperbaiki sedemikian rupa

  • 114

    sehingga memberi kesempatan kepada para pihak untuk diwakili.

    Akibatnya, setelah konsultasi, Para Pihak diberitahu bahwa

    tanggal pembukaan proses lisan yang dimaksud dalam Pasal 74,

    ayat 3, Peraturan Mahkamah, supaya mereka dapat menyampaikan

    pengamatan mereka sehubungan dengan Permintaan tindakan

    sementara, telah ditetapkan 20 Januari 2014, jam 10 pagi.

    Tercatat bahwa hadir di hadapan Pengadilan Agen dan

    penasihat hukum kedua Pihak. Juga tercatat kehadiran Menteri

    Luar Negeri Republik Demokratik Timor-Leste untuk sidang

    tersebut. Dalam kehadiran itu, Pengadilan mendengarkan Timor-

    Leste, yang telah mengajukan Permohonan tindakan sementara,

    pagi itu juga selama 25 menit lewat tengah hari. Pandangan pihak

    Australia mengenai hal itu didengarkan keesokan harinya, pada

    jam 10 pagi.

    3.2.5. Proses Persidangan Putaran Pertama dan Petisi

    Dalam putaran pertama persidangan dikemukakan

    argumen lisan oleh masing-masing Pihak. Mereka menyampaikan

    hal itu selama dua jam penuh. Setelah putaran pertama argumen

  • 115

    lisan, Para Pihak mengajukan jawaban masing-masin jika mereka

    menganggap perlu. Pada hari Rabu 22 Januari 2014; Timor-Leste

    jam 10 pagi dan Australia jam 5 sore. Masing-masing Pihak

    memiliki waktu maksimum satu jam untuk mempresentasikan

    jawabannya.

    Sebelum memberikan kesempatan kepada Duta Besar

    Joaquim da Fonseca, Agen Republik Demokratik Timor-Leste,

    Presiden Mahkamah meminta perhatian Para Pihak untuk

    memerhatikan aturan XI, bahwa pihak-pihak harus “[i] memohon

    secara lisan dalam meminta tindakan sementara. . . membatasi diri

    pada apa yang relevan dengan kriteria tindakan sementara

    sebagaimana diatur dalam Statuta, Aturan dan yurisprudensi

    Pengadilan. Mereka seharusnya tidak masuk memanfaatkan kasus

    di luar apa yang benar-benar diperlukan untuk tujuan itu. ”

    Kesempatan kemudian diberikan kepada Joaquim da

    Fonseca, Agen Republik Demokratik Timor-Leste. Bapak, Anda

    di persilahkan. Dalam pernyataan pembukaannya, Agen Timor-

    Leste mengemukakan terima kasih, Mr. Presiden. Mr. Presiden,

    Anggota Pengadilan. Merupakan suatu kehormatan bagi saya

  • 116

    untuk mewakili negara saya, Republik Demokratik Timor-Leste,

    dalam proses ini. Dia juga menyampaikan terima kasih kepada

    Pemerintah dan rakyat Timor-Leste menaruh kepercayaan mereka

    pada hukum internasional, yang memainkan peran penting dalam

    perjuangan kami untuk kemerdekaan, dan di Pengadilan ini, organ

    peradilan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kepercayaan itu

    ditunjukkan oleh penerimaan kami, pada September 2012, dari

    yurisdiksi wajib Pengadilan ini.

    Menurut Agen Timor-Leste tersebut, tentu saja ini bukan

    pertama kalinya hal-hal yang berkaitan dengan kedaulatan

    permanen Timor-Leste atas sumber daya alamnya telah

    dipertimbangkan oleh Pengadilan ini, tetapi ini adalah pertama

    kalinya bahwa bantuan telah dicari oleh Timor-Leste sebagai

    sebuah negara merdeka. Pada 1990-an, Portugal, sebagai penguasa

    administrasi wilayah Timor-Leste, memulai proses di Den Haag,

    juga melawan Australia, dengan alasan antara lain bahwa Australia

    telah melanggar “hak-hak rakyat Timor Timur atas penentuan

    nasib sendiri, integritas teritorial dan persatuan dan kedaulatan

    permanenatas kekayaan dan sumber daya alamnya ” dengan masuk

    ke dalam apa yang disebut“ Kesepakatan Celah Timor ”dengan

  • 117

    Indonesia untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak

    dasar laut milik Timor-Leste.

    Pada waktu itu, menurut Agen Timor-Leste tersebut,

    Mahkamah menemukan bahwa Mahkamah tidak dapat

    melaksanakan yurisdiksi yang diberikan kepadanya, karena tidak

    hadirnya Indonesia dalam persidangan. Keputusan itu adalah

    bagian penting dari serangkaian langkah hukum (dan ilegal,

    menurut Agen Timor-Leste) yang telah membawa Timor-Leste

    dan Austrlia ke proses peradilan yang tengah berlangsung tersebut.

    Putusan 1995 juga berisi ringkasan Pengadilan tentang kisah tragis

    Timor-Leste hingga saat itu, dan peran Australia di dalamnya.

    Pendapat berbeda dari Hakim Weeramantry dan Hakim ad hoc

    Skubiszewski mengandung latar belakang yang lebih rinci.

    Pihak Agen Timor-Leste juga meminta perhatian kepada

    Presiden Mahkamah tersssebut untu mengijinkannya mengatakan

    pada permulaan bahwa hubungan masa kini antara Timor-Leste

    dan Australia, dua negara tetangga, dekat dan bersahabat dan

    mereka akan tetap demikian di masa depan. Dalam kata-kata

    Menteri Luar Negeri Australia, dalam hal hubungan antara kedua

  • 118

    negara, “yang terbaik belum datang”. Australia memainkan peran

    penting dan sangat konstruktif menjelang dan pada saat

    kemerdekaan kami pada 2002 dan, kemudian, sebagai bagian dari

    upaya PBB. Agen Timor-Leste merasa bersyukur untuk itu.

    Menurut Agen Timor-Leste dimaksud, tetapi sumber daya

    alam laut yang menyatukan dan membagi Timor-Leste dan

    Australia tetap menjadi pokok persengketaan yang serius. Sumber-

    sumber itu, dalam kata-kata mantan hakim Mahkamah,

    merupakan: “aset ekonomi utama rakyat Timor-Leste”.

    Pemerintah dan rakyat Timor-Leste merasakan keluhan yang nyata

    dengan cara mereka diperlakukan oleh dalam hal ini tetangga besar

    kami. Untuk reputasi mereka, ada banyak di Australia yang berbagi

    ketidakpuasan kami. Dengan amandemen deklarasi Klausul

    Opsionalnya pada tahun 2002, Australia telah berusaha untuk

    memblokir akses kami ke Pengadilan ini. Timor-Lestetelah

    memulai arbitrase berdasarkan Pasal 23 Perjanjian Laut Timor.

    Kemudian, dengan sepenuhnya mengabaikan dan tidak

    menghormati kedaulatan kami, agen rahasia Australia telah

    menyita dokumen yang berkaitan dengan proses arbitrase serta

    masalah hukum penting lainnya antara Timor-Leste dan Australia.

  • 119

    Itu telah menyebabkan pelanggaran yang serius dan guncangan di

    negara dari Agen Timor-Leste tersebut.

    Selanjutnya dikemukakan Agen Timor-Leste dimaksud,

    bahwa lal itulah yang membawa Timor Leste ke Mahkamah, yaitu

    ke Aula Besar Kehakiman ini, untuk mencari keadilan dari

    Pengadilan Dunia atas dokumen dan data yang disita. Kasus itu

    menyangkut pelanggaran serius, oleh Australia, tentang tidak

    dapat diganggu gugatnya dokumen resmi Republik Demokratik

    Timor-Leste, dan kekebalan mereka dari langkah-langkah

    pembatasan, sebagai milik Negara yang berdaulat. Potensi

    kerugian bagi Timor-Leste yang mengalir dari tindakan yang salah

    secara internasional itu sangat serius. Dan bertentangan dengan

    posisi Australia, sebagai Negara berdaulat, forum yang paling tepat

    bagi Timor-Leste untuk mencari keadilan dalam hal ini adalah di

    hadapan Pengadilan Dunia.

    Bagi pihak Agen Timr-Leste, mereka berterima kasih

    kepada Mahkamah untuk mengatur sidang ini dengan cepat, dan

    mereka juga berterima kasih kepada Presiden Mahkamah itu, atas

  • 120

    tindakan cepatnya yang didasarkan hukum internasional, yaitu

    berdasarkan Pasal 74, paragraf 4, Peraturan Mahkamah.

    Dikemukakan pihak Agen Timor-Leste tersebut, kepada

    Presiden, Para Anggota Majelis, bahwa kasus Timor-Leste

    disajikan oleh penasihatnya dalam urutan berikut: Pertama,

    disampaikan Sir Elihu Lauterpacht yang berbicara lebih dulu

    kepada Mahkamah tentang pentingnya kasus dan faktual latar

    belakang, dan garis besar kasus hukum mereka untuk tindakan

    sementara. Keterangan Sir Elihu Lauterpacht tersebut kemudian

    diikuti oleh keterangan Sir Michael Wood, yang menguraikan

    penerapan hukum dan praktik terhadap keadaan kasus Timor Leste

    tersebut. Mengakhiri apa yang dikemukakannya, pihak Agen

    Timor-Lestee itu pun kemudian meminta terima kasih atas

    perhatian Presiden Mahkamah itu, dan kemudian meminta agar dia

    mengundang Sir Elihu Lauterpacht ke podium.

    3.2.5.1. .Petisi Pihak Ahli dari Timor-Leste

    Dengan mengucapkan terima kasih kepada Presiden

    Mahkamah yang sudah memberikan kepadanya kesempatan lagi

    untuk berpartisipasi di forum sejenis tersebut, Profesor Sir Elihu

  • 121

    Lauterpach, selanjutnya disebut Elihu, kemudian mengemukakan

    Pendapatnya mewakili Timor-Leste. Dalam bagian-bagian awal

    Pendapatnya, Elihu mengemukakan kepada Presiden dan Anggota

    Majelis, bahwa dia mendapat kehormatan untuk tampil di hadapan

    Presiden tersebut sekali lagi, bersama dengan Sir Michael Wood.

    Dikemukakan oleh Elihu bahwa Profesor Lowe QC juga telah

    bekerja dengannya untuk menyusun Pendapat itu, tetapi sayangnya

    dia berkomitmen untuk bertindak sebagai arbiter di tempat lain

    pada minggu yang sama, dan Lowe meminta Elihu untuk

    menyampaikan permintaan maafnya.

    Elihu memulai Pendapatnya dengan beberapa kata, yang

    menurutnya menentramkan hati karena itulah yang

    diharapkannya, yaitu kenyamanan terlepas dari Keadaan

    seputar kasus tersebut. Menurut Elihu, Kasus yang tengah dihadapi

    tersebut bukan kasus tentang mata-mata dan spionase. Elihu

    memohon kepada Mahkamah agar Mahkamah tidak harus

    mengucapkan kegiatan seperti yang dilakukan pihak Australia itu

    secara umum. Sebaliknya, menurut Elihu, kasusnya relatif

    sederhana. Bagi Elihu, satu Negara telah mengambil milik orang

    lain, dan harus diminta untuk mengembalikannya, barang-barang

  • 122

    itu tidak boleh lagi disentuh dan pengembaliannya tidak boleh ada

    penundaan. Menurut Pendapat Elihu, itu semualah pada dasarnya

    yang Timor-Leste minta dan berdoa agar Mahkamah membantu

    sebagai suatu bentuk perbaikan kesalahan yang telah dilakukan.

    Menurut Elihu, tanpa bermaksud mengalihkan apa yang

    seharusnya dia katakan ke substansi yang harus dia katakan;

    Pertama-tama, menurut pengamatannya bukan tanpa penyesalan

    dia sekarang harus tampil dalam kasus melawan Australia. Selama

    tiga tahun dari tahun 1975 hingga 1977 dia melayani sebagai

    Penasihat Hukum utama dari Departemen Luar Negeri Australia.

    Selama itu, dia mendapat perhatian dan penghargaan yang tinggi

    untuk negara itu. Jadi, menurut Elihu, sangat menyedihkan bagi

    dia bahwa dalam hal ini dia berkewajiban untuk menghadapi

    Australia sehubungan dengan perilaku yang tidak dapat dijelaskan,

    jauh dari standar-standar tinggi yang berlaku di zamannya. Karena

    itu dia memohon ijin untuk menjelaskan kepada Mahkamah apa

    yang dimaksudkannya tersebut.

    Menurut Elihu, apa yang dilakukan merupakan suatu

    permintaan untuk pemberian tindakan perlindungan sementara

  • 123

    dalam kasus yang diajukan oleh Timor-Leste terhadap Australia.

    Kasus tersebut adalah salah satu yang, berani dia kemukakan,

    kemungkinan akan berada di luar pengalaman langsung banyak

    anggota Mahkamah Internasional tersebut. Menurut Elihu

    sengketa tersebut bukan sengketa biasa tentang hak milik atas

    teritori atau tentang batas maritim atau tentang pengambilalihan.

    Lebih tepatnya, tentang penyitaan oleh Australia tentang materi-

    materi rahasia dan istimewa serta data milik Timor-Leste. Materi-

    materi dimaksud, menurut Elihu termasuk rincian dari nasehat

    hukum yang diterima oleh Timor-Leste dan, tidak kalah

    pentingnya, pertimbangan-pertimbangan strategi sehubungan

    dengan batas maritim yang belum diselesaikan antara Timor-Leste

    dan Australia. Elihu berpendapat bahwa sudah hampir jelas jika

    masalah itu adalah masalah yang paling penting bagi Timor-Leste.

    Dokumen-dokumen tersebut terkait dengan isu-isu seperti posisi

    negosiasi dan strategi Timor-Leste dalam kaitannya dengan

    Australia. Sebagaimana Mr. Burmester, salah satu penasihat untuk

    Australia, mengatakan dalam rangkaian argumen dalam Whaling

    Case di hadapan Mahkamah, masalah antara Australia dan Timor-

  • 124

    Leste bukanlah hal yang sederhana. Rincian pengaturan yang

    diusulkan dengan Timor-Leste, katanya, adalah “rumit”.

    Dia melanjutkan bahwa mereka melangkah lebih jauh

    langsung delimitasi dan melibatkan negosiasi tentang pengaturan

    pembagian sumber daya yang, pada tahap awal, mengambil bentuk

    tiga perjanjian antara Australia dan Timor-Leste (28 Juni 2013, CR

    2013/11, halaman 45, paragraf 23-24). Bahan-bahan yang disita

    juga berkaitan dengan persiapan Timor-Leste untuk arbitrase

    internasional yang baru saja dia sebutkan, terpisah dari kasus

    tersebut, suatu arbitrase bahwa Timor-Leste telah berkewajiban

    untuk memulai di hadapan pengadilan internasional yang akan

    berdudukan di sini di Den Haag.

    Menurut Elihu, tindakan Australia di atas secara nyata

    mendistorsi karakter negosiasi di masa depan dengan

    menempatkan Timor-Leste pada pihak yang dirugikan dalam

    negosiasi dan litigasi alias kurang menguntungkan. Tindakan yang

    belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak tepat. Menurut Elihu,

    tindakan itu adalah tindakan yang tidak dapat dijelaskan. Lebih

    lagi, diperparah dengan pernyataan kontradiksi pada berbagai

  • 125

    kesempatan atas nama Australia. Semua itu, menurut Elihu bukan

    perilaku dari beberapa Negara yang tidak menganut standar normal

    perilaku hukum internasional. Sebaliknya, yang dilakukan pihak

    Australia tersebut adalah suatu perilaku Negara dengan posisi

    internasional yang dalam situasi sekarang kontradiktif sifatnya.

    Elihu menguraikan latar belakang dari kasus itu.

    Menurutnya, dia tidak perlu melangkah lebih jauh tanpa merinci

    apa yang baru saja dia katakan. Langkah itu, yaitu memberikan

    kepada Pengadilan sketsa latar belakang untuk permintaan

    kepadanya untuk persidangan itu. Kasus itu, menurut Elihu muncul

    dari perbedaan antara dua tetangga dekat. Menurut Elihu, yang satu

    tetangga yang sangat besar, kuat, mapan, kaya sumber daya alam.

    Karena itu semua, tetangga yang kuat tersebut jelas mampu

    mengumpulkan kekuatan hukum dengan kekuatan dan kedudukan

    yang cukup besar. Pihak lain lebih baru, jauh lebih kecil, dan jauh

    lebih miskin.

    Menguraikan lebih jauh tentang Arbitrasi berdasarkan

    Timor Sea Treaty, Elihu mengemukakan bahwa Timor-Leste telah

    memulai arbitrase terhadap Australia. Arbitrase itu menyangkut

  • 126

    perjanjian yang dibuat pada Tahun 2002 berkaitan dengan

    pembagian antara kepentingan kedua belah pihak di Laut Timor.

    Untuk kenyamanan, selanjutnya Elihu mengacu pada Perjanjian

    yang dia sebut sebagai “Timor Sea Treaty”. Dalam kesempatan itu,

    Elihu mengemukakan bahwa dia tidak mau membebani Forum

    Mahkamah tersebut dengan rincian Perjanjian itu. Sebab, menurut

    Elihu, Perjanjian itu, tidak relevan untuk tujuannya

    mengemukakan Pendapat pada saat itu. Elihu meminta agar

    Mahkamah memeriksa saja teks lengkap yang dapat ditemukan

    dalam United Nations, Treaty Series (UNTS), Volume 2258

    (halaman 4).

    Dikemukakan oleh Elihu, bahwa lamanya Perjanjian

    dimaksud ditentukan oleh Pasal 22 menjadi 30 tahun. Perjanjian

    tersebut berakhir pada 2033. Pada tahun 2006, perjanjian lebih

    lanjut tentang subjek umum yang sama disimpulkan antara kedua

    Pihak. Elihu menyebut perjanjian yang kedua, yaitu Perjanjian

    2006 tersebut dengan “Perjanjian CMATS”, singkatan dari nama

    Traktat “Treaty Concerning Certain Maritime Arrangement in the

    Timor Sea”. Sama dengan Traktat yang pertama, Elihu juga tidak

    mau menyusahkan Mahkamah dengan rincian Perjanjian, yang

  • 127

    teksnya dicetak dalam UNTS, Volume 2483 (halalam 359).

    Menurut Elihu, Perjanjian tersebut adalah termasuk perpanjangan

    waktu Perjanjian Laut Timor. Perjanjian sebelumnya, hingga total

    50 tahun dan juga, dalam Pasal 4, “Moratorium”, menghalangi

    Timor-Leste mencari sepanjang periode itu untuk negosiasi

    terbuka untuk pembagian hak maritim antara kedua belah pihak.

    Keterbatasan ini sangat merugikan Timor-Leste, tetapi diterima

    olehnya pada saat itu dengan keyakinan bahwa hal itu diusulkan

    oleh Australia dengan iktikad baik sebagai kepentingan terbaik

    bagi kedua belah pihak. Bahkan, salah satu kelemahan

    utamaTimor-Leste dari Perjanjian CMATS adalah bahwa, pada

    saat kawasan itu dikembalikan ke Timor-Leste pada akhir periode

    yang diperpanjang, kemungkinan bahwa sumber daya minyak dan

    gas di daerah tersebut akan benar-benar habis.

    Elihu selanjutnya menjelaskan bahwa beberapa tahun

    kemudian, Timor-Leste mengetahui bahwa selama seluruh periode

    sentral negosiasi yang mengarah pada Perjanjian CMATS,

    Australia secara diam-diam telah mencegat diskusi internal

    Pemerintah Timor Leste dengan cara menyadap dengan

    menggunakan perangkat dan mikrofon tersembunyi. Perangkat itu

  • 128

    dipasang secara diam-diam di kantor Pemerintah Timor-Leste oleh

    petugas Dinas Intelijen Rahasia Australia (yang oleh Elihu

    disebutnya dengan ASIS). Manfaat yang tepat bagi Australia untuk

    memperoleh informasi yang tidak dapat diperkirakan oleh Timor-

    Leste. Tidak diragukan lagi pasti memberi Australia keunggulan

    negosiasi yang penting dan memungkinkannya untuk

    mengembangkan posisinya sendiri. Kalau tidak, menurut Elihu:

    “kita harus bertanya, mengapa Australia melakukannya”?

    Ketika mengetahui tindakan Australia ini, Timor-Leste

    menyadari bahwa ia telah menjadi korban kesalahan internasional

    yang serius. Timor-Leste kemudian memberi pemberitahuan

    kepada Australia bahwa tindakan Australia diaggap Timor-Leste

    telah membuat perjanjian CMATS menjadi tidak valid dalam

    hukum internasional. Dikatakan demikian karena tindakan

    Australia itu adalah merupakan tindakan yang ternyata tidak

    dilakukan dengan itikad baik dalam menjalani suatu Perjanjian.

    Belum lagi ada tindakan lain yang menyertainya, yaitu pembatalan

    upaya untuk mengubah durasi yang ditetapkan dalam Perjanjian

    Laut Timor, perjanjian sebelumnya. Sengketa berdasarkan

    Perjanjian Laut Timor muncul. Timor-Leste menyerukan negosiasi

  • 129

    atau konsultasi terkait masalah ini. Australia mengambil posisi

    bahwa tidak ada perselisihan dan menolak untuk berdiskusi serius.

    Karena itu, Timor-Leste memulai proses arbitrase berdasarkan

    ketentuan penyelesaian perselisihan Perjanjian Laut Timor, Pasal

    23. Masalah tersebut, ketika Proses persidangan di Mahkamah

    berlangsung tengah berada di hadapan pengadilan arbitrase

    internasional terkemuka yang terdiri dari Lord Collins of

    Mapesbury. Lord Collins ditunjuk oleh Timor-Leste, Profesor

    Michael Reisman, ditunjuk oleh Australia, dan Profesor Tullio

    Treves sebagai Ketua, dipilih oleh dua pihak arbitrator yang

    ditunjuk. Arbitrase itu sedang diurus oleh Pengadilan Arbitrase

    Permanen.

    Berkenaan dengan penyitaan oleh Australia atas properti

    Timor-Leste yang dimiliki oleh pengacaranya, Elihu

    mengemukakan bahwa nasihat tentang urusan hukum internasional

    Timor-Leste telah selama bertahun-tahun sebagian besar berada

    ditangan seorang pengacara Australia yang terkenal dan

    berpengalaman, yaitu Bernard Collaery. Collaery memiliki suatu

    kantor hukum utama berada di Canberra, di Wilayah Ibu Kota

    Australia. Melalui kantornya, Collaery melakukan kegiatan

  • 130

    hukumnya yang mencakup sejumlah masalah bagi Pemerintah

    Timor-Leste, serta untuk klien lain. Di kantor itu, Collaery

    biasanya menyimpan, atas nama Pemerintah Timor-Leste, banyak

    dokumen rahasia yang berkaitan dengan urusan hukum

    internasional Timor-Leste. Beberapa diantaranya mencakup hal-

    hal yang sangat penting dan rumit seperti negosiasi antara kedua

    negara mengenai akses ke sumber daya maritim Laut Timor.

    Pada tanggal 2 Desember 2013, Jaksa Agung Australia

    mengeluarkan Surat Perintah. Menurut Elihu, tampaknya Surat

    Perintah itu dibuat untuk mengesahkan Organisasi Intelijen

    Keamanan Australia (ASIO) dalam melakukan pencarian kantor

    Collaery dan untuk mengambil materi yang ada di Kantor tersebut.

    Surat perintahnya ada di tab 1 di folder yang juga menjadi barang

    bukti yang disampaikan kepada Mahkamah oleh Elihu. Pada

    tanggal 3 Desember, ketika Collaery berada di Den Haag untuk

    memersiapkan proses di Arbitrase, sejumlah petugas ASIO, serta

    beberapa anggota Polisi Federal Australia, tiba di kantor Collaery

    di Canberra. Salah satu asisten hukum Collaery, Ms Preston,

    sendirian di kantor pada saat itu.

  • 131

    Para petugas menunjukkan Surat Perintah tersebut di atas,

    yang mengizinkan masuk dan menyita dokumen. Tetapi tidak

    pernah memberi tahu Ms Preston apa sebenarnya yang mereka

    cari, atau mengapa. Dalam tekanan saat itu Ms Preston berusaha

    untuk membaca Surat Perintah tetapi merasa sangat terintimidasi

    oleh kehadiran lebih dari selusin personel ASIO. Akibatnya dia

    tidak bisa menyelesaikannya. Selain itu, banyak kata di dalamnya

    yang terhapus. Permintaan Ms Preston agar dokumen yang diambil

    disalin ditolak. Alasan yang dikemukakan pada waktu itu adalah

    masalah keamanan nasional. Para petugas tetap di tempat selama

    beberapa jam. Mereka memeriksa banyak file. Tidak diketahui

    sampai sejauh mana mereka membuat catatan atau menyalin apa

    yang mereka temukan. Karena mereka diberi wewenang untuk

    melakukan dengan cara menyapu atas dasar Surat Perintah

    penggeledahan. Isi Surat Perintah antara lain: “untuk. . . memeriksa

    atau memeriksa catatan atau hal-hal yang ditemukan, dan membuat

    salinan atau transkrip”.

    Menurut Elihu, mereka kemudian pergi dari Kantor

    Pengacara di atas dengan membawa sejumlah paket dokumen. Ikut

    dibawa sjuga laptop dan stik USB. Ini tercantum dalam “catatan

  • 132

    layanan properti” yang juga sudh diajukan ke Mahkamah sebagai

    barang bukti di tab 2 dari folder hakim Timor-Leste. Collaery,

    yang premisnya diserang, tidak dapat menyebutkan secara spesifik

    apa yang ada dalam dokumen yang diambil, tetapi dapat dipastikan

    bahwa banyak dari mereka tidak hanya terkait dengan Arbitrase

    dan untuk pengembangan posisi negosiasi Timor-Leste dalam

    diskusi bilateral yang seharusnya akhirnya terjadi antara Timor-

    Leste dan Australia mengenai pembagian sumber daya Laut Timor

    yang terletak di antara kedua Negara dan batasnya.

    Bahwa Australia menganggap prospek negosiasi semacam

    itu dengan ketidakberesan dapat dilihat dari fakta bahwa itu

    dijamin pengenaan Timor-Leste dalam Perjanjian CMATS

    yaitu, Perjanjian kemudian dari suatu usaha untuk tidak

    menekan untuk negosiasi untuk periode Perjanjian itu, yaitu lima

    puluh tahun. Meskipun demikian, untuk mengantisipasi permulaan

    yang lebih awal, Timor-Leste telah menugaskan penelitian teknis

    untuk mendasarkan kasusnya. Sejumlah dokumen-dokumen ini

    dimiliki oleh Collaery dan dibawa pergi di bawah Surat Perintah.

    Dapat dicatat bahwa meskipun Jaksa Agung Australia telah

    melakukan bahwa materi yang disita pada tanggal 3 Desember

  • 133

    tidak akan dilihat oleh orang-orang yang terlibat dalam Arbitrase,

    pengabdiannya diam atas ketersediaan dokumen yang sangat

    sensitif dan rahasia ini kepada para pejabat Australia yang terlibat

    dalam hal pembatasan maritim.

    Perilah Kepemilikan pemerintah Timor-Leste atas material

    yang disita, Elihu mengemukakan beberapa hal. Para perwira

    ASIO meninggalkan Kantor Collaery sebagai “catatan penyitaan

    properti”. Daftar barang yang diambil dapat temukan di tab 2

    dalam folder, yang sudah diajukan ke Mahkamah. Rekor penyitaan

    properti memberikan beberapa indikasi secara umum tentang

    kemungkinan ruang lingkup material yang disita. Terlihat,

    misalnya, di item bernomor [0] 01, [0] 02 dan [0] 03, iPhone,

    laptop dan USB thumb drive. Semua itu, menurut Elihu, mungkin

    mengandung berbagai material yang sangat luas dan bermacam-

    macam. Barang-barang yang tersisa adalah dokumen, beberapa isi

    yang dapat ditarik kembali, dan yang lain tidak. Mereka juga

    melampaui Arbitrase. Sebagai contoh,

    Item LPP [0] 04 digambarkan sebagai “Dokumen berjudul”

    Menantang Validitas yang pasti Pengaturan laut dalam Perjanjian

    Laut Timor '”(23 halaman). Dokumen itu adalah "nasihat singkat

  • 134

    untuk memberi nasihat” tertanggal 7 Maret 2011. Dokumen ini

    berisi pertimbangan terperinci tentang berbagai opsi dan strategi

    hukum untuk menghadapi Perjanjian CMATS. Ini tidak terkait

    dengan proses arbitrase yang sedang berlangsung, tetapi berkisar

    jauh lebih luas, menetapkan kekuatan dan kelemahan dari berbagai

    opsi delimitasi.

    Item lainnya, menurut Elihu, seperti yang bisa dilihat,

    merujuk secara tegas ke “korespondensi” dengan Profesor

    Vaughan Lowe tentang Perjanjian Laut Timor dan hal-hal batas.

    Selama tahun-tahun dimana catatan penyitaan menunjukkan

    bahwa dokumen-dokumen ini berhubungan yaitu, mulai tahun

    2010 dan seterusnya Profesor Lowe telah menerima banyak

    makalah dari Collaery, termasuk salinan pendapat dan laporan

    teknis dan hukum terperinci tentang Laut Timor dan kemungkinan,

    memang kemungkinannya adalah Mr. Collaery mempertahankan

    salinan dokumen yang dia kirim ke Profesor Lowe. Barang yang

    lain lagi terdiri dari korespondensi antara kantor hukum Mr.

    Collaery dan PerdanaMenteri Timor-Leste.

  • 135

    Dengan demikian jelas, menurut Elihu, bahwa di antara

    materi yang diambil adalah banyak file yang berkaitan dengan hal-

    hal di mana kantor Collaery bekerja atas nama Pemerintah Timor-

    Leste. Semua arsip itu adalah milik Pemerintah Timor-Leste dan

    diadakan sedemikian rupa oleh Collaery selama tugasnya atas

    nama Pemerintah Timor-Leste. Hal ini sepenuhnya sejalan dengan

    proposisi yang diterima umum bahwa klien dalam hal ini

    Pemerintah memiliki kepemilikan atas dokumen-dokumen

    yang telah ada, atau diterima, oleh pengacara yang bertindak

    sebagai agen atas nama klien, atau yang telah dipersiapkan untuk

    kepentingan klien dan dengan biaya klien, seperti, surat nasihat,

    memorandum dan brief untuk nasihat.

    Kepemilikan oleh Timor-Leste dari materi-materi tersebut

    di atas yang ada dalam penguasaan Collaery lebih lanjut dibuktikan

    oleh Ketentuan Kontraktual di retainer Collaery yang menyatakan

    bahwa hak cipta atas semua materi yang disiapkan oleh Collaery

    atas nama Pemerintah Timor-Leste adalah milik Pemerintah.

    Ungkapan “hak cipta” juga mencakup kepemilikan fisik dari

    dokumen yang berisi materi hak cipta. Aturan umum tentang

    kepemilikan properti melalui agen tercermin dengan baik dalam

  • 136

    bagian-bagian tertentu dari penilaian House of Lords4. Elihu

    berpendapat bahwa dia hanya akan membaca beberapa bagian.

    Ekstrak yang lebih lengkap sudah diserhkan kepada Mahkamah

    dan dapat dilihat dalam tab 21 dari folder Mahkamah.

    Pada case law di atas, Viscount Simonds mengemukakan:

    “Tidak diragukan lagi, jika seorang terdakwa, dengan nama

    apa pun dia dipanggil, dapat diidentifikasi dengan Negara

    Berdaulat, tugasnya mudah: dia tidak perlu membuktikan

    lagi untuk tetap melakukan tindakan terhadapnya. Tapi,

    segera setelah terbukti bahwa quoad subjek-masalah dari

    tindakan terdakwa adalah agen Negara Berdaulat, bahwa,

    dengan kata lain, kepentingan atau properti dari Negara

    akan menjadi subyek dari ajudikasi, hasilyang sama

    tercapai.”

    Atas dasar itu, menurut Elihu, dalam Persidangan di

    Mahkamah pada saat itu, tentu saja, dia yakin MAhkamah akan

    menghargai bahwa ini adalah kasus tentang kekebalan Negara,

    tetapi itu tidak berbeda substansi mengenai masalah ini di hadapan

    Mahkamah pada saat itu, dari kasus waktu itu yang mengenai harta

    negara.

    Lebih jauh, Elihu mengutip Lord Simonds:

    “’Dua proposisi hukum internasional,’ kata Lord Atkin

    [dia, di sini, Lord Simonds mengutip dari Lord Atkin

    dalam apa yang disebut kasus Christina] (Compania

    4 Rahimtoola v. Nizam of Hyderabad [1958] A.C. 379.

  • 137

    Naviera Vascongado v. SS ‘Cristina’): ‘[di] masukkan

    ke dalam hukum domestik Australia yang menurut

    Simonds mapan dan berada di luar perselisihan. Yang

    pertama adalah [masih dikutip dari Lord Atkin] bahwa

    pengadilan suatu negara tidak akan mengedepankan

    kedaulatan negara asing. Artinya, mereka tidak akan

    melalui proses mereka membuatnya bertentangan

    dengan kehendaknya pihak ke proses hukum, apakah

    proses persidangan melibatkan proses terhadap

    orangnya atau berusaha untuk memulihkan dari dia

    properti tertentu atau kerusakan. Dan yang kedua [sekali

    lagi mengutip dari Lord Atkin] adalah bahwa mereka

    tidak akan melalui proses mereka, apakah kedaulatan

    adalah pihak dalam proses atau tidak, merebut atau

    menahan properti yang miliknya, atau yang dia miliki

    atau kendalikan.”

    Kebali mengutip Lord Atkin Elihu kemudian

    mengemukakan:

    “Jika properti yang secara lokal berada di negara ini

    terbukti milik, atau memiliki, kedaulatan asing yang

    independen, atau agennya, pengadilan tidak dapat

    mendengarkan klaim yang berusaha mengganggu hakmilik

    untuk properti itu, atau untuk merampas kepemilikannya.”

    Selanjutnya, mengutip dalam pidatonya Elihu merujuk

    Pendapat Lord Reid yang mengutip dari keputusan Dewan

    Penasihat dalam kasus Juan Ysmael & Co. Inc. v. Pemerintah

    Indonesia [1954] 3 WLR 531.

    Dikemukakan dalam kutipan dimaksud:

    “Dalam pendapat Lordships mereka, pemerintah asing

    mengklaim bahwa kepentingannya dalam properti akan

    terpengaruh oleh keputusan dalam suatu tindakan yang

  • 138

    bukan pihak, tidak terikat sebagai syarat untuk

    mendapatkan kekebalan untuk membuktikan haknya

    atas bunga yang diklaim, tetapi harus menghasilkan

    bukti untuk memuaskan pengadilan bahwa klaimnya

    tidak hanya ilusi, atau didirikan padahakmilik yang

    secara nyata rusak. ”

    Sehubungan dengan penahanan oleh Pemerintah Australia

    atas Dokumen Pemerintah Timor-Leste, Elihu mengemukakan

    bahwa dokumen rahasia ini telah berada di tangan Pemerintah

    Australia selama tujuh minggu. Terlepas dari upaya Jaksa Agung,

    tampaknya hampir tidak mungkin bahwa mereka belum diperiksa

    secara seksama oleh pejabat Australia. Saya ulangi, bahan-bahan

    ini relevan dengan negosiasi maritim di masa depan, yang terdiri

    dari saran nasihat, termasuk penilaian posisi Timor-Leste dan

    instruksi yang diberikan kepada pengacara dan ahli geologi dan

    maritim serta pendapat dan saran yang mereka miliki. disiapkan

    jelas semua bersifat sangat rahasia.

    Cara lain untuk mendekati pertanyaan kepemilikan adalah

    melalui hukum yang berkaitan denganhak istimewa profesional

    hukum. Untuk tujuan ini cukup untuk merujuk pada bagian dari

    bagian dalam Hukum Inggris Halsbury, Volume 66, berurusan

    dengan pertanyaan ini dalam bagian 1146. Elihu membaca tiga

    bagian pendek: Pertama:

  • 139

    “Komunikasi rahasia yang lewat antara pengacara dan

    profesional atau klien awamnya untuk tujuan meminta

    atau memberi nasihat hukum, seperti instruksi untuk

    nasihat dan nasihat, diistimewakan dari pengungkapan;

    pengadilan tidak akan, pada saat pihak ketiga,

    memaksa klien, dan tidak akan mengizinkan

    pengacara, untuk mengungkapkannya. Hak istimewa

    tidak terbatas pada komunikasi seperti yang dibuat

    dalam proses, atau dalam mengantisipasi, litigasi,

    tetapi komunikasi harus dilakukan dalam kapasitas

    profesional; dan komunikasi harus bersifat rahasia.”

    Kutipan kedua:

    “Hak atas kerahasiaan komunikasi antara pengacara

    dan klien juga dilindungi oleh hukum Komunitas dan

    oleh Konvensi untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia

    dan Kebebasan Fundamental.”

    Kutipan ketiga:

    “Di mana tidak ada pelepasan hak istimewa telah

    terjadi, sebuah perintah dapat diberikan untuk

    memaksa pihak lain ke tangan siapa dokumen istimewa

    telah datang untuk menyerahkan dokumen dan setiap

    salinan atau catatan dari itu dan tidak mengungkapkan

    atau memanfaatkan informasi apa pun terkandung

    dalam dokumen.”

    Menurut Elihu, semua itu adalah posisi dalam hukum

    Inggris dan, menurut perkiraan Elihu, tidak diragukan juga dalam

    hukum Australia jika, yang tidak diterima, yang seharusnya

    relevan.

    Berknaan dengan Pertahanan Australia “Keamanan

    Nasional”, Elihu mengemukakan bahwa dasar di mana pencarian

    ini dilakukan, dan alasan yang diberikan untuk penolakan untuk

  • 140

    mengembalikan materi, dikatakan oleh petugas ASIO untuk

    memperhatikan masalah “keamanan nasional”. Sejauh mana, jika

    sama sekali, “keamanan nasional” dapat menjadi pertimbangan

    yang relevan dalam keadaan kasus ini mungkin akan

    diperdebatkan oleh Australia. Bukan untuk Timor-Leste untuk

    mengantisipasi argumen Australia dan akan menunggu sampai

    mereka mendengarnya. Tetapi untuk mengantisipasi argumen-

    argumen itu, apa pun itu, harus diingat bahwa keamanan nasional

    adalah masalah dua sisi. Sejauh keamanan nasional memiliki

    relevansi dengan kasus Australia, yang ditolak, keamanan nasional

    juga relevan dengan posisi Timor-Leste. Penyitaan dokumen-

    dokumen yang diadakan oleh Collaery atas nama Pemerintah

    Timor-Leste tidak diragukan lagi merupakan pelanggaran terhadap

    keamanan nasional Timor-Leste.

    Adalah tepat untuk mengingat sehubungan dengan

    referensi konstan oleh Australia untuk “keamanan nasional”,

    bahwa ada otoritas internasional yang persuasif yang memenuhi

    syarat sejauh mana faktor ini dapat diperhitungkan. Dalam Jaksa

    v. Blaškić, Pengadilan Internasional untuk Bekas Yugoslavia

    dihadapkan oleh permohonan bahwa dokumen yang dicari dari

  • 141

    pejabat Negara Kroasia dilindungi oleh “keamanan nasional”.

    Tribunal menjelaskan:

    “Untuk memberikan Negara hak selimut untuk menahan,

    untuk tujuan keamanan, dokumen yang diperlukan untuk

    persidangan dapat membahayakan fungsi dari Pengadilan

    Internasional, dan mengalahkan objek dan tujuan dasarnya.

    Mengakui bahwa suatu Negara yang memegang dokumen-

    dokumen tersebut dapat secara sepihak menyatakan klaim

    keamanan nasional dan menolak menyerahkan dokumen-dokumen

    itu dapat menyebabkan pelemahan kriminal internasional proses:.

    . . The raison d’être dari Pengadilan Internasional akan

    dilemahkan. ”

    Elihu mengemukakan bahwa kasus yang tengah

    berlangsung itu tidak menjadi bingung dengan Arbitrase. Adapun

    argumentasi Elihu adalah sebgai berikut. Terhadap latar belakang

    ini bahwa kasus ini telah dimulai di Pengadilan ini. Penting bahwa

    kedua kasus tidak boleh bingung. Arbitrase terkait dengan

    pendapat Timor-Leste bahwa perilaku Australia selama negosiasi

    untuk Perjanjian CMATS telah membuat perjanjian itu tidak

    berlaku. Ini tentu akan membawa temuan bahwa pasal lamanya

  • 142

    Perjanjian Laut Timor perjanjian nanti tetap tidak berubah.

    Konsekuensi inilah yang diperdebatkan antara kedua Pihak. Kasus

    saat ini sangat berbeda. Ini adalah salah satu di mana Timor-Leste

    mengeluh tentang penyitaan propertinya dan sedang mencari

    pemulihan dokumen-dokumen yang diadakan atas nama Collaery.

    Alasan untuk permintaan saat ini untuk tindakan sementara adalah

    bahwa Timor-Leste keberatan atas waktu yang diberikan untuk

    mempelajari dokumen oleh pihak berwenang Australia dengan

    konsekuensi merugikan yang tidak terduga dan bahaya yang tidak

    dapat diperbaiki. Untuk itu, Timor-Leste mencari pengembalian

    segera bahan-bahan dan salinan apa pun yang mungkin dibuat oleh

    Australia dari mereka, atau bahwa mereka semua harus disegel

    segera dan dibuat tidak dapat diakses oleh pihak berwenang

    Australia, termasuk tentu saja mereka yang peduli dengan

    pelaksanaan Arbitrase yang tertunda. Ujung-ujung ini dapat

    dilanjutkan baik dengan segera mengembalikan dokumen ke

    kantor Collaery atau dengan menyetorkannya untuk disimpan

    dengan aman di tempat lain sebagaimana mungkin ditentukan oleh

    Pengadilan.

  • 143

    Berkitan dengan konsekuensi dari Penyitaan, Elihu

    mengemukakan bahwa konsekuensi dari penyitaan awal tidak

    diragukan lagi bahwa Australia telah menempatkan dirinya dalam

    posisi yang cukup menguntungkan, baik dalam Arbitrasi yang

    tertunda maupun dalam berbagai macam hal yang terlibat dalam

    hubungan antara Timor-Leste dan Australia. Terkemuka di antara

    ini di masa depan akan, seperti yang telah saya sebutkan, menjadi

    negosiasi yang harus terjadi antara Timor-Leste dan Australia

    mengenai pembatasan maritim dan akses ke sumber daya maritim.

    Perlu ditekankan bahwa proses ini hanya berdampak secara

    kebetulan pada Arbitrase yang sedang berlangsung tentang

    dampaknya pada Pasal 23 Perjanjian Laut Timor tentang ketentuan

    Perjanjian CMATS.

    Mereka memperluas dalam signifikansi mereka lebih jauh

    ke masa depan. Ini benar-benar rendah budi bahwa satu pihak

    untuk negosiasi atau litigasi harus dapat menempatkan dirinya

    dengan saranaini dalam posisi keunggulan seperti itu di atas yang

    lain. Apa yang telah terjadi melanggar prinsip-prinsip dasar yang

    mengatur perilaku negosiasi dan litigasi. Ini benar-benar

    menghancurkan kesetaraan dan itikad baik yang harus berlaku di

  • 144

    antara Para Pihak. Dan saya berani berharap bahwa Pengadilan

    akan mengatakan demikian.

    Ini menurut Elihu menyimpulkan apa yang harus dia

    katakan tentang latar belakang permintaan saat ini. Dia saat itu

    harus beralih ke aspek substantif dari permintaan ini untuk

    langkah-langkah sementara perlindungan. Beberapa aspek dari apa

    yang sudah dikatakannya juga akan diuraikan oleh Sir Michael

    Wood. Dia belum terlalu jauh melangkah tetapi dia akan sangat

    berterima kasih jika Mahkamah memberi dia waktu dua menit

    untuk menenangkan diri. Terima kasih.

    Mengingat permintaan Elihu tersebut, sidang ditangguhkan

    agar Elihu duduk selama lima menit. Pengadilan akan diundur.

    Pengadilan ditunda dari 11.20 pagi hingga 11.30 pagi. Sidang

    kemudian dilanjutkan dan Presiden Mahkamah memberikan

    kesempatan ke Sir Elihu untuk melanjutkan Petisinya. Sembari

    mengucapkan terima kasih kepada Presiden Mahkamah, Sir Elihu

    Lauterpacht kemudia melantkan Pendapatnya dan mengemukakan

    apa yang dia sebut sebagai aspek substantif dari permintaan

    tersebut. Beberapa aspek dari apa yang akan dia katakan juga,

    menurutnya diuraikan oleh Sir Michael Wood.

  • 145

    3.2.5.2. Soal Yurisdiksi Pengadilan Lokal dalam Petisi Pihak Ahli

    Mengenai yurisdiksi, hal pertama yang dikemukakan Elihu

    yaitu bahwa Kedua Pihak telah membuat deklarasi berdasarkan

    Klausul Opsional Pasal 36 Statuta Pengadilan. Oleh karena itu

    mereka telah diadilipadayurisdiksi wajibdaripengadilan untuk

    menangani masalah ini. Meskipun Australia telah membuat

    keberatan tertentu untuk penerimaannya, tidak satupun dari

    mereka relevan dengan kasus ini. Ini bukan kasus tentang

    pembatasan maritim dan belum dimulai oleh Timor-Leste dalam

    dua belas bulan setelah pengajuan deklarasinya sendiri. Tautan

    yurisdiksional tampaknya sepenuhnya efektif. Menurut Elihu, dia

    tidak perlu mengambil waktu lebih lama dari Mahkamah untuk

    menjelaskan hal itu. Meskipun Sir Michael Wood akan

    mengatakan lebih banyak tentangnya saat ini. Elihu kemudian

    berpindah ke judul penting dari “Tidak Relevansi Peraturan

    Berkaitan dengan Penyelesaian Secara Lokal ”.

    Menurut Elihu, soal ketidakrelevanan Aturan yang

    Berkaitan dengan Penyelesaian Lokal, dijelaskan sebagai berikut.

    Australia telah memberikan keunggulan besar dalam Pengamatan

  • 146

    Tertulis untuk ketersediaan Penyelesaian dalam sistem hukum

    Australia. Penegasan yang terus-menerus tentang relevansi

    penyelesaian lokal ini menuntut penolakan yang jelas dan tegas.

    Aturan ini tidak memiliki aplikasi di sini. Aturan tersebut berkaitan

    dengan kasus-kasus di mana suatu Negara berusaha melindungi

    kepentingan salah satu warga negaranya dengan tujuan untuk

    memastikan bahwa pihak yang bersangkutan telah ketiadaan solusi

    yang mungkin tersedia baginya di bawah hukum Negara yang telah

    mencelakakannya. Ia tidak memiliki relevansi di mana suatu

    Negara menegaskan haknya sendiri terhadap Negara yang telah

    mencelakakannya.

    Elihu mencontohkan, misalnya, dalam kasus Selat Corfu,

    di mana Inggris mengajukan tuntutan hukum terhadap Albania

    sehubungan dengan kerusakan yang dilakukan terhadap kapal

    perang Inggris di perairan teritorial Albania, tidak ada saran yang

    dibuat bahwa Inggris harus terlebih dahulu mencari solusidi

    pengadilan Albania. Pengamatan untuk efek yang sama juga dapat

    ditemukan dalam kasus Waran Penangkapan di mana, sebagai

    tanggapan terhadap argumen Belgia bahwa Kongo harus memiliki

    solusi yang habis-habisan di Belgia, Pengadilan mengatakan:

  • 147

    “[A] Kongo tidak bertindak dalam konteks perlindungan

    salah satu warga negaranya, Belgia tidak dapat

    bergantung pada aturan yang berkaitan dengan

    penyelesaiandomestik. . . Belgia menerima bahwa, pada

    tanggal di mana Kongo mengajukan permohonan untuk

    melembagakan proses, Kongo memiliki kepentingan

    hukum langsung dalam masalah ini, dan menegaskan

    klaim atas namanya sendiri.5

    Melanjutkan argumentasinya Elihu kemudian mengambil

    lagi pandangan lainnya, dalam kasus Avena:

    “Meksiko dapat, dalam mengajukan klaim atas

    namanya sendiri, meminta Pengadilan untuk

    memutuskan pelanggaran hak yang diklaim telah

    menderita baik secara langsung maupun melalui

    pelanggaran hak individu yang diberikan pada warga

    negara Meksiko berdasarkan Pasal 36 (1) (b)).

    Kewajiban untuk menyelesaikan secara domestik tidak

    berlaku untuk permintaan semacam itu.6

    Menjelaskan tentang obyek Permintaan untuk persidangan

    itu, Elihu mengemukakan bahwa dia berani menyatakan bahwa

    objek dari permintaan ini cukup jelas. Ini untuk mencegah dengan

    segera Australia dari mendapatkan keuntungan lebih lanjut dari

    ilegal internasionalpenyitaan menunggu keputusan akhir dari

    5 Aktivitas Bersenjata di Wilayah Kongo (Demokratis Republik Kongo

    vs. Uganda), Putusan, Laporan ICJ 2002, hlm., 17-18, paragraf 40.).

    6 Avena dan Warga Negara Meksiko Lainnya (Meksiko v. Amerika

    Serikat), Judgment, I.C.J. Laporan 2004, hlm., 36.).

  • 148

    aplikasi di Court pada tindakan utama yang dimulai pada bulan

    Desember.

    Berkenan dengan karakter Hak-hak yang Memastikan

    Perlindungan sedang Dicari, menurut Elihu, sebagaimana

    Pengadilan telah nyatakan sebelumnya, Pengadilan harus prihatin

    untuk mempertahankan dengan tindakan sementara hak-hak yang

    kemudian dapat diputuskan oleh Pengadilan. Untuk tujuan ini,

    Pengadilan harus menjalankan kekuasaannya hanya jika puas

    bahwa hak-hak yang ditegaskan oleh pihak setidaknya

    dapatdibenarkan. Selain itu, "sebuah hubungan harus ada di antara

    hak-hak yang membentuk subjek dari proses di hadapan

    Pengadilan tentang manfaat kasus dan langkah-langkah sementara

    yang sedang dicari" (Pembangunan Jalan di Kosta Rika sepanjang

    Sungai San Juan (Nicaragua v. Kosta Rika); Aktivitas Tertentu

    yang dilakukan oleh Nikaragua di Wilayah Perbatasan (Costa Rica

    v. Nikaragua), Permintaan yang diajukan oleh Nikaragua untuk

    indikasi Langkah-langkah Sementara, Tata tertib 13 Desember

    2013, paragraf 16).

    Hak-hak yang diklaim oleh Timor-Leste dalam tindakan

    utama terdiri dari perlindungan atas hak miliknya atas materi yang

  • 149

    disimpan di kantor Mr. Collaery atas nama Timor-Leste yang

    berkaitan dengan masalah-masalah hukum yang menjadi perhatian

    Timor-Leste dan terkait dengan masalah-masalah khusus di mana

    Timor-Leste telah meminta Mr. Collaery untuk bertindak atau

    memberi saran. Beberapa masalah yang dipertanyakan adalah

    masalah antara Timor-Leste dan Australia yang merentang

    kembali ke akses Timor-Leste menuju kemerdekaan pada tahun

    2002. Seperti yang telah saya katakan, ini terutama adalah

    masalah-masalah yang berkaitan dengan sumber daya Laut Timor

    dan pembagian mereka antara Timor- Leste dan Australia, serta

    tidak berarti masalah-masalah terkait yang tidak penting terkait

    dengan pembangunan saluran pipa dan pembuangan gas helium.

    Tidak ada keraguan bahwa dokumen-dokumen ini milik

    Pemerintah Timor-Leste. Meskipun dalam tahanan Collaery,

    mereka dihasilkan dalam pelaksanaan instruksi umum atau khusus

    yang diberikan kepada Collaery oleh Pemerintah Timor-Leste.

    Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, mereka bukanlah

    bahan yang merupakan hak milik Collaery untuk dibuang, atau isi

    yang bebas untuk dibocorkan kepada orang lain, disimpan dengan

    wewenang Pemerintah Timor-Leste.

  • 150

    Untuk masuk akal, mengingat sifat klaim utama dan fakta

    yang pasti itu bahwa Timor-Leste adalah Negara berdaulat yang

    diakui oleh Australia, hak miliknya berhak untuk

    penuhmenghormati pesawat internasional di Negara mana pun

    mereka berada. Oleh karena itu disampaikan bahwa orang Timor

    mengklaim hak memenuhi persyaratan masuk akal yang

    disyaratkan oleh Pengadilan. Orang Timor mengklaim hak atas

    perlindungan tidak tergantung pada hukum Australia tetapi pada

    hukum internasional. Ini adalah aspek kedaulatan Timor. Status

    dokumen itu analog dengan dokumen yang dimiliki oleh misi

    diplomatik atau konsulat asing. Hak-hak orang Timor adalah,

    apalagi, berhak atas pengakuan tidak peduli apa ketentuan khusus

    yang dapat ditegaskan oleh hukum Australia terhadap mereka.

    Menyoal hubungan antara Langkah-langkah yang Dicoba

    dan Hak-hak yang membentuk Subjek Kasus Saat itu, Elihu

    berpendapat bahwa Mahkamah juga telah menekankan bahwa

    harus ada hubungan antara hak-hak yang dimintakan perlindungan

    dan hak-hak yang menjadi pokok klaim utama. Dalam kasus ini,

    hubungansemacam itu hampir terbukti dengan sendirinya.

    Tindakan utama adalah tindakan di mana Timor-Leste mencari

  • 151

    kembalinya dokumen-dokumen yang disita pada tanggal 3

    Desember 2013. Klaim bahwa kemajuan Timor-Leste sekarang

    dalam permintaan sekarang sangat erat kaitannya. Ini diatur dalam

    paragraf 10 dari Permintaan diajukan17 Desember. Saya hanya

    perlu membaca subparagraf (a), (b) dan (e) dari paragraf 10

    Huruf (a): "Bahwa semua dokumen dan data yang disita oleh

    Australia dari 5 Brockman Street, Narrabundah, di Wilayah Ibu

    Kota Australia pada 3 Desember 2013 akan segera disegel dan

    diserahkan ke tahanan Pengadilan Internasional." Huruf (b):

    “Bahwa Australia segera mengirim ke Timor-Leste dan ke

    Pengadilan Internasional (i) daftar setiap dan semua dokumen dan

    data yang telah diungkapkan atau dikirim, atau informasi yang

    terkandung di dalamnya yang telah diungkapkan atau dikirim ke

    seseorang, apakah orang tersebut dipekerjakan atau memiliki

    kantor di institusi Negara Australia atau Negara ketiga, dan (ii)

    daftar identitas atau deskripsi dan posisi saat ini yang dipegang

    oleh orang-orang semacam itu.” Huruf (e): “Bahwa Australia

    memberikan jaminan bahwa itu tidak akan mencegat atau

    menyebabkan ataumeminta penyadapan komunikasi antara Timor-

    Leste dan penasihat hukumnya, baik di dalam atau di luar Australia

  • 152

    atau Timor-Leste.” Dengan demikian, Timor-Leste

    menyampaikan bahwa ada hubungan yang diperlukan antara hak

    yang sekarang dinyatakan dalam proses sekarang dan hak yang

    diklaim dalam tindakan utama.

    Berkeitana dengan Risiko prasangka dan Kerusakan yang

    tidak dapat diperbaiki, Elihu mengemukakan bahwa saat itu dia

    beralih ke ketentuan Pasal 41 dari Statuta Pengadilan yang

    memberikan kepada Mahkamah kekuasaan untuk menunjukkan

    tindakan sementara ketika kerusakan yang tidak dapat diperbaiki

    dapat disebabkan oleh hak-hak yang menjadi pokok dari kasus

    utama.

    Alasan mengapa tindakan utama telah diajukan adalah

    bahwa Australia tidak boleh diizinkan untuk mempelajari isi

    dokumen yang telah disita. Timor-Leste berhak atas pengakuan

    dan perlindungan terhadap kepentingannya. Hal ini tidak akan

    memerlukan imajinasi di pihak Mahkamah untuk membayangkan

    kerugian di mana Timor-Leste ditempatkan oleh fakta bahwa

    Australia mungkin telah mempelajari secara spesifik nasihat yang

    mungkin diberikan Timor-Leste dalam beberapa tahun terakhir

    mengenai faktor-faktor yang relevan dengan pernyataan klaimnya

  • 153

    terhadap batas maritim yang dapat diterima antara Australia dan

    Australia, dan terutama istilah-istilah yang, jika ada, kompromi

    dapat dicapai.

    Jika Australia telah memperoleh informasi bahan-bahan

    ini mengenai hal-hal ini, setidaknya, tidak menguntungkan dan

    setiap pengetahuan yang diperoleh harus disetujui. Hal yang sama

    berlaku jika Australia telah menyalin materi. Tujuan dari proses ini

    adalah untuk mengamankan perlindungan Pengadilan terhadap

    risiko-risiko ini sekarang. Jika perlindungan tersebut ditunda

    sampai penutupan proses utama, mungkin satu tahun atau lebih,

    paling tidak, kerusakan yang dilakukan terhadap Timor-Leste

    menjadi semakin berat. Ada kemungkinan bahwa bahaya yang bisa

    dilakukan telah dilakukan tetapi itu tidak dapat diasumsikan.

    Selain itu, sejauh kerusakan belum dapat dilakukan, itu akan tidak

    dapat diperbaiki. Diharapkan bahwa Pengadilan sekarang bahkan

    dapat memerintahkan pengembalian dokumen dan melarang

    pembuatan salinan, dengan cara ini beberapa bahaya dapat

    dikurangi.

    Persoalan Urgensi, Elihu mengemukakan bahwa untuk

    menggemakan kata-kata Pengadilan dalam kasus Kosta Rika

  • 154

    Pengadilan dapat menggunakan kekuasaannya untuk

    menunjukkan tindakan sementara jika ada urgensi “dalam arti

    bahwa ada risiko nyata dan segera yang dapat menyebabkan

    prasangka yang tidak dapat diperbaiki yang mungkin terjadi pada

    hak-hak di sengketa sebelum Pengadilan memberikannya

    keputusan terakhir”.

    Ditegaskan bahwa urgensi semacam ini jelas ada dalam

    kasus ini. Australia tidak boleh mempelajari isi materi yang disita.

    Tidak dapat dikatakan atas nama Australia bahwa mereka telah

    mempelajari materi dan mengumpulkan dari semua pengetahuan

    bahwa ini memerlukan posisi Timor-Leste dalam kaitannya

    dengan masalah yang sudah ada atau berpotensi dalam

    perselisihan. Itu akan membuat Australia mengakui bahwa

    prasangka telah menyebabkan Timor-Leste.

    Jika Pengadilan mengabaikan fakta ini dan berpendapat

    bahwa apa yang telah dilakukan tidak dapat diurungkan dan karena

    itu di luar jangkauan Pengadilan, hal ini akan menyebabkan

    tindakan ilegal. Ini, saya dengan hormat menyarankan, adalah

    kesan yang tidak mungkin ingin disampaikan oleh Pengadilan ini.

    Juga tidak akan ada ruang untuk reparasi oleh Australia dalam

  • 155

    bentuk pembayaran ganti rugi. Hukuman moneter tidak akan

    cukup dan akan dibaca di seluruh dunia sebagai lisensi untuk

    melakukan banyak jenis kesalahan lainnya.

    Elihu mengemukakan bahwa dia berani menyampaikan

    bahwa apa yang diperlukan adalah kecaman yang jelas, tegas dan

    keras atas apa yang telah dilakukan Australia, ditambah dengan

    persyaratan bahwa semua yang telah diambil dari kantor Mr.

    Collaery harus segera terdaftar dan ditempatkan