bab iii hasil penelitian dan analisis a. - institutional...

32
45 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil penelitian Bab III ini berisi hasil penelitian atau temuan data. Temuan ini sebagai jawaban rumusan dan tujuan penelitian dalam rangka untuk menjawab tujuan penelitian yaitu Mengetahui hak atas tanah adat di Indonesia dan pengakuan Negara hak atas tanah adat bagi masyarakat hukum adat di Indonesia dalam sistem hukum Indonesia. Temuan data pada bab ini akan berupa seperti apa pengaturan dan isi tentang Hukum Adat dalam Hukum Indonesia. 1. Pengakuan Negara terhadap hak atas tanah adat dan masyarakat adat 1). Berdasarkan UUD 1945 Pasal 18 B ayat (1) dan (2) UUD 1945 mengamanatkan sebagai berikut: (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Upload: lykhanh

Post on 07-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

45

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Hasil penelitian

Bab III ini berisi hasil penelitian atau temuan data. Temuan ini sebagai

jawaban rumusan dan tujuan penelitian dalam rangka untuk menjawab tujuan

penelitian yaitu Mengetahui hak atas tanah adat di Indonesia dan pengakuan

Negara hak atas tanah adat bagi masyarakat hukum adat di Indonesia dalam

sistem hukum Indonesia. Temuan data pada bab ini akan berupa seperti apa

pengaturan dan isi tentang Hukum Adat dalam Hukum Indonesia.

1. Pengakuan Negara terhadap hak atas tanah adat dan masyarakat adat

1). Berdasarkan UUD 1945

Pasal 18 B ayat (1) dan (2) UUD 1945 mengamanatkan sebagai berikut:

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang

bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. (2)

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat

beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang

diatur dalam undang-undang.

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

46

Pada aras pengaturan dapat dimengerti adanya pengakuan terhadap hukum

adat dan masyarakat adat. Dari isi pasal peraturan terurai di atas dapatlah

dikatakan ada pengakuan atas keberadaannya masyarakat hukum adat. Bukti

bahwa adanya pengakuan tersebut terdapat dalam:... Negara mengakui dan

menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya (pasal 18 B UUD RI 1945),........... Negara mengakui dan

menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya...... sepanjang masih hidup... Dengan frase sepanjang masih hidup

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat tersebut diakui.

2). Berdasarkan UU no 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok

Agraria.27

Hukum tanah nasional disusun berdasarkan Hukum Adat tentang tanah,

yang dinyatakan dalam konsiderans / UUPA. Pernyataan mengenai hukum adat

terdapat dalam:

a. Dalam penjelasan umum angka III (1) UUPA dinyatakan bahwa, ”Dengan

sendirinya Hukum Agraria yang baru itu harus sesuai dengan kesadaran

hukum dari rakyat banyak. Oleh karena rakyat Indonesia sebagian besar

tunduk pada hukum adat, maka Hukum Agraria baru tersebut akan

didasarkan pula pada ketentuan-ketentuan hukum adat itu, sebagai hukum

yang asli, yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan

27

Sri Harini, 2011, edisi Oktober,Majalah Refleksi Hukum FH, Jurnal Ilmu Hukum, hal 292-293

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

47

masyarakat dalam negara yang modern dan dalam hubungannya dengan

dunia internasional serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia.

Sebagaimana dimaklumi maka hukum adat dalam pertumbuhannya tidak

terlepas pula dari pengaruh politik dan masyarakat kolonial yang

kapitalistis dan masyarakat swapraja yang feodal.”

b. Dalam pasal 5 dinyatakan bahwa: Hukum Agraria yang berlaku atas

bumi, air dan ruang-ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak

bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan

atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan

peraturan–peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini

(maksudnya: UUPA) dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala

sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersangkutan pada

hukum agama. Dalam penjelasan pasal 5 dinyatakan bahwa: penegasan

bahwa hukum adat dijadikan dasar dari Hukum Agraria yang baru.

Selanjutnya lihat Penjelasan Umum III angka 1.

c. Dalam penjelasan pasal 16 dinyatakan bahwa: Pasal ini adalah

pelaksanaan daripada ketentuan dalam pasal 4. Sesuai dengan asas yang

diletakkan dalam Pasal 5, bahwa Hukum Pertanahan Nasional didasarkan

atas Hukum Adat, maka penentuan hak–hak atas tanah dan air dalam

pasal ini didasarkan pula atas sistematik dari hukum adat. Dalam hal itu

hak–hak adat yang sifatnya bertentangan dengan ketentuan–ketentuan

Undang-undang ini(pasal 7 dan 10) tetapi berhubungan dengan keadaan

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

48

masyarakat sekarang ini belum dapat dihapuskan, diberi sifat sementara

dan akan diatur (ayat 1 huruf h jo pasal5).

d. Pasal 56 dinyatakan bahwa: Selama Undang-undang mengenai hak milik

sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat 1 belum terbentuk, maka yang

berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat.... sepanjang

tidak bertentangan dengan jiwa dan Undang-undang Pokok Agraria.

e. Dalam pasal 58 menyatakan bahwa: Selama peraturan-peraturan

pelaksana undang-undang ini belum terbentuk, maka peraturan-peraturan,

baik yang tertulis maupun tidak tertulis mengenai bumi, air, kekayaan

alam yang terkandung didalamnya dan hak-hak atas tanah yang ada pada

mulai berlakunya UU ini, tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan

dengan jiwa dari ketentuan-ketentuan dalam undang-undang in serta

diberi tafsiran yang sesuai dengan itu. Pasal ini tidak menyebutkan

Hukum Adat secara langsung. Tetapi apa yang disebut peraturan yang

tidak tertulis mencakup juga Hukum Adat.

3). Instruksi Presiden No.1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan

Bidang Ke agrarian dengan Bidang Kehutanan.28

Diatur perihal perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Hukum Adat

dalam hal pemegang HPH menguasai bidang tanah yang di dalamnya terdapat

tanah dikuasai oleh penduduk atau masyarakat hukum adat dengan sesuatu hak

28

Ibid, halaman 295

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

49

yang sah, maka hak itu harus dibebaskan terlebih dahulu oleh pemegang HPH

dengan memberikan ganti rugi kepada pemegang hak tersebut untuk kemudian

dimohonkan haknya kepada negara, dengan mengikuti tata cara yang ditetapkan

dalam peraturan perundang-undangan agraria yang berlaku.

4). Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 memberikan

pernyataan tentang masyarakat adat sebagai berikut: Pemerintah menetapkan

kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang

dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang

hidup dalam masyarakat. Pasal tersebut dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam

rangka penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan

penataan ruang wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional potensi,

aspirasi, dan kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di

masyarakat. Misalnya perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan

kehidupannya bertumpu pada sumber daya alam yang terdapat di sekitarnya.

Masyarakat adat memiliki keragaman yang dapat dilihat dari segi budaya, agama

dan atau kepercayaan, serta organisasi ekonomi dan sosial. Dalam kaitannya

dengan permasalahan lingkungan hidup, sebagian kelompok memposisikan

mereka sebagai kelompok yang diidealkan dalam berhubungan dengan alam

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

50

dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan spiritualitas dari

masyarakat-masyarakat adat dengan alam.

5). Hak Ulayat dalam UU no 5 tahun 1967 dengan UU no 41 tahun 1999

tentang Kehutanan.29

Menurut pernyataan UU pokok Kehutanan (UU no 5 tahun 1967) semua

hutan dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya, dikuasai oleh Negara. Hak Ulayat masyarakat-

masyarakat hukum adat harus diakui, tetapi sepanjang menurut kenyataannya

masih ada, sesuai dengan ketentuan pasal 3 UUPA, didalam pasal 17 ditentukan

bahwa “pelaksanaan hak-hak masyarakat hukum adat dan anggota-anggotanya

serta perseorangan untuk mendapatkan manfaat dari hutan baik langsung

maupun tidak langsung yang didasarkan atas sesuatu peraturan hukum,

sepanjang menurut kenyatannya masih ada; tidak boleh mengganggu tercapainya

tujuan-tujuan yang dimaksud dalam Undang-Undang ini”. Dalam penjelasan

umumnya dinyatakan antara lain:”Didalam pasal 2 dipergunakan istilah “Hutan

Negara” untuk menyebut semua hutan yang bukan “Hutan Milik”. Dengan

demikian maka pengertian “Hutan Negara” itu mencakup pula hutan-hutan yang

baik berdasarkan peraturan perundangan maupun hukum adat dikuasai masyarakat

hukum adat.

29

Ibid, hal 294

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

51

Pengaturan perihal masyarakat adat dalam hubungannya dengan hutan

ulayatnya diatur dalam pasal 67, bahwa masyarakat hukum adat, sepanjang

menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, berhak:

a. Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup

sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan.

b. Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang

berlaku dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang; dan

c. Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan

kesejahteraannya. Kemudian diatur kriteria mengenai pengakuan

keberadaan masyarakat hukum adat jika memang kenyataannya

memenuhi unsur antara lain:

1. masyarakat masih dalam bentuk paguyuban

(rechtsgemeenschap)

2. ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya

3. ada wilayah hukum yang jelas

d. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang

masih ditaati,

e. Masih melakukan kegiatan mengambil hasil hutan diwilayah hutan

sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

52

6). Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak

Ulayat Masyarakat Hukum Adat .30

Oleh karena meningkatnya masalah yang berkenaan dengan hak ulayat

masyarakat hukum adat, maka diterbitkan peraturan ini, yang memberikan

pengaturan sebagai berikut :

a. Pasal 1: bahwa Hak ulayat dan hak hak yang serupa itu dari masyarakat hukum

adat, didefinisikan sebagai kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh

masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan

hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk

tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang

timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak

terputus antara masyarkat hukum adat tersebut dengan wilayah yang

bersangkutan.

b. Pasal 2: bahwa Hak Ulayat mengandung 2 unsur, yaitu :

- Unsur pertama adalah unsur hukum perdata, yaitu sebagai hak

kepunyaan bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan atas

tanah ulayat, yang dipercayai berasal mula-mula sebagai peninggalan nenek

moyang mereka dan merupakan karunia suatu kekuatan gaib, sebagai pendukung

utama kehidupan dan penghidupan serta lingkungan hidup (lebensraum).

30

Ibid, hal 295

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

53

- Unsur kedua adalah unsur hukum publik, yaitu sebagai kewenangan

untuk mengelola dan mengatur peruntukan, penggunaan dan penguasaan tanah

ulayat tersebut. Peraturan ini menyebutkan tanda-tanda yang perlu diteliti untuk

menentukan masih adanya hak ulayat meliputi 3 unsur, yaitu :

a. Unsur masyarakat adat, yaitu terdapatnya sekelompok orang yang masih

merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu

persekutuan hukum tertentu yang mengakui dan menerapkan ketentuan-

ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

b. Unsur wilayah, yaitu terdapatnya tanah ulayat tertentu yang menjadi

lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya

mengambil keperluan hidupnya sehari-hari.

c. Unsur hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu

terdapatnya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan

penggunaan tanah ulayatnya yang masih berlaku dan ditaati oleh para

warga persekutuan hukum tersebut.

7). Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia.31

Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia

(UUHAM) memberikan pengakuan atas keberadaan masyarakat adat, dalam

31

Ibid, hal 297

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

54

hubungannya dengan hak-hak azasi manusia. Pasal 6 UUHAM berbunyi: Ayat (1)

: “Dalam rangka penegakkan hak azasi manusia, perbedaan dan kebutuhan

dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum,

masyarakat dan pemerintah.” Ayat (2): “Identitas budaya masyarakat hukum

adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi selaras dengan perkembangan

zaman.” Dijelaskan lebih lanjut bahwa hak adat yang secara nyata masih berlaku

dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harus dihormati

dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakan hak asasi manusia

dalam masyarakat yang bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan

peraturan perundang-undangan. Dalam rangka penegakan hak asasi manusia,

identitas budaya nasional masyarakat hukum adat, hak-hak adat yang masih

secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat, tetap

dihormati dan dilindungi sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas Negara

hukum yang berintikan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Selain itu ditegaskan

pula keharusan bagi hukum, masyarakat dan pemerintah untuk menghargai

kemajemukan identitas dan nilai-nilai budaya yang berlaku pada komunitas adat

setempat. Pengingkaran terhadap kemajemukan tersebut, misalnya melakukan

penyeragaman (uniformitas) nilai terhadap mereka merupakan suatu pelanggaran

HAM, apalagi jika pengingkaran tersebut disertai tindakan-tindakan pelecehan,

kekerasan atau paksaan. Sudah tentu tindakan demikian bisa dikategorikan

kejahatan serius dan berat, sehingga memungkinkan untuk diselesaikan di

pengadilan HAM.

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

55

Dalam hubungannya dengan hak atas tanah, politik hukum atas tanah di

Indonesia pada jaman kolonial memunculkan pluralisme status tanah, yaitu tanah

negara, tanah adat dan tanah-tanah yang dimiliki oleh swasta. Apa yang seratus

tahun yang lalu hanya dilihat sebagai masalah pertanahan biasa, sekarang

terangkat sebagai masalah dalam wilayah hak asasi manusia. Di sinilah hubungan

antara hak ulayat dan hak asasi manusia32

. Hak ulayat dapat dimasukkan ke dalam

kategori hak seperti hak atas pembangunan dan hak atas lingkungan yang bersih.

Yang menjadi masalah penting disini adalah hak masyarakat adat atas tanah yang

menjadi habitat hidupnya. Di belakang itu adalah kesadaran, bahwa manusia tidak

dapat dilepaskan dari habitatnya atau ia menjadi ambruk. Jadi menjaga keutuhan

hubungan antara manusia dan habitatnya masuk dalam agenda memajukan dan

melindungi hak asasi manusia. Tanah bagi manusia merupakan syarat penting

bagi menjaga kelangsungan hidupnya, sebab tanah berarti makan, tinggal,

membesarkan keluarga, memelihara warisan budaya, singkat kata: hidup.

Masyarakat adat sangat bergantung pada tanah yang menjadi tempat tinggal yang

merupakan bagian dari hak untuk hidup memelihara warisan budaya, singkat kata:

hidup. Masyarakat adat sangat bergantung pada tanah yang menjadi tempat

tinggal yang merupakan bagian dari hak untuk hidup.

32

Parlindungan, A.P., 1992, Beberapa Pelaksanaan Kegiatan Dari UUPA Bandung : Mandar

Maju. Hal. 48

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

56

8). TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam.33

Pasal 4 menyatakan : pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya

alam harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip :

Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia

Menghormati dan menjujung tinggi hak asasi manusia

Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi

keanekaragaraman dalam unifikasi hukum

Mensejaterahkan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber

daya manusia Indonesia.

Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan

optimalisasi partisipasi rakyat.

Mewujudkan keadilan termaksut kesejateraan jender dalam

penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan

sumber daya agraria/sumber daya alam.

Memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal,

baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan

tetap memerhatikan daya tampung dan daya dukung.

33

Maria SW, Sumarjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas,

Jakarta , Januari, 2008

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

57

Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai

dengan kondisi sosial budaya setempat.

Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor pembangunan

dan antardaerah dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan

sumber daya alam.

Mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat

dan keagamaan budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya

alam.

Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah

(pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat),

masyarakat, dan individu

Melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di

tingkat nasional, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang

setingkat, berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan sumber daya

agraria/sumber daya alam.

9). Berdasarkan UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Dalam Pasal 33 ayat (3) huruf a, menyatakan bahwa: “Kegiatan usaha

minyak dan gas bumi tidak dapat dilaksanakan pada tempat pemakaman, tempat

yang dianggap suci, tempat umum, sarana dan prasarana umum, cagar alam, cagar

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

58

budaya, serta tanah milik masyarakat adat.” Demikian hal yang sama pada

subsektor Panas Bumi (Pasal 16 ayat (3) huruf a UU No 27 Tahun 2003).

10). Berdasarkan UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Dalam ketentuan UU tersebut, antara lain diatur bahwa masyarakat hukum

adat sebagai satu kesatuan merupakan salah satu pihak yang dapat menjadi

pemohon dalam persidangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam

Pasal 51 ayat (1) huruf b UU No 24 Tahun 2003. ”Pemohon adalah pihak yang

menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh

berlakunya undang-undang, yaitu:

perorangan warga negara Indonesia;

kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

badan hukum publik atau privat; atau

lembaga negara.

11). Berdasarkan UU no.4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral &

batubara (UU Minerba). 34

Inkonsistensi UU Minerba jika dikaitkan dengan hak-hak Mahudat, antara

lain:

34

H.P Penggabean, 2011, Juli, Law Review, FH Univ. Pelita Harapan. Hal 79

Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

59

a. Hak veto masyarakat hukum adat tidak diakui karena hanya memiliki 2

pilihan, yaitu ganti rugi sepihak atau memperkarakan ke pengadilan.

Bahkan penduduk lokal beresiko dipidana setahun atau denda Rp 100 juta

jika menghambat kegiatan pertambangan.

b. Kawasan lindung dan hutan adat yang diakui oleh masyarakat hukum adat

akan terancam karena ahli fungsinya bisa dilaksanakan setelah ada izin

dari pemerintah.

Sistem kontrak dan/atau perjanjian diganti dengan sistem perizinan.

Selama ini pengusahaan pertambangan minerba memakai sistem kontrak yang

banyak mengandung kelemahan. Dalam pasal 35 yang menyatakan bahwa, usaha

pertambangan dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu Izin Usaha Pertambangan(IUP),

Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus(IUPK).

Dalam pasal selanjutnya pasal 36 dijelaskan bahwa IUP terdiri dari dua tahap,

yaitu IUP eksplorasi yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi

kelayakan. Sementara IUP operasi produksi meliputi kegiatan konstruksi,

penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.

Pemerintah tidak dapat mengabaikan pertentangan antara penerapan UU

Minerba yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Mahudat, karena Mahudat ini

keberadaan dan eksistensinya masih diakui dalam Konstitusi Republik Indonesia,

pasal 18 B ayat (2) UUD 1945, perubahan kedua yang berbunyi:

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan

Page 16: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

60

sesuai dengan perkembangan dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang”.

Masyarakat adat adalah salah satu kelompok utama penduduk negeri ini,

baik dari jumlah populasi, yang saat diperkirakan antara 50–70 juta orang,

maupun nilai kerugian materiil dan spiritual atas penerapan politik pembangunan

yang selama lebih dari tiga dawarsa terakhir. Dengan berbagai kebijakan dan

produk hukum berupa UU Minerba yang dikeluarkan oleh pemerintah, Negara

secara adil dan tidak demokratis telah mengambil alih hak asal usul, hak atas

wilayah adat, hak untuk menegakkan sistem nilai, ideologi dan adat istiadat, hak

ekonomi, dan hak politik masyarakat adat.

Penerapan UU minerba berpotensi untuk eksploitasi pertambangan

diserahkan secara kolusif dan nepotistic kepada perusahaan-perusahaan swasta

nasional yang dimiliki oleh segelintir elit politik dan kroni-kroninya dan swasta

asing yang berhasil membangun akses dengan para elit politik, khususnya

presiden. Akibat lebih lanjut akan menimbulkan potensi konflik atas sumber daya

alam berdimensi kekerasan antara masyarakat adat dengan penyelenggara Negara

dan pemilik modal yang melibatkan aparat pertahanan dan keamanan. Dari

konflik vertical seperti ini tercatat banyak pelanggaran hak azasi manusia dialami

oleh penggiat dan pejuang penegakkan hak-hak masyarakat adat.

Page 17: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

61

2. Pengakuan Terhadap Hak Ulayat menurut Maria S.W.Sumarjono35

Pengakuan terhadap hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat

hukum adat (hak ulayat) diamanatkan dalam pasal 3 UUPA. Kriteria penentu

tentang keberadaan hak ulayat terdiri dari tiga unsur, yakni: adanya masyarakat

hukum adat tertentu, adanya hak ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup

dan tempat mengambil keperluan hidup masyarakat hukum adat itu, dan adanya

tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan, dan penggunaan tanah

ulayat yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat hukum adat itu (pasal2).

Penentu tentang keberadaan hak ulayat dilakukan oleh Pemerintah Daerah

(PemDa) dengan mengikutsertakan masyarakat hukum adat yang ada di daerah

tersebut, pakar hukum adat, LSM, yang terkait dengan sumber daya alam.

Pengaturan lebih lanjut berkenaan dengan keberadaan hak ulayat itu diatur

dengan Peraturan Daerah(PerDa). Sebelum diterbitnya Perda yang dimaksud,

akan terdapat bidang-bidang tanah yang sudah dipunyai oleh perseorangan atau

badan hukum dengan sesuatu hak menurut UUPA atau sudah diperoleh atau

dibebaskan oleh instansi pemerintah, badan hukum, atau perseorangan menurut

ketentuandan tata cara yang berlaku. Dalam hal ini, pelaksanaan hak ulayat

masyarakat hukum adat terhadap bidang-bidang tanah tersebut tidak dapat

dilakukan lagi (Pasal 3).

Bidang-bidang tanah ulayat dimungkinkan penguasaannya oleh

perseorangan baik warga maupun bukan warga masyarakat hukum adat dan badan

hukum. Bila masyarakat hukum adat yang menguasai bidang tanah menurut

35

Maria S.W.Sumarjono,Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Imlementasi,Penerbit: Buku

Kompas. Jakarta. 2001, hal 67

Page 18: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

62

hukum adat yang berlaku itu menghendaki, hak atas tanahnya dapat didaftar

menurut ketentuan UUPA. Bagi instansi pemerintah, badan hukum, atau

perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan,

penguasaan bidang tanah dengan hak atas tanah menurut ketentuan UUPA baru

dapat diberikan setelah tanah tersebut dilepaskan oleh masyarakat hukum adat itu

oleh warganya sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum adat yang berlaku.

Efektivitas pengaturan tentang pengakuan hak ulayat tergantung pada

inisiatif Pemerintah Daerah untuk melakukan penelitian sebagai dasar penentuan

keberadaan hak ulayat di daerah bersangkutan, baik ketika timbul permasalahan

pada saat tanah hak ulayat tertentu diperlukan menunjang berbagai kegiatan pihak

lain, yakni dalam rangka memperoleh informasi mengenai status tanah-tanah

didaerah tersebut.

Dalam pasal 3 UUPA disebutkan bahwa terhadap bidang-bidang tanah

ulayat yang sudah dikuasai oleh perseorangan atau badan hukum dengan sesuatu

hak menurut UUPA, atau instansi pemerintah, badan hukum, perseorangan

menurut tata cara yang berlaku sebelum terbitnya Perda, maka pelaksanaan hak

ulayat oleh masyarakat hukum adat tidak berlaku lagi. Ketentuan ini dimaksudkan

untuk memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atau mereka yang

memperoleh tanah dan menguasainya secara sah. Perolehan adalah sah apabila

memenuhi syarat material, yakni diperoleh itikad baik meneurut cara yang

disepakati para pihak, dan syarat formal, yakni dilakukan menurut ketentuan dan

tata cara peraturan perundangan yang berlaku.

Page 19: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

63

Pemberian bidang tanah hak ulayat oleh masyarakat hukum adat atau

warganya dapat ditempuh dengan cara dilepaskan untuk selama-lamanya atau

diberikan penggunaannya untuk jangka waktu tertentu. Dalam upaya mencapai

kesepakatan, kompensasi yang diberikan kepada masyarakat hukum adat

hendaknya mempertimbangkan hilangnya atau berkurangnya tanah dan sumber

daya alam yang menjadi sumber penghidupan dan hilangnya pusat-pusat budaya

dan religi masyarakat hukum adat tersebut. Manfaat yang diperoleh pihak luar

tersebut hendaknya dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup dari

masyarakat hukum adat yang bersangkutan.

Keberadaan hak ulayat dinyatakan dalam peta pendaftaran, tetapi terhadap

tanah ulayat tidak diterbitkan sertifikat karena hak ulayat bukan objek pendaftaran

tanah, disamping itu sifatnya yang dinamis memungkinkan terjadinya

individualisasi secara ilmiah karena faktor sosial-ekonomis yang membawa

pengaruh terhadap perubahan internal dikalangan masyarakat hukum adat sendiri.

Pengakuan terhadap hak masyarakat hukum adat mewujudkan

penghormatan kepada hak orang lain dan upaya perlindungannya secara wajar.

Hak ulayat itu tidak bersifat eksklusif. Masyarakat hukum adat berkewajiban

untuk turut serta mewujudkan tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

dengan memberikan kesempatan kepada pihak-pihak diluar anggota masyarakat

hukum adat untuk ikut menggunakan tanah berikut sumber daya alamnya dengan

cara-cara yang disepakati bersama. Bila semua ketentuan dan hak serta kewajiban

ditaati, kekhawatiran terjadinya bahaya disintegrasi karena diakuinya hak ulayat

dapat ditepis.

Page 20: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

64

B.Analisis

Bagaimana memahami pengaturan yang demikian maka dapat dilakukan

analisis atau pemahaman sebagai berikut:

1. Pada aras pengaturan diakui keberadaannya terhadap hukum adat dan

masyarakat adat. 36

Dari isi pasal-pasal peraturan terurai di atas dapatlah dikatakan ada

pengakuan atas keberadaannya masyarakat hukum adat. Bukti bahwa adanya

pengakuan tersebut terdapat dalam:... Negara mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya (pasal

18 B UUD RI 1945),........... Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan

ruang angkasa ialah hukum adat (pasal 3 dan 5 UUPA),... Dengan sendirinya

Hukum Agraria yang baru itu harus sesuai dengan kesadaran hukum rakyat

banyak (yaitu hukum adat-penegasan oleh penulis - penjelasan umum III

angka....).

2. Adanya pembatasan yaitu sebagai berikut:

a. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat

beserta hak-hak tradisionalnya...... sepanjang masih hidup...Dengan kata

sepanjang masih hidup kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat tersebut

diakui..kalimat ini merupakan suatu pembatasan bagi keberadaan masyarakat

hukum adat tadi...Kata tersebut ada dalam UUD RI 1945. Tentu harus ada kriteria

36

Sri Harini Dwiyatmi,2011, edisi Oktober, Majalah Refleksi Hukum FH, jurnal Ilmu Hukum, hal

298

Page 21: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

65

masyarakat adat dikatakan masih hidup itu mesti bagaimana. Hal ini akan nampak

pada peraturan di bawah UUD RI 1945.

b. Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan pasal 2 pelaksanaan hak ulayat

dan hak hak yang serupa dengan itu dari masyarakat - masyarakat hukum adat,

sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga

sesuai dengan kepentingan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas

persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang dan

Peraturan Peraturan lain yang lebih tinggi”(passl 3 UUPA). Dengan demikian

pembatasan terhadap keberadaan hukum adat dan masyarakat adat terjadi bila

ketentuan-ketentuannya berbeda, bertentangan dengan peraturan perundangan

negara serta pertentangan dengan kepentingan negara. Kalimat tersebut bisa juga

dimengerti apabila negara mempunyai suatu kegiatan atau program untuk

kesejahteraan bangsa dan negara (kepentingan yang jauh lebih besar) maka

hukum adat dan masyarakat adat harus menyesuaikan atau dengan kata lain

kepentingan negara dan bangsa mesti didahulukan terlebih dahulu. Misalnya

negara telah memberikan ijin Pengelolaan Hasil Hutan atau lebih dikenal HPH

kepada suatu perusahaan dan mengenai wilayah masyarakat adat maka

kepentingan bangsa dan negara harus didahulukan. Artinya masyarakat adat mesti

merelakan wilayah adatnya dilepasakan untuk kegiatan Pengelolaan Hasil Hutan

(HPH tadi)

c. Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum

adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara,

yang berdasar atas persatuan bangsa , dengan sosialisme Indonesia serta dengan

Page 22: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

66

peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang dan dengan

peraturan perundangan lainnya,..(psl 5).

Uraian ini memberi pengertian kepada kita semua bahwa hukum adat

tepatnya konsepsi-konsepsi hukum adat dipergunakan untuk membangun hukum

agraria nasional. Konsepsi-konsepsi dari hukum adat yang digunakan untuk

membangun hukum agraria nasional adalah yang tidak bertentangan dengan

persatuan dan kesatuan bangsa dengan tujuan mensejahterakan bangsa Indonesia.

Pembatasan-pembatasan bagi berlakunya Hukum Adat dalam pasal-pasal

dan penjelasannya tersebut tidak mengurangi pentingnya arti ketentuan pokok

yang diletakkan dalam UUPA, bahwa hukum tanah nasional kita memakai hukum

adat sebagai dasar dan sumber utama pembangunannya.

d. Bahwa masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada

dan diakui keberadaannya, berhak:................... (psl 67 UUP Kehutanan no. 41 th

1999). Frase ini memberi pemahaman kepada kita semua bahwa maswyarakat

hukum adat yang memang masih ada tetap mempunyai hak sebagaimana diatur

dalam pasal 67 UUP Kehutanan no. 41 tahun 1999

e. Bahwa sebagai masyarakat hukum adat, diakui keberadaannya jika menurut

kenyataannya memenuhi unsur-unsur:……… (psl 67 UU no. 41 th 1991). Kalimat

pada pasal ini hemat penulis mempunyai makna lebih membatasi, karena ternyata

sekalipun masyarakat adat tersebut memang masih ada datau hidup, namun jika

tidak memenuhi unsur-unsur dalam pasal 67 UU no. 24 Tahun 2003, meski masih

Page 23: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

67

hidup masih ada syarat yang harus dipenuhi yaitu harus mempunyai unsur-unsur

sebagaimana di ataur oleh pasal 67 ini.

f. Diatur perihal perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Hukum Adat dalam

hal pemegang HPH menguasai bidang tanah yang di dalamnya terdapat tanah

dikuasai oleh penduduk atau masyarakat hukum adat dengan sesuatu hak yang

sah,..(InPres no 1 Tahun 1976). Frase: ....dikuasai....dengan sesuatu hak yang

sah. Seyogyanya bahkan seharusnya pembuatan ketentuan dalam INPRES ini juga

mengacu pada pasal 22 UUPA tersebut di atas. Jangan sampai pemilikan adat

diperhadapmukakan dengan pemilikan secara tertulis. Karena pemilikan adat tidak

akan pernah dapat dibuktikan dengan bukti-bukti tertulis. Bukti-bukti tertulis

untuk membuktikan kepemilikan secara adat sama saja dengan praktek DOMEIN

VERKLARING. Domein Verklaring adalah Domeinverklaring adalah asas hukum

agraria di masa pemerintahan Hindia Belanda yang berprinsip “penguasaan tanah

tanpa dibuktikan dengan bukti tertulis maka sebagai tanah negara”. Prinsip ini

digunakan pemerintah Hindia Belanda dengan maksud untuk mengambil tanah-

tanah (adat) dari masyarakat yang tidak mengenal bukti tertulis dan merupakan

bentuk ketidaksetujuan Pemerintah Hindia Belanda terhadap sistem tanah adat.

Dimasa MERDEKA ini dan bukti tertulis untuk membuktikan kepemilikan adat

ini telah ditinggalkan oleh PP no. 24 Tahun 1997 tentang PENDAFTARAN

TANAH. Di mana PP ini dibuat karena bukti tertulis yang dituntut oleh peraturan

sebelumnya untuk pendafataran tanah (PP no. 10 Tahun 1961) tidak membuah

kan hasil karena hingga tahun 1993 Indonesia hanya berhasil melakukan

pendaftaran tanah 17 juta bidang dari 55 juta bidang tanah yang layak didaftar

Page 24: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

68

karena persoalan bukti tertulis ini. Karena itu atas desakan Bank Dunia supaya

investasi ke Indonesia makin deras harus dibuat kebijakan baru agar tanah-tanah

Indonesia bisa segera didafatar karena terkendala sis-tem pembuktian terhadap

pemilikan secara adat yang dipunyai oleh sebagian besar masyara-kat Indonesia

dan sistem pembuktian yang digunakan oleh PP 10 Tahun 1961 tersebut. Hal ini

dilakukan sejatinya untuk mengamankan investasi-investasi di Indonesia yang

membuahkan tanah.

Jika sudut pandang yang digunakan dalam memaknai kata ....

dikuasai.......dengan sesuatu hak yang sah , tidak sesuai dengan pasal 22 UUPA

tersebut maka ini betul-betul tidak hanya membatasi tetapi meniadakan

masyarakat adat.

g.... Kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak dapat dilaksanakan pada.......

tanah milik masyarakat adat (UU gas dan bumi)....... Kalimat demikian sejatinya

sangat memberi harapan dan dengan mudah setiap pembacanya memperoleh

pemahaman bahwa hukum adat dan masyarakat adat benar-benar terlindungi.

Kalimat demikian seolah memberi kepastian bahwa usaha minyak dan gas bumi

tidak dimungkinkan diusahakan pada atau yang mengenai tanah milik adat pasti

tidak akan terjadi pengusahaan tersebut. Bukankah pengaturan seperti ini berbeda

atau bertentangan dengan pengaturan sebelumnya? Dengan demikian mana

kemudian aturan yang akan digunakan sebagai acuan? Atau harus diterjemahkan

atau dipahami dengan..bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak dapat

dilaksanakan pada....... tanah milik masyarakat adat (UU gas dan

bumi)..............selama tanah yang dikuasai masyarakat adat tersebut dikuasai

Page 25: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

69

dengan sesuatu bukti yang sah dan juga selama memenuhi unsur-unsur

sebagaimana disebutkan oleh INPRES No.1 Tahun 1976....jika demikian betul

memang ada pembatasan.

h...... masyarakat hukum adat sebagai satu kesatuan merupakan salah satu pihak

yang dapat menjadi pemohon dalam persidangan Mahkamah Konstitusi

sebagaimana (UU MK No. 24 Th 2003).

Pengaturan dalam undang-undang MK ini memang juga mengakui adanya

masyarakat adat di mana masyarakat adat dapat sebagai subyek atau pihak /

pemohon dalam persidangan Mahkamah Konstitusi jika ada suatu pengaturan

undang-undang yang merugikan masyarakat adat. Hal ini memang mudah dalam

kata-kata sebab adalah hal yang butuh perjuangan besar suatu masyarakat adat

akan menjadi subyek pemohon di Mahkamah Konstitusi melihat keberadaan

masyarakat adat namun hal ini sekaligus sebagai tantangan bagi semua pihak yang

memiliki visi dan misi terhadap keberadaan masyarakat adat dan sudah waktunya

masyarakat adat melakukan gugatan terhadap undang-undang yang merugikan

komunitasnya melalui prosedur hukum.

Apa yang dikemukakan tersebut diatas agaknya tidak berbeda dengan apa

yang dikemukakan oleh Lies Sugondo. Menurutnya materi muatan Pasal 18B

ayat (2) UUD 1945 tersebut, menurut para sarjana hukum umumnya dipahami

secara normatif ada 4 (empat) unsur yang harus diperhatikan sebagai “syarat”

eksistensi masyarakat hukum adat di Indonesia, yaitu: unsur sepanjang masih

hidup, unsur “Sesuai dengan perkembangan masyarakat”, “Prinsip Negara

Page 26: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

70

Kesatuan Republik Indonesia”, “Yang Diatur dalam Undang-Undang”. Yang

penjelasannya sebagai berikut:37

Unsur pertama harus dipenuhi yaitu dalam kata ”sepanjang masih hidup”.

Kata menunjuk pada adanya kehidupan komunitas masyarakat adat diperlukan

yang menunjuk adanya interaksi sosial dalam komunitas tersebut sehingga apabila

kemudian antar anggo-ta masyarakat adat karena kondisi sosial ekonomi

kemudian meninggalkan komunitasnya untuk mencari penghidupan baru

menjadikan komunitas adat tidak lagi berjalan sekalipun teritori wilayah adat

memang tidak berubah hal ini menjadikan tidak ada lagi kehidupan suatu

komunitas. Memang pada kenyataannya masih banyak komunitas masyarakat adat

yang masih eksis/hidup sehingga memang masih ada interaksi sosial yang

mengikat komunitas tersebut dalam masyarakat adat tersebut. Dicontohkan

Contohnya di daerah Banten, adanya masyarakat hukum adat Badui (Badui

dalam) dengan pertalian darah yang kuat.

Unsur kedua dalam kalimat: “Sesuai dengan perkembangan masyarakat”

bahwa ketentuan-ketentuan tradisional masyarakat adat, tidak boleh bertentangan

dengan kemajuan masyarakat dewasa ini yang tidak dapat menghindarkan dirinya

dari pengaruh global. Maksudnya perkembangan terkait dengan isu Hak Asasi

Manusia yang bersifat universal. Antara lain soal penghormatan terhadap hak-hak

perempuan, sebab ada kalanya terdapat hukum tradisional (adat) tidak

memberikan hak yang sama kepada perempuan serta tidak memartabatkan

perempuan. Misalnya, kebiasaan memperistri banyak perempuan dan menjadi

37

Lies Sugondo dalam Sri Harini, Op.cit, h. 3-6

Page 27: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

71

kebanggaan status sosialnya. Seharusnya dalam rangka penghormatan martabat

perempuan yang memiliki hak asasi (Deklarasi Wina Tahun 1993) memperoleh

kedudukan sedemikian rupa sesuai dengan harkat martabatnya sebagai manusia,

tidak diperlakukan sebagai kekayaan property yang dapat untuk mendong-krak

kedudukan sosialnya.

Unsur ketiga “Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Unsur ini

semestinya dimiliki oleh setiap masyarakat hukum adat. Hukum yang

diberlakukan dalam masyarakat tersebut seyogyanya benar-benar sebagai

perwujudan dari kebiasaan-kebiasaan (tradisional) yang telah secara turun-

temurun dilaksanakan, yang keberlakuannya tidak bertentangan dengan hukum

yang berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia. Apabila hukum adat yang berlaku di

masyarakat tertentu bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional

maka ini akan bermakna prinsip negara kesatuan Republik Indonesia terganggu

sehingga hukum adat demikian tidak bisa berlaku.

Unsur keempat “Yang Diatur dalam Undang-Undang”. Ada berbagai

peraturan perundangan yang harus diperhatikan dalam keberlakuan hukum adat

dalam suatu masyarakat adat. Selain diamanatkan oleh UUD 1945 (Pasal 18 B)

dan dijabarkan oleh peraturan perundang-undangan yang lain. Seperti dalam UU

No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 67 ayat (1) secara prinsip mengatur

masyarakat adat yang berciri sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan pasal 67

UU ini baru dikatakan sebagai masyarakat adat bila menurut kenyataannya

memang masih ada, jika memang masih ada sebagaimana penjelasan pasal 67

Page 28: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

72

maka masyarakat adat itu mempunyai beberapa hak untuk melakukan kegiatan-

kegiatan terkait dengan hutan.

Pengaturan menurut Undang-undang Kehutanan yang baru ini lebih

eksplisit perihal hak dan kewajiban masyarakat adat dari pada Undang-undang

Kehutanan sebelumnya, namun memang ada yang hilang dan tidak lagi di atur

dalam Undang-undang Kehutanan yang baru yaitu perihal: pembukaan hutan,

pengembalaan ternak, pemburuan satwa liar dan pengambilan / pemungutan hasil

hutan; dimasukannya hutan-hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat ke

dalam pengertian hutan negara, tidaklah meniadakan hak-hak masyarakat hukum

adat yang bersangkutan serta anggota-anggotanya untuk mendapatkan manfaat

dari hutan- hutan itu. Dengan tidak diaturnya lagi dalam Undang-undang

Kehutanan yang baru bisa dimaknai bahwa kegiatan-kegiatan yang biasa

dilakukan masyarakat adat dalam wilayah adatnya tidak lagi dibolehkan.

Pembatasan itu bisa jadi memang penting untuk penertiban oleh karena

keperluan negara mendesak memerlukan kejelasan wilayah untuk investasi,

namun rupanya keempat unsur tersebut di atas sebagai syarat adanya pengakuan

masyarakat adat.

i.Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyatakan adanya pertentangan

terkait pengelolaan hutan adat yang diatur dalam Undang Undang No 41 Tahun

1999.

Dalam Pasal 1 ayat (6) sepanjang frasa "negara", Pasal 4 ayat 3 sepanjang

frasa dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan

Page 29: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

73

nasional", Pasal 5 ayat 1,2,3,4 terkait penetapan status hutan telah melanggar

prinsip persamaan di depan hukum karena bertentangan dengan asas legalitas,

predikbilitas, dan transparansi yang diatur dalam konstitusi. Demikian juga Pasal

67 ayat 1,2,3 yang mengatur keberadaan masyarakat adat yang melakukan

kegiatan pengelolaan hutan adat. Sebagian isi pasal tersebut bertentangan dengan

prinsip negara hukum yang diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Pasal 28D ayat (1), Pasal

28G ayat (1) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945. Artinya konstitusi menjamin

prinsip pembatasan dan penguasaan hutan masyarakat adat.

3. Pergeseran secara sistimatis Hak-Hak Masyarakat Adat

Pendekatan pembangunan yang bersifat pasif dan seragam tidak membawa

dampak positif bagi masyarakat adat, karena umumnya disain pembangunan

dibuat berdasarkan aspirasi kelompok dominan (mainstream) dalam masyarakat.

Sebagai satu kesatuan sosial, masyarakat adat masuk dalam kategori masyarakat

yang tidak diuntungkan dalam struktur masyarakat. Ketika mereka berbeda dalam

arti budaya, identitas, sistem ekonomi, bahkan sistem politik dari kelompok

dominan lainnya dalam masyarakat.

Masyarakat Adat seringkali tidak terwakili aspirasinya dalam proses

pembangunan atau mendapatkan keuntungan dari proses itu. Padahal sebagai

warga negara Masyarakat Adat harus pula menikmati hak dan kewajiban yang adil

dan sejajar dengan segmen masyarakat lainnya. Masyarakat Adat harus diberi

keleluasaan untuk melindungi dirinya dan budayanya serta menolak perubahan

yang berdampak negatif bagi penghidupannya. Konsep penentuan nasib sendiri ini

(self determination) telah luas diterima dalam prinsip-prinsip intemasional, namun

Page 30: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

74

memang masih jauh dalam pelaksanaannya di Indonesia. Ketika sebagian

antropolog dan ekolog mengelompokkan mereka dalam kelompok pemburu-

peramu, peladang berpindah (ulang-alik) dan petani menetap, maka ada kalangan

lain (para Penstudi Hukum) yang mengelompokan mereka dari perspektif sosio-

Yuridis ekologis. Pengelompokan ini bukanlah dimaksudkan untuk

menyederhanakan keberagaman yang mereka miliki melainkan hanya untuk

memudahkan kita untuk dapat memahami dan menghormati mereka, adapun

pengelompokan tersebut adalah:

a. Kelompok pertama adalah, antara lain, kelompok Masyarakat Kanekes di

Banten dan Masyarakat Kajang di Sulawesi Selatan yang menempatkan diri

sebagai “pertapa-bumi” yang percaya bahwa mereka adalah kelompok masyarakat

„terpilih‟ yang bertugas memelihara kelestarian bumi dengan berdoa dan hidup

prihatin. Pilihan hidup prihatin mereka dapat dilihat dari adat tentang bertani,

berpakaian, pola makan mereka dll.

b. Kelompok kedua adalah, antara lain, Masyarakat Kasepuhan dan Masyarakat

Suku Naga yang juga cukup ketat dalam memelihara dan menjalankan adat tetapi

masih membuka ruang cukup luas bagi adanya hubungan-hubungan „komersil‟

dengan dunia luar.

c. Kelompok ketiga adalah Masyarakat-masyarakat adat yang hidup tergantung

dari alam (hutan, sungai, laut dll) dan mengembangkan sistem pengelolaan yang

unik tetapi tidak mengembangkan adat yang ketat untuk perumahan maupun

pemilihan jenis tanaman kalau dibanding dengan Masyarakat Kanekes maupun

Kasepuhan. Masuk dalam kelompok ini misalnya Masyarakat Adat Dayak dan

Page 31: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

75

Masyarakat Penan di Kalimantan, Masyarakat Pakava dan Lindu di Sulawesi

Tengah, Masyarakat Dani dan Masyarakat Deponsoro di Papua Barat, Masyarakat

Krui di Lampung dan Masyarakat Kei maupun Masyarakat Haruku di Maluku.

Pada umumnya mereka memiliki sistim pengelolaan sumber daya alam yang luar

biasa (menunjukkan tingginya ilmu pengetahuan mereka) dan dekat sekali dengan

alam. Di Maluku dan Papua masyarakat adat yang tinggal di pulau-pulau kecil

maupun di wilayah pesisir memiliki sistem „sasi‟ atau larangan memanen atau

mengambil dari alam untuk waktu tertentu. Sasi ikan lompa di Pulau Haruku

sangat terkenal sebagai satu acara tahunan yang unik bagi masyarakat di Pulau

Haruku dan Ambon (sebelum kerusuhan terjadi) yang menunjukkan salah satu

bentuk kearifan tradisional dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dengan

ditetapkannya sasi atas spesies dan di wilayah tertentu oleh Kewang (semacam

polisi adat di Maluku Tengah), maka siapapun tidak berhak untuk mengambil

spesies tersebut. Ketentuan ini memungkinkan adanya pengembang-biakan dan

membesarnya si ikan lompa, untuk kemudian di panen ketika sasi dibuka lagi.

d. Kelompok keempat adalah mereka yang sudah tercerabut dari tatanan

pengelolaan sumber daya alam yang “asli” sebagai akibat dari penjajahan yang

telah berkembang selama ratusan tahun. Mereka yang dapat dimasukkan dalam

kelompok ini adalah, misalnya, masyarakat Melayu Deli yang bermukim di

wilayah perkebunan tembakau di Sumatera Utara dan menyebut dirinya sebagai

Rakyat Penunggu. Menyadari keragaman dari masyarakat adat, sesungguhnya

masih banyak pengelompokan yang dapat dikembangkan termasuk, antara lain,

Page 32: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. - Institutional …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1993/4/T1... · 2013-04-17 · dengan mene-kankan pada realita akan adanya hubungan

76

untuk Masyarakat Punan dan Sama (Bajao) yang lebih cenderung hidup secara

nomadik baik di hutan maupun di laut.

Dimensi lain dari hubungan masyarakat adat dan lingkungan adalah

adanya kenyataan dimana sebagian masyarakat adat juga ikut bekerja bersama

pihak-pihak yang mengembangkan kegiatan yang merusak lingkungan. Dalam hal

ini ada individu-individu yang terlibat dalam kegiatan pembabatan hutan dan

penambangan skala besar baik sebagai karyawan maupun sebagai perorangan dan

atau kelompok masyarakat yang tidak memiliki alternatif sumber pendapatan lain.

Dalam konteks ini, sejauh kegiatan tersebut bukan merupakan keputusan kolektif

dari masyarakat adat yang bersangkutan maka haruslah ditempatkan sebagai

kegiatan dan tanggung jawab individual dari pelakunya. Sedangkan apabila

kegiatan tersebut memang diputuskan sesuai adat mereka, maka haruslah diterima

sebagai keputusan kelompok yang bersangkutan dan bukan merupakan tanggung

jawab dari seluruh masyarakat adat.