bab iii gambaran umum pengelolaan · pdf file¾ pembuatan drainase dan tanggul penahan...

14
BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA BANDUNG 3.1 PD. Kebersihan Kota Bandung Perusahaan daerah ini dibentuk berdasarkan Perda No. 02 tahun 1985 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Kebersihan Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung. Lalu dilakukan perubahan pada perda pembentukan tersebut untuk mengakomodir penambahan modal dasar (dari aset BUDP). Dalam menentukan tarif retribusi atau jasa pelayanan persampahan, PD. Kebersihan memiliki dasar pertimbangan, yaitu Keputusan Walikota Bandung No. 644 Tahun 2002. Program kerja PD. Kebersihan Tahun 2007 terdiri dari 9 kebijakan strategis yang masing-masing memiliki rencana implementasinya. Program kerja tersebut antara lain : a Meningkatkan kualitas SDM dan kesejahteraan pegawai Mengikuti dan melaksanakan Diklat Internal dan Eksternal lingkup Bidang Operasional dan Manajemen Peningkatan status pegawai harian, serta perbaikan kesejahteraan pegawai; perbaikan struktur gaji, tunjangan pelaksana, hari raya, beras dan air susu. b Peningkatan pendapatan jasa kebersihan Optimalisasi penagihan khusus rumah tinggal melalui pelayanan praktis dan meningkatkan kerjasama dengan RW Usulan penyesuaian tarif jasa kebersihan Intensifikasi dan ekstensifikasi penagihan c Peningkatan operasional pelayanan Pengembangan operasional penyapuan tujuh titik Pengembangan wilayah operasional dari 3 wilayah (Barat, Tengah, dan Timur) menjadi 4 wilayah (Barat, tengah, timur, dan Utara) d Peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana Pengadaan tong sampah pejalan kaki 1000 unit Pengadaan turk Arm Roll 10 m 3 Pengadaan kontainer 10 m 3 Pengadaan Well Loader 1 unit Perbaikan dan pembuatan sarana TPS 5 lokasi Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21

Upload: duongnguyet

Post on 30-Jan-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

BAB III

GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA BANDUNG

3.1 PD. Kebersihan Kota Bandung

Perusahaan daerah ini dibentuk berdasarkan Perda No. 02 tahun 1985 tentang

Pembentukan Perusahaan Daerah Kebersihan Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung.

Lalu dilakukan perubahan pada perda pembentukan tersebut untuk mengakomodir

penambahan modal dasar (dari aset BUDP). Dalam menentukan tarif retribusi atau jasa

pelayanan persampahan, PD. Kebersihan memiliki dasar pertimbangan, yaitu Keputusan

Walikota Bandung No. 644 Tahun 2002.

Program kerja PD. Kebersihan Tahun 2007 terdiri dari 9 kebijakan strategis yang

masing-masing memiliki rencana implementasinya. Program kerja tersebut antara lain :

a Meningkatkan kualitas SDM dan kesejahteraan pegawai

Mengikuti dan melaksanakan Diklat Internal dan Eksternal lingkup Bidang

Operasional dan Manajemen

Peningkatan status pegawai harian, serta perbaikan kesejahteraan pegawai;

perbaikan struktur gaji, tunjangan pelaksana, hari raya, beras dan air susu.

b Peningkatan pendapatan jasa kebersihan

Optimalisasi penagihan khusus rumah tinggal melalui pelayanan praktis dan

meningkatkan kerjasama dengan RW

Usulan penyesuaian tarif jasa kebersihan

Intensifikasi dan ekstensifikasi penagihan

c Peningkatan operasional pelayanan

Pengembangan operasional penyapuan tujuh titik

Pengembangan wilayah operasional dari 3 wilayah (Barat, Tengah, dan Timur)

menjadi 4 wilayah (Barat, tengah, timur, dan Utara)

d Peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana

Pengadaan tong sampah pejalan kaki 1000 unit

Pengadaan turk Arm Roll 10 m3

Pengadaan kontainer 10 m3

Pengadaan Well Loader 1 unit

Perbaikan dan pembuatan sarana TPS 5 lokasi

Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe

21

Page 2: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

Rekondisi TPA yang ada; penataan dilingkungan TPA dan penghijauan

Penataan TPA Sarimukti; pembuatan kolam Imdi, tempat curah/manuver truk,

pemasangan pipa gas, penataan drainase, perbaikan jalan operasi,

pengomposan, pengaturan pemulung, Perencanaan Teknis dan AMDAL.

f Sosialisasi dan implementasi program 3 R

Pemilahan dan pengolahan plastik melalui kerjasama dengan CV. Fajat, daru

ulang plastik menjadi tong sampah

Pengomposan dengan Bitari

Uji coba pembakaran sampah dengan Asro Riset

Pengolahan sampah menjadi energi listrik kerjasama dengan PT. BRIL

g Sosialisasi program peran serta pmasyarakat dan meningkatkan peran serta swasta

dibidang pengelolaan sampah

Penyuluhan melalui RW, kelurahan, dan kecamatan

Penyuluhan melalui media cetak dan elektronik

Peningkatan kerjasama dengan RW

Menjalin kepedulian dan mengajak pihak swasta dalam berbagai pengelolaan

kebersihan

h Penerapan sanksi hukum Perda K3 No. 3 Tahun 2005 Jo Perda No. 11 Tahun 2005

Sosialisasi Perda K3 No. 11 Tahun 2005 melalui buletin

Brosur dan liplet tentang K3

Pelatihan dan pembekalan juru sapu serta staf berkaitan dengan pelaporan

pelanggaran K3

Pengadaan sarana dan prasarana TPS di tempat-tempat tertentu

i Pengelolaan sampah menjadi energi listrik (waste to energy) kerjasama dengan PT.

BRIL

MoU telah dilaksanakan dan di Addendum

Penetapan lokasi sesuai RDTRK Gedebage

Studi kelayakan sedang dikerjakan oleh ITB

Amdal akan dilaksanakan

Sosialisasi dilakukan oleh Tim Sosialisasi Kota Bandung

Perjanjian kerjasama dan perijinan

Pembangunan

22

Page 3: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

TABEL III.1

JUMLAH TRUK TAHUN 2007

Kapasitas Truk WO. Utara WO. Barat WO. Selatan WO. Timur Total Kondisi Baik: 10 m3 18 17 14 13 626 m3 3 9 11 7 30Jumah I 21 26 25 20 92Kondisi Rusak: 10 m3 0 2 4 0 66 m3 0 0 1 2 62Jumlah II 0 2 5 2 62Total I + II 21 28 30 22 101

Sumber : PD. Kebersihan Kota Bandung, 2007

3.2 Sejarah Pengelolaan Sampah Kota Bandung

Sistem pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir yang digunakan oleh

Kota Bandung berupa sistem open dumping. Sistem open dumping ini yaitu dibuang ke

landasan kemudian didorong oleh alat berat hingga ke jurang. Lahan yang dibutuhkan

untuk melakukan pengolahan dengan sistem ini juga cukup besar, karena sampah

dibiarkan begitu saja tanpa ada pengolahan untuk mengurangi jumlah sampah yang

dibuang. Menurut Kepala UPTD Kebersihan Kota Cimahi Sutisna Sumantri, S.T. dan

Kasubsi Pengaturan TPA PD Kebersihan Kota Bandung Riswanto, open dumping

merupakan sistem yang paling buruk dilakukan. Namun, sistem ini sebagian besar

diterapkan di TPA di Indonesia. Padahal, dengan sistem ini, aliran air licit atau air lindi

yang berasal dari sampah bisa menimbulkan pencemaran bagi lingkungan di sekitarnya,

termasuk bau dan lalat.

Kota Bandung mempercayakan pembuangan sampah kota menuju Kecamatan

Cimahi Selatan. Di kecamatan tersebut terdapat TPA Leuwigajah yang memiliki luas 25,1

Ha. TPA Leuwigajah tidak hanya digunakan oleh Kota Bandung saja, Kabupaten

Bandung, dan Kota Cimahi juga ikut membuang sampah mereka ke TPA tersebut.

Berdasarkan data di UPTD Kebersihan Kota Cimahi dan Kantor Pengaturan TPA

Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung, ribuan sampah dari Kota Bandung, Kab.

Bandung, dan Kota Cimahi setiap harinya dibuang ke TPA itu. Rata-rata, sampah dari

Kota Bandung itu mencapai 2.700 m3/hari, Kab. Bandung sebanyak 700 m3/hari, dan

Kota Cimahi sebanyak 400 m3/hari. Jika ditotal setiap harinya, setidaknya sampah yang

23

Page 4: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

dibuang ke TPA Leuwigajah mencapai 3.800 m3/hari. Jika dikalikan setahun atau 365 hari

sudah menapai 1.387.000 m3.

TABEL III.2

TIMBULAN SAMPAH PER MINGGU

DI 158 TPS KOTA BANDUNG No. TPS WO. Utara WO. Barat WO. Selatan WO. Timur

1 42 42 20 30 2 70 70 20 70 3 70 70 42 140 4 42 70 70 170 5 140 42 70 140 6 70 30 40 140 7 70 40 30 18 8 42 70 70 70 9 140 10 70 18

10 140 70 40 18 11 18 70 42 140 12 42 140 18 210 13 30 70 70 6 14 70 140 24 12 15 140 42 42 20 16 210 70 280 18 17 70 70 126 70 18 30 70 10 30 19 20 70 126 70 20 140 84 70 20 21 140 70 40 30 22 20 70 70 20 23 20 140 70 12 24 20 20 20 12 25 20 18 70 12 26 70 42 20 280 27 70 42 40 12 28 70 42 70 70 29 30 70 42 140 30 70 70 42 . 31 70 42 40 . 32 210 210 170 . 33 140 70 210 . 34 30 42 42 . 35 140 210 350 . 36 30 70 70 . 37 . 42 70 . 38 . 70 40 . 39 . 40 42 . 40 . 42 24 . 41 . 42 10 . 42 . 42 18 . 43 . 30 70 . 44 . 42 18 . 45 . 42 . . 46 . 70 . .

24

Page 5: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

47 . 70 . . 48 . 10 . . 49 . 40 . .

Sumber : PD. Kebersihan Kota Bandung, 2007

TPA Leuwigajah sudah digunakan sejak tahun 1987, dan pada tahun 2005

diperkirakan hanya bertahan hingga tahun 2010. Ribuan kubik sampah yang ada sama

sekali tidak dikelola dengan baik. Sampah-sampah itu hanya dibuang ke jurang. Tak

heran, jika muncul prediksi bahwa usia TPA hanya lima tahun lagi. Bagaimana tidak?

Selama itu pula, pembuangan jutaan kubik sampah tidak diimbangi dengan pengelolaan

yang maksimal. Akibatnya, polusi udara dan pencemaran lingkungan selalu dikeluhkan

masyarakat di sekitarnya, baik itu warga RW 10 Kampung Cireundeu Kelurahan

Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan atau pun Kampung Cilimus Desa Batujajar Timur Kec.

Batujajar, Kab. Bandung yang berbatasan langsung dengan lokasi sampah.

Pada tanggal 22 Februari 2005 TPA Leuwigajah mengalami bencana longsor.

Belum juga rencana pengelolaan TPA Leuwigajah secara terpadu direalisasikan, bencana

longsor datang mendahului. Seperti biasa, rencana tinggal rencana karena perencanaan

acap kali didahului bencana yang sebetulnya sudah jauh-jauh hari diprediksi para ahli dan

akademisi yang melakukan penelitian di sana, termasuk pengelolanya sendiri.

Setelah bencana longsor tersebut, Kota Bandung kewalahan dalam menangani

penumpukan sampah di TPS-TPS yang tersebar. Hampir 2 minggu lamanya sampah

menumpuk karena tidak tahu harus dibuang kemana. Langkah sementara yang diambil

Pemerintah Kota Bandung untuk mengatasi penumpukan sampah di TPS-TPS adalah

membuat lubang di beberapa tempat. Namun cara tersebut tidak bisa digunakan terlalu

lama karena jumlah sampah yang telah menumpuk sudah terlalu banyak.

Menjelang peringatan Konferensi Asia-Afrika 2005, lokasi TPA bagi sampah dari

Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung ditetapkan di area seluas 24 hektare

di kawasan hutan Perhutani di Cigedig. Untuk aspek legal penggunaan lahan tersebut

Perhutani Jabar-Banten dan Pemprov Jabar menadatangani nota kesepahaman (MoU)

bernomor 658.1/14/Desen-31/SJ/ Dir/2006. Dalam surat yang ditandatangani Direktur

Utama Perhutani Dr Transtoto dan Gubernur Jabar H Danny Setiawan dinyatakan bahwa

penggunaan lahan dalam kawasan hutan dalam wilayah administratif Kuasa Pemangkuan

Hutan Bandung Utara itu berlaku mulai Agustus 2006 hingga satu tahun ke depan, atau

berakhir sekitar Agustus 2007.

25

Page 6: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

Dalam MoU itu juga disebutkan, penyediaan TPA Sarimukti, selain dimaksudkan

sebagai TPA di sana juga akan dilakukan pengolahan sampah menjadi kompos. Ini antara

lain untuk mengatasi masalah-masalah gangguan terhadap lingkungan yang ditimbulkan

akibat penampungan sampah. Soal anggaran untuk membangun unit pengolahan sampah

menjadi kompos ini dinyatakan akan dibiayai APBD Kota Bandung, Kota Cimahi, dan

Pemprov Jabar. Menanggapi ihwal belum terealisasinya pengolahan sampah menjadi

kompos di TPA Cigedig Sarimukti ini, Kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-

Banten Ir Moh Komarudin sangat prihatin. Sebab, dalam MoU dinyatakan bahwa di TPA

Cigedig akan ada unit pengolahan sampah yang diproses menjadi kompos.

Disebutkan Komarudin, jika memang Pemprov Jabar tidak serius, bisa saja tempat

tersebut ditutup dan dikembalikan pada fungsinya sebagai hutan setelah MoU habis masa

berlakunya sekitar Agustus 2007. Pihak Perhutani, menurut dia, menyediakan lahan di

kawasan hutan untuk TPA tersebut semata-mata karena kepeduliannya akan lingkungan

dan kebersihan suatu daerah. Tentang masih belum adanya tanda-tanda perealisasian unit

pengolahan sampah menjadi kompos di TPA Cigedig ini, Komarudin menilai sebagai

ketidakseriusan ketiga pemerintah daerah dalam menangani sampah di Cigedig. Karena

itu, area kawasan hutan seluas 24 hektare di Cigedig itu kini menjadi tidak jelas

keberadaannya. Apakah lokasi itu akan digunakan sesuai MoU atau kemudian

ditinggalkan begitu saja. Perhutani, untuk penyediaan lahan tersebut, kata Komarudin,

sudah mengeluarkan uang sedikitnya Rp 539 juta. Kini penggunaan TPA Sarimukti telah

diperpanjang hingga tahun 2009, namun setelah itu, rencananya, tidak akan ada

perpanjangan lagi.

Setelah 2009, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kota Cimahi harus

berusaha mencari cara agar sampah tidak menumpuk di wilayah mereka. Kota Bandung

memilih bekerjasama dengan pihak swasta PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) untuk

membangun pabrik pengolahan sampah menjadi energi listrik (waste to energy/PLTS).

PLTS yang dibangun di tengah kota yang menerapkan teknologi canggih ini tidak akan

menimbulkan gangguan bau, seperti halnya di negara-negara maju, Malaysia, Amerika,

Inggris dan RRC. Sejak ditandatanganinya perpanjangan nota kesepahaman pada 28

Agustus 2006, PT BRIL bekerjasama dengan ITB, melakukan studi kelayakan.

Pembangunan pabrik pengolahan sampah di Gedebage itu sejalan dengan projek terpadu

di Bandung Timur yang direncanakan Pemkot Bandung. Projek lain yang akan dibangun

di kawasan itu adalah pembangunan sarana olah raga yang diperkirakan menelan biaya Rp

26

Page 7: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

200 miliar dan pembangunan terminal Rp 200 miliar. Menurut Walikota Bandung, dari 35

ha areal yang ditawarkan pemilik lahan untuk pabrik pengolah sampah, yang sudah

dibebaskan investor seluas 20 ha. Menurut rencana, 5 ha untuk pabrik, 5 ha daerah hijau,

dan 10 ha ring belt.

Namun PT BRIL belum memutuskan apakah akan tetap berinvestasi dalam

pembangunan PLTS. PT BRIL masih menunggu keseluruhan hasil kajian tim Feasibility

Studi (FS) PLTS. Saat ini, tim baru menemukan fakta bahwa produksi sampah Kota

Bandung hanya 500 ton atau 2.000 m3/ hari, bukan 7.500 m3/hari seperti yang kerap

diungkapkan PD Kebersihan Kota Bandung. Volume sampah itu dinilai memberatkan

pihak investor. Pasalnya, dengan bahan baku 500 ton hanya mampu diubah menjadi energi

listrik sebesar 10 megawatt. Sementara, nilai investasi untuk menghasilkan daya 10

megawatt tidak jauh berbeda dengan nilai untuk menghasilkan 30 megawatt, yang

membutuhkan dana Rp 500 miliar. Kondisi itu akan berpengaruh pada kecepatan

tercapainya break event point (BEP). Harapan PT. BRIL, BEP tercapai lima sampai

delapan tahun. Jika lebih dari itu, not oke. Kapasitas produksi listrik, berbanding lurus

dengan kecepatan waktu tercapai BEP.

Di lain pihak, Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi meminta agar tidak

mencemaskan jumlah produksi sampah Kota Bandung. Berdasarkan hasil penelitian tim

FS, potensi sampah di kota masih ada sekira 300-500 ton yang belum terangkut PD

Kebersihan. Dengan merevitalisasi PD Kebersihan, melengkapi sarana-sarananya, saya

minta perubahan skenario dari 30 megawatt menjadi 10 megawatt dulu. Pemerintah Kota

Bandung kemungkinan besar akan mendatangkan sampah dari luar wilayah Kota

Bandung. Keuntungan lain dari pelaksanaan bertahap ini, kenaikan retribusi yang akan

dibebankan kepada masyarakat tidak akan terlalu drastis.

Rencana pembangunan PLTS menyebabkan warga terbelah dua. Satu pihak

bersikeras menolak, sementara pihak lainnya menyetujuinya dan meminta agar rencana itu

segera direalisasikan. Warga yang menolak tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak

Pemaksaan Pabrik Sampah di Permukiman (ARTP2SP). Adapun yang setuju dengan

PLTS tergabung dalam Gerakan Pemuda Putra Daerah (Gempur). Adanya pro dan kontra

terhadap rencana pembangunan PLTS di kawasan Bandung Timur Gedebage, menurut

Sekda Kota Bandung, merupakan hal yang wajar akibat dari perbedaan persepsi. Persoalan

pro dan kontra tidak perlu dikhawatirkan, bahkan harus menjadi pendorong pemerintah

untuk bekerja lebih giat dan semangat dalam rangka meningkatkat pelayanan khususnya

27

Page 8: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

dalah hal persampahan. Yang terpenting adanya trensparansi jasa tentang azas manfaat.

Prospek dan kepentingan untuk masyarakat disampaikan secara jujur dan ikhlas.

Pembangunan pabrik pengolahan sampah bukan untuk kepentingan pemerintah, apalagi

pejabat. Untuk mengatasi pro dan kontra ini, Pemkot telah siap mengadakan MoU dengan

warga Rancasari. Untuk permintaan warga akan dibicarakan secara baik-baik, diusahakan

tidak terjadi konflik vertikal maupun horizontal.

Mengenai masalah akses, akan dihindari melalui permukiman warga. Yang paling

mungkin adalah menggunakan akses jalan tol dari KM 149,4 karena kebetulan ada rencana

pembuatan interchange di titik itu. Konsekuensinya, pemkot dan investor harus

membangun jalan dari titik itu menuju lokasi sepanjang dua kilometer. Rencana

pembangunan akses jalan tol ke Gedebage telah mendapat sinyal positif dari Menteri

Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar,

Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, dan Kepala Bappenas, Paskah

Suzetta. Untuk mempercepat pelaksanaan rencana pembangunan kases jalan ke PLTS itu,

wali kota segera mengusulkan kepada DPRD Kota Bandung untuk menganggarkan biaya

pembebasan lahan dan pembangunan jalan sebesar Rp 30 miliar dalam APBD perubahan

tahun 2007. Ditargetkan tahun 2008 projek tersebut sudah bisa dimulai. Jalan yang akan

dibangun dimulai dari KM 149,4 Jalan Tol Padaleunyi dengan panjang jalan yang

menghubungkan jalan tol dengan lokasi PLTS itu 2,5 km dan lebar 15 meter.

3.3 Pengangkutan Sampah di Kota Bandung

Langkah-langkah pengelolaan kebersihan yang dilakukan oleh PD. Kebersihan

dilaksanakan setelah sampah terkumpul di TPS-TPS. Sistem yang mengharuskan

melakukan pengumpulan sampah terlebih dahulu di TPS disebut dengan sistem tidak

langsung atau komunal. Kegiatan pengumpulan dan pengangkutan sampah dari sumber

sampah/pemukiman hingga TPS menjadi tanggung jawab masyarakat yang

dikoordinasikan oleh RT/RW, LKMD atau LSM secara swadaya dan swakelola. Alat yang

dipakai dalam pengangkutan sampah dari sumber ke TPS adalah hand cart (gerobak

tangan), yang memerlukan paling sedikit satu orang untuk menariknya. Menurut data

mengenai tingkat pelayanan persampahan di Kota Bandung, masyarakat merasa bahwa

kondisi hand cart pada umumnya sudah mencapai kondisi yang kurang baik, sebab

terkadang ada sampah yang berserakan keluar dari hand cart. Selain itu masyarakat juga

merasa bahwa jumlah petugas yang melakukan pengangkutan dari sumber ke TPS masih

28

Page 9: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

kurang. Kemungkinan disebabkan jarang ada yang mau bekerja sebagai petugas sampah.

Kesejahteraan sebagai petugas sampah kurang dapat terjamin, sementara terkadang

petugas harus bekerja setiap hari dan ditemani dengan benda-benda yang berbau dan

menjijikan. Karena kondisi kerja yang seperti itu, maka sudah menjadi sesuatu yang biasa

apabila penampilan dari petugas sampah pun terlihat kurang baik, kalaupun memakai

seragam tetapi kondisi dari seragam yang mereka kenakan biasanya kumal dan dekil.

TPS-TPS yang ada di Kota Bandung terbagi dalam dua tipe yaitu steel container

(kontainer besar) serta bak-bak komunal yang dibangun permanen, keduanya biasa terletak

di pinggir jalan. Ukuran dari TPS kontainer terbagi dua jenis yaitu 6 dan 10 m3, untuk

peletakkannya dibutuhkan landasan permanen sekitar 20 sampai 25 m2. Karena kesulitan

mendapatkan lahan, kontainer biasanya diletakkan pada lahan yang tersedia tanpa

memperdulikan ukuran dari lahan tersebut. Sementara ukuran bak komunal sangat

tergantung pada lahan yang tersedia. Peletakan TPS seharusnya tidak mengganggu arus

lalu lintas, namun di Kota Bandung beberapa TPS telah menyebabkan hambatan dalam

lalu lintas terutama saat proses pengambilan oleh truk pengangkut sampah.

Pada bak sampah di sumber ataupun di TPS biasanya terjadi sedikit perubahan

dalam jumlah sampah. Terdapat suatu sistem pengelolaan yang disebut Prof. Enri

Damanhuri sebagai sistem informal. Sistem ini terbentuk karena adanya dorongan

kebutuhan sebagian masyarakat untuk bertahan hidup yang secara sadar atau tidak sadar

telah ikut berperan dalam penanganan masalah persampahan di Kota Bandung. Sistem

informal memandang sampah sebagai sumber daya ekonomi, keuntungan didapatkan

melalui proses pemungutan, pemilahan, dan penjualan sampah untuk didaur ulang. Sistem

ini melibatkan pemulung, bandar pengumpul sampah, dan industri daur ulang.

Pengangkutan sampah tahap selanjutnya, dari TPS ke TPA, yang menjadi

tanggung jawab PD. Kebersihan Kota Bandung tidak memiliki rencana yang cukup jelas.

Kota Bandung tidak memiliki jadwal, waktu yang pasti kapan sampah dari setiap TPS

diambil. Pergerakan truk – truk pengangkut sampah di Kota Bandung dimulai dari pool

yang terbagi empat sesuai dengan pembagian wilayah operasional yang dilakukan oleh

PD. Kebersihan. Ke empat pool tersebut terletak di :

a. Bagian Utara, dekat dengan Pasar Sadang Serang

b. Bagian Barat, di Jalan Cicukan – Holis

c. Bagian Selatan, di Jalan Sekelimus Barat

d. Bagian Timur, di Pasir Impun

29

Page 10: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

Keberangkatan truk sampah dari setiap pool tidak ditetapkan kapan, semua tergantung

pada waktu kedatangan masing-masing sopir. Jika diperkirakan, sebagian besar truk

pengangkut sampah, mulai bekerja dari pukul enam pagi sampai dengan pukul enam sore.

Mengenai pergerakan dari truk-truk pengangkut sampah sendiri, Kota Bandung

tidak memiliki rencana fisik dalam hal tersebut. Semua pergerakan truk pengangkut

sampah di kendalikan oleh sopir yang berada di belakang kemudi setiap truk pengangkut

sampah. Tetapi ada beberapa syarat juga yang harus diperhatikan oleh para sopir dalam

mengambil keputusan untuk memilih jalan yang akan mereka lalui, seperti menuju

gerbang tol terdekat. Mulai dari pool sampai menuju TPS mana terlebih dahulu yang harus

dituju, semua keputusan hampir diberikan semuanya kepada sopir. Kecenderungan

pemilihan TPS pertama yang dituju oleh para sopir adalah TPS yang terdekat dengan pool

mereka atau TPS yang terjauh dari gerbang tol terdekat di wilayah mereka. Alasan

pemilihan TPS pertama tersebut adalah untuk mendapatkan jarak fisik (yang juga

berdampak pada jarak waktu) yang lebih dekat pada saat melakukan pergerakan dari TPS

kedua dengan gerbang tol. Efek pemilihan ini telah mendukung pergerakan minimal dalam

kota. Namun pemilihan semacam itu berarti tidak memperhatikan karakteristik TPS,

seberapa penting sampah di suatu kawasan harus cepat diambil dibandingkan dengan

kawasan lain.

Karakteristik TPS sangat penting untuk diperhatikan, terutama dari sisi volume.

Volume sampah yang dihasilkan akan memberikan dampak pada jumlah hari kunjungan

truk pengangkut sampah ke TPS tersebut dan ritasi pada setiap harinya. Volume sampah

menjadi pertimbangan pertama sebab sampah pada TPS yang volume sampahnya cukup

banyak akan memberikan peluang yang lebih cepat dalam penyebaran bau dan

kemungkinan bibit penyakit yang terkandung pada sampah.

Hal lain yang mempengaruhi karakteristik dari TPS adalah lokasi dari TPS itu

sendiri. Lokasi TPS ini sangat berpengaruh terutama pada jenis sampah yang dihasilkan.

Permukiman merupakan lokasi yang menghasilkan sampah dengan jenis yang paling

beragam. Dari daerah permukiman ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan,

plastik, kertas, karton/dos, kain, kaca, daun, logam, dan kadang-kadanga sampah

berukuran besar seperti dahan pohon. Permukiman dapat meliputi rumah tinggal yang

ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada dalam suatu

kawasan, maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga

dapat dihasilkan sampah golongan B3 (bahan berbahaya dan racun), seperti baterai, lampu

30

Page 11: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

TL, oli bekas, dan lain-lain. Permukiman adalah tempat dimana mayoritas penduduk

berada, sehingga jika sampah di TPS dekat lingkungan mereka tidak cepat diambil maka

bahaya akan mengancam orang dalam jumlah yang banyak. Selain itu terdapat juga faktor

dorongan dari warga permukiman sendiri yang tidak ingin wilayahnya terdapat sampah.

Waktu kerja truk pengangkut sampah yang dimulai dari pukul enam pagi sampai

pukul enam sore tersebut, untuk beberapa TPS memerlukan waktu tambahan lagi. Dua

belas jam waktu kerja saat ini hanya menghasilkan 3 rit (bolak balik TPS – TPA). Hal itu

menyebabkan TPS yang volume sampahnya berlebih, sehingga memerlukan 4 sampai

dengan 5 rit, memerlukan waktu tambahan pergerakan truk pengangkut sampah pada

malam hari. Begitu pula TPS yang mendapatkan giliran rit keempat atau kelima dari

sebuah truk yang bertugas. Pergerakan truk pengangkut sampah pada keadaan terang

disebut sebagai shift I, sementara yang dilakukan pada saat gelap disebut sebagai shift II.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sedikitnya ritasi yang dapat dihasilkan

oleh truk pengangkut sampah dalam jangka waktu dua belas jam tersebut. Faktor pertama

adalah jarak yang relatif jauh menuju TPA Sarimukti. Lokasi TPA Sarimukti yang berada

di sebelah Barat luar Kota Bandung, sekitar Rajamandala, telah cukup menghabiskan

waktu truk pengangkut sampah dalam mencapainya. Truk sampah yang memiliki

keterbatasan kecepatan karena mengangkut beban sampah hingga 10 m3 ditambah dengan

berat truk itu sendiri, tidak bisa bergerak terlalu cepat. Untuk sementara semua itu harus

dilakukan hingga Kota Bandung mendapatkan lokasi TPA lain yang lebih dekat. Dengan

adanya rencana pembangunan PLTS di Gedebage, maka jarak tempuh truk bisa dikurangi

dan ada kemungkinan jumlah ritasi truk pengangkut sampah bisa meningkat.

Faktor kedua adalah antrian saat membuang sampah, mungkin ini adalah faktor

yang sulit diubah, semuanya tergantung pada sistem antrian yang digunakan di TPA. Saat

membuang sampah biasanya truk pengangkut sampah harus mengantri, seperti saat akan

melewati gerbang tol, untuk membuang sampahnya di TPA. Proses antrian ini tentunya

akan menghabiskan waktu menunggu yang cukup lumayan. Kalaupun PLTS di Gedebage

jadi dibangun, waktu yang dihabiskan truk dalam proses antrian ini kemungkinan besar

tidak akan berubah kecuali PLTS mempunyai sistem lain dalam proses pemindahan

sampah dari truk ke tempat yang telah disediakan. Jadi faktor kedua ini bisa dikatakan

faktor yang tetap hingga PLTS di Gedebage dibangun dan diketahui apakah telah memiliki

sistem yang berbeda dengan yang telah digunakan di TPA selama ini. Jika terdapat sistem

yang berbeda maka waktu bisa dikurangi, jika tidak maka waktu akan sama saja.

31

Page 12: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

Faktor yang ketiga dan yang paling penting adalah waktu kerja truk pengangkut

sampah. Pukul enam pagi hingga pukul enam sore adalah waktu dimana masyarakat di

Kota Bandung melakukan kegiatan sehari-harinya. Disini terjadi benturan antara

pergerakan truk pengangkut sampah dengan pergerakan masyarakat kota yang memiliki

mobilitas tinggi. Masalah lain dari mobilitas tinggi tersebut adalah dominasi kendaraan

pribadi. Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM) yang dimiliki Kota Bandung tampak

kurang diminati oleh masyarakatnya, sehingga jalan-jalan dipenuhi oleh kendaraan pribadi

yang terkadang kapasitas kendaraan sering tidak mencapai fungsi maksimalnya (misal,

kendaraan untuk empat orang hanya menampung dua atau bahkan satu orang saja). Hal

tersebut tentunya sangat membantu dalam peningkatan keramaian dan kepadatan lalu

lintas, pada akhirnya berujung pada kemacetan lalu lintas. Truk-truk pengangkut sampah

tersebut harus terlibat dalam ramai dan padatnya lalu lintas perkotaan, bahkan tak jarang

truk pengangkut sampah itu sendiri yang menjadi penyebab kemacetan karena harus

berhenti mengambil sampah dan mengurangi luas efektif jalan. Keberadaan truk

pengangkut sampah pada kondisi terang, dimana menyatu dengan kegiatan utama sebagian

besar masyarakat, telah menimbulkan beberapa protes yang tidak tersampaikan secara

terang-terangan kepada Pemkot Bandung. Sifat dari truk pengangkut sampah ini sangat

sensitif. Mungkin masyarakat tidak akan terlalu mengeluh karena polusi yang ditimbulkan

dari asap knalpot, tapi akan bereaksi pada polusi yang disebabkan dari sampah yang

diangkut. Bau dan cairan lychet yang berasal dari sampah sangat mempengaruhi

masyarakat karena mengganggu dan dampaknya terhadap kesehatan cukup terasa, seperti

penyakit diare. Banyak keluhan umum yang dilontarkan masyarakat seperti tidak mau

kendaraan yang ditumpangi berada dekat dengan truk pengangkut sampah karena baunya,

truk sampah yang menyebabkan kemacetan saat mengambil sampah, serta truk sampah

yang berjalan lambat.

Tampak bahwa pergerakan shift I truk pengangkut sampah tidak hanya berdampak

pada waktu lebih lama yang dibutuhkan oleh truk pengangkut sampah tapi juga

mengganggu kegiatan masyarakat yang sebagian besar terjadi pada saat terang. Semakin

lama waktu perjalanan yang diperlukan maka akan semakin besar biaya perjalanan yang

dihabiskan.

Jika faktor lain, yaitu ketersediaan truk pengangkut sampah diperhitungkan maka

bisa juga berpengaruh pada terjadinya fenomena 3 rit dalam dua belas jam. Apabila

jumlah truk pengangkut sampah yang dimiliki oleh PD. Kebersihan sama dengan jumlah

32

Page 13: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

TPS yang ada kemungkinan terjadinya shift II bisa dihilangkan. Beberapa truk sampah

yang mengangkut sampah di TPS yang volumenya tidak terlalu banyak bisa membantu

truk pengangkut sampah yang mengangkut sampah di TPS yang volumenya sangat

banyak. Namun jumlah truk pengangkut sampah yang sama dengan jumlah TPS ini akan

menyebabkan kinerja truk tidak efektif dan efisien, sebab ada kemungkinan sejumlah truk

tidak terpakai pada hari-hari tertentu. Tidak semua TPS memerlukan pengangkutan setiap

hari.

Bagaimana tentang pengangkutan sampah saat Kota Bandung masih

mempergunakan TPA Leuwigajah. Pengangkutan sampah di Kota Bandung pada masa

menggunakan TPA Leuwigajah hampir tidak memiliki perbedaan pada saat menggunakan

TPA Sarimukti. Pergerakan utama truk-truk pengangkut sampah terjadi pada saat hari

terang, pukul enam pagi sampai dengan enam sore. Namun kelebihan pada saat masih

menggunakan TPA Leuwigajah adalah jarak yang lebih dekat jika dibandingkan dengan

TPA Sarimukti. Sesuai dengan faktor pertama pada fenomena 3 rit dalam dua belas jam

saat menggunakan TPA Sarimukti sekarang ini, jumlah ritasi yang bisa dilakukan saat

menggunakan TPA Leuwigajah adalah 4 rit dalam dua belas jam. Faktor jarak sangat

terasa pengaruhnya dalam mengurangi rata-rata ritasi dari 3 jam per rit (TPA Leuwigajah)

menjadi 4 jam per rit (TPA Sarimukti). Perbedaan sebesar 1 jam per rit ini hanya

dipengaruhi oleh faktor jarak, bagaimana jika terjadi intervensi pada faktor lainnya, tentu

akan ada perbedaan rata-rata ritasi yang lebih besar lagi.

PLTS di Gedebage telah memiliki keuntungan dalam faktor jarak untuk

meningkatkan rata-rata ritasi truk pengangkut sampah. Lokasi yang masih berada di Kota

Bandung telah mengurangi jarak yang harus ditempuh truk pengangkut sampah dari setiap

TPS menuju PLTS. Jika hanya dilihat 3 faktor yang mempengaruhi rata-rata ritasi truk

pengangkut sampah yaitu, jarak, proses antrian, dan waktu kerja truk pengangkut sampah,

maka ada satu lagi faktor yang bisa diintervensi untuk meningkatkan rata-rata ritasi.

Faktor tersebut tidak lain adalah waktu kerja truk sampah, faktor proses antrian sulit

diintervensi karena hal tersebut sangat bergantung pada rencana sistem pemindahan

sampah dari truk ke tempat yang telah disediakan di PLTS. Selama ini pergerakan utama

truk pengangkut sampah adalah pada saat hari terang, dimana jalan-jalan di Kota Bandung

ramai dan padat sehingga harus memilih jalan-jalan tertentu yang arus lalu lintasnya lebih

lancar. Pergerakan saat hari terang ini juga telah menghambat laju pergerakan truk

pengangkut sampah karena harus terlibat dalam kemacetan pada beberapa titik, dan yang

33

Page 14: BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN · PDF file¾ Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21. e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat

tidak bisa dilupakan adalah kegiatan masyarakat yang juga terganggu dengan keberadaan

truk tersebut dalam mobilitas mereka.

34