bab iii analisis a. undang- undang pengelolaan limbah

25
53 BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah Undang-undang pengelolaan limbah muncul karena adanya pencemaran lingkungan hidup. Hal tersebut mendorong pemerintah untuk melahirkan Undang - Undang No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang tersebut telah mengatur pengelolaan dan pembuangan limbah B3. Dalam pasal 69 ayat (1) angka f Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa: “Setiap orang dilarang membuang B3 dan limbah ke media lingkungan hidup 1 . Bagi mereka atau perusahaan yang melanggar ketentuan dalam pebuangan limbah B3, akan diberi sanksi yang tertuang dalam pasal 69 ayat (1) angka f Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa: “Setiap orang dilarang membuang B3 dan limbah ke media lingkungan hidup.” telah menyebutkan pertanggungjawaban pidana bagi setiap orang yang tidak melakukan pengelolaan limbah B3 diancam pidana, tetapi bunyi pasal tersebut berlaku secara umum tidak spesifik yang menyebutkan macam-macam limbah B3 yang tidak dikelola terlebih 1 Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5059

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

53

BAB III

ANALISIS

A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

Undang-undang pengelolaan limbah muncul karena adanya pencemaran

lingkungan hidup. Hal tersebut mendorong pemerintah untuk melahirkan Undang

- Undang No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-undang tersebut telah mengatur pengelolaan dan pembuangan limbah B3.

Dalam pasal 69 ayat (1) angka f Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa:

“Setiap orang dilarang membuang B3 dan limbah ke media lingkungan hidup 1.

Bagi mereka atau perusahaan yang melanggar ketentuan dalam pebuangan

limbah B3, akan diberi sanksi yang tertuang dalam pasal 69 ayat (1) angka f

Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa: “Setiap orang dilarang membuang

B3 dan limbah ke media lingkungan hidup.” telah menyebutkan

pertanggungjawaban pidana bagi setiap orang yang tidak melakukan pengelolaan

limbah B3 diancam pidana, tetapi bunyi pasal tersebut berlaku secara umum tidak

spesifik yang menyebutkan macam-macam limbah B3 yang tidak dikelola terlebih

1 Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140. Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia 5059

Page 2: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

54

dahulu. Kemudian pada Pasal 116 Undang-undang No 32 tahun 2009

Perlindungan dan Pengolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa2:

1. Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk atau atas

nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:

a. Badan usaha; dan/atau

b. Orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana

tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan

dalam tindak pidana tersebut.

2. Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau

berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalama lingkup kerja badan

usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin

dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut

tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau

bersama-sama.

Selain melanggar pasal tersebut juga melanggar Pasal 103 Undang-undang

No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang

menyatakan bahwa 3:

Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling

2 Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140. Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia 5059 3 Pasal 103 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140. Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia 5059

Page 3: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

55

singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp,

1.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000,00 (tiga miliar

rupiah).

B. Limbah B3 dan Pengelolaan Limbah B3

Limbah Medis adalah salah satu jenis limbah yang tergolong kedalam

Limbah bahan berbahaya dan beracun yang biasa disebut dengan Limbah B3.

Dalam Pasal 1 butir 21 dan butir 22 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup didefinisikan B3 sebagai:

“B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat,

konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak

langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,

dan/atau merusak lingkungan, dan/atau membahayakan lingkungan hidup,

kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hiduplain.”

“Limbah bahan berbahaya dan beracun”.

Limbah B3 yang dimaksud didalam Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 101 tahun 2014 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang

karena sifat konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak

langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia

dan makhluk hidup lain.

Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan

berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun

tidak langsung dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau

membahayakan kesehatan manusia. Limbah B3 dapat berupa bahan baku yang

Page 4: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

56

berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan,

tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan

pengolahan khusus.

Pengelolaan limbah medis B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 101 Tahun 2014. Pada Pasal 3 ditegaskan bahwa setiap orang

atau badan yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah

B3 yang dihasilkannya. Adapun kegiatan pengelolaan limbah medis di atur dalam

Pasal 1 Ayat 10 yaitu Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi

pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,

pengolahan, dan/atau penimbunan.

C. Limbah Medis (B3) di RSUD Salatiga

1. Macam limbah padat B3 (medis) yang diolah adalah :

1) Limbah padat yang sudah diketahui infeksius atau mengandung

bakteri yang berbahaya.

2) Limbah padat atau benda yang telah kontak dengan cairan tubuh

pasien atau pengobatan pasien.

3) Jaringan tubuh dan specimen laboratorium.

4) Limbah padat B3 yang bersifat toksik.

2. Limbah padat B3 tersebut dihasilkan dari ruangan-

ruangan antara lain: Ruang perawat diantaranya adalah :

1) Ruang Cempaka

Page 5: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

57

2) Ruang Edelweis

3) Ruang Teratai

4) Ruang Flamboyan

5) Ruang Bersalin

6) Ruang Anak

7) Ruang Neonatus

Ruang selain ruang peerawat diantaranya adalah:

1) Poli Umum.

2) Poli Kebidanan.

3) Poli Gigi.

4) Poli Bedah.

5) Poli Mata.

6) Poli Ortopedi.

7) Poli Anak.

8) Poli Akupuntur.

9) Laboratorium.

10) Ruang UGD

11) Ruang Radiologi

12) Ruang Operasi

13) Ruang ICU

3. Tujuan pengelolaan.

Mengelola limbah padat B sesuai dengan ketentuan Departemen

Page 6: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

58

Kesehatan sehingga tidak mencemari lingkungan yang dapat menjadi

sumber penularan penyakit bagi petugas dan pasien serta dapat

meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit.

4. Peraturan.

1) Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang peningktan

pelayanan mutu Rumah Sakit.

2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun

2008 tentang tata cara pemberian simbol dan label bahan

berbahaya dan beracun.

3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun

2009 tentang tata cara perizinan pengelolaan limbah bahan

berbahaya dan beracun.

4) Keputusan Kepala Bapedal Nomor 01 Tahun 1995 tentang tata-

cara dan persyaratan teknis penyimpanan teknis penyimpanan dan

pengumpulan limbah B3.

Page 7: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

59

5) Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03 Tahun 1995 tentang

persyaratan teknis pengolahan limbah bahan berbahaya dan

beracun.

6) Keputusan Kepala Bapedal Nomor 04 Tahun 1995 tentang tata cara

persyaratan teknis penimbunan hasil pengolahan, persyaratan

lokasi bekas pengolahan, dan lokasi bekas penimbunan limbah

bahan berbahaya dan beracun.

7) Keputusan Kepala Bapedal Nomor 05 Tahun 1995 tentang tata cara

pemberian label dan simbol limbah B3.

8) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 228

Tahun 2002 tentang pedoman penyusunan standar pelayanan

minimal Rumah Sakit yang wajib dilaksanakan daerah.

9) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1204

Tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan Rumah

Sakit .

5. Definisi pengelolaan limbah padat B3 (medis)

Adalah penanganan limbah padat B3 (medis) yang dimulai sejak dari

pewadahan dan pengumpulan hingga pengolahan dan

penimbunan/pemusnahan.

6. Standart.

Mengacu pada standar yang berlaku yaitu :

1) Untuk limbah padat B3 (medis) infeksius dan potensial mejadi

berbahaya dimasukkan kontainer anti bocor, anti tusuk dengan lapisan

Page 8: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

60

kantong plastik warna kuning dan diikat dengan tali.

2) Untuk limbah padat B3 (medis) logam tajam, benda tajam dimasukkan

dalam kontainer khusus (safety box) dan dilapisi plastik warna merah.

3) Wadah yang digunakan diberi simbol, label dan lapisan kantong

plastik didalam wadah sesuai dengan tabel berikut ini:

No Kategori Warna Kontainer/

Kantong Plastik

Lambang Keterangan

1

Limbah infeksius

jenis benda tajam

dan limbah

infeksius jenis

logam tajam.

Kuning

Wadah plastik

kuat, anti bocor,

atau safety box

2

Limbah infeksius

bukan benda tajam

Kuning

wadah plastik

kuat dan anti

bocor atau

kontainer

3

Limbah farmasi

bersifat toksik

Merah

Wadah plastik

atau kontainer

4) Trolly pengangkutan memakai trolly khusus yang telah terdapat

wadah limbah yang sesuai komposisi limbah padat dan tertutup.

Page 9: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

61

5) Limbah padat B3 yang berupa sisa produk farmasi yang meliputi obat-

obatan kadaluarsa bila memungkinkan dikirim kembali ke agen

penyedia.

Page 10: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

62

2. Penanggung jawab pengelolaan limbah padat B3 (medis)

1) Penanggung jawab pengelolaan limbah padat B3 (medis) adalah Kepala

Instalasi Olah Limbah.

2) Petugas operasional pengelola limbah padat B3 (medis) adalah petugas

yang sudah ditentukan oleh Kepala Instalasi Olah Limbah.

3) Pembagian tugas dan tanggung jawab Petugas operasional pengelola

limbah padat B3 (medis) ditentukan oleh Kepala Instalasi Olah Limbah.

3. Alur pengelolaan limbah padat B3 (medis).

1) wadah yang ada dimasing-masing ruangan diambil tiap hari atau 2/3

penuh dikumpulkan dalam dua shift, shift 1 dilakukan pada pukul 06.00-

09.00 dan shift 2 dilakukan pada pukul 12.00-15.00 oleh petugas.

2) Pengumpulan yang dilakukan mengikuti rute yang sudah ditentukan.

3) Trolly yang digunakan adalah trolly khusus untuk limbah padat B3 (medis).

4) Kontainer yang kotor langsung dicuci kemudian diganti dengan plastik

yang baru.

5) Trolly yang berisi limbah padat B3 (medis) langsung menuju tempat

penyimpanan sementara untuk bisa dikirim ke pihak rekanan dalam

mengelola limbah.

6) Gudang penyimpanan limbah padat B3 (medis) yang telah terisi limbah

padat B3 (medis) sebelum dikirim ke pihak rekanan ditutup rapat dan

dikunci oleh petugas yang berwenang.

4. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan.

Page 11: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

63

1) Petugas wajib menggunakan alat pelindung diri seperti : sarung tangan,

masker, helm dan sepatu kerja setiap akan memulai melakukan tugas.

2) Pengambilan limbah padat B3 (medis) dilakukan tiap hari.

3) Pembersihan kontainer dilakukan tiap hari beserta trollynya.

4) petugas yang tidak mengenakan alat pelindung diri harus mendapat

peringatan atau sangsi yang tegas

5) Pengawasan pelaksana harian meliputi :

- Pengawasan pengambilan limbah padat B3 (medis).

- Pengawasan pembersihan alat.

- Pengawasan gudang penyimpanan limbah padat B3 (medis).

- Pengawasan pemakaian alat pelindung diri.

5. Evaluasi.

Evaluasi dilakukan rutin berkala.

1) Harian, dengan melihat laporan harian pengawasan kerja dari supervisi di

lapangan dengan parameter ada tidaknya sampah yang diangkut,

kecukupan kontainer, keamanan gudang penyimpan limbah padat B3

(medis), kepatuhan petugas yang menggunakan alat pelindung diri.

2) Tiga bulan, melalui rapat rutin Kepala Instalasi limbah dengan supervisi

dan petugas lapangan.

6. Pelaporan.

Pada setiap tiga bulan sekali dilaporkan pada :

1) Kepala rumah Sakit.

Page 12: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

64

2) Sekertaris Rumah Sakit

3) Kepala instalasi non perawatan.

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Kota Salatiga

menjadi sorotan tajam dari berbagai kalangan, baik oleh kalangan legislatif, LSM dan

para pemerhati lingkungan hidup, bahkan aparat penegak hukum (APH). Hal ini sangat

wajar, mengingat persoalan terkait pengelolaan limbah B3 selalu saja muncul dan tak

kunjung bisa dituntaskan. Masalah yang satu belum selesai, sudah muncul masalah

lainnya.

Di antaranya masih ditemukan pemanfaatkan limbah B3 masih kurang di

perhatikan dan bahkan dimanfaatkan oleh sejumlah oknum nakal guna untuk

memperkaya diri. Sepertihalnya yang terjadi di RSUD Kota Salatiga, sejumlah oknum

pegawai nakal menjual limbah B3 (limbah medis/botol infuse dan jerigen bekas) ke

pengepul rosok, alhasil kini kasus tersebut tangah ditangani oleh Polres Salatiga.

Selain itu pengelolaan limbah medis B3 di RSUD Salatiga menyalahi aturan

yaitu tidak dioperasikannya mesin incinerator yang dibangun dengan biaya miliaran

rupiah dan pengelolaan yang benar limbah B3. Hal itu terutama dari pengelolanya,

maksudnya pihak ketiga yang mengelola limbah. Dengan tidak di poerasikan alat

mesin incinerator menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan.

Page 13: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

65

D. Petusan Pengadilan

1. NOMOR : 163/Pid-B/20/2013/PN-Lgs

a. Kronologis

Dalam hal pengolahan limbah medis cair, pihak RSUD Kota Langsa

juga tidak memiliki Instalasi Pengelohan Air Limbah (IPAL) sebagaimana

ketentuan yang berlaku. Pengolahan libah medis cair RSUD Kota Langsa

dilakukan dengan cara menggunakan system Lagoon yaitu limbah cair dari

ruangan maupun Instalasi yang ada di RSUD dialirkan melalui parit

maupun selokan ke bak penampungan yang mana bak penampungan

berfungsi untuk mengendapkan kotoran pada air selain itu juga dilakukan

kaporisasi pada bak penampungan, setelah itu air dialirkan ke kolam yang

mana proses terakhir di dumping ke sungai tanpa dilakukan pengukuran

baku mutu air terlebih dahulu, dengan alasan bahwa pihak RSUD Kota

Langsa tidak tahu kemana melakukan tes Laboratorium terhadap sampel

limbah cair tersebut. Pendumpingan limbah ke sungai tanpa melakukan

pengukuran baku mutu air terlebih dahulu dilakukan oleh RSUD Kota

Langsa tanpa izin dari pihak yang berwenang dan dapat mengakibatkan

terjadinya penyakit Infeksi kulit dan bila nilai baku mutu air terlalu tinggi

maka dampak yang ditimbulkan akan sangat berbahaya dan terdakwa Dr.

Zahari Bin Muhammad selaku Direktur Rumah Sakit Umum Kota Daerah

Langsa yang tidak melakukan pengelolalan limbah-limbah tersebut.

b. Kaidah Hukum

Page 14: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

66

Menyatakan dr. ZAHARI BIN MUHAMMAD secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dumping limbah dan/atau

bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 60 sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Ketiga

Penuntut Umum melanggar Pasal 104 Undang-Undang No. 32 tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi

pidana, maka terdakwa harus pula dibebani untuk membayar biaya perkara

yang besarnya akan disebutkan dalam amar putusan di bawah ini.

Mengingat, pasal 104 Undang – Undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengololaan Lingkungan Hidup dan 14 a KUHP serta

ketentuan-ketentuan hukum lain yang bersangkutan ;

1. Menyatakan, Terdakwa Dr.ZAHRI BIN MUHAMMAD, telah

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana pidana “ Melakukan, Dumping Limbah dan/atau Bahan ke

Media Lingkungan Hidup,tanpa izin “;

2. Menghukum Terdakwa Dr.ZAHRI BIN MUHAMMAD tersebut

diatas oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan

;

3. Memerintahkan agar pidana penjara tersebut tidak usah dijalani,

kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan

Page 15: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

67

lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu perbuatan

pidana sebelum berakhirnya masa percobaan selama 1 (satu) tahun ;

4. Menghukum pula Pidana Denda kepada Terdakwa Dr.ZAHRI BIN

MUHAMMAD tersebut sebesar Rp.1.000.000 ,- ( satu juta Rupiah )

;

5. Menyatakan apabila terdakwa tidak membayar pidana denda

tersebut, maka harus di ganti dengan pidana penjara selama 1 (satu)

bulan ;

2. Putusan Pengadilan Nomor 2097 K/PID.SUS-LH/2016

a. Kronologis

Bahwa ia Terdakwa WURI DIAH HANDAYANI, S.T., pada hari

Kamis tanggal 10 Januari 2013 sekitar pukul 12.30 WIB atau setidak-

tidaknya sekitar waktu itu dalam bulan Januari 2013 bertempat di Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sidoarjo beralamatkan di Jalan

Mojopahit Nomor 667, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo atau

setidak-tidaknya di suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri

Sidoarjo, namun oleh karena sebagian besar saksi bertempat tinggal di

Surabaya maka berdasarkan Pasal 84 Ayat (2) KUHAP, Pengadilan Negeri

Surabaya berwenang mengadili perkara ini, menghasilkan limbah B3 dan

tidak melakukan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59

sebagai berikut:

Page 16: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

68

Bahwa pada tahun 1998, Terdakwa mulai bekerja di Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sidoarjo beralamatkan di Jalan

Mojopahit Nomor 667, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo dan

pada bulan Oktober 2011 Terdakwa diangkat menjadi Kepala Instalansi

Penyehatan Lingkungan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Kabupaten Sidoarjo, selanjutnya tugas dan tanggung jawab Terdakwa

selaku Kepala Instalansi Penyehatan Lingkungan di Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sidoarjo tersebut adalah : Membuat

perencanaan kegiatan instalansi penyehatan lingkungan,

Mengkoordinasi kelancaran kegiatan instalansi penyehatan lingkungan

serta mengevaluasi dan laporan kegiatan instalansi penyehatan

lingkungan kemudian Terdakwa melaporkan pelaksanaan tugas dan

tanggung jawabnya kepada Kasubag TU dan RT RSUD Kabupaten

Sidoarjo dan melaporkan kegiatan Drs. BAMBANG SURYONO, S.H.,

M.M. dan saksi Dra. NOER CHOTIMAH, M.Si.AK ;

Bahwa pada hari Kamis tanggal 10 Januari 2013 sekitar pukul 12.30

petugas Kepolisian dari DITRESKRIMSUS Polda Jatim menemukan

adanya pengangkutan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang

keluar dari RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Kabupaten Sidoarjo

alamat di Jalan Mojopahit Nomor 667, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten

Sidoarjo dengan menggunakan kendaraan truk Nomor Polisi : L-8044-

Page 17: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

69

JA dikemudikan oleh SENAIN, selanjutnya petugas melakukan

surveillance / pembuntutan terhadap truk tersebut yang akhirnya

berhenti di sebuah lahan di Dusun Kedungturi, Desa Kedungboto,

Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo dan setelah dilakukan

pemeriksaan kegiatan pengangkutan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan

Beracun) yang berasal dari RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah)

Kabupaten Sidoarjo tersebut tidak disertai dengan dokumen kemudian

petugas Kepolisian dari Ditreskrimsus Polda Jatim melakukan

pengamanan kendaraan truk beserta isinya dan setelah dilakukan

pemeriksaan terhadap dokumen yang terkait dengan pengolahan

limbah, ternyata Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten

Sidoarjo belum memiliki perizinan untuk pengelolaan limbah dan

belum memiliki Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) serta belum

memijiki Izin Tempat Penyimpanan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan

Beracun).

b. Kaidah Hukum

Berdasarkan hal tersebut, amar putusan Pengadilan Tinggi Surabaya

Nomor 606/Pid.Sus/2015/PT.Sby tanggal 16 Desember 2015 yang

memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor

2480/Pid.B/2014/PN.SBY tanggal 13 Mei 2015, sekedar mengenai pidana

yang dijatuhkan sehingga berbunyi sebagai berikut:

Page 18: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

70

Menyatakan Terdakwa WURI DIAH HANDAYANI, S.T. tersebut di

atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “Tidak melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai peraturan”.

Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan

pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sejumlah

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dengan ketentuan apabila

denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1

(satu) bulan;

Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali dikemudian

hari ada putusan Hakim yang menentukan lain karena Terpidana

melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 2 (dua)

tahun berakhir.

2) Pertanggungjawaban RSUD Salatiga dalam Pengelolaan Limbah Medis

(B3)

Berdasarkan kasus RSUD Salatiga dalam pengelolaan limbah medis B3,

pertanggungjawaban Pidana Pengurus Rumah sakit Terkait Dengan Tindak Pidana

Lingkungan Hidup Yang Dilakukan Pegawai Rumah Sakit Umum (RSUD) Salatiga.

Menurut Pasal 2 Kode Etik rumah sakit, rumah sakit harus dapat mengawasi serta

bertanggungjawab terhadap semua kejadian di rumah sakit. Selanjutnya yang

dimaksud dengan tanggungjawab rumah sakit adalah:

Page 19: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

71

1. Tanggungjawab umum adalah merupakan kewajiban pemimpin rumah

sakit menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai permasalahan-

permasalahan, peristiwa, kejadian dan keadaan di rumah sakit.

2. Tanggungjawab khusus meliputi tanggungjawab hukum, etik, dan tata tertib

atau disiplin muncul jika ada anggapan bahwa rumah sakit telah melanggar

kaedahkaedah, baik dalam bidang hukum, etik, maupun tata tertib ataupun

disiplin.

Pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban di rumah sakit secara yuridis di

kelompokan dalam:

1. Menajemen rumah sakit yang diwakili oleh Kepala rumah

sakit/Direktur/CEO

2. Para dikter yang bekerja di rumah sakit

3. Para perawat

4. Tenaga kesehatan dan tenaga non kesehata (administrasi, keamanan,

kebersihan, dll).

Menurut lampiran PERMENKES No.147 Tahun 2010, rumah sakit harus

berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya bergerak di bidang perumahsakitan.

Badan hukum dapat berupa yayasan, PT. Untuk memperoleh izin mendirikan rumah

sakit terdapat pula syarat pengolahan limbah yang meliputi upaya kesehatan

lingkungan (UKL), upaya pemantauan lingkungan (UPL) dan analisis mengenai

dampak lingkungan (AMDAL) yang dilaksanakan sesuai jenis dan klasifikasi rumah

sakit yang di atur dalam UU No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit. Akan tetapi

Page 20: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

72

apabila rumah sakit tidak memiliki izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 25

ayat (1) maka akan dijatuhi sanksi pidana sesuai dengan Pasal 62 yang berbunyi “

Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan rumah sakit tidak memiliki izin

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 2

tahun dan denda paling banyak Rp. 5. 000.000.000,00 (lima milliar rupiah).

Salah satu bentuk pelanggaran prosedur pembuangan dan pengelolaan limbah

medis dan B3 di RSUD Salatiga yang diduga mengakibatkan pencemaran lingkungan

yang disebabkan oleh limbah rumah sakit tersebut. Keadaan tersebut dapat

membahayakan kesehatan masyarakat Salatiga, dengan pencemaran lingkungan

dengan tidak di poerasikan alat mesin incinerator menyebabkan terjadinya pencemaran

lingkungan dan akan berpotensi memicu berbagai penyakit.

Pada kasus ini bahwa RSUD Salatiga sebagai penghasil limbah yang

mencemari lingkungan patut ditindak tegas karena telah mencemari dan merusak

lingkungan karena rumah sakit tidak melakukan pengawasan terhadap pengelolaan

limbah medisnya dan tidak memiliki izin pengolahan limbah medis. RSUD Salatiga

dapat dituntut karena melangggar UUPPLH yaitu Pasal 98 yang berbunyi: “Apabila

perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain luka

dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp

4.000.000.000,00 (empat milliar rupiah) dan paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua

belas milliar rupiah).

Page 21: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

73

Apabila terjadi pencemaran lingkungan terkait dengan limbah rumah sakit

maka pertanggungjawaban pengurus RSUD Salatiga terkait dengan tindak pidana

lingkungan hidup sesuai dengan Pasal 117 yang menyatakan bahwa jika tuntutan

pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana yang dalam hal

ini adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b, maka

ancaman pidana dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan

sepertiga.

Ketentuan Pasal 117 UUPPLH, menetapkan bahwa terhadap orang yang

memberi perintah untuk melakukan tindak pidana lingkungan atau orang yang

bertindak sebagai pemimpin dalam tindak pidana lingkungan yang dilakukan oleh,

untuk dan atas nama badan usaha, ancaman pidana berupa penjara dan denda diperberat

dengan sepertiga. Orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana

lingkungan atau orang yang bertindak sebagai pemimpin dalam tindak pidana yaitu

mereka-mereka merupakan atau sebagai pengurus dari badan usaha tersebut. Pengurus

badan usaha yang menjalankan kepengurusan badan usaha yang bersangkutan sesuai

dengan anggaran dasarnya. Pengurus korporasi/badan usaha merupakan individu-

individu yang mempunyai kedudukan atau kekuasaan sosial, dalam lingkup perusahaan

tempat mereka bekerja.

Mereka-mereka yang dapat dikategorikan sebagai pengurus badan usaha yaitu:

1. Mereka yang menurut anggaran dasarnya secara formal menjalankan

kepengurusan badan usaha;

Page 22: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

74

2. Mereka yang sekalipun menurut anggaran dasar badan usaha bukan

pengurus, tetapi secara resmi memiliki kewenangan untuk melakukan

perbuatan yang mengikat badan usaha secara hukum berdasarkan:

Pengangakatan oleh pengurus untuk memangku suatu jabatan dengan

pemberian kewenangan untuk mengambil keputusan sendiri dalam batas

ruang lingkup tugas dan kewajiban yang melekat pada jabatannya itu

untuk dapat melakukan perbuatan hukum mengikat badan usaha, atau

Pemberian kuasa oleh pengurus atau mereka sebagai dimaksud 1 untuk

dapat melakukan perbuatan yang secara hukum mengikat badan usaha.

3. Oleh orang lain yang diperintahkan oleh mereka yang disebut dalam huruf a

dan b.

Rumusan Pasal 117 UUPPLH yang menetapkan bahwa ancaman pidana kepada

pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana diperberat dengan sepertiga, maka yang

dituntut dan dijatuhi hukuman adalah pengurus. Pengurus badan usaha berdasarkan

Pasal 117 UUPPLH dituntut dan dijatuhi hukum berdasarkan pertanggungjawabannya

secara pribadi atau merupakan tanggungjawab individual dari pengurus tersebut. Dan

Pasal 117 yang didakwakan adalah pribadi pengurus sebagai pertanggungjawaban

individual dari pengurus dari badan usaha tersebut yang ancaman hukuman yang

dijatuhkan kepada pengurus sebagai pertanggungjawaban individual yaitu berupa

penjara dan denda. Pengurus dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hal mereka:

Page 23: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

75

1. Telah mendorong, membantu, bersengkongkol, menyarankan dan

menyebabkan terjadinya pelanggaran atau mengetahui dan memberi izin

atau terlibat sepengetahuannya yang menyangkut dirinya dalam

pelanggaran tersebut

2. Telah lalai atau ceroboh yang menyebabkan pelanggaran.

3. Mengetahui pelanggaran tersebut, tetapi tidak mencegah terjadinya

pelanggaran atau untuk memperbaiki keadaan sedangkan dia memiliki

wewenang untuk itu.

Berdasarkan jenis pertanggungjawaban rumah sakit diatas terlihat bahwa

RSUD Salatiga dapat dimintai pertanggungjawaban. dalam bukanya yang berjudul

buku kedokteran, Danny Wiradharma menyebutkan bahwa doktrin vicarious

responsibility atau yang dalam bukunya di sebut tanggungjawab terhadap personalia

yaitu berdasarkan hubungan ‘Majikan-Karyawan’ dapat diterapkan dalam hubungan

rumah sakit dengan karyawannya, yang dalam hal ini berarti yang juga sebagai organ

yang mengerakkan rumah sakit tidak dapat diminta pertanggungjawaban.

Doktrin vicarious responsibility berarti terdapat pertanggungjawaban

pengganti, apabila pegawai melakukan suatu kesalahan akan tetapi masih dalam

lingkup kewenangannya yang bedasarkan perintah dari atasan (yang dalam hal ini

adalah pengurus), maka pegawai tidak dapat dimintai pertanggungjawaban sehingga

pihak yang seharusnya dapat dimintai pertanggumgjawaban adalah pengurus. Pengurus

Page 24: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

76

atau pemberi perintah didalam suatu perusahaan karena yang bersangkutan mempunyai

kendali terhadap arah dan jalannya perusahaan.

Apabila orang tersebut melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan

perusahaannya maka sudah sepantasnya yang bersangkutan dibedakan beratnya

hukuman pidana dibanding dengan orang yang diberi perintah. Bahwa mengetahuinya

secara nyata bukan prasyarat pemidanaan terhadap pengurus berarti telah

mempersempit upaya pembelaan diri pengurus dalam hal terjadinya tindak pencemaran

atau perusakan lingkungan oleh badan hukum atau korporasi, Karena pengurus tidak

dapat dengan mudah menggunakan ketidaktahuannya sebagai alasan pembelaan diri.

Selanjutnya untuk memenuhi kriteria “memimpin secara nyata atau pemberi

perintah”, tidak diisyaratkan bahwa hanya orang yang bersangkutanlah dengan

mengecualikan orang-orang lain yang mempunyai kekuasaan ditangannya sendiri.

Meskipun didalam perusahaan terdapat pembidangan tugas kepemimpinan, pimpinan

sebuah perusahaan secara bersama-sama dapat dipidana tanpa harus menggunakan

konstruksi hukum penyertaan.18 Bahwa berdasarkan GSO tentang ketentuan dapat

dihukumnya pengurus suatu badan usaha sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 3 (1),

(2), (3), dan (4) GSO. Dari tuntutan Pasal (3) ayat (3) GSO dapat diketahui bahwa

pengurus dapat dipersalahkan jika mereka mengetahui tentang terjadinya tindak pidana

dan sebaliknya pula. Penjelasan ini dapat diberikan melalui kajian perbandingan

terhadap perkembangan hukum Belanda dan Amerika serikat yang telah melahirkan

makna tentang “mengetahui” sebagai unsur dapat dipidananya pengurus badan usaha.

Page 25: BAB III ANALISIS A. Undang- Undang Pengelolaan Limbah

77

Berdasarkan putusan H.R. faktor penting yang menentukan apakah seorang

pengurus bertanggungjawab atas tindak pidana lingkungan yang dilakukan oleh badan

hukum adalah “jika pengurus tidak melakukan upaya-upaya untuk memcegah

terjadinya pelanggaran hukum oleh perusahaannya, sedangkan mereka mempunyai

kewenangan utuk mengambil langkah-langkah itu, mereka berarti secara sadar

membiarkan pelanggaran itu terjadi, sehingga mereka dipersalahkan dan

bertanggungjawab secara pidana.