bab iii
DESCRIPTION
BAB IIITRANSCRIPT
BAB III
Macam – macam proses pembuatan ammonia
Adapun berbagai proses pembuatan ammonia dapat dilihat pada tabel berikut:
No
.
Nama Proses Deskripsi
1. Proses Haber – Bosch Konsentrasi ammonia sirkulasi sekitar 10 – 14 % mol.
Penurunan konsentrasi dilakukan dengan kondensasi pada
kesetimbangan pada tempratur keluaran kondensor.
Ammonia yang terkondensasi dipisahkan dari sirkulasi dan
gas dinaikkan tekanannya dengan kompresor sirkulasi
untuk memenuhi pressure drop pada loop.
2. Proses Claude Proses Claude merupakan proses pertama yang
menggunakan tekanan operasi tinggi, yaitu 1000 atm
dengan tempratur 500 – 650 oC dan katalis besi oksida
sehingga menghasilkan konversi ammonia 40 %, konversi
hidrogen 30 – 40 % tanpa recycle pada proses awal. Proses
Claude menggunakan hidrogen murni yang berasal dari
fraksinasi gas oven coke dan nitrogen dari liquefaksi
udara.
3. Proses Casale Proses ini bereaksi pada tekanan antara 500 – 600 atm,
sedangkan untuk meresirkulasi gas di sekitar sintesis loop
menggunakan proses yang sama dengan proses Haber.
Seperti pada proses Claude, tekanan tinggi akan
menghasilkan pendinginan ammonia pada tempratur yang
dapat dikontrol melalui air pendingin. Basis pengendalian
panas katalis ini adalah dengan membuang 2 -3 %
ammonia di dalam gas konverter, melalui penurunan laju
pembentukkan amonia dan menghilangkan panas berlebih
yang terdapat dalam katalis.
4. Proses Fauser Proses ini menggunakan hidrogen hasil elektrolisis dengan
sel Fauser dan nitrogen dari unit udara cair atau unit
pemurnian tail gases yang berasal dari menara absorbsi
didalam ammonia oxidation plant. Campuran hidrogen dan
nitrogen dikompresi hingga tekanan 200 – 300 atm dan
setelah melewati pemisahan minyak (oil separator) akan
menuju ke pembakar oksigen (oxygen burner).
5. Proses Mont Cenis Proses ini pada awalnya dikembangkan untuk
menggunakan hidrogen yang dipisahkan dari cake oven
gas melalui liquefaction. Ciri Utama dari Proses Mont
Cenis ini adlah tekanan operasinya kurang lebih 100 atm
dan temperatur katalis mencapai 400oC.
Campuran nitrogen dan hidrogen setelah ditekan hingga
100 atm lalu dipanaskan pada temperatur 300oC dalam
interchanger dan dilewatkan melalui unit pemurnian
tersebut.
6. Proses Kellog Proses Kellog merupakan proses pembuatan ammonia
menggunakan bahan baku gas alam dengan tekanan yang
relatif rendah. Proses ini merupakan proses yang sering
digunakan dalam pabrik pembuatan ammonia.
Pada langkah pertama reaksi yang dilangsungkan adalah
pembentukkan hidrogen dari senyawa hidrokarbon dan
steam pada primary reformer. Gas yang keluar diharapkan
mempunyai tempratur 484oC dengan tekanan 36,8 Kg/cm2
yang siap dimasukkan ke dalam tube – tube di seksi
radiant. Pada primary reformer terdapat 9 buah header
yang masing – masing terdiri dari 42 tube katalis. Katalis
yang dipakai adalah NiO dengan reaksi:
CH4(g) + H2O(g) CO(g) + 3H2(g) DH= 49,3 kkal/mol
CO(g) + H20(g) O2(g) + H2(g) DH= -9,8 kkal/mol
Gas kemudian dikirim ke secondary reformer. Fungsi dari
secondary reformer adalah sebagai tempat berlangsungnya
reaksi reforming. Reaksi yang terjadi sama dengan reaksi
yang terjadi pada primary reformer, tetapi panas yang
diperlukan diperoleh dari pembakaran langsung dengan
udara didalam reaktor. Gas dan udara dicampur dalam
mixing zone, dimana terjadi reaksi pembakaran sebagai
berikut:
CH4 (g) + O2 (g) CO2(g) + 2H2O(g) DH=-191.73
kkal/mol
2H2 (g) + O2 (g) 2H2O DH=-57.58 kkal/mol
Di antara macam-macam proses pembuatan ammonia di atas, proses Kellog
merupakan proses yang sering digunakan dalam pabrik pembuatan ammonia. Sebagai contoh,
pada pembuatan ammonia yang dilaksanakan pada industri (PT PUSRI) secara garis besar
dibagi menjadi 4 Unit dengan urutan sebagai berikut :
1. Feed Treating Unit dan Desulfurisasi
2. Reforming Unit
3. Purification & Methanasi
4. Synthesa Loop & Amoniak Refrigerant .
Untuk proses tiap unit dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Feed Treating Unit
Gas alam yang masih mengandung kotoran (impurities), terutama senyawa belerang
sebelum masuk ke Reforming Unit harus dibersihkan dahulu di unit ini, agar tidak
menimbulkan keracunan pada Katalisator di Reforming Unit. Untuk menghilangkan senyawa
belerang yang terkandung dalam gas alam, maka gas alam tersebut dilewatkan dalam suatu
bejana yang disebut Desulfurizer. Gas alam yang bebas sulfur ini selanjutnya dikirim ke
Reforming Unit. Jalannya proses melalui tahapan berikut :
a. Sejumlah H2S dalam feed gas diserap di Desulfurization Sponge Iron dengan sponge iron
sebagai media penyerap. Persamaan Reaksi :
Fe2O3.6H2O + H2S → Fe2S3 6 H2O + 3 H2O
b. CO2 Removal Pretreatment Section
Feed Gas dari Sponge Iron dialirkan ke unit CO2 Removal Pretreatment Section Untuk
memisahkan CO2 dengan menggunakan larutan Benfield sebagai penyerap. Unit ini terdiri
atas CO2 absorber tower, stripper tower dan benfield system.
c. ZnO Desulfurizer
Seksi ini bertujuan untuk memisahkan sulfur organik yang terkandung dalam feed gas dengan
cara mengubahnya terlebih dahulu mejadi Hydrogen Sulfida dan mereaksikannya dengan
ZnO. Persamaan Reaksi :
H2S + ZnO → ZnS + H2O
2. Reforming Unit
Di Reforming Unit gas alam yang sudah bersih dicampur dengan uap air, dipanaskan,
kemudian direaksikan di Primary Reformer, hasil reaksi yang berupa gas-gas Hydrogen dan
Carbon Dioksida dikirim ke Secondary Reformer dan direaksikan dengan udara sehingga
dihasilkan gas-gas Hidrogen , Nitrogen dan Karbon Dioksida Gas-gas hasil reaksi ini dikirim
ke Unit Purifikasi dan Methanasi untuk dipisahkan gas karbon dioksidanya. Tahap-tahap
reforming unit adalah :
a. Primary Reformer
Seksi ini bertujuan untuk mengubah feed gas menjadi gas sintesa secara ekonomis
melalui dapur reformer dengan tube-tube berisi katalis nikel sebagai media kontak feed gas
dan steam pada temperature (824 oC)dan tekanan (45 – 46 kg/cm2) tertentu . Adapun kondisi
operasi acuan adalah perbandingan steam to carbon ratio 3,2 : 1. Persamaan Reaksi :
CH4 + H2O → CO + 3 H2 ∆H = - Q
CO + H2O → CO2 + H2 ∆H = + Q
Secara overall reaksi yang terjadi adalah reaksi endothermic sehingga membutuhkan burner
dan gas alam sebagai fuel.
b. Secondary Reformer
Gas yang keluar dari primary reformer masih mengandung kadar CH4 yang cukup
tinggi, yaitu 12 – 13 %, sehingga akan diubah menjadi H2 pada unit ini dengan perantaraan
katalis nikel pada temperature 1002,5 oC.
Persamaan Reaksi : CH4 + H2O → 3 H2 + CO
Kandungan CH4 yang keluar dari Secondary reformer ini diharapkan sebesar 0.34 %
mol dry basis. Karena diperlukan N2 untuk reaksi pembentukan Amoniak maka melalui
media compressor dimasukkan udara pada unit ini. Persamaan Reaksi :
2H2 + O2 → 2H2O
CO + O2 → 2CO2
3. Purification & Methanasi
Karbon dioksida yang ada dalam gas hasil reaksi Reforming Unit dipisahkan dahulu
di Unit Purification, Karbon dioksida yang telah dipisahkan dikirim sebagai bahan baku
Pabrik Urea. Sisa Karbon dioksida yang terbawa dalam gas proses, akan menimbulkan racun
pada katalisator Ammonia Converter, oleh karena itu sebelum gas proses ini dikirim ke Unit
Synloop & Refrigeration terlebih dahulu masuk ke Methanator. Tahap-tahap proses
Purification dan methanasi adalah sebagai berikut :
a. High Temperature Shift Converter (HTS)
Setelah mengalami reaksi pembentukan H2 di Primary dan Secondary Reformer maka
gas proses didinginkan hingga temperature 371 oC untuk merubah CO menjadi CO2 dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
CO + H2O → CO2 + H2
Kadar CO yang keluar dari unit ini adalah 3,5 % mol dry basis dengan temperature gas outlet
432 oC- 437 oC.
b. Low Temperature Shift Converter (LTS)
Karena tidak semua CO dapat dikonversikan menjadi CO2 di HTS, maka reaksi
tersebut disempurnakan di LTS setelah sebelumnya gas proses didinginkan hingga
temperature 210 oC. Diharapkan kadar CO dalam gas proses adalah sebesar 0,3 % mol dry
basis.
c. CO2 Removal
Karena CO2 dapat mengakibatkan degradasi di Amoniak Converter dan merupakan
racun maka senyawa ini harus dipisahkan dari gas synthesa melalui unit CO2 removal yang
terdiri atas unit absorber, striper serta benfield system sebagai media penyerap. System
penyerapan di dalam CO2 absorber ini berlangsung secara counter current, yaitu gas synthesa
dari bagian bawah absorber dan larutan benfield dari bagian atasnya. Gas synthesa yang telah
dipisahkan CO2-nya akan keluar dari puncak absorber, sedangkan larutan benfield yang kaya
CO2 akan diregenerasi di unit CO2 stripper dan dikembalikan ke CO2 absorber. Sedangkan
CO2 yang dipisahkan digunakan sebagai bahan baku di pabrik urea. Adapun reaksi
penyerapan yang terjadi : K2CO3 + H2O + CO2 → 2KHCO3
d. Methanasi
Gas synthesa yang keluar dari puncak absorber masih mengandung CO2 dan CO
relative kecil, yakni sekitar 0,3 % mol dry basis yang selanjutnya akan diubah menjadi
methane di methanator pada temperature sekitar 316 oC.
Persamaan Reaksi : CO + 3H2 → CH4 + H2O
CO2 + 4H2 → CH4 + 2H2O
4. Synthesa loop dan Amonik Refrigerant
Gas proses yang keluar dari Methanator dengan perbandingan Gas Hidrogen dan
Nitrogen = 3 : 1, ditekan atau dimampatkan untuk mencapai tekanan yang diinginkan oleh
Ammonia Converter agar terjadi reaksi pembentukan, uap ini kemudian masuk ke Unit
Refrigerasi sehingga didapatkan amoniak dalam fasa cair yang selanjutnya digunakan sebagai
bahan baku pembuatan urea. Tahap-tahap poses Synthesa loop dan Amonik Refrigerant
adalah :
a. Synthesis Loop
Gas synthesa yang akan masuk ke daerah ini harus memenuhi persyaratan
perbandingan H2/N2 = 2,5 – 3 : 1. Gas synthesa pertama-tama akan dinaikkan tekanannya
menjadi sekitar 177.5 kg/cm2 oleh syn gas compressor dan dipisahkan kandungan airnya
melalui sejumlah K.O. Drum dan diumpankan ke Amoniak Converter dengan katalis
promoted iron. Persamaan Reaksi :
3H2 + N2 → 2NH3 .
Kandungan Amoniak yang keluar dari Amoniak Converter adalah sebesar 12,05-17,2 % mol.
b. Amoniak Refrigerant
Amoniak cair yang dipisahkan dari gas synthesa masih mengandung sejumlah tertentu
gas-gas terlarut. Gas-gas inert ini akan dipisahkan di seksi Amoniak Refrigerant yang
berfungsi untuk Mem-flash amoniak cair berulang-ulang dengan cara menurunkan tekanan di
setiap tingkat flash drum untuk melepaskan gas-gas terlarut, sebagai bagian yang integral dari
refrigeration, chiller mengambil panas dari gas synthesa untuk mendapatkan pemisahan
produksi amoniak dari Loop Synthesa dengan memanfaatkan tekanan dan temperature yang
berbeda di setiap tingkat refrigeration.
2.1.1 Proses Pembuatan Ammonia
Proses pembuatan ammonia dihasilkan melalui beberapa tahap, yaitu :
1. Feed Treating Unit
Feed treating unit ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan-kandungan unsur yang
tidak diinginkan pada gas alam seperti sulfur, air, hidrokarbon berat, dan gas CO2 sehingga
didapatkan gas alam bersih (pemurnian gas) yang siap untuk digunakan pada tahap proses
selanjutnya. Unsur-unsur ini harus dibuang karena dapat menghambat proses, seperti :
Air : penghambat di chilling system yang bekerja pada
temperatur -18 oC.
Hidrokarbon berat : sebagai racun karena menutup katalis.
Sulfur dan gas CO2 : mengurangi aktivitas katalis.
Proses pemisahannya adalah sebagai berikut :
Pemisahan Partikel Padat / Filtrasi
Pemisahan partikel padat dilakukan secara fisik, yaitu dengan penyaringan
(mechanical filter) yang menggunakan filter separator (202 – L) yang didalamnya
terdapat enam buah filter cartridge yang dapat diganti-ganti dengan kawat saringan
(wire mesh extractor) yang berfungsi untuk menyaring kotoran-kotoran padat/debu
(solid particle) dan cairan (liquid droplet) yang lolos dari gas matering station..
Pada filter separator (202 – L) ini dipasangkan alat penunjuk pressure drop, sehingga
tingkat kotoran bisa dengan mudah diamati. Dengan demikian dapat diketahui kapan
filter harus dibersihkan.
Pemisahan Sulfur Anorganik (Desulfurisasi).
Merupakan proses penghilangan senyawa sulfur anorganik. Gas alam (feed gas) setelah
melalui flter (202 L) dipanasi oleh low pressure steam dalam suatu pipa jacket heater baru
untuk mendapatkan temperatut yang optimum yaitu 35 oC, kemudian masuk ke “sponge
iron” desulfurizer (201 D). Temperatur ini harus dijaga stabil karena bila temperatur gas yang
masuk lebih tinggi dari 40oC, maka kandungan H2O didalam sponge iron akan menguap,
sedangkan bila temperatur lebih rendah dari 27oC maka kecepatan reaksi akan berkurang.
“Sponge Iron” Desulfurizer (201-D) menggunakan katalis sponge iron (Fe2O3.6H2O). Sponge
iron terdiri dari butiran-butiran halus serbuk oksida (Fe2O3) yang dimasukkan ke dalam serat
dalam serpihan-serpihan kayu dengan cara penekanan. Feed gas mengalir ke bawah dan
berkontak langsung dengan lapisan sponge iron. H2S pada feed gas akan diikat oleh
Fe2O3.6H2O menurut reaksi berikut :
Fe2O3.6H2O + 3H2S Fe2S3.6H2O + 3H2O + Q (panas)… (R.1)
Ke dalam “Sponge Iron” Desulfurizer (201-D) diinjeksikan larutan NaOH dengan
konsentrasi 0,3-0,5% (204 L) untuk menjaga pH agar kondisi sponge iron tetap basa (pH 7-
7,5) dan diinjeksikan juga uap air untuk mengabsorbsi dan mengikat cukup lama H 2S, agar
reaksi dengan sponge iron dapat berlangsung sekaligus mencegah terjadinya dehidrasi
sponge iron.
c) Dehidrasi
Merupakan proses untuk menghilangkan kandungan air didalam gas. Gas alam (feed gas)
masuk dari bottom (dasar) absorber dan melalui 10 “bubble cap trays”. Pada bagian atas
absorber 201-L dilengkapi dengan demister untuk mencegah agar glycol tidak terbawa oleh
aliran gas yang keluar dari puncak absorber 201-L. Agar gas alam yang dikirim ke unit
pemisahan Heavy Hidrocarbon benar-benar bebas dari air dan glycol berlebih dialirkan
melalui KO Drum yang dipasang sebagai alat tambahan.
Lean glycol (glycol bersih) masuk absorbser di atas “top tray” absorber, mengalir ke bawah
dan berkontak secara “counter current” dengan feed gas (yang mengalir ke atas). Uap air
akan diserap dan ikut kedalam glycol. Glycol yang telah digunakan diregenerasi dengan jalan
dipanaskan pada temperatur 204oC dalam tekanan atmosfer untuk menguapkan airnya
dengan bantuan stripping gas yang bertekanan 0,1-0,15 kg/cm2.
Sebelum dikembalikan ke absorber 201-L, lean glycol didinginkan didalam glycol exchanger
dan glycol cooler. Temperatur lean glycol dijaga 6oC diatas temperatur gas masuk ke
absorber 201-L untuk mencegah kondensasi hydrocarbon yang dapat menyebabkan foaming
di absorber 201-L.
Pemisahan Heavy Hidrocarbon (HHC)
Heavy Hidrocarbon (HHC) adalah senyawa hidrocarbon yang mempunyai berat molekul
tinggi atau atom C nya lebih dari 1, yaitu C2H6, C3H8, C4H10, C5H12 dan C6+. Pemisahan HHC ini
menggunakan prinsip perbedaan sifat fisis yaitu dengan pendinginan sampai temperatur –18
0C. Pendinginan ini terjadi di Chiller (203 – C) dengan medium pendingin ammonia.
Feed gas yang telah bebas air terbagi menjadi dua aliran, aliran pertama melalui shell side
feed gas exchanger (204 C) dan aliran kedua melalui tube side feed gas exchanger (206 C).
Kedua stream bergabung kembali kemudian melewati tube side dari feed gas chiller (203 C).
Disini gas campuran tadi didinginkan dengan ammonia cair sampai temperatur gas turun
menjadi –18oC. Aliran gas ini kemudian masuk feed/fuel separator (206-F) dimana
hidrocarbon berat dicairkan terpisah dari aliran gas.
Gas umpan yang bebas dari hydrocarbon berat dipanaskan lebih lanjut didalam tube side
exchanger dan shell side exchanger untuk selanjutnya mengalir masuk CO2 Absorber 201-E.
Hydrocarbon berat yang keluar dari fuel separator 206-F setelah terjadi pertukaran panas di
206-C selanjutnya dipanaskan dengan low steam (205-C). Hydrokarbon-hydrokarbon yang
menguap dengan cara pemanasan ini masuk ke fuel gas KO Drum (207-F). Hydrocarbon
berat dalam bentuk gas dipakai sebagai bahan fuel gas tambahan di Primary Reformer101-B
sedangkan yang masih tetap cair dikirim ke burning fit.
Pemisahan CO2
Penyerapan gas CO2 dari feed gas bertujuan mencegah terjadinya metanasi antara CO2 dan
H2 serta untuk mengurangi beban di desulfurizer tahap II, seksi persiapan raw synthesis gas
dan seksi pemurnian synthesis gas. Proses ini dilakukan pada CO2 absorber (201-E) dengan
larutan benfield sebagai bahan penyerap (Potassim Carbonate). Karbon dioksida dihilangkan
sampai mencapai kadar 0,3 %.
Larutan Benfield merupakan larutan Potassium Karbonat (K2CO3) dengan penambahan zat-
zat additif sebagai berikut :
- DEA (DiEtanol Amine) sebanyak (1,5 – 2,5) % untuk mempercepat penyerapan.
- V2O5 (Vanadium Pentoxide) sebanyak (0,5 – 0,8) % untuk mencegah korosi.
- Anti Foam Agent (UCON) untuk mencegah terjadinya pembusaan (foaming).
Feed gas yang bebas air dan HHC dipanaskan pada natural gas exchanger shell side dan
masuk ke bottom CO2 Absorber (201 – E). Feed gas yang masuk absorber kontak secara
counter current dengan larutan Benfield yang mengalir ke bawah, sehingga terjadi
penyerapan CO2 yang ada di feed gas.
Reaksi yang terjadi pada absorber :
CO2 + H2O + K2CO3 2KHCO3 … (R.2)
Pada absorber mempunyai kondisi operasi tekanan tinggi dan suhu rendah, kondisi ini
berlaku terbalik untuk Stripper. Larutan Benfield yang mengandung CO2 keluar dari dasar
absorber dan masuk ke bagian atas Regenerator atau Stripper (202 – E). CO2 yang keluar dari
stripper dapat dibuang langsung atau didinginkan di cooler (208 – C) dan air yang dikandung
gas CO2 dipisahkan di (209 – F). Sedangkan larutan benfield yang telah dilepaskan CO2
dikirimkan kembali ke CO2 absorber.
Reaksi yang terjadi di Stripper :
2KHCO3 K2CO3 + H2O + CO2 …(R.3)
Pemisahan Sulfur Organik
Sulfur organik dalam bentuk senyawa Merkaptan (RSH) tidak dapat langsung dipisahkan,
namun harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa H2S dengan bantuan H2.
Setelah gas umpan dikompresikan oleh kompressor 102-J sampai tekanan sekitar 38 Kg/cm2
mengalir melalui covection primary reformer 101-B setelah diinjeksikan syn gas yang kaya
dengan H2, gas umpan dipanaskan lebih lanjut didalam feed gas preheater coil sampai
temperatur sekitar 371oC, temperatur diatur dengan TRC - 318, kemudian gas umpan
dialirkan masuk ke desulfurizer 101-D, pada prosesnya ini terjadi kontak dengan katalis
CoMo (Cobalt Molebdenum) yang ada, dimana senyawa sulfur organik terdekomposisi dan
sulfurnya mengalami hydrogenasi menjadi H2S.
Reaksi yang terjadi di Cobalt Moly Hidrotreator (101 – D) :
RSH + H2 H2S + HR (Katalis CoMo) …(R.4)
H2S diubah menjadi ZnS di Zine Oxide Guard Chamber (108 – D).
Reaksi yang terjadi :
H2S + ZnO ZnS + H2O (Katalis ZnO) …(R.5)
Reaksi di atas berlangsung pada temperatur 350 – 380 0C. Ketika keluar dari Desulfurrizer
diharapkan kandungan senyawa sulfur sekitar 0,1 ppm.
2. Reforming Unit
Gas proses yang telah diolah di Feed Treating Unit dengan komponen utama CH4 (hampir 90
%), selanjutnya akan diproses di Reforming Unit dimana feed gas diubah menjadi gas H2 dan CO2.
Unit Reforming ini terdiri dari unit-unit :
Saturator
Saturator berfungsi untuk menjenuhkan gas proses dengan Process Water.Gas yang
mengalami desulfurisasi akan meninggalkan guard chamber dan mengalir melalui shell side
209-C untuk didinginkan dan selanjutnya memasuki feed gas saturator untuk penjenuhan
guna mengurangi pemakaian steam di primary reformer. Feed gas mengalir ke atas melalui
saturator tower (301-E) dimana gas tersebut dikontakkan dengan aliran sirkulasi panas, dan
gas yang meninggalkan bagian atas saturator tower akan jenuh dengan uap air.
Primary Reformer
Primary reforming (101-B) befungsi untuk menghasilkan H2 dari CH4 secara ekonomis pada
temperatur dan tekanan tinggi. Gas proses yang jenuh dengan air dimasukkan kedalam
Primary Reformer (101 – B) yang terdiri atas tube-tube yang berisi katalis Nikel Oksida. Di
dalam Primary Reformer terdapat 9 sub header (pipa sub induk) yang diatur secara paralel,
dimana setiap sub header terdiri dari 42 tube dan dilengkapi dengan 200 arch burner. Steam
boleh masuk ke Primary Reformer dengan kondisi temperatur 3000C dan tekanan 42 kg/cm2.
Reaksi di Primary Reformer berjalan pada temperatur 800oC. Panas Primary Reformer
dimanfaatkan untuk memanaskan coil-coil udara dan steam. Sedangkan panas sisa
dikeluarkan oleh ID fan dengan temperatur sekitar 2000C.
Reaksi yang terjadi di Primary Reformer adalah sebagai berikut :
CH4 + H2O CO + 3 H2 (reaksi endotermis) …(R.6)
CO + H2O CO2 + H2 (reaksi eksotermis) …(R.7)
Proses di Primary Reformer secara keseluruhan bersifat endotermis.
Secondary Reformer
Untuk menyempurnakan reaksi Reforming (pemecahan CH4 menjadi CO, CO2 dan H2), reaksi
Secondary Reformer berlangsung pada temperatur yang lebih tinggi (900 – 1200) 0C. Gas dari
Primary Reformer dialirkan ke Secondary Reformer (103 D) melalui transfer line yang
mempunyai water jacket. sTemperatur masuk secondary reformer kira-kira 8000C. Udara
proses dan steam yang telah dipanaskan bertemu dengan aliran gas purge melewati
chamber bagian atas dari secondary reformer. Keadaan ini memberikan campuran yang baik
antara udara dan gas proses sehingga terjadi pembakaran secara cepat dan membagi panas
pembakaran keseluruh permukaan katalis. Maksud penambahan udara adalah untuk
memperoleh nitrogen bebas sebagai bahan baku pembuatan ammonia. Udara mengandung
sekitar 20 % O2, 79 % N2, 1 % Ar. Gas panas dari bagian combustion section reformer
mengalir kebawah melalui katalis nikel, membuat reaksi reforming menjadi sempurna.
Reaksi yang terjadi adalah :
1. 2 H2 + O2 2 H2O (reaksi eksotermis) …(R.8)
2. 2CO + O2 2 CO2 (reaksi eksotermis) …(R.9)
3. 2 CH4 + 3 O2 2 CO + 4 H2O (reaksi eksotermis) …(R.10)
Panas yang dihasilkan di alat ini dimanfaatkan untuk menghasilkan steam di 101 CA / CB dan
102 – C, yang merupakan pemasok steam terbesar untuk Ammonia Plant sekitar 85 %
kebutuhaan steam. Secara keseluruhan reaksi bersifat eksotermis. Di secondary reformer
dihasilkan gas sintesa untuk sintesa ammonia dengan perbandingan N2 : H2 adalah 1 : 3.
Effisiensi maksimum pada operasi ini adalah diharapkan terjadi pembakaran partial
sebanyak mungkin.
3. Purifikasi
Gas sintesa yang dihasilkan di secondary reformer mengandung CO dan CO2 yang tidak baik
untuk Ammonia Converter. Oleh karena itu pada tahap purifikasi CO dan CO2 dihilangkan.
Tahapan purifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
Konversi CO pada Temperatur Tinggi dan Rendah
Bertujuan untuk mengkonversi CO menjadi CO2 di High Temperature Shift Converter (HTSC) dan
Low Temperature Shift Converter (LTSC) dimana kedua alat ini dibuat menjadi satu alat namun
sebenarnya terpisah (104 D). Dari tube side, gas masuk ke HTSC dengan katalis besi pada
temperatur 350 – 4200C.
High Temperatur Shift Converter
Pada Shift Converter (104 – D) akan terjadi konversi CO menjadi CO2, agar CO2 dapat diserap
oleh larutan Benfield, selain itu untuk meringankan beban di Methanator agar katalis tidak
mengalami overheating. Pada HTSC, reaksi berjalan cepat tetapi konversi CO menjadi CO2
menurun. Reaksi yang dilaksanakan pada temperatur tinggi pada HTSC dimaksudkan untuk
memanfaatkan kecepatan reaksi yang tinggi. Gas masuk pada top HTSC melalui distributor,
mengalir kebawah menuju catalyst bed berisi katalis Fe2O3. Temperatur CO yang keluar HTSC
kira-kira 4300C dimanfaatkan sebelum masuk LTSC pada temperatur 2100C.
Reaksi yang terjadi adalah :
CO + H2O H2 + CO2 ...(R.11)
Low Temperatur Shift Converter
Unit ini merubah CO menjadi CO2 yang belum terkonversi di HTSC dengan bantuan katalis
Tembaga Alumina (Cu-ZnO). LTSC ini temperaturnya rendah sehingga dapat memanfaatkan
kondisi kesetimbangan dimana dapat dicapai konversi yang lebih tinggi. Reaksi yang terjadi
adalah :
CO + H2O CO2 + H2 …(R.12)
Reaksi ini bersifat eksotermis dan lambat sehingga pada suhu rendah (180 – 260) 0C,
konversinya bisa tinggi. Maksimum CO yang keluar dari LTSC dalam gas campuran < 0,5 %.
Pemisahan CO2
Pemisahan CO2 pada unit ini secara prinsip sama dengan pemisahan CO2 di Feed Treating.
Perbedaan yang ada terletak pada adanya Flash Tank yang dihubungkan dengan Stripper,
sehingga pada unit ini tekanan di Stripper bisa lebih rendah, akibatnya pemisahan CO2 di Stripper
lebih sempurna. CO2 dari Stripper merupakan pemasok utama CO2 untuk Urea Plant.
Keluaran LTSC didinginkan ke 1153 – C, 1105 – C, 1113 – C dan 1155 – C sehingga temperatur
sekitar 1060C dan masuk ke Raw Gas Separator 102 – F. Gas yang keluar dari 102 – F masuk ke
1101 – E (CO2 Absorber). Kondensat dari 102 – F dialirkan ke make up proses kondensat 301 – E
dan ke 4201 – E Offsite.
Keluaran top 1102 – E yang berupa gas CO2 didinginkan di 1110 – C dan masuk ke CO2 Stripper
Reflux Drum (1103 – F). Produk top 1103 – F dengan temperatur sekitar 470C dikirim sebagai CO2
produk ke Urea Plant dan CO2 Dry Ice Plant.
Keluar dari Absorber 1101 – E masuk ke 1113 – F CO2 Absorber Knock Out Drum lalu masuk ke
136 – C sebagai media pendingin selanjutnya ke 104 – C yang menuju ke Methanator (106 – D).
Reaksi di dalam CO2 absorber 1101-E :
K2CO3 + H2O + CO2 2KHCO3 … (R.13)
Methanasi
Kedua tahapan proses diatas masih menyisakan CO dan CO2 dalam jumlah kecil < 10 ppm. Untuk
itu CO dan CO2 diubah menjadi CH4 dengan menggunakan methanator. Gas yang keluar dari CO2
Absorber dipanaskan sampai 290oC dan masuk melalui top Methanator 106-D. Penghilangan
senyawa oksida carbon ini disempurnakan di Methanator 106-D melalui reaksi methanasi
dengan menggunakan katalis Nikel (Ni) sebagai berikut :
CO + 3 H2 CH4 + H2O + Q …(R.14)
CO2 + 4 H2 CH4 + 2 H2O + Q …(R.15)
Reaksi diatas merupakan reaksi eksotermis, yang akan memberikan kenaikan temperatur
sebesar 72oC tiap %mol CO dan 64oC tiap % mol CO2. Oleh karena itu kandungan CO dan CO2 inlet
Methanator dibatasi maksimal 0,5% agar tidak terjadi overheating akibat reaksi eksotermis yang
terlalu besar.
Gas sinteas keluar dari Methanator dengan kandungan CO dan CO2 < 10 ppm kemudian
dikirim ke seksi Sintesa Ammonia (Synthesis Loop).
4. Synthesis Loop
a. Compression
Compression ini bertujuan untuk menaikkan tekanan gas sintesa dari 27 Kg/cm2 menjadi 134
Kg/cm2 dan temperatur 35oC menjadi 70,6oC dengan menggunakan 2 tingkat kompressor. Tingkatan
kompressor ini terdiri atas LP Case dan HP Case, diantara LP Case dan HP Case terdapat beberapa
penukar panas dan separator dengan maksud agar proses gas atau synthesis gas yang dikirim ke
daerah Synthesis Loop benar-benar memenuhi persyaratan. Pada kompressor tingkat LP Case
tekanan gas sintesa naik hingga mendekati setengah dari tekanan akhir yang dibutuhkan untuk
sintesa ammonia yaitu dari 27 Kg/cm2 dinaikkan menjadi 64,5 Kg/cm2 dan temperatur dari 38oC
menjadi 8oC yang didinginkan oleh tiga tingkat pendingin, yaitu :
1. dengan pertukaran panas menggunakan gas yang akan masuk ke methanator (136-C),
2. dengan air pendingin di dalam pendingin gas sintesa antar tingkat (116-C),
3. dengan ammonia dalam chiller gas sintesa antar tingkat (pendinginan terakhir sampai
temperatur mencapai 8oC dan mengembun hampir seluruh air yang terdapat dalam gas pada
first stage separator, (129-C).
Gas sintesa yang mengandung sedikit uap air masuk ke kompresor tingkat kedua atau
tingkat HP Case (103-J) akan bergabung dengan ammonia panas dari sintesis converter ( temperatur
48oC dan tekanan 124,5 Kg/cm2) dengan tekanan gas sintesa yang keluar dari kompressor tingkat dua
adalah 134 kg/cm2.
Campuran gas dari kompressor tingkat 2 ini didinginkan pada Heat Exchanger 124-C, 117-C,
118-C dan 119-C dengan temperature akhir –22oC dan kemudian masuk ke Ammonia Refrigeration
Vessel 106-F.
Di dalam Ammonia Refrigeration Separator Vessel terjadi pemisahan ammonia dengan gas-
gas lain yang belum terkonversi menjadi ammonia. Ammonia cair tadi ditampung di Intermediate
Refrigeration Flash Drum 107-F yang selanjutnya akan dikirim ke proses pemurnian ammonia. Gas-
gas lain yang belum terkonversi menjadi ammonia dikirim ke proses sintesa ammonia.
b. Synthesis reaction
Ammonia converter (105-D), berisi kira-kira 75 m2, 204.000 kg promoted iron catalyst. Katalis
ini diletakan di dalam internal basket yang didesain terdiri dari empat katalis bed yang terpisah di
dalam reaktor.
Bed paling atas adalah paling kecil volumenya dan ketiga bed makin ke bawah volumenya
makin besar. Tujuannya untuk membatasi panas reaksi yang eksotermis pada bed yang atas (dimana
reaksi paling cepat) sehingga converter dapat dijaga pada temperatur yang diinginkan.
Dengan temperatur converter kira-kira 400 - 4800C dan tekanan 130 - 140 kg/ cm2 sebagian
dari gas sintesa (H2 dan N2) yang melewati katalis akan berubah menjadi ammonia dengan reaksi
sebagi berikut :
N2 + 3 H2 2 NH3 + Q … (R.16)
Reaksi diatas merupakan reaksi eksotermis, dimana rasio N2/H2 = 1/3, konsentrasi ammonia
dalam gas alam yang akan keluar dari bed terakhir ammonia converter kira-kira 15 % mol.
Selanjutnya gas sintesa yang keluar dialirkan menjadi dua bagian ke refrigeration purge separator
vessel 108-F sedangkan bagian lain dikirim ke kompressor tingkat 2 yang akan bergabung dengan gas
sintesa dari methanator.
Pada ammonia converter dilengkapi dengan quench ke setiap bed catalyst yang berfungsi
untuk mengatur temperatur yang masuk ke tiap-tiap bed catalyst.
5. Pemurnian Produk
Amonia harus terus-menerus dipisahkan dari recycle gas yang menuju conventer amonia
karena keberadaannya yang cepat menumpuk dalam reaktor sintesis akan mempengaruhi
kesetimbangan reaksi. Hal ini dilakukan dengan jalan mendinginkan aliran recycle gas sintesis
melalui beberapa pendingin atau chiller-chiller untuk mengembunkan produksi amonia yang
dihasilkan.
Pemurnian produk amonia dilakukan memanfaatkan sistem refrigrerasi mempunyai dua
macam kegunaan, yaitu :
a. Menguapkan cairan amonia secara terus-menerus pada batas tekanan rendah untuk
melepaskan gas-gas yang terlarut dan kemudian dikirim ke sistem bahan bakar gas.
b. Proses pendinginan akan mengambil panas dari gas sintesa dalam loop gas sintesa untuk
mendinginkan sebagian gas recycle guna mendapatkan pemisahan dan pengambilan hasil
amonia yang memuaskan dari loop sintesis.
Secondary ammonia separator 106 – F, menerima cairan amonia dari Primary Ammonia
Separator dimana hasil amonia telah dipisahkan dari gas sintesa dengan tambahan sedikit aliran dari
purge gas separator, tekanan pada Secondary Ammonia Separator diatur pada 14,2 kg/cm2 dan
membuang kelebihan tekanan ke sistem purge gas tekanan rendah. Aliran cairan dari Secondary
Ammonia Separator diturunkan tekanannya (let down) menuju dua tempat dalam sistem refrigerasi.
Satu aliran dikirim ke refrigerant flash drum tingkat 2 111 – F refrigerant flash drum tingkat 3 112 – F
dan aliran kedua ke refrigerant flash drum tingkat 3 112 – F. Refrigerant flash drum tingkat 3 112 – F
ini memberikan pelayanan pada proses dengan tiga cara, yaitu :
a. Dengan penguapan yang kuat dan semua gas inert akan terpisah dari amonia.
b. Sebagai heat drum pada sirkulasi pendinginan karena mengambil panas dari loop gas sintesa
melalui chiller.
c. Menerima uap amonia dari chiller.
Amonia yang telah menguap dalam sistem dihisap dan dimampatkan oleh kompresor
amonia dan kemudian dihimpun di dalam refrigerant receiver dan tekanan dijaga kira-kira 10 %
diatas tekanan uap amonia pada temperatur operasi. Amonia panas dari drum refrigerant receiver
dipompakan dan bergabung dengan arus dingin dari refrigerant flash drum tingkat 3 yang
dipompakan pada battery limits sehingga akan diperoleh temperatur amonia yang diinginkan, yaitu
30oC. Produk amonia panas ini akan dikirim ke pabrik diuapkan dengan penurunan tekanan secara
bertahap, yaitu pada refrigerant flash drum tingkat pertama yang temperaturnya 14,6oC.
Amonia yang tidak dikirim ke battery limits diuapkan kembali di Refrigerant Flash Drum
Tingkat Pertama. Temperatur dari refrigerant flash drum tingkat pertama tidak berubah-ubah
bertahan pada tekanan menengah dari case kedua kompresor amonia, tekanannya kira-kira 6,25
kg/cm2. Drum ini berfungsi sebagai head drum dan memberikan supply amonia pada chiller.
Tekanan dari refrigerant flash drum tingkat kedua tidak berubah-ubah bertahan pada tekanan
masuk dari case kedua kompresor amonia, tekanannya kira-kira 2,2 kg/cm2 dengan temperatur –
7,8oC. Cairan amonia yang menguap dari flash drum tingkat pertama masuk ke refrigerant flash drum
tingkat kedua dan disirkulasikan dengan pengaruh termosyphon melalui chiller tingkat dua. Hasil
cairan dari refrigerant flash drum tingkat kedua diuapkan purge gas chiller dalam loop sintesa dalam
chiller gas alam untuk memberikian pendinginan.
Compressor Refrigerant beroperasi pada sistem pemurnian dengan dua cara :
a. Untuk menjaga tekanan-tekanan yang dikehendaki dalam flash drum tingkat satu, dua dan
tiga.
b. Untuk menaikkan tekanan semua uap amonia sehingga amonia dapat diembunkan sampai
temperatur sedikit di bawah titik embunnya dengan air pendingin dalam ammonia
condenser.
2.1.2 Penampungan Produksi Ammonia
Penampung produk refrigerasi (refrigerant receiver) 109 – F menampung semua hasil
produksi amonia. Produk amonia terbagi atas dua jenis :
a. Produk Amonia Panas (30oC)
Produk ini diambil langsung dari penampung amonia 109 – F dan dipompa oleh
pompa amonia 125 – J sebagai bahan baku pabrik urea. Suhunya dijaga dengan mengatur
penginjeksian amonia dingin dari 112 – F melalui pompa 118 – F. Kelebihan amonia yang
tidak terpompakan oleh 125 – J, selanjutnya dikirim ke 110 – F.
b. Produk Amonia Dingin (–30oC)
Untuk memproduksi jenis amonia ini, seluruh amonia dari penampung 109 – F
dikirim ke 110 – F. Dari sini, amonia tersebut dikirim 111 – F dan 112 – F. Produk amonia
dingin dari 112 – F inilah yang nantinya dipompa oleh 124 – J menuju ke amonia storage.
2.1.3 PGRU ( PURGE GAS RECOVERY UNIT)
PGRU adalah unit tambahan dalam Ammonia Plant yang berfungsi untuk mengolah gas
buangan yang berasal dari Ammonia Plant untuk dimanfaatkan kembali. Gas buang itu sendiri
mengandung ammonia dan H2. PGRU pertama kali dibangun pada tahun 1985 di Ammonia Plant
Pusri IV dengan kapasitas 180 Nm3/hr dengan sistem coldbox. Karena kapasitasnya kecil, maka pada
tahun 2001 dibangun lagi PGRU Pusri III dengan teknologi PRISM untuk pemisahan H2 berkapasitas
olahan total 2700 Nm3/hr. Dengan kapasitas itu cukup untuk mengolah gas buang dari Pusri II, Pusri
III dan Pusri IV.
Kelebihan teknologi pada PGRU Pusri III dibanding dengan PGRU Pusri IV adalah selain
memiliki kapasitas olahan yang lebih besar, unit ini juga mampu mengolah gas buang bertekanan
tinggi maupun yang bertekanan rendah. Selain itu pada teknologi Joule Thomson Effect Pusri IV
sangat rentan terhadap perubahan temperatur operasi karena prinsip kerjanya yang memisahkan
ammonia dan gas buang dengan cara mencairkannya. Hal ini tentu saja akan sangat tergantung pada
keadaan temperatur operasinya. Bila temperatur lingkungan meningkat maka suhu operasi yang
rendah akan sulit tercapai akibatnya operasi berjalan tidak sempurna.
Prinsip kerja pemisahan PGRU Pusri III, didasarkan pada perbedaan tekanan parsial gas-gas
dalam campuran. PGRU Pusri III didesain untuk merecovery 90 % H2 dengan kemurnian produk HP H2
sebesar 93 %, LP H2 sebesar 91 % dan ammonia cair 99 % dengan kemurnian 99,5 % berat.
PGRU Pusri III memiliki 4 seksi :
I. Seksi High Pressure Scrubber
Purge gas sebagai feed diolah dengan cara mengontakkannya dengan air masuk ke bottom High
Pressure Scrubber (C – 211). Ammonia cair yang dihasilkan dimurnikan pada suatu sistem
destilasi untuk mendapatkan ammonia 99 % dengan kemurnian 99,5 % berat. Sedangkan bagian
top High Pressure Scrubber berupa gas dengan temperatur 18 0C dijenuhkan dengan air. Untuk
menghilangkan gas dari kejenuhan dan untuk memberikan keadaan pemisah-pemisah yang
optimum, maka temperatur gas buang dinaikkan sampai 35 0C oleh pemanas umpan E – 216.
Pemanasnya berupa air sirkulasi yang panas dari sistem destilasi.
II. Seksi H2 Recovery
Gas yang dihasilkan di bagian top High Pressure Scrubber dan telah dipanaskan akan melewati
enam pemisah PRISM (M – 203 – 01 s/d M – 203 – 06) pada tekanan tinggi dan 12 pemisah
PRISM (M – 204 – 01 s/d M – 204 – 12) pada tekanan rendah. Gas yang kaya H 2 masuk melalui
pori-pori melalui serat berpori dan keluar melalui saluran-saluran gas masuk dalam dasar tiap
pemisah PRISM. Tekanan H2 produk pada PRISM bertekanan tinggi adalah 75 kg/cm2G
sedangkan tekanan produk pada PRISM bertekanan rendah adalah 35 kg/cm2G. Sedangkan gas
yang meninggalkan sisi dinding dari pemisah-pemisah PRISM merupakan aliran tidak jenuh yang
mengalami penurunan jumlah hidrogen dan meninggalkan PGRU menuju sistem gas bahan
bakar pabrik.
III. Seksi Low Pressure Scrubber
Gas buang yang bertekanan rendah digabungkan dengan aliran sirkulasi ulang
yang kecil dan tidak pekat dari sistem destilasi dan memasuki dasar Low Pressure
Scrubber (C – 231). Air dikontakkan ke bagian atas Low Pressure Scrubber dari aliran
air sirkulasi sistem destilasi yang beroperasi pada tekanan yang lebih tinggi. Aliran gas
atas mengandung sekitar 0,5 % ammonia. Aliran tersebut digabungkan dengan aliran
tidak jenuh dari PRISM dan menuju sistem gas bahan bakar pabrik.
Aliran ammonia cair dari Low Pressure Scrubber dinaikkan tekanannya dengan pompa Low
Pressure Scrubber (P – 232 A/B). Salah satu pompa ini beroperasi dan satunya stand by.
IV. Seksi NH3 Destilasi
Aliran ammonia cair dari High Pressure Scrubber (C – 211) maupun Low Pressure Scrubber (C –
231) digabungkan dan mengalir menuju sistem destilasi ammonia. Pertama, cairan tersebut
ditukar dengan aliran dasar sistem destilasi ammonia untuk memperoleh panas dalam Stripper
Interchanger (E – 222). Kemudian dimasukkan ke bagian tengah kolom destilasi Ammonia
Stripper (C – 221). Aliran yang bertekanan sedang mengalir ke bawah menuju Reboiler (E – 224).
Lalu aliran dasar kolom destilasi digunakan untuk memanaskan kembali membrane feed dalam
Feed Heater (E – 216) dan kemudian memanaskan kembali feed kolom destilasi dalam (E – 222).
Kemudian aliran dasar kolom destilasi didinginkan lebih lanjut melalui pertukaran dengan air
pendingin dalam Condensate Cooler (E – 234) sebelum dikembalikan ke Low Pressure Scrubber
dan Tank Condensate (D – 216). Sedangkan untuk make up adalah Demineralized Water.
Ammonia yang berada dibagian atas dikondensasikan pada Condenser (E – 223) melalui pertukaran
dengan air pendingin. Produk ammonia dikembalikan pada tekanan sebesar 27 kg/cm 2g. Dengan
cara ini, kemudian produk ammonia sebesar 99,5 % berat dapat dipertahankan. Sejumlah gas yang
terlarut yang berada dalam aliran feed ammonia cair keluar melalui atas Condenser dan
dikembalikan ke tempat masuk di Low Pressure Scrubber untuk recovery Ammonia.