bab ii - rahmi55.files.wordpress.com file · web viewuntuk mengetahui dan menganalisis pengaruh...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam era pembangunan dewasa ini, arti dan fungsi pertanian bagi
negara Indonesia tidak hanya menyangkut kepentingan ekonomi semata,
tetapi juga mencakup aspek sosial dan politik serta aspek pertahanan
keamanan. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin meningkatnya
kebutuhan akan hasil pangan sebagai akibat semakin bertampahnya
penduduk, sangat membutuhkan kemampuan pertanian yang baik. Petani
harus dapat menyediakan hasil pertanian yang dapat mencukupi
kebutuhan masyarakat.
Untuk dapat meningkatkan kemampuan petani dalam bercocok
tanam maka pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam membinanya,
sehingga petani dapat menghasilkan hasil pertanian yang baik. Untuk
dapat membina para petani pemerintah membutuhkan para pegawai yang
mengerti mengenai pertanian, dalam hal ini adalah pegawai.
Seorang pegawai atau pegawai dalam melakukan suatu
penyuluhan atau pekerjaan harus mempunyai kemampuan dalam
pelaksanaannya. Kemampuan adalah suatu kapasitas individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan
seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor
yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan ini akan
sangat mempengaruhi kinerja kerja seseorang, sebab kinerja yang
mempengaruhinya salah satunya adalah kemampuan. Semakin baik atau
tinggi kemampuan seorang pegawai dalam bekerja maka hasil kerja juga
akan baik, yang pada akhirnya akan menghasilkan kinerja yang baik.
Faktor lain yang dapat menunjang kinerja seorang pegawai atau
pegawai adalah mengacu pada perilaku yang dapat mereka anggap
dapat membuat pegawai bekerja sesuai prosedur. Asumsi yang dibuat
apabila pegawai/pegawai berperilaku sebagaimana yang diharapkan
dalam ketentuan yaitu perilaku baik, akan memberikan hasil yang baik.
Asumsi ini berdasarkan pada analisis perilaku pegawai yang berkinerja
baik. Apabila demikian, pegawai lain yang berperilaku sama pun akan
berkinerja dengan baik. Sehingga semakin baik seorang pegawai maka
kinerja kerja juga akan semakin baik pula.
Selain kemampuan, lingkungan kerja juga menjadi penyebab rasa
puas atau tidak seorang pegawai atau pegawai yang akan berpengaruh
terhadap kinerja. Lingkungan kerja adalah suatu hal – hal yang
berhubungan atau ada dalam lingkungan pekerjaannya dan dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang diberikan. Sebagai
mahluk sosial, pekerja mempuyai dua kebutuhan sosial dan pokok, yaitu
rasa bersatu dan dukungan. Rasa bersatu akan didapat dengan
mengadakan komunikasi tentang apapun yang berhubungan dengan
pekerjaan dapat dikerjakan bersama-sama kondisi ini. Sedangkan
dukungan dapat diperoleh dari rekan kerja, atasan atau bahkan bawahan,
baik berupa penghargaan maupun berupa bantuan jika sedang
2
dibutuhkan, kondisi merupakan lingkungan kerja non fisik yang dapat
mempengaruhi seorang pegawai dalam bekerja. Kondisi lingkungan kerja
ini dapat menjadi suatu dorongan bagi pegawai dalam melaksanakan
tugasnya. Semakin nyaman kondisi atau lingkungan kerja maka secara
teoritis akan menyebabkan kinerja pegawai semakin tinggi pula.
Kondisi yang ada pada pegawai kantor Dinas Pertanian
Kabupaten Ogan Komering Ilir menunjukkan bahwa walaupun Pegawai
telah mendapatkan Kemampuan tetapi masih ada pegawai yang
mempunyai kinerja yang rendah. Selain itu kinerja yag rendah dapat juga
terlihat dari pekerjaan yang diberikan kepada pegawai yang tidak
mempunyai kompetensi pada bidang tersebut. Masalah lain menyangkut
masih banyaknya pegawai yang mempunyai kinerja yang rendah adalah
lingkungan kerja. Kondisi ini ditunjukkan masih banyaknya Pegawai yang
merasa lingkungan kerja mereka kurang nyaman sehingga menurunkan
kinerja mereka.
Kondisi diatas menarik minat penulis untuk melakukan penelitian
dengan judul PENGARUH KEMAMPUAN DAN LINGKUNGAN KERJA
TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI DINAS PERTANIAN KABUPATEN
OGAN KOMERING ILIR.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
3
1. Apakah Kemampuan dan Lingkungan Kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja Pegawai Dinas Pertanian Kabupaten
Ogan Komering Ilir?
2. Apakah kemampuan berpengaruh terhadap kinerja Pegawai
Dinas Pertanian Kabupaten Ogan Komering Ilir?
3. Apakah Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap kinerja Pegawai
Dinas Pertanian Kabupaten Ogan Komering Ilir?
1.3. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Kemampuan dan
Lingkungan kerja terhadap kinerja Pegawai Dinas Pertanian
Kabupaten Ogan Komering Ilir
b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Kemampuan
terhadap kinerja Pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Ogan
Komering Ilir.
c. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Lingkungan Kerja
terhadap kinerja Pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Ogan
Komering Ilir.
2. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
4
a. Memberi masukan bagi Pemerintahan Dinas
Pertanian Kabupaten Ogan Komering Ilir dalam rangka
mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya agar
dapat meningkatkan kinerja pegawai yang memadai terutama
yang menyangkut kemampuan, dan lingkungan kerja.
b. Sebagai masukan bagi masyarakat umum, ataupun
akademis dalam mendalami ilmu manajemen Sumber Daya
Manusia
c. Berguna sebagai bahan penelitian lanjutan
dengan objek penelitian yang sama.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kemampuan
Banyak definisi mengenai kemampuan diantaranya Robbins
(2006:46) yang mendefinisikan kemampuan sebagai suatu kapasitas
individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua
perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
Sedangkan Davis (2002; 121) mendefinisikan kemampuan sebagai
karakteristik stabil yang berkaitan dengan kemampuan maksimum phisik
dan mental seseorang.
Lebih lanjut Stepen Robbins (2006 : 48), mengatakan bahwa
kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua
perangkat faktor : kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk
menjalankan kegiatan mental. Sedangkan kemampuan fisik adalah
kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang
menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan serupa.
Kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua
perangkat faktor : kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
6
Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk
menjalankan kegiatan mental.
Lima dimensi kemampuan intelektual tersebut adalah sebagai
berikut (Robbins; 2006; 53):
a) Kecerdasan numerik (Kemampuan untuk berhitung dengan
cepat dan tepat).
b) Pemahaman Verbal (Kemampuan memahami apa yang dibaca
atau didengar serta hubungan kata satu sama lain).
c) Penalaran induktif (Kemampuan mengenali suatu urutan logis
dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu)
d) Penalaran deduktif (Kemampuan mengenakan logika dan
menilai implikasi dari suatu argumen).
e) Ingatan (Kemampuan menahan dan mengenang kembali
pengalaman masa lalu).
Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan
untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan,
kekuatan, dan keterampilan serupa. Lebih lanjut dikemukakan lima
kemampuan fisik utama yaitu (Robbins; 2006; 55):
a) Kekuatan dinamis. Kemampuan untuk menggunakan
kekuatan otot secara berulang ulang
b) Kekuatan tubuh. Kemampuan mengenakan kekuatan otot
dengan mengenakan otot - otot tubuh.
7
c) Keluwesan dinamis. Kemampuan melakukan gerakan cepat.
d) Keseimbangan. Kemampuan mempertahankan
keseimbangan meskipun ada kekuatan-kekuatan yang
mengganggu keseimbangan itu.
e) Stamina. Kemampuan melanjutkan kerja sepanjang suatu
kurun waktu.
Para pimpinan harus mencocokkan kemampuan dan keterampilan
seseorang dengan persyaratan pekerjaan. Kinerja pegawai dapat
ditingkatkan apabila ada kecocokan yang tinggi antara kemampuan dan
jabatan.
Menurut Miftah Thoha (2005 : 32), manusia berbeda perilakunya
karena berbeda kemampuannya, ada yang beranggapan perbedaan
kemampuan disebabkan sejak lahir, ada pula yang beranggapan bahwa
perbedaan menyerap informasi dari suatu gejala dan adapula yang
beranggan kerena kombinasi keduanya. oleh karenanya kecerdasan
merupakan salah satu perwujudan dari kemampuan seseorang. Lepas
dari setuju atau tidak setuju dari perbedaan perbedaan tersebut ternyata
bahwa kemampuan seseorang dapat membedakan perilakunya dan
karena perbedaan kemampuannya ini maka dapat kiranya
dipergunakan untuk memprediksi pelaksanaan dan hasil kerja
seseorang yang berkerja sama didalam suatu organisasi tertentu.
Menurut Ranftl (Mathis; 2006; 511) profil seorang pegawai yang
produktif menekankan pada mutu dan bukan pada kuantitas. Menambah
8
lebih banyak pegawai belum tentu berhasil meningkatkan produktifitas.
Dan sebelum mempekerjakan orang baru seharusnya dipastikan dahulu
bahwa yang ada sekarang sudah berkinerja menurut kemampuan.
Gambaran kualifikasi pegawai yang produktif adalah :
1). Cerdas dan dapat belajar dengan cepat
2). Kompeten secara profesional/ teknis – selalu memperdalam
pengetahuan dalam bidangnya.
3). Kreatif dan inovatif – memperlihatkan kecerdikan dan
keanekaragaman.
4). Memahami pekerjaan.
5). Bekerja dengan cerdik – menggunakan logika –
mengorganisasikan pekerjaan dengan efisien – tidak mudah
macet dalam pekerjaan. Selalu memperhatikan kinerja
rancangan, mutu, kehandalan, pemeliharaan, keamanan,
mudah dibuat, produktivitas, biaya dan jadwal.
6). Selalu mencari perbaikan, tetapi tahu kapan harus berhenti
menyempurnakannya.
7). Dianggap bernilai oleh pengawasnya .
8). Memiliki catatan prestasi yang berhasil .
9). Selalu meningkatkan diri.
9
2.2. Lingkungan Kerja
Nitisemito (2000: 67) mendefinisikan bahwa lingkungan kerja
adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan
Selanjutnya Sedarmayanti (2001: 97) menyatakan bahwa secara garis
besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni (a) lingkungan kerja
fisik, dan (b) lingkungan keija non fisik Lingkungan kerja fisik diantaranya
adalah: penerangan/cahaya, temperatur/suhu udara, kelembaban,
sirkulasi udara, kebisingan, setaran inekanis, bau tidak sedap, tata warna,
dekorasi, musik dan keamanan di tempat kerja. Sedangkan lingkungan
kerja non fisik diantaranya adalah hubungan sosial di tempat kerja baik
antara atasan dengan bawahan atau hubungan antara bawahan
Sehingga lingkungan kerja dapat dsimpulkan sebagai hal – hal
yang berhubungan atau ada dalam lingkungan pekerjaannya dan dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang diberikan, baik itu
yang berhubungan dengan kebendaan atau fisik maupun yang
berhubungan dengan manusia, lingkungan kerja yang diharapkan adalah
yang aman, tentram, bersih, tidak bising, terang dan bebas dari segala
macam ancaman, dan gangguan yang menghambat kerja pekerja. Secara
fisik lingkungan dapat berupa lokasi tempat kerja, kondisi bangunan dan
fasilitas kerja. Sedangkan lingkungan non fisik/psikologis meliputi kean
dan kerja sama. Baik fisik dan non fisik/psikologis keberadaannya sangat
10
ditentukan oleh tindakan organisasi melalui cara-cara pengorganisasian,
yaitu proses penghimpunan sumber daya manusia, modal dan peralatan
dengan cara yang paling efisien untuk mencapai tujuan. Sama halnya
mengkoordinasikan atau mengintegrasikan berbagai macam sumber daya
yang dimiliki organisasi.
Sebagai mahluk sosial, pekerja mempuyai dua kebutuhan sosial
dan pokok, yaitu rasa bersatu dan dukungan. Rasa bersatu akan didapat
dengan mengadakan komunikasi tentang apapun yang berhubungan
dengan pekerjaan dapat dikerjakan bersama-sama. Sedangkan dukungan
dapat diperoleh dari rekan kerja, atasan atau bahkan bawahan, baik
berupa penghargaan maupun berupa bantuan jika sedang dibutuhkan.
Hal ini dapat menjadi suatu motivasi bagi pekerja dalam melaksanakan
tugasnya.
Dari uraian di atas terlihat bahwa lingkungan kerja yang khususnya
berupa hubungan kerja yang baik dapat menjadikan satu cara
pemenuhan kebutuhan pekerja untuk mencapai Kepuasan Kerja optimal.
Menurut Wexly (dalam Soehardi; 2003; 182) lingkungan kerja
adalah suatu lingkungan dimana karyawan bekerja, sedangkan kondisi
kerja merupakan kondisi dimana karyawan tersebut bekerja. Dengan
demikian sebenarnya kondisi kerja termasuk salah satu unsur lingkungan
kerja, dengan kata lain lingkungan kerja didalam suatu perusahaan bukan
hanya terdiri dari kondisi kerja saja melainkan kondisi kerja ditambah
dengan beberapa aspek lain yang membentuk lingkungan kerja.
11
Berdasarkan pembatasan diatas, dapat ditafsirkan lingkungan
kerja meliputi (dalam Soehardi; 2003; 182):
1. Kondisi bangunan dan ruang
2. Kondisi halaman dan kebun
3. Lokasi atau letak tempat kerja (Perusahaan)
4. Fasilitas kerja
5. Fasilitas kebersihan
6. Tata tertib bagi pekerja
7. Rekan Kerja
8. Keamanan Kerja
9. Kekeluargaan
Bangunan gedung permanen yang kokoh dengan penataan
jendela dan pintu yang menjamin kelancaran peredaran udara¸ dengan
lampu penerangan yang cukup serta penataan ruang yang baik dan
bersih akan memberikan pengaruh positif kepada penghuninya.
Sebaliknya gedung yang kurang terawat dengan kondisi ruang yang
kurang bersih dan tidak tertata rapi akan berpegaruh negatif.
Lokasi tempat kerja juga berpengaruh pada pekerjaannya. Lokasi
kerja yang mudah dijangkau oleh kendaraan umum lebih membantu
pekerja dari pada lokasi yang sukar dijangkau oleh kendaraan umum.
Fasilitas kerja sangat diperlukan untuk terlaksananya pekerjaan
dengan lancar dan tepat waktu. Makin lengkap fasilitas kerja yang
disediakan oleh perusahaan makin meningkat produk perusahaan itu
12
baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas memberikan Motivasi
tersendiri bagi pekerjanya.
Tersedianya tata tertib yang harus ditaati oleh semua pekerja,
merupakan suatu kebutuhan. Dengan tata tertib semua karyawan dapat
menempatkan diri dalam pelaksanaan tugasnya dan termotivasi untuk
bekerja lebih baik.
Kedisiplinan harus ditegakkan agar semua karyawan dapat
melaksanakan tugasnya masing-masing dengan tertib dan lancar, tidak
terganggu oleh pihak lain. Tanpa kean yang tinggi, maka ketidakhadiran
salah seorang karyawan yang lain. Kean memotivasi kekompakan kerja
yang menumbuhkan budaya yang positif dan kuat, sehingga seorang
yang tidak akan merasa terisolir dan rendah harga dirinya.
Keamanan memberikan ketenangan kepada semua karyawan
dalam melaksanakan tugasnya. Terciptanya keamanan dapat
memberikan semangat bekerja yang lebih baik tanpa kekhawatiran akan
adanya hambatan karir yang berkaitan ketidakadilan dari pimpinan. Tidak
terjadinya kehilangan barang milik perorangan maupun milik perusahaan
dapat meningkatkan rasa kebersamaan dan menghilangkan rasa
kecurigaan diantara sesama karyawan.
Kekeluargaan yang baik, dimana satu sama lain merasa dihargai
dapat meningkatkan persatuan dan kesatuan karyawan. Dengan
persatuan dan kesatuan yang makin kokoh dapat meningkatkan produksi
perusahaan karena semua karyawan memiliki rasa tanggung jawab yang
13
lebih tinggi. Keberadaan pemimpin harus mampu mengembangkan
kekeluargaan yang makin baik.
Lebih lanjut dimensi dari lingkungan kerja adalah sebagai berikut :
1). Lingkungan Kerja Fisik (Wexly dalam Soehardi; 2003; 182)
a). Tata Ruang Kerja
Tata ruang kerja yang sesuai metode atau cara kerja sangat
mendukung terciptanya hubungan kerjasama secara emosional antar
pekerja maupun pekerja dengan atasannya atau sebaliknya, serta
hubungan kerja sama dalam bentuk kemudahan mobilitas pekerja
untuk saling berinteraksi yang muaranya adalah optimalisasi
produktivitas kerja.
b). Kebersihan dan Kerapihan Ruang Kerja
Lingkungan kerja yang bersih, rapi, sehat dan aman akan
mempengaruhi kesehatan karyawan. Rasa senang karena lingkungan
kerja sehat dapat menciptakan gairah kerja pekerja lebih tinggi serta
dapat menciptakan konsentrasi kerja pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
2). Lingkungan Kerja Non Fisik (dalam Soehardi; 2003; 183)
a). Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh terhadap kerja pekerja
adalah latar belakang keluarga pekerja. Pada pekerja perusahaan
jasa, faktor psikologis yang berupa beban sosial sangat berpengaruh
14
terhadap Kepuasan Kerjanya dan masuk dalam pertimbangan
perencanaan lingkungan kerja.
b). Status Sosial
Faktor status sosial obyek analisa lingkungan kerja diperlihatkan
secara signifikan dari jabatan structural seorang pekerja dalam
kantornya. Semakin tinggi jabatan structural pekerja semakin besar
pula kewenangan dan keleluasaan untuk mengambil keputusan di
lapangan. Dengan demikian dalam perencanaan lingkungan kerja gap
jabatan antar pekerja di suatu lingkungan kerja sangat perlu
dipertimbangkan terhadap akses psikologis bagi pekerja yang dapat
mempengaruhi Kepuasan Kerja.
c). Hubungan Kerja Dalam Kantor
Yaitu hubungan kerja antar pekerja dan pekerja dengan pemimpin
yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi untuk
meningkatkan Kepuasan Kerja. Hubungan ini patut untuk dipelajari
lebih teliti mengingat adanya perbedaan keinginan di semua pekerja
yang terlihat dalam jalannya perusahaan. Menurut Edwin Flippo
(Davis; 2002; 90) keinginan karyawan terdiri dari: (1) teman sekerja
yang menyenangkan, (2) penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan,
(3) kesempatan untuk berkembang, (4) Lingkungan Kerja yang
mampu dan adil, dan (5) perintah dan penghargaan yang masuk akal
keinginan ini dapat dipenuhi dari hubungan yang ada diantara rekan
sekerja dan dengan pimpinan yang ada di lingkungan pekerjaannya.
15
Seperti halnya pimpinan yang mempunyai keinginan yang bertujuan
agar pekerja mau melaksanakan apa yang menjadi tugasnya dengan
baik.
d). Sistem Informasi
Komunikasi adalah alat untuk meyampaikan ide, pesan, perintah,
berita dari seseorang kepada orang lain agar diantara mereka
terdapat interaksi. Untuk mengolah komunikasi kebentuk kebentuk
informasi dalam pengambilan keputusan yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja pekerja, dibutuhkan human
touch dan sistem informasi dengan teknologi informasi yang canggih.
e). Kesempatan
Pemberian kesempatan dan peluang untuk berkembang akan
mempunyai dampak positif terhadap Kepuasan Kerja pekerja. Dalam
menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, harus diciptakan kondisi
lingkungan yang mendorong lingkungan bahkan memberikan inspirasi
kreatifitas dan menumbuhkan karyawan yang inovatif.
2.3. Kinerja
Bernandin & Russell (Faustino: 2003: 136) memberi batasan
mengenai kinerja sebagai catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi
suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu
tertentu. Sedangkan penilaian kinerja suatu cara mengukur kontribusi-
kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya.
16
Jadi, penilaian kinerja ini diperlukan untuk menentukan tingkat kontribusi
individu, atau kinerja.
Sedangkan pendapat lain mengatakan kinerja merupakan suatu
fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau
pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat
kemampuan tertentu (Veithzal: 2005: 309). Kesediaan dan keterampilan
seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa
pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan
bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang
ditampilkan setiap orang sebagai kinerja kerja yang dihasilkan oleh
pegawai sesuai dengan perannya dalam lembaga. Kinerja pegawai
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya lembaga untuk
mencapai tujuannya
Tujuan penilaian kinerja, secara umum, dapat dibedakan atas dua
macam, yakni: (1) Untuk mereward peformansi sebelumnya, dan (2) untuk
memotivasikan perbaikan peformansi pada waktu yang akan datang.
Informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian peformansi itu dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi,
dan penempatan-penempatan pada tugas-tugas tertentu.
Sistem penilaian kinerja akan bekerja baik ketika tujuan formal
organisasi menggunakan penilaian kinerja konsisten terhadap tujuan
penilaian, termasuk penilai dan yang dinilai.
Penilaian kinerja banyak digunakan untuk (Veithzal; 2006;50):
17
1) meningkatkan kinerja;
2) menetapkan tujuan organisasi;
3) mengidentifikasikan pelatihan dan kebutuhan
pengembangan.
Secara umum, penilaian kinerja banyak digunakan untuk:
1) kriteria studi validasi;
2) menentukan kebutuhan-kebutuhan pelatihan organisasi;
3) menekankan kembali struktur kekuasaan;
4) perencanaan sumber daya manusia.
Sementara itu, item khusus dalam faktor dokumentasi adalah:
1) kriteria validasi penelitian;
2) dokumen keputusan personil;
3) pemenuhan keperluan-keperluan resmi.
Meskipun akhir-akhir ini ada kesadaran yang meningkat di antara
para peneliti dan para praktisi bahwa penilaian dapat efektif digunakan
untuk berbagai tujuan, tetapi suatu penilaian kinerja dapat tidak efektif
untuk semua tujuan yang sama dengan baik. Dalam mendiskusikan
kegunaan penilaian kinerja, sangat penting untuk membedakan antara
tujuan organisasi, tujuan penilai, dan yang dinilai serta tujuan peneliti
penilaian kinerja.
Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna
melakukan penilaian kinerja yang efektif, yakni: (1) adanya kriteria kinerja
18
yang dapat diukur secara obyektif, dan (2) adanya obyektivitas dalam
proses evaluasi.
Kriteria kinerja yang dapat diukur secara obyektif untuk
pengembangannya diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Ada tiga
kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria kinerja yang dapat diukur
secara obyektif ini, yang meliputi: (a) relevansi, (b) reliabilitas, dan (c)
diskriminasi.
Ada empat pendekatan dalam penilaian kinerja (1) pendekatan
watak, (2) pendekatan perilaku, (3) pendekatan hasil, dan (4) pendekatan
kontijensi.
1. Pendekatan watak menilai watak atau karakter pribadi. Unsur-
unsur yang biasanya dinilai ialah inisiatif, pengambilan keputusan,
kerajinan, loyalitas, dan ketergantungan. Meskipun pendekatan ini
yang paling banyak digunakan demikian juga di kalangan pegawai
negeri di Indonesia, tetapi oleh para ekspert pada umumnya
pendekatan ini dipandang yang paling lemah, karena diragukan
berkaitan dengan kinerja.
2. Pendekatan perilaku menilai perilaku dalam kerja, bagaimana
bekerja sendirian, bagaimana bekerja bersama orang lain,
bagaimana ia melaksanakan tugasnya, dan lainnya yang berkaitan
dengan perilaku dalam kerja. Pendekatan ini juga tidak ada
kaitannya dengan hasil kerjanya, atau dengan kinerjanya. Maka,
19
pendekatan ini juga masih lemah, karena tidak mengaitkan dengan
kinerja.
3. Pendekatan hasil menilai apa yang telah dihasilkan dari kerja, atau
apa yang telah dicapai dari kerja. Pendekatan ini mirip dengan apa
yang menjadi sasaran management by objectives.
Menurut Buyung (2007: 23) dimensi-dimensi kinerja tergantung
pada pengertian kinerja itu sendiri. Sebagai contoh, jika kinerja itu adalah
hasil kerja yang berupa fisik (hard product) maka dimensinya dapat
ditentukan sebagai berikut:
1) Kualitas hasil kerja : dimaksudkan untuk kepuasan konsumen
2) Kuantitas hasil kerja : dimaksudkan untuk mengukur tingkat
produktivitas.
3) Kemampuan bekerja sendiri : dimaksudkan untuk dapat
diandalkan.
4) Pengetahuan dan ketrampilan kerja : dimaksudkan untuk
mendapatkan hasil kerja yang berkualitas
5) Tanggung Jawab : dimaksudkan tanggung jawab seorang
karyawan terhadap peralatan dan proses, material dan
keselamatan kerja bagi orang lain
Sedangkan menurut buku pedoman peningkatan kinerja pegawai
Petanian maka dimensi-dimensinya adalah sebagai berikut :
20
1) Aspek wawasan : setiap penyuluh lapangan pertanian perlu
mempunyai wawasan tentang visi, misi dan program-program
pertanian nasional.
2) Aspek Manajerial : mampu menjalankan fungsi-fungsi
manajerial.
3) Motivasi Kerja : kesungguhan petugas dalam melaksanakan
tuga-tugas yang di dorong oleh adanya cita-cita atau keinginan
akan keberhasilan terhadap sesuatu yang telah direncanakan.
4) Kemampuan operasional : kemampuan menjalankan kegiatan
yang sistematis, dilaksanakan secara periodik dan
berkelanjutan serta melibatkan berbagai potensi masyarakat.
2.4. Kerangka Pemikiran
Kinerja dapat ditingkatkan melalui perubahan dalam peningkatan
kemampuan dan penerapan serta perubahan lingkungan kerja menjadi
lebih baik. Kegiatan peningkatan kemampuan ini akan meningkatkan skill
seorang pegawai yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja pegawai
tersebut, kemampuan ini dapat ditingkatkan melalui peningkatan
kemampuan secara intelektual maupun fisiknya sehingga seorang
pegawai yang mempunyai kemampuan baik intelektual maupun fisik akan
mempunyai kemampuan bekerja yang baik. Kemampuan kerja yang baik
in akan memberikan kinerja kerja yang baik pula. Faktor lain yang
berhubungan dengan kinerja adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja
21
yang baik yang diciptakan oleh suatu organisasi akan memacu pegawai-
pegawainya untuk bekerja dengan baik yang pada akhirnya akan
menghasilkan kinerja yang baik bagi pegawai tersebut maupun
organisasinya. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat
pada gambar 2.1 dibawah ini :
Gambar 2.1.Kerangka Pemikiran
2.5. Hipotesis
1. Diduga Kemampuan dan Lingkungan Kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja Pegawai Dinas Pertanian Kabupaten
Ogan Komering Ilir
2. Diduga Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap kinerja
Pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Ogan Komering Ilir
3. Diduga Lingkungan Kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja
Pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Ogan Komering Ilir
22
Linkungan Kerja(Y)
Kemampuan(X)
Kinerja(Z)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausal, yang dirancang untuk
mengetahui pengaruh variabel independen yaitu kemampuan (X1) dan
lingkungan kerja(X2) terhadap variabel dependen yaitu kinerja pegawai
(Y). Penelitian ini menguji hipotesis yang mengacu kepada pengaruh
antara dua variabel yaitu variabel independen terhadap dependen
tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode
survei dan penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis. Menurut
Istijanto (2005: 76) mengemukakan bahwa penelitian survey adalah
penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil.
3.2. Metode Penarikan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri alas;
obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Supranto: 2003: 76). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua Pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan
jumlah 67 orang. Jumlah populasi yang kurang dari 200 responden maka
23
keseluruhannya akan diambil sebagai responden (Istijanto; 2005; 114),
metode ini disebut dengan metode sampel jenuh.
3.3. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel
Operasionalisasi dari masing-masing variabel penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Variabel Independen
Secara lengkap, operasionalisasi variabel kemampuan dan
lingkungan kerja seperti tertera pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.1. Operasionalisasi variabel Kemampuan
Variabel Elemen Kompetensi
Kriteria Unjuk Kerja Kuesioner
Kemampuan (X1)
Intelektual Kecerdasan numerik, pemahamam verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif dan deduktif, visualisasi, ingatan
1 - 10
Fisik Kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, keluwesan exten, keluwesan dinamis, kesimbangan, stamina
11 - 20
Tabel 3.2. Operasionalisasi variabel Lingkungan Kerja
Variabel Elemen Kompetensi
Kriteria Unjuk Kerja Kuesioner
Lingkungan Kerja (X3)
Fisik Tata ruang, warna, kebersihan & kerapian
1 – 10
Non Fisik Lingkungan sosial, status sosial, Hubungan kerja, system informasi
11 - 20
2. Variabel Dependen
Secara lengkap, operasionalisasi variabel kinerja seperti tertera
pada tabel di bawah ini
24
Tabel 3.3. Operasionalisasi Variabel Kinerja
Variabel Elemen Kompetensi
Kriteria Unjuk Kerja Kuesioner
Kinerja Kualitas Kerja
Tingkat kualitas pekerjaan
1-3
Kuantitas Kerja
Tingkat kuantitas penyelesaian pekerjaan
4-7
Ketepatan Waktu
Tingkat ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan
8-10
Efektivitas Tingkat penggunaan sumber daya organsasi
11-13
Kemandirian tingkat dimana seseorang pegawai dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan, bimbingan dan pengawasan
14-16
Hubungan Interpersonal
tingkat dimana pegawai mengemukakan perasaan, harga diri, jasa baik, dan kerja sama antara rekan kerja dalam unit kerjanya
17-20
3.4. Metode Analisis
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner tertutup model likert
dengan interval 1 sampai 5. hasil kuesioner selanjutnya dilakukan uji
validitas dan reliabilitas dengan teknik Cronbach's Alpha melalui
program SPSS versi 12,0
Selanjutnya dari kuesioner-kuesioner tersebut akan dilakukan uji
validasi dan realibilitas :
1. Uji Validitas
25
Validitas menunjukkan sejauh mana alat dapat mengukur
sesuatu yang ingin diukur, Jika peneliti menggunakan kuesioner
dalam pengumpulan data, kuesioner yang telah disusun harus
dapat mengukur apa yang ingin diukur. Setelah kuesioner
tersebut disusun dan diuji validitasnya, didalam prakteknya belum
tentu data yang dikumpulkan adalah data yang valid.
2. Uji Realibilitas
Bila alat ukur valid selanjutnya reabilitas alat ukur tersebut diuji
reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu
alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama.
Makin kecil kesalahan pengukuran makin reliable alat pengukur
dan sebaliknya. Makin kecil kesalahan pengukuran makin reliable
alat pengukur dan sebaliknya. Berapa kesalahan pengukuran
dapat diketahui dan nilai korelasi antara hasil pengukuran
pertama, kedua dan ketiga. Bila nilai korelasi ( r ) dikuadratkan
maka Hasilnya disebut koefisien determinasi (Coefficient of
determination) yang menampakkan petunjuk besar kecil hasil
pengukuran yang sebenarnya. Semakin tinggi angka korelasi
maka semakin besar nilai koefisien determinasi dan semakin
rendah kesalahan pengukuran. Selanjutnya teknik pengukuran
realitas yang dipakai adalah teknik Cronbach.
Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel
independen secara bersamaan dan variabel dependen maka digunakan
26
alat ukur korelasi berganda (R), sedangkan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh variabel independen secara bersamaan terhadap
variabel dependen akan dilihat dari R2. Kemudian untuk melihat keeratan
hubungan secara individu antara variabel independen dan variabel
dependen digunakan alat ukur korelasi parsial (r).
Dalam menjelaskan hubungan antara variabel independen
dengan dependen, model yang digunakan adalah model regresi
berganda, yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
Ŷ = a + b1X1+ b2X2 + e
Dimana:
Ŷ = Kinerja
a = Konstanta
b1,b2 = koefisien regresi
X1 = Kemampuan
X2 = Lingkungan Kerja
e = error term
Selanjutnya diadakan pengujian untuk koefisien regresi. Pengujian
koefisien regresi bertujuan untuk menguji signifikan pengaruh antara
variabel-variabel X dan Y baik secara individu maupun secara bersama-
sama, Pengujian variabel X secara individu (parsial) pengujian dilakukan
dengan uji t dan F dengan prosedur :
1. Membuat Hipotesis, dimana hipotesis statistik pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
27
Ho . b = 0, tidak ada pengaruh antara variabel
kemampuan, dan lingkungan kerja terhadap variabel
kinerja.
Ha : b ≠ 0, ada pengaruh antara variabel kemampuan,
dan lingkungan kerja terhadap variabel kinerja.
Tingkat signifikan regresi uji dengan = 0,05
2. Uji t dan F
a. Secara parsial digunakan uji t
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel
kemampuan, dan lingkungan kerja secara parsial
terhadap variabel kinerja. Adapun rumus dari t hitung
adalah:
t = X’ √(n-2) / √ (1-rXn2).
Jika nilai t hitung > t tabel maka ada Ho ditolak.
Jika nilai t hitung < t tabel maka ada Ho diterima
b. Secara bersama-sama simultan digunakan uji F
Uji ini merupakan pengujian terhadap koefisien regresi
secara bersama-sama, yakni untuk melihat pengaruh
dari variabel kemampuan, dan lingkungan kerja
terhadap variabel kinerja secara simultan dengan
rumus:
F = (R2 K) / (1-R)
Jika nilai F hitung > F tabel maka ada Ho ditolak.
28
Jika nilai F hitung < F tabel maka ada Ho diterima
Pengujian variabel ini menggunakan alat bantu berupa
program komputer SPSS for windows versi 14,0.
c. Untuk mengetahui variasi variabel independent
terhadap variabel dependen, digunakan koefisien
determinasi (R) dengan bantuan program komputer
SPSS for windows versi 14,0+
29