bab ii tinjauan umum tentang pendidikan islam a. …digilib.uinsby.ac.id/1267/5/bab 2.pdf · itu...
TRANSCRIPT
24
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
A. Hakikat Pendidikan Islam
Penulis menyadari betul tentang objek pembahasan ini yang begitu
luas sehingga perlu diklasifikasikan mengenai pengetahuan yang muncul
dari dunia barat (Eropa - Amerika) dan pengetahuan yang muncul dari
dunia timur (timur tengah). Keduanya memiliki karakteristik tersendiri,
yaitu karakter proses, tujuan dan kegunaan yang menjadi landasan
perkembangan dari masing-masing peradaban. Namun agar ada
pembatasan tersendiri maka penelitian ini terfokuskan pada pengetahuan
yang muncul dari dunia timur dan yang dapat memberikan pengaruh
terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia.
Dalam rangkaian sejarah perkembangan bangsa Indonesia,
pendidikan mempunyai peran yang signifikan sehingga menjadi penentu
pembentukan karakter dan kepribadian dari semua lini kehidupan. Bahkan
krisis pendidikan dan kebudayaan akan berimplikasi pada krisis kehidupan
yang lain.43
Begitulah sebaliknya jika pendidikan dan kebudayaan
mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah dan rakyatnya maka
sudah menjadi barang tentu bahwa bangsa ini akan maju.
43
Hal senada pernah disampaikan oleh darmaningtias dalam kesempatan diskusi di taman ilmu
surabaya pada pertengahan tahun 2012. Dengan tema kajian korporasi pendidikan, bahwa
dunia pendidikan di indonesia pada saat ini masih tidak bisa memberikan pelayanan yang
berarti bagi peserta didik yang kurang mampu. Dan itupun pemerintah yang menjadi pelaku
utamanya, sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah gagal dalam mensejahterakan
rakyatnya dan menjadi dosa besar karena sudah menghianati dasar negara UUD 1945 dan
pancasila republik Indonesia.
24
25
Pendidikan Islam berperan besar terhadap perkembangan
pendidikan di Indonesia, bahkan sistem pendidikan ini lebih dahulu
muncul di negara ibu pertiwi ini dibandingkan dengan pendidikan yang
datang dari Barat,44
corak yang paling utama tercerminkan pada lembaga
pendidikan pesantren.
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada
abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang
pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang
telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.45 Sebagai agama wahyu yang terakhir, Islam telah
meniti jalan sejarah yang panjang. Setiap babak peristiwa historis dapat
menjadi kaca perbandingan bagi kehidupan umat Islam pada masa
sekarang. Pada zaman Nabi Muhammad Saw. Islam dan umatnya berada
pada posisi yang paling ideal, karena setiap permasalahan yang muncul
pada masa itu dapat diselesaikan langsung oleh Nabi Muhammad SAW.
melalui tuntunan wahyu.
Dalam pelaksanaan pendidikan pada zaman Nabi Saw tujuan
pendidikan diarahkan kepada tujuan sentral, yaitu membentuk manusia
muslim yang paripurna, yang memiliki keseimbangan antara jasmani dan
rohani serta keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi. Dalam
44
Sistem pendidikan islam di indonesia beriringan dengan akar munculnya agama islam di
indonesia sehingga jika dilihat akar sejarahnya agama islam lebih dahulu (abad 12 M)
dibandingkan dengan agama kristen (abad 16 M) yang baru muncul semenjak bangsa indonesia
di jajah oleh negeri belanda. Dan sudah menjadi rahasia umum jika karakteristik dari
pengetahuan yang datang dari luar terbesit penyebaran ajaran agama. 45
A Mustofa Aly dan Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas
Tarbiyah, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 23.
26
waktu yang relatif singkat, Nabi Saw. berhasil mendidik para sahabat yang
dimulai secara rahasia dari rumah ke rumah, kemudian mengambil tempat
di masjid setelah hijrah ke Madinah.
Menurut persepektif Islam, pendidikan (education) adalah
pemberian suatu variatif (corak) hitam putihnya perjalanan seseorang.
Oleh sebab itu, ajaran Islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan
salah satu yang wajib hukumnya bagi seorang pria maupun seorang
wanita. Dan berlangsung dalam seumur hidup dari mulai buaian hingga ke
liang lahat. Eksistensi tersebut secara tidak langsung menempatkan
pendidikan sebagai suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan.
B. Pengertian Pendidikan Islam
Sebenarnya ada banyak ragam definisi pendidikan Islam yang
dilontarkan oleh para cendekiawan Muslim. Sehingga terkadang
pendidikan Islam mengalami reduksi yang cukup berarti akibat kurangnya
pemahaman pendidikan secara universal.
Naquib Al Attas berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah
sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan kedalam diri manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari
segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan yang sedemikian rupa sehingga
27
membimbingnya kearah pengenalan tempat Tuhan yang tepat di dalam
tatanan wujud dan ketiadaan.46
Sementara itu menurut Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan
Islam adalah penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan
seseorang tunduk dan taat pada Islam dan menerapkannya secara
sempurna di dalam kehidupan individu dan masyarakat.47
Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi, pendidikan Islam adalah
pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaniahnya
akhlak dan ketrampilannya.
Menurut Zakiyah Daradjad, pendidikan Islam adalah pembentukan
kepribadian muslim, membentuk sikap dan perilaku sesuai dengan
petunjuk ajaran Islam.48
Secara tersirat K.H. Sahal Mahfudh memberikan definisi
pendidikan Agama Islam melalui pengertian pendidikan pesantrennya,
yaitu mendalami ilmu agama dan berakhlak mulia. Definisi tersebut secara
implisit, menyatakan bahwa pendidikan pesantren diharapkan mampu
mendidik santrinya sehingga paham dan mengetahui seluk beluk agama
secara detail, kemudian menginterpretasikannya dalam tutur sapa dan
tingkah laku dengan berakhlak mulia.49
46
Singgih Nugroho, Pendidikan Pemerdekaan dan Islam (Bantul : Pondok Edukasi, 2003),
Cet. I, 95. 47
Ibid., 96. 48
Daradjad, Ilmu Pendidikan Islam, 28. 49
Siti Nurasyiyah, Pemikiran dan Kiprah K.H. Sahal Mahfudh dalam Pendidikan
Pesantren (Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang, 2000), 40.
28
Terlepas dari semua rumusan tersebut di atas, dan mengingat
betapa kompleksnya risalah Islamiyah, maka rumusan tentang pengertian
pendidikan Islam dapatlah dikatakan segala usaha untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia dan sumberdaya manusia yang ada
padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma
Islam.
Dengan model pendidikan yang demikian, maka anak didik akan
mempunyai ruang yang cukup luas untuk mengaktualisasikan segala
potensi yang dimilikinya. Dengan demikian pendidik lebih berfungsi
sebagai fasilitator untuk menggali potensi anak didik tersebut.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa manusia sejak
dilahirkan sudah membawa potensi-potensi yang membuktikan kemuliaan
manusia sebagai wakil Tuhan. Dengan potensi-potensi itu manusia mampu
melahirkan ilmu pengetahuan yang sangat penting artinya bagi
kehidupannya tersebut.
C. Dasar – dasar Pendidikan Islam
Setiap usaha pendidikan harus mempunyai landasan yang
melandasi seluruh aktifitas pendidikan, baik dalam penyusunan teori,
perumusan tujuan, cita-cita dan pelaksanaan pendidikan.
Bagi pendidikan Islam, dasar yang menjadi acuannya adalah
sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan pada cita-
cita yang didambakan. Pada prinsipnya, dasar-dasar pendidikan Islam
29
diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat
kebudayaannya. Adapun dasar utama dari pendidikan Islam ialah Al-
Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.50
Sebagaimana diketahui bahwa Islam adalah agama universal dan
menyeluruh, ia mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam
urusan-urusan duniawi maupun hal-hal yang menyangkut akhirat.
Pendidikan adalah bagian integral yang tak terpisahkan dari ajaran Islam
secara keseluruhan. Karena itu, dasar-dasar pendidikan Islam inheren
dengan sumber utama ajaran Islam itu sendiri. Dalam artian bahwa
pendidikan Islam bersumber dari prinsip-prinsip Islam dan seluruh
perangkat kebudayaannya.
Dalam setiap aktifitas manusia sebagai instrumen transformasi ilmu
pengetahuan budaya dan sebagai agen perubahan sosial pendidikan
memerlukan satu landasan fundamental atau basis yang kuat. Adapun
dasar yang dimaksud adalah dasar pendidikan Islam suatu totalitas
pendidikan yang wajib bersandar pada landasan dasar sebagaimana yang
akan dibahas dalam bagian berikut ini.
Pendidikan Islam baik sebagai konsep maupun sebagai aktifitas
yang bergerak dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh dan
sempurna memerlukan suatu dasar yang kokoh. Kajian tentang pendidikan
Islam tak lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam
yaitu:
50
Nugroho, Pendidikan Pemerdekaan dan Islam, 96.
30
1. Al-Qur‟an
Al-Qur‟an ialah firman Allah berupa wahyu yang
disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di
dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan
untuk keperluan aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang
terkandung dalam al-Qur‟an itu terdiri dari dua prinsip besar yaitu
yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah
dan yang berhubungan dengan amal disebut syari‟ah. Oleh karena
itu pendidikan Islam harus menggunakan al-Qur‟an sebagai
sumber dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan
Islam sesuai dengan perubahan dan pembaharuan.
Al-Qur‟an sebagai kalamullah yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad menjadi dasar sumber pendidikan Islam yang
utama dan pertama. Al-Qur‟an menempati posisi yang paling
sentral sebagai dasar dan sumber pendidikan Islam. Oleh karena
itu, segala kegiatan dan proses pendidikan Islam harus senantiasa
berorientasi pada prinsip dan nilai-nilai al-Qur‟an. Dalam hal ini
menurut Azyumardi Azra bahwa al-Qur‟an sebagai dasar
pendidikan Islam mengandung beberapa hal positif bagi
pengembangan Pendidikan, yaitu antara lain penghormatan dan
penghargaan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak
menentang fitrah manusia dan memelihara keutuhan dan
kebutuhan sosial.
31
Kelebihan al-Qur‟an sebagai dasar pendidikan Islam
tampak pada metodenya yang unik dan menakjubkan, sehingga
dalam konsep Pendidikan yang terkandung di dalamnya
bertujuan untuk menciptakan individu yang berilmu dan beriman,
senantiasa mengesakan Allah serta mengimani hari akhir. Al-
Qur‟an memberikan kepuasan penalaran yang sesuai dengan
kesederhanaan dan fitrah manusia tanpa unsur paksaan dan di sisi
lain disertai dengan pengutamaan afeksi dan emosi manusiawi. 51
Oleh karena itu, Al-Qur‟an mengetuk akal dan hati sekaligus
sehingga mewujudkan ilmu pengetahuan yang sinergis dengan
iman sebagaimana firman Allah:
“… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara
kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah maha mengetahuai apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Mujadalah: 11)52
Di samping itu, ayat yang pertama turun dimulai dengan
ayat yang mengandung konsep Pendidikan Islam. Sehingga
dipahami dari ayat itu bahwa tujuan al-Qur‟an yang terpenting
adalah mendidik manusia melalui metode bernalar serta sarat
51
Ibid, 97. 52
Depag RI., Alqur’an dan Terjemahnya (Semarang : Kumudasmoro Grafindo,1994), 547.
32
dengan kegiatan ilmiah, meneliti, membaca, mempelajari dan
observasi terhadap manusia sejak masih dalam bentuk segumpal
darah dan seterusnya, sebagaimana firman Allah:
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang mencptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan
Tuhanmulah yang maha pemurah. Yang mengajar manusia
dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.” (QS. al-Alaq: 1-5)53
Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam melalui al-Qur‟an
menempatkan pendidikan pada segmen yang terpenting. Bahkan
menurut penulis bahwa perintah Allah yang pertama dalam al-
Qur‟an adalah masalah Pendidikan dengan perintah untuk
membaca. Itu artinya bahwa kebesaran dan kejayaan Islam karena
dibangun melalui Pendidikan. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa semua ayat dalam mengandung nilai-nilai
pendidikan baik secara tersurat maupun tersirat.
53
Ibid.,597.
33
2. As-Sunnah
As-Sunnah ialah perkataan perbuatan ataupun pengakuan
rasul. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau
perbuatan orang lain yang diketahui oleh Rasulullah dan beliau
membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah
merupakan sumber ajaran kedua sesudah al-Qur‟an yang juga sama
berisi pedoman untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala
aspek untuk membina umat menjadi manusia seutuh atau muslim
yang bertaqwa. Untuk itulah rasul Allah menjadi guru dan pendidik
utama.
Maka dari pada itu Sunnah merupakan landasan kedua
bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim dan selalu membuka
kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebab mengapa ijtihad
perlu ditingkatkan dalam memahami termasuk yang berkaitan
dengan pendidikan. As-Sunnah juga berfungsi sebagai penjelasan
terhadap beberapa pembenaran dan mendesak untuk segara
ditampilkan yaitu menerangkan ayat-ayat al-Qur‟an yg bersifat
umum.
3. Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuqoha yaitu berfikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syari‟at
Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syara‟
dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukum oleh al-
34
Qur‟an dan Sunnah. Namun dengan demikian ijtihad dalam hal ini
dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek
pendidikan tetapi tetap berpedoman pada al-Qur‟an dan Sunnah.
Oleh karena itu ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum
Islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah rasul Allah
wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam
kehidupan yang senantiasa berkembang. Ijtihad dalam bidang
pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin
maju bukan saja dibidang materi atau isi melainkan juga dibidang
sistem. Secara substansial ijtihad dalam pendidikan harus tetap
bersumber dari al-Qur‟an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang
sehat dari para ahli pendidikan Islam.
D. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah merupakan sesuatu yang hendak dicapai dan
diharapkan dapat diperoleh setelah suatu usaha atau aktivitas selesai
dilaksanakan, Segala usaha yang dilakukan oleh manusia tentu
berlandaskan pada suatu tujuan tertentu, oleh kerna itu agar suatu usaha
mencapai hasil memuaskan dan maksimal, maka tujuanya harus
dirumuskan dengan jelas sehingga tujuan yang dimaksud sesuai yang
diharapkan.
Menurut Mahmud Yunus, tujuan pendidikan adalah mendidik
peserta didik supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh,
35
beramal, shaleh dan berakhlak mulia sehingga ia menjadi salah satu
anggota masyarakat yang mandiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti
kepada bangsa dan tanah airnya bahkan kepada sesamanya.54
Tujuan pendidikan tidak lepas dari kaitannya dengan eksistensi
hidup manusia selaku khalifatullah (Wakilnya) adalah kemampuan dalam
memelihara, mengatur dan mengembangkan potensi dasar yang beragam
(heterogen) dari yang dipimpinnya itu atas dasar amanah bukan atas atas
prinsip kepemilikannya. Tujuan pendidikan dalam Islam pada dasarnya
“memelihara dan mengembangkan hidup ini” sebab hidup merupakan
fitrah yang paling dasar bagi manusia.Hidup bukan hanya terjadi didunia
tapi berlanjut diakhirat kelak. Dengan terpeliharanya dan berkembangnya
hidup ini secara lurus, seseorang akan selamat bahagia dalam menuju
tuhannya.
Tujuan pendidikan Islam adalah suatu istilah untuk mencari
fadilah, kurikulum pendidikan islam berintikan akhlak yang mulia dan
mendidik jiwa manusia berkelakuan dalam hidupnya sesuai dengan sifat-
sifat kemanusiaan yakni kedudukan yang mulia yang diberikan Allah
Subhanahu wa Ta‟ala melebihi makhluk-makhluk lain dan dia diangkat
sebagai khalifah.55
Menurut Zakiah Daradjat tujuan ialah suatu yang diharapkan
tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Tujuan pendidikan
54
Mahmud Yunus, Metodik Khusus pendidikan Agama (Jakarta : Hida Karya Agung 1983),
cet. XI, 13. 55
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), cet. II,
117.
36
bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia
merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan
dengan seluruh aspek kehidupannya, yaitu kepribadian seseorang yang
membuatnya menjadi "insan kamil" dengan pola taqwa. Insan kamil
artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup berkembang secara
wajar dan normal karena taqwanya kepada Allah SWT. 56
Imam al-
Ghazali mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam yang paling utama
ialah beribadah dan taqarrub kepada Allah, dan kesempurnaan insani
yang tujuannya kebahagiaan dunia akhirat. 57
Menurut Omar M. Toumy
Al Syaibani tujuan pendidikan Islam memiliki empat ciri pokok, yaitu :
1. Sifatnya yang bercorak agama dan akhlak.
2. Sifat kemenyeluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi
pelajar dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat.
3. Sifat keseimbangan, kejelasan dan tidak adanya pertentangan
antara unsur-unsur dan cara pelaksanaannya.
4. Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan pada perubahan
yang dikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan,
memperhitungkan perbedaan-perbedaan perseorangan diantara
individu, masyarakat dan kebudayaan dimana-mana dan
kesanggupan untuk berubah dan berkembang bila diperlukan.58
Menurut Abdurrahman An Nahlawi, tujuan tertinggi dari
pendidikan Islam agar sianak didik : (a) ikhlas beribadah kepada Allah
56
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), cet. II, 29. 57
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 71-72. 58
Ibid., 98.
37
semata; (b)memahami makna dan maksud ibadah dan tingkah laku hidup
yang pada gilirannya akan mengantarkan anak kepada tujuan tertinggi;
(c) menjauhi segala yang harus dijauhinya seperti perbuatan syirik.59
Dalam konferensi dunia yang pertama tentang tujuan pendidikan
Islam yang dilaksanakan di Mekkah pada tahun 1977, diputuskan bahwa
pendidikan harus diarahkan mencapai pertumbuhan keseimbangan
kepribadian manusia menyeluruh, melalui latihan jiwa intelek, jiwa
rasional, perasaan dan penghayatan lahir. Karena itu pendidikan harus
menyiapkan pertumbuhan manusia dalam segala segi: spiritual,
intelektual, imajinatif, jasmani, ilmiah, linguistik, baik individu maupun
kolektif, dan semua itu didasari motifasi mencapai kebaikan dan perfeksi.
Tujuan akhir pendidikan muslim itu terletak pada (aktivitas)
merealisasikan pengabdian kemanusiaan seluruhnya.
Menurut K.H. Sahal Mahfudh, tujuan pendidikan Islam
sebagaimana yang terangkum dalam (pendidikan pesantren), ialah
membentuk manusia yang akrom (lebih bertaqwa kepada Allah SWT)
dan shalih (yang mampu mewarisi bumi ini dalam arti luas, mengelola
memanfaatkan, menyeimbangkan dan melestarikan) dengan tujuan
akhirnya mencapai Sa’adatu al- darain.60
Dari pernyataan yang telah dikemukakan tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan
Tuhan menciptakan manusia dimuka bumi ini, yaitu sebagai khalifah di
59
Ibid., 99. 60
Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta : LkiS, 1994), 378.
38
atas muka bumi ini. Walaupun sebagai khalifah, manusia tidak punya hak
untuk mengklaim atas kekuasaan absolut Tuhan, justru akan
memperkukuh statusnya sebagai abdi Tuhan yang harus tunduk dan
patuh atas segala ketentuan-Nya.
Tujuan pendidikan Islam adalah membimbing dan membentuk
manusia menjadi hamba Allah yang shaleh, teguh imannya, taat
beribadah dan berakhlak terpuji. Jadi, tujuan pendidikan Islam adalah
berkisar kepada pembinaan pribadi muslim yang terpadu pada
perkembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan sosial.
Atau lebih jelas lagi, ia berkisar pada pembinaan warga negara muslim
yang baik, yang percaya pada Tuhan dan agamanya, berpegang teguh
pada ajaran agamanya, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani.
Menurut Marimba tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya
kepribadian yang utama.61
Lebih lanjut Marimba menjelaskan bahwa
tujuan terakhir dari pendidikan islam adalah terbentuknya kepribadian
Muslim.62
Lebih mendekati pendapat Marimba, Mohammad Athiyah al-
Abrasy menjelaskan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah
jiwa pendidikan Islam. Mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan
sebenarnya dari pendidikan Islam. 63
Arifin menjelaskan bahwa mengapa manusia perlu dibekali
dengan kepribadian muslim? jawabannya adalah karena manusia pada
61
Abudin Nata, Filafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1997), 49. 62
Marimba, Filsafat..., 46. 63
Abudin Nata, Filsaafat Pendidikan Islam, 49.
39
zaman modern ini banyak menghadapi tantangan dan ancaman
demoralisasi yang menimbulkan keresahan dan derita hidup. Dia
menggambarkan bahwa saat ini kita berada di tengah-tengah bangsa yang
menjadikan keterampilan (keahlian) manusia sebagai alat dan kebodohan
manusia sebagai tujuan. Setiap bertambah keahlian yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan itu maka keahlian tersebut digunakan untuk
mencapai kejelekan.
Dari sini manusia hidup berkat kebodohan dan ketiadaan
keahlian. Tetapi, pengetahuan dan kompetensi yang diperoleh
dikombinasikan dengan ketololannya itu justru tidak membeikan arah
tertentu dari hidupnya. Pengetahuan adalah kekuasaan, tetapi kekuasaan
untuk menciptakan, baik kejahatan ataupun kebaikan. Hal ini berakibat
bahwa jika manusia tidak bertambah kebijakannya sama besarnya dengan
pengetahuannya maka pertambahan pengetahuannya akan menambah
kesengsaraan.
Pendidikan Islam harus mampu menciptakan manusia muslim
yang berilmu tinggi, dimana iman dan takwanya menjadi pengendali
dalam penerapan atau pengamalannya dalam masyarakat manusia. 64
E. Urgensi Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia
mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan
diserap dengan baik. Tak heran bila kini pemerintah mewajibkan
64
Muzayyin Arifin, Filsafat..., 112.
40
program belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab.
Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan
fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.
Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu:
tilawah (membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan
ta‟limul kitab wa sunnah (mengajarkan al kitab dan al hikmah).
Pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik
disebabkan pendidikan mempunyai kelebihan. Pendidikan mempunyai
ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh,
pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang
diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam
akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat
serta banyak beramal.
Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah dan
amaliyah (aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam individu
membutuhkan tahpan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada
pemberdayaan di segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang
dikembangkan kemudian diarahkan kepada pengaktualan potensi dengan
memasuki berbagai bidang kehidupan.
Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya
bersumber kepada al Qur‟an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan
tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah
sebagai Ilah saja. Kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat.
41
Hasil ilmu yang diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu
berupa pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan.
Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia
memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh.
Interaksi di dalam diri ini memberi pengaruh kepada penampilan, sikap,
tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq yang baik.
Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji
al Qur‟an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, berhubungan kepada
keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka
semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan.
Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang
akhirnya menjadi gaya hidup sehari-hari.
Dengan demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah
melahirkan manusia-manusia beriman dan berpengetahuan, yang satu
sama yang lainnya saling menunjang.
F. Pendidikan Islam di Indonesia
Pendidikan adalah masa depan bangsa. Keberhasilan suatu bangsa
sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan pendidikan
adalah salah satu cara untuk memperolah sumberdaya manusia yang
42
handal.65
Dalam hal ini manusia yang berkompeten dan mampu
memajukan peradaban demi kebaikan bersama.
Dengan demikian, penguasa berperan penuh untuk membuat
kebijakan demi mencapai tujuan yang diinginkan yaitu kesejahteraan dan
keadilan. Peran andil pemerintah untuk mengembangkan pendidikan ini
dapat dikategorikan sebagai politik66
pendidikan karena ada tujuan kolektif
dalam pengembangan pendidikan tersebut.
Pembukaan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun
1945, menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka
pendidikan menjadi faktor penentu.
Secara yuridis politik pendidikan dituangkan dalam undang-undang
sistem pendidikan, pada saat ini sudah dituangkan 3 sistem pendidikan
yaitu undang-undang pokok pendidikan dan pengajaran No. 04 tahun
1950, undang-undang No. 12 tahung 1954 yang diterbitkan pada masa
orde lama, unang-undang sisdiknas No. 02 tahun 1989 pada masa orde
baru, undang-undang sisdiknan No. 20 tahun 2003 pada masa reformasi.
Pesantren merupakan cikal bakal pendidikan di indonesia baru mendapat
65
Muhsin, politik hukum dalam pendidikan nasional, (Surabaya:PT. Bina ilmu offset,
2007)hal: 22. 66
Politik dalam kamus ilmiah populer di jelaskan tentang ilmu kenegaraan/tata negara; sebagai
kata kolektif yang menunjukkan pemikiran yang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan
43
pengakuan secara yuridis pada tahun 2003 melalui sistem pendidikan
nasional No. 20 tahun 2003, sementera itu madrasah baru diakui melalui
sub sistem pendidikan nasional setelah secara perlahan tapi pasti
mengurangi dan memarjinalkan ilmu-ilmu agama.67
Memang dalam awal berdirinya bangsa indonesia, sistem
pendidikan yang dipakai adalah dengan model pendidikan barat karena
kondisi sosial politik pada saat itu, dengan keadaan dijajah sehingga
westernisasi sangat kentara dengan didirikan lembaga pendidikan model
barat. Namun keseriusan founding father kita memasukkan agama dalam
lembaga pendidikan di indonesia demi mencapai generasi muda yang lebih
maju.
Dengan keseriusan ini, terkesan bahwa terdapat dikotomi dalam
pendidikan di indonesia. Namun dalam perkembangannya tidak demikian,
karena pemerintah mengambil keduanya sebagai sistem pendidikan yang
mempunyai karakter masing-masing serta bersifat simbiosis mutualisme.
Terbukti di lembaga pendidikan umum juga terdapat porsi untuk
pengajaran materi agama dan begitu pula sebaliknya.
Dengan demikian, politik pendidikan islam ini merupakan bentuk
transformasi dari sikap pemerintah terhadap pendidikan agama yang
tercermin dalam kementerian agama, karena dalam awal pembentukan
67
Diambil dari tesis: pesantren dan madrasah dalam sistem pendidikan nasional, yang ditulis
oleh wahyudi pada program pascasarjana pendidikan agama islam di sekolah tinggi agama
islam negeri kediri pada tahun 2011.
44
kementerian agama68
bertugas untuk mengelola pendidikan agama di
pesantren dan mengurus pendidikan agama di sekolah-sekolah umum.
Selain itu, khususnya pada kabinet wilopo, tugas departemen agama itu di
tambah, melaksanakan pendidikan keguruan untuk tenaga pengajar
pengetahuan umum di sekolah agama.69
Kebijakan pendidikan Islam merupakan bentuk dari buah pikir
pemerintah untuk memproses, mengarahkan serta mengontrol pendidikan
islam demi mencapai tujuan yang diharapkan yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Sejarah kebijakan pendidikan Islam dapat dilihat dari masa
kolonial, orde lama, orde baru dan reformasi. Sejak masa kolonial hingga
awal reformasi kebijakan pendidikan Islam dinilai diskriminatif dan tidak
berkeadila. Baru kemudian pada masa reformasi dengan disahkannya
undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003
kebijakan pendidikan Islam menemukan babak baru, sebab secara eksplisit
UU tersebut menyebutkan peran dan kedudukan pendidikan Islam (agama)
sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional.70
Di indonesia, masalah kesempatan pendidikan dari SD sampai
perguruan tinggi, mulai diperluas sejak dasawarsa 1970-an sampai akhir
dasawarsa 1980-an dan diperkirakan akan terus terjadi pada dasawarsa
68
Kementerian agama yang dulu ketika awal berdirinya dinamakan departemen agama di
dirikan pada tanggal 3 januari 1946. 69
Wahyudi, pesanteren dan madrasah dalam politik pendidikan di indonesia, makalah sejarah
pendidikan islam (kediri: - 2011), 43. 70
Hal senada sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Imam Machali M. Pd, dalam artikelnya
pada tangga 7 februari 2012, yang berjudul kebijakan pendidikan islam dari masa-kemasa.
45
1990-an. Murid SD yang pada tahun 1970 berjumlah sekitar 11,4 juta,
sepuluh tahun kemudian (1980) jumlah tersebut bertambah hampir dua
kali lipat,yaitu sebanyak 23,1 juta, dan pada tahun1988/1989 terus
bertambah 24,8 juta.71
Sejak tahun 1970, murid SMP bertambah sebesar hampir tujuh kali
lipat sampai dengan tahun 1988, yaitu sebanyak 532 ribu menjadi 3,6 juta.
Sementara itu dalam kurun waktu yang sama, jumlah murid SMA
bertambah hampir enam kali lipat. Jumlah mahasiswa perguruan tinggi
juga tumbuh dengan sangat tajam, yaitu dari sekitar 340 ribu orang pada
tahun 1978 menjadi sekitar tiga juta orang sepuluh tahun kemudian.
Pertumbuhan murid yang demikian besar banyak membawa akibat
terhadap munculnya berbagai masalah. Pada saat yang sama, sistem
pendidikan diberbagai bagian dunia, termasuk di indonesia, telah menjadi
suatu arena politik dan perselisihan sosial yang cukup tajam, dengan
demikian, tidaklah mengherankan jika pemerintah mengambil peranan
yang lebih besar, termasuk di dalamnya peranan sebagai sumber dana
untuk penelitian sosial di bidang pendidikan.72
1. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
Perkembangan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia dari
awal pertumbuhannya hingga sekarang dapat dikaji melalui empat
71
Ace Suryadi, Analisis Kebijakan Pendidikan suatu Pengantar (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994), 17. 72
Ibid., 18.
46
masa yaitu pertama, masa kolonial. kedua, masa orde lama. ketiga,
masa orde baru. dan keempat masa reformasi73
. Berikut akan di
uraikan perkembangan kebijakan pendidikan Islam dari masa-masa
tersebut.
a. Pendidikan Islam pada Masa Kolonial
Secara historis, keberadaan pendidikan Islam di Indonesia
dimulai sejak masuknya Islam ke Indonesia yaitu pada abad ke-7.74
Dengan masuknya Islam ke Indonesia secara otomatis praktek
pendidikan atau pengajaran Islam telah ada meski dalam bentuk
yang sangat sederhana. Secara institusional, pendidikan Islam
mulai berkembang pada awal abad ke-20 M dengan didirikannya
Madrasah dan pondok-pondok pesantren/ surau baik di pulau jawa,
Sumatra dan Kalimantan.
Semangat pendirian madrasah sebagai sentral pendidikan
Islam setidaknya didasarkan pada dua hal pertama, pendidikan
Islam tradisional kurang sistematis dan kurang memberikan
kemampuan pragmatis yang memadai. Kedua, laju perkembangan
sekolah-sekolah bercorak Belanda di masyarakat cenderung meluas
dan membawakan watak sekular sehingga harus diimbangi dengan
sistem pendidikan Islam yang lebih teratur dan terencana.
73
Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran tokoh-tokoh Islam
dalam Penyusunan UU No. 2/1989, (Jakarta: tt, 2004), 15. 74
Pada abad ke-7 proses islamisasi daerah – daerah pesisir mulai di galakkan meskipun hanya
melalui para pedagang muslim yang singgah untuk berdagang.
47
Dengan demikian didirikanlah sistem pendidikan Islam
berbentuk madrasah baik di Jawa maupun di Luar Jawa diantaranya
Pondok Pesantren Tebuireng Jombang (1899 M), didirikan oleh
K.H. Hasyim Asy'ari. Madrasah formalnya didirikan pada tahun
1919 M, dengan nama Salafiyah, dan diasuh oleh K.H. Ilyas
(mantan Menteri Agama RI); madrasah ini memberikan
pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Kemudian Pondok
Pesantren Tambak Beras, Pondok Pesantren Rejoso dan lain-lain.
Di Sulawesi Tengah didirikan Madrasah Al-Khairat sekitar tahun
1930, Madrasah Al-Ittihad di Lombok Barat dan Madrasah
Nahdatul Watan di Lombok Timur.
Di Kalimantan, Al-Najah wal Falah tahun 1918 di sungai
Bakan Besar Mempawah, Madrasah al-Sultaniyah di Sambas
(Kalimantan Barat) sekitar tahun 1922, Madrasah al-Raudotul
Islamiyah di Pontianak tahun 1936, dan sekitar tahun 1928 berdiri
Madrasah Normal Islam di Amuntai Kalimantan Selatan oleh H.
Abd. Rasyid, dan lainnya.
Kebijakan pemerintah Belanda75
terhadap Pendidikan Islam
pada saat itu pada dasarnya bersifat heterogen-diskriminatif.76
Hal
75
Kebijakan pemerintah belanda dalam pendidikan sebenarnya sudah dijelaskan oleh Taylor
dengan mengategorikan menjadi tiga yaitu kebijakan atas-bawah, subtantif dan simbolik. Yang
dimaksud dengan kebijakan atas-bawah yaitu pendidikan dikendalikan di pusat secara ketat
dan lebih merupakan model pendidikan yang disukai oleh belanda. Subtantif merupakan
kebijakan pendidikan yang menjadi pilihan pemerintah belanda dengan dibuktikan pada
penggunaan kata kolonialisme, diskriminatif, dualisme, western. Simbolik maksudnya
penggunaan simbol dari pendidikan islam yang berupa sekolah qur‟an, pesantren dll. 76
Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia,18.
48
ini disebabkan kehawatiran pemerintah Belanda akan bangkitnya
militansi kaum muslim terpelajar dari madrasah tersebut. Oleh
sebab itu Pendidikan Islam harus dikontrol, diawasi dan
dikendalikan. Salah satu kebijakan yang diberikan adalah
penerbitan Ordonansi Guru, yaitu kewajiban bagi guru-guru agama
untuk memiliki surat izin dari pemerintah Belanda. Akibat
pemberlakuan Ordonansi guru adalah tidak semua orang dapat
menjadi guru agama dan diperbolehkan mengajar di lembaga-
lembaga pendidikan meskipun dia ahli agama. Latar belakang
penerbitan Ordonansi ini adalah bersifat politis untuk menekan
sedemikian rupa sehingga pendidikan agama tidak menjadi pemicu
perlawanan rakyat terhadap penjajah77
.
Selain kebijakan ordonansi Guru, pemerintah Belanda juga
memberlakukan Ordonansi Sekolah Liar. Ordonansi ini mengatur
tentang kewajiban mendapatkan izin dari pemerintah Hindia
Belanda bagi penyelenggaraan pendidikan, melaporkan kurikulum
dan keadaan sekolah. Ketidak lengkapan laporan sering dijadikan
alasan untuk menutup kegiatan pendidikan di kalangan masyarakat
tertentu. Ordonansi Sekolah ini tentu manjadi faktor penghambat
perkembangan pendidikan Islam karena kurang tertibnya
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan Islam pada saat itu.
Tak pelak, kebijakan ini mendapatkan reaksi dari berbagai
77
Pengalaman penajajah yang direpotkan oleh perlawanan rakyat di Cilegon tahun 1888
merupakan pelajaran serius bagi pemerintah Belanda untuk memberlakukan Ordonansi Guru
tersebut.
49
kalangan termasuk dari penggerak pendidikan Islam. Reaksi
tersebut setidaknya berbentuk dua hal pertama passive-defensive
dan kedua active-progressive.
Passive-defensive adalah reaksi lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang berusaha menghindar jauh-jauh dari
pengaruh politik kolonial terhadap sistem pendidikan Islam yang
dipraktekkannya. Bentuk reaksi ini adalah pendirian pesantren-
pesantren yang terletak jauh dari pusat-pusat kota dan
pemerintahan. Sedangkan active-progressive adalah reaksi
penggerak pendidikan Islam yang berusaha “menyelamatkan”
pendidikan Islam agar mencapai kesetaraan dan kesejajaran dengan
lembaga-lembaga pendidikan lain, baik dalam segi kelembagaan
maupun kurukulumnya. Bentuk reaksi ini berupa tumbuh dan
berkembangnya sekolah-sekolah Islam atau madrasah.
Kebijakan diskriminatif berlanjut pada masa penjajahan
Jepang, walau lebih longgar dan memberikan sedikit kebebasan,
kebijakan pemerintah Jepang lebih berorientasi pada penguatan
pengaruh dan kekuasaan di Indonesia. Untuk mendapat simpati dan
dukungan umat Islam, Jepang menawarkan bantuan dana bagi
sekolah dan madrasah, selain itu untuk mengontrol garakan
pendidikan Islam pemerintahan Jepang juga banyak mengangkat
kalangan priyayi untuk menduduki jabatan-jabatan di Kantor
Urusan Agama.
50
Di antara tugas Kantor ini adalah mengorganisir pertemuan
dan pembinaan guru-guru agama. Dengan alasan pertemuan dan
pembinaan inilah pendidikan Islam (pesantren dan madrasah) tetap
dapat dipantau dan kontrol. Namun demikian pemberian sedikit
kolonggaran terhadap perkembanga pendidikan Islam ini menjadi
babak baru bagi perkembangan dan perluasan Pendidikan Islam
pada masa awal kemerdekaan.
b. Pendidikan Islam Pada Masa Presiden Soekarno
Pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional mengalami proses yang panjang, meskipun secara historis
pendidikan Islam telah dipraktekkan jauh sebelum Indonesia
Merdeka. Keberadaan pendidikan Islam pada awal kemerdekaan
semakin jelas, karena lembaga-lembaga tersebut telah diakui
bahkan dilindungi dan dikembangkan oleh pemerintah. Undang-
undang Dasar 1945, pasal 31 ayat 278
. Menekankan agar secara
langsung menyelenggarakan pendidikan Islam dan dijadikan
sebagai sub sistem pendidikan nasional.
Selain itu, berdasarkan rapat Badan Pekerja Kamite
Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 22 Desember 1945
diantaranya memutuskan bahwa dalam rangka memajukan
pendidikan dan pengajaran di negeri ini, pendidikan di langgar-
langgar dan madrasah-madrasah dianjurkan agar berjalan terus dan
78
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang
diataur dengan Undang-undang"
51
diperpesat. Pernyataan ini, kemudian diikuti dengan keluarnya
keputusan BPKNIP yang menyatakan agar madrasah-madrasah itu
mendapatkan perhatian dan bantuan dari pemerintah.
Dengan keadaan seperti ini jelas bahwa departemen agama
sangat berperan dalam perkembangan pendidikan islam di
Indonesia, inisiatif seperti ini sebenarnya sudah dimulai oleh
menteri agama pertama H.M Rosyidi79
untuk mengayomi
pendidikan islam. Transisi H.M. Rosyidi menjadi menteri agama
pertama sampai K.H. Abdul Wahid Hasyim menjadi menteri
agama. Terdapat beberapa nama yang menjadi menteri agama yaitu
K.H. Fathurrahman Kafrawi, K. Acmad Asyari, H. Anwaruddin,
K.H. Maskhur, T. M. Hasan.
Dengan karakter yang berbeda-beda ini mulai dari karakter
H.M. Rasyidi yang Sipilis80
hingga K.H. Abdul Wahid Hasyim
yang moderat sehingga berimplikasi pada perkembangan
kementerian agama pada masa itu. (pembahasan kebijakan
pendidikan islam pada masa K.H. Abdul Wahid Hasyim menjadi
menteri agam akan dibahas pada bab selanjutnya).
79
Pada tahun 1946, H. M. Rosyidi di angkat menjadi menteri agama pertama RI oleh perdana
menteri syahrir. Setahun kemudian H. M. Rasyidi diangkat menjadi sekretaris dan bendahara
delegasi diplomatic RI untuk Negara-negara timur tengah di bawah pimpinan haji agus salim.
Bermarkas di kairo, mesir. Delegasi ini berhasil meyakinkan Negara-negara timur tengah untuk
mengakui kemerdekaan Indonesia. Lihat 101 jejak tokoh islam Indonesia, karangan badiatur
rasyidin dkk. Hal. 275. 80
H. M. Rasyidi dikenal sebagai cendekiawan yang menantang paham sekulerisme, pluralism,
dan liberalism atau sekarang lebih disingkat dengan “Sipilis” terbukut dalam bukunya yang
mengkritik pemikiran harun nasution dan nurcholis majid.
52
Perkembangan pendidikan Islam pada masa ini erat-terkait
dengan peran Departemen Agama yang secara intensif
memperjuangkan politik pendidikan Islam. Orientasi Departemen
Agama dalam bidang pendidikan Islam berdasarkan aspirasi umat
Islam adalah agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah
di samping pengembangan madrasah itu sendiri. Kebijakan
pendidikan Islam semakin signifikan sejak Departemen Agama
mendapat tanggungjawab membina dan pengembangan pendidikan
agama di lembaga-lembaga pendidikan. hal yang menjadi pokok
persoalan pemikiran pendidikan Islam.
Menurut catatan sejarah, Menteri Pendidikan Pengajaran
dan Kebudayaan (PP&K) yang pertama Ki Hadjar Dewantara
menyatakan dengan tegas bahwa pendidikan agama perlu
dijalankan di sekolah-sekolah negeri. Kemudian dalam rapat
tertanggal 27 Desember 1945, Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (BP-KNIP) mengusulkan kepada kementrian
PP&K (dalam hal ini Ki Hadjar Dewantara sendiri) agar
mengusahakan pembaharuan pendidikan dan pengajaran di
Indonesia yang sesuai dengan rencana pokok usaha pendidikan dan
pengajaran, meliputi sepuluh persoalan; termasuk di dalamnya
masalah pengajaran agama, madrasah dan pondok pesantren. Akan
tetapi usulan BP-KNIP ini baru dapat terlaksana pada masa
kementrian (PP&K) dipegang oleh MR. Suwandi sekitar tanggal 2
53
Oktober 1946 sampai dengan 27 Juni 1947. Hal ini disebabkan
ketidak setabilan pemerintahan yang baru berdiri dan akibat gonta-
ganti kabinet.
Sebagai usaha pembaharuan tersebut pemerintah
membentuk panitia dan menerbitkan Surat Keputusan Menteri
PP&K, No. 104. Tertanggal 1 Maret 1946 yang di antara tugasnya
terkait dengan pendidikan agama (Islam) adalah: (a) Hendaknya
pelajaran agama diberikan pada semua sekolah dalam jam pelajaran
dan di Sekolah Rakyat (SR) diajarkan mulai kelas IV, (b) Guru
agama disediakan oleh Kementrian Agama dan dibayar oleh
Pemerintah, (c) Guru agama harus mempunyai pengetahuan umum,
(d) Pesantren dan madrasah harus dipertinggi mutunya, (e) Tidak
perlu bahasa Arab.
Kemudian pendidikan Islam menemukan eksistensinya
ketika TAP MPRS No. 2 tahun 1960 menetapkan bahwa:
"Pemberian pelajaran agama pada semua tingkat pendidikan, mulai
dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi Negeri", di
samping pengakuan bahwa "Pesantren dan Madrasah sebagai
lembaga pendidikan yang otonom di bawah pembinaan Depatemen
Agama".
c. Pendidikan Islam Pada Masa Presiden Soeharto
54
Pada masa ini, kebijakan sistem pendidikan nasional
didasarkan pada Tap MPRS No.27, pasal 1 tanggal 5 Juli 1966;
yang menetapkan bahwa "Agama, pendidikan dan kebudayaan
adalah unsur mutlak dalam Nation and Character Building", dan
sekaligus menetapkan bahwa "Pendidikan agama menjadi mata
pelajaran pokok dan wajib diikuti oleh setiap murid/mahasiswa
sesuai dengan agamanya masing-masing". Pada pasal 4 TAP
MPRS ini menyebutkan bahwa isi pendidikan untuk mencapai
dasar dan tujuan pendidikan adalah:
1) Mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat
keyakinan beragama.
2) Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan.
3) Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Kemudian, MPRS hasil Pemilu 1973 mengeluarkan
ketetapan No. 4/MPRS/1973 (juga dikenal dengan nama GBHN);
yang merumuskan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah
sebagai berikut:
"Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di
luar sekolah, berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya, agar
pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat dan sesuai dengan
kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan adalah
tanggungjawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah
Negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-
manusia pembangunan yang berpancasila dan diarahkan untuk
membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan
rohaninya; memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat
55
mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat
menyerukan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat
mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi
pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama
manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD
1945"
Untuk selanjutnya, rumusan-rumusan mengenai Pendidikan
Nasional termuat dan ditetapkan dalam GBHN melalui ketetapan
MPR, tahun 1978, 1988, dan 1993. Rumusan tersebut semakin
sempurna dengan lahirnya UU RI No. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dengan dilengkapi beberapa peraturan
Pemerintah dalam kerangka pelaksanaannya. Menurut UU No. 2
tahun 1989 Pendidikan Nasional bertujuan:
"Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan
dan kebangsaan".
Dengan berlakunya Undang-undang beserta peraturan-
peraturan pelaksanaannya, maka penyelenggaraan semua tingkat
pendidikan didasarkan pada UU tersebut termasuk pendidikan Islam.
Pengembangan madrasah yang dilakukan sejak diberlakukannya UU
No. 2 tahun 198981
telah menunjukkan banyak kemajuan. Beberapa
indikator yang menunjukkan keberhasilan pengembangan madrasah
81
Sejak belakunya UU No. 2 Tahun 1989 tersebut, pendidikan madrasah telah menjadi bagian
dari sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu, visi pendidikan madrasah tentunya sejalan
dengan visi pendidikan nasional.
56
dilihat dari segi fisik madrasah (terutama negeri) sudah banyak yang
cukup baik dan bagus. Bahkan ada beberapa madrasah yang
dijadikan model, dilengkapi dengan sarana pendidikan yang
mewadahi seperti pusab belajar, laboratorium, perpustakaan. Guru-
guru madrasah telah ditingkatkan kompetensi dan kemampuannya
melalui berbagai pendidikan dan pelatihan baik di dalam maupun di
luar negeri82
d. Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Pada awal reformasi, Sistem Pendidikan Nasional masih
diatur oleh UUSPN nomor 2 tahun 1989 yang menurut banyak
kalangan sudah tidak sesuai dengan Undang-undang No. 22 tahun
1999 tentang otonomi daerah, Pasal 11 yang menyatakan tentang
"Daerah berkewajiban menangani pendidikan". Atas dasar kritikan
itulah, disusun dan disahkan Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Proses pergantian UUSPN nomor 2 tahun 1989 ke UUSPN
nomor 20 tahun 2003 pada saat itu (awal tahun 2003) menuai pro
dan kontra. Catatan media menunjukkan bahwa sepanjang
perdebatan rancangan UUSPN nomor 20 tahun 2003 hingga
pengesahannya pada tanggal 8 juli 2003 terdapat sepuluh materi
yang diperdebatkan yaitu, pertama masalah desentralisasi dan
kerancauan tanggung jawab perumusan UU Sisdiknas. Kedua,
82
Hisbullah, Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap
penyelanggaraan Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 163.
57
ketidakjelasan tanggungjawab pemerintah daerah dan pusat, ketiga
tanggungan biaya pendiidkan antara pemerintah dan masyarakat,
keempat pendidikan formal dan non-formal, kelima sentralitas
agama, keenam UU Sisdiknas melahirkan watak inlander dan
orientasi inward looking. Ketujuh, pembebanan sumberdaya pada
masyarakat, kedelapan adanya dominasi guru, kesembilan asumsi
liberalisasi pendidikan, dan kesepuluh etatisme / campur tangan
pemerintah yang berlebih-lebihan.
Kesepuluh persoalan tersebut, yang menjadi perdebatan
hangat dan menuai pro-kontra adalah persoalan agama atau
pendidkan agama, pasal 3 dan 4, terutama pasal 12 ayat 1 (a) yang
berbunyi “setiap peserta didik pada setiap lembaga/ satuan
pendidikan berhak mendapatlan pedidikan agama sesuai dengan
agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik agama yang
seagama”. Karena itu, Majelis Nasional Pendidikan Katholik
(MNPK) dan Majelis Pendidikan Kristen (MPK) mengajukan
keberatan atas pasal tersebut dengan alasan bahwa pasal dan ayat
tersebut membelenggu gerakan kemandirian sekolah-sekolah swasta
yang realitanya sangat “plural”. Selain itu, mereka beranggapan
bahwa undang-undang tersebut terlalu menekankan pendidikan
agama di sekolah sekolah, sehingga keberadaan lembaga pendidikan
kejuruan, etika dan etos kerja dilupakan.
58
Pro-kontra ini mendapat respon dari berbagai pihak,
diantaranya adalah tulisan Ali Masykur menjelaskan bahwa Undang-
undang terbaru ini (UUSPN nomor 20 Tahun 2003) sudah cukup
akomodatif dan representative bila dibandingkan dengan UU No. 12
tahun 1989, sebab selama ini ada pandangan dan reaksi masyarakat
yang menyoroti dasar filsafat pendidikan, tujuan pendidikan yang
diangap tidak mencerdaskan, campur tangan pemerintah, aturan yang
tidak demokratis dan memihak agama tertentu.
Namun, UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, merupakan undang-undang yang mengatur
penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional sebagaimana
dikehendaki UUD 1945. Proses perjalanan yang melelahkan, sejak
indonesia merdeka sampai tahun 1989 dengan kelahiran UU No. 2
tahun 1989, dan kemudian disempurnakan menjadi UU No. 20 tahun
2003, merupakan puncak dari usaha meng-integrasikan pendidikan
islam kedalam sistem pendidikan nasional.83
Dengan demikian, berarti UU No. 20 tahun 2003
merupakan wadah formal terintegrasinya pendidikan islam dalam
sistem pendidikan nasional. Dengan adanya wadah tersebut,
pendidikan islam mendapatkan peluang serta kesempatan untuk terus
dikembangkan.84
83
Hisbullah, Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap
penyelanggaraan Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 157. 84
Ibid., 158.
59
Dalam perkembangan selanjutnya, peneliti menjelaskan
bahwa proses kebijakan dalam pendidikan tidak lepas dari kondisi
sosial politik pada saat itu dan kemudiah pemerintah juga berhak
untuk mengatur dan menentukan bagaimana keberlangsungan
pendidikan bisa dilaksanakan dengan maksimal. Untuk melakukan
itu semua maka peneliti menjelaskan pada bab selanjutnya dengan
mendiscribsikan prosesi kebijakan politik pendidikan islam pada
masa K.H. Abdul Wahid Hasyim sebagai menteri agama. Karena
pada saat itu memang beliau mempunyai peran yang besar untuk
memajukan bangsa indonesia.