bab ii tinjauan pustakarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6660/2/t1... · ·...
TRANSCRIPT
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya Penelitian ini merujuk pada penelitian yang dilakukan
oleh Mahwish Waheed, dkk dari International Islamic University
Pakistan tahun 2011. Dalam tulisan tersebut, dibahas mengenai
kajian umum dan pengembangan knowledge menjadi sebuah
knowledge management sytem, serta penerapannya dalam sebuah
organisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang sebelumnya
dilakukan oleh William R. King dari Katz Graduate School of
Bussiness, University of Pittsburgh tahun 2009. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh tim dari University of Pakistan,
sebuah knowledge management dapat dikembangkan lebih
dengan bantuan teknologi, disebut sebagai electronic learning,
tetapi tidak dijelaskan bagaimana proses pengembangan
berikutnya. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh William, yang lebih mengacu pada pengembangan sebuah
knowledge management melalui media diskusi dan evaluasi. Dari
kedua penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa pengetahuan
(knowledge) yang dimiliki sebuah organisasi, akan dapat lebih
dikembangkan dan dimaksimalkan fungsinya jika ditata, diolah,
diintegrasikan dengan bantuan teknologi agar dapat digunakan
lebih luas dan mudah dalam pencarian data yang ada, serta di
evaluasi mengenai kelebihan dan kekurangannya melalui media
8
9
diskusi dan berbagi pengalaman diantara pengguna. Kaitan antara
dua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah dari segi
pengelolaan knowledge dalam sebuah organisasi, penelitian ini
mengacu kepada peneitian yang dilakukan oleh Mahwish
Waheed, dkk. Sedangkan dari segi pengembangan knowledge
management, penelitian ini lebih mengacu kepada penelitian yang
dilakukan oleh William R. King. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penelitian ini adalah kombinasi dari kedua penelitian
tersebut, karena dalam penelitian ini tidak hanya dibahas
mengenai pengelolaan knowledge dalam sebuah organisasi, tetapi
juga membahas pengembangan knowledge tersebut melalui
diskusi, pembelajaran, experience sharing, dan evaluasi.
2.2 Tinjauan Teoritis Knowledge dan Knowledge
Management 1.2.1 Knowledge
Knowledge dalam hal ini tidak diterjemahkan dan sering
diartikan sebagai kepercayaan yang dibenarkan oleh
seorang individu itu sendiri. Menurut Thomas Davenport
dan Laurence pengertian knowledge itu sendiri bukan
hanya pengetahuan, yang kemudian didefinisikan sebagai
berikut: “Knowledge merupakan campuran dari
pengalaman, nilai, informasi, kontektual, pandangan
pakar, dan intuisi mendasar yang memberikan suatu
lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan
10
menyatukan pengalaman baru dengan informasi. Di
perusahaan maupun organisasi, knowledge sering terkait
tidak saja pda dokumen atau tempat penyimpanan barang
berharga, tetapi juga pada rutinitas, proses, praktek, dan
norma perusahaan” (Dave, 1998). Berdasarkan definisi
tersebut, knowledge menjadi sangat penting karena alasan
berikut:
1. Knowledge adalah aset sebuah institusi, yang
menentukan jenis tenaga kerja, informasi,
ketrampilan, dan struktur organisasi yang diperlukan.
2. Pengetahuan dan pengalaman sebuah perusahaan
merupakan sumber daya yang berkelanjutan
(sustainable resources) dari keuntungan daya saing
dibandingkan dengan produk andalan dan teknologi
tercanggih yang dimiliki.
3. Pengetahuan dan pengalaman mampu menciptakan,
mengkomunikasikan, dan mengaplikasikan
pengetahuan mengenai semua hal terkait untuk
mencapai tujuan.
Pengetahuan sendiri dapat dikategorikan menjadi dua
macam, yaitu:
1. Explicit Knowledge, yaitu pengetahuan yang tertulis,
terarsip, tersebar (cetak maupun elektronik) dan bisa
digunakan sebagai bahan pembelajaran / referensi
untuk orang lain.
11
2. Tacit Knowledge, yaitu pengetahuan yang berbentuk
know-how, pengalaman, skill, pemahaman, perasaan
pribadi, intuisi, bahasa tubuh, maupun petunjuk
praktis (rules of thumb).
Gambar 2.1. Komponen Pengetahuan
Menurut Dilip Bhatt (2000) bahwa knowledge
management memiliki komponen yang saling terkait satu
sama lain, adapun komponennya :
1. People
2. Technology
3. Process
Yang mana ketiganya dapat menghasilkan suatu
pembelajaran bagi organisasi. Dari gambar dapat
diketahui bahwa komponen sumber daya manusia menjadi
12
faktor penting penerapan knowledge management untuk
menghasilkan budaya belajar dalam suatu organisasi.
Mengapa demikian? Karena hampir sebagian besar
pengetahuan yang dimiliki seseorang jauh lebih
berpotensi daripada teknologi yang disediakan oleh
organisasi.
1.2.2 Knowledge Management
Nonaka dan Takeuchi mengemukakan alasan mengapa
perusahaan Jepang sukses, karena keterampilan dan
pengalaman mereka terdapat pada penciptaan
organizational knowledge. Penciptaan knowledge dicapai
melalui pengenalan hubungan sinergis antara tacit
knowledge dan explicit knowledge (Nonaka, 1995). Dalam
proses pembentukan sebuah pengetahuan juga melalui
proses yang dikenal sebagai proses SECI, yang terdiri dari
Socialization (Sosialisasi), Externalization
(Eksternalisasi), Combination (Kombinasi), dan
Internalization (Internalisasi). Skema SECI dapat
digambarkan sebagai berikut:
13
Gambar 2.2. Spiralisasi Pengetahuan
1. Proses eksternalisasi (externalization) adalah proses
mengubah tacit knowledge yang dimiliki oleh seorang
individu, untuk menjadi explicit knowledge. Hal ini
dapat dilakukandengan menuliskan pengalaman yang
kita dapatkan dalam bentuk tulisan, maupun artikel.
2. Proses kombinasi (combination) adalah proses
memanfaatkan explicit knowledge yang ada untuk
diimplementasikan menjadi explicit knowledge lain.
Proses ini sangat berguna untuk meningkatkan skill
dan produktifitas diri sendiri. Dari proses ini, seorang
individu bisa menghubungkan dan mengkombinasikan
explicit knowledge yang ada menjadi explicit
knowledge baru yang lebih bermanfaat.
14
3. Proses internalisasi (internalization), adalah proses
mengubah explicit knowledge sebagai inspirasi
datangnya tacit knowledge. Dari keempat proses yang
ada, mungkin proses inilah yang paling sering
dilakukan. Proses ini juga disebut sebagai learning by
doing, yaitu proses menemukan hal baru yang
didapat dari mengembangkan apa yang sudah dibaca
/ diketahui.
4. Proses sosialisasi (socialization), adalah proses
mengubah tacit knowledge ke tacit knowledge lain.
Ini adalah hal yang juga terkadang sering dilupakan.
Kita tidak memanfaatkan keberadaan kita pada suatu
pekerjaan untuk belajar dari orang lain, yang
mungkin lebih berpengalaman. Proses ini membuat
pengetahuan kita terasah dan juga penting untuk
peningkatan diri sendiri. Yang tentu saja ini nanti
akan berputar pada proses pertama yaitu
eksternalisasi. Semakin sukses kita menjalani proses
perolehan tacit knowledge baru, semakin banyak
explicit knowledge yang berhasil kita produksi pada
proses eksternalisasi.
Sebuah organisasi perlu mengelola pengetahuan
anggotanya agar dapat digunakan untuk penggunaan
kembali pengetahuan yang sudah ada, sehingga tidak
15
perlu mengulang proses kegagalan yang sudah pernah
terjadi. Selain itu, pengelolaan pengetahuan juga
diperlukan untuk mempercepat proses penciptaan
pengetahuan baru dari pengetahuan yang sudah ada.
2.3 Tinjauan Organisasi 2.3.1 JCLEC
Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation adalah
sebuah lembaga penegakan hukum yang didirikan pada
tahun 2004 atas hasil dari kerjasama pemerintah negara
Indonesia dan Australia. Lembaga ini dikelola oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Australian
Federal Police (Kepolisian Federal Australia). Lembaga
ini adalah pusat pelatihan bagi para anggota penegak
hukum di negara-negara berkembang. Lembaga pelatihan
ini didirikan sebagai satu-satunya pusat pelatihan di
kawasan Asia Tenggara untuk pemberantasan kejahatan
lintas negara yang difokuskan pada pemberantasan
terorisme dan mengkoordinasikan serta memfasilitasi
sejumlah program pelatihan, termasuk seminar dan
lokakarya. Didirikannya institusi pendidikan dan pelatihan
ini oleh Indonesia dan Australia akan membantu
pemerintah mengatasi masalah keamanan di wilayah Asia
Tenggara, dan beberapa negara di kawasan Asia Selatan,
diantaranya Pakistan, Sri Lanka, Nepal, dan Bhutan dan
16
Asia Timur, diantaranya China, Hong Kong, Korea
Selatan, Jepang, dan Taiwan. Pusat pelatihan ini juga akan
menyediakan bantuan operasional bagi pemerintah
kawasan regional yang berkaitan dengan terorisme dan
kejahatan lintas negara lainnya, seperti penyelundupan
dan perdagangan manusia dan berbagai kasus kejahatan
keuangan. Lembaga ini merupakan salah satu bentuk
kepedulian pemerintah dari kedua negara pendiri, atas
kejadian Bom Bali 1 pada tahun 2002, yang korbannya
mayoritas berasal dari negara Australia. Megawati
Soekarno Putri yang saat itu menjabat sebagai Presiden
republik Indonesia kemudian mengadakan rapat dengan
kepala negara Australia, untuk membentuk sebuah pusat
pelatihan bagi aparat penegak hukum, khususnya dalam
bidang pemberantasan terorisme dan kejahatan lintas
negara (penyelundupan manusia, perdagangan orang, dan
kejahatan keuangan). Sejak awal didirikan sampai dengan
tahun 2012, JCLEC telah mengadakan berbagai pelatihan
yang didanai dari berbagai negara besar dari wilayah
Eropa, dengan peserta dari berbagai negara di benua Asia,
Eropa, Afrika, Amerika, dan Australia. Juga
menyelenggarakan lokakarya bagi pasukan penegak
perdamaian PBB (UN Peacekeeping). Pelatihan yang
diselenggarakan oleh JCLEC dibagi ke dalam 5 bidang
utama, yaitu Penyidikan, Intelijen, Forensik, Penyidikan
17
Finansial, dan Komunikasi. Dalam penelitian ini,
pembahasan akan dikhusukan kepada analisis manajemen
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam pelatihan
penyidikan keuangan yang dilaksanakan di JCLEC pada
semester pertama tahun 2012. Alasan penulis memilih
pelatihan pada semester pertama tahun 2012 adalah
karena pada tahun 2012, di JCLEC diberlakukan sistem
evaluasi baru untuk setiap pelatihan yang diadakan.
2.3.2 Pelatihan Penyidikan Keuangan
Pelatihan penyidikan keuangan merupakan salah satu
pelatihan rutin yang didanai oleh pemerintah Australia
yang bekerjasama dengan Kepolisian Federal Australia
dan AUSTRAC (Australian Transaction Reports and
Analysis Centre), unit spesialis keungan intelijen dan
pengatur keuangan anti terorisme dan anti pencucian uang
Australia. Pelatihan yang dilaksanakan selama 2 minggu
ini sudah diadakan sejak tahun 2007 dan dilaksanakan
sebanyak 5 – 6 kali setiap tahunnya. Peserta pada
pelatihan ini adalah anggota POLRI yang bertugas di
bidang investigasi kejahatan keuangan, KPK, Bea Cukai,
Kementrian Keuangan, dan 2 staff Akademi Kepolisian.
Dalam pelatihan ini, peserta akan dilatih oleh anggota
Kepolisian Federal Australia (AFP) dan AUSTRAC
mengenai teknik penyidikan kejahatan keuangan yang
18
dilakukan baik secara online maupun offline.
Sejak tahun pertama diadakannya pelatihan ini sampai
dengan akhir tahun 2011, evaluasi yang dilakukan untuk
pelatihan ini adalah dengan menggunakan metode
evaluasi yang diberikan kepada peserta di akhir pelatihan.
Pada metode evaluasi ini, peserta akan memberikan
penilaian secara umum mengenai pelatihan yang diikuti.
Baik dari segi pemberi materi, fasilitas yang didapat,
maupun relevansi antara materi yang didapat dengan
kasus yang dihadapi di lapangan. Hasil dari evaluasi
kemudian diberikan kepada pelatih untuk dapat dikaji
ulang, dan dijadikan tolak ukur untuk pelatihan
berikutnya.
Pada akhir tahun 2011, metode evaluasi ini dikaji ulang,
yang kemudian disepakati untuk diubah ke dalam metode
lain yang dijalankan mulai tahun 2012. Metode evaluasi
yang baru ini terdiri atas 4 level evaluasi yaitu:
a. Session Evaluation
Pada tahapan ini, peserta diminta untuk mengisi form
evaluasi yang diberikan pada akhir setiap sesi/materi.
Evaluasi yang diberikan meliputi kemampuan
trainer/guest presenter dalam menyampaikan materi,
alokasi waktu yang diberikan, dan seberapa baik
penguasaan materi pembicara menurut peserta.
19
b. Pre and Post Test
Dalam tahap ini, peserta diminta untuk mengukur dan
membandingkan pengetahuan mereka sebelum
mengikuti pelatihan, dan sesudah pelatihan selesai.
Proses ini dilakukan pada hari terakhir pelatihan.
c. Resume of Session Evaluation & Pre and Post Test
Hasil dari kedua proses yang sudah diaksanakan
kemudian dirangkum ke dalam sebuah tabel yang
merepresentasikan hasil dari evaluasi pelatihan, agar
dapat dijadikan tolak ukur oleh trainer maupun guest
presenter dalam kemampuannya untuk membawakan
sebuah materi. Hasil ini juga dapat dijadikan tolak
ukur kesuksesan sebuah pelatihan.
d. Survey Monkey
Tahapan ini dilakukan 4 – 6 bulan setelah pelatihan
selesai. Dalam tahapan ini akan diketahui, apakah
materi yang diberikan selama pelatihan dapat
diimplementasikan ke dalam penanganan kasus yang
dihadapi oleh penegak hukum saat di lapangan. Proses
ini dilakukan dengan mengirim survey link kepada
semua peserta melalui e-mail. Link yang dikirimkan
kepada peserta adalah link sebuah website survey yang
didalamnya berisi berbagai pertanyaan yang berkaitan
dengan pengimplementasian pengetahuan yang
didapat dengan penanganan kasus yang sudah,
20
maupun yang sedang dihadapi. Dalam tahapan ini
peserta juga diminta untuk memberikan umpan balik
kepada JCLEC.