bab ii tinjauan teoritis 2.1. filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/t1_362006024_bab...

13
1 BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Film Film disebut juga gambar hidup (motion pictures), yaitu serangkaian gambar diam (still pictures) yang meluncur secara cepat dan diproyeksikan sehingga menimbulkan kesan hidup dan bergerak. Film merupakan media yang menyajikan pesan audio, visual dan gerak. Oleh karenanya, film memberikan kesan yang impresif bagi penontonnya. Film di kategorikan dalam beberapa jenis, diantaranya adalah film dokumenter, film cerita pendek, film cerita panjang, film perusahaan (company profile), iklan televisi, program televisi, video klip, dan film pembelajaran. James Monaco (1984:233) mengungkapkan beberapa definisi film. Menurut Monaco, ahli-ahli teori Perancis senang sekali membedakan pengertian film dengan sinema. Film atau “filmis” merupakan aspek seni yang berkenaan dengan hubungannya dengan dunia sekitarnya, sementara sinema “sinematis” lebih mempersoalkan estetika dan unsure internal dari seni film. Dalam bahasa Inggris, terdapat kata ketiga dari “film” dan “sinema” yaitu “movies” yang berasal dari kata move yang berarti bergerak, sehingga movies bisa diartikan sebagai gambar yang bergerak atau hidup. Namun pada perkembangan selanjutnya istilah film merupakan paling umum digunakan. Pada tahun 1915 seorang sutradara dari Amerika, David Wark Griffith telah membuat film berjudul The Birh of a Nation kemudian disusul dengan Intolerance: Love’s Struggle Through The Ages (sebuah film dengan empat cerita bersambung) pada tahun 1916. Dengan ditampilkannya The Birh of a Nation, gedung-gedung bioskop kecil mulai bermunculan di berbagai tempat di Amerika, dan film tampil secara de facto sebagai bentuk suatu seni.

Upload: ngoduong

Post on 08-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

1

BAB II

Tinjauan Teoritis

2.1. Film

Film disebut juga gambar hidup (motion pictures), yaitu

serangkaian gambar diam (still pictures) yang meluncur secara cepat dan

diproyeksikan sehingga menimbulkan kesan hidup dan bergerak.

Film merupakan media yang menyajikan pesan audio, visual dan

gerak. Oleh karenanya, film memberikan kesan yang impresif bagi

penontonnya. Film di kategorikan dalam beberapa jenis, diantaranya

adalah film dokumenter, film cerita pendek, film cerita panjang, film

perusahaan (company profile), iklan televisi, program televisi, video klip,

dan film pembelajaran.

James Monaco (1984:233) mengungkapkan beberapa definisi film.

Menurut Monaco, ahli-ahli teori Perancis senang sekali membedakan

pengertian film dengan sinema. Film atau “filmis” merupakan aspek seni

yang berkenaan dengan hubungannya dengan dunia sekitarnya, sementara

sinema “sinematis” lebih mempersoalkan estetika dan unsure internal dari

seni film.

Dalam bahasa Inggris, terdapat kata ketiga dari “film” dan

“sinema” yaitu “movies” yang berasal dari kata move yang berarti

bergerak, sehingga movies bisa diartikan sebagai gambar yang bergerak

atau hidup. Namun pada perkembangan selanjutnya istilah film

merupakan paling umum digunakan.

Pada tahun 1915 seorang sutradara dari Amerika, David Wark

Griffith telah membuat film berjudul The Birh of a Nation kemudian

disusul dengan Intolerance: Love’s Struggle Through The Ages (sebuah

film dengan empat cerita bersambung) pada tahun 1916. Dengan

ditampilkannya The Birh of a Nation, gedung-gedung bioskop kecil mulai

bermunculan di berbagai tempat di Amerika, dan film tampil secara de

facto sebagai bentuk suatu seni.

Page 2: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

2

Teknik perfilman hasil pemikiran Griffith kemudian

dikembangkan lagi oleh dua orang ahli bangsa Rusian yaitu Vsevolod

Pudovskon dan Sergei Einsestein. Sebuah sequence film karya Einsestein

yang berjudul The Battleship Potemkin (1925) yang berlangsung selama

enam menit diakui sebagai sequence yang paling berpengaruh dalam

sejarah film (Effendy, 2003:203).

Industri film ialah industri yang tidak ada habisnya. Sebagai media

massa, film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau

bahkan membentuk realitas. Cerita yang ditayangkan lewat film dapat

berbentuk fiksi atau non fiksi. Lewat film, informasi dapat dikonsumsi

dengan lebih mendalam karena film adalah media audio visual. Media ini

banyak digemari banyak orang karena dapat dijadikan sebagai hiburan dan

penyalur hobi.

Kekuatan dan kemampuan film menjangkau berbagai segmen

sosial, menjadikan film sebagai konsumsi massa yang menjanjikan

keuntungan sebesar-besarnya bagi produsen dan pembuat film. Para

produsen lebih senang membuat film yang sesuai dengan selera

konsumen. Hasilnya hanya sedikit sekali diantara banyak film yang

dibuat, yang memberikan kesan lebih dari yang lain.

Sebagai suatu komoditi ekonomi, film dianggap sebagai sesuatu

yang menyajikan jasa yang pada dasarnya bersifat psikologis. Penonton

rela membayar agar kebutuhan psikologisnya terpenuhi. Hal ini disadari

oleh para produsen film, yang paling penting bagi mereka adalah nilai

hakiki komoditi yang mereka hasilkan dan cenderung mengesampingkan

kualitas dari film itu sendiri.

Film merupakan media audio visual sehingga rangkaian gambar

dan suara dalam film mampu dengan mudah ditangkap oleh setiap orang.

Apalagi film layaknya media massa, dipaksa untuk merefleksikan

masyarakat agar mampu menarik perhatian khalayak luas. Sehingga

sebuah film seringkali menampilkan gambaran yang realistik yang sangat

dekat gambaran kehidupan khalayaknya.

Page 3: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

3

Film merupakan salah satu alat komunikasi massa. Tidak dapat

kita pungkiri antara film dan masyarakat memiliki scjarah yang panjang

dalam kajian para ahli komunikasi. Film sebagai alat komunikasi massa

yang kedua muncul di dunia. mempunyai masa pertumbuhannya pada

akhir abad ke - 19.

Peranan film sebagai media komunikasi massa sudah muncul sejak

berdirinya Indonesia. Namun pasca Dekrit Presiden Juli 1959, komunikasi

massa mengalami massa peralihan. Peralihan yaitu antara komunikasi

massa liberalis yang ingin ditinggalkan, menuju pada komunikasi massa

sosialis yang merupakan harapan selanjutnya. Keberadaan komunikasi

massa, termasuk film, pada akhirnya terombang – ambing. Akan tetapi,

keberadaan film sebagai komunikasi massa pun dipertegas dalam

Ketetapan MPRS/ No. II/ MPRS/ 1960, yang dituliskan bahwa film

bukanlah semata – mata barang dagangan, tapi juga merupakan alat

pendidikan dan penerangan (dalam Lee, 1965: 149).

Teknologi film memiliki karakter yang spesial karena bersifat

audio dan visual. Karakter ini menjadikan film sebagai cool media yang

artinya film merupakan media yang dalam penggunaannya menggunakan

lebih dari satu indera. Film pun menjadi media yang sangat unik karena

dengan karakter yang audio-visual film mampu memberikan pengalaman

dan perasaan yang spesial kepada para penonton atau khalayak.

Dalam hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami

secara linier. Artinya film selalu mempengaruhi dan membentuk

masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya, tanpa pernah

berlaku sebaliknya.

Namun, kritik atas perspektf ini dikemukakan oleh Garth Joweth

dalam Irawanto (1999:13) yang mengatakan bahwa film sebagai refleksi

masyarakat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang

dalam masyarakat, yang kemudian merefeksikannya dalam film.

Menurut Graeme dalam Irawanto (1999:14) menyebut perspektif

yang dominan dalam seluruh studi tentang hubungan film dan masyarakat

Page 4: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

4

sebagai pandangan yang refleksionis. Yaitu film dilihat sebagai cermin

yang memantulkan kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai dominan

dalam kebudayaannya.

Semakin pesatnya dunia perfilman, membuat masyarakat semakin

selektif terhadap berbagai jenis film yang akan mereka konsumsi. Menurut

Prof. Onong Uchjana Effendy (2003:210) terdapat jenis film menurut

sifatnya:

1. Film cerita (story film)

Film cerita adalah jenis film yang menyajikan kepada publik

sebuah cerita. Film jenis ini lazim dipertontonkan di bioskop dengan

pemain para bintang film terkenal. Film cerita disitribusikan layaknya

barang dagangan, untuk semua kalangan masyarakat, dimanapun ia

berada.

2. Film berita (newsreel)

Film berita adalah film mengenai peristiwa yang benar-benar

terjadi. karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada public

harus mengandung niali berita.

3. Film dokumenter (documentary film)

Film dokumenter dilihat dari segi subjek dan pendekatannya

adalah penyajian hubungan manusia yang didramatisir dengan kehidupan

kelembagaannya, baik lembaga industri, sosial maupun politik, dan jika

dilihat dari segi teknik merupakan bentuk yang kurang penting dibanding

isinya.

4. Film kartun (cartoon film)

Titik berat pembuatan film kartun adalah seni lukis. Satu perstau

gambar dilukis dengan seksama umtuk kemudian dipotret satu per satu

pula. Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak 16 buah, setiap detiknya

diputar dalam proyektor film, sehingga lukisan tersebut menjadi hidup.

Page 5: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

5

2.1. Analisis Wacana Kritis

Wacana adalah kesatuan makna (sistematis) antarbagian didalam

suatu bangun bahasa (Yuwono, 2005 : 25). Menurut Eriyanto (2001),

analisis wacana merupakan studi mengenai bahasa/pemakaian bahasa.

Analisis wacana ini memiliki tiga pandangan di dalamnya, yaitu

positivism-empiris, konstruktivisme, dan pandangan kritis (Moh. A.S

Hikam dalam Eriyanto, 2001 : 4). Eriyanto (2001) mengatakan bahwa

pada pandangan pertama, positivism-empiris, bahasa dilihat sebagai suatu

jembatan antara manusia dengan objek yang ada di luar dirinya, sehingga

terlihat adanya pemisah antara pikiran dan realitas. Yang menjadi focus

pada aliran ini adalah benar/tidaknya tata kalimat, bahasa, dan pengertian

bersama menurut sintaksis dan sistematis. Sementara itu, pandangan

kedua, konstruktivisme, beranggapan subjek dalam wacana sebagai

sesuatu yang penting dalam sebuah wacana serta hubungan sosialnya.

Dalam pandangan ini, wacana dimaksudkan untuk membongkar maksud

dan makna tertentu dari subjek di dalam wacana tersebut. Terakhir,

Eriyanto (2001) menambahkan pandangan ketiga, pandangan kritis,

menekankan konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan

reproduksi makna yang terjadi secara historis dan instutisional. Moh. A.S

Hikam dalam Eriyanto (2001) menambahkan analisis wacana kritis ini

dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa

dengan melihat batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana,

perspektif yang dipakai, dan topik yang dibicarakan. Selain itu, juga

dilihat bagaimana bahasa terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama

dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang

terdapat dalam masyarakat. Pandangan kritis ini juga disebut sebagai

Critical Discourse Analysis atau Analisis Wacana Kritis (Eriyanto, 2001).

Analisis wacana kritis ini dikembangkan oleh Norman Fairclough,

seorang sosiolinguis Inggris, pada tahun 1980an. Analisis wacana kritis

adalah sebuah teori atau pendekatan yang digunakan untuk menganalisis

sebuah teks dalam konteks sosio-kultural (Fairclough, 1995 : 7). Menurut

Page 6: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

6

Fairclough (1995), di dalam sebuah wacana terdapat praktik sosial yang

mengubah pengetahuan, identitas, dan relasi sosial (relasi kuasa) yang

sudah ada. Selain itu, wacana juga terbentuk dan dipengaruhi oleh struktur

dan praktik sosial lainnya. Di dalam analisis wacana kritis, wacana bukan

hanya dilihat sebagai studi bahasa saja, tetapi juga berhubungan dan

berkaitan dengan konteks. Wacana memiliki hubungan dialektis dengan

dimensi sosial (Philips dan Jorgensen, 2002 : 65). Analisis wacana kritis

ini memiliki tiga dimensi di dalamnya, yaitu teks, praktik wacana, dan

praktik sosio-kultural.

Pendekatan analisis wacana kritis yang dikemukakan oleh

Fairclough (1995) ini menggabungkan tiga tradisi, yaitu:

1. Analisis tekstual terperinci, di dalamnya termasuk analisis

Grammar Fungsional M.A.K. Halliday.

2. Analisis makro-sosiologis praktik sosial, di dalamnya termasuk

hubungan antara wacana dengan ideologi hegemoni Gramsci.

3. Analisis mikro-sosiologis, di dalamnya termasuk tradisi

interpretatif ilmu sosiologi yang berusaha menjelaskan bahwa

wacana merupakan prakrtik representasi dari tingkah laku manusia

yang berdasarkan norma-norma dan prosedur secara umum yang

dianggap “masuk akal”.

Lebih lanjut disebutkan juga bahwa dalam kenyataanya wacana

yang berupa tuturan maupun tulisan merupakan bentuk praktik sosial,

yang di dalamnya terdapat hubungan dialekstis antara unsur pengetahuan,

representasi dunia, dan interaksi social (Fairclough, 1995 : 6). Halliday

(1978 dalam Fairclough, 1995 : 131) berpendapat bahwa suatu teks dilihat

sebagai suatu wacana multifungsional yang memiliki tiga fungsi utama di

dalamnya, yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi

tekstual.

Page 7: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

7

2.1.2. Kerangka Analisis Wacana Dalam Dimensi Teks

Menurut Teun A. Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup

hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil

dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Oleh karena itu,

penelitian mengenai wacana tidak bisa mengeksklusi seakan-akan teks

adalah bidang yang kosong, sebaliknya ia adalah bagian kecil dari struktur

besar masyarakat. Pendekatan yang dikenal sebagai kognisi sosial ini

membantu memetakan bagaimana produksi teks yang melibatkan proses

yang kompleks tersebut dapat dipelajari dan dijelaskan (Eriyanto, 2001 :

221-222).

Van Dijk (dalam Eriyanto, 2001 : 225-226) melihat suatu teks

terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling

mendukung. Ia membaginya kedalam tiga tingkatan:

1. Struktur makro, yaitu makna global atau umum dari suatu teks

yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat oleh suatu

teks.

2. Superstruktur, yaitu kerangka suatu teks, maksudnya truktur dan

elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh.

3. Struktur mikro, yaitu makna wacana yang dapat diamati dari

bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi,

paraphrase dan gambar.

Peneliti menjelaskan pada ketiga dimensi tersebut di atas, adapun

struktur wacananya adalah sebagai berikut. Di bawah ini adalah dimensi

teks sosial menurut model Teun A. Van Dijk (dalam Eriyanto, 2001 : 228)

Struktur Wacana Hal yang diamati Elemen

Struktur makro Tematik Topik

Superstruktur Skematik Skema

Struktur mikro Semantik Latar, detail, maksud,

Page 8: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

8

Struktur mikro Sintaksis Koherensi

Struktur mikro Stilistik Leksikon

Struktur mikro Retoris Grafis

1. Tematik

Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks.

Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari

suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh

wartawan dalam pemberitaannya. Topik menunjukkan konsep dominan,

sentral, dan paling penting dari isi suatu berita. Oleh karena itu, ia sering

disebut sebagai tema atau topik. ( Eriyanto, 2001: 229). Topik

menggambarkan tema umum dari suatu teks berita, topik ini akan

didukung oleh subtopik satu dan subtopik lain yang saling mendukung

terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian

fakta yang ditampilkan yang menunjuk dan menggambarkan subtopik,

sehingga dengan subbagian yang saling mendukung antara satu bagian

dengan bagian yang lain, teks secara keseluruhan membentuk teks yang

koheren dan utuh. ( Eriyanto, 2001: 230 )

2. Skematik

Bentuk wacana umum itu disusun dengan sejumlah kategori atau

pembagian umum seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan

masalah, penutup, dan sebagainya. Struktur skematik memberikan

tekanan: bagian mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa

dikemudiankan sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi

penting.� Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan

bagian penting di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol. ( Sobur,

2007 : 76 ). Dalam konteks penyajian berita, meskipun mempunyai bentuk

dan skema yang beragam, berita umumnya secara hipotetik mempunyai

dua kategori skema besar. Pertama, summary yang umumnya ditandai

Page 9: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

9

dengan dua elemen yakni judul dan lead (teras berita). Elemen skema ini

merupakan elemen yang dipandang paling penting. Kedua, story yakni isi

berita secara keseluruhan. ( Sobur, 2007: 76 ). Judul dan lead umumnya

menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan dalam

pemberitaannya. Lead ini umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang

ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap. Story

yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini secara hipotetik juga

mempunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi yakni proses

atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang ditampilkan

dalam teks. (Eriyanto, 2001: 232).

3. Semantik

Analisis wacana banyak memusatkan perhatian pada dimensi teks

seperti makna yang eksplisit maupun implisit, makna yang sengaja

disembunyikan dan bagaimana orang menulis atau berbicara mengenai hal

itu. Dengan kata lain, semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana

yang penting dari struktur wacana tetapi juga menggiring ke arah sisi

tertentu dari suatu peristiwa. (Sobur, 2007: 78).

4. Sintaksis

Strategi untuk menampilkan diri sendiri secara positif dan lawan

secara negative, itu juga dilakukan dengan manipulasi politik

menggunakan sintaksis (kalimat) seperti pada pemakaian kata ganti,

aturan tata kata, pemakaian kategori sintaksis yang spesifik, pemakaian

kalimat aktif atau pasif, peletakan anak kalimat, pemakaian kalimat yang

kompleks dan sebagainya. (Sobur, 2007: 80).

Salah satu strategi pada level semantik ini adalah dengan

pemakaian koherensi. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata,

atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta

yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga

fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan

ketika seseorang menghubungkannya. ( Eriyanto, 2001: 242).

Page 10: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

10

5. Stilistik

Pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan

seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan

menggunakan bahasa sebagai sarana. Dengan demikian style dapat

diterjemahkan sebagai gaya bahasa. (Sobur, 2007: 82)

Pada dasaranya elemen leksikon ini menandakan bagaimana

seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata

yang tersedia. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang

merujuk pada fakta. Kata “meninggal”, misalnya, mempunyai kata lain:

mati, tewas, gugur, meninggal, terbunuh, menghembuskan nafas terakhir,

dan sebagainya. Di antara beberapa kata itu seseorang dapat memilih di

antara pilihan yang tersedia. Dengan demikian pilihan kata yang dipakai

tidak semata hanya karena kebetulan, tetapi juga secara ideologis

menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta/ realitas. (

Eriyanto, 2001: 255).

6. Retoris

Strategi dalam level retoris di sini adalah gaya yang diungkapkan

ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya, dengan pemakaian

kata yang berlebihan (hiperbolik), atau bertele-tele, retoris mempunyai

fungsi persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin

disampaikan kepada khalayak. Pemakaiannya, di antaranya dengan

menggunakan gaya repetisi (pengulangan), aliterasi (pemakaian kata-kata

yang permulaannya sama bunyinya seperti sajak), sebagai suatu strategi

untuk menarik perhatian, atau untuk menekankan sisi tertentu agar

diperhatikan oleh khalayak. Bentuk gaya retoris lain adalah ejekan (ironi)

dan metonomi. Tujuannya adalah melebihkan sesuatu yang positif

mengenai diri sendiri dan melebihkan keburukan pihak lawan. (Sobur,

2007: 83-84).

Page 11: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

11

2.1.3. Analisis Wacana Dalam Dimensi Kognisi Sosial

Sedangkan analisis wacana dari dimenssi kognisi sosial adalah titik

kunci dalam memahami sebuah produksi teks atau cerita, maksudnya

adalah selain meneliti teks, penulis juga meneliti proses terbentuknya teks.

Proses terbentuknya suatu teks ini tidak hanya bermakna bagaimana suatu

teks itu dibentuk, tetapi juga proses ini memasukkan informasi yang

digunakan untuk menulis dari suatu bentuk wacana tertentu (Eriyanto,

2001 : 266). Oleh karena itu, untuk mengetahui suatu peristiwa yang

disampaikan oleh komunikator, dibutuhkan analisis kognisi sosial untuk

menemukan struktur mental komunikator ketika memahami suatu

peristiwa yang dibuatnya. Menurut Van Dijk, (dalam Eriyanto, 2001 :

267) analisis kognisi sosial memusatkan perhatian pada struktur mental,

proses pemaknaan, dan mental komunikator dalam memahami sebuah

fenomena dari proses produksi sebuah teks (berita, cerita dan sebagainya).

2.1.4. Konteks Sosial

Dimensi ketiga dari analisis wacana yang dikemukakan Van Dijk

adalah analisis konteks sosial. Menurut Van Dijk, wacana yang terdapat

dalam sebuah teks adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam

masyarakat, sehingga untuk meneliti suatu teks perlu dilakukan analisis

intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal

diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Titik penting dari analisis

ini adalah untuk menunjukan bagaimana makna yang dihayati bersama,

kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi.

Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin

yang penting, yaitu kekuasaan dan akses (Eriyanto, 2001 : 271).

Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan yang

dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk

mengontrol kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Kekuasaan ini

umumnya didasarkan pada kepemilikan sumber-sumber yang bernilai,

seperti uang, status, dan pengetahuan. Selain berupa kontrol yang bersifat

Page 12: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

12

langsung dan fisik, kekuasaan itu dipahami oleh Van Dijk, juga berbentuk

persuasif: tindakan seorang untuk secara tidak langsung mengontrol

dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap,

dan pengetahuan. Analisis wacana memberikan perhatian besar pada apa

yang disebut sebagai dominasi. Rasisme adalah bentuk dominasi kulit

putih atas ras minoritas lain, umumnya diluar Eropa. Dominasi

direproduksi oleh pemberian akses yang khusus pada satu kelompok

dibandingkan kelompok lain (diskriminasi). Ia juga memberi perhatian

atas produksi lewat legitimasi melalui bentuk control pikiran. Secara

umum kita juga dapat menganalisis bagaimana proses produksi itu secara

umum dipakai untuk membentuk kesadaran dan konsesnsus (Eriyanto,

2001 : 272).

Analisis wacana Van Dijk, memberi perhatian yang besar pada

akses, bagaimana akses dari masing-masing kelompok dalam masyarakat.

Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan

kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang lebih

berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi

kesadaran khalayak (Eriyanto, 2001 : 272).

Page 13: BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Filmrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8413/3/T1_362006024_BAB II.pdf · yang kedua muncul di dunia. ... Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak

13

2.2 Kerangka Pemikiran

Isu sosial – Perkembangan musik hardcore yang sedang

“in” di Indonesia Perilaku kekerasan di kalangan pelaku komunitas hardcore

Citra buruk musik hardcore

Film Boston Beatdown Vol. II

Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk

1. Tematik

2. Skematik

3. Semantik

4. Sintaksis

5. Stilistik

6. Retoris

7. Kognisi sosial

8. Konteks Sosial