bab ii tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id ii.pdf · panduan praktik klinis bagi dokter di...

19
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi Ferderber mendefinisikan persepsi sebagai proses menafsirkan informasi indrawi. Sedangkan menurut Wenburg & Wilmot mendefinisikan persepsi sebagai cara organisme memberi makna. Di sisi lain Cohen mengemukakan bahwa persepsi adalah interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal atau pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana (Riswandi, 2009). Persepsi merupakan hal yang berbeda dengan sensasi. Sensasi merupakan pengalaman elementer yang segera dan yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra. Sedangkan, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan. Dengan kata lain, persepsi diartikan sebagai proses pemberian makna terhadap stimulus yang diterima (Notoatmodjo, 2010). Persepsi merupakan serangkaian proses dalam memperhatikan, mengorganisasikan dan menafsiran pengalaman secara selektif agar dapat memberi makna pada lingkungan, yang mana proses ini didahului dari adanya stimulus kemudian masuk ke dalam alat indra sehingga munculah interpretasi yang menghasilkan persepsi. Dalam memandang satu hal yang sama, seseorang dengan yang lain bisa memiliki persepsi yang berbeda-beda (Dewi, 2012).

Upload: buitu

Post on 06-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Definisi Persepsi

Ferderber mendefinisikan persepsi sebagai proses menafsirkan informasi

indrawi. Sedangkan menurut Wenburg & Wilmot mendefinisikan persepsi sebagai

cara organisme memberi makna. Di sisi lain Cohen mengemukakan bahwa persepsi

adalah interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal atau

pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana (Riswandi, 2009).

Persepsi merupakan hal yang berbeda dengan sensasi. Sensasi merupakan

pengalaman elementer yang segera dan yang tidak memerlukan penguraian verbal,

simbolis, atau konseptual, terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra.

Sedangkan, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-

hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan. Dengan

kata lain, persepsi diartikan sebagai proses pemberian makna terhadap stimulus yang

diterima (Notoatmodjo, 2010).

Persepsi merupakan serangkaian proses dalam memperhatikan,

mengorganisasikan dan menafsiran pengalaman secara selektif agar dapat memberi

makna pada lingkungan, yang mana proses ini didahului dari adanya stimulus

kemudian masuk ke dalam alat indra sehingga munculah interpretasi yang

menghasilkan persepsi. Dalam memandang satu hal yang sama, seseorang dengan

yang lain bisa memiliki persepsi yang berbeda-beda (Dewi, 2012).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

10

Berdasarkan beberapa definisi persepsi di atas, dapat diketahui bahwa persepsi

yang dimiliki setiap orang terhadap suatu hal dapat berbeda-beda dengan orang

lainnya. Persepsi merupakan sebuah proses dalam memaknai stimulus atau

rangsangan yang ditangkap oleh alat indra kemudian diinterpretasikan sehingga

menghasilkan persepsi.

2.1.2 Jenis-Jenis Persepsi

Menurut Riswandi (2009), terdapat dua jenis persepsi yaitu persepsi

lingkungan fisik atau terhadap objek dan persepsi sosial atau terhadap manusia.

Berikut merupakan perbedaan antara persepsi lingkungan fisik dan persepsi sosial

yaitu sebagai berikut:

1. Persepsi Lingkungan Fisik atau Terhadap Objek

a. Persepsi lingkungan fisik atau terhadap objek yaitu melalui lambang-

lambang fisik.

b. Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar

c. Persepsi terhadap objek bersifat non interaktif karena objek sifatnya

statis.

d. Persepsi setiap orang terhadap lingkungan fisik berbeda-beda, ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti latar belakang pengalaman, latar

belakang budaya, latar belakang psikologis, dan latar belakang keyakinan

maupun harapan, serta kondisi faktual alat-alat panca indra orang

tersebut.

2. Persepsi Sosial atau Terhadap Manusia

a. Persepsi sosial atau terhadap manusia yaitu melalui lambang-lambang

verbal dan non verbal.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

11

b. Persepsi terhadap manusia menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (seperti

perasaan, motif, harapan, keyakinan, dan sebagainya).

c. Persepsi terhadap manusia bersifat interaktif karena manusia bersifat

dinamis.

d. Dengan kata lain, persepsi sosial atau terhadap manusia adalah proses

menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami

dari lingkungan kita.

2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan

Josep Juran mengemukakan bahwa mutu adalah apa yang diharapkan atau

ditentukan oleh konsumen. Pelanggan adalah seseorang yang membeli maupun

menggunakan produk/jasa pelayanan kesehatan. Pelanggan dalam institusi pelayanan

kesehatan dibedakan menjadi dua yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal.

Pelanggan internal merupakan mereka yang bekerja di institusi pelayanan kesehatan

seperti staf medis, paramedis, administrasi, dan sebagainya. Sedangkan pelanggan

eksternal yaitu pasien, keluarga pasien, pengunjung, asuransi swasta, masyarakat,

dan sebagainya (Muninjaya, 2010).

Dalam buku Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan oleh Muninjaya (2010),

terdapat empat kaidah jaminan mutu yang harus dipenuhi institusi pelayanan

kesehatan untuk memgembangkan mutu pelayanan kesehatan secara berkelanjutan,

yaitu sebagai berikut:

1. Pemenuhan kebutuhan dan harapan individu atau kelompok masyarakat

pengguna jasa pelayanan kesehatan.

2. Mengikuti sistem dan proses (standar) di dalam institusi pelayanan kesehatan.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

12

3. Menggunakan data untuk menganalisis proses pemberian dan produk (output

dan outcome) pelayanan kesehatan.

4. Mendorong berkembangnya team work yang solid untuk mengatasi setiap

hambatan dan kendala yang muncul dalam proses pengembangan mutu secara

berkesinambungan.

Menurut Muninjaya (2010), pelayanan kesehatan di suatu kabupaten/kota

harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Availability : pelayanan kesehatan harus tersedia untuk melayani seluruh

masyarakat di suatu wilayah dan dilaksanakan secara komprehensif mulai

dari upaya pelayanan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan

rehabilitatif.

2. Appropriateness : pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan

masyarakat di suatu wilayah.

3. Contuinity-Sustainability : pelayanan kesehatan di suatu wilayah harus

berlangsung untuk jangka waktu lama dan dilaksanakan secara

berkesinambungan.

4. Acceptability : pelayanan kesehatan harus diterima oleh masyarakat dan

memerhatikan aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.

5. Affordable : biaya pelayanan kesehatan harus dapat terjangkau oleh

masyarakat umum.

6. Efficient : pelayanan kesehatan harus dikelola secara efisien.

7. Quality : pelayanan kesehatan yang diakses oleh masyarakat harus terjaga

mutunya.

Berdasarkan hasil penelitian Hufron & Supratman (2008) mengenai analisis

hubungan persepsi pasien tentang mutu pelayanan kesehatan dengan tingkat

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

13

kepuasan pasien di Puskesmas Penumping Kota Surakarta, didapatkan hasil yaitu

berdasarkan uji statistik membuktikan bahwa ada hubungan yang positif dan

signifikan antara mutu pelayanan kesehatan dengan kepuasan pasien rawat jalan di

Puskesmas Penumping Kota Surakarta. Selain itu, berdasarkan hasil uji multivariat

diketahui bahwa sub variabel mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas Penumping

secara bersama-sama memberi kontribusi sebesar 59,9% terhadap kepuasan pasien

(Hufron & Supratman, 2008).

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Subekti (2009) mengenai analisis

hubungan persepsi mutu pelayanan dengan tingkat kepuasan pasien Balai

Pengobatan Umum Puskesmas di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2009, dapat

disimpulkan bahwa variabel pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan

perawat, dan pelayanan obat memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat

kepuasan pasien.

2.3 Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia

merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem SJSN ini

diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib

berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2013a).

2.3.1 Definisi Jaminan Kesehatan Nasional

Program JKN merupakan jaminan untuk memberikan perlindungan kesehatan

kepada setiap orang yang sudah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh

pemerintah dalam bentuk manfaat pemeliharan kesehatan sebagai upaya memenuhi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

14

kebutuhan dasar kesehatan (Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia,

2013).

2.3.2 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional,

dinyatakan bahwa prinsip-prinsip penyelenggarann program JKN mengacu pada

prinsip-prinsip SJSN (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014c). Prinsip-

prinsip tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Kegotongroyongan

Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu

peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini

terwujud karena kepesertaannya bersifat wajib untuk seluruh penduduk.

2. Nirlaba

Dana yang dikelola oleh BPJS Kesehatan adalah dana amanah yang

dikumpulkan dari masyarakat secara nirlaba bukan untuk mencari laba. Ini

bertujuan agar dapat memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.

3. Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabilitas, Efisiensi, dan Efektivitas

Prinsip ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari

iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4. Portabilitas

Prinsip ini bertujuan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada

peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam

wilayah NKRI.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

15

5. Kepesertaan Bersifat Wajib

Prinsip ini dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat

terlindungi. Walaupun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,

penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan

pemerintah, serta kelayakan penyelenggaraan program.

6. Dana Amanah

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada BPJS

Kesehatan untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana

tersebut untuk kesejahteraan peserta.

7. Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-

besarnya untuk kepentingan peserta.

2.3.3 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional

Peserta program JKN adalah seluruh penduduk Indonesia, termasuk orang

asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia yang telah membayar

iuran (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014c).

Pada Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan,

dijelaskan bahwa peserta JKN dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1. Peserta Penerima Bantuan Iuran

Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meliputi orang yang tergolong fakir

miskin dan orang tidak mampu.

2. Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran

Peserta bukan PBI meliputi peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan

tidak mampu yang terdiri atas:

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

16

a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya;

Pekerja penerima upah terdiri atas:

1) Pegawai Negeri Sipil;

2) Anggota TNI;

3) Anggota Polri;

4) Pejabat Negara;

5) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;

6) Pegawai swasta; dan

7) Pekerja yang tidak termasuk angka (1) sampai dengan angka (6) yang

menerima upah.

b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya; dan

1) Pekerja bukan penerima upah maksudnya pekerja di luar hubungan

kerja atau pekerja mandiri.

2) Pekerja yang tidak termasuk angka (1) yang bukan penerima upah.

c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya.

Bukan pekerja terdiri atas:

1) Investor;

2) Pemberi kerja;

3) Penerima pensiun;

4) Veteran;

5) Perintis kemerdekaan; dan

6) Bukan pekerja yang tidak termasuk angka (1) sampai dengan angka

(5) yang mampu membayar iuran.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

17

2.3.4 Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama

Mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh tenaga kesehatan yang

berkualitas, ketersediaan obat-obatan, serta alat dan fasilitas kesehatan. Bagi tenaga

dokter, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan organisasi profesi tenaga kesehatan

yang memiliki peran menjaga kompetensi anggotanya. IDI telah menyusun berbagai

standar profesi bagi seluruh anggotanya sperti Kode Etik Kedokteran Indonesia,

Standar Kompetensi dan Standar Pelayanan Kedokteran yang terdiri atas Pedoman

Nasional Pelayanan Kedokteran dan Standar Prosedur Operasional (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2014a).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Primer, dijelaskan bahwa tingkat kemampuan dokter dalam pengelolaan penyakit di

dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) dikelompokkan menjadi empat

tingkatan yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan

Pada tingkat kemampuan 1, lulusan dokter harus mampu mengenali dan

menjelaskan gambaran klinik penyakit, mengetahui cara yang paling tepat

untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut, dan

menentukan rujukan yang paling tepat, serta menindaklanjuti sesudah

kembali dari rujukan.

2. Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk

Pada tingkat kemampuan 2, lulusan dokter harus mampu membuat diagnosis

klinik terhadap penyakit tersebut, menentukan rujukan yang paling tepat, dan

menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

18

3. Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan

merujuk

a. Tingkat Kemampuan 3A: bukan gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik, memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat, dan menentukan

rujukan yang paling tepat, serta menindaklanjuti sesudah kembali dari

rujukan.

b. Tingkat Kemampuan 3B: gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik, memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa

atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien, dan mampu

menentukan rujukan yang paling tepat serta menindaklanjui sesudah

kembali dari rujukan.

4. Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara

mandiri dan tuntas

Lulusan dokter harus mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan

penatalasanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

a. Tingkat Kemampuan 4A

Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter.

b. Tingkat Kemampuan 4B

Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB).

Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan

dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan

sekaligus menurunkan angka rujukan dengan beberapa cara seperti:

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

19

1. Memberi pelayanan sesuai bukti sahih terkini yang cocok dengan kondisi

pasien, keluarga dan masyarakatnya.

2. Menyediakan fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan standar pelayanan.

3. Meningktakan mawas diri untuk mengembangkan pengetahuan dan

keterampilan profesional sesuai dengan kebutuhan pasien dan lingkungan.

4. Mempertajam kemampuan sebagai gate keeper pelayanan kedokteran dengan

menapis penyakit dalam tahap dini untuk dapat melakukan penatalaksanaan

secara cepat dan tepat sebagaimana mestinya layanan primer.

Menurut Baequny (2009), dokter sebagai petugas utama dalam pelayanan

kesehatan dituntut dapat memberikan perhatian dan segera merespon setiap keluhan

pasiennya serta memberikan informasi yang dibutuhkan pasien terkait penyakit yang

dideritanya.Menurut BPJS Kesehatan (2014c), dinyatakan bahwa rata-rata waktu

konsultasi setiap pasien BPJS Kesehatan minimal 15 menit.

Berdasarkan pernyataan BPJS Kesehatan dalam Info BPJS Edisi XI tahun

2014, dinyatakan bahwa saat ini FKTP sudah bisa menangani 155 diagnosis penyakit

sesuai dengan kompetensi dokter umum yang dapat ditangani di FKTP sehingga para

peserta JKN tidak perlu lagi berobat langsung ke rumah sakit. Namun, tidak menutup

kemungkinan pada kasus-kasus tersebut dapat langsung berobat ke rumah sakit

dengan mempertimbangkan Time (lama perjalanan penyakitnya), Age (usia pasien),

Complication (komplikasi penyakit/tingkat kesulitan), Comorbidity (penyakit

penyerta), dan Condition (kondisi fasilitas kesehatan) (BPJS Kesehatan, 2014b).

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013

Tentang Jaminan Kesehatan, adapun pelayanan kesehatan yang dijamin di FKTP

meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup:

1. Administrasi pelayanan;

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

20

2. Pelayanan promotif dan preventif;

3. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;

4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;

5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

6. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;

7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama; dan

8. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.

2.4 Sistem Rujukan Berjenjang

Suatu sistem rujukan yang baik mengutamakan keselamatan pasien di atas hal-

hal lainnya. Semua keputusan terkait merujuk harus dibuat demi keselamatan pasien.

Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan

secara bermutu sehingga tujuan pelayanan dapat tercapai tanpa harus menggunakan

biaya yang mahal atau sistem rujukan berjalan secara efektif dan efisien. Efisien

dalam hal ini dimaksudkan dengan berkurangnya waktu tunggu dalam proses

merujuk dan berkurangnya rujukan yang tidak perlu karena sebenarnya dapat

ditangani di FKTP bersangkutan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2012a).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001

tahun 2012 pada pasal 11 (1), dijelaskan bahwa setiap pemberi layanan kesehatan

berkewajiban merujuk pasien apabila keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan

memerlukannya, kecuali dengan alasan yang sah dan mendapat persetujuan pasien

atau keluarganya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012b). Menurut

BPJS Kesehatan (2012a), dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

21

kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan

dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001

Tahun 2012 dinyatakan bahwa terkait dengan rujukan, bidan dan perawat hanya

dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi layanan kesehatan

tingkat pertama, dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan

permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2012b). Menurut pendapat Ali, dkk (2015),

dinyatakan bahwa rujukan harus dibuat oleh orang yang mempunyai kompetensi dan

wewenang untuk merujuk, mengetahui kompetensi sasaran atau tujuan rujukan dan

mengetahui kondisi serta kebutuhan objek yang dirujuk.

Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan

secara timbal balik baik bertikal maupun horizontal. Pelayanan kesehatan

dilaksanakan secara berjenjang, sesuai dengan kebutuhan medis yang dimulai dari

pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang

merupakan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi

pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012b).

Berdasarkan penjelasan BPJS Kesehatan dalam Buku Panduan Praktis Sistem

Rujukan Berjenjang, dinyatakan bahwa peserta yang ingin mendapatan pelayanan

yang tidak sesuai dengan sisterm rujukan dapat dimasukkan dalam kategori

pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh

BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014a).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

22

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012

tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, dijelaskan bahwa

pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari tiga tingkatan yaitu sebagai berikut:

1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar

yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi di puskesmas, puskesmas

perawatan, tempat praktik perorangan, klinik pratama, klinik umum di

balai/lembaga pelayanan kesehatan, dan rumah sakit pratama.

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua

Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan

spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis

yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Contoh

pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah Rumah Sakit Tipe C dan Tipe B.

3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub

spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub

spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub

spesialistik. Contoh pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah Rumah Sakit

Tipe A dan Rumah Sakit Khusus.

2.4.1 Alur Rujukan Sistem Rujukan Berjenjang

Menurut BPJS Kesehatan (2014a), pelayanan rujukan dapat dilakukan dua

cara yaitu sebagai berikut:

1. Rujukan Horizontal

Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu

tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

23

sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan atau

ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

2. Rujukan Vertikal

Rujukan vertikal adalah rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda

tingkatan, dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke

tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan

pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau

subspesialistik.

b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau

ketenagaan.

Sedangkan, rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke

tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:

a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan

kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan

kewenangannya.

b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih

baik dalam menangani pasien tersebut.

c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh

tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan

kemudahan, efisiensi dan palayanan jangka panjang.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

24

d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan

dan/atau ketenagaan.

Gambar 2.1 Alur Sistem Rujukan

Sumber: BPJS Kesehatan (2014a)

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai

dengan kebutuhan medisnya yaitu dimulai dari pasien BPJS Kesehatan mendapatkan

pelayanan kesehatan tingkat pertama di FKTP. Apabila diperlukan pelayanan

lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke FKRTL yaitu rumah sakit.

Pelayanan rujuk balik hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis/sub spesialis yang

merawat pasien di FKRTL. Rujuk balik ini dilakukan apabila FKRTL menyatakan

bahwa pasien tersebut layak untuk dilayani atau dirawat di FKTP yang merujuk

pasien tersebut. Setelah pasien mendapatkan penanganan di rumah sakit, maka

rumah sakit akan mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014

tentang Pedoman Pelaksananaan Program JKN dijelaskan bahwa pelayanan

kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat

pertama. Pelayanan kesehatan kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari

pelayanan kesehatan pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

25

diberikan atas rujukan pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama,

kecuali pada keadaan darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien,

pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2014c).

2.5 Penelitian Terdahulu Terkait Rujukan Rawat Jalan di Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pelaksanaan rujukan rawat jalan

tingkat pertama peserta wajib PT. Askes pada tiga puskesmas di Kota Banda Aceh

tahun 2007, dapat disimpulkan bahwa sekitar 30-75% rujukan rawat jalan merupakan

atas permintaan pasien/keluarganya dan bukan atas indikasi medis. Kepala

puskesmas mengakui bahwa faktor sugesti pasien terhadap pemberi pelayanan

kesehatan sangat berperan dalam pertimbangan pemberian rujukan oleh

dokter.Beberapa alasan pasien meminta rujukan diantaranya karena kecewa dengan

obat-obatan di puskesmas, fasilitas kesehatan yang kurang lengkap di puskesmas dan

jika berobat ke rumah sakit maka memiliki kesempatan untuk diperiksa oleh dokter

spesialis (Zuhrawadi, 2007).

Dari hasil penelitian Kesumawati (2012) mengenai analisis pelaksanaan

rujukan rawat jalan tingkat pertama peserta Askes Sosial PT Askes Kantor Cabang

Sukabumi di Puskesmas Nanggeleng dan Gedong Panjang Tahun 2012 didapatkan

hasil yaitu:

1. Aspek kebijakan pada kedua puskesmas belum dilaksanakan sepenuhnya

sehingga masih banyak rujukan berdasarkan indikasi non medis.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

26

2. Ketersediaan dokter di kedua puskesmas tersebut masih kurang dilihat dari

segi tenaga dan waktusehingga pelayanan kepada pasien belum optimal dan

ini berpengaruh terhadap tingginya angka rujukan.

3. Ketidaksesuain drop obat dari dinas kesehatan dengan yang diajukan kedua

puskesmas mempengaruhi kenaikan angka rujukan di kedua puskesmas

tersebut.

4. Tingkat pengetahuan petugas terhadap pelaksanaan rujukan di kedua

puskesmas sudah cukup baik, tetapi dokter di Puskesmas Nanggeleng

masih belum tegas dalam menjalankan aturan rujukan terhadap pasien yang

meminta dirujuk atau atas indikasi non medis.

Dari hasil penelitian Ramah (2014), disimpulkan bahwa masyarakat di

Puskesmas Air Putih Kecamatan Samarinda Ulu merasa bahwa pelaksanaan sistem

rujukan rumit karena masyarakat tidak mengerti dengan prosedur administrasi di

puskesmas. Kurangnya sosialisasi atau penjelasan yang jelas oleh petugas puskesmas

membuat masyarakat merasa rumit dengan sistem rujukan yang ada (Ramah, 2014).

Dari hasil penelitian Ali, dkk (2015) mengenai analisis pelaksanaan rujukan

rawat jalan tingkat pertama peserta program JKN di Puskesmas Siko dan Puskesmas

Kalumata Kota Ternate Tahun 2014 dapat disimpulkan bahwa pemahaman petugas

tentang sistem rujukan rawat jalan tingkat pertama masih kurang baik, ketersediaan

obat-obatan dan bahan habis pakai dalam kategori cukup baik namun masih sering

terjadi keterlambatan dan kekosongan obat, ketersediaan fasilitas dan alat medis

masih minim dibandingkan dengan Pedoman Sistem Rujukan Nasional, dan

pemahaman petugas tentang fungsi puskesmas sebagai gatekeeper cukup baik

meskipun dalam prakteknya sering tidak mengikuti aturan yang ditetapkan (Ali, dkk,

2015)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat

27

Pada hasil penelitian terkait analisis pelaksanaan sistem rujukan rawat jalan

tingkat pertama pada peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas 5 Ilir dan Puskesmas

Merdeka, dapat disimpulkan bahwa pemahaman kapitasi pimpinan puskesmas dan

dokter pelayanan umum belum baik dan ketersediaan alat/fasilitas kesehatan pada

kedua puskesmas belum lengkap. Implementasi aspek kebijakan dalam pelaksanaan

sistem rujukan di Puskesmas 5 Ilir tidak berjalan dengan baik, ini dilihat dari

tingginya rasio rujukan yang mencapai 60% setiap bulannya. Selain itu, Puskesmas 5

Ilir belum menegakkan 144 diagnosis penyakit dengan baik karena merujuk atas

dasar permintaan dari pasien BPJS Kesehatan (Suhartati, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian Melawati (2015) mengenaigambaran pelaksanaan

rujukan rawat jalan pasien JKN di Puskesmas se-Kabupaten Tabanan tahun 2015

dapat disimpulkan bahwa ketersediaan input (SDM, alat, fasilitas, dan obat-obatan)

dan kontribusi pasien JKN dalam pelaksanaan rujukan rawat jalan di puskesmas

sangat mempengaruhi tingginya rasio rujukan di puskesmas se-Kabupaten Tabanan.

Ketersediaan tenaga dokter dan perawat masih terbatas, alat dan fasilitas kesehatan

masih belum lengkap, serta ketersediaan obat masih kurang. Selain pelaksanaan

rujuk balik yang belum optimal, rujukan atas permintaan pasien itu sendiri dan

jarangnya pihak rumah sakit memberikan surat masih dalam perawatan jika pasien

harus kontrol ke rumah sakit merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi

tingginya rasio rujukan rawat jalan di Puskesmas se-Kabupaten Tabanan (Melawati,

2015).