bab ii tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id ii.pdf · 6 gambar 2.1 perhitungan gaya geser di sendi...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Kondisi geologis Indonesia yang rawan terhadap gempa dan bentuk
gedung tingkat tinggi, meyebabkan diperlukannya perencanaan suatu struktur
tahan gempa. Salah satu cara yang sering digunakan yaitu penambahan bresing.
Bresing merupakan metode yang efisien dan ekonomis untuk memperkuat
sistem struktur dalam menerima gaya lateral. Bresing biasanya dipasang diagonal
diantara balok dan kolom sehingga dapat juga berfungsi menahan beban gravitasi.
Bresing sudah digunakan sejak lama untuk menstabilkan struktur bangunan tinggi
terhadap gaya lateral. Beberapa konstruksi yang bangunan tinggi yang
menggunakan bresing seperti Patung Liberty, Woolworth Tower, dan Empire
State Building (Smith and Coull, 1991).
2.2 Sistem Rangka Pemikul Momen
Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) terdiri dari elemen horizontal
berupa balok dan elemen vertikal berupa kolom yang terhubung secara kaku
membentuk sebuah kotak planar yang mampu menahan beban lateral berdasarkan
kekakuan dari masing-masing elemen (Cavill, et al, 1995).
Dengan rentang balok yang cukup lebar (tanpa pengaku), SRPM dapat
memberikan deformasi yang cukup besar sehingga sistem ini memiliki daktalitas
yang cukup besar dibandingkan dengan jenis portal baja tahan gempa yang lain.
Walaupun memiliki deformasi yang besar, kekakuan dari SRPM lebih rendah jika
dibandingkan dengan portal baja tahan gempa yang lain.
Menurut SNI 03-1729-2002, struktur yang menggunakan SRPM harus
memenuhi persyaratan perbandingan momen kolom terhadap momen balok pada
persamaan 2.1.
5
(2.1)
Dimana,
ΣMpc adalah jumlah momen-momen kolom di bawah dan di atas sambungan pada
pertemuan antara as kolom dan as balok.
ΣMpb adalah jumlah momen-momen balok-balok pada pertemuan as balok dan as
kolom.
Nilai ΣMpc diperbolehkan diambil berdasarkan persamaan 2.2.
(2.2)
Dimana,
Zc adalah modulus plastis penampang kolom.
Fyc adalah tegangan leleh penampang kolom.
Nuc adalah gaya aksial tekan terfaktor pada kolom.
Ag adalaha luas penampang bruto kolom.
Sedangkan nilai ΣMpb diperkenankan diambil berdasarkan persamaan 2.3.
(2.3)
Dimana,
Ry untuk BJ41 atau yang lebih lunak diambil nilai 1,5.
Ry untuk BJ50 atau yang lebih keras diambil nilai 1,3.
Mp adalah momen plastis.
My adalah momen tambahan akibat amplifikasi gaya geser dari lokasi sendi
plastis ke as kolom.
Nilai My dapat dihitung menggunakan persamaan 2.4.
My = Sh. Vp (2.4)
Dimana,
Sh adalah jarak sendi plastis ke as kolom.
Vp adalah gaya geser yang bekerja di sendi plastis. Nilai Vp dihitung berdasarkan
persamaan pada Gambar 2.1.
6
Gambar 2.1 Perhitungan gaya geser di sendi plastis
Sumber : FEMA 350
2.3 Sistem Rangka Bresing Eksentrik
Menurut SNI 03-1729-2002, Sistem Rangka Bresing Eksentrik (SRBE)
diharapkan dapat mengalami deformasi inelastis yang cukup besar pada elemen
link. Elemen link merupakan suatu bagian pada balok yang di rencanakan secara
khusus agar mengalami sendi plastis. Kolom-kolom, batang bresing, dan bagian
dari balok diluar link harus direncanakan untuk tetap dalam keadaan elastis akibat
gaya-gaya yang dihasilkan oleh link pada saat mengalami pelelehan penuh.
Terdapat tiga jenis SRBE yang umumnya digunakan dalam desain yaitu
inverted V- braced (Gambar2.2a), diagonal braced (Gambar 2.2b), dan V- braced
(Gambar 2.2c). Masing-masing memiliki elemen link yang terletak di antara joint
pengaku diagonal dengan joint balok-kolom.
Pada struktur SRBE umumnya elemen bresing diagonal dan balok
menerima kombinasi dari beban aksial dan momen lentur. Oleh karena itu,
bresing diagonal dan balok harus di desain sebagai balok-kolom (AISC, 2010).
Konfigurasi SRBE V-terbalik memilki keuntungan terbaik dibandingkan
konfigurasi yang lain. Hal ini karena bentuknya yang simetris dan letak link yang
7
tidak terhubung langsung dengan kolom sehingga sendi plastis tidak terjadi di
dekat kolom.
a adalah link.
b adalah balok diluar link.
c adalah batang bresing.
d adalah kolom.
Gambar 2.2 Jenis-jenis konfigurasi Sistem Rangka Bresing Eksentris.
Sumber: AISC (2002)
2.4 Elemen Link
Link merupakan elemen struktur yang direncanakan untuk berperilaku
inelastis serta mampu untuk berdeformasi plastis yang besar, karena memikul
momen lentur dan geser yang paling besar di antara komponen struktur lainnya.
Link direncanakan untuk mendisipasi energi saat terjadi gempa kuat (SNI 03-
1729-2002).
Deformasi inelastis yang dialami link dapat berupa deformasi lentur atau
geser, dan ditunjukkan dengan besarnya sudut rotasi plastis yang terbentuk di
antara sumbu balok dan sumbu link sepeti ditunjukan pada gambar 2.3. Dengan
membuat elemen link sebagai elemen yang terlemah dari struktur, perencana dapat
memastikan kelelehan akan muncul pertama pada elemen link.
8
Gambar 2.3 Rotasi link pada SRBE tipe V-terbalik
Sumber: AISC (2002)
Secara analitis, sudut rotasi pada link didapat dari persamaan.
(2.5)
Dimana :
L adalah lebar bentang
h adalah tinggi lantai
Δp adalah plastic story drift
θp adalah plastic story drift angel, rad (=Δp/h)
ɣp adalah sudut rotasi link
Berdasarkan hasil kajian oleh Moestopo, et al, 2009, deformasi inelastik
yang terjadi pada link ditunjukkan oleh besarnya sudut rotasi inelastik link 𝛾𝑝 ,
yang akan semakin besar harganya pada link yang semakin pendek.. Arah dan
gaya-gaya yang bekerja pada elemen link juga dapat digambarkan seperti Gambar
2.4.
9
Gambar 2.4 Arah gaya dan deformasi yang bekerja pada elemen link
Sumber: Engelhardt, Popov (1989)
Link berperilaku sebagai balok pendek dengan gaya geser yang bekerja
berlawanan arah pada kedua ujungnya, sehingga momen yang dihasilkan pada
kedua ujung balok mempunyai besar dan arah yang sama dan deformasi yang
dihasilkan berbentuk S. Titik balik terletak pada tengah bentang dan besarnya
momen yang bekerja adalah sebesar 0,50 kali besar gaya geser dikali dengan
panjang link. Plastifikasi yang terjadi pada suatu elemen link disebabkan karena
kedua gaya tersebut (Budiono, et al, 2011). Untuk pendetailan sambungan bresing
dan balok ditunjukan oleh Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.
Gambar 2.5 Detail sambungan balok dan bresing
Sumber : AISC (2002)
10
Gambar 2.6 Detail sambungan balok, bresing dan kolom
Sumber : AISC (2002)
Seperti terlihat pada Gambar 2.5 bahwa pertemuan bresing dan balok
terletak di ujung dari elemen link. Garis tengah dari bresing dan balok harus
berpotongan pada ujung elemen link atau didalam elemen link. Pada badan link
juga harus diberi pengaku khusus untuk link yang memiliki panjang badan lebih
dari 635 mm. Sedangkan pada Gambar 2.6 terlihat bresing disambung
menggunakan pelat buhul dan garis tengah bresing harus berpotongan dengan
garis tengah dari balok dan kolom.
Penelitian tentang analisis pushover struktur rangka bresing v-terbalik
eksentris dengan panjang link bervariasi menunjukan bahwa struktur SRBE
dengan panjang link 0,3 m memiliki kinerja yang paling baik (Dwitama, 2013).
Agar kekauan dan deformasi inelastis link tidak berlebihan, maka panjang link
harus dibatasi. Berdasarkan SNI 03-1729-2002, panjang link tidak boleh melebihi
ketentuan berikut.
Untuk ρ’(Aw/Ag)≥0,3, maka :
[1,15-0,5ρ’(Aw/Ag)].1,6.Mp/Vp (2.6)
11
Untuk ρ’(Aw/Ag)<0,3, maka :
1,6.Mp/Vp (2.7)
Dimana,
Aw adalah luas badan profil link
ρ’ adalah perbandingan antara gaya aksial terfaktor dengan kuat geser link
ρ’ = Nu/Vu (2.8)
Klasifikasi link berdasarkan perbedaan panjang menurut AISC 2010
adalah sebagai berikut :
Link geser murni,
𝑒 ≤ 1,6𝑀𝑝
𝑉𝑝 (2.9)
Kelelehan pada link jenis ini didominasi oleh geser.
Link dominan geser,
1,6𝑀𝑝
𝑉𝑝< 𝑒 ≤ 2,6
𝑀𝑝
𝑉𝑝 (2.10)
Kelelehan pada link jenis ini merupakan kombinasi antara geser dan lentur.
Link dominan lentur,
2,6𝑀𝑝
𝑉𝑝< 𝑒 ≤ 5
𝑀𝑝
𝑉𝑝 (2.11)
Kelelehan pada link jenis ini merupakan kombinasi antara geser dan lentur.
Link lentur murni,
𝑒 > 5𝑀𝑝
𝑉𝑝 (2.12)
Kelelehan pada link jenis ini didominasi oleh lentur.
Keterangan :
𝑀𝑝 adalah momen plastis penampang link
Mp = 𝑍𝑥 .𝑓𝑦 . (2.13)
𝑉𝑝 adalah gaya geser plastis penampang (badan) link
Vp = 0,6 𝑓𝑦 (𝑑 − 2𝑡𝑓)𝑡𝑤 . (2.14)
𝑓𝑦 adalah tegangan leleh nominal penampang.
𝑍𝑥 adalah modulus plastis penampang link.
12
2.5 Pembebanan Struktur
Setiap bangunan yang dibangun harus dikerjakan beban sesuai dengan
ketentuan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983. Pembebanan
struktur dibagi menjadi 2 tipe yaitu berupa gravitasi dan beban lateral. Beban
gravitasi meliputi beban mati dan beban hidup. Sedangkan beban lateral adalah
beban akibat gaya gempa dan angin.
2.5.1 Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin- mesin
serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen
gedung yang harus ditinjau di dalam menentukan beban mati dari suatu gedung
harus diambil menurut Tabel 2.1 PPIUG 1983 (Lampiran A).
2.5.2 Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai
yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta
peralatannya yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan
dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan
perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut.
Beban hidup pada lantai gedung harus diambil menurut Tabel 3.1 PPIUG
1983 (Lampiran A). Untuk gedung perkantoran mempunyai beban hidup sebesar
250 kg/m2. Beban hidup pada atap dan/atau bagian atap serta pada struktur tudung
(canopy) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang harus diambil minimum 100
kg/m2
bidang datar.
2.5.3 Beban Gempa
Beban gempa ialah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang menirukan pengaruh modenya akibat gempa itu (PPIUG
13
1983). Dalam perencanaan beban gempa berdasarkan SNI 1726-2012 dapat
digunakan dua cara, yaitu.
1. Prosedur gaya lateral ekivalen
a. Geser dasar seismik
Geser dasar seismik (V) dalam arah yang ditetapkan harus
ditentukan berdasarkan persamaan berikut.
V = Cs . W (2.15)
dimana :
Cs adalah koefisien respons seismik yang ditentukan sesuai
dengan SNI 03-1726-2010 pasal 7.8.1.1
W adalah berat seismik efektif menurut SNI 1726-2012 pasal
7.7.2.
Perhitungan koefisien respons seismik
Koefisien respons seismik (Cs) harus ditentukan sesuai
dengan persamaan berikut.
e
DS
s
I
R
SC (2.16)
Dimana :
SDS adalah parameter percepatan spektrum respons desain
dalam rentang perioda pendek seperti ditentukan
pada SNI 1726-2012 pasal 6.3 atau 6.9
R adalah faktor modifikasi respons berdasarkan SNI 1726-
2012 Tabel 9.
Ie adalah faktor keutamaan hunian yang ditentukan sesuai
dengan SNI 1726-2012 pasal 4.1.2.
Nilai CS yang dihitung sesuai dengan persamaan 2.18 tidak
perlu melebihi
e
Ds
I
RT
SC 1
(2.17)
14
Nilai CS tidak boleh kurang dari
CS = 0,044.SDS.Ie ≥ 0,01 (2.18)
Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah
dimana S1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6 g, maka Cs
tidak boleh kurang dari.
e
s
I
R
SC 15,0
(2.19)
Dimana Ie dan R sebagaimana yang didefinisikan dalam
SNI 1726-2012 pasal 7.8.1.1,
SD1 adalah parameter percepatan spektrum respons desain
pada perioda sebesar 1,0 detik, seperti ditentukan
pada SNI 1726-2012 pasal 6.10.4
T adalah perioda struktur dasar (detik) yang ditentukan
pada SNI 1726-2012 pasal 7.8.2
S1 adalah parameter percepatan spektrum respons
maksimum yang dipetakan yang ditentukan sesuai
dengan SNI 1726-2012 pasal 6.10.4
Nilai Ss maksimum dan penentuan Cs
Untuk struktur beraturan dengan ketinggian lima tingkat
atau kurang dan mempunyai perioda (T) sebesar 0,5 detik
atau kurang, Cs diijinkan dihitung menggunakan nilai
sebesar 1,5 untuk SS.
b. Perioda alami fundamental
Perioda fundamental struktur (T) dalam arah yang ditinjau harus
diperoleh dengan menggunakan properti struktur dan karakteristik
deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Perioda
fundamental (T) tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan
atas pada perioda yang dihitung (Cu) dari SNI 03-1726-2012 Tabel
14 (Lampiran) dan perioda fundamental pendekatan (Ta) yang
ditentukan dari persamaan 2.10. Sebagai alternatif pada
15
pelaksanaan analisis untuk menentukan perioda fundamental (T),
diijinkan secara langsung menggunakan perioda bangunan
pendekatan (Ta) yang dihitung sesuai dengan ketentuan SNI 03-
1726-2012 pasal 7.8.2.1.
Perioda fundamental pendekatan (Ta) dalam detik, harus ditentukan
dari persamaan berikut.
Ta = Ct . hnx (2.20)
Dimana,
hn adalah ketinggian struktur dari dasar sampai tingkat tertinggi
struktur (m)
Ct dan x ditentukan dari SNI 1726-2012 Tabel 15 (Lampiran).
Untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12 tingkat di
mana sistem penahan gaya seismik terdiri dari rangka penahan
momen beton atau baja secara keseluruhan dan tinggi tingkat
paling sedikit 3 m diijinkan menggunakan perioda fundamental
pendekatan (Ta) sebagai berikut:
Ta = 0,1N (2.21)
Dimana,
N adalah jumlah tingkat.
c. Distribusi vertikal gaya gempa
Gaya gempa lateral Fx (kN) yang timbul di semua tingkat harus
ditentukan dari persamaan berikut:
Fx = Cvx .V (2.22)
Dan
n
xi
k
ii
xk
xVX
hW
hWC
.
(2.23)
Dimana :
Cvx adalah faktor distribusi vertical
V adalah gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur(kN)
wi , wx adalah bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang
ditempatkan atau dikenakan pada Tingkat i atau x
16
hi , hx adalah tinggi (m) dari dasar sampai Tingkat i atau x
k adalah eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai
berikut :
untuk struktur dengan T ≤ 0,5 detik, k = 1
untuk struktur dengan T ≥ 2,5 detik, k = 2
untuk struktur dengan 0,5 ≤ T ≤ 2,5 detik, k harus sebesar 2
atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan
2.
d. Distribusi horizontal gaya gempa
Geser tingkat desain gempa di semua tingkat Vx (kN) harus
ditentukan dari persamaan berikut:
n
xi
iX FV (2.24)
dimana Fi adalah bagian dari geser dasar seismik V yang timbul
di tingkat i, dinyatakan dalam kilo newton.
Geser tingkat desain gempa Vx (kN) harus didistribusikan pada
berbagai elemen vertikal sistem penahan gaya seismik di tingkat
yang ditinjau berdasarkan pada kekakuan lateral relatif elemen
penahan vertikal dan diafragma.
2. Spektrum respons desain
Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur
gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum
respons desain harus dikembangkan dengan mengacu SNI 03-1726-2012
seperti pada gambar 2.7 dan mengikuti ketentuan di bawah ini.
a. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons
percepatan desain (Sa) harus diambil dari persamaan:
0
6,04,0T
TSS DSa (2.25)
b. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil
dari atau sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain (Sa)
sama dengan SDS.
17
c. Untuk perioda lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan
desain (Sa) diambil berdasarkan persamaan:
T
SS D
a1 (2.26)
Dimana:
SDS adalah parameter respons spektral percepatan desain pada
perioda pendek
SD1 adalah parameter respons spektral percepatan desain pada
perioda 1 detik
T adalah perioda getar fundamental struktur
DS
Do
S
ST 12,0 (2.27)
DS
SS
ST 1 (2.28)
Gambar 2.7 Spektrum Respons Desain
Sumber : SNI 03-1729-2012
Dalam hal ini pembebanan gempa dihtung dengan program SAP2000 V14
Autoload, dengan acuan IBC 2006 dan SNI 1726–2012. Seperti yang diketahui
bahwa SNI 1726–2012 penyusunannya mengacu pada IBC.
Gambar 2.8 menunjukan beban gempa dengan menggunakan AutoLoad
IBC 2006 pada SAP2000 disesuaikan dengan statik ekivalen menurut SNI 03 –
1726 – 2012.
18
Gambar 2.8 Beban Gempa Autoload pada SAP2000
Penggunaan beban gempa dengan Autoload IBC 2006, adapun beberapa
kategori desain yang harus disesuaikan dengan SNI 03 – 1726 – 2012 yaitu seperti
yang terlihat pada gambar di atas yang telah ditandai antara lain.
1. Load direction and diaphragm Eccentricity
Merupakan arah beban gempa yang bekerja pada struktur yaitu beban
gempa arah x dan arah y.
2. Time period
Merupakan perioda alami fundamental (Ta) yang ditentukan berdasarkan
Persamaan 2.10. Pada persamaan ini terdapat parameter Ct dan x yang nilainya
ditentukan berdasarkan SNI 1726-2012 Tabel 15 (Lampiran A)
3. Respon Modification, R
Untuk menentukan nilai respon modification (R) ditentukan berdasarkan
jenis sistem struktur baja dan kategori disain seismik sesuai dengan SNI 1726-
2012 Tabel 9.
4. System Overstrenght, Ω0
Pada System Overstrenght, Ω0 hampir sama dengan respon modification
(R) nilainya juga dipengaruhi berdasarkan jenis sistem struktur baja dan kategori
disain seismik yang digunakan sesuai dengan SNI 1726-2012.
19
5. Deflection Amplification, Cd
Untuk penentuan nilai Deflection Amplification juga sama dengan R dan
Ω0 yaitu berdasarkan jenis sistem struktur baja dan kategori disain seismik yang
digunakan sesuai dengan SNI 1726-2012.
6. Occupancy, I
Untuk nilai Occupancy (I) atau sering disebut dengan faktor keutamaan
ditentukan berdasarkan tabel kategori resiko bangunan gedung dan struktur
lainnya untuk beban gempa pada SNI 1726–2012 (Lampiran A).
7. Spektral Percepatan Ss
Spektral Percepatan Ss merupakan Parameter percepatan respons spektral
MCE dari peta gempa pada periode pendek yang didapat dari Desain Spektra
Indonesia
8. Spektral Percepatan S1
Spektral Percepatan S1 merupakan Parameter percepatan respons spectral
MCE dari peta gempa pada periode 1 detik yang didapat dari Desain Spektra
Indonesia
9. Site Class atau Kelas Situs
Site Class atau Kelas Situs ini juga ditentukan berdasarkan peta gempa
yang didapatkan dari SNI 1726-2012 yaitu di daerah mana gedung tersebut
dibangun. Dari kelas situs yang sudah ditentukan, maka pada program dengan
menggunakan sistem beban gempa autoload, nilai koefisien situs Fa dan Fs,
spektral respon percepatan SDS dan SD1 akan terhitung otomotis.
2.6 Kombinasi Pembebanan
Untuk pemodelan rangka dengan pembebanan gempa berdasarkan SNI
1726–2012 adalah sebagai berikut:
1,4𝐷 (2.29)
1,2𝐷 + 1,6𝐿 + 0,5 𝐿𝑎atau 𝑅 (2.30)
1,2𝐷 + 1,6 𝐿𝑎 atau 𝑅 + 𝛾𝐿𝐿 atau 0,8𝑊 (2.31)
1,2𝐷 + 1,3𝑊 + 𝛾𝐿𝐿 + 0,5 𝐿𝑎 atau 𝑅 (2.32)
1,2𝐷 ± 1,0𝐸 + 𝛾𝐿𝐿 (2.33)
20
0,9𝐷 ± 1,3𝑊 atau 1,0𝐸 (2.34)
Keterangan:
𝐷 adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen,
termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan
layan tetap.
𝐿 adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk
kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan
lain-lain.
𝐿𝑎 adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh
pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh
orang dan benda bergerak.
𝑅 adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.
𝑊 adalah beban angin.
𝐸 adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 1726–2012
dengan, 𝛾𝐿 = 0,5 bila 𝐿 < 5 kPa dan 𝛾𝐿 = 1 bila 𝐿 ≥ 5 kPa.
2.7 Persamaan Interaksi Aksial - Momen
Berdasarkan SNI 03-1729-2002, salah satu dari dua persamaan interaksi
aksial-momen berikut ini harus dipenuhi oleh setiap komponen struktur prismatis
ganda dan simetris tunggal.
Bila 𝑁𝑢
∅𝑐𝑁𝑛 ≥ 0,20
𝑁𝑢
∅𝑐𝑁𝑛+
8
9
𝑀𝑢𝑥
∅𝑏𝑀𝑛𝑥+
𝑀𝑢𝑦
∅𝑏𝑀𝑛𝑦 ≤ 1,00 (2.35)
Bila 𝑁𝑢
∅𝑐𝑁𝑛 < 0,20
𝑁𝑢
2∅𝑐𝑁𝑛+
𝑀𝑢𝑥
∅𝑏𝑀𝑛𝑥+
𝑀𝑢𝑦
∅𝑏𝑀𝑛𝑦 ≤ 1,00 (2.36)
Dimana:
∅𝑏 = 0,90 (faktor reduksi kuat lentur)
∅𝑐 = 0,85 (faktor reduksi kuat tekan)
21
Keterangan:
𝑁𝑢 adalah gaya aksial (tarik atau tekan) perlu/terfaktor (N)
𝑁𝑛 adalah gaya aksial (tarik atau tekan) rencana/nominal (N)
𝑀𝑢𝑥 adalah momen lentur perlu/terfaktor terhadap sumbu x penampang (Nmm)
𝑀𝑢𝑦 adalah momen lentur perlu/terfaktor terhadap sumbu y penampang (Nmm)
2.8 Simpangan Antar Lantai Tingkat
Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.12.1 menyebutkan bahwa
simpangan antar lantai tingkat desain (Δ) tidak boleh melebihi simpangan antar
lantai tingkat ijin (Δa) seperti pada Tabel 16 (Lampiran A) untuk semua tingkat.
Selain harus memenuhi persyaratan simpangan ijin, simpangan antar tingkat juga
harus di kontrol bahaya terjadinya tingkat lunak (soft story). Menurut SNI 1726-
2012 Tabel 11, suatu struktur dianggap memilki tingkat lunak apabila terdapat
suatu tingkat dimana kekakuan lateralnya kurang dari 70% kekakuan lateral
tingkat diatasnya.
2.9 Bentuk-Bentuk Struktur Pada Analisis Struktur
SNI 03-1729-2002 menjelaskan pendistribusian pengaruh gaya dalam
kepada komponen struktur dan sambungan-sambungan pada suatu struktur
ditetapkan dengan menganggap salah satu atau kombinasi bentuk-bentuk struktur
berikut.
a. Struktur kaku
Pada struktur kaku, sambungan dianggap memiliki kekakuan yang cukup
untuk mempertahankan sudit-sudut di antara komponen-komponen
struktur yang disambung.
b. Struktur semi kaku
Pada struktur semi kaku, sambungan tidak memilki kekakuan yang cukup
untuk mempertahankan sudut-sudut di antara komponen-komponen
struktur yang disambung, namun harus dianggap memiliki kapasitas yang
cukup untuk memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan
sudut yang terjadi.
22
c. Struktur sederhana
Pada struktur sederhana, sambungan pada kedua ujung komponen struktur
dianggap bebas momen.
2.10 Sambungan Konstruksi Baja
Sambungan dalam konstruksi baja merupakan bagian yang penting.
Apabila terjadi kegagalan dalam sambungan maka dapat mengakibatkan
keruntuhan pada struktur bangunan tersebut. Untuk mencegah hal tersebut maka
sambungan baja harus di desain dengan baik.
Sambungan pada prinsipnya terdiri dari komponen sambungan dan alat
pengencang. Yang dimaksud dengan komponen sambungan adalah pelat pengisi,
pelat buhul, pelat pendukung dan pelat penyambung. Sedangkan alat pengencang
berupa baut dan las.
2.10.1 Klasifikasi Sambungan
Sambungan pada konstruksi baja dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan
kekangan yang dihasilkan sambungannya, yaitu.
a. Sambungan Kaku
Sambungan dianggap memiliki kekakuan yang cukup untuk
mempertahankan sudut diantara elemen-elemen yang disambung dengan
pengekangan rotasi sekitar 90% dari kapasitas yang diperlukan untuk
mencegah perubahan sudut. Gambar 2.9 menunjukan sambunguan kaku
dimana pada bagian sayap ditambahkan pengaku menggunakan las dan
pada bagian badan disambung dengan baut. Biaya dalam pembuatan
sambungan kaku relatif mahal dibandingkan dengan jenis sambungan yang
lain.
b. Sambungan Semi Kaku
Pada sambungan ini, pengekangan rotasi berkisar antara 20%
sampai 90% dari kapasitas yang diperlukan untuk mencegah perubahan
sudut. Sambungan mampu memikul sebagian momen namun tidak mampu
mempertahankan sudut diantara elemen baja yang disambung. Pada
sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, dan
23
deformasinya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya
didukung oleh percobaan eksperimental.
c. Sambungan Sendi
Pada sambungan ini rotasi ujung batang relatif besar dan derajat
pengekangan ujung batang sangat kecil yaitu sekitar 20% terhadap
kapasitas yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut. Gambar 2.10
menunjukan sambungan sendi dimana pada badan menggunaan alat
sambung berupa baut. Sambungan sendi tidak mampu memikul momen
dan bebas berotasi diantara kedua elemen yang disambung. Sambungan
sendi harus dapat berputar sudut agar memberikan rotasi yang diperlukan
pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur
terhadap komponen struktur yang disambung.
Gambar 2.9 Sambungan momen
Sumber: AISC (2002)
24
Gambar 2.10 Sambungan sendi
Sumber : AISC (2002)
2.10.2 Alat Penyambung Konstruksi Baja
Terdapat dua jenis alat sambung yang biasa digunakan pada konstruksi
baja yaitu baut dan las. Kedua alat sambung tersebut dapat digunakan tergantung
dari kebutuhan dalam konstruksi. Pengertian dari alat sambung tersebut sebagai
berikut.
a. Sambungan dengan baut
Baut adalah alat sambung dengan batang bulat dan berulir dimana
salah satu ujungnya dibentuk kepala baut dan ujung yang lain dipasang
mur/pengunci. Adapun beberapa keuntungan dari sambungan
menggunakan baut antara lain lebih mudah dalam pemasangan/penyetelan
konstruksi di lapangan dan konstruksi sambungan dapat dibongkar
pasang. Sedangkan kerugian menggunakan sambungan baut adalah
berkurangnya kekuatan dari komponen yang disambung. Hal ini
dikarenakan adanya lubang pada komponen akibat dari proses
penyambungan menggunakan baut.
25
b. Sambungan dengan las
Pengelasan adalah proses menyambung benda logam dengan cara
memanaskan baja hingga mencapai suhu lumer (leleh) yang kemudian
setelah dingin akan menyatu dengan baik.
Keuntungan dari menggunakan sambungan las antara lain bentuk
sambungan lebih rapi, konstruksi baja yang menggunakan sambungan las
akan lebih kaku dibandingkan menggunakan sambungan baut, dan
sambungan las dapat digunakan untuk menyambung elemn struktur yang
tidak memungkinkan menggunakan baut seperti penyambungan kolom
bundar.
Sedangkan kerugian menggunakan las adalah kualitas dari
pengelasan mempengaruhi kekuatan dari sambungan tersebut dan
sambungan las tidak dapat di bongkar pasang.