bab ii tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id ii... · kesetimbangan api akan ... dalam gambar 2.2...

26
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Api dan Proses Pembakaran Api yang timbul akibat proses pembakaran dimana terjadi oksidasi dan reaksi kimia kompleks antara oksigen, bahan bakar, dan panas akan disertai dengan munculnya asap dan gas sisa hasil pembakaran seperti karbon dioksida dan air (Gottuk dkk., 2002). Sedangkan bahan bakar adalah semua zat yang dapat melepaskan energi ketika dioksidasi. Bahan bakar dapat berbentuk fase padat, cair dan gas. Oksigen, bahan bakar, sumber sumber ignition, dan reaksi reaksi kimia yang terjadi merupakan elemen primer dari api. Kesetimbangan api akan terganggu apabila salah satu dari elemen penting tersebut mulai tidak seimbang. Gambar 2.1 Elemen segitiga api Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa nyala api sangat memerlukan oksigen dan bahan bakar. Oleh sebab itu, api akan terus menyala sesuai dengan reaksi oksidasi yang terjadi sampai bahan bakar habis. Komponen sebelum reaksi dalam

Upload: dohuong

Post on 12-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Api dan Proses Pembakaran

Api yang timbul akibat proses pembakaran dimana terjadi oksidasi dan

reaksi kimia kompleks antara oksigen, bahan bakar, dan panas akan disertai

dengan munculnya asap dan gas sisa hasil pembakaran seperti karbon dioksida

dan air (Gottuk dkk., 2002). Sedangkan bahan bakar adalah semua zat yang dapat

melepaskan energi ketika dioksidasi. Bahan bakar dapat berbentuk fase padat, cair

dan gas. Oksigen, bahan bakar, sumber – sumber ignition, dan reaksi – reaksi

kimia yang terjadi merupakan elemen primer dari api. Kesetimbangan api akan

terganggu apabila salah satu dari elemen penting tersebut mulai tidak seimbang.

Gambar 2.1 Elemen segitiga api

Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa nyala api sangat memerlukan oksigen

dan bahan bakar. Oleh sebab itu, api akan terus menyala sesuai dengan reaksi

oksidasi yang terjadi sampai bahan bakar habis. Komponen sebelum reaksi dalam

8

suatu reaksi pembakaran adalah reaktan (bahan bakar + oksidator) dan komponen

setelah reaksi pembakaran adalah produk pembakaran dan panas.

Pembakaran dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu pembakaran

jenis flaming dan smouldering. Jenis pembakaran smouldering merupakan bentuk

kebakaran yang terjadi tanpa adanya nyala api, pergerakannya lambat, dan

temperatur yang rendah disertai dengan perambatan panas ketika oksigen

mengenai permukaan bahan bakar pada fase kondensasi. Sedangkan jenis

pembakaran flaming merupakan pembakaran yang disertai dengan nyala api,

pergerakannya cepat, dan temperatur yang tinggi.

Pembakaran jenis flaming menghasilkan api yang merupakan sebuah

fenomena yang terjadi dalam fase gas. Bahan bakar dalam fase padat atau cair

harus terlebih dahulu mengalami perubahan fase menjadi fase gas untuk dapat

terbakar. Dalam gambar 2.2 terdapat beberapa mekanisme dari proses perubahan

wujud benda yang memiliki fase padat lalu berubah ke fase cair kemudian

menjadi fase gas.

Gambar 2.2 Proses perubahan bahan bakar padat menjadi uap

9

2.2 Pool Fire

Pool fire merupakan suatu pembakaran yang terjadi diatas kolam

horizontal yang bahan bakarnya berasal dari penguapan bahan bakar cair, dimana

momentum awalnya sangat rendah atau sama dengan nol. Nyala api dari pool fire

sangat tergantung pada besarnya luas permukaan bahan bakar (diameter pool fire).

Selain itu, nyala api juga bergantung pada banyaknya bahan bakar yang telah

mencapai titik mampu bakar yang tersedia dalam suatu pool fire. Dalam suatu

pool fire, aliran pada pembakaran bahan bakar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu

(Drysdale, 2003) :

1. Untuk ukuran diameter pool fire kurang dari 0,03 m (D ˂ 0,03 m) maka

api akan laminar

2. Untuk ukuran diameter pool fire yang lebih dari 1 m (D > 1 m) maka api

akan turbulent

3. Apabila ukuran diameter pool fire berada pada nilai antara 0,03 m sampai

1 m (0,03 m ˂ D ˂ 1 m) maka aliran api akan berada pada transisi antara

aliran laminar dan aliran turbulent

Penyebaran panas secara radiasi akan mendominasi pada permukaan bahan bakar

dengan ukuran diameter pool fire yang besar. Sedangkan diameter pool fire yang

berukuran kecil akan didominasi oleh penyebaran panas pada permukaan bahan

bakar secara konveksi (Gottuk dkk., 2002)

Pool fire adalah api yang terbakar secara difusi dari penguapan cairan

bahan bakar dengan momentum bahan bakarnya yang sangat rendah. Api yang

terbakar dari bahan jenis ini sangat sulit dipadamkan dan dapat menimbulkan

10

dampak kerugian yang sangat besar. Pool fire termasuk ke dalam kelas kebakaran

B, dan untuk memadamkannya saat ini banyak digunakan bubuk kimia kering

(dry powder) yang biasanya banyak terkandung dalam APAR (fire exthinguiser).

Pemadaman jenis ini tidak dapat menggunakan media air, karena sifat air yang

tidak bisa larut dalam minyak, sehingga menyebabkan api bukannya menjadi

padam tapi malah menyebar. Karakteristik pool fire dapat dilihat pada laju

pembakaran bahan bakar, laju produksi kalor, tinggi nyala api dan temperatur

nyala.

2.2.1 Laju Pelepasan Massa Pembakaran dan Produksi Kalor Pool fire

Pada suatu pool fire, api yang dihasilkan dari proses pencampuran bahan

bakar dan oksigen dengan sumber panas yang cukup akan mempertahankan nyala

api apabila kesetimbangan elemen api tidak terganggu. Hal ini diakibatkan oleh

adanya penguapan dan terjadinya suatu reaksi kimia bahan bakar cair akibat panas

yang ditimbulkan oleh nyala api. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.3, dimana

nyala api mempertahankan fase penguapan yang terjadi dan terjadi reaksi kimia

yang dapat menghasilkan material combustible dengan fase gas yang siap untuk

dibakar. Material combustible yang dihasilkan oleh reaksi kimia pada fase

penguapan bahan bakar akan mempertahankan nyala api

11

Gambar 2.3 Presentasi skematik dari pemukaan yang terbakar

Dalam suatu penyebaran nyala api seperti gambar diatas, laju pembakaran

akan sama dengan laju suplai gas combustible bahan bakar, dimana laju

pembakarannya ( ṁ” ) dapat ditulis secara umum dengan persamaan (Babrauska,

2002) :

Lv

QQm LF "" ...................................................................... (2.1)

Keterangan :

QF” : heat flux supplai dari api (kW/m2)

QL” : panas yang hilang atau heat flux dari permukaan bahan bakar

LV : panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan material combustible

dalam fase gas (kJ/kg) atau untuk bahan bakar cair yang merupakan

panas latent dari penguapan bahan bakar.

12

Babrauskas (2002) merumuskan suatu persamaan untuk mengetahui

besarnya heat release rate pada risiko api yang berasal dari pembakaran pool fire

dengan diameter lebih kecil dari 0.2 meter (D < 0.2 m) yaitu:

q = ∆hc ṁ”∞ (1 – e-KβD) x A .......................................................... (2.2)

Keterangan :

q : laju pelepasan panas(heat release rate) pool fire (kW)

Δhc : effective heat of combustion (kJ/kg)

ṁ ∞ : asymptotic mass burning rate for large fire diameter (kg/m2 s)

Kβ : empirical constant (konstanta ditunjukkan pada Tabel 2.2 untuk

beberapa jenis bahan bakar)

A : luas permukaan bahan bakar (m2)

Untuk besarnya mass burning rate pada suatu pool fire maka dapat digunakan

persamaan :

ṁ” = ṁ”∞ (1 – e(-KβD)) ........................................................... (2.3)

Keterangan :

ṁ” : mass burning rate pool fire (kgm-2s-1)

13

Tabel 2.1.

Pool burning themochemical dan Empirical Constant untuk berbagai jenis bahan bakar organik

Material Mass Loss

Rate ṁ”

(kg/m2-sec)

Heat of

Combustion ∆Hc eff

(kJ/kg)

Density

ρ

(kg/m3)

Empirical

Constant kβ

(m-1)

Cryogenics

Liquid H2

LNG (mostly CH4) LPG (mostly C3H8)

0.017

0.078 0.099

12,000

50,000 46,000

70

415 585

6.1

1.1 1.4

Alcohols

Methanol (CH3OH)

Ethanol (C2H5OH)

0.017

0.015

20,000

26,800

796

794

100 **

100 **

Simple Organic Fuels

Butane (C4H10)

Benzene (C6H6) Hexane (C6H14) Heptane (C7H16)

Xylene (C8H10) Acetone (C3H8O)

Dioxane (C4H8O2) Diethyl Ether (C4H10O)

0.078

0.085 0.074 0.101

0.090 0.041

0.018 0.085

45,700

40,100 44,700 44,600

40,800 25,600

26,200 34,200

573

674 650 675

870 791

1,035 714

2.7

2.7 1.9 1.1

1.4 1.9

5.4 0.7

Petroleum Products

Benzine

Gasoline Kerosene

JP-4 JP-5 Transformer Oil,hydrocarbon

Fuel Oil, heavy Crude Oil

0.048

0.055 0.039

0.051 0.054 0.039

0.035 0.022-0.0.045

44,700

43,700 43,200

43,500 43,000 46,400

39,700 42,500-42,700

740

740 820

760 810 760

940-1,000 830-880

3.6

2.1 3.5

3.6 1.6 0.7

1.7 2.5

Solids

Polimethylmethacrylate (C6H8O2)2

Polypropylene (C3H6)2 Polystyrene (C8H8)2

0.020

0.018 0.034

24,900

43,200 39,700

1,184

905 1,050

3.3

100 ** 100 **

Miscellaneous

5616 Silicon Transformer Fluid

0.005

28,100

960

100 **

14

2.2.2. Waktu Nyala Api

Laju pembakaran suatu bahan bakar bergantung pada bentuk dan senyawa

kimia pembentuk bahan bakar tersebut. Bentuk dari suatu bahan bakar akan

berpengaruh terhadap laju pembakaran. Faktor utama yang sangat penting adalah

luas permukaan bahan bakar terhadap rasio massa dari bahan bakar yaitu luasnya

permukaan bahan bakar yang dapat terbakar dibandingkan dengan massa total dari

bahan bakar.

Pengukuran terhadap waktu pembakaran merupakan suatu cara untuk

menentukan bahaya yang ditimbulkan oleh kebakaran dalam ruangan. Lamanya

waktu pembakaran dari suatu bahan bakar dalam ruangan dapat diperkirakan

dengan melihat banyaknya material yang mungkin terbakar dan udara dalam

ruangan yang terbakar. Ketika bahan bakar cair terbakar maka api akan

berkembang sesuai dengan laju pelepasan massa dan panas dari produk

pembakaran. Diameter pool fire yang merupakan luas permukaan bahan bakar

akan mempengaruhi laju pelepasan massa dari bahan bakar. Dalam suatu analisis

dimana dua buah bakar cair dengan volume dan jenis yang sama terbakar, bahan

bakar cair dengan permukaan diameter yang lebih kecil akan terbakar dalam

waktu yang lebih lama dibandingkan dengan bahan bakar cair diameter yang lebih

besar. Massa dari material yang terbakar persatuan waktu dapat d iperkirakan

dengan menggunakan waktu pembakaran bahan bakar, dimana :

vD

Vtb

.

42

................................................................................. (2.4)

15

Keterangan :

V : volume bahan bakar cair (m3)

D : diameter pool fire (m)

v : laju pembakaran / regression rate (ms-1)

Bahan bakar cair yang terbakar dan bahan bakar yang dipakai dalam

proses pembakaran akan berkurang seiring dengan laju pembakaran (regression

rate) yang didefinisikan sebagai loss volumetric dari bahan bakar cair per satuan

luas area dalam satuan waktu seperti pada persamaan :

fuel

mv

................................................................... (2.5)

Keterangan :

ṁ” : mass burning rate pool (kgm-2s-1)

ρfuel : massa jenis bahan bakar (kgm-3)

2.2.3 Tinggi Nyala Api

Untuk mengetahui tinggi nyala api dari pool fire dapat menggunakan

rumus :

Hf = (0.235 Q2/5) – 1.02 D (Method Of Hesketad) .......... (2.6)

Keterangan :

Q : laju produksi kalor (KW)

D : diameter dari pool fire

2.3 Sistem Kabut Air (Water Mist Systems)

2.3.1 Pengertian Sistem Kabut Air

Isu paling penting dalam kebakaran adalah sumber air yang kadang sulit

diperoleh. Maka upaya untuk mengurangi jumlah air yang dibutuhkan adalah

16

dengan cara membuat air menjadi kabut. Sistem kabut air mempunyai prinsip

kerja seperti itu yaitu memanfaatkan air dengan cara membuat air tersebut

menjadi sangat halus. Semakin halus permukaan butiran air yang dihasilkan, akan

meningkatkan luas permukaan air. Jika luas permukaan air meningkat, maka air

akan sulit melakukan penetrasi ke dalam permukaan yang terbakar. Dengan kata

lain, kabut air akan mengambil kalor pembakaran tanpa membasahi material yang

terbakar. Ini membuat api dapat padam dan resiko letupan dapat dikurangi. Inilah

salah satu keunggulan sistem kabut air dibandingkan menggunakan sistem air

biasa. Sistem kabut air tidak membutuhkan bahan kimia tambahan, namun

membutuhkan tekanan yang besar untuk menghasilkan kabut air.

Sebuah sistem kabut air adalah air berbasis sistem pemadam kebakaran

otomatis. Kabut air adalah penyemprotan halus dengan 99 persen dari volume air

yang terkandung dalam tetesan air kurang dari satu milimeter (1.000 mikron)

dalam diameter (NFPA 750 standard). Air dibagi menjadi tetesan sangat halus

menciptakan luas permukaan lebih besar dari tetesan standar yang dipancarkan

dari sistem sprinkler. Air kabut tetesan sistem dapat 20 kali lebih kecil dan

memiliki luas permukaan 400 kali lebih besar dari tetesan air sistem sprinkler.

Sejumlah air akan berubah menjadi uap, atau biasa disebut sebagai panas laten

penguapan. Hal ini secara drastis dapat mengurangi tingkat pembakaran. Uap juga

akan menempati volume yang jauh lebih besar daripada jika tetesan itu dalam

bentuk cair. Uap juga akan menggusur oksigen dari zona api, sehingga satu

elemen penting dalam segitiga api akan bisa dihilangkan. Kabut air akan

membuang panas dari sumber bahan bakar bahkan setelah api telah dipadamkan.

17

Hal ini dapat mencegah api menyala kembali. Sistem ini juga menyerap panas

dan menyebarkan radiasi, mengurangi jumlah energi yang diproyeksikan ke bahan

bakar. Sistem kabut air juga dapat menyaring uap korosif dan beracun seperti

karbon monoksida yang dihasilkan oleh bahan-bahan seperti kayu, plastik, dan

cairan yang mudah terbakar.

Mawhinney dan Salomon (1997) mengklasifikasikan sistem water mist

berdasarkan distribusi yang disajikan dalam bentuk pembagian persen volume

comulatif yang membedakan antara droplet yang kasar dan halus. Dari gambar 2.4

menunjukkan bahwa, untuk semprotan kelas 1, dimana volume yang terkandung

dalam tetesan kurang dari 200 µm. Kelas 2 dan 3 didefenisikan dengan cara yang

sama. Dalam aplikasinya, kelas 1 dan kelas 2 cocok untuk pemadaman kebakaran

pada pool fire atau pemadaman api dimana percikan bahan bakar harus dihindari.

Gambar 2.4 Klasifikasi dari semprotan air berdasarkan ukuran distribusi dropplet

18

2.3.2 Mekanisme Pemadaman dari Sistem Kabut Air

Mekanisme utama dalam pemadaman nyala api dengan sistem kabut air :

1. Pendinginan fase gas

Air memiliki panas laten yang sangat besar (2270 kJ/kg).

Penguapan air memiliki spesifik panas yang paling tinggi diantara gas

yang ada di atmosfer. Penguapan air akan mengurangi temperatur udara

lingkungan. Apabila penguapan air terjadi dekat dengan nyala api maka

akan dapat mengganggu dinamika api. Pada bahan bakar padat dan cair,

hal ini merupakan suatu reaksi panas dari api yang disebabkan oleh

volatilasi bahan bakar. Pengurangan temperatur juga akan menyebabkan

pengurangan jelaga yang dihasilkan pada proses pembakaran.

2. Pengurangan oksigen dan pengurangan penguapan material

Pengurangan oksigen dapat terjadi secara lokal dan menyeluruh

pada suatu sistem. Pengurangan oksigen pada daerah lokal terjadi ketika

droplet air masuk ke dalam reaksi pembakaran. Uap yang dihasilkan oleh

droplet air akan mengganggu masuknya oksigen ke dalam suatu reaksi

pembakaran sehingga mengganggu kesetimbangan api.

3. Pendinginan permukaan bahan bakar

Droplet air yang masuk ke permukaan suatu bahan bakar padat

yang terbakar akan mendinginkan permukaan bahan bakar tersebut. Hal ini

mengurangi laju volatilasi bahan bakar dan menghalangi penyebaran api.

19

2.4 Nosel dan Sistem Injeksi

Nosel (atau atomisers) digunakan untuk memecah aliran kontinu cair

menjadi spray atau tetesan. Nosel banyak digunakan dalam berbagai aplikasi

seperti : injeksi bahan bakar pada mesin diesel, turbin gas dan roket,

penyemprotan tanaman, dan pendinginan permukaan cairan bahan bakar. Fungsi

dasar dari nosel adalah:

1. Pengendalian aliran dari liquid

2. Atomisasi liquid menjadi butiran

3. Penyebaran tetesan dalam pola tertentu

4. Meningkatkan luas permukaan dari liquid

5. Membangkitkan momentum hidrolik

Berbagai aplikasi dan fungsi yang luas telah memunculkan berbagai

desain untuk nosel sehingga tersedia secara komersial. Nosel harus mampu

menghasilkan semprotan dengan kualitas yang baik, disesuaikan dengan

kebutuhan dan bisa bekerja pada berbagai macam laju aliran flow rate. Nosel yang

biasanya digunakan salah satunya adalah jenis single fluid. Berbagai aplikasi dan

fungsi yang luas telah memunculkan berbagai desain untuk nosel sehingga

tersedia secara komersial. Dalam aplikasi seperti cat semprot, keseragaman dari

spray yang dihasilkan adalah hal yang terpenting, beda halnya dengan kebutuhan

spray untuk tanaman pertanian, ukuran tetesan kecil harus dihindari karena dapat

hanyut oleh angin. Sehingga perlu untuk mengetahui agar nosel mampu

menghasilkan semprotan dengan kualitas yang baik, disesuaikan dengan

20

kebutuhan dan bisa bekerja pada berbagai macam laju aliran flow rate (Santangelo

dkk., 2008)

Nosel yang biasanya digunakan salah satunya adalah jenis single fluid, di

mana energi kinetik dari fluida dimanfaatkan untuk breakup atau ada yang

menggunakan secondary fluid (udara biasanya dikompresi) untuk mempercepat

proses breakup. Umumnya proses breakup terjadi setelah liquid meninggalkan

nosel sebagai hasilnya terjadi aerodinamis drag atau ketidakstabilan

hidrodinamik. Peran nosel hanya untuk menghasilkan sebuah jet liquid dengan

turbulensi dan profil kecepatan untuk mencapai breakup sesuai dengan yang

diperlukan. Karakteristik spray yang dihasilkan oleh nosel tertentu bervariasi

tergantung tekanan operasi yang diberikan.

2.4.1 Jenis Nosel Berdasarkan Mekanisme Kerjanya

2.4.1.1 Nosel Single-Fluid

Single fluid dikenal juga sebagai simpleks atau jenis Hidrolik. Spray yang

dihasilkan dipengaruhi oleh tekanan air yang diberikan. Pada tekanan tinggi,

hubungan antara ukuran droplet dan tekanan akan menjadi lebih kompleks.

Biasanya terjadi penurunan diameter secara signifikan dengan meningkatnya

tekanan (De Stefano dkk., 2008)

21

Gambar 2.5. Jenis Nosel Single fluid

Beberapa jenis nosel untuk single fluid :

a) Hollow cone–single fluid: Tejadi gerakan berputar yang diinduksi

kedalam dalam liquid di dalam nosel yang memproduksi spray, di mana

sebagian besar tetesan terkonsentrasi di tepi luar.

b) Full cone–single fluid: Spray terdistribusi lebih homogen dimana tetesan

didistribusikan secara melingkar.

c) Flat spray–single fluid : Menghasilkan seperti lembar spray dengan

distribusi yang relatif seragam, yang sangat cocok digunakan untuk

melindungi peralatan dalam rongga sempit.

2.4.1.2 Nosel Twin Fluid

Twin-fluid mist nosel memproduksi kabut dengan dibantu oleh udara, juga

dikenal sebagai udara atomising, duplex atau nosel pneumatik. Biasanya nitrogen

dicampur dengan air pada bagian chamber sehingga menghasilkan kabut yang

22

lebih halus, yang kemudian dikeluarkan melalui outlet tunggal atau ganda. Yang

efektif pada twin-fluid adalah atomisasi bisa terjadi pada tekanan operasi yang

rendah (5-6 bar) jika dibandingkan dengan nosel jenis single fluid. Maka

umumnya ukuran dari droplet yang dihasilkan oleh twin-fluid lebih kecil atau

lebih halus, gambar 2.6 menunjukan contoh dari nosel twin fluid.

Gambar 2.6

Jenis Nosel Twin fluid

Dibawah ini digambarkan beberapa contoh nosel dan mekanisme kerjanya :

23

Gambar 2.7 Skema ilustrasi nosel untuk pemadam kebakaran

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peforma spray nosel (Mawhinney dkk.,

1997) :

a) Tekanan operasi : Tekanan yang digunakan pada saat melakukan

eksperimental, biasanya tekanan terukur yang ada pada pressure gauge.

24

b) Viskositas Fluida : Viskositas dinamik liquid yang menolak perubahan

bentuk atau susunan unsur-unsur pada saat aliran. Viskositas dari fluida

merupakan faktor utama yang mempengaruhi pembentukan pola spray

dan, sudut spray dan kapasitas.

c) Temperatur fluida: Meskipun temperatur fluida tidak menyebabkan

perubahan lansung terhadap kinerja spray nosel, namun sering

mempengaruhi viskositas, permukaan ketegangan, dan gravitasi spesifik

sehingga parameter tersebut mempengaruhi kinerja terhadap spray nosel.

d) Tegangan Permukaan (Surface tension) : Permukaan liquid cenderung

dianggap memiliki pengaruh yang paling kecil, dalam hal ini, seperti

membran yang diberi tarikan. Setiap bagian dari permukaan liquid

memberikan ketegangan pada bagian yang berdekatan atau pada benda

lainnya yang berada dalam kontak liquid tersebut. Tegangan permukaan

yang lebih tinggi dapat mengurangi sudut spray, terutama pada hollow

cone dan flat fan spray.

2.5 Dasar-dasar dari Spray

Konsep injeksi liquid yang melewati lubang kecil pada phenomena

pembentukan spray terbukti merupakan proses yang sangat kompleks. Meskipun

analisis pembentukan spray memiliki disiplin ilmu sendiri, memahami beberapa

aspek fisiknya merupakan suatu pembelajaran yang berharga. Dalam pembahasan

ini akan dijelaskan tentang dasar-dasar spray secara umum, seperti kondisi

pembentukan spray, pembentukan tetesan dan kondisi pemisahan droplet. Namun

25

dalam penelitian ini akan dibahas lebih khusus pada spray untuk water mist yang

menggunakan air sebagai fluidanya.

2.5.1 Pembuatan Spray Droplet dan Distribusi Ukuran Droplet Air

Ada tiga cara untuk membuat spray droplet dalam suatu sistem kabut air,

yaitu :

1. Impingiment nosel

2. Twin fluid nosel

3. Pressure jet nosel

Dalam penelitian ini, cara yang akan digunakan untuk membentuk spray

droplet adalah dengan nosel pressure jet. Pembentukan spray droplet langsung

dari aliran turbulen jet melalui penyemprotan air (break up). Terdapat dua cara

utama dalam penyemprotan air (break-up) yaitu : bag break up dan stripping

break-up (Xiao dkk., 2011). Dalam bag break-up, satu droplet akan terpisah

menjadi dua atau lebih droplet baru dengan ukuran masing-masing droplet yang

hampir sama. Sedangkan dalam stripping break-up, droplet dengan ukuran kecil

akan terpisah dari permukaan droplet dengan ukuran yang lebih besar.

Terdapat empat cara untuk membuat spray droplet dari jet air, yaitu (Hart,

2005) :

1) Dengan cara Rayleigh rezim breakup : droplet air akan terbentuk jauh dari

ujung nosel dengan diameter droplet yang dihasilkan lebih besar daripada

diameter orifice nosel

26

Dengan cara First wind-induced break-up : suatu cara pembentukan droplet

air dimana droplet yang dibentuk memiliki ukuran yang hampir sama

dengan ukuran diameter orifice nosel

Dengan cara Second wind-induced break up : suatu cara pembentukan

droplet dimana droplet air terjadi dekat di bawah aliran sekitar nosel dan

diameter droplet yang dihasilkan lebih kecil daripada diameter orifice

nosel.

Dengan cara Atomization: pembentukan droplet air yang dimulai dari

orifice nosel tempat keluar droplet yang disebabkan oleh ukuran dan

tekanan yang diberikan pada air. Diameter droplet air yang dihasilkan lebih

kecil dibandingkan dengan diameter orifice nosel

Dibawah ini merupakan beberapa rezim atau kondisi pada proses breakup

Gambar 2.8

Pembentukan droplet air (a) Rayleigh break-up, (b) First wind-induce break up, (c) Second wind-induce break-up, (d) Atomisasi

27

Dalam suatu pembentukkan spray droplet, terdapat tiga kategori tekanan

yang digunakan, yaitu :

1. Low pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang

digunakan kurang atau sama dengan 12.5 bar (P ˂ 12.5 bar)

2. Medium pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang

digunakan antara 12.5 sampai dengan 35 bar (12.5 ˂ P ˂ 35 bar)

3. High pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang

digunakan lebih besar atau sama dengan 35 bar (P > 35 bar)

2.6 Pemadaman api pada pool fire

2.6.1 Interaksi kabut air dengan pool fire dan karakteristik api

Karakteristik nyala api pool fire berbeda untuk jenis bahan bakar yang

berbeda. Oleh karena itu, model pool fire dipelajari untuk analisis karakteristik

api. Penelitian sebelumnya (Jones dkk., 1995; Liu dkk, 2000; Richard dkk, 2002)

menunjukkan bahwa, zona uap yang kaya bahan bakar berada pada dasar pool

fire. Xiao (2011) menggambarkan pool fire yang disederhanakan seperti model

seperti ditampilkan di Gambar 2.9. Uap bahan bakar akan terkonveksi ketika air

aliran jet kabut air mulai jatuh pada permukaan api. Uap bahan bakar akan tetap

terbakar dan terkonveksi ketika disemprot oleh jet kabut air, dan bisa

menyebabkan api membesar.

2.6.2 Interaksi antara kabut air dengan api

Aliran jet kabut air mulai berpengaruh pada api setelah dilakukan

penyemprotan, diawali dengan terjadinya penurunan ketinggian nyala api terlebih

dahulu. Kemudian kabut air akan mencapai inti uap bahan bakar dan membuat

28

bahan bakar uap terkonveksi. Seperti dalam penelitian W. W. Bannister dkk

(2001), pemadaman dengan kabut air untuk bahan bakar akan mempengaruhi titik

flash point. Oleh karena itu, uap bahan bakar akan terbakar seperti dalam proses

difusi dan membentuk api membesar seperti bola. Difusi uap bahan bakar yang

disebabkan oleh aliran jet kabut air merupakan faktor kunci untuk kabut air yang

menghasilkan bahan bakar uap difusi. Airan dari jet kabut air dengan momentum

yang cukup, akan mendorong uap bahan bakar keluar dari polanya, dan

menyebabkan api akan terekspansi.

Gambar 2.9.

Model pool fire sederhana

2.6.3. Interaksi antara kabut air dengan bahan bakar panas

Interaksi antara kabut air dan bahan bakar panas merupakan masalah yang

penting dan kompleks. Bannister dkk (2001) menyatakan bahwa efek azeotropik

dapat meningkatkan intensitas api dan berfungsi untuk mengekspansi api.

Aplikasi kabut air pada bahan bakar yang tidak larut dalam air akan menghasilkan

tingkat peningkatan penguapan bahan bakar, dan meningkatkan intens itas api.

Oleh karena itu, setelah kabut air mencapai permukaan bahan bakar, campuran

29

dua cairan akan terbentuk. Sementara, campuran air dan bahan bakar akan

berkontribusi pada tekanan uap keseluruhan campuran. Artinya, tekanan uap total

Pm P0A P0

B . Dimana P0A mengacu pada tekanan uap jenuh air murni, dan

P0B mengacu pada tekanan uap jenuh bahan bakar. Cairan mendidih ketika

tekanan uap menjadi sama dengan tekanan eksternal (101,325 KPa). Oleh karena

itu, campuran dari cairan bercampur dan mendidih pada suhu lebih rendah dari

titik didih dari salah satu cairan murni. Tekanan uap gabungan akan mencapai

tekanan eksternal sebelum tekanan uap dari salah satu komponen individu dapat

mencapainya. Ini berarti bahwa campuran akan mendidih pada suhu yang kura ng

dari titik didih dari masing – masing cairan murni.

Dalam pool fire, campuran yang memiliki titik didih yang lebih rendah

terbentuk setelah kabut air mencapai permukaan bahan bakar, dan temperatur dari

permukaan cairan akan lebih tinggi dari titik didih campuran tersebut, kemudian

bahan bakar akan mendidih dan menjadi uap.

2.6.4 Momentum kabut air

Eksperimental mengungkapkan bahwa momentum dari kabut air sangat

berpengaruh terhadap efektifitas pamadaman api pool fire. Aliran jet kabut air

mencapai mencapai inti bahan bakar kaya uap dan mendorong uap bahan bakar

keluar dari polanya. Sangat penting untuk menyadari bahwa momentum kabut air

yang dibahas di sini adalah momentum kabut air di daerah inti bahan bakar yang

kaya uap. Di sisi lain, jika kecepatan awal kabut air sama, sementara jarak dari

nosel ke permukaan bahan bakar pendek, maka momentum kabut air akan

meningkat.

30

2.6.5 Mekanisme transport

Sebuah aspek penting dari perilaku kabut air yang tidak terkait dengan

mekanisme pemadaman adalah kemampuan transport dan tersebar melalui udara.

Untuk tetesan diameter kecil, besar drag aerodinamis relatif besar untuk gravitasi

dan inersia. Sebagai contoh, kecepatan terminal tetesan air kira-kira sebanding

dengan kuadrat diameter (lihat Gambar 2.10) dan karenanya jauh lebih rendah

untuk tetesan kabut (d=100 μm) daripada tetesan water mist dengan (d=1000 μm).

Hal ini memungkinkan kabut untuk tetap di udara untuk jangka waktu yang lama.

Selanjutnya pengaruh aliran udara jauh lebih berpengaruh pada tetesan yang kecil.

Hal ini memungkinkan arus konveksi membawa tetesan ke arah api dan membuat

turbulensi di udara menyebar pada seluruh volume.

Gambar 2.10. Kecepatan terminal untuk partikel sferis terisolasi di udara stasioner

31

2.7 Penelitian – penelitian sebelumnya

Beberapa penelitian - penelitian tentang sistem pemadaman kabut air yang

telah dilakukan sebelumnya, antara lain :

1. M. Windanarko Siamullah, dkk. melakukan penelitian pemadaman api tipe

premixed flame dengan kabut air yang memiliki ukuran droplet 40,21 µm,

53,33 µm, dan 69,93 µm. Hasil penelitian yang didapatkan adalah semakin

kecil ukuran droplet air maka semakin efektif untuk memadamkan api.

2. J.Qin, dkk. (2004) melakukan penelitian pemadaman api pada kebakaran

tumpahan minyak dengan sistem kabut air yang beroperasi pada tekanan

kerja 0,2 s/d 0,6 Mpa dalam sebuah cone calorimeter. Hasil yang didapat

adalah sistem ini efektif untuk memadamkan api

3. Z. Liu, dkk. (2005) melakukan penelitian pengunaan sistem kabut air

dengan discharge pressure 689 KPa dan 414 KPa untuk memadamkan

kebakaran pada kebakaran tumpahan minyak berjenis pool fire. Hasil yang

didapat adalah sistem kabut air sangat efektif untuk memadamkan

kebakaran jenis ini.

4. A. Jones, dkk. (1995), melakukan review beberapa penelitian pemadaman

api berbasis kabut air pada kebakaran listrik. Tekanan kerja yang

digunakan 2 s/d 100 bar. Hasil yang diperoleh adalah sistem ini cukup

efektif dan aman dalam pemadaman kebakaran peralatan listrik.

5. Zhigang Liu,dkk. (2007), melakukan penelitian untuk menguji keefektifan

sistem kabut air pada kebakaran pool fire. Discharge pressure yang

digunakan adalah 414 s/d 863 kPa dengan diameter droplet di bawah 250

32

µm. Hasil yang didapat adalah dengan diameter droplet yang lebih kecil

sistem menjadi makin efektif

6. Mawhinney, dkk. (1997), menguji keefektifan sistem kabut air dengan

menggunakan nosel tipe twin fluid untuk pemadaman api pool fire dengan

diameter droplet dibawah 100 µm dengan hasil yang cukup memuaskan.

7. Li Zheng, dkk (2011), menguji pemadaman kebakaran dengan

menggunakan eksplosive kabut air pada kebakaran hutan. Sistem ini juga

ternyata bermanfaat dalam memadamkan kebakaran hutan