bab ii tinjauan pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/bab ii.pdf · lapisan-lapisan...

26
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Lentur Merupakan salah satu perkerasan jalan dengan bahan yang berupa campuran aspal sebagai bahan pengikatnya, sehingga mempunyai sifat lentur serta bahan berbutir sebagai lapis di bawahnya. Susunan perkerasan ini mempunyai berbagai lapisan yang dihamparkan diatas tanah dasar yang sudah dipadatkan. Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah lapisan dibawahnya (Sukirman, 1999). Dalam ilustrasi gambar terlihat bahwa beban roda kendaraan yang menyebarkan beban pusat Po ke bagian perkerasan jalan melewati bidang kontak roda . Kemudian lapisan permukaan menerima beban roda kendaraan dan dihamparkannya ke bagian lapisan tanah dasar sehingga menjadi P 1 yang sangat kecil dari daya dukung tanah dasar. Gambar 2.1 Hamparan beban roda kendaraan yang melewati lapisan perkerasan Sumber : Sukirman, 1999.

Upload: others

Post on 18-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Lentur

Merupakan salah satu perkerasan jalan dengan bahan yang berupa

campuran aspal sebagai bahan pengikatnya, sehingga mempunyai sifat lentur serta

bahan berbutir sebagai lapis di bawahnya. Susunan perkerasan ini mempunyai

berbagai lapisan yang dihamparkan diatas tanah dasar yang sudah dipadatkan.

Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan

menghamparkan ke arah lapisan dibawahnya (Sukirman, 1999).

Dalam ilustrasi gambar terlihat bahwa beban roda kendaraan yang

menyebarkan beban pusat Po ke bagian perkerasan jalan melewati bidang kontak

roda . Kemudian lapisan permukaan menerima beban roda kendaraan dan

dihamparkannya ke bagian lapisan tanah dasar sehingga menjadi P1 yang sangat

kecil dari daya dukung tanah dasar.

Gambar 2.1 Hamparan beban roda kendaraan yang melewati lapisan perkerasan Sumber : Sukirman, 1999.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

6

2.1.1 Konstruksi Perkerasan Lentur

Bagian-bagian Konstruksi perkerasan lentur :

Gambar 2.2 Susunan Lapisan Perkerasan Jalan Sumber : Sadegaunito, 2012.

a. Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapisan yang berada di bagian paling atas dari perkerasan lentur.

Fungsi lapis permukaan yaitu untuk menahan beban roda sebab

lapisannya memiliki stabilitas yang tinggi. Fungsi lainnya adalah

kedap terhadap air sehingga melindungi badan jalan dari kerusakan

akibat air hujan yang jatuh dan sebagai lapisan aus yang secara

langsung dikenai gesekan akibat gaya rem kendaraan hingga sangat

mudah aus.

b. Lapisan Pondasi atas (Base Course)

Lapisan yang berada di tengah lapisan permukaan dan lapis

pondasi bawah. Peran lapisan ini adalah berfungsi sebagai penahan

beban roda dan disebarkan lagi ke lapis perkerasan dibawahnya.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

7

c. Lapisan pondasi bawah (Subbase Course)

Lapis yang terakhir dari lapis perkerasan lentur sebelum tanah

dasar . Peran pondasi bawah ialah sebagai perkerasan yang

menyokong dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar. Untuk

mencapai efisiensi penggunaan material yang digunakan pada lapis ini

mutu harus lebih rendah dari lapisan pondasi atas agar mengurangi

penggunaan material berlebih pada lapis tersebut.

2.1.2 Parameter Perencanaan Lapisan Perkerasan Lentur

Dalam perencanaan tebal perkerasaan mengacu pada metode analisa

komponen SKBI 1987 . Dibutuhkan tinjauan terhadap faktor yang mungkin

mempengaruhi fungsi layanan terhadap konstruksi perkerasaan jalan.

2.1.2.1 Klasifikasi Jalan

Sesuai dengan UU No. 38 2004, sistem jaringan di indonesia dapat

dibedakan atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

Klasifkasi kelas jalan dan ketentuannyaserta kaitannya dengan klasifikasi

menurut fungsi jalan dapat dilihat berdasarkan tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi jalan

Fungsi Kelas MST (ton)

Arteri

I > 10

II 10

III A 8

Kolektor III A

8 III B

Sumber : Undang-Undang No.22, 2009

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

8

2.1.2.2 Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan

1. Jaringan jalan dengan menggabungkan masing-masing sentral aktivitas

distribusi barang jasa untuk kepentingan perkermbangan semua wilayah

tingkat nasional yaitu sistem jaringan jalan primer.

2. Jaringan jalan pada perkotaan biasa dipergunakan sebagai layanan

distribusi barang jasa yaitu sistem jaringan jalan sekunder.

2.1.2.3 Berdasarkan Fungsi

1. Jalan Arteri

Jalan yang menyediakan jalur bagi angkutan antar provinsi dengan ciri

perjalanan jarak jauh yang mempunyai kecepatan kelajuan rerata tinggi,

dan membatasi jumlah jalan masuknya.

2. Jalan Kolektor

Jalan yang menyediakan bagi angkutan dalam kota dengan ciri perjalanan

jarak sedang yang mempunyai kecepatan kelajuan rerata sedang, dan

membatasi jumlah jalan masuknya.

3. Jalan Lokal

Jalan yang menyediakan bagi angkutan setempat yang mempunyai

kelajuan rerata rendah.

2.1.2.4 Umur Rencana

Menururt Sukirman (1999) untuk merencanakan umur perkerasan

biasanya dipakai 10 tahun sebagai perbaikan jalan, dan untuk umur rencana yang

lebih tinggi dari 20 tahun tidaklah ekonomis dikarenakan pertumbuhan lalu lintas

yang terlalu besar dan sulit mendapatkan ketepatan yang memenuhi syarat.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

9

2.1.3 Lalu Lintas

2.1.3.1 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Untuk menetapkan koefisien distribusi kendaraan yang melewati jalur

rencana bagi kendaraan ringan maupun berat dapat ditentukan menurut tabel

dibawah ini.

Tabel 2.2 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Jumlah

Lajur

Kendaraan Ringan* Kendaraan Berat**

1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah

1 Lajur

2 Lajur

3 Lajur

4 Lajur

5 Lajur

6 Lajur

1.00

0.60

0.40

-

-

-

1.00

0.50

0.40

0.30

0.25

0.20

1.00

0.70

0.50

-

-

-

1.00

0.50

0.475

0.45

0.425

0.40

Sumber: SKBI-2.3.26. 1987/SNI/ 03-1732-1989

*) berat total < 5 ton, misalnya mobil penumpang, pick up, mobil hantaran

**) berat total > 5 ton, misalnya, bus, truk, traktor, semi trailler, trailler.

2.1.3.2 Ekivalen Beban Sumbu kendaraan (E)

Angka yang menegaskan bahwa perbandingan suatu tingkat

kerusakan jalan ditimbulkan oleh beberapa lintasan beban sumbu kendaraan

tunggal dan ganda dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh beban sumbu tunggal

standar sebesar 8,16 ton. Volume lalu lintas pada umumnya dikelompokkan

beberapa yang dapat mewakili suatu jenis kendaraan dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

10

Tabel 2.3 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Beban Sumbu Angka Ekivalen

Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

8160

9000

10000

11000

12000

13000

14000

15000

16000

2205

4409

6614

8818

11023

13228

15432

17637

18000

19841

22046

24251

26455

28660

30864

33069

35276

0.0002

0.0036

0.0083

0.0577

0.1410

0.2923

0.5415

0.9238

1.0000

1.4798

2.2555

3.3022

4.6770

6.4419

8.6647

11.418

14.7815

-

0.0003

0.0016

0.0050

0.0121

0.0252

0.0466

0.0794

0.0860

0.1273

0.1940

0.2840

0.4022

0.5540

0.7452

0.9820

1.2721

Sumber : SKBI-2.3.26. 1987

2.1.3.3 Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus Lintas Ekivalen

Data jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih

yang dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan, perhitungan LHR dapat

menggunakan persamaan di bawah ini :

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

11

1. Lalu lintas harian rata-rata (LHR) dari tiap-tiap jenis kendaraan

yang dihitung 2 arah pada awal umur rencana dapat diperoleh rumus

di bawah ini :

Catatan : n = tahun rencana

2. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dapat diperoleh dari rumus

dibawah ini :

Catatan : j = Jenis Kendaraan

3. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dapat dapat diperoleh dari rumus

dibawah ini:

Catatan : i = Perkembangan lalu lintas

j = Jenis kendaran

4. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dapat dihitung dengan menggunakan

rumus dibawah ini :

5. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan menggunakan

rumus dibawah ini :

Catatan : FP (Faktor Penyesuaian) = UR (Umur Rencana) / 10

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

12

2.1.4 Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR.

Hubungan antara gambar DDT dan CBR bisa diketahui bahwa Daya

Dukung Tanah untuk dasar perencanaan perkerasan jalan. Kemudian CBR

diperoleh dengan cara melihat dari grafis. Cara menentukan CBR digunakan nilai

CBR hasil tes dengan pengujian di laboratorium yang digunakan untuk

perencanaan perkerasan jalan baru.

CBRSEGMEN = CBRrata-rata –

Dimana nilai R tergantung oleh jumlah data dalam suatu segmen yang

dijabarkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.4 Nilai R untuk Perhitungan CBRsegmen

Jumlah Titik

Pengamatan

Nilai

R

2 1,41

3 1,91

4 2,24

5 2,48

6 2,67

7 2,83

8 2,96

9 3,08

>10 3,18

Sumber : Sukirman, 1999.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

13

Untuk menentukan nilai CBR secara grafis menurut langkah-langkahnya

sudah dijelaskan sebagai berikut :

a. Menentukan nilai CBR terendah

b. Menentukan banyaknya nilai setiap masing-masing nilai CBR yang

sama dan diurutkan mulai dari yang terkecil.

c. Jika nilai CBR memiliki bilangan terbanyak makadinyatakan

dengan angka 100% dan Jumlah nilai lainnya menjadi persentase

dari 100%.

d. Merencanakan grafik melalui harga CBR dan persentase jumlah

yang dihasilkan pada tindakan sebelumnya.

e. Nilai CBR yang efektif digunakan adalah dengan nilai persentase

90%.

Gambar 2.3 Grafik kolerasi DDT dan CBR

Sumber : Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1987.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

14

2.1.5 Faktor Regional (FR)

Juga biasa diartikan koreksi sehubungan dengan perbedaan kondisi

tertentu. Kondisi yang dimaksud yaitu mencakup keadaan lapangan serta suasana

iklim yang sangat memperngaruhi kondisi pembebanan daya dukung tanah dan

perkerasan tersebut. Kemudian untuk menentukan tebal perkerasan, faktor

regional yang sangat berpengaruh adalah bentuk tikungan dan kelandaian,

persentase berat dan kendaraan berhenti serta keadaan iklim berupa curah hujan

rerata pertahun. Sehingga faktor regional dapat dijabarkan pada tabel seperti

berikut:

Tabel 2.5 Faktor regional (FR)

Curah Hujan

Kelandaian I

(<6%)

Kelandaian II (6-

10%)

Kelandaian III

(>10%)

% kendaraan

berat

% kendaraan

berat

% kendaraan

berat

≤ 30

%

> 30% ≤ 30

%

> 30% ≤ 30

%

> 30%

Iklim I < 900

mm/th 0,5 1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5

Iklim II > 900

mm/th 1,5 2,0 - 2,5 2,0 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1987.

2.1.5.1 Indeks Permukaan (IP)

Menyatakan pelayanan nilai lalu lintas dan kerataan serta kekokohan

permukaan jalan yang berkaitan pada tingkat pelayanannya yang mana dilewati

oleh kendaraan dan disebut sebagai indeks permukaan . Berikut beberapa nilai

indeks permukaan yang telah dijelaskan sebagai berikut:

1. Indeks Permukaan 1,0 menyatakan bahwa permukaan jalan yang

mengalami rusak berat sangat menganggu kendaraan lalu lintas yang

melewatinya.

2. Indeks Permukaan 1,5 yaitu jalan yang masih bisa dilewati namun dengan

tingkat pelayanan rendah.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

15

3. Indeks Permukaan 2,0 mempunyai arti jalan yang masih stabil dilewati

dan rendahnya tingkat pelayanannya.

4. Indeks Permukaan 2,5 memiliki suatu permukaan jalan yang masih stabil

dan dalam keadaan baik.

Menurut petunjuk metode analisa komponen SKBI (1987) dalam

menentukan indeks permukaan jalan pada akhir umum rencana, sangat perlu

mempertimbangkan faktor-faktor fungsional dan melakukan lintas ekivalen

rencana (LER) yang dijelaskan pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.6 Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IPt)

LER = Lintas

Ekivalen

Rencana *)

Klasifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Tol

<10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -

10-100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -

100-1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -

>1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1987.

*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tungga

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

16

Menurut petunjuk metode analisa komponen SKBI (1987) Untuk

menetapkan indeks permukaan awal umur rencana (IPo) harus memperhatikan

macam lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal

umur rencana yang terdapat pada tabel berikut :

Tabel 2.7 Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo)

Jenis Lapis Perkerasan Ipo Rougnes *) mm/km

LASTON ≤ 4 ≤ 1000

3,9 - 3,5 > 1000

LASBUTAG 3,9 - 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 > 2000

HRA 3,9 - 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 < 2000

BURDA 3,9 - 3,5 < 2000

BURTU 3,4 – 3,0 < 2000

LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000

2,9 – 2,5 > 3000

LATASBUM 2,9 – 2,5

BURAS 2,9 – 2,5

LATASIR 2,9 – 2,5

JALAN TANAH ≤ 2,4

JALAN KERIKIL ≤ 2,4 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1987.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

17

2.1.6 Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Masing – masing bahan berdasarkan kegunaan yaitu berupa lapisan

permukaan . Berikut uraian tabel untuk menentukan kekuatan relatif, kekuatan,

dan jenis bahan :

Tabel 2.8 Koefisien Kekuatan Relatif

Koefisien Kekuatan

Relatif Kekuatan Bahan Jenis Bahan

a1 a2 a3 Ms (Kg) Kt kg/cm² CBR %

0,4 - - 744 - -

LASTON 0,35 - - 590 - -

0,32 - - 454 - -

0,30 - - 340 - -

0,35 - - 744 - -

LASBUTAG 0,31 - - 590 - -

0,28 - - 454 - -

0,26 - - 340 - -

0,30 - - 340 - - HRA

0,26 - - 340 - - Aspal Macadam

0,25 - - - - - LAPEN (mekanis)

0,20 - - - - - LAPEN (manual)

- 0,28 - 590 - -

LASTON ATAS - 0,26 - 454 - -

- 0,24 - 340 - -

- 0,23 - - - - LAPEN (mekanis )

- 0,19 - - - - LAPEN (manual)

- 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dengan

semen - 0,13 - - 18 -

- 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dengan kapur

- 0,13 - - 18 -

- 0,14 - - - 100 Pondasi macadam (basah)

- 0,12 - - - 60 Pondasi macadam

- 0,14 - - - 100 Batu Pecah (A)

- 0,13 - - - 80 Batu Pecah (B)

- 0,12 - - - 60 Batu Pecah (C)

- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (A)

- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (B)

- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (C)

- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

18

2.1.7 Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Untuk mendapatkan batas minimum tebal lapis perkerasan yaitu dengan

menggunakan Indeks Tebal Perkerasan. Dari nilai ITP bisa ditentukan melalui

nilai faktor regional, lintas ekivalen rencana dan daya dukung tanah. Gambar

dibawah ini merupakan contoh nomogram untuk menentukan nilai ITP.

Gambar 2.4 Nomogram Untuk Menentukan Nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

19

2.1.8 Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan

Untuk penentuan batas minimum berdasarkan Indeks Tebal Perkerasan

dan jenis komponen bahan yang akan digunakan. Batas-batas minimum tebal lapis

perkerasan untuk setiap lapisannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.9 Tebal Minimum Lapis Permukaan

ITP Tebal Minimum Bahan

< 3,00 Lapis Pelindung, BURAS, BURTU/BURDA

3,00 – 6,70 5 LAPEN/Aspal macadam, HRA, Asbuton, Laston

6,71 – 7,49 7,5 LAPEN/Aspal macadam, HRA, Asbuton, Laston

7,50 – 9,99 7,5 Asbuton, Laston

≥ 10 10 Laston

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987.

Tabel 2.10 Tebal Minimum Lapis Pondasi Atas

ITP Tebal

Minimum Bahan

< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,

stabilisasi tanah dengan kapur

3,00 – 7,49 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan kapur

10 Laston atas

7,50 – 9,99 20 *) Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,

stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam

15 Laston atas

10,00 –

12,14 20

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,

stabilisasi tanah dengan kapur, lapien, laston atas

≥ 12,25 25

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,

stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam,

lapen, laston atas

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

20

2.1.9 Tebal Komponen Perkerasan

Ketentuan tebal perkerasan pada dasarnya didapatkan dari kekuatan

secara keseluruhan tiap lapis dan tebal minimum. Dengan ini cara menghitung

analisa persamaan komponen perkerasan dengan menggunakan rumus dibawah

ini :

= a1.D1 + a2.D2 + a3.D3

Catatan :

ITP = Indeks Tebal Perkerasan

a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan

D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapisan perkerasan (cm)

2.1.10 Kelebihan Perkerasan Lentur

Kelebihan keuntungan dari penggunaan Perkerasan lentur adalah sebagai

berikut :

a. Dapat digunakan pada daerah perbedaan penururnan (differential

settlement) terbatas

b. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja

c. Dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya

pembangunan terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan

2.1.11 Kekurangan Perkerasan Lentur

Kekurangan dari penggunaan perkerasan lentur adalah sebagai berikut :

a. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan

b. Tidak baik digunakan jika sering digenangi air

c. Menggunakan agregat lebih banyak

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

21

2.2 Perkerasan Paving Block

Menurut SNI 03-0691-1996, Paving block adalah bahan bangunan yang

mana mempunyai komposisi bahan campuran meliputi semen, bahan perekat

hidrolis dan air. Berdasarkan bahan ikat perkerasan paving block dapat

dikategorikan sebagai perkeasan kaku dikarenakan bahan pengikatnya

menggunakan semen, tetapi bila dari segi konstruksinya perencanaan perkerasan

paving menggunakan pedoman perkerasan lentur dengan bagian-bagian beton

atau blok paving dianggap sebagai lapis permukaan (Aly, 2001). Pada umumnya,

perkerasan paving block dikategorikan sebagai perkerasan lentur dengan paving

block sebagai lapis permukaannya.

2.2.1 Konstruksi Perkerasan Paving Block

Yang dimaksud dengan konstruksi perkerasan paving block yaitu

perkerasan yang menggunakan paving block untuk digunakan sebagai material

lapis permukaan. Sementara lapis pondasi dan base maupun subbase tidak

berbeda atau sama seperti pada jenis perkerasan lentur (Aly, 2001).

Gambar 2.5 Susunan Lapis Perkerasan Paving Block

Sumber : Aly, Mengenal teknik konstruksi interblok

untuk menghindari kegagalan. 2001.

a. Paving Block

Lapisan permukaan terdiri dari paving block dimana diletakkan

berdekatan terhadap suatu pola tertentu dan pada interlocking diisi

dengan pasir

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

22

b. Pasir Pengisi

Sebagai pencegah masuknya air kebawah (lewat celah), serta

mencegah bersinggungnya antara dua block yang berdampingan.

Paving block ini sengaja diberi celah yang berisi pasir agar supaya

kontruksi block tersebut dapat bersifat fleksibel dan kedap air.

c. Pasir Alas

Harus dari pasir keras, padat, dan bebas dari segala kotoran dengan

kadar lempung kurang dari 3%. Pasir harus disimpan dengan baik

dan dilindungi terhadap cuaca, pada waktu akan dihamparkan pasir

harus dalam keadaan kering. Ketebalan pasir alas yang diijinkan

adalah 5-6 cm. (Shackel, 1990)

d. Kanstein /Beton pembatas

Merupakan bagian pinggir konstruksi perkerasan paving block,

fungsinya adalah untuk menahan paving bergerak ke samping

sehingga posisi dan interlocking dapat tetap dipertahankan.

e. Lapis Pondasi dan lapis pondasi bawah

Seperti pada perkerasan lentur, lapisan harus padat, rata. Bahan yang

digunakan untuk pondasi perkerasan paving block tidak jauh berbeda

dengan perkerasn lainnya, seperti penggunaan batu pecah, kerikil,

dan sirtu. Masing-masing bahan memiliki kekuatan tersendiri sesuai

dengan penggolongannya.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

23

2.2.2 Klasifikasi Paving Block

Menurut klasifikasi SNI 03-2403-1991, paving block ini digolongkan dari

segi bentuk, tebal, kekuatan dan warna seperti di bawah berikut:

a. Berdasarkan bentuk

Ada macam-macam bentuk paving block yang biasa diproduksi,

tetapi diambil secara garis besar paving block dapat dibedakan

menjadi dua macam bentuk :

Paving block bentuk segiempat (Blok tipe C)

Paving block bentuk segibanyak (Blok tipe A,B, dan X)

Gambar 2.6 Bentuk –bentuk Paving Block

Sumber : SNI 03-2403-1991

b. Berdasarkan Ketebalan

Dari segi ketebalan, paving block memiliki 3 jenis ketebalan yaitu :

Ketebalan 6 cm, biasa dipakai untuk beban lalulintas

ringan dimanadipakai pada jalan pejalan kaki.

Ketebalan 8 cm, dipakai untuk beban lalulintas sedang

dimana dipakai pada jalan yang dilewati pickup, truk, dan

bus.

Ketebalan 10 cm, dipakai untuk beban lalulintas berat

seperti pada kawasan industri maupun pelabuhan.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

24

c. Berdasarkan Kekuatan

Berdasarkan mutu paving block bisa di bedakan menjadi beberapa

kelompok :

Mutu beton I dengan kekuatan antara fc’34-40 Mpa

Mutu beton II dengan kekuatan antara fc’25,5-30 Mpa

Mutu beton III dengan kekuatan antara fc’17-20 Mpa

d. Berdasarkan Warna

Pada umumnya warna yang digunakan pada jalan yaitu warna abu-

abu. Selain abu-abu ada juga warna hitam dan merah, dimana bisa

menambah keindahan pada jalan dan juga biasa sebagai pembatas

seperti di tempat parkir.

2.2.3 Kelebihan Paving Block

Kelebihan keuntungan dari penggunaan Paving block adalah sebagai

berikut :

a. Berketahanan tinggi terhadap abrasi (keausan), temperatur, tetsan

minyak, oli, tekanan beban terpusat karena dari beton mutu tinggi.

b. Dapat memenuhi kebutuhan estetika dengan variasi yang cukup

lengkap melalui pemilihan pola pemasangan (laying pattern), bentuk

dan warna serta jenis blok.

c. Dapat dikerjakan dengan metoda padat karya dengan membutuhkan

sedikit peralatan yang sederhana.

2.2.4 Kekurangan Paving Block

Kekurangan dari penggunaan Paving block adalah sebagai berikut :

a. Tidak dimungkinkan untuk dilakukan perkuatan dalam bentuk

pelapisan ulang (overlay)

b. Proses perubahan dari keadaan rusak ke hancur (berantakan) sangat

cepat; karena kekokohan yang sangat tergantung pada interlocking

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

25

antar blok; sehingga pada kondisi rusak dimana interlocking sudah

sangat berkurang.

c. Karena konstruksi paving block pada umumnya dilakukan secara

padat karya; maka skill dan kedisiplinan pekerja menjadi sangat

penting dan penentu atas kualitas konstruksi paving block.

2.2.5 Pola Pemasangan Paving Block

Dalam pelaksanaan pemasangan paving block, pola yang paling populer

digunakan pada umumnya biasa dipakai pola susun bata, anyam tikar, dan tulang

ikan. Adapun bentuk dari 3 jenis pola pemasangan paving ini, sifat serta

penggunaannya sebagaimana tampak pada gambar berikut ini.

Gambar 2.8 Pola Pemasangan

Sumber : Aly, 2001.

2.2.6 Perencanaan Perkerasan Paving Block

Pada perencanaan perkerasan paving block dapat menggunakan

pendekatan sebagaimana perencanaan struktur lentur dimana didalamnya

mempunyai persamaan dari segi kegagalan struktur yang diakibatkan oleh beban

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

26

berulang. Referensi dalam perencanaan yaitu menggunakan metode pt T-01-2002-

B oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah.

2.2.7 Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)

Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002), angka

yang berasal dari perbandingan antara tingkat kerusakan dari beban lintasan

sumbu tunggal dengan beban lintasan sumbu tunggal standar sebesar 8,16 ton

disebut angka ekivalen. Untuk menentukan angka ekivalen untuk sumbu tunggal

menggunakan persamaan seperti berikut :

Angka ekivalen roda tunggal=

)4

Angka ekivalen roda ganda=

)4

2.2.8 Faktor Distribusi Arah (DD)

Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002) pada

umumnya nilai faktor distribusi arah sebesar 0,5 dengan catatan kendaraan bert

tidak cenderung untuk menuju ke satu arah tertentu, namun bila hal itu terjadi

maka terdapat pengecualian nilai faktor distribusi arah berkisar 0,3-0,7 tergantung

pada kecenderungan arah kendaraan berat menuju kemana.

2.2.9 Faktor Distribusi Lajur

Beban kumulatif pada jalan yang memiliki 2 lajur atau lebih dalam satu

arah, disesuaikan menggunakan faktor distribusi lajur yang dijabarkan pada tabel

berikut :

Tabel 2.11 Faktor Distribusi Lajur (DL)

Jumlah lajur per

arah DL (%)

1 100

2 80-100

3 60-80

4 50-75

Sumber: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2002.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

27

2.2.10 Faktor Reliabilitas

Reliabilitas adalah nilai suatu probabilitas dari kemungkinan tingkat

pelayanan dapat dipertahankan selama umur rencana. Reliabilitas mempunyai

nilai jaminan bahwa perkiraan beban yang melewati jalan tersebut dapat

terpenuhi. Rekomendasi tingkat reliabilitas sebagai berikut :

Tabel 2.12 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas

Klasifikasi

jalan

Rekomendasi tingkat

reliabilitas

Perkotaan Antar kota

Bebas

hambatan 85 - 99.9 80 - 99.9

Arteri 80 - 99 75 - 95

Kolektor 80 - 95 75 - 95

Lokal 50 - 80 50 - 80

Sumber: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2002.

2.2.11 Lalu Lintas Jalur Rencana

Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002) untuk

mengetahui lalu lintas di jalur rencana dengan satuan beban gandar standar

digunakan persamaan berikut :

Ŵ18 = 365 x DD x DL x Ŵ 18

Catatan :

DD = faktor distribusi arah

DL = faktor distribusi lajur

Ŵ18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

28

2.2.12 Lapis Pondasi

Menurut Interlocking Concrete Pavement Institute (2006) ketebalan lapis

pondasi minimum untuk nilai tingkat lalu lintas kurang dari 500.000 beban gandar

standar yaitu 100mm dan apabila lebih dari 500.000 beban gandar standar maka

tebal minimum adalah 150 mm. Ketebalan minimum berlaku untuk material

agregat, seperti ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 2.8 Tebal Lapis Pondasi

Sumber : Interlocking Concrete Pavement Institute, 2006

2.3 Perhitungan Anggaran Biaya

Perhitungan rencana anggaran biaya pada umumnya sebagai proses

perhitungan sebagai menentukan besar biaya untuk membangun suatu konstruksi

bangunan atau jalan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan besar biaya

untuk mendirikan suatu konstruksi bangunan adalah :

Volume Pekerjaan

Harga Bahan dan Peralatan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

29

Upah untuk tenaga kerja

2.3.1 Biaya Pemeliharaan dan Biaya Perbaikan

Pemeliharaan dan perbaikan adalah salah satu upaya pemeliharaan jalan

yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi jalan agar terus memberikan lalu

lintas dan fungsi yang optimal untuk mencapai perencanaan jalan. Pembayaran

yang digunakan untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan disebut biaya

pemeliharaan dan perbaikan.

2.3.2 Suku Bunga

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (Statistik Perbankan Indonesia, 2018),

tingkat bunga rata-rata pinjaman korporasi di real estate, bisnis leasing dan sektor

jasa adalah 11%.

2.3.3 Inflasi

Menurut Bank Indonesia (2018), tingkat inflasi didefinisikan sebagai

kenaikan harga yang terus menerus dalam periode umum waktu. Jika harga satu

atau dua item naik sendiri, itu tidak bisa disebut inflasi kecuali kenaikannya

meluas (atau harganya naik) dengan produk lain. Berikut ini adalah tingkat inflasi

untuk setiap tahun di Indonesia.

Tabel 2.13 Tingkat Inflasi di Indonesia

Tahun Inflasi (%)

2015 3.35

2016 3.02

2017 3.61

2018 3.13

Sumber : Bank Indonesia, 2018

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/BAB II.pdf · Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan menghamparkan ke arah

30

2.3.4 Analisis Biaya Minimum

Dasar biaya minimum perhitungan ini adalah untuk membuat semua biaya

yang diperlukan untuk biaya saat ini. Jika beberapa alternatif dalam analisis

ekonomi memiliki manfaat yang sama, nilai biaya saat ini adalah yang terkecil

dan paling murah dari alternatif (Joyowiyono, 1993). Berikut adalah beberapa

rumus di bawah ini.

P = F(P/F, i%, n)

Catatan :

P = Jumlah uang pada saat ini.

F = Jumlah uang yang dibayar setiap setahun

i = Besar suku bunga pertahun

n = Jumlah tahun