bab ii tinjauan pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54728/2/bab ii.pdf · lapisan-lapisan...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkerasan Lentur
Merupakan salah satu perkerasan jalan dengan bahan yang berupa
campuran aspal sebagai bahan pengikatnya, sehingga mempunyai sifat lentur serta
bahan berbutir sebagai lapis di bawahnya. Susunan perkerasan ini mempunyai
berbagai lapisan yang dihamparkan diatas tanah dasar yang sudah dipadatkan.
Lapisan-lapisan ini kemudian berfungsi menerima beban-beban kendaraan dan
menghamparkan ke arah lapisan dibawahnya (Sukirman, 1999).
Dalam ilustrasi gambar terlihat bahwa beban roda kendaraan yang
menyebarkan beban pusat Po ke bagian perkerasan jalan melewati bidang kontak
roda . Kemudian lapisan permukaan menerima beban roda kendaraan dan
dihamparkannya ke bagian lapisan tanah dasar sehingga menjadi P1 yang sangat
kecil dari daya dukung tanah dasar.
Gambar 2.1 Hamparan beban roda kendaraan yang melewati lapisan perkerasan Sumber : Sukirman, 1999.
6
2.1.1 Konstruksi Perkerasan Lentur
Bagian-bagian Konstruksi perkerasan lentur :
Gambar 2.2 Susunan Lapisan Perkerasan Jalan Sumber : Sadegaunito, 2012.
a. Lapisan Permukaan (Surface Course)
Lapisan yang berada di bagian paling atas dari perkerasan lentur.
Fungsi lapis permukaan yaitu untuk menahan beban roda sebab
lapisannya memiliki stabilitas yang tinggi. Fungsi lainnya adalah
kedap terhadap air sehingga melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat air hujan yang jatuh dan sebagai lapisan aus yang secara
langsung dikenai gesekan akibat gaya rem kendaraan hingga sangat
mudah aus.
b. Lapisan Pondasi atas (Base Course)
Lapisan yang berada di tengah lapisan permukaan dan lapis
pondasi bawah. Peran lapisan ini adalah berfungsi sebagai penahan
beban roda dan disebarkan lagi ke lapis perkerasan dibawahnya.
7
c. Lapisan pondasi bawah (Subbase Course)
Lapis yang terakhir dari lapis perkerasan lentur sebelum tanah
dasar . Peran pondasi bawah ialah sebagai perkerasan yang
menyokong dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar. Untuk
mencapai efisiensi penggunaan material yang digunakan pada lapis ini
mutu harus lebih rendah dari lapisan pondasi atas agar mengurangi
penggunaan material berlebih pada lapis tersebut.
2.1.2 Parameter Perencanaan Lapisan Perkerasan Lentur
Dalam perencanaan tebal perkerasaan mengacu pada metode analisa
komponen SKBI 1987 . Dibutuhkan tinjauan terhadap faktor yang mungkin
mempengaruhi fungsi layanan terhadap konstruksi perkerasaan jalan.
2.1.2.1 Klasifikasi Jalan
Sesuai dengan UU No. 38 2004, sistem jaringan di indonesia dapat
dibedakan atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
Klasifkasi kelas jalan dan ketentuannyaserta kaitannya dengan klasifikasi
menurut fungsi jalan dapat dilihat berdasarkan tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi jalan
Fungsi Kelas MST (ton)
Arteri
I > 10
II 10
III A 8
Kolektor III A
8 III B
Sumber : Undang-Undang No.22, 2009
8
2.1.2.2 Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan
1. Jaringan jalan dengan menggabungkan masing-masing sentral aktivitas
distribusi barang jasa untuk kepentingan perkermbangan semua wilayah
tingkat nasional yaitu sistem jaringan jalan primer.
2. Jaringan jalan pada perkotaan biasa dipergunakan sebagai layanan
distribusi barang jasa yaitu sistem jaringan jalan sekunder.
2.1.2.3 Berdasarkan Fungsi
1. Jalan Arteri
Jalan yang menyediakan jalur bagi angkutan antar provinsi dengan ciri
perjalanan jarak jauh yang mempunyai kecepatan kelajuan rerata tinggi,
dan membatasi jumlah jalan masuknya.
2. Jalan Kolektor
Jalan yang menyediakan bagi angkutan dalam kota dengan ciri perjalanan
jarak sedang yang mempunyai kecepatan kelajuan rerata sedang, dan
membatasi jumlah jalan masuknya.
3. Jalan Lokal
Jalan yang menyediakan bagi angkutan setempat yang mempunyai
kelajuan rerata rendah.
2.1.2.4 Umur Rencana
Menururt Sukirman (1999) untuk merencanakan umur perkerasan
biasanya dipakai 10 tahun sebagai perbaikan jalan, dan untuk umur rencana yang
lebih tinggi dari 20 tahun tidaklah ekonomis dikarenakan pertumbuhan lalu lintas
yang terlalu besar dan sulit mendapatkan ketepatan yang memenuhi syarat.
9
2.1.3 Lalu Lintas
2.1.3.1 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Untuk menetapkan koefisien distribusi kendaraan yang melewati jalur
rencana bagi kendaraan ringan maupun berat dapat ditentukan menurut tabel
dibawah ini.
Tabel 2.2 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Jumlah
Lajur
Kendaraan Ringan* Kendaraan Berat**
1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah
1 Lajur
2 Lajur
3 Lajur
4 Lajur
5 Lajur
6 Lajur
1.00
0.60
0.40
-
-
-
1.00
0.50
0.40
0.30
0.25
0.20
1.00
0.70
0.50
-
-
-
1.00
0.50
0.475
0.45
0.425
0.40
Sumber: SKBI-2.3.26. 1987/SNI/ 03-1732-1989
*) berat total < 5 ton, misalnya mobil penumpang, pick up, mobil hantaran
**) berat total > 5 ton, misalnya, bus, truk, traktor, semi trailler, trailler.
2.1.3.2 Ekivalen Beban Sumbu kendaraan (E)
Angka yang menegaskan bahwa perbandingan suatu tingkat
kerusakan jalan ditimbulkan oleh beberapa lintasan beban sumbu kendaraan
tunggal dan ganda dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh beban sumbu tunggal
standar sebesar 8,16 ton. Volume lalu lintas pada umumnya dikelompokkan
beberapa yang dapat mewakili suatu jenis kendaraan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
10
Tabel 2.3 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
8160
9000
10000
11000
12000
13000
14000
15000
16000
2205
4409
6614
8818
11023
13228
15432
17637
18000
19841
22046
24251
26455
28660
30864
33069
35276
0.0002
0.0036
0.0083
0.0577
0.1410
0.2923
0.5415
0.9238
1.0000
1.4798
2.2555
3.3022
4.6770
6.4419
8.6647
11.418
14.7815
-
0.0003
0.0016
0.0050
0.0121
0.0252
0.0466
0.0794
0.0860
0.1273
0.1940
0.2840
0.4022
0.5540
0.7452
0.9820
1.2721
Sumber : SKBI-2.3.26. 1987
2.1.3.3 Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus Lintas Ekivalen
Data jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih
yang dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan, perhitungan LHR dapat
menggunakan persamaan di bawah ini :
11
1. Lalu lintas harian rata-rata (LHR) dari tiap-tiap jenis kendaraan
yang dihitung 2 arah pada awal umur rencana dapat diperoleh rumus
di bawah ini :
Catatan : n = tahun rencana
2. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dapat diperoleh dari rumus
dibawah ini :
Catatan : j = Jenis Kendaraan
3. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dapat dapat diperoleh dari rumus
dibawah ini:
Catatan : i = Perkembangan lalu lintas
j = Jenis kendaran
4. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dapat dihitung dengan menggunakan
rumus dibawah ini :
5. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan menggunakan
rumus dibawah ini :
Catatan : FP (Faktor Penyesuaian) = UR (Umur Rencana) / 10
12
2.1.4 Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR.
Hubungan antara gambar DDT dan CBR bisa diketahui bahwa Daya
Dukung Tanah untuk dasar perencanaan perkerasan jalan. Kemudian CBR
diperoleh dengan cara melihat dari grafis. Cara menentukan CBR digunakan nilai
CBR hasil tes dengan pengujian di laboratorium yang digunakan untuk
perencanaan perkerasan jalan baru.
CBRSEGMEN = CBRrata-rata –
Dimana nilai R tergantung oleh jumlah data dalam suatu segmen yang
dijabarkan pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.4 Nilai R untuk Perhitungan CBRsegmen
Jumlah Titik
Pengamatan
Nilai
R
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
>10 3,18
Sumber : Sukirman, 1999.
13
Untuk menentukan nilai CBR secara grafis menurut langkah-langkahnya
sudah dijelaskan sebagai berikut :
a. Menentukan nilai CBR terendah
b. Menentukan banyaknya nilai setiap masing-masing nilai CBR yang
sama dan diurutkan mulai dari yang terkecil.
c. Jika nilai CBR memiliki bilangan terbanyak makadinyatakan
dengan angka 100% dan Jumlah nilai lainnya menjadi persentase
dari 100%.
d. Merencanakan grafik melalui harga CBR dan persentase jumlah
yang dihasilkan pada tindakan sebelumnya.
e. Nilai CBR yang efektif digunakan adalah dengan nilai persentase
90%.
Gambar 2.3 Grafik kolerasi DDT dan CBR
Sumber : Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1987.
14
2.1.5 Faktor Regional (FR)
Juga biasa diartikan koreksi sehubungan dengan perbedaan kondisi
tertentu. Kondisi yang dimaksud yaitu mencakup keadaan lapangan serta suasana
iklim yang sangat memperngaruhi kondisi pembebanan daya dukung tanah dan
perkerasan tersebut. Kemudian untuk menentukan tebal perkerasan, faktor
regional yang sangat berpengaruh adalah bentuk tikungan dan kelandaian,
persentase berat dan kendaraan berhenti serta keadaan iklim berupa curah hujan
rerata pertahun. Sehingga faktor regional dapat dijabarkan pada tabel seperti
berikut:
Tabel 2.5 Faktor regional (FR)
Curah Hujan
Kelandaian I
(<6%)
Kelandaian II (6-
10%)
Kelandaian III
(>10%)
% kendaraan
berat
% kendaraan
berat
% kendaraan
berat
≤ 30
%
> 30% ≤ 30
%
> 30% ≤ 30
%
> 30%
Iklim I < 900
mm/th 0,5 1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5
Iklim II > 900
mm/th 1,5 2,0 - 2,5 2,0 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1987.
2.1.5.1 Indeks Permukaan (IP)
Menyatakan pelayanan nilai lalu lintas dan kerataan serta kekokohan
permukaan jalan yang berkaitan pada tingkat pelayanannya yang mana dilewati
oleh kendaraan dan disebut sebagai indeks permukaan . Berikut beberapa nilai
indeks permukaan yang telah dijelaskan sebagai berikut:
1. Indeks Permukaan 1,0 menyatakan bahwa permukaan jalan yang
mengalami rusak berat sangat menganggu kendaraan lalu lintas yang
melewatinya.
2. Indeks Permukaan 1,5 yaitu jalan yang masih bisa dilewati namun dengan
tingkat pelayanan rendah.
15
3. Indeks Permukaan 2,0 mempunyai arti jalan yang masih stabil dilewati
dan rendahnya tingkat pelayanannya.
4. Indeks Permukaan 2,5 memiliki suatu permukaan jalan yang masih stabil
dan dalam keadaan baik.
Menurut petunjuk metode analisa komponen SKBI (1987) dalam
menentukan indeks permukaan jalan pada akhir umum rencana, sangat perlu
mempertimbangkan faktor-faktor fungsional dan melakukan lintas ekivalen
rencana (LER) yang dijelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.6 Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IPt)
LER = Lintas
Ekivalen
Rencana *)
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
<10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10-100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100-1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
>1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1987.
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tungga
16
Menurut petunjuk metode analisa komponen SKBI (1987) Untuk
menetapkan indeks permukaan awal umur rencana (IPo) harus memperhatikan
macam lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal
umur rencana yang terdapat pada tabel berikut :
Tabel 2.7 Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo)
Jenis Lapis Perkerasan Ipo Rougnes *) mm/km
LASTON ≤ 4 ≤ 1000
3,9 - 3,5 > 1000
LASBUTAG 3,9 - 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 - 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 < 2000
BURDA 3,9 - 3,5 < 2000
BURTU 3,4 – 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000
2,9 – 2,5 > 3000
LATASBUM 2,9 – 2,5
BURAS 2,9 – 2,5
LATASIR 2,9 – 2,5
JALAN TANAH ≤ 2,4
JALAN KERIKIL ≤ 2,4 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1987.
17
2.1.6 Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Masing – masing bahan berdasarkan kegunaan yaitu berupa lapisan
permukaan . Berikut uraian tabel untuk menentukan kekuatan relatif, kekuatan,
dan jenis bahan :
Tabel 2.8 Koefisien Kekuatan Relatif
Koefisien Kekuatan
Relatif Kekuatan Bahan Jenis Bahan
a1 a2 a3 Ms (Kg) Kt kg/cm² CBR %
0,4 - - 744 - -
LASTON 0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
LASBUTAG 0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - LAPEN (mekanis)
0,20 - - - - - LAPEN (manual)
- 0,28 - 590 - -
LASTON ATAS - 0,26 - 454 - -
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - LAPEN (mekanis )
- 0,19 - - - - LAPEN (manual)
- 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dengan
semen - 0,13 - - 18 -
- 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dengan kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Pondasi macadam (basah)
- 0,12 - - - 60 Pondasi macadam
- 0,14 - - - 100 Batu Pecah (A)
- 0,13 - - - 80 Batu Pecah (B)
- 0,12 - - - 60 Batu Pecah (C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987.
18
2.1.7 Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Untuk mendapatkan batas minimum tebal lapis perkerasan yaitu dengan
menggunakan Indeks Tebal Perkerasan. Dari nilai ITP bisa ditentukan melalui
nilai faktor regional, lintas ekivalen rencana dan daya dukung tanah. Gambar
dibawah ini merupakan contoh nomogram untuk menentukan nilai ITP.
Gambar 2.4 Nomogram Untuk Menentukan Nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987.
19
2.1.8 Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan
Untuk penentuan batas minimum berdasarkan Indeks Tebal Perkerasan
dan jenis komponen bahan yang akan digunakan. Batas-batas minimum tebal lapis
perkerasan untuk setiap lapisannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.9 Tebal Minimum Lapis Permukaan
ITP Tebal Minimum Bahan
< 3,00 Lapis Pelindung, BURAS, BURTU/BURDA
3,00 – 6,70 5 LAPEN/Aspal macadam, HRA, Asbuton, Laston
6,71 – 7,49 7,5 LAPEN/Aspal macadam, HRA, Asbuton, Laston
7,50 – 9,99 7,5 Asbuton, Laston
≥ 10 10 Laston
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987.
Tabel 2.10 Tebal Minimum Lapis Pondasi Atas
ITP Tebal
Minimum Bahan
< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur
3,00 – 7,49 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan kapur
10 Laston atas
7,50 – 9,99 20 *) Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam
15 Laston atas
10,00 –
12,14 20
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, lapien, laston atas
≥ 12,25 25
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam,
lapen, laston atas
20
2.1.9 Tebal Komponen Perkerasan
Ketentuan tebal perkerasan pada dasarnya didapatkan dari kekuatan
secara keseluruhan tiap lapis dan tebal minimum. Dengan ini cara menghitung
analisa persamaan komponen perkerasan dengan menggunakan rumus dibawah
ini :
= a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
Catatan :
ITP = Indeks Tebal Perkerasan
a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapisan perkerasan (cm)
2.1.10 Kelebihan Perkerasan Lentur
Kelebihan keuntungan dari penggunaan Perkerasan lentur adalah sebagai
berikut :
a. Dapat digunakan pada daerah perbedaan penururnan (differential
settlement) terbatas
b. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja
c. Dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya
pembangunan terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan
2.1.11 Kekurangan Perkerasan Lentur
Kekurangan dari penggunaan perkerasan lentur adalah sebagai berikut :
a. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan
b. Tidak baik digunakan jika sering digenangi air
c. Menggunakan agregat lebih banyak
21
2.2 Perkerasan Paving Block
Menurut SNI 03-0691-1996, Paving block adalah bahan bangunan yang
mana mempunyai komposisi bahan campuran meliputi semen, bahan perekat
hidrolis dan air. Berdasarkan bahan ikat perkerasan paving block dapat
dikategorikan sebagai perkeasan kaku dikarenakan bahan pengikatnya
menggunakan semen, tetapi bila dari segi konstruksinya perencanaan perkerasan
paving menggunakan pedoman perkerasan lentur dengan bagian-bagian beton
atau blok paving dianggap sebagai lapis permukaan (Aly, 2001). Pada umumnya,
perkerasan paving block dikategorikan sebagai perkerasan lentur dengan paving
block sebagai lapis permukaannya.
2.2.1 Konstruksi Perkerasan Paving Block
Yang dimaksud dengan konstruksi perkerasan paving block yaitu
perkerasan yang menggunakan paving block untuk digunakan sebagai material
lapis permukaan. Sementara lapis pondasi dan base maupun subbase tidak
berbeda atau sama seperti pada jenis perkerasan lentur (Aly, 2001).
Gambar 2.5 Susunan Lapis Perkerasan Paving Block
Sumber : Aly, Mengenal teknik konstruksi interblok
untuk menghindari kegagalan. 2001.
a. Paving Block
Lapisan permukaan terdiri dari paving block dimana diletakkan
berdekatan terhadap suatu pola tertentu dan pada interlocking diisi
dengan pasir
22
b. Pasir Pengisi
Sebagai pencegah masuknya air kebawah (lewat celah), serta
mencegah bersinggungnya antara dua block yang berdampingan.
Paving block ini sengaja diberi celah yang berisi pasir agar supaya
kontruksi block tersebut dapat bersifat fleksibel dan kedap air.
c. Pasir Alas
Harus dari pasir keras, padat, dan bebas dari segala kotoran dengan
kadar lempung kurang dari 3%. Pasir harus disimpan dengan baik
dan dilindungi terhadap cuaca, pada waktu akan dihamparkan pasir
harus dalam keadaan kering. Ketebalan pasir alas yang diijinkan
adalah 5-6 cm. (Shackel, 1990)
d. Kanstein /Beton pembatas
Merupakan bagian pinggir konstruksi perkerasan paving block,
fungsinya adalah untuk menahan paving bergerak ke samping
sehingga posisi dan interlocking dapat tetap dipertahankan.
e. Lapis Pondasi dan lapis pondasi bawah
Seperti pada perkerasan lentur, lapisan harus padat, rata. Bahan yang
digunakan untuk pondasi perkerasan paving block tidak jauh berbeda
dengan perkerasn lainnya, seperti penggunaan batu pecah, kerikil,
dan sirtu. Masing-masing bahan memiliki kekuatan tersendiri sesuai
dengan penggolongannya.
23
2.2.2 Klasifikasi Paving Block
Menurut klasifikasi SNI 03-2403-1991, paving block ini digolongkan dari
segi bentuk, tebal, kekuatan dan warna seperti di bawah berikut:
a. Berdasarkan bentuk
Ada macam-macam bentuk paving block yang biasa diproduksi,
tetapi diambil secara garis besar paving block dapat dibedakan
menjadi dua macam bentuk :
Paving block bentuk segiempat (Blok tipe C)
Paving block bentuk segibanyak (Blok tipe A,B, dan X)
Gambar 2.6 Bentuk –bentuk Paving Block
Sumber : SNI 03-2403-1991
b. Berdasarkan Ketebalan
Dari segi ketebalan, paving block memiliki 3 jenis ketebalan yaitu :
Ketebalan 6 cm, biasa dipakai untuk beban lalulintas
ringan dimanadipakai pada jalan pejalan kaki.
Ketebalan 8 cm, dipakai untuk beban lalulintas sedang
dimana dipakai pada jalan yang dilewati pickup, truk, dan
bus.
Ketebalan 10 cm, dipakai untuk beban lalulintas berat
seperti pada kawasan industri maupun pelabuhan.
24
c. Berdasarkan Kekuatan
Berdasarkan mutu paving block bisa di bedakan menjadi beberapa
kelompok :
Mutu beton I dengan kekuatan antara fc’34-40 Mpa
Mutu beton II dengan kekuatan antara fc’25,5-30 Mpa
Mutu beton III dengan kekuatan antara fc’17-20 Mpa
d. Berdasarkan Warna
Pada umumnya warna yang digunakan pada jalan yaitu warna abu-
abu. Selain abu-abu ada juga warna hitam dan merah, dimana bisa
menambah keindahan pada jalan dan juga biasa sebagai pembatas
seperti di tempat parkir.
2.2.3 Kelebihan Paving Block
Kelebihan keuntungan dari penggunaan Paving block adalah sebagai
berikut :
a. Berketahanan tinggi terhadap abrasi (keausan), temperatur, tetsan
minyak, oli, tekanan beban terpusat karena dari beton mutu tinggi.
b. Dapat memenuhi kebutuhan estetika dengan variasi yang cukup
lengkap melalui pemilihan pola pemasangan (laying pattern), bentuk
dan warna serta jenis blok.
c. Dapat dikerjakan dengan metoda padat karya dengan membutuhkan
sedikit peralatan yang sederhana.
2.2.4 Kekurangan Paving Block
Kekurangan dari penggunaan Paving block adalah sebagai berikut :
a. Tidak dimungkinkan untuk dilakukan perkuatan dalam bentuk
pelapisan ulang (overlay)
b. Proses perubahan dari keadaan rusak ke hancur (berantakan) sangat
cepat; karena kekokohan yang sangat tergantung pada interlocking
25
antar blok; sehingga pada kondisi rusak dimana interlocking sudah
sangat berkurang.
c. Karena konstruksi paving block pada umumnya dilakukan secara
padat karya; maka skill dan kedisiplinan pekerja menjadi sangat
penting dan penentu atas kualitas konstruksi paving block.
2.2.5 Pola Pemasangan Paving Block
Dalam pelaksanaan pemasangan paving block, pola yang paling populer
digunakan pada umumnya biasa dipakai pola susun bata, anyam tikar, dan tulang
ikan. Adapun bentuk dari 3 jenis pola pemasangan paving ini, sifat serta
penggunaannya sebagaimana tampak pada gambar berikut ini.
Gambar 2.8 Pola Pemasangan
Sumber : Aly, 2001.
2.2.6 Perencanaan Perkerasan Paving Block
Pada perencanaan perkerasan paving block dapat menggunakan
pendekatan sebagaimana perencanaan struktur lentur dimana didalamnya
mempunyai persamaan dari segi kegagalan struktur yang diakibatkan oleh beban
26
berulang. Referensi dalam perencanaan yaitu menggunakan metode pt T-01-2002-
B oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah.
2.2.7 Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)
Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002), angka
yang berasal dari perbandingan antara tingkat kerusakan dari beban lintasan
sumbu tunggal dengan beban lintasan sumbu tunggal standar sebesar 8,16 ton
disebut angka ekivalen. Untuk menentukan angka ekivalen untuk sumbu tunggal
menggunakan persamaan seperti berikut :
Angka ekivalen roda tunggal=
)4
Angka ekivalen roda ganda=
)4
2.2.8 Faktor Distribusi Arah (DD)
Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002) pada
umumnya nilai faktor distribusi arah sebesar 0,5 dengan catatan kendaraan bert
tidak cenderung untuk menuju ke satu arah tertentu, namun bila hal itu terjadi
maka terdapat pengecualian nilai faktor distribusi arah berkisar 0,3-0,7 tergantung
pada kecenderungan arah kendaraan berat menuju kemana.
2.2.9 Faktor Distribusi Lajur
Beban kumulatif pada jalan yang memiliki 2 lajur atau lebih dalam satu
arah, disesuaikan menggunakan faktor distribusi lajur yang dijabarkan pada tabel
berikut :
Tabel 2.11 Faktor Distribusi Lajur (DL)
Jumlah lajur per
arah DL (%)
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75
Sumber: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2002.
27
2.2.10 Faktor Reliabilitas
Reliabilitas adalah nilai suatu probabilitas dari kemungkinan tingkat
pelayanan dapat dipertahankan selama umur rencana. Reliabilitas mempunyai
nilai jaminan bahwa perkiraan beban yang melewati jalan tersebut dapat
terpenuhi. Rekomendasi tingkat reliabilitas sebagai berikut :
Tabel 2.12 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas
Klasifikasi
jalan
Rekomendasi tingkat
reliabilitas
Perkotaan Antar kota
Bebas
hambatan 85 - 99.9 80 - 99.9
Arteri 80 - 99 75 - 95
Kolektor 80 - 95 75 - 95
Lokal 50 - 80 50 - 80
Sumber: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2002.
2.2.11 Lalu Lintas Jalur Rencana
Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002) untuk
mengetahui lalu lintas di jalur rencana dengan satuan beban gandar standar
digunakan persamaan berikut :
Ŵ18 = 365 x DD x DL x Ŵ 18
Catatan :
DD = faktor distribusi arah
DL = faktor distribusi lajur
Ŵ18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah
28
2.2.12 Lapis Pondasi
Menurut Interlocking Concrete Pavement Institute (2006) ketebalan lapis
pondasi minimum untuk nilai tingkat lalu lintas kurang dari 500.000 beban gandar
standar yaitu 100mm dan apabila lebih dari 500.000 beban gandar standar maka
tebal minimum adalah 150 mm. Ketebalan minimum berlaku untuk material
agregat, seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 2.8 Tebal Lapis Pondasi
Sumber : Interlocking Concrete Pavement Institute, 2006
2.3 Perhitungan Anggaran Biaya
Perhitungan rencana anggaran biaya pada umumnya sebagai proses
perhitungan sebagai menentukan besar biaya untuk membangun suatu konstruksi
bangunan atau jalan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan besar biaya
untuk mendirikan suatu konstruksi bangunan adalah :
Volume Pekerjaan
Harga Bahan dan Peralatan
29
Upah untuk tenaga kerja
2.3.1 Biaya Pemeliharaan dan Biaya Perbaikan
Pemeliharaan dan perbaikan adalah salah satu upaya pemeliharaan jalan
yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi jalan agar terus memberikan lalu
lintas dan fungsi yang optimal untuk mencapai perencanaan jalan. Pembayaran
yang digunakan untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan disebut biaya
pemeliharaan dan perbaikan.
2.3.2 Suku Bunga
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (Statistik Perbankan Indonesia, 2018),
tingkat bunga rata-rata pinjaman korporasi di real estate, bisnis leasing dan sektor
jasa adalah 11%.
2.3.3 Inflasi
Menurut Bank Indonesia (2018), tingkat inflasi didefinisikan sebagai
kenaikan harga yang terus menerus dalam periode umum waktu. Jika harga satu
atau dua item naik sendiri, itu tidak bisa disebut inflasi kecuali kenaikannya
meluas (atau harganya naik) dengan produk lain. Berikut ini adalah tingkat inflasi
untuk setiap tahun di Indonesia.
Tabel 2.13 Tingkat Inflasi di Indonesia
Tahun Inflasi (%)
2015 3.35
2016 3.02
2017 3.61
2018 3.13
Sumber : Bank Indonesia, 2018
30
2.3.4 Analisis Biaya Minimum
Dasar biaya minimum perhitungan ini adalah untuk membuat semua biaya
yang diperlukan untuk biaya saat ini. Jika beberapa alternatif dalam analisis
ekonomi memiliki manfaat yang sama, nilai biaya saat ini adalah yang terkecil
dan paling murah dari alternatif (Joyowiyono, 1993). Berikut adalah beberapa
rumus di bawah ini.
P = F(P/F, i%, n)
Catatan :
P = Jumlah uang pada saat ini.
F = Jumlah uang yang dibayar setiap setahun
i = Besar suku bunga pertahun
n = Jumlah tahun