bab ii tinjauan pustaka fix

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Diagnosis dan Intervensi Komunitas Diagnosis dan intervensi komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya suatu masalah kesehatan di komunitas atau masyarakat dengan cara pengumpulan data di lapangan dan kemudian melakukan intervensi sesuai dengan permasalahan yang ada. Diagnosis dan intervensi komunitas merupakan suatu prosedur atau keterampilan dari ilmu kedokteran komunitas. Dalam melaksanakan kegiatan diagnosis dan intervensi komunitas perlu disadari bahwa yang menjadi sasaran adalah komunitas atau sekelompok orang sehingga dalam melaksanakan diagnosis komunitas sangat ditunjang oleh pengetahuan ilmu kesehatan masyarakat (epidemiologi, biostatistik, metode penelitian, manajemen kesehatan, promosi kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan gizi). 2.1.2 Teori Perilaku 2.1.2.1 Pengertian Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, 38

Upload: deny-rahmat-pamungkas

Post on 21-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ky

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN PUSTAKA2.1.1 Diagnosis dan Intervensi Komunitas

Diagnosis dan intervensi komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya suatu masalah kesehatan di komunitas atau masyarakat dengan cara pengumpulan data di lapangan dan kemudian melakukan intervensi sesuai dengan permasalahan yang ada. Diagnosis dan intervensi komunitas merupakan suatu prosedur atau keterampilan dari ilmu kedokteran komunitas. Dalam melaksanakan kegiatan diagnosis dan intervensi komunitas perlu disadari bahwa yang menjadi sasaran adalah komunitas atau sekelompok orang sehingga dalam melaksanakan diagnosis komunitas sangat ditunjang oleh pengetahuan ilmu kesehatan masyarakat (epidemiologi, biostatistik, metode penelitian, manajemen kesehatan, promosi kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan gizi).

2.1.2Teori Perilaku2.1.2.1Pengertian PerilakuPerilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).

Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoadmodjo, 2003). Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoadmodjo, 2003).

Skiner (1983) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku terjadi melaui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut teori S-O-R atau stimulus-organisme-respon. Skinner membedakan dua respon, yaitu :

1. Respondent respon atau refleksif, yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap, misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan kita untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup dan sebagainya. Responden respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.

2. Operant respon instrumental respon, yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau rainforce, karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik kemudian mendapatkan penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melakukan tugasnya.

Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus

ini, maka perilaku respon seseorang terhadap stimulus dapat dibedakan

menjadi 2, yaitu :

1. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)

Merupakan respon seseorang dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut covert bahaviour atau unobservable behavior, misalnya seseorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seksual, dan sebagainya.

2. Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata secara terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudahjelas dalam bentuk tindakan atau praktik (pratice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.2.1.2.2. Perilaku kesehatanBerdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makan dan minum, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok (Notoatmodjo, 2003).

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance)

Adat perilaku atau usaha-usaha untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila mana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek. Pertama adalah perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila mana telah sembuh dari penyakit. Kedua adalah perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan sehat. Dan yang ketiga adalah perilaku gizi (makanan) dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

2. Perilaku pencarian pengobatan

Upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan di luar negeri.3. Perilaku kesehatan lingkungan

Cara seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik atau pun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan ini bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak merusak kesehatannya sendiri, keluarga dan masyarakat. Misalnya mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah dan sebagainya.

2.1.2.3. Determinan dan Perubahan PerilakuFaktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultasi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Beberapa teori terungkap determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (1980), Snehandu B. Kar (1983) dan WHO (1984).

1. Teori Lawrence Green

Teori Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu terbentuk dari 3 faktor. Pertama, faktor-faktor presdiposisi (presdiposing factor) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Kedua, faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obatobatan, alat-alat kontrasepsi dan sebagainya. Ketiga, faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap atau perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku.

2. Teori Snehandu B.Kar

Teori Snenhandu mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan (behavior intention), dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support), ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of information), otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomi) dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).

3. Teori WHO

Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok, yaitu pemikiran dan perasaan (pengetahuan, kepercayaan, dan sikap), orang penting sebagai referensi, sumber-sumber daya (resouces) dan kebudayaan (Notoatmodjo, 2003).Selanjutnya ciri ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut :

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)Hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, dan merupakan modal untuk bertindak dengan pertimbangan untung rugi, manfaat serta sumberdaya yang tersedia.2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (personnal references)Merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan pertimbangan individu3. Sumber daya (resurces) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek / stimulus tertentu. (Notoatmodjo, 2005).Sikap mempunyai tiga komponen pokok, seperti yang dikemukakan Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007), yaitu :1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan sikap, yaitu:

1. Menerima (receiving) artinya bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

2. Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap.

3. Menghargai (valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak).

4. Bertanggung jawab (responsible) yaitu yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus dipelajari selama perkembangan hidupnya.

2. Sikap itu tidak semata-mata berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan suatu objek, pada umumnya sikap tidak berkenaan dengan suatu objek saja, melainkan juga dapat berkenaan dengan deretan-deretan objek yang serupa.3. Sikap, pada umumnya mempunyai segi-segi motivasi dan emosi, sedangkan pada kecakapan dan pengetahuan hal ini tidak ada.

Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yaitu :1. Sikap sebagai alat untuk menyesuaikan diri.

Sikap adalah sesuatu yang bersifat coomunicable, artinya suatu yang mudah menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan anggota kelompoknya.

2. Sikap sebagai alat pengatur tingkah laku.

Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada anak dewasa dan yang sudah lanjut usianya tidak ada. Perangsang itu pada umumnya tidak diberi perangsang secara spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu.

3. Sikap sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman.

Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sikap sebagai pernyataan kepribadian.

Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang, ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya oleh karena itu dengan melihat

5. sikap-sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Sikap merupakan pernyataan pribadi (Notoatmodjo, 2007).

2.1.3 Teori Dasar Jamban 2.1.3.1 Pengertian Jamban Jamban keluarga adalah suatu bangunan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori permukaan (Fauzia, 2000).

Pengertian lainnya tentang jamban adalah pengumpulan kotoran manusia di suatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan menganggu estetika (Hasibuan, 2009). Sementara menurut Kementrian Kesehatan RI jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit (Kepmenkes, 2008: 852).

Berdasarkan uraian di atas maka dapatlah dikatakan yang dimaksud dengan jamban adalah suatu bangunan yang berfungsi mengumpulkan kotoran manusia yang tersimpan pada tempat tertentu sehingga tidak menjadi penyebab suatu penyakit atau mengotori permukaan bumi.

Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak di kelola dengan baik.2.1.3.2 Jenis jamban keluarga

Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan yang terbaik adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan air yang tercakupi dan berada di dalam rumah. Jamban/kakus dapat di bedakan atas beberapa macam (Azwar, 1996).

1. Jamban cemplung adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya dibangun dibawah tempat injakan atau di bawah bangunan jamban. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga tidak di mungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung ke pejamu yang baru. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak terlalu lama karena tidak terlalu dalam karena akan mengotori air tanah, kedalamannya 1,5-3 meter.

2. Jamban empang (Overhung Latrine) adalah jamban yang di bangun di atas empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang bisanya di pakai untuk ikan, ayam.

3. Jamban kimia (chemical toilet)

Jamban model ini biasanya di bangun pada tempat-tempat rekreasi, pada transportasi seperti kereta api, pesawat terbang dan lain-lain. Disini tinja disenfaksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan pembersihannya di pakai kertas tisue (toilet piper). Jamban kimia sifatnya sementara, karena kotoran yang telah terkumpul perlu dibuang lagi.

4. Jamban leher angsa (angsa latrine)

Jamban leher angsa adalah jamban leher lubang closet berbentuk lengkung, dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban model ini adalah model yang terbaik yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.

2.1.3.3 Syarat Jamban Sehat

Jamban keluarga yang sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Depkes RI, 2004).

1) Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.

2) Tidak berbau dan tinja tidak dapat di jamah oleh serangga maupun tikus.

3) Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah sekitar.

4) Mudah di bersihkan dan aman penggunannya.

5) Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan warna.

6) Cukup penerang

7) Lantai kedap air

8) Ventilasi cukup baik

9) Tersedia air dan alat pembersih.

2.1.3.4 Manfaat Dan Fungsi Jamban Keluarga

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman.

3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit.

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

2.1.3.5 Pemeliharaan Jamban

Jamban hendaklah selalu dijaga dan di pelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai berikut :

1. Lantai jamban hendaklah selalu bersih dan kering.

2. Di sekeliling jamban tidak tergenang air

3. Tidak ada sampah berserakan

4. Rumah jamban dalam keadaan baik

5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat

6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada

7. Tersedia alat pembersih

8. Bila ada yang rusak segera di perbaiki.

Selain itu di tambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapat di lakukan dengan (Simanjuntak, P : 1999) :

1. Air selalu tersedia dalam bak atau ember

2. Sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus di siram bersih agar tidak bau dan mengundang lalat

3. Lantai jamban usahakan selalu bersih dan tidak licin agar tidak membahayakan pemakai

4. Tidak memasukan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban

5. Tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk membilas tinja.

2.1.3.6 Pemanfaatan Jamban

Pemanfaatan jamban berarti penggunaan atau pemakaian jamban oleh masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang sehat. Kata pemanfaatan berasal dari kata manfaat. Dalam kamus bahasa Indonesia pemanfaatan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memanfaatkan (2005: 711).Berdasarkan pengertian di atas maka pemanfaatan jamban adalah perbuatan masyarakat dalam memanfaatkan atau menggunakan jamban ketika membuang air besar. Atau dengan kata lain pemanfaatan adalah penggunaan jamban oleh masyarakat dalam hal buang air besar.Pemanfaatan jamban berhubungan erat dengan bahaya yang dapat diakibatkan oleh penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh adanya kotoran tinja manusia yang dapat menjadi sumber penyakit.Tinja yang tidak tertampung ditempat tertutup dan aman dapat menyebabkan beberapa penyakit menular seperti polio, kholera, hepatitis A dan lainnya. Merupakan penyakit yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar seperti penyediaan jamban. Bakteri E.Coli dijadikan sebagai indikator tercemarnya air, dan seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam saluran pencernaan manusia (Sutedjo, 2003). Proses pemindahan kuman penyakit dari tinja yang di keluarkan manusia sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui berbagai perantara, antara lain air, tangan, serangga, tanah, makanan, susu serta sayuran. Proses penularan penyakit diperlukan faktor sebagai berikut :

1) Kuman penyebab penyakit

2) Sumber infeksi (reservoir) dari kuman penyebab

3) Cara keluar dari sumber

4) Cara berpindah dari sumber ke inang (host) baru yang potensial

5) Cara masuk ke inang yang baru

6) Inang yang peka (suscaptible).

Bahaya buang air besar sembarangan oleh Notoatmodjo (2003: 159) digambarkan melalui rantai penyebaran penyakit melalui kotoran tinja dan urine. Peranan tinja dalam penyebaran penyakit cukup besar, selain dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya juga mencemari air, tanah, serangga dan bagian tubuh manusia. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh kotoran tinja manusia antara lain: tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang dan pita), schistosomiasis, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2003: 159-160).

2.2 Kerangka Teori

Kerangka teori yang dikembangkan sebagai dasar penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2 : Kerangka Teori Penelitian

Sumber :

Teori WHO, 1984Sumber: (Notoatmodjo, 2003: 159)2.3 Kerangka Konsep Variabel independent Variabel dependent

2.4 Definisi OperasionalUntuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti, variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamanan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta mengembangkan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2006). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 25. Definisi OperasionalNoVariabelDefinisiAlat UkurCara UkurHasil UkurSkala Ukur

1. PerilakuSuatu kegiatan atau aktivitas manusia yang bersangkutan, yang dapat dilihat secara langsung maupun tidak langsungKuisionrWawancaraBaik:Jawaban ya 3

Buruk: Jawaban ya < 3Ordinal

2. PengetahuanWawasan responden terhadap definisi, manfaat, dampak berkaitan dengan pemanfaaatan jamban. KuisionerWawancaraBaik: jumlah jawaban ya >3

Cukup Baik:

Jumlah jawaban ya 3

Kurang Baik:

Jumlah jawaban ya