bab ii tinjauan pustaka dan landasan teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5325/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Tinjauan Pustaka
Sebagai tinjauan pustaka berikut ini beberapa contoh penelitian yang
sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai acuan.
(Syah, Yusmanizar, & Maulana, 2013), dalam penelitianya yang berjudul,
“Karakteristik Fisik Bubuk Kopi Arabika Hasil Penggilingan Mekanis
Dengan Penambahan Jagung Dan Beras Ketan”, bertujuan untuk menyelidiki
karakteristik fisik bubuk kopi Arabika dengan penambahan jagung dan beras yang
digiling secara proses mekanis. Eksperimen ini menggunakan dua mesin penggiling
mekanis tipe hammer mill dan disc mill. Sebelum digiling, kopi dicampur dengan
bahan lain termasuk jagung dan beras. Parameter yang diamati adalah hasil, kadar
air, curah kerapatan, dan sudut repose, indeks keseragaman partikel, modulus
kehalusan, dan dimensi partikel rata-rata. Berdasarkan hasil yang diperoleh,
terungkap bahwa kadar air setiap pengujian masih memenuhi standar SNI dengan
maksimal 7%. Kepadatan massal bubuk kopi yang dihasilkan menggunakan disc
mill lebih tinggi dibandingkan dengan hammer mill. Namun, partikel yang
dihasilkan dari proses penggilingan dapat dikategorikan sebagai bubuk dengan
kekompakan sedang pada sudut repose. Partikel rata-rata dimensi sebanding dengan
modulus kehalusan bubuk kopi digiling. Modulus kehalusan tertinggi diperoleh dari
bubuk kopi tanpa aditif, dan menggunakan hammer mill sama dengan 4,37 dengan
dimensi rata-rata tertinggi 2,05 mm, sedangkan modulus kehalusan terendah kopi
bubuk tanpa bahan tambahan apa pun yang digiling dengan hammer mill sama
dengan 4,22, dengan rata-rata terendah dimensi 1,94 mm.
(Aris, 2016), penelitian dengan judul “Identifikasi Tekstur Citra Jenis
Tepung Dengan Metode Learning Vector Quantization”, ini bertujuan untuk
membuat perangkat lunak yang berfungsi untuk mengidentifikasi jenis tepung
menggunakan Learning Vector Quantization dan alihragam gelombang singkat
(Tranformation Wavelet). Jumlah data pelatihan yang digunakan dalam penelitian
5
ini terdiri dari 3 kelas, dan masing-masing kelas berjumlah 20 data pelatihan, jadi
total data berjumlah 60 data pelatihan. Sedangkan untuk data uji menggunakan 30
data citra. Pada proses pelatihan menggunakan parameter LVQ terdapat 6
persentase terbaik sebesar 98,33%, yaitu pada alfa 0,1 dengan dec alfa 0,1, alfa
0,01 dengan dec alfa 0,1, alfa 0,1 dengan dec alfa 0,25, alfa 0,01 dengan dec alfa
0,25, alfa 0,1 dengan dec alfa 0,5, dan alfa 0,1 dengan dec alfa 0,75. Bobot akhir
yang diperoleh dari parameter tersebut kemudian digunakan untuk melakukan
pengenalan data uji. Pelatihan dengan parameter tersebut mempunyai persentase
yang sama, akan tetapi memiliki iterasi yang berbeda. Iterasi yang paling sedikit
akan digunakan sebagai data pelatihan. Pengenalan yang dilakukan dengan bobot
akhir dari alfa 0,1 dan dec alfa 0,75 memiliki tingkat akurasi 98,33% dengan iterasi
7. Unjuk kerja terbaik dari 30 data uji menggunakan perangkat lunak ini adalah
dengan alfa 0,1 dan dec alfa 0,75 mencapai 86,66%.
(Sudibyo, Kusumaningrum, & Rachmawanto, 2018), dalam penelitianya
yang berjudul, “Optimasi Algoritma Leraning Vector Quantization (LVQ)
Dalam Pengaklasifikasian Citra Daging Sapi Dan Daging Babi Berbasis
GLCM Dan HSV”, membuat sebuah sistem yang dapat membedakan daging sapi
dengan daging babi. Penelitian ini menggunakan metode klasifikasi untuk
membedakan kedua daging. Metode klasifikasi menggunakan algoritma Learning
Vector Quantization. Dan penelitian ini memiliki tiga tahapan utama seperti
preprocessing, segmentasi warna, ekstraksi fitur, dan klasifikasi. Preprocessing
digunakan untuk mendapatkan Region of Interest (ROI) dengan memotong citra
dan mengubah ukuran citra. Segmentasi warna menggunakan metode HSV untuk
mendapatkan kedalaman warna citra dan ekstraksi fitur mengguakan Gray Level
Co-occurrence Matrix (GLCM) untuk mendapatkan fitur dari kontras, korelasi,
energi, dan homogenitas. Hasil klasifikasi dengan algoritma LVQ mendapatkan
akurasi tertinggi 76,25%. Algoritma telah diuji dengan MSE untuk mengetahui
minimum error dan PSNR digunakan sebagai pengukuran kualitas citra
pengolahan.
(Sikki, 2009), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengenalan Wajah
Menggunakan K-Nearest Neighbour Dengan Praproses Transformasi
6
Wavelet”. Mengimplementasikan dari pengetahuan tentang transformasi wavelet
untuk praproses citra yang selanjutnya di klasifikasikan dengan menggunakan
metode k-nearest neighbour(k-nn) untuk menentukan citra biji kopi dari database-
nya. Data yang digunakan dalam percobaan adalah 80 citra yang terdiri dari 8
individu dengan masing-masing 10 citra per individu. Citra memiliki beberapa
variasi seperti tersenyum, menggunakan kacamata atau tidak, dan mata terbuka atau
tertutup. Penelitian ini fokus terhadap bagaimana membangun sebuah sistem
absensi melalui proses acquisition dengan membaca citra melalui web camera,
mempresentasikan image ke bentuk biner dengan ukuran pixel tertentu untuk
dilakukan pemisah ciri melalui transformasi wavelet dan melakukan klasifikasi pola
menggunakan k-nearest neighbour dengan memperhatikan database citra
kemudian dilakukan proses detection.
(Afriandi & Sutikno, 2016), dalam penelitannya yang berjudul
“Identifikasi Telapak Tangan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan
Learning Vector Quantization (LVQ)”, dalam penelitian ini dijelaskan algoritma
yang digunakan untuk mengidentifikasi telapak tangan. Tahap perancangan proses
pada penelitian ini meliputi, grayscalling, deteksi tepi, thresholding dan pelatihan
jaringan syaraf tiruan LVQ. Selain tahap perancangan, desain antarmuka juga
ditampilkan pada penelitian ini. Identifikasi telapak tangan dengan menggunakan
pengolahan citra digital dan jaringan syaraf tiruan Learning Vector Quantization
(LVQ) memberikan rata-rata tingkat akurasi terbaik 74,66%. Hasil ini dicapai
ketika menggunakan Learning Rate 0,2, batas epoch 100 dan batas error 0,00001.
(Nicky, 2015), dalam penelitiannya yang berjudul, “Identifikasi Varietas
Durian Berdasarkan Citra Daun Menggunakan LVQ dan Ektraksi Tekstur
Discrete Wavelet Transform”, menerangkan tentang penggunaan daun pada
penelitian ini karena daun mudah didapat serta ketersediaan daun yang tidak
dipengaruhi oleh musim. Percobaan ini menggunakan 50 citra daun berukuran 251
x 501 piksel dari 5 varietas durian. Penelitian ini menghasilkan akurasi tertinggi
sebesar 70% pada DWT family Haar level 4 dengan learning rate sebesar 0,1 dan
penurunan learning rate sebesar 0,5 dan 0,7.
7
Landasan Teori
2.2.1. Kopi
Kopi merupakan salah satu komoditas perdagangan terpenting di dunia
dan dibudidayakan di banyak negara salah satunya di Indonesia. Kopi juga
merupakan salah satu komoditas perkebunan Indonesia dengan volume produksi
terbesar keenam setelah kelapa sawit, karet, kelapa, tebu, dan kakao. Tingginya
produksi kopi tersebut menempatkan Indonesia sebagai produsen kopi terbesar
ketiga di dunia dan masuk ke dalam empat pemasok kopi terbesar di dunia bersama
Brazil, Kolombia, dan Vietnam. Indonesia memiliki beragam jenis kopi yang
memiliki kekhasan dan menjadi daya tarik sehingga beragam jenis kopi tersebut
sangat diminati di pasar internasional. Produksi serta ekspor kopi Indonesia yang
tinggi juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kopi dunia yang semakin
meningkat (Wulandari, 2010).
2.2.2. Citra Digital
Citra atau gambar dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi,
f(x,y) berukuran M baris dan N kolom, yang mana x dan y adalah koordinat bidang
datar, dan harga fungsi f disetiap pasangan koordinat (x,y) disebut intensitas atau
level keabuan (grey level) dari gambar di titik itu. Jika x,y dan f semuanya berhingga
(finite), dan nilainya diskrit, maka gambarnya disebut citra digital (gambar digital)
(Hermawati, 2013).
Citra digital yang tersimpan dalam larik dua dimensi tersusun atas unsur-
unsur kecil yang disebut dengan piksel. Masing-masing piksel terkait secara spasial
dengan area di permukaan bumi. Struktur array ini tersusun dalam baris horisontal
yang disebut baris (Lines) dan kolom vertikal (Samples). Masing- masing piksel
dalam raster citra menyimpan nilai tingkat kecerahan piksel yang diwujudkan
sebagai suatu angka digital. Susunan piksel dalam struktur array citra digital yang
tersebut disebut dengan data raster. Posisi koordinat dari citra digital ditunjukkan
pada Gambar 2.1.
8
Gambar 2. 1 Koordinat Citra Digital (Putra, 2010)
Citra digital dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah citra
digital yang dibentuk oleh kumpulan piksel dalam array dua dimensi. Citra jenis ini
disebut citra bitmap (bitmap image) atau citra raster (raster image). Jenis citra yang
kedua adalah citra yang dibentuk oleh fungsi-fungsi geometri dan matematika. Jenis
citra ini disebut grafik vektor (vector graphics). Matrik yang dinyatakan citra digital
yaitu dengan matriks berukuran N (baris/tinggi) x M (kolom/lebar) seperti pada
persamaan 2.1, sedangkan suatu citra f(x,y) dalam fungsi matematis dapat di
tuliskan pada persamaan 2.2, 2.3, dan 2.4.
𝑓(𝑥, 𝑦) =........................................................................................ 2. 1
0 ≤×≤ 𝑀 − 1................................................................................. 2. 2
0 ≤ 𝑦 ≤ 𝑁 − 1................................................................................. 2. 3
0 ≤ 𝑓(𝑥, 𝑦) ≤ 𝐺 − 1........................................................................ 2. 4
Dimana : M = banyaknya baris pada array citra
N = banyaknya kolom pada array citra
G = banyaknya skala keabuan (grayscale)
F = derajat intensitas piksel
9
Sebagai suatu susunan dari angka digital, beberapa bentuk operasi
matematis dapat dilakukan terhadap citra digital tersebut. Operasi matematis atas
suatu citra digital disebut dengan pengolahan citra digital. Citra digital dapat
memiliki dimensi ketiga yang disebut dengan layer. Layer adalah suatu citra yang
sama tetapi memiliki informasi yang berbeda dengan informasi pada layer lainnya.
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pembentukan citra digital
yaitu akuisisi citra, sampling dan kuantisasi. Proses akuisisi citra adalah pemetaan
suatu pandangan (scene) menjadi citra kontinyu dengan menggunakan sensor.
Sensor untuk akuisisi citra, yaitu sensor tunggal, sensor garis, dan sensor larik.
Proses selanjutnya adalah sampling, yaitu proses untuk menentukan warna pada
piksel tertentu pada citra dari sebuah gambar yang kontinyu. Pada proses sampling
dicari warna rata-rata dari gambar analog yang kemudian dibulatkan. Proses
sampling disebut juga proses digitisasi. Tahap terakhir dalam pembentukan citra
digital adalah proses kuantisasi, yang merupakan perubahan nilai amplitudo
kontinyu menjadi nilai baru yang berupa nilai diskrit. Nilai amplitudo yang
dikuantisasi adalah nilai-nilai pada koordinat diskrit hasil proses sampling.
Proses terjadinya citra berawal dari sumber cahaya menerangi objek, lalu
objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya
ini ditangkap oleh alat-alat optik, seperti mata manusia, kamera, dan scanner.
Proses pembentukan citra ditunjukan pada Gambar 2.2.
Gambar 2. 2 Proses Pembentukan Citra (Putra, 2010)
Citra digital terbagi menjadi beberapa macam yaitu citra biner, citra
grayscale, dan citra warna. Citra biner adalah citra memiliki dua buah piksel yaitu
hitam yang bernilai 0 dan putih yang bernilai 1. Oleh karena itu setiap piksel pada
citra biner direpresentasikan dengan 1 bit. Citra grayscale adalah citra yang nilai
pikselnya berada diantara 0 (hitam) dan 255 (putih). Sedangkan citra warna adalah
10
citra yang setiap pikselnya mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga
warna dasar yaitu merah, hijau dan biru. Setiap warna dasar menggunakan
penyimpanan 8 bit (1 byte).
2.2.3. Preprocessing
Preprocessing adalah proses pengolahan data citra asli sebelum data
tersebut diproses berikutnya. Beberapa pra-proces yang sering digunakan adalah
proses cropping dan proses grayscale (aras keabuan).
A. Cropping
Cropping adalah proses pemotongan citra pada koordinat tertentu pada
area citra. Proses ini dilakukan untuk mengambil bagian yang dirasa penting atau
bagian yang mempunyai paling banyak informasi untuk diolah menggunakan
jaringan syaraf tiruan. Selain itu proses ini juga dapat mengubah ukuran citra
menjadi lebih kecil, sehingga akan mempercepat proses komputasi. Selain dengan
melakukan cropping, untuk mempercepat proses komputasi dapat melakukan
proses grayscale.
B. Grayscale
Grayscale adalah warna-warna piksel yang berada pada rentang gradasi
hitam dan putih yang akan menghasilkan efek warna abu-abu. Pada citra ini warna
dinyatakan dengan intensitas, dimana intensitas berkisar antara 0 sampai dengan
225, dimana 0 dinyatakan warna hitam dan 225 dinyatakan warna putih. Proses
grayscale dilakukan dengan mengubah citra 3 layer citra yaitu : red, green dan blue
(RGB) menjadi citra 1 layer gray (Kadir & Susanto, 2012).
Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-
masing RGB (Red, Green, dan Blue) menjadi citra grayscale dengan nilai s, maka
konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai RGB (Red, Green,
dan Blue) sehingga dapat dituliskan pada persamaan 2.5.
Grayscale =𝑅+𝐺+𝐵
3..............................................................................................2. 5
11
2.2.4. Wavelet
Wavelet diartikan sebagai small wave atau gelombang singkat.
Gelombang singkat tersebut merupakan fungsi basis yang terletak pada waktu
berbeda. Alihgram wavelet merupakan alihgram yang membawa citra (signal) ke
versi pergeseran (shifted) dan penskalaan (scaled) dari gelombang singkat yang asli
(mother wawelet). Alih ragam gelombang singkat diskrit dapat dilakukan dengan
suatu pentapisan bertingkat (cascading filter), yang diikuti dengan pencuplikan
(subsampling) dengan pembagian 2 (Putra, 2010).
Transformasi wavelet selain mampu memberikan informasi frekuensi
yang muncul, juga dapat memberikan informasi tentang skala atau durasi waktu.
Wavelet dapat digunakan untuk menganalisa suatu bentuk gelombang sebagai
kombinasi dari waktu dan frekuensi. Selain itu perubahan sinyal pada suatu posisi
tertentu tidak berdampak banyak terhadap sinyal pada posisi yang lainnya. Dengan
wavelet suatu sinyal dapat disimpan lebih efisien dan lebih baik dalam hal
melakukan aproksimasi terhadap sinyal real-word. Secara umum, transformasi
wavelet dapat dinyatakan dengan rumus pada Persamaan 2.7 (Sutarno, 2010).
𝛹𝑎, 𝑏(𝑥) =1
√|𝑎|(
𝑥−𝑏
𝑎).................................................................................2. 6
a,b ϵ R; a ≠ 0 (R = bilangan nyata),
a adalah parameter penyekalan (dilatasi),
b adalah parameter penggeseran posisi (translasi) pada sumbu x,
v| | adalah normalisasi energi yang sama dengan energi induk.
Proses transformasi wavelet dilakukan pada baris terlebih dahulu,
kemudian dilanjutkan transformasi pada kolom. Untuk melihat gambar bagan
transformasi wavelet ditunjukan pada gambar 2.3.
12
Gambar 2. 3 Transformasi Wavelet (Putra, 2010)
H dan L berturut-turut menyatakan tapis yang meneruskan frekuensi
tinggi (high pass) dan tapis yang meneruskan frekuensi rendah (low pass). ↓ 2
menyatakan pencuplikan dengan pembagian 2. Pada Gambar 2.4 LL menyatakan
bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis low pass dilanjutkan dengan
low pass. Citra bagian ini mirip dan merupakan versi lebih halus dari citra aslinya
sehingga koefisien pada bagian LL sering disebut dengan komponen aproksimasi.
LH menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis low pass
kemudian dilanjutkan dengan high pass. Koefisien pada bagian ini menunjukan
citra tepi dalam arah horisontal. Bagian HL diperoleh dari proses tapis high pass
kemudian dilanjutkan dengan low pass. Koefisien pada bagian ini menunjukan citra
tepi dalam arah vertikal. Bagian HH menunjukan proses tapis yang awal dengan
high pass kemudian dilanjutkan dengan high pass. Koefisien pada bagian ini
menunjukkan citra tepi dalam arah diagonal. Ketiga komponen LH, HL dan HH
disebut juga komponen detail. Hasil transformasi wavelet level 1, sering dibuat
dalam bentuk skema seperti pada gambar 2.6.
Gambar 2. 4 Skema Transformasi Wavelet (Putra, 2010)
Dimana :
LL = bagian yang di peroleh dari proses low pass dilanjutkan low pass
HL = bagian yang di peroleh dari proses high pass dilanjutkan low pass
13
LH = bagian yang di peroleh dari proses low pass dilanjutkan high pass
HH = bagian yang di peroleh dari proses high pass dilanjutkan high pass
CA = Coefficient Aproximation
CV = Coefficient Vertical
CH = Coefficient Horizontal
CD = Coefficient Diagonal
Transformasi wavelet secara konsep memang sederhana. Citra yang
semula ditransformasikan kemudian dibagi (didekompoisi) menjadi 4 sub-image
baru untuk menggantikannya. Setiap sub-image berukuran seperempat kali dari
citra asli. Satu sub-image bagian kiri atas nampak seperti citra asli dan tampak lebih
halus (smooth) karena berisi komponen frekuensi rendah dari citra asli. Berbeda
dengan 3 sub-image yang lain yang tampak lebih kasar karena berisi komponen
frekuensi tinggi dari citra asli. Sub-image tersebut dapat dibagi lagi menjadi 4 sub-
image baru. Proses demikian dapat diulang seterusnya sesuai dengan level
(tingkatan) proses transformasi yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya contoh
wavelet level 2 ditunjukan pada gambar 2.5.
Gambar 2. 5 Contoh Transformasi Wavelet Level 2 (Putra, 2010)
14
2.2.5. Ekstraksi Ciri
Ekstraksi ciri merupakan proses mengambil informasi ciri dari suatu
bentuk, nilai yang didapat kemudian digunakan sebagai bahan analisis. Ekstraksi
ciri dilakukan untuk memperolah suatu pola dari citra yang akan digunakan untuk
pelatihan maupun citra yang akan digunakan untuk pengujian. Metode ekstraksi ciri
yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi ciri statistik. Ciri citra dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
1. Mean
Mean adalah nilai rata-rata atau rata-rata dari array. Untuk vektor variable
acak A yang terdiri dari pengamatan scalar N, meannya didefinisikan pada
persamaan (2.7) : (Mathworks, 2017).
µ = 1
𝑁 ∑ 𝐴𝑖𝑁
𝑖=1 ..........................................................................2. 7
Nilai rata-rata dihitung dengan cara menjumlahkan nilai setiap piksel dari
piksel ke-1 sampai ke-N kemudian dibagi dengan jumlah piksel yang ada.
2. Standard Deviasi
Standard deviasi adalah akar kuadrat dari varian. Beberapa definisi standard
deviasi menggunakan faktor normalisasi N bukan N-1, yang dapat
ditentukan dengan menetapkan w ke 1 (Mathworks, 2017). Untuk vektor
variable acak A yang terdiri dari pengamatan skalar N , standar deviasi
didefinisikan pada persamaan (2.8) :
𝑠 = √1
𝑁−1 ∑ |𝐴𝑖
𝑁𝑖−1 − 𝜇|2............................................................2. 8
Dimana µ adalah mean dari A
𝜇 = 1
𝑁 ∑ 𝐴𝑖𝑁
𝑖=1 .............................................................................2. 9
3. Variance
Variance adalah kuadrat dari standar deviasi. Variance memberi ukuran
deviasi sinyal dari nilai meannya. Untuk input yang benar-benar nyata atau
15
imajiner, u, dengan ukuran M oleh N, variancenya diberikan oleh persamaan
(2.10) : (Mathworks, 2017)
𝑦 = ∑ ∑ |𝑢𝑖𝑗|2−
| ∑ ∑ |𝑢𝑖𝑗|2𝑁𝑗=1
𝑀𝑖=1
𝑀∗𝑁𝑁𝑗=1
𝑀𝑖=1
𝑀∗𝑁−1...............................................2. 10
uij adalah elemen data masukan pada indeks i,j.
M adalah panjang kolom jth.
N adalah jumlah kolom.
2.2.6. Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan syaraf tiruan (artifical neural network) adalah sistem komputasi
yang arsitektur dan operasinya diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologis
di dalam otak. Jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari
otak manusia yang selalu mencoba menstimulasi proses pembelajaran pada otak
manusia tersebut. Jaringan syaraf tiruan dapat digambarkan sebagai model
matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-linear, klasifikasi data
cluster dan regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari koleksi model jaringan
syaraf biologi.
Model jaringan syaraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam
emulasi, analisis, prediksi dan asosiasi. Kemampuan yang dimiliki jaringan syaraf
tiruan dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari
beberapa contoh atau input yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang
kemungkinan output yang akan muncul atau menyimpan karakteristik input yang
diberikan kepada jaringan syaraf tiruan.
Jaringan syaraf tiruan mampu mengenali dan meniru pola pemetaan dari
pasangan sinyal input dan output yang diberikan. Proses memberikan pasangan
input dan output pada sistem jaringan syaraf tiruan (neural network) disebut sebagai
proses pembelajaran. Umumnya, jika menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (neural
network), hubungan antara input dan output harus diketahui secara pasti dan jika
hubungan tersebut telah diketahui maka dapat dibuat suatu model. Hal lain yang
16
penting adalah proses belajar hubungan input/output dilakukan dengan
pembelajaran (Purnama, Malik, & Sulistiyo, 2012).
JST telah dikembangkan sebagai generalisasi model matematika dari
aspek kognitif manusia atau syaraf biologis, yaitu didasarkan pada asumsi-asumsi
bahwa:
a. Pemrosesan informasi terjadi pada elemen-elemen yang disebut neuron.
b. Sinyal-sinyal merambat di antara neuron melalui interkoneksi.
c. Setiap interkoneksi memiliki bobot yang bersesuaian yang pada kebanyakan
jaringan syaraf berfungsi untuk mengalikan sinyal yang dikirim.
d. Setiap neuron menerapkan fungsi aktifasi (biasanya tidak linear) pada
masukan jaringan untuk menentukan sinyal keluarannya.
2.2.7. Learning Vector Quantization
Learning Vector Quantization (LVQ) adalah metode dalam jaringan
syaraf tiruan untuk melakukan pembelajaran terhadap layer yang supervised. Kelas-
kelas yang didapatkan sebagai hasil dari lapisan kompetitif ini hanya tergantung
pada jarak antara vektor-vektor input. Jika dua vektor input mendekati sama, maka
lapisan kompetitif akan meletakkan kedua vektor input tersebut ke dalam kelas
yang sama. Metode klasifikasi pola dengan setiap unit-keluaran mewakili satu kelas
tertentu atau satu kategori tertentu. Digunakan vektor acuan (Vector
Reference/Codebook). Vektor bobot dari satu unit keluaran yang menjadi acuan
bagi kelas/kategori yang diwakili oleh keluaran tersebut. Pendekatan yang
dilakukan adalah dengan mengelompokkan vektor input berdasarkan kedekatan
jarak vektor input terhadap bobot (metode kuadrat jarak Euclidean minimum)
(Hamidi, Furqon, & Rahayudi, 2017).
Dalam hal ini diberikan sehimpunan pola yang identifikasinya diketahui
diberikan bersama distribusi awal vector referensi. Setelah pelatihan jaringan LVQ
mengklasifikasikan vector masukan dalam kelas yang sama dengan unit keluaran
yang memiliki vector bobot (referensi) yang paling dekat dengan vector masukan.
Arsitektur dari LVQ ditunjukkan pada gambar 2.5.
17
Gambar 2. 6 Arsitektur Learning Vector Quantization (Qur’ani & Rosmalinda, 2010)
Keterangan:
X1,X2,...Xn = nilai input
F1,F2 = lapisan Kompetitif
Y_in = masukan lapisan kompetitif
y = output
W = vector bobot untuk unit keluaran
||X-W|| = selisih nilai jarak Euclidean antara vector masukan
Algoritma diusulkan oleh Kohonen pada tahun 1986 sebagai perbaikan
dari Vector Quantization. Model pembelajaran LVQ dilatih secara signifikan agar
lebih cepat dibandingkan algoritma lain seperti Back Propagation Neural Network.
Hal ini dapat meringkas atau mengurangi dataset besar untuk sejumlah kecil vektor.
Berikut ini adalah algoritma dari Learning Vector Quantizarion (LVQ).
1. Tetapkan bobot (W) dan maksimum epoch, learning rate, error yang
diharapkan.
2. Masukan input yang terdiri dari data input x(m,n) dan targetT(1,n)
3. Tetapkan kondisi awal (epoch=0), error yang diharapkan=1
4. Kerjakan jika (epocheps)
- epoch=epoch +1
- kerjakan untuk i=1 sampai n
- tentukan j sedemikian rupa sehingga ||x-wj|| minimum sebut dengan Ci
18
- Perbaiki wj dengan ketentuan
- jika T=C maka wj(baru)=wj(lama)+learningrate(x-wj(lama))
- jika T!=C maka wj(baru)=wj(lama)-learningrate(x-wj(lama))
- Update nilai learning rate (a dan dec a)
- Uji kondisi stop (Uji kondisi stop dilakukan jika nilai pengenalan mencapai
tertinggi dengan iterasi terkecil).
1. Setelah dilakukan pelatihan, akan diperoleh bobot-bobot akhir (W).
- Masukan input yang terdiri dari data input x(a,b) dan w(m1,n1)
- Kerjakan untuk a=1 hingga x(a,b).
- Tentukan J sedemikian hingga || x(a,b)-w(m1,n1)|| minimum. J adalah kelas
untuk x(a)
- Simpan J dan kelas