bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan teori 1....
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Menyusui
a. Pengertian menyusui
Menyusui adalah proses memberikan Air Susu Ibu (ASI)
melalui payudara ibu secara langsung kepada bayi yang
merupakan reflek insting dari ibu dengan melibatkan hormon-
hormon menyusui (Lang, 2002).
Menyusui adalah hak setiap ibu dan tidak terkecuali ibu
yang bekerja, maka agar dapat terlaksananya pemberian ASI
dibutuhkan informasi yang lengkap mengenai manfaat dari ASI
(Kemalasari, 2009).
Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai
kehidupannya dengan cara yang paling sehat. Menyusui
sebenarnya tidak saja memberikan kesempatan pada bayi untuk
tumbuh menjadi manusia yang sehat secara fisik, tetapi juga lebih
cerdas, mempunyai emosional yang lebih stabil, perkembangan
spiritual yang positif, serta perkembangan sosial yang lebih baik
(Roesli, 2005).
Menyusui merupakan cara yang optimal dalam memberikan
nutrisi dan mengasuh bayi, dan dengan penambahan makanan
pelengkap pada paruh kedua tahun pertama, kebutuhan nutrisi,
imunologi, dan psikososial dapat terpenuhi hingga tahun kedua
dan tahun–tahun berikutnya (Varney, 2004). Bagi masyarakat kita
menyusui merupakan hal yang alami. Menurut Sr.Jenny (2000)
mengatakan bahwa menyusui adalah tugas yang sangat wajar dan
mulia dari seorang ibu serta salah satu ekspresi cinta seorang ibu.
10
Menyusui merupakan suatu cara yang tidak ada duanya
dalam memberikan makanan yang ideal bagi pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat, serta kesehatan ibu dan bayi dapat
mempererat ikatan batin antara ibu dan bayi sehingga dasar si
kecil percaya pada orang lain dan diri sendiri yang akhirnya bayi
berpotensi untuk mengasihi orang lain.
b. Keuntungan menyusui
Menyusui pada wanita mempunyai beberapa kebaikan, ASI
adalah makanan yang paling ideal bagi bayi baru lahir, normalnya
bebas dari ketidakmurnian. Air susu ibu mengandung kalori yang
lebih banyak dari susu formula. Kurang terjadi infeksi pada bayi
yang menyusu pada ibu karena ada imunisasi pasif. Menyusui
anak mempercepat involusi rahim, dengan demikian alat
reproduksi ibu lebih cepat kembali normal. Menyusui kadangkala
lebih menyenangkan bagi ibu. Menyusui lebih ekonomis, baik
bagi ibu maupun bagi masyarakat. IQ bayi prematur yang
menyusu dilaporkan lebih tinggi dari pada bayi serupa yang tidak
menyusu (Kristiyanasari, 2008).
c. Praktik menyusui
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi, oleh karena itu
diperlukan upaya komprehensif untuk meningkatkan pemberian
ASI eksklusif, yang melibatkan semua unsur mulai dari kesadaran
ibu, peran keluarga, masyarakat serta pelayanan kesehatan. Air
Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling sempurna dan
terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang
dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi
yang optimal. ASI mengandung lebih dari 2000 unsur-unsur
pokok, antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin,
mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan dan
zat sel darah putih. Semua zat tersebut terdapat secara
proporsional dan seimbang. Selain itu adanya kolostrum dalam
11
ASI berfungsi sebagai pelindung yang kaya zat anti infeksi,
berprotein tinggi dan pencahar yang ideal untuk membersihkan
zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan
mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan
yang akan datang (Fikawati, 2010).
Agar bayi optimal mendapatkan ASI ma diperlukan
bberapa kiat menuju keberhasilan antara lain usahakan memberi
minum dalam suasana yang santai bagi ibu dan bayi. Buatlah
kondisi ibu senyaman mungkin. Selama beberapa minggu
pertama, bayi perlu diberi ASI setiap 2,5 – 3 jam sekali.
Menjelang akhir minggu keenam, sebagian besar kebutuhan bayi
akan ASI setiap 4 jam sekali. Jadwal ini baik sampai bayi berumur
antara 10 – 12 bulan. Pada usia ini sebagian besar bayi tidur
sepanjang malam sehingga tak perlu lagi memberi makanan di
malam hari (Kristiyanasari, 2008).
d. Cara menyusui yang benar
Menurut Farrer (2003), cara menyusui dibagi atas beberapa
hal yaitu:
1) Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian
dioleskan pada putting dan sekitar kelang payudara. Cara ini
mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga
kelembaban putting susu.
2) Bayi diletakkan menghadap perut ibu atau payudara.
3) Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih
baik menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak
menggantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran
kursi.
4) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan,
kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak
boleh menengadah,dan bokong bayi ditahan dengan telapak
tangan).
12
5) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu, dan yang
satu didepan.
6) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi
menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala
bayi).
7) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
8) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
9) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain
menipang dibawah, jangan menekan putting susu.
10) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek)
dengan cara :
a) Menyentuh pipi dengan putting susu atau menyentuh sisi
mulut bayi.
b) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi
didekatkan ke payudara ibu serta areola payudara
dimasukkan ke mulut bayi
c) Usahakan sebagian besar kalang payudra dapat masuk ke
mulut bayi, sehingga putting susu berada di bawah langit
– langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari
tempat penampungan ASI yang terletak di bawah kalang
payudara. Posisi salah, yaitu apabila bayi hanya
menghisap pada putting susu saja, akan mengakibatkan
masukan ASI yang tidak adekuat dan putting lecet.
d) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu
dipegang atau disangga (Kristiyanasari, 2008).
11) Melepas isapan bayi
Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa
kosong, sebaiknya diganti menyusui pada payudara yang
lain.Cara melepas isapan bayi :
a) Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui
sudut mulutn atau dagu bayi ditekan kebawah.
13
b) Menyusui berikutnya dimulai pada payudara yang
belum terkosongkan (yang dihisap terakhir).
c) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit
kemudian dioleskan pada putting susu dan areola
sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya.
12) Menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara
dari lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh – jawa)
setelah menyusu. Cara menyendawakan bayi :
a) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu
kemudian punggungnya ditepuk perlahan- lahan.
b) Dengan cara menelengkupkan bayi diatas pangkuan
ibu, lalu usap–usap punggung bayi sampai bayi
bersendawa (Kristiyanasari, 2008).
e. Cara pengamatan menyusui yang baik dan benar
Setelah bayi mulai menghisap, payudara tak perlu dipegang
atau disangga lagi. Untuk mengetahui bayi telah menyusu dengan
teknik yang benar, perhatikan bila bayi tampak tenang. Badan
bayi menempel pada perut ibu, mulut bayi terbuka lebar, dagu
bayi menempel pada payudara ibu, sebagian besar areola masuk
kedalam mulut bayi, areola bagian bawah lebih banyak yang
masuk, bayi nampak menghisap kuat dalam irama perlahan,
puting susu ibu tidak terasa nyeri, telinga dan lengan bayi terletak
pada satu garis lurus, kepala agak menengadah (Saleha, 2009).
f. Lama menyusui
Memberikan ASI pada bayi sebaiknya sesering mungkin
karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus
menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain
(kencing,dll) atau ibu sudah merasa sudah perlu menyusui
bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara
14
sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong
dalam waktu 2 jam.
Pada hari pertama, biasanya ASI belum keluar, bayi cukup
disusukan selama 4 – 5 menit, untuk merangsang produksi ASI
dan membiasakan putting susu dihisap oleh bayi. Setelah hari ke
4 – 5,boleh disusukan selama 10 menit. Setelah produksi ASI
cukup, bayi dapat disusukan selama 15 menit (jangan lebih dari
20 menit). Menyusukan selama 15 menit ini jika produksi ASI
cukup dan ASI lancar keluarnya, sudah cukup untuk bayi.
Dikatakaan bahwa, jumlah ASI yang terisap bayi pada 5 menit
pertama adalah ±112 ml, 5 menit kedua ±64 ml, dan 5 menit
terakhir hanya ±16 ml (Soetjiningsih, 2003).
2. Air Susu Ibu (ASI)
a. Pengertian ASI
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa dan garam – garam organik yang disekresi oleh kedua
belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi
(Soetjiningsih, 2003).
Air susu ibu (ASI) merupakan sebuah cairan untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan
kemungkinan serangan penyakit (Paryanto, 1997). Pemberian ASI
sangat penting karena ASI adalah satu-satunya dan minuman
terbaik untuk bayi dalam masa 6 bulan. Pertama kehidupannya dan
merupakan hak setiap anak, untuk itu setiap bayi lahir segerakanlah
anak untuk menyusu dari payudara ibu karena ASI yang keluar
pertama (berwarna kekuningan) mengandung antibodi. Air Susu
Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam medium cairan yang
mengandung antara lain protein, laktosa dan garam organik yang
15
disekresi oleh kedua kelenjar payudara. Komposisinya tidak
konstan, tergantung stadium laktasi, ras, diet dan status gizi.
ASI (air susu ibu) adalah air susu yang keluar dari seorang
ibu pasca melahirkan bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga
sebagai suatu cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup seperti sel
darah putih, antibodi, hormon, faktor-faktor pertumbuhan, enzim,
serta zat yang dapat membunuh bakteri dan virus.
ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa
makanan dan minuman lain, baik berupa susu formula, jeruk,
madu, air teh, air putih, maupun makanan padat seperti pisang,
pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Farrer, 2003)
ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi karena
mengandung gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Pemberian
ASI sejak dini, terutama ASI ekslusif yaitu pemberian hanya ASI
saja mulai bayi baru lahir sampai bayi berusia enam bulan. ASI
dapat menjadikan pertumbuhan dan perkembangan otak bayi
dengan sempurna. ASI dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan
mencegah penyakit diare, penyakit saluran pernafasan, penyakit
telinga, penyakit saluran kencing, menyusui menyebabkan
pengeluaran hormone pertumbuhan dan membangun hubungan
saling percaya antara bayi dan ibu (WHO, 2000).
b. Komposisi ASI
ASI mengandung lebih dari 200 unsur – unsur pokok,
antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral,
faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah
putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional dan seimbang
satu dengan yang lainya. Cairan hidup yang mempunyai
keseimbangan biokimia yang sangat tepat ini bagai suatu “simfoni
nutrisi bagi pertumbuhan bayi” sehingga tidak mungkin ditiru oleh
buatan manusia (Roesli, 2005).
16
1) Kolostrum
Adalah ASI yang keluar pada hari pertama dan kedua
setelah melahirkan, berwarna kekuning-kuningan dan lebih
kental, lebih banyak mengandung protein dan vitamin seperti
vitamin A, E dan K dan mineral seperti natrium dan Zn serta
mengandung zat kekebalan yang penting untuk melindungi
bayi dari penyakit infeksi.
Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk
membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru
lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi
bagi makanan yang akan datang. Berat jenis kolostrum berkisar
antara 1040 sampai 1060 dan rata-rata energi 67 kcal/100 ml.
Volume tiap menyusui bervariasi antara 2 sampai 20 ml pada 3
hari pertama. Volume per hari tergantung pada banyaknya bayi
menyusu terutama dalam 24 jam pertama setelah melahirkan
(Salfina, 2008).
2) Taurin
Adalah suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat
pada ASI. Taurin berfungsi sebagai neuro transmitter dan
berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan
pada binatang menunjukkan bahwa efek defisiensi akan
berakibat gangguan pada retina mata. Saat ini taurin banyak
ditambahkan pada susu formula karena penelitian menunjukkan
bahwa kadar taurin plasma yang rendah (50%) pada bayi
dengan formula dibandingkan dengan bayi menyusui.
3) Lemak
Air susu ibu memasok sekitar 70-78% energi sebagai
lemak, yang dibutuhkan bukan saja untuk mencukupi
kebutuhan energi, tetapi juga untuk memudahkan penyerapan
asam lemak esensial, vitamin yang terlarut dalam lemak,
kalsium serta mineral lain, dan juga untuk menyeimbangkan
17
diet agar zat gizi lain tidak terpakai sebagai sumber energi.
Setidaknya 10% asam lemak sebaiknya dalam bentuk tak jenuh
ganda, yang biasanya dalam bentuk asam linoleat. Asam
linoleat juga merupakan asam lemak esensial. Asam ini
terkandung di dalam sebagian besar minyak tetumbuhan.
Sayang sekali jumlah kebutuhan yang tepat belum diketahui
dengan pasti. Dari air susu ibu, bayi menyerap sekitar 85-90%
lemak. Enzim lipase di dalam mulut (lingual lipase) mencerna
zat lemak sebesar 50-70% 24.
Lemak utama ASI adalah lemak ikatan panjang tak
jenuh/LCPUFAs(long chain polyunsaturated fatty acids
(omega 3, omega 6, DHA, Arachidonic acid/AA) suatu asam
lemak esensial yang merupakan komponen penting untuk
myelinisasi. Myelinisasi adalah pembentukan selaput isolasi
yang mengelilingi serabut syaraf yang akan membantu
rangsangan menjalar lebih cepat. Lemak ini sedikit atau tidak
ada pada susu sapi, padahal amat penting untuk pertumbuhan
otak. Komponen lemak berikutnya yang penting adalah
kolesterol. Kolesterol juga meningkatkan pertumbuhan otak
bayi. Kandungan kolesterol ASI tergolong tinggi, sedangkan
dalam susu sapi hanya sedikit. Penelitian menunjukkan bahwa
bayi yang diberi ASI eksklusif mempunyai kadar kolesterol
lebih tinggi yang sangat dibutuhkan pada saat pertumbuhan
otak. Selain itu kolesterol juga diperkirakan berfungsi dalam
pembentukan enzim untuk metabolism kolesterol yang akan
mengendalikan kadar kolesterol di kemudian hari sehingga
dapat mencegah serangan jantung dan penebalan pembuluh
darah (arteriosclerosis) pada usia muda.
4) Zat kekebalan
Sebagian zat kekebalan terhadap beragam mikro-
organisme diperoleh bayi baru lahir dari ibunya melalui
18
plasenta, yang membantu melindungi bayi dari serangan
penyakit antara lain yang penting adalah penyakit campak
selama 4-6 bulan pertama sejak bayi lahir. Telah diketahui
bahwa bayi yang diberi ASI lebih terlindungi terhadap penyakit
infeksi terutama diare dan mempunyai kesempatan hidup lebih
besar dibandingkan dengan bayi-bayi yang diberi susu formula.
Hal ini karena adanya zat-zat imunologik antara lain :
a) Immunoglobulin, terutama Immunoglobulin A (Ig.A),
kadarnya sangat tinggi terutama dalam kolostrum. Secretory
Ig A tidak diserap, tetapi melumpuhkan bakteri patogen E.
Coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.
b) Laktoferin, sejenis protein yang merupakan komponen zat
kekebalan dalam ASI yang mengikat zat besi (ferum) di
saluran pencernaan.
c) Lysosim, suatu enzim yang juga melindungi bayi terhadap
bakteri dan virus yang merugikan. Lysosim terdapat dalam
jumlah 300 kali lebih banyak pada ASI daripada susu sapi.
Enzim ini aktif mengatasi bakteri E. Coli dan Salmonella.
d) Sel darah putih. Sel yang sangat protektif ini jumlahnya
sangat banyak pada minggu-minggu pertama kehidupan
kurang lebih 4000 sel/mil, saat system kekebalan tubuh bayi
belum mampu membentuk antibodi yang protektif dalam
jumlah yang cukup. Setelah sistem kekebalan bayi matang
maka jumlah sel sel ini berangsur-angsur berkurang,
walaupun tetap akan ada dalam ASI sampai setidaknya 6
bulan setelah melahirkan. Selain membunuh kuman, sel-sel
ini akan menyimpan dan menyalurkan zat-zat penting seperti
enzim, faktor pertumbuhan, dan protein yang melawan
kuman dan Immunoglobulin. secara umum sel-sel tersebut
dapat dibagi menjadi 3 macam :
19
(1) Bronchus Asosiated Lympocyte Tissue (BALT) yang
menghasilkan antibody terhadap infeksi saluran
pernafasan
(2) Gut Asosiated Lympocyte Tissue (GALT) yang
menghasilkan antibody terhadap infeksi saluran
pencernaan
(3) Mammary Asosiated Lympocyte Tissue (MALT) yang
menyalurkan antibody melalui jaringan payudara ibu.
Sel-sel ini memproduksi Ig.A, laktoferin, lysosim dan
interferon. Interferon menghambat aktifitas virus
tertentu.
e) Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung
nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacilus
bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan
berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang
merugikan, sehingga kotoran bayi menjadi bersifat asam
yang berbeda dari kotoran bayi yang mendapat susu
formula.
c. Air susu matur
Adapun ciri dari susu matur adalah sebagai berikut :
1) Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke – 10 dan
seterusnya, komposisi relatif konstan (ada pula yang
mengatakan bahwa komposisi ASI relatif konstan baru dimulai
pada minggu ke – 3 minggu ke – 5). Hari pertama sampai hari
ke 3 setelah bayi lahir dinamakan kolostrum. Dan ASI yang
keluar mulai hari ke 4 ampai hari ke 9 dinamakan ASI masa
transisi.
2) Pada ibu yang sehat, maka produksi ASI untuk bayi akan
tercukupi, ASI ini merupakan makanan satu – satunya yang
paling baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan.
20
3) Merupakan suatu cairan berwarna putih kekuning – kuningan
yang diakibatkan warna dari garam kalsium caseinat,
riboflavin, dan karoten yang terdapat di dalamnya.
4) Tidak menggumpal jika dipanaskan
Terdapat antimicrobial faktor, antara lain :
a) antibodi terhadap bakteri dan virus; b) sel (fagosit,
granulosit, makrofag, dan limfosit tipe T); c) enzim (lizisim,
laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase; d) amilase,
fosfodiesterase, dan alkalin fosfatase); e) protein (laktoferin,
B12 binding protein); f) Resistance faktor terhadap
stapilofilokokus; g) Komplemen; h) Interferon producing cell;
i) Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan
adanya faktor bifidus; j) Hormon – hormon (Saleha, 2009).
d. Manfaat ASI
Manfaat ASI pada bayi yaitu zat-zat gizi yang ada pada ASI
sesuai dengan kebutuhan bayi dan mudah dicerna oleh pencernaan
bayi. ASI mengandung zat protektif guna meningkatkan kekebalan
tubuh dari penyakit, ASI tidak menimbulkan alergi pada bayi, ASI
mempunyai efek psikologis, ASI menjadikan pertumbuhan bayi
dengan sempurna, ASI dapat mengurangi kariesdentis dan ASI
dapat mengurangi kejadian moluklusi (Roesli, 2005).
Manfaat ASI ditinjau dari beberapa aspek yaitu :
1) Aspek gizi
Dari segi gizi, ASI memiliki komponen nutrisi yang
diperlukan bayi antara lain karbohidrat (6,5 –7,7%), protein (1-
1,5%), lemak (3,5%), vitamin, mineral dan air. Kadar zat besi
dalam ASI besarnya antara 0,3- 0,7 mg/L dengan
bioavailibilitas yang tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa
kadar ini dapat mempertahankan status zat besi yang adekuat
pada bayi sampai usia 6 bulan. Kandungan nutrisi dalam ASI
lebih adaptif untuk pencernaan bayi sehingga seluruh
21
komponen tersebut dapat digunakan untuk keperluan
pertumbuhan dan perkembangan bayi.
2) Aspek kesehatan anak
Dari segi kesehatan bayi, ASI mengandung sejumlah
komponen imunoaktif yaitu IgA, lisosim, laktoferin, faktor
bifidus dan makrofag yang berfungsi melindungi bayi dari
infeksi gastrointestinal, infeksi saluran pernafasan, dan lain-
lain. Pemberian ASI eksklusif selama 4 bulan atau lebih
ternyata dapat melindungi bayi dari serangan otitis media
tunggal ataupun berulang. Sifat protektif ini berasal dari IgA
yang memblokir perlekatan Streptokokus pneumonia dan
Hemofilus influenza ke sel-sel retrofaringeal dan tingginya
kadar prostaglandin yang berfungsi profilaksis terhadap otitis
media. Selain itu IgA juga berperan terhadap antigen Shigela
dan sel memori yang terbentuk dapat bertahan lama bahkan
sampai 3 tahun sehingga dapat melindungi bayi dari shigelosis.
e. Manfaat pemberian ASI bagi ibu
Manfaat pemberian ASI bagi ibu dengan memberikan ASI
pada bayi dapat mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan,
dan bagi ibu menyusui secara ekslusif dapat menunda kehamilan,
dengan memberikan ASI mempengaruhi aspek psikologis pada ibu
( Ambarwati dan Wulandari, 2009).
Beberapa manfaat pemberian ASI bagi ibu dari segi aspek
yaitu :
1) Aspek psikologis
Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk
bayi, tetapi juga untuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan
diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia.
(Ambarwati danWulandari 2009).
22
2) Aspek kesehatan ibu
Isapan bayi pada payudara akan merangsang
terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofisis.oksitosin
membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya
perdarahan pasca persalinan. Penundaan haid dan
berkurangnya perdarahan pasca persalinan mengurangi
prevalensi anemia defisiensi besi. Kejadian karsinoma
mammae pada ibu yang menyusui lebih rendah disbanding
yang tidak menyusui. Mencegah kanker hanya dapat diperoleh
ibu yang menyusui anaknya secara eksklusif. Penelitian
membuktikan ibu yang memberikan ASI secara eksklusif
memiliki resiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium
25 % lebih kecil disbanding yang tidak menyusui secara
eksklusif.
Dari segi kesehatan ibu, dengan menyusui akan
mengurangi frekuensi terjadinya kanker payudara dan dapat
menjarangkan kehamilan. Pemberian ASI juga menjalin
hubungan psikologis yang erat antara ibu dan anak.
3) Aspek penurunan berat badan
Ibu yang menyusui eksklusif ternyata lebih mudah dan
lebih cepat kembali ke berat badan semula seperti sebelum
hamil. Pada saat hamil, badan bertambah berat, selain karena
ada janin, juga karena penimbunan lemak pada tubuh,
cadangan lemak ini sebetulnya memang disiapkan sebagai
sumber tenaga dalam proses produksi ASI. Dengan menyusui,
tubuh akan menghasilkan ASI lebih banyak lagi sehingga
timbunan lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga akan
terpakai. Logikanya, jika timbunan lemak menyusut, berat
badan ibu akan cepat kembali ke keadaan seperti sebelum
hamil.
23
4) Aspek kontrasepsi
Hisapan mulut bayi pada putting susu merangsang
ujung syaraf sensorik sehingga post anterior hipofise
mengeluarkan prolaktin. Prolaktin masuk ke indung telur,
menekan produksi estrogen akibatnya tidak ada ovulasi.
Menjarangkan kehamilan, pemberian ASI memberikan 98%
metode kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan pertama
sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI saja (eksklusif)
dan belum terjadi menstruasi kembali.
f. Manfaat ASI bagi keluarga
Manfaat pemberian ASI pada keluarga dari beberapa Ambarwati &
Wulandari (2009) aspek menurut yaitu :
1) Aspek ekonomi
Secara ekonomis ASI lebih murah dan lebih praktis
dibandingkan dengan pemberian Pengganti Air Susu Ibu
(PASI). ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya
digunakan untuk membeli susu formula dapat digunakan
untuk keperluan lain. Kecuali itu, penghematan juga
disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit
sehingga mengurangi biaya
berobat.
2) Aspek psikologi
Kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran
lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat
mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.
3) Aspek kemudahan
Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan
dimana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot
menyiapkan air masak, botol, dan dot yang harus dibersihkan
serta minta pertolongan orang lain.
24
g. Manfaat ASI bagi Negara
Manfaat ASI bagi Negara, menurunkan angka kesulitan dan
kematian dan mengurangi subsidi rumah sakit, mengurangi devisa
untuk membeli susu formula dan meningkatkan sumbe rdaya
manusia (Ambarwati dan Wulandari, 2009).
Masalah dalam menyusui pada masa antenatal yaitu a)
kurang atau salah informasi; b) puting susu datar atau terbenam.
Masalah menyusui pada masa nifas dini yaitu: a) Puting susu nyeri;
b) Puting susu lecet; c) Payudara bengkak; d) Mastitis atau abses
payudara. Masalah menyusui pada masa nifas lanjut yaitu: a)
Sindrom ASI kurang; b) Ibu yang bekerja. Masalah menyusui pada
keadaan khusus yaiyu; a) Ibu melahirkan dengan bedah sesar; b)
Ibu sakit; c) Ibu yang memerlukan pengobatan; d) Ibu hamil.
Masalah menyusui pada bayi yaitu: a) Bayi sering menangis; b)
Bayi bingung puting; c) Bayi prematur dan bayi kecil (BBLR); d)
Bayi kuning (ikterik); e) Bayi kembar; f) Bayi sakit; g) Bayi
sumbing; h) Bayi dengan lidah pendek; i) Bayi yang memerlukan
perawatan (Ambarwati & Wulandari ,2009).
h. Hal – hal yang mempengaruhi produksi ASI
ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan
refleks. Selama kehamilan, terjadilah perubahan pada hormon yang
berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu untuk
memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan kadang-
kadang mulai pada usia kehamilan 6 bulan akan terjadi perubahan
pada hormon yang menyebabkan payudara mulai memproduksi
ASI. Pada waktu bayi mulai menghisap ASI, akan terjadi dua
refleks yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat
dengan jumlah yang tepat pula. Dua refleks tersebut adalah :
25
a. Refleks Prolaktin , yaitu refleks pembentukan/produksi ASI.
Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf akan
memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon
prolaktin ke dalam aliran darah. Prolaktin memacu sel kelenjar
untuk sekresi ASI. Makin sering bayi menghisap makin banyak
prolaktin dilepas oleh hipofise, makin banyak pula ASI yang
diproduksi oleh sel kelanjar, sehingga makin sering isapan
bayi, makin banyak produksi ASI, sebaliknya berkurang isapan
bayi menyebabkan produksi ASI kurang. Mekanisme ini
disebut mekanisme “supply and demand”. Efek lain dari
prolaktin yang juga penting adalah menekan fungsi indung
telur (ovarium). Efek penekanan ini pada ibu yang menyusui
secara eksklusif adalah memperlambat kembalinya fungsi
kesuburan dan haid. Dengan kata lain, memberikan ASI
Eksklusif pada bayi dapat menjarangkan kehamilan.
b. Refleks oksitosin, yaitu reflek pengaliran/pelepasan ASI (let
down reflex)
Setelah diproduksi oleh pabrik susu, ASI akan
dikeluarkan dari pabrik susu dan dialirkan ke gudang susu.
Pengeluaran ASI ini terjadi karena sel otot halus di sekitar
kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI keluar.
Yang membuat otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon
yang dinamakan oksitoksin. Banyak wanita dapat merasakan
payudaranya terperas saat mulai menyusui. Hal ini menjelaskan
bahwa ASI mulai mengalir dari pabrik susu ke gudang susu.
Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf memacu
hipofise posterior untuk melepas hormon oksitosin dalam
darah. Oksitosin memacu sel-sel myoepithel yang mengelilingi
alveoli dan duktuli untuk berkontraksi, sehingga mengalirkan
ASI dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan puting.
26
Dengan demikian sering menyusui penting untuk
pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement
(payudara bengkak), tetapi justru memperlancar pengaliran
ASI. Selain itu oksitosin berperan juga memacu kontraksi otot
rahim, sehingga mempercepat keluarnya plasenta dan
mengurangi perdarahan setelah persalinan. Hal penting adalah
bahwa bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya
mengandalkan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin
saja. Ia harus dibantu refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak
bekerja maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai,
walaupun produksi ASI cukup. Refleks oksitosin lebih rumit
dibanding refleks prolaktin. Pikiran, perasaan dan sensasi
seorang ibu akan sangat mempengaruhi refleks ini. Perasaan
ibu dapat meningkatkan dan juga menghambat pengeluaran
oksitosin. Perasaan ibu yang dapat meningkatkan ASI antara
lain: a) Bila melihat bayi; b) Memikirkan bayinya dengan
perasaan penuh kasih saying; c) Mendengar bayinya menangis;
d) Mencium bayi; e) Ibu dalam keadaan tenang.
Adapun perasaan ibu yang dapat menghambat
pengeluaran ASI adalah semua pikiran negatif, antara lain: a)
Ibu yang sedang bingung atau pikirannya sedang kacau; b)
Apabila ibu khawatir atau takut ASI nya tidak cukup; c)
Apabila ibu merasa kesakitan, terutama saat menyusui; d)
Apabila ibu merasa sedih, cemas, marah atau kesal; e) Apabila
ibu malu menyusui.
Isapan bayi akan merangsang ujung syaraf di daerah
puting susu dan di bawah daerah yang berwarna kecoklatan.
Rangsangan ini akan mengirimkan sinyal ke bagian depan
kelenjar hipofise di otak untuk mengeluarkan hormon
prolaktin. Prolaktin ini akan merangsang sel-sel di pabrik susu
untuk membuat ASI. Rangsangan dibentuknya prolaktin adalah
27
pengosongan gudang susu yang terletak dibawah daerah yang
berwarna coklat, jadi agar pembentukan ASI banyak, gudang
susu perlu dikosongkan dengan baik Selain itu, isapan bayi
juga akan merangsang bagian kelenjar hipofise untuk membuat
hormon oksitosin.
Hormon ini akan menyebabkan sel-sel otot yang
mengelilingi pabrik susu mengerut/berkontraksi sehingga ASI
terdorong keluar dari pabrik ASI dan mengalir melalui saluran
susu ke dalam gudang susu yang terdapat di bawah daerah yang
berwarna coklat. Selain refleks pada ibu dalam proses laktasi,
pada bayipun terjadi 3 macam refleks pada proses tersebut
yaitu:
(1) Rooting reflex, yaitu refleks mencari putting Bila pipi
bayi disentuh, ia akan menoleh ke arah sentuhan. Bila
bibir bayi disentuh ia akan membuka mulut dan berusaha
untuk mencari puting untuk menetek. Lidah keluar dan
melengkung menangkap puting dan areola.
(2) Sucking reflex, yaitu refleks menghisap. Refleks terjadi
karena rangsangan puting pada pallatum durum bayi bila
aerola masuk ke dalam mulut bayi. Areola dan puting
tertekan gusi, lidah dan langit-langit, sehingga menekan
sinus laktiferus yang berada di bawah areola. Selanjutnya
terjadi gerakan peristaltik yang mengalirkan ASI
keluar/ke mulut bayi.
(3) Swallowing reflex, yaitu refelks menelan ASI dalam
mulut bayi menyebabkan gerakan otot menelan Pada
bulan-bulan terakhir kehamilan sering ada sekresi
kolostrum pada payudara ibu hamil. Setelah persalinan
apabila bayi mulai menghisap payudara, maka produksi
ASI bertambah secara cepat. Dalam kondisi nomal ASI
diproduksi sebanyak ± 100 cc pada hari-hari pertama.
28
Produksi ASI menjadi konstan setelah hari ke 10 sampai
ke 14. Bayi yang sehat selanjutnya mengkonsumsi
sebanyak 700-800 cc ASI per hari. Namun kadang-
kadang ada yang mengkonsumsi kurang dari 600 cc atau
bahkan hampir 1 liter per hari dan tetap menunjukkan
tingkat pertumbuhan yang sama. Keadaan kurang gizi
pada ibu tingkat berat baik pada waktu hamil maupun
menyusui dapat mempengaruhi volume ASI. Produksi
ASI terjadi penurunan pada tiap bulan pertambahan usia
bayi, yaitu berkisar 500-700 cc pada enam bulan pertama
usia bayi, 400-600 cc pada enam bulan kedua dan 300-
500 cc pada tahun kedua usia anak.
3. Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan
(overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan
nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas
juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya
suami atau istri, orang tua atau mertua sangat penting untuk
mendukung. Tingkatan – tingkatan praktik :
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon Terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar
sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.
29
c. Mekanisme (Mechanisme)
Apabila seorang telah melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka
ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
d. Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah
dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Farrer ,( 2003) beberapa faktor yang berpengaruh
dalam sikap ibu terhadap praktik pemberian makanan pada bayi
meliputi: 1) Sikap awal yang sudah dimiliki; 2) Dukungan
keluarga dan lingkungan sekitarnya; 3) Sikap ayah; 4) Pengaruh
dan sikap dari tenaga kesehatan serta kebijakan yang dilakukan
diruang ibu tempat bersalin.
Selain faktor tersebut diatas menurut (Nurhidayah, 2007)
dan (Kemalasari, 2009) faktor lain yang berpengaruh terhadap
praktik menyusui selain tingkat pengetahuan tentang ASI
eksklusif maupun sikap positif terhadap pemberian ASI. Faktor
sosiokultural dan psikososial juga ikut mempengaruhi, selain
faktor-faktor karakteristik yang menberikan konstribusi dalam
keberhasilan menyusui yaitu :
a. Keputusan awal ibu untuk menyusui bayinya (motivasi ibu)
Ibu-ibu harus dibangkitkan kemauan dan kesediannya
menyusui anaknya, terutama sebelum melahirkan. Apabila
nilai menyusui hendak ditingkatkan pada masyarakat, maka
pengertian tentang menyusui harus ditanamkan pada anak-
anak gadis sejak usia muda, bahwa menyusui anak merupakan
bagian dari tugas biologi seorang ibu (Abdullah, 2004).
30
b. Tingkat pendidikan ibu
Tingkat pendidikan dan akses ibu terhadap media masa
juga mempengaruhi pengambilan keputusan, dimana semakin
tinggi pendidikan semakin besar peluang untuk memberikan
ASI (menyusui). Sebaliknya akses terhadap media
berpengaruh negatif terhadap pemberian ASI, dimana semakin
tinggi akses ibu pada media semakin tinggi peluang untuk
tidak memberikan ASInya (Abdullah, 2004).
c. Status pekerjaan ibu
Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila
ibu tidak menyusui adalah kerena mereka harus bekerja.
Wanita selalu bekerja, terutama pada usia subur, sehingga
selalu menjadi masalah untuk mencari cara merawat bayi.
Bekerja bukan hanya berarti pekerjaan yang dibayar dan
dilakukan di kantor, tapi bisa juga berarti bekerja di ladang,
bagi masyarakat di pedesaan (Setyawati, 2002).
d. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi
atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau obyek. Sikap positif ibu terhadap praktik
menyusui tidak diikuti dengan pemberian ASI pada bayinya.
Sikap belum otomatis terwujud dalam sutau tindakan.
Terwujudnya sikap agar menjadi tindakan nyata diperlukan
faktor dukungan dari pihak-pihak tertentu, seperti tenaga
kesehatan dan orang-orang terdekat ibu.
e. Pengetahuan
Pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah satu
faktor yang penting dalam kesuksesan proses menyusui. Thaib
et al dalam Abdullah et al (2004) menyatakan bahwa tingkat
pengetahuan, pendidikan, status kerja ibu, dan jumlah anak
31
dalam keluarga berpengaruh positif pada frekuensi dan pola
pemberian ASI.
f. Status social, ekonomi, paritas
Status sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi
kemampuan keluarga untuk memproduksi dan atau membeli
pangan. Ibu-ibu dari keluarga berpendapatan rendah
kebanyakan adalah berpendidikan lebih rendah dan memiliki
akses terhadap informasi kesehatan lebih terbatas dibanding
ibu-ibu dari keluarga berpendapatan tinggi, sehingga
pemahaman mereka untuk memberikan ASI secara eksklusif
pada bayi menjadi rendah (Suyatno, 2000).
g. Dukungan keluarga
Keluarga khususnya ayah merupakan bagian yang vital
dalam keberhasilan dalam praktik menyusui. Masih banyak
pendapat yang salah bahwa ayah cukup menjadi pengamat
yang pasif, padahal sebenarnya ayah mempunyai peran yang
sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah
akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI
(let down refleks) yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi
atau perasaan ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam
keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan
dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan praktis
lainnya.
4. Pengetahuan
a. Pengertian pengetahuaan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang dapat diterangkan
dengan metode ilmiah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
suatu persoalan ilmiah dengan menggunakan teori kebenaran baik
yang dilakukan saat sekarang atau masa yang akan datang
32
(Tjokronegoro, A & Sudarsono, S., 2001). Pengetahuan adalah
proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri (Bakhtiar, 2004). Pengetahuan adalah suatu
proses untuk mengetahui dan menghasilkan sesuatu yang
didorong rasa ingin tahu yang bersumber dari kehendak dan
kemauan manusia (Suhartono, 2005). Pengetahuan adalah hasil
‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).
b. Manfaat pengetahuaan
Menurut Suhartono (2005) pengetahuan diperlukan
manusia untuk memecahkan setiap persoalan yang muncul
sepanjang kehidupan manusia dalam pencapaian tujuan hidup
yaitu kebahagiaan, keadaan makmur, tenteram, damai dan
sejahtera baik pada taraf individual maupun taraf sosial.
Pengetahuan juga dapat membuat manusia memiliki kemampuan
untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup.
Pengetahuan juga berguna supaya manusia tidak melakukan
penyelidikan dan pemikiran mengenai sesuatu hal yang pada
akhirnya menjadi sia-sia. Pengetahuan berguna bagi manusia
dalam menentukan kebenaran dan kepastian dalam menentukan
kesehatan jiwa. Pengetahuan akan membuat seseorang mampu
menentukan kepastian tentang suatu hal, dan apa yang dipikirkan
di dalam pernyataan-pernyataan adalah sungguh-sungguh
(Watloly, 2005).
Pengetahuan yang benar juga bermanfaat sebagai dasar
kebenaran bagi manusia dalam mengikuti perkembangan ilmu
dan teknologi yang bisa membuat manusia terkena dampak
negatifnya karena tidak mutlak seluruhnya perkembangan
teknologi baik bagi kehidupan manusia (Bakhtiar, 2005).
33
c. Tingkat pengetahuaan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan menurut Notoatmodjo (2007), yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang
telah di pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu, ’tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
mejelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
dapat menginterprestasikan benar tentang objek yang
diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap hal
yang dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan
aplikasi atau hukum–hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen–komponen,
tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
34
dapat dilihat dari penggunaan kata–kata kerja, dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis itu suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi–formulasi
yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian–penilaian itu berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria–kriteria
yang telah ada.
d. Cara mengukur pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin
diukur. Kedalaman pengetahuan yang kita ukur dapat disesuaikan
dengan tingkatan pengetahuan. Jika ingin mengubah perilaku
masyarakat dari perilaku yang negatif dan positif maka
masyarakat harus diberi pengetahuan yang benar-benar positif
(Wiryo, 2001). Pengetahuan yang diukur dapat digolongkan
dalam kategori sudah baik, cukup dan kurang (Setiadi, 2007).
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah
skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian
dikalikan 100% dan hasilnya berupa persentasi dengan rumus
yang digunakan sebagai berikut :
P = persentase
F = frekuensi dari seluruh alternatif jawaban yang menjadi pilihan
yang telah dipilih responden atas pertanyaan yang diajukan
35
n = jumlah frekuensi seluruh alternatif jawaban yang menjadi
pilihan responden selaku peneliti
100% = bilangan genap (Sabarguna, 2008).
Menurut Arikunto (2006) dalam buku Wawan & Dewi
(2010) pengetahuan seseorang dapat di ketahui dan
diinterpresentasikan dalam skala yang bersifat kualitatif yaitu :
1) Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76 – 100%.
2) Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56 – 75%.
3) Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai ≤ 55%
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tenteng isi materi yang
akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan – tingkatan diatas (Notoatmodjo,
2007).
e. Faktor –faktor yang mempegaruhi pengetahuan
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dalam diri
manusia yang mengandung kebenaran lebih objektif, pasti dan
dapat dipercaya. Atas faktor internal maka pengetahuan lahir
sebagai metode, sistem dan kebenaran yang bersifat khusus.
Adapun faktor internal meliputi motivasi, pendidikan,
pengalaman, dan persepsi yang bersifat bawaan. (Notoadmodjo,
2002; Suhartono, 2005).
1) Umur
Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan
dalam penelitian – penelitian epidemiologi yang merupakan
salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah
lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak
dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin
bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena
pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri
36
maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain
(Notoadmojo, 2003). Dalam kurun reproduksi sehat dikenal
bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 –
30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2 – 5 kali
lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia
20 – 29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah
usia 30 – 35 tahun (Winkjosastro, 2007).
2) Pendidikan
Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan
seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui
pengetahuan sehingga dalam pendidikan perlu
dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan
hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang untuk lebih mudah menerima ide – ide dan
teknologi. Pendidikan meliputi peranan penting dalam
menentukan kualitas manusia. Dengan pendidikan manusia
dianggap akan memperoleh pengetahuan implikasinya
(Notoadmojo, 2003).
Semakin tinggi tingkat pendidikan, hidup manusia akan
semakin berkualitas karena pendidikan yang tinggi akan
menambahkan pengetahuan yang baik yang menjadikan hidup
yang berkualitas. Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari
serta memproses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang. Usahakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan proses dan cara (http//:www.pendidikan.net).
Pada penelitian ini pengukuran variabel tingkat
pendidikandapat digolongkan berdasarkan undang – undang :
Republik Indonesia sistem pendidikan nasional tahun 2003,
yaitu : pendidikan dasar terdiri dari SD dan SMP, pendidikan
37
menengah terdiri dari diploma, dan perguruan tinggi yang
terdiri dari sarjana, magister spesialis (UU Sisdiknas, 2003).
Tingkat pendidikan ibu yang masih mengakibatkan
kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah.
Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun non
formal. Sedangkan ibu – ibu yang mempunyai tingkat
pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka dalam
menerima perubahan/hal – hal baru, guna pemeliharaan
kesehatan (Depkes RI, 1999). Dalam perkembangan
selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan
pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari :
a) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (knowlege).
b) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi
pendidikan yang diberikan (attitude).
c) Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik
sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan
(practice) (Notoatmodjo, 2007).
Faktor eksternal yaitu dorongan dari luar yang
memerlukan pengetahuan khusus dan pasti dalam mengelola
sumber daya yang ada sehingga dapat bermanfaat dalam
memenuhi kebutuhan hidup seperti ekonomi, lingkungan,
informasi, dan kebudayaan (Notoadmodjo, 2002; Suhartono,
2005). Sebagian besar pengetahuan dapat diperoleh melalui
pendidikan formal maupun nonformal. Sedangkan pendidikan
sendiri dipengaruhi oleh pengalaman, ekonomi, tersedianya
fasilitas dan lingkungan yang mendukung perkembangan
pengetahuan individu. Sedangkan pengalaman didukung oleh
pengetahuan yang didapat dan diingat dari kejadian
38
sebelumnya. Jadi, semakin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin tinggi pengetahuannya (Sudarmita, 2002).
(1) Paparan media massa
Melalui berbagai media massa baik cetak maupun
elektronik maka berbagai informasi dapat di terima oleh
masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar
media massa akan memperoleh informasi yang lebih
banyak dan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
yang dimiliki (Notoadmojo, 2003).
(2) Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan primer, maupun
sekunder keluarga, status ekonomi yang baik akan lebih
mudah tercukupi dibanding orang dengan status ekonomi
rendah.Bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka
pendapatan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai
sanitasi, lingkungan dan perumahan (Notoadmojo, 2003).
(3) Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan
tertentu, terutama untuk menunjang kehidupanya dan
keluarganya (Nursalam, 2001). Pekerjaan ibu yang
diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan
kesempatan ibu dalam memberikan pengetahuan
responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan
dengan pengetahuan responden yang tidak bekerja, semua
ini disebabkan karena ibu yang bekerja diluar rumah
(Sektor Formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap
berbagai informasi (DepKes RI, 2002).
39
(4) Pendapatan
Bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka
pendapatan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai
sanitasi, lingkungan dan perumahan. Kemampuan
anggaran rumah tangga juga mempengaruhi kecepatan
untuk meminta pertolongan apabila anggota keluarganya
sakit (Widoyono,2008).
(5) Hubungan sosial
Faktor hubungan sosial mempengaruhi
kemampuan individu sebagai komunikan untuk
menerima pesan menurut model komunikasi media
(Notoadmojo, 2003).
(6) Pengalaman
Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan
atau suatu cara untuk mamperoleh kebenaran
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal
biasanya diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam
proses perkembanganya, misalnya sering mengikuti
organisasi (Notoadmojo, 2003).
f. Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Bakhtiar (2004) semua orang memiliki
pengetahuan. Namun yang menjadi persoalan adalah dari mana
dan lewat apa pengetahuan itu diperoleh. Pengetahuan dapat
bersumber dari indrawi. Pengetahuan ini hanya berdasarkan
kenyataan hal-hal yang telah dilihat secara individual dan
intelektif yaitu pengetahuan yang diperoleh dalam proses
pemikiran atau akal yang mendalam (Watloly, 2005).
40
Cara tradisional atau nan ilmiah meliputi :
1) Kepercayaan berdasarkan adat-istiadat, tradisi dan agama
yang merupakan nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber
ini biasanya berbentuk norma atau kaidah yang kebenarannya
tidak dapat dibuktikan.
2) Kesaksian orang lain. Kesaksian ini biasanya didapatkan dari
orang yang berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas
sebelumnya seperti orangtua, guru, ulama dan orang yang
dituakan dan apapun yang dikatakan mereka baik atau buruk,
benar atau salah biasanya diikuti tanpa kritik.
3) Pengalaman individu. Pengalaman sering dijadikan sebagai
alat vital dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pengalaman
yang dimaksud dalam hal ini adalah pengalaman indrawi
karena dengan indra manusia dapat menggambarkan sesuatu
dengan benar (Bakhtiar, 2004).
4) Akal pikiran. Akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang
metafisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan
yang bersifat tetap. Akal pikiran cenderung memberikan
pengetahuan lebih umum, objektif dan pasti sehingga dapat
diyakini kebenarannya (Bakhtiar, 2004; Suhartono, 2005).
5) Intuisi. Intuisi merupakan pemahaman yang tertinggi, juga
merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung artinya
berbuat dengan alasan yang jelas. Dengan demikian
pengetahuan intuisi kebenarannya tidak dapat diuji karena
hanya berlaku secara personal belaka (Suhartono, 2005).
Cara modern atau ilmiah yang meliputi :
Pada dewasa ini lebih sistemis, logis dan ilmiah yang
disebut dengan metode penelitian ilmiah (Research
Methodology). Metode penelitian sebagai suatu cara untuk
memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan dan pemecahan
suatu masalah. Lewrence green menjelaskan bahwa perilaku
41
itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok,
yaitu :
a) Faktor Predisposisi (predisposing factor)
Dalam hal ini pendidikan kesehatan ditujukan untuk
menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan.
b) Faktor Pemungkin (enabling factor)
Faktor pemungkin ini berupa fasilitas atau sarana
dan prasarana kesehatan, maka bentuk pendidikan
kesehatanya adalah memberdayakan masyarakat agar
mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan.
Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau
memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan yaitu :
(1) Ketersediaan fasilitas
Salah satu wujud kepedulian pemerintah
indonesia terhadap kesehatan masyarakat adalah
dibangunya sejumlah puskesmas dan posyandu.
Pembangunan puskesmas dimaksudkan sebagai salah
satu lembaga pelayanan kesehatan yang terdepan.
Artinya, sebagai lembaga yang diharapkan menjadi
ujung tombak kesehatan masyarakat akan dapat
meningkatkan perananya untuk melayani masyarakat
terbawah di berbagai daerah di indonesia.
Sementara itu, terdapat berbagai pilihan
fasilitas kesehatan yang dimanfaatkan masyarakat
untuk mencari kesembuhan ketika mengalami sakit.
Fasilitas dimaksud adalah pengobatan keluarga yang
dilakukan sendiri misalnya minum jamu, fasilitas
pengobatan Non Medis misalnya dengan pertolongan
dukun atau alternatif lain serta fasilitas pertolongan
42
Medis misalnya dengan pertolongan dokter atau bidan
berdasarkan ilmu kedokteran. Konsep sakit dan
penyakit dibentuk atas dasar nilai budaya setempat
dengan demikian, akan terjadi berbagai variasi
perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan yang
dipengaruhi oleh stuktur sosial setempat.
(2) Keterjangkauan fasilitas
Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan
fasilitas kesehatan ditujukan dengan perilaku
berganti atau meneruskan mengunakan lebih dari
satu fasilitas. Fasilitas kesehatan yang di manfaatkan
pertama kali pada umumnya dilakukan secara sendiri
lebih dahulu. Untuk mewujudkan peningkatan
derajat dan status kesehatan penduduk, ketersediaan
dan keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan
merupakan salah satu faktor penentu utama.
g. Faktor penguat (reinforcing factor)
Faktor ini menyangkut sikap dan perilaku tokoh
masyarakat (toma) dan tokoh agama (toga), serta petugas
termasuk oetugas kesehatan . untuk berperilaku sehat, masyarakat
bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan
fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari
para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas dan para
petugas kesehatan.
5. Pernikahan Dini
a. Pengertian
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita yang pada umumnya berasal dari
lingkungan yang berbeda terutama dari lingkungan keluarga
43
asalnya, kemudian mengikatkan diri untuk mencapai tujuan
keluarga yang kekal dan bahagia (Muhammad, 2005).
Pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun
sementara laki-laki 25-28 tahun. Karena di usia itu organ
reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan
baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik
pun mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis
dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan
keluarga untuk melindungi baik sera psikis emosional, ekonomi
dan sosial (Al-ghifari, 2004).
Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan
yang matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak
affresiatif terhadap makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa
merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah pernikahan.
Sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan usia muda
ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang
mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda
atau di bawah umur.
b. Faktor-faktor yang mendorong untuk melangsungkan pernikahan
dini
Menurut Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari
perkawinan usia muda adalah dimana keinginan untuk segera
mendapatkan tambahan anggota keluarga. Tidak adanya pengertian
mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi
mempelai itu sendiri maupun keturunannya. Sifat kolot orang jawa
yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat. Kebanyakan
orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya
begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.
Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam
Suryono disebabkan oleh adanya masalah ekonomi keluarga.
Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki
44
apabila mau mengawinkan anak gadisnya. Bahwa dengan adanya
perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan
berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab
(makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (Soekanto, 1992).
Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang
mendorong terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai
di lingkungan masyarakat kita yaitu :
1) Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga
yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban
orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang
yang dianggap mampu.
2) Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan
orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya
kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah
umur.
3) Faktor orang tua
Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya
berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga
segera mengawinkan anaknya.
c. Dampak pernikahan dini
Pernikahan dini ditinjauan dari bagai aspek sangat
merugikan kepentingan anak dan sangat membahayakan kesehatan
anak akibat dampak pernikahan dini atau pernikahan di bawah
umur. Berbagai dampak pernikahan dini atau pernikahan dibawah
umur sebagai berikut:
1) Dampak terhadap hukum
Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan
melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknya untuk
45
hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan
kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
2) Dampak biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih
dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk
melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika
sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru
akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan
membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan
jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang
demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara
isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan
terhadap seorang anak.
3) Dampak Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti
tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma
psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit
disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya
yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti
atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan
menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar
9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta
hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
4) Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial
budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang
menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya
dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat
bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama
Islam yang sangat menghormati perempuan (Shaheed, 2007).
5) Kanker leher rahim
46
Perempuan yang menikah dibawah umur 20 th
beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel
leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma
virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi
kanker. Leher rahim ada dua lapis epitel, epitel skuamosa dan
epitel kolumner. Pada sambungan kedua epitel terjadi
pertumbuhan yang aktif, terutama pada usia muda. Epitel
kolumner akan berubah menjadi epitel skuamosa.
Perubahannya disebut metaplasia. Kalau ada HPV menempel,
perubahan menyimpang menjadi displasia yang merupakan
awal dari kankes. Pada usia lebih tua, di atas 20 tahun, sel-sel
sudah matang, sehingga resiko makin kecil.
6) Neoritis deperesi
Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan
dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda.
Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja
menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau
bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizoprenia atau dalam
bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi
berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja
terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan
amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan
sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk
depresi sama-sama berbahaya.
7) Konflik yang berujung perceraian
Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya
sangat baru dan sebenarnya ia belum siap menerima perubahan
ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil
perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya (Kampono, 2007).
47
B. Kerangka Teori
Faktor predisposisi :
Faktor pendukung :
Faktor pendorong:
Gambar 2.1 kerangka teori
Sumber : Notoatmodjo, 2002, Suhartono, 2005, Bakhtiar, 2004, Watloly, 2005,
Nurhidayah, 2007
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Pendidikan
4. Ekonomi(pekerjaan, pendapatan)
5. Umur
1. Dukungan suami dan keluarga
2. Dukungan tenaga kesehatan
3. Dukungan masyarakat
1. Tersedianya fasilitas kesehatan
2. Keterjangkauan fasilitaskesehatan
3. Ketersediaan waktu
Praktik
menyusui
48
1. Lingkungan sekitar
2. Motivasi ibu
3. Lingkungan keluarga
4. Dukungan suami
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya,
atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah
yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Konsep penelitian ini terdiri dari
karakteristik, tingkat pengetahuan, meliputi praktik menyusui.
Variable independent Variable dependent
1. Pengetahuan
2. Umur 1. Praktik menyusui
3. Pendidikan 2. Pernikahan dini
4. Pekerjaan
5. Pendapatan
Variable Kontrol
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (independen)
Variabel bebas (independen) yaitu variabel yang menjadi sebab
timbulnya atau adanya variabel dependen (Sugiyono, 2005). Variabel
independen dalam penelitian ini adalah “ karakteristik dan
pengetahuan ibu menyusui”
49
2. Variabel Terikat (Dependen)
Variabel Terikat (Dependen) yaitu variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2005).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah “ praktik menyusui dan
pernikahan dini”.
E. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan riwayat pernikahan dini
dengan praktik menyusui
2. Ada hubungan antara umur ibu dengan riwayat pernikahan dini dengan
praktik menyusui
3. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan riwayat pernikahan dini
dengan praktik menyusui
4. Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan riwayat pernikahan dini
dengan praktik menyusui
5. Ada hubungan antara pendapatan ibu dengan riwayat pernikahan dini
dengan praktik menyusu