bab ii tinjauan pustaka a. perlindungan hukum pengertian ...eprints.umm.ac.id/44759/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perlindungan Hukum dan Hak cipta
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang
biasa bertentangan antara satu sama lain. Maka dari itu, hukum harus bisa
mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat
ditekan seminimal mungkin. 9
Istilah “hukum” dalam bahasa Inggris dapat disebut sebagai law
atau legal. Dalam subbab ini akan dibahas pengertian hukum ditinjau dari
sisi terminologi kebahasaan yang merujuk pada pengertian dalam beberapa
kamus serta pengertian hukum yang merujuk pada beberapa pendapat
ataupun teori yang disampaikan oleh pakar. Pembahasan mengenai hukum
disini tidak bermaksud untuk membuat suatu batasan yang pasti mengenai
arti hukum karena menurut Immanuel Kant10
“pengertian atau arti hukum
adalah hal yang masih sulit dicari karena luasnya ruang lingkup dan
berbagai macam bidang yang dijadikan sumber ditemukannya hukum”.11
Pengertian terminologi hukum dalam Bahasa Indonesia menurut
KBBI adalah “peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dikukuhkan oleh penguasa ataupun pemerintah, undang-undang, peraturan,
9 Anon, perlindungan hukum, http://repository.uin-suska.ac.id. Diakses tanggal 18 september 2018
10 ibid
11 ibid
12
dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat, patokan atau
kaidah tentang peristiwa alam tertentu, keputusan atau pertimbangan yang
ditetapkan oleh hakim dalam pengadilan, atau vonis”.12
Perlindungan hukum diciptakan sebagai sarana atau instrumen untuk
mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban subyek hukum. Di samping itu,
hukum juga berfungsi sebagai instrumen perlindungan bagi subyek hukum.
2. Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli
Menurut Satjito Rahardjo bahwa “perlindungan hukum adalah
adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara
mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepadanya untuk
bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut”.13
Menurut CST Kansil, “perlindungan hukum adalah segala upaya
hukum harus diberikan oleh aparat penegak hukum demi memberikan rasa
aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai
ancaman dari pihak manapun”.14
Menurut Philipus M. Hadjon, “perlindungan hukum adalah
perlindungan akan harkat dan martabat,serta pengakuan terhadap hak –
hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasakarkan
ketentuan umum dari kesewangan atau sebagai kumpulan peraturan atau
kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal lainnya”.15
12
ibid 13
Anon, perlindungan hukum menurut para ahli, http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-
hukum-menurut-para-ahli/, diakses tanggal 18 september 2018 14
C.S.T Kansil, pengantar ilmu hukum dan tata hukum Indonesia, penerbit balai pustaka Jakarta
1989, hal 40 15
ibid
13
Menurut Muktie, A. Fadjar “perlindungan hukum adalah
penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh
hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan
adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia
sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta
lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan
kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum”.16
Menurut Setiono “perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya
untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh
penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan
ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk
menikmati martabatnya sebagai manusia”. 17
Menurut Muchsin “perlindungan hukum adalah kegiatan untuk
melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-
kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya
ketertiban dalam pergaulan hidup antara sesama manusia”. 18
Menurut Hetty Hasanah “perlindungan hukum yaitu merupakan
segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga
dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang
bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum”. 19
16
ibid 17
ibid 18
ibid 19
Anon Tesis hukum, Op.cit
14
3. Prinsip perlindungan hukum
Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah
bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat,
lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan
peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.20
Aspek dominan dalam konsep barat tentang hak asasi manusia
adalah “menekankan eksistensi hak dan kebebasan yang melekat pada
kodrat manusia dan statusnya sebagai individu, hak tersebut berada di atas
negara dan di atas semua organisasi politik dan bersifat mutlak sehingga
tidak dapat diganggu gugat”. Karena konsep ini, maka sering kali
dilontarkan kritik bahwa “konsep Barat tentang hak-hak asasi manusia
adalah konsep yang individualistik. Kemudian dengan masuknya hak-hak
sosial dan hak-hak ekonomi serta hak kultural, terdapat kecenderungan
mulai melunturnya sifat indivudualistik dari konsep Barat”.21
Dalam merumuskan prinsi-prinsip perlindungan hukum di
Indonesia, landasannya adalah Pancasila sebagai ideologi dan falsafah
negara. Konsepsi perlindungan hukum bagi rakyat di Barat bersumber
pada konsep-konsep Rechtstaat dan ”Rule of The Law”. Dengan
menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berfikir dengan landasan
20
Fitri hidayat,perlindungan hukum unsur esensial dalam suatu Negara hukum, http://fitrihidayat-
ub.blogspot.com/2013/07/perlindungan-hukum-unsur-esensial-dalam.html, diakses tanggal 18
september 2018 21
ibid
15
pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip
pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang
bersumber pada Pancasila. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak
pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya
di Barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi menusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan
dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.22
4. Bentuk perlindungan hukum
Menurut Philipus M. Hadjon,23
sarana perlindungan Hukum ada
dua macam, yaitu :
1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif
Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum
diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya
sebelum suatu keputusan pemerintah . Tujuannya adalah mencegah
terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar
artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan
bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif
pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil
keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada
pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.24
22
ibid 23
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, penerbit Bina Ilmu 1989
Surabaya. Hal 20 24
ibid
16
2. Sarana Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh
Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia
termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan
hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari
konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep
tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
diarahkan kepada pembatasanpembatasan dan peletakan kewajiban
masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari
perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip
negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat
dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum”25
5. Pengertian Hak Cipta
Hak Cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan Hak
atas Kekayaan Intelektual (HaKI) yang pengaturannya terdapat dalam ilmu
hukum dan dinamakan hukum HaKI. Yang dinamakan hukum HaKI ini
meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak yuridis dari karya-
karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah pikir manusia bertautan dengan
kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi dan moral.26
25
ibid 26
Eddy Damain, Hukum Hak Cipta, (Bandung, Alumni, 2003), hlm. 8.
17
Hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi
pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan
hak tersebut tanpa seizin pemegangnya. Hak ini dimiliki pencipta atau
pihak yang menerima hak dari pencipta. Hak eksklusif ini dilaksanakan
tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan Hak Cipta sebagaimana diatur
pada bagian kelima UUHC.27
6. Sejarah hak cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Hak Cipta 201428
).
Istilah Hak Cipta diusulkan pertama kali oleh Sutan Muhammad
Syah pada kongres kebudayaan di Bandung pada tahun 1951 (yang
kemudian diterima oleh kongres tersebut) sebagai pengganti istilah hak
pengarang yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya, karena
istilah hak pengarang itu memberikan kesan penyempitan arti, seolah-
olah yang dicakup oleh pengarang itu hanyalah hak dari pengarang saja,
padahal tidak demikian. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan
terjemahan dari istilah bahasa Belanda Auteurs Rechts.29
Pertama kali peraturan Hak Cipta yang berlaku ketika Indonesia
merdeka adalah Auteurswet 1912 Staatsbland Nomor 600 Tahun 1912.
27
Op.cit,Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, hal 9. 28
(pasal 1) Undang Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 29
Usman Rachmadi, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual; Perlindungan dan Dimensi Hukum
diIndonesia, (Bandung, PT Alumni, 2003), hlm. 85.
18
Peraturan tersebut merupakan peraturan peninggalan zaman penjajahan
Belanda dan diberlakukan sesuai dengan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan
UUD 1945, bahwa sebelum dibentuknya peraturan baru maka peraturan yang
lama masih tetap diberlakukan. Auteurswet 1912 pada pokoknya mengatur
perlindungan Hak Cipta terhadap ciptaan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.30
Akan tetapi , bangsa Indonesia sangat berkeinginan untuk membuat
sebuah aturan baru yang dari dulu sangat dicita citakan yaitu membuat suatu
undang undang baru untuk menggantikan Auteurswet 1912 yang merupakan
peninggalan pemerintah Hindia Belanda.
7. Pengaturan serta perubahan UU Hak Cipta
Sejak zaman Belanda, hak cipta diatur pada auteurswet tahun 1912
Stb. No. 600. Dengan demikian Undang-undang hak cipta (UUHC) yang
pertama berlaku di Indonesia adalah UUHC tanggal 23 September 1912 yang
berasal dari Belanda. Beberapa tahun kemudian, yaitu tahun 1982 baru
Pemerintah RI dapat membuat UU hak cipta nasional yang dituangkan dalam
UU No.6 tahun 1982 tentang hak cipta. UU ini banyak mengalami perubahan
serta penambahan peraturan pelaksana. Untuk pertama kalinya setelah
Indonesia merdeka hak cipta diatur pada Undang-Undang No. 6 Tahun 1982,
yang kemudian diubah UUHC No. 7 tahun 1987, selajutnya diubah kembali
dengan UUHC No. 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta. Kemudian
diundangkan lagi UUHC No. 19 Tahun 2002. Undang-Undang ini
dikeluarkan untuk merealisasi amanah Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
30
Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta; PT.Rineka Cipta, 2010)
hlm. 5.
19
dalam rangka pembangunan di bidang hukum, mendorong dan melindungi
pencipta dan hasil karya ciptaanya. Dan yang terakhir yaitu UUHC No. 28
Tahun 2014.
Menurut Henry Soelistyo Budi31
bahwa “UU No 19 Tahun 2002
hampir seluruhnya mengkonsolidasi ketentuan- ketentuan yang masih valid
dalam UU No 6 Tahun 1982, UU No 7 Tahun 1987, dan UU No 12 Tahun
1997 dengan beberapa perubahan dan penambahan”. Selain pengaturan
mengenai neighbouring right, introduksi rental right diatur kembali untuk
ciptaan program komputer dan karya sinematografi. Penambahan baru aturan
baru antara lain meliputi elaborasi mekanisme lisensi wajib (non voluntary
license) dan penetapan end user piracy sebagai tindakan yang secara kategoris
merupakan pelanggaran Hak Cipta. Pelanggaran manajemen informasi dan
sarana teknologi pengaman ciptaan yang diserap dari Traktat Hak Cipta juga
dikukuhkan sebagai norma dan klausula yang disertai ancaman pidana”.
Pada UUHC No. 28 Tahun 2014 sebagaimana perubahan dari UUHC
No.19 Tahun 2002 ada perubahan yang memberikan definisi yang sedikit
berbeda untuk beberapa hal. Selain itu, dalam bagian definisi, “dalam UU Hak
Cipta Baru juga diatur lebih banyak, seperti adanya definisi atas “fiksasi”,
“fonogram”, “penggandaan”, “royalti”, “Lembaga Manajemen Kolektif”,
“pembajakan”, “penggunaan secara komersial”, “ganti rugi”, dan
sebagainya”. “Dalam UUHC No. 28 Tahun 2014 juga diatur lebih detail
mengenai apa itu hak cipta. Hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri
31
Nur Mukarromah, skripsi: evaluasi atas implementasi kebijakan perlindungan hak cipta bidang
music dan lagu pada direktorat jendral hak kekayaan intelektual kementrian hukum dan ham
(Depok : UI, 2012)
20
atas hak moral dan hak ekonomi”.
“Secara garis besar, UUHC No.28 Tahun 201432
mengatur tentang:
1. Perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang.
2. Perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta
dan/atau pemilik hak terkait, termasuk membatasi pengalihan hak
ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat).
3. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase,
atau pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana.
4. Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan
dan/atau pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di pusat tempat
perbelanjaan yang dikelolanya.
5. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek
jaminan fidusia.
6. Menteri diberi kewenangan untuk menghapus ciptaan yang sudah
dicatatkan, apabila ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma
susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, serta
ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota
Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau royalti.
8. Pencipta dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk
ciptaan atau produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan
digunakan secara komersial.
32
Undang Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014
21
9. Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan
mengelola hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait wajib
mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri.
10. Penggunaan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk
merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi”.33
Agus Sardjono juga mengungkapkan bahwa “pembentukan peraturan
perundang-undangan di bidang HKI sesungguhnya tidak didasarkan pada
kepentingan atau kebutuhan dari mayoritas penduduknya sendiri.
Pembentukan perundang-undangan HKI lebih banyak didasarkan pada
kebutuhan untuk menyesuaikan diri terhadap kecenderungan perdagangan
global. Dalam era global tersebut, Negara-negara berkembang seperti
Indonesia tidak mempunyai pilihan selain mengakomodasikan kepentingan
negara-negara industri yang telah memberikan banyak bantuan kepada
Negara-negara berkembang”.34
B. Hak Moral dan Hak Ekonomi serta tinjauan tentang prinsip fair use
dalam UUHC No. 28 Tahun 2014
Lagu masuk dalam ranah HKI yang dilindungi sebagaimana diatur
dalam Pasal 58 huruf (d) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta (UUHC) yaitu “Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan lagu atau musik
dengan atau tanpa teks. Sebagaimana dilindungi oleh UUHC maka pencipta
lagu berhak atas hak ekonomi atas hasil karya ciptaannya”.
33
: Letezia Tobing, S.H., M.Kn., Ini Hal Baru yang Diatur di UU Hak Cipta Pengganti UU No 19
Tahun 2002, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54192d63ee29a/uu-hak-cipta-baru,
diakses tanggal 18 September 2018 34
Oksidelfa yanto, KONVENSI BERN DAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA,jurnal Surya Kencana
Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No.1, Maret 2016, hal 111-113
22
1. Hak ekonomi
Hak ekonomi sendiri di atur dalam pasal 8 UUHC No 28 Tahun
2014 yang dimana “Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pemegang
Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan”.
“Dalam pasal 9 UUHC No 28 Tahun 2014 juga di terangkan bahwa:
(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
a. penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan Ciptaan;
d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. penyewaan Ciptaan.
(2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta.
(3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara
Komersial Ciptaan”.
“Hak ekonomi dalam UUHC adalah sebagai bentuk apresiasi atau nilai
atas hasil kreatifitas dari seorang musisi atas ciptaannya yang berupa lagu yang
23
dapat dinikmati oleh masyarakat atau orang ketika mendengarkannya”. Artinya
pencipta berhak atas hak ekonomi dari lagu yang dinikmati oleh masyarakat.
Pasal 8 dan Pasal 9 UUHC juga telah mengatur sebagaimana mestinya agar
mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil suatu karya cipta.
“Dalam pasal 23 UUHC No 28 Tahun 2014 juga mengatur
seorang pelaku pertunjukan untuk melaksanakan, memberi izin, atau
melarang pihak lain menggunakan karya ciptaanya sehingga setiap orang
yang ingin menggunakan karya atau hasil ciptaan orang lain dapat
melakukan perjanjian terlebih dahulu”.
2. Hak Moral
Hak moral adalah hak yang melekat pada diri seorang pencipta atau
pelaku yang tidak dapat di hilangkan dengan alasan apapun meskipun hak
cipta atau hak terkait tersebut telah dialihkan kepada pihak lain.
Konsep hak moral berasal dari sistem hukum eropa kontimental
yaitu Negara Negara yang menganut sistem civil law, seperti perancis
dan jerman yang memfokuskan secara ekslusif terhadap suatu ciptaan
sedangkan Negara Negara common law seperti amerika serikat dan
inggris lebih menekankan terhadap kepemilikan hak cipta saja35
Dalam UUHC No28 Tahun 2014 “Hak moral dapat di lihat dalam
pasal 5 yang menjelaskan bahwa Hak Moral adalah Hak yang melekat
abadi pada diri seorang pencipta atas suatu ciptaanya agar mempunyai
suatu identitas yang mengikatkan antara pencipta dengan karyanya”.
35
Hendra Tanu Atmadja, Konsep Hak Ekonomi dan Hak Moral pencipta Menurut Civil Law dan
Common Law, jurnal hukum No 23 vol 10 Mei 2003 153-168
24
3. Tinjauan tentang prinsip fair use dalam hak cipta
Prinsip fair use dalam UUHC Nomor 28 Tahun 2014 di jelaskan
dalam BAB VI tentang Pembatasan Hak Cipta yang bisa dilihat pada
pasal 43 poin d yang dimana menjelaskan “bahwa suatu kegiatan
penyebarluasan konten hak cipta yang di komersilkan di anggap tidak
melanggar hak cipta apabila tidak mengambil keuntungan dari kegiatan
tersebut” .
Dan juga dapat dilihat dalam pasal 44 ayat (1) huruf (d) yang
dimana “Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan
suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara seluruh atau sebagian
yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika
sumbernya disebutkan dimana untuk menggunakan suatu karya orang
lain khususnya untuk penggunaan yang tidak di pungut biaya dan masih
dalam batasan yang wajar”.
Penggunaan pribadi suatu karya hak cipta juga di atur di pasal 46
ayat (1) yang dimana “Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas
Ciptaan yang telah dilakukan Pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak
1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta”. Akan tetapi, “dalam ayat (2) huruf (b) di jelaskan bahwa
Penggandaan untuk kepentingan pribadi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak mencakup seluruh atau sebagian notasi musik”.
Namun hal tersebut masih kurang menjawab mengenai
penggunaan yang wajar terhadap suatu karya khususnya dalam hal meng
”cover” lagu, sehingga norma hukum mengenai fair use itu sendiri
25
menjadi sangat kurang, hal ini disebabkan karena adanya kekosongan
hukum mengenai prinsip fair use dalam karya seni musik.36
C. Cover lagu
1. Sejarah cover lagu
cover lagu pada awalnya ialah sebuah cara yang digunakan oleh
sebuah band dalam membawakan sebuah lagu dari penyanyi aslinya sebagai
bentuk penghargaan kepada penyanyi aslinya yang telah membuat lagu
tersebut. Cover lagu adalah sebagai pusat pemahaman music kontemporer.
Banyak musisi luar negeri mencari ketenaran dengan meng “
cover “ sebuah lagu dari band terkenal. Sebut saja seperti the beatles, the
rolling stones, pink Floyd, U2, the who, ABBA, dll
Cover lagu juga membuat para penikmat musik lebih mudah
dalam mengidentifikasi sebuah lagu yang dibawakan dari hasil cover
tersebut bahkan mencover sebuah lagu dari band adalah salah satu bentuk
penghargaan kepada musisi pemilik asli lagu tersebut sehingga istilah
cover lagu menjadi ambigu secara sistematis37
2. Cover lagu dalam UUHC No. 28 Tahun 2014
Cover version atau cover merupakan hasil reproduksi atau
membawakan ulang sebuah lagu yang sebelumnya pernah direkam dan
dibawakan penyanyi/artis lain38
. Banyak definisi lain tentang cover lagu.
36
Al Araf Assadallah Marzuki ,Artikel Ilmiah Tahun 2014, KAJIAN YURIDIS TERHADAP
KARYA SENI MUSIK YANG DINYANYIKAN ULANG (COVER LAGU) DI JEJARING MEDIA
SOSIAL TERKAIT DENGAN PRINSIP FAIR USE, hal 3 37
Kurt mosser, jurnal “Cover Lagus”: Ambiguity, Multivalence, Polysemy, University of Dayton,
[email protected] , hal 3 38
Op.cit. Lucky setiawati SH., Hak cipta dalam industri musik, hal 2
26
mengenai hak cipta lagu dan Pencipta tentunya merupakan hal yang
sangat penting bagi para pekerja intelektual di bidang seni ini. Hak Cipta
lagu adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu lagu dapat didengar. “Hak
Cipta lagu lahir secara otomatis bukan pada saat lagu tersebut selesai
direkam, akan tetapi hak cipta lagu lahir secara otomatis pada saat lagu
tersebut sudah bisa didengar, dibuktikan dengan adanya notasi musik dan
atau tanpa syair”.Hal ini sesuai dengan definisi mengenai Hak Cipta,
yaitu: “hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata
tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan” (Pasal 1 angka 1 UUHC 2014).39
3. Cover lagu sebagai kreasi untuk di komersilkan
Cover Lagu sendiri merupakan hasil reproduksi atau menyanyikan
ulang sebuah lagu yang sebelumnya pernah direkam dan dirilis secara
komersial namun dibawakan oleh penyanyi atau artis yang berbeda. Para
pelaku Cover Lagu seringkali kemudian mengunggah kreasinya tersebut ke
dalam jejaring media sosial,mengunggah hasil karya Cover Lagu ke dalam
jejaring media sosial pada dasarnya bukan merupakan pelanggaran, namun
beberapa pelaku Cover Lagu tidak berhenti sampai disitu saja.
Tidak jarang beberapa pelaku Cover Lagu tersebut pada akhirnya
menuai popularitas lebih tinggi dari Musisi asli nya, sehingga dari
popularitas tersebut mereka bisa mendapatkan keuntungan melalui
39
Risa Amrikasari S.S., M.H. ,Jerat Hukum Jika Menyanyikan Lagu Orang Lain Tanpa Izin,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54b9fc67d1bcd/jerat-hukum-jika-menyanyikan-lagu-
orang-lain-tanpa-izin, diakses tanggal 5 September 2018
27
penggandaan lagu yang mereka nyanyikan atau bahkan mendapatkan
tawaran untuk tampil dan membawakan lagu Cover Lagu tersebut.40
D. Media sosial Youtube
1. Pengertian Media Sosial
“Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah
berarti „tengah‟, „perantara‟, atau „pengantar‟. Dalam bahasa Arab, media
adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima
pesan.Media adalah pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan,
dengan demikian media merupakan wahana penyalur informasi”.41
Media sosial lahir akibat perkembangan tekhnologi yang sangat
pesat dengan memudahkan masyarakat bertukar informasi dengan
menggunakan internet sebagai mediumnya. Internet membawa cara baru
menyalurkan informasi di masyarakat sehingga media sosial hadir dan
merubah paradigma berkomunikasi di masyarakat saat ini. Komunikasi
tak terbatas jarak, waktu, ruang. Bisa terjadi dimana saja, kapan saja,
tanpa harus tatap muka.42
2. Youtube Sebagai Media Sosial
. YouTube adalah salah satu media sosial dengan situs web yang
menyediakan berbagai macam video mulai dari video clip sampai film,
serta video-video yang dibuat oleh pengguna YouTube itu sendiri. Dimana
40
Ghaesany Fadhila, jurnal Volume 1, Nomor 2, Juni 2018, PERLINDUNGAN KARYA CIPTA
LAGU DAN/ATAU MUSIK YANG DINYANYIKAN ULANG (COVER SONG) DI JEJARING
MEDIA SOSIAL DIKAITKAN DENGAN HAK EKONOMI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA, hal 229 41
A Arsyad, Media pembelajaran, http://www.academia.edu/download/31182216/jiptiain--
umarhadini-8584-5-baii.,hal 23 42
Errika Dwi Setya Watie, Komunikasi dan Media Sosial (Communications and Social
Media),dalam jurnal THE MESSENGER, Volume III, Nomor 1, Edisi Juli 2011 hal 69
28
kita bisa menikmati media sosial ini dengan cara melihat video atau
gambar yang bergerak. Dan kita tau bahwa YouTube ini sangat mudah
untuk di gunakan dan kini hadir di aplikasi ponsel seluler.
Orang orang yang menggunakan YouTube sebagai tempat berkarya
mereka biasa di sebut YouTubers. Oleh karena itu tidak sedikit orang-
orang menjadi terkenal hanya dengan mengupload video mereka di
YouTube sehingga YouTube juga bisa jadi wadah untuk berpenghasilan
dimana jika video yang di upload atau di unggah memiliki viewers yang
sangat banyak maka itu akan menjadi royalti untuk si pengupload.
Karya cipta dalam bentuk digital memang sangat mudah untuk
diduplikasi dan hasil atas perbuatan tersebut juga nyaris tidak dapat
dibedakan dengan aslinya. Tidak hanya itu, orang pun kemudian dapat
melakukan modifikasi terhadap hasil penggandaan dan
mendistibusikannya ke seluruh dunia dengan nyaris tanpa biaya. Di satu
sisi, hal ini tentu membuat sangat mudah bagi hampir semua orang untuk
melanggar hak cipta orang lain dalam skala yang sangat besar, tetapi di sisi
lain sangat sulit bagi pemilik hak cipta untuk mengetahui terjadinya
pelanggaran, mengenali, atau pun kemudian melakukan upaya hukum.43
43
Isnaini, Yusran. (2009). Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space. Bogor: Ghalia
Indonesia, hal 28.