bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulu tabel 2.1 ...eprints.umm.ac.id/50893/3/bab...

31
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Untuk mendukung penelitian ini maka peneliti menyajikan data pendukung dari hasil penelitian terdahulu. Berikut adalah tabel dari masing- masing penelitian terdahulu, Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Penelitian Terdahulu Uraian 1 Tema Penelitian Pengaruh gaya kepemimpinan dan Motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada perusahaan manufaktur di Jawa Timur. (Slamet Riyadi, 2015). Tujuan Penelitian 1. Mengetahui Pengaruh gaya kepemimpinan di perusahaan manufaktur Jawa Timur. 2. Untuk mengetahui pengaruh morivasi terhadap kinerja di perusahaan manufaktur Jawa Timur. 3. Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap tingkat kinerja karyawan di perusahaan manufaktur daerah Jawa Timur. Metode Penelitian Deskriptif kuantitatif dan regresi berganda Hasil Penelitian 1. Gaya kepemimpinan berperngaruh signifikan tehadap perusahaan manufaktur di Jawa Timur. 2. Pemberian Motivasi yang efektif berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan di perusahaan manufaktur diJawa Timur. 3. Tingkat kinerja karyawan sangat dipengaruhi oleh Gaya kepemimpinan dan juga motivasi di Perusahaan manufaktur jawa timur. 2 Tema Penelitian Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan di Commercial SBU Ngurah Rai-Bali (Ramadhan dan Catur,2018)

Upload: others

Post on 07-Jan-2020

52 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Untuk mendukung penelitian ini maka peneliti menyajikan data

pendukung dari hasil penelitian terdahulu. Berikut adalah tabel dari masing-

masing penelitian terdahulu,

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No. Penelitian Terdahulu Uraian

1 Tema Penelitian

Pengaruh gaya kepemimpinan dan Motivasi

kerja terhadap kinerja karyawan pada

perusahaan manufaktur di Jawa Timur.

(Slamet Riyadi, 2015).

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui Pengaruh gaya kepemimpinan di

perusahaan manufaktur Jawa Timur.

2. Untuk mengetahui pengaruh morivasi

terhadap kinerja di perusahaan manufaktur

Jawa Timur.

3. Untuk mengetahui pengaruh gaya

kepemimpinan dan motivasi terhadap tingkat

kinerja karyawan di perusahaan manufaktur

daerah Jawa Timur.

Metode Penelitian Deskriptif kuantitatif dan regresi berganda

Hasil Penelitian

1. Gaya kepemimpinan berperngaruh signifikan

tehadap perusahaan manufaktur di Jawa

Timur.

2. Pemberian Motivasi yang efektif

berpengaruh positif terhadap kinerja

karyawan di perusahaan manufaktur diJawa

Timur.

3. Tingkat kinerja karyawan sangat dipengaruhi

oleh Gaya kepemimpinan dan juga motivasi

di Perusahaan manufaktur jawa timur.

2

Tema Penelitian

Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap

Kinerja Karyawan di Commercial SBU Ngurah

Rai-Bali (Ramadhan dan Catur,2018)

16

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Penelitian Terdahulu Uraian

Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan gaya kepemimpinan

2. Mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan

terhadap kinerja karyawan

Metode Penelitian Deskripitif kuantatif dan korelation regresi

Hasil Penelitian

1. Gaya kepemimpinan termasuk kategori

cukup baik dalam mempraktikakan gaya

kepemimpinan kepada karyawan Ngurah

Rai-Bali

2. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan Ngurah

Rai-Bali

3

Tema Penelitian

Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap

Kinerja Karyawan dengan Motivasi Kerja

sebagai Variabel Intervening (Fajrin dan Heru,

2018)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja

karyawan dengan motivasi kerja sebagai

variabel intervening.

Metode Penelitian Deskriptif kuantatif dan path analisis

Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menunjukkan Gaya

Kepemimpinan Otoriter, Gaya Kepemimpinan

Partisipatif, Gaya Kepemimpinan Delegatif

berpengaruh signifikan terhadap Motivasi Kerja

dan Kinerja Karyawan. Motivasi Kerja

memediasi Gaya Kepemimpinan Otoriter, Gaya

Kepemimpinan Partisipatif, Gaya

Kepemimpinan Delegatif terhadap Kinerja

Karyawan.Variabel yang paling dominan dalam

mempengaruhi Motivasi Kerja dan Kinerja

Karyawan perlu diperhatikan. Variabel tersebut

Gaya Kepemimpinan Otoriter, dengan Gaya

Kepemimpinan Otoriter karyawan merasa lebih

termotivasi dan kinerja mereka semakin

meningkat

4

Tema Penelitian

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja

Karyawan dengan Motivasi Kerja Sebagai

Variabel Mediator (Sagita, dkk, 2018)

17

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Penelitian Terdahulu Uraian

Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh budaya organisasi

terhadap motivasi kerja dan dampaknya

terhadap kinerja karyawan di perusahaan

AUTO2000 Sutoyo Malang, Jawa Timur.

Metode Penelitian Regresi berganda dan analisis path

Hasil Penelitian

3. Hasil menunjukkan bahwa budaya organisasi

berpengaruh positif dan signifikan motivasi

kerja sebagai variabel mediator

4. Budaya organsiasi berpengaruh positif dan

signifikan tehadap kinerja karyawan

5. Variabel motivas kerja sebagai mediator

memberikan dampat postif dan signfikan

terhadap kinerja karyawan

5

Tema Penelitian

Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja

Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai

(Pettarani, dkk, 2018)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan

menganalisis pengaruh pelatihan dan motivasi

kerja Terhadap Peningkatan Produktivitas

Pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

Sulawesi Selatan

Metode Penelitian Asumsi klasik dan regresi berganda

Hasil Penelitian

Hasil penelitian memberikan bukti bahwa

pelatihan berpengaruh positif tidak signifikan

terhadap produktivitas kerja, pada pengujian

lainnya dibuktikan bahwa motivasi kerja

berpengaruh positif signifikan terhadap

produktivitas kerja pegawai.

Sumber: Penelitian terdahulu

B. Landasan Teori

1. Pengertian Kinerja Karyawan

Menurut Simanjutak (2005:10) “kinerja karyawan adalah

kemampuan dan keterampilan dalam melakukan kerja”. Untuk

menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang harus memiliki

18

kemampuan. Kemampuan seseorang tidaklah cukup efektif untuk

mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan

di kerjakannya dan bagian-bagian yang akan dikerjakannya. Kemampuan

karyawan dapat di ukur dengan menilai dari hasil pekerjaan yang telah

dilakukan baik di nilai dari segi kualitas maupun kuantitas sesuai dengan

spesifikasi pekerjaan yang telah di tetapkan. Penilaian kinerja harus

dilakukan dengan cara seobjektif mungkin, penilaian kinerja dapat

memberi informasi kepada manajer dan pimpinan apa saja yang menjadi

kebutuhan karyawan dan penilaian kinerja memberi informasi untuk

kepentingan informasi bagi pelaksanaan promosi dan melihat prilaku

karyawan

Manusia memiliki potensi untuk bertindak dalam berbagai bentuk

aktivitas. Kemampuan bertindak manusiawi diperoleh secara alami

maupun melalui proses di pelajari. Walaupun manusia memiliki

kemampuan berperilaku tertentu. Kemampuan biasanya dimanfaatkan

untuk menghasilkan sesuatu dalam bekerja. Hasibuan (2007:105)

menjelaskan “kinerja adalah suatu hasil kerja yang di capai seseorang

dalam dalam melaksanakan tugas-tugas yang di bebankan kepadanya”.

Hasibuan (2014:12) menyatakan bahwa “karyawan adalah perencana,

pelaku dan selalu berperan aktif dalam setiap aktifitas perusahaan”.

Menurut pengertian di atas, kinerja tidak dapat hanya di penuhi

dengan sendiri oleh karyawan akan tetapi ada faktor-faktor luar yang juga

memilki pengaruh untuk menghasilkan kinerja yang bagus

19

a. Karakteristik Kinerja Karyawan

Menurut Mangkunegara (2001:68) “karakteristik orang yang

mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut”:

1. Memilki tanggung jawab pribadi yang tinggi.

2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang di hadapi.

3. Memiliki tujuan yang realistis.

4. Mempunyai rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk

merealisasi tujuannya.

5. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam kegiatan kerja

yang dilakukan.

6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang di

programkan.

b. Penilaian Kinerja Karyawan

Untuk menilai kinerja harus ada standar kinerja. Standar kinerja

dapat di gunakan sebagai salah satu ukuran untuk menentukan apakah

kinerja itu baik atau tidak. Menurut Robbins (2002:260) ada tiga

kriteria penilaian kinerja yaitu:

1. Hasil kerja perorangan, jika mengutamakan hasil akhir, lebih dari

sekedar alat, maka pihak manajemen harus mengevaluasi hasil

kerja dari seorang pekerja. Dengan menggunakan hasil kerja

seorang manajer perencanaan dapat menentukan kriteria untuk

menentukan kriteria untuk kualitas yang di produksi, sisa yang di

hasilkan dan biaya unit produksi.

20

2. Perilaku, seorang karyawan yang berprilaku sesuai dengan etika

perusahan, makan pekerja akan mendapat penilaian yang bagus.

Dan sebaliknya apa bila prilaku karyawan tidak sesuai/menyalahi

etika perusahaan karna penilaian terhadap karyawan tersebut

kurang bagus.

3. Sifat, seperti sikap yang baik, memperlihatkan kepercayaan diri,

dapat di andalkan dan kemampuan bekerja sama.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Menurut Sutrisno (2011:176) “faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja karyawan sebagai berikut”:

1. Efektifitas dan efisiensi: efektifitas dari kelompok (organisasi) bila

tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan

yang di rencanakan. Sedangkan efisiensi berkaitan denga jumlah

pengorbanan yang di keluarkan dalam upaya mencapai tujuan

organisasi.

2. Otoritas dan tanggung jawab: kejelasan wewenang dan tanggung

jawab setiap orang dalam organisasi akan mendukung kinerja

karyawan tersebut.

3. Disiplin: menunjukan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada

pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan.

4. Inisiatif: inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas

dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan

dengan tujuan organisasi.

21

d. Indikator-Indikator Kinerja Karyawan

Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada

tiga indikator menurut (Robbins,2006) yaitu:

a. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas

pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap

keterampilan dan kemampuan karyawan

b. Kuantitas kerja adalah jumlah pekerjaan yang dihasilkan secara

individu maupun sekelompok karyawan sesuai dengan standar

bekerja serta terpenuhinya target di unit kerja.

c. Ketepatan waktu tingkat aktivitas diselesaikan padaawal waktu yang

dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta

memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.

2. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Menurut Yukl (2009:3), kepemimpinan adalah proses yang disengaja

dari seseorang untuk menekan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain

untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktivitas dan

hubungan didalam kelompok atau organisasi. sedangkan menurut Rivai

(2013:3), kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu

untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai

tujuan bersamayang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan

organisasi, sehingga dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan

faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang

telah ditetapkan oleh organisasi.

22

Setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda satu

dengan yang lainnya, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan lebih baik

atau lebih jelek dari pada gaya kepemimpinan lainnya. Menurut Wirawan

(2013:352) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai pola perilaku

pemimpin dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan sebagainya para

pengikutnya. Berdasarkan pengertian-pengertian gaya kepemimpinan

diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah kemampuan

seseorang pemimpin dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan

mengendalikan orang bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan

atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

a. Macam-Macam Gaya Kepemimpinan

Menurut Siagian (2008:12) menyatakan bahwa gaya

kepemimpinan pada dasarnya dikategorikan menjadi 5 (lima) tipe

yakni:

1. Gaya Kepemimpinan Otokratik.

Pengambilan keputusan seorang manajer yang otokratik akan

bertindak sendiri dan memberitahukan bawahannya bahwa ia telah

mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu hanya

berperan sebagai pelaksana karena tidak dilibatkan sama sekali

dalam proses pengambilan keputusan. Memelihara hubungan

dengan para bawahannya, manajer yang otokratik biasanya dengan

menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan dan

statusnya dalam organisasi dan kurang mempertimbangkan apakah

23

kepemimpinannya dapat diterima dan diakui oleh para bawahan

atau tidak.

2. Gaya Kepemimpinan Paternalistik.

Pemimpin paternalistik menunjukkan kecenderungan-

kecenderungan bertindak sebagai berikut : Pengambilan keputusan,

kecenderungannya menggunakan cara mengambil keputusan

sendiri dan kemudian berusaha menjual keputusan itu kepada para

bawahannya. Dengan menjual keputusan itu diharapkan bahwa

para bawahan akan mau menjalankan meskipun tidak dilibatkan

didalam proses pengambilan keputusan.

3. Gaya Kepemimpinan Kharismatik.

Teori kepemimpinan belum dapat menjelaskan mengapa

seseorang dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik,

sedangkan yang lain tidak. Artinya, belum dapat dijelaskan secara

ilmiah faktor-faktor apa saja yang menjadi seseorang memiliki

kharisma tertentu.

4. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire.

Karakteristik yang paling nampak dari seseorang pemimpin

laissez-faire terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin

organisasi. Dalam hal pengambilan keputusan, misalnya, seorang

pemimpin laissez-faire akan mendelagisakan tugas-tugasnya

kepada bawahannya, dengan pengarahan yang minimal atau

bahkan sama sekali tanpa pengarahan sama sekali.

24

5. Gaya Kepemimpinan Demokratik.

Pengambilan keputusan pemimpin demokratik pada

tindakannya mengikutsertakan para bawahannya dalam seluruh

pengambilan keputusan. Seorang pemimpin demokratik akan

memilih model dan teknik pengambilan keputusan tertentu yang

memungkinkan para bawahan ikut serta dalam pengambilan

keputusa

b. Kepemmpinan Path-Goal

Menurut Thoha (2007:41), Dasar dari teori ini adalah bahwa

merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam

mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau

keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai

dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah

path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif

memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke

pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang

jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls.

Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima

oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai

sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku

pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat

bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang

efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan

25

penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif. Pengujian

pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin.

Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader,

participative leader dan achievement-oriented leader.

Teori path-goal versi House, memasukan empat tipe atau gaya utama

kepemimpinan yang dijalankan sebagai berikut

a. Kepemimpinan direktf. Bawahan tahu dengan pasti apa yang

diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh

pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.

b. Kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership).

Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan

sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian

kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya.

c. Kepemimpinan partisipatif. Gaya kepemimpinan ini, pemimpin

berusaha meminta dan menggunakan saran-saran dari bawahannya.

Namun pengambilan keputusan masih berada padanya.

d. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan ini

menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya

untuk berpartisipasi. Pemimpin juga memberikan keyakinan kepada

karyawan bahwa mereka mampu menjalankan tugas agar mencapai

tujuan secara baik.

Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas

kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin

26

menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif,

kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya

disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan

mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan

pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.

Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari

dua fungsi dasar:

a. Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang

pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam

memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam

menyelesaikan tugasnya.

b. Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward)

bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap

kebutuhan pribadi mereka.

3. Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Sutrisno (2011:2) mengatakan bahwa budaya organisasi

merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak. Yang dapat

menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan

kreativitas kerja secara tidak sadar tiap-tiap orang dalam suatu organisasi

mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Menurut

Robbin (2006;721) budaya organisasi mengacu ke sistem makna bersama

yang dianut oleh anggota – anggota yang membedakan organisasi itu dari

organisasi – organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati

27

dengan seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang

dihargai oleh organisasi itu.

Menurut Mas’ud (2004) Budaya organisasional adalah sistem

makna, nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu

organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan

organisasi satu dengan organisasi lain. Budaya organisasi selanjutnya

menjadi identitas atau karakter utama organisasi yang dipelihara dan

dipertahankan. Suatu budaya yang kuat merupakan perangkat yang sangat

bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena membantu karyawan

untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik sehingga setiap karyawan

pada awal karirnya perlu memahami budaya dan bagaimana budaya

tersebut terimplementasikan.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

budaya organisasi merupakan suatu sistem yang berisikan norma-

norma berperilaku, sosial dan moral yang dianut oleh setiap individu

didalamnya untuk mengarahkan tindakan mereka dalam mencapai tujuan

organisasi. Budaya organisasi juga merupakan keyakinan instansi untuk

menyelesaikan pekerjaan secara maksimal dan membentuk cara berfikir

dari instansi tersebut.

a. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Tika (2006) menyatakan bahwa budaya organisais ada

beberapa fungsi diantaranya:

28

1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun

kelompok lain

2. Sebagai perekat bagi staf dalam suatu organisasi

3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial

4. Sebagai mekanisme control dalam memandu dan membentuk sikap

serta perilaku staf

5. Sebagai integrator

6. Membentuk perilaku bagi para staf

7. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah maslah pokok

organisasi

8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan

9. Sebagai alat komunikasi

10. Sebagai penghambat berinovasi

Menurut Robbins (2008:728-735) mengemukakan pandangannya

tentang terciptanya dan kelangsungan suatu buadaya organisasi

diturunkan dari filsafat pendirinya, kemudian nilai-nilai tersebut di

pengaruhi secara kuat oleh criteria kriteria tertentu untuk di seleksi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi budaya organisasi

merupakan Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan organisasi

maupun kelompok lain dan membentuk perilaku dengan membantu

anggota menyadari atas lingkungannya.

29

b. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005:92) menyatakan bahwa ada

tiga prespektif yang dapat meningkatkan prestasi organisasi. Mereka

berhubungan dengan prespektif kekuatan, kesesuaian dan kecocokan

yaitu:

1. Prespektif kekuatan memprediksikan hubungan signifikan antara

kekuatan budaya organisasi dan prestasi jangka panjang.

Gagasannya adalah bahwa budaya yang kuat akan menciptakan

kesamaan tujuan. Motivasi karyawan, dan struktur dan pengendalia

yang di butuhkan untuk meningkatkan prestasi organisasi. Kritik

terhadap prespektif ini bahwa perusahaan dengan budaya yang kuat

dapat menjadi arogan, terlalu fokus dalam hati, dan birokratis

setelah mereka meraih sukses finansial karena sukses finansial

mendorong budaya yang kuat kekuatan ini membutuhkan para

manajer senior pada kebutuhan akan rencana strategis baru dan

dapat menghasilkan ketahanan secara umum terhadap perubahan.

2. Prespektif kesesuaian

Berdasarkan premis bahwa budaya organisasi harus sejajar dengan

konteks strategis atau bisnis. Sebagai contoh, budaya yang

memajukan standarisasi dan perencanaan kemungkinan besar

bekerja dengan baik dalam industri yang tumbuh secara lambat

namun sangat tidak tepat bagi perusahaan intenet yang bekerja

dalam sebuah dinamika yang tinggi dan lingkungan yang berubah.

30

3. Prespektif adaptif

Mengasumsikan bahwa budaya yang paling efektif membantu

organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan

lingkungan. Tim ahli manajemen mendefinisikan budaya

organisasi sebagai berikut: budaya adaptasi memerlukan

pengambilan resiko, kepercayaan, dan pendekatan proaktif dari

organisasi dan juga individu. Para anggota secara aktif mendukung

usaha satu sama lain untuk mengidentifikasi semua masalah dan

mengimplementasikan solusi yang dapat dilakukan.

c. Dimensi Budaya Organisasi

Menurut Carmeli (2005:183) berpendapat bahwa budaya

organisasi terdiri dari 5 (lima) dimensi, yaitu:

1. Tantangan Pekerjaan, termasuk keanekaragaman dan kompleksitas

pekerjaan.

2. Komunikasi, dimensi ini termasuk didalamnya adalah keefektivan

komunikasi antara manajemen puncak dan karyawan, dan antar

karyawan.

3. Kepercayaan, dimensi ini termasuk kepercayaan yang ada diantara

para pekerja dan manajer mereka, pekerja satu dengan pekerja

lainnya, macam dari kepercayaan adalah adanya diskusi terbuka.

4. Inovasi, dimensi ini termasuk didalamnya adalah lingkungan yang

mendukung kreatifitas, pemecahan masalah dan ide-ide baru.

31

5. Kohesi sosial, dimensi ini termasuk didalamnya adalah hubungan

diantara anggota organisasi.

d. Indikator-Indikator Budaya Organisasi

Budaya Organisasi, menurut Robbins (2012:510) ada 6 indikator

budaya organisasi yaitu:

1. Attention to detail, teliti terhadap pekerjaan yang di ambil.

2. Outcome oriented, fokus pada target yang telah disusun perusahaan.

3. People orientation, membenagun hubungan yang harmonis antara

atasan dengan bawahan atau karyawan

4. Team oriented, kerjasama antara karyawan dan antar atasan.

5. Aggressiveness, memahami kebutuhan pasar dan peluang pasar.

6. Stability, dapat memprediksikan sesuaut hal yang akan terjadi pada

masa depan perusahaan.

4. Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi berasal dari kata “Movere” yang berarti “Dorongan atau

Daya Gerak”. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya

kepada para bawahan atau pengikut. (Hasibuan: 2013:95). Sikap mental

karyawan haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikofisik

(siap secara mental. Fisik, situasi dan tujuan). Artinya, karyawan dalam

bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi dan kondisi serta

berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).

Menurut Robbins (2007:213) mendefinisikan motivasi sebagai

proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu

32

dalam usaha mencapai sasaran. Motivasi mengacu pada dorongan dan

upaya untuk memuaskan suatu keinginan atau tujuan. Dimana kepuasan

untuk mengacu pada pengamanan yang menyenangkan pada saat terpenuhi

keinginanya.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan dapat

motivasi merupakan dorongan akan kebutuhan seseorang dalam

memenuhi kebutuhan akan fisik, kebutuhan akan gaji, kebutuhan akan rasa

aman, kebutuhan akan rekan kerja atau akan kerhamoniasan antara

atasanan bawawan, kebutuhan akn dipromosikan dan kebutuhan akan

pengembangan keterampilan.

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Menurut Ardana (2008:31) ada beberapa faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik individu

a. Minat

b. Sikap terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan situasi pekerjaan

c. Kebutuhan individual.

d. Kemampuan atau kompetensi.

e. Pengetahuan tentang pekerjaan.

f. Emosi, suasana hati, perasaan keyakinan dan nilai-nilai.

Pada umumnya karakteristik individu ini mempengaruhi

bagaimana orang menilai apa yang diperolehnya dari bermacam-

macam faktor dalam pekerjaan yang diuraikan dibawah ini. Bila

33

faktor-faktor dalam pkerjaan cocok dengan karakteristik individu,

orang cenderung untuk termotivasi menjalankan tugasnya.

2. Faktor-faktor pekerjaan

a. Lingkungan pekerjaan

b. Gaji yang benefit.

c. Kebijakan-kebijakan perusahaan.

d. Supervisi.

e. Hubungan antar manusia.

f. Kondisi pekerjaan seperti jam kerja, lingkungan fisik dan

sebagainya.

g. Budaya organisasi.

3. Faktor dalam pekerjaan

a. Sifat pekerjaan.

b. Rancangan tugas atau pekerjaan.

c. Pemberian pengakuan terhadap prestasi.

d. Tingkat atau besarnya tanggung jawab yang diberikan.

e. Adanya perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan.

f. Adanya kepuasan dari pekerjaan.

b. Teori-Teori Motivasi

1. Abraham Maslow dengan Teori Hierarki

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow (Sutrisno

2013:122), mengemukakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat

diklasifikasikan ke dalam lima hierarki kebutuhan, sebagai berikut:

34

a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan untuk

mempertahankan hidup ini disebut juga dengan kebutuhan

psikologis (physiological needs), yaitu kebutuhan untuk

mempertahankan hidup dari kematian. Kebutuhan ini merupakan

tingkat paling dasar yang diperkenalkan oleh Maslow.

b. Kebutuhan rasa aman (safety needs). Menurut Maslow, setelah

kebutuhan tingkat dasar terpenuhi, maka seseorang berusaha

memenuhi kebutuhanya yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan akan

rasa aman dan keselamatan.

c. Kebutuhan hubungan sosial (affliation). Kebutuhan sosial yang

sering pula disebut dengan sosial needs, atau kebutuhan affliation

needs, merupakan kebutuhan tingkat ketiga dari Maslow.

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan hidup bersama orang lain.

d. Kebutuhan pengakuan (esteem needs). Setiap orang normal

membutuhkan adanya penghargaan diri dan penghargaan prestise

diri dari lingkunganya. Semakin tinggi status dan kedudukan

seseorang dalam perusahaan, maka semakin tinggi pula

kebutuhan akan prestise diri yang bersangkutan. Penerapan

pengakuan atau penghargaan diri terlihat dati kebiasaan orang

menciptakan symbol, yang dengan symbol tersebut kehidupanya

merasa lebih berharga.

e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization). Kebutuhan

aktualisasi diri merupakan tingkatan kebutuhan yang paling

35

tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya

seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi

karena kesadaran dan keinginan diri sendiri.

2. Teori ERG

Menyatakan bahwa kebutuhan ditingkat rendah tidak harus

dipenuhi terlebih dahulu, sebelum motivasi untuk memenuhi

kebutuhan pada tingkat berikutnya seperti teori Maslow (Munandar,

2008). Pandangan Alderfer mengemukakan teorinya dengan nama

teori ERG (Existence, Relatedness, Growth). Teori ini merupakan

modifikasi dari teori hierarki kebutuhan Maslow. Dimaksudkan

untuk memperbaiki beberapa kelemahan teori Maslow. Dalam

memodifikasi ini memanfaatkan kelima tingkat kebutuhan Maslow

menjadi tiga macam kebutuhan saja. Untuk setiap orang perlu

memenuhi tiga kebutuhan tersebut dengan sebaik-baiknya.

1. Existence (Keberadaan).

Existence, merupakan kebutuhan seseorang untuk dapat

dipenuhi dan terpeliharanya keberadaan yang bersangkutan

sebagai seorang manusia di tengah-tengah masyarakat atau

perusahaan. Existence ini meliputi kebutuhan psikologi (rasa

lapar, haus, tidur) dan rasa aman.

2. Relatedness (Kekerabatan).

Kekerabatan merupakan keterkaitan antara seseorang dengan

lingkungan sosial disekitarnya. Dalam teori kekerabatan ini

36

mencakup semua kebutuhan yang melibatkan hubungan seseorang

dengan orang lain. Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan

rasa aman, kebutuhan sosial, dan kebutuhan pristise, dalam teori

Maslow.

3. Growth (Pertumbuhan).

Kebutuhan akan pertumbuhan dan perkembangan ini

merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan

potensi diri seseorang, seperti pertumbuhan kreatifitas dan pribadi.

Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan harga diri dan

perwujudan diri.

3. Teori Achievement

Menurut McClelland, seorang ahli psikologi bangsa Amerika

dari Universitas Harvard, dalam teori motivasinya mengemukakan

bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus

mental” yag ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa

yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya

secara maksimal. Virus mental yang dimaksud terdiri dari 3 tiga

dorongan kebutuhan, yaitu:

1. Need of achievement (kebutuhan untuk berprestasi).

2. Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan).

3. Need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu).

37

c. Metode Pemberian Motivasi Kerja

Metode pemberian motivasi kerja kepada karyawan tentunya

perusahaan berbeda-beda. Menurut Hasibuan (2007:149) ada dua

macam metode motivasi, yaitu:

1. Direct Motivation (motivasi langsung), suatu bentuk motivasi yang

diberikan secara langsung kepada setiap karyawan, baik berupa

materil maupun non materil untuk memenuhi kebutuhan karyawan

tersebut. Jadi, motivasi ini sifatnya khusus seperti pujian,

penghargaan, bonus, THR

2. Indirect Motivation (motivasi tidak lasngung), suatu bentuk motivasi

yang diberikan kepada karyawan secara tidak langsung, bias berupa

fasilitas-fasilitas yang dapat menunjangg gairah kerja karyawan,

serta dapat mendukung kelancaran tugas karyawan tersebut,

misalnya ruangan kerja yang nyaman, suasana kerja yang

menyenangkan, penempatan alat-alat kantor yang tepat. Motivasi ini

besar pengaruhnya dan dapat merangsang semangat kerja karyawan

sehingga produktifitas kerja akan meningkat.

C. Pengaruh Antar Variabel

1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja

Kepemimpinan memiliki hubungan yang erat dengan kinerja

karyawan. Kinerja karyawan tidak hanya dilihat dari skill namun juga

dilihat dari cara seseorang itu memimpin dan mempengaruhi untuk

mencapai tujuan yang menguntungkan perusahaan. Kepemimpinan yang

38

memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi

dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam

kinerja para pegawainnya (Siagian,2005).

Gaya kepemimpinan akan menghasilkan kinerja, kemungkinan

besar kinerja dipengaruhi secara positif bila pemimpin itu mengimbangi

hal-hal yang kurang dalam diri karyawan atau dalam situasi kerja

(Robbins, 2002). Dengan mempergunakan gaya kepemimpinan maka

pemimpin akan mempengaruhi persepsi bawahan dan memotivasinya,

dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas, pencapaian

tujuan, kepuasan kerja, dan pelaksanaan kerja yang efektif (Thoha 2009).

Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Putra

(2013), Salutondok dan Soegoto (2015), Siswanto (2017) dengan hasil

penelitian gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja

pegawai.. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan memberi pengaruh

pada pegawai, pimpinan harus mengarahkan pegawai untuk dapat

meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.

2. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja

Menurut Madalita (2012) mengatakan karyawan yang sudah

memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadi suatu

kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan

menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi

kinerja individual. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada,

sistem dan teknologi, strategi perusahaan dan logistik, masing-masing

39

kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik

pula. Keberadaan hubungan budaya organisasi dengan kinerja

dijelaskan dengan model diagnosis Tiernay bahwa semakin baik kualitas

faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi tersebut, maka kinerja

akan menjadi tinggi (Moeljono, 2005).

Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian Kusumawati (2011),

Pratiwi (2012) dan Yuswani (2016) yang menyatakan bahwa semakin baik

budaya organisasi maka akan semakin tinggi budaya kerja begitu juga

sebaliknya. Di samping itu juga Kusumawati (2011) menambahkan bahwa

budaya organisasi dituntut untuk mencari cara yang efektif dan berani

menanggung resiko. Robbins (2012) mengatakan bahwa kinerja organisasi

mensyaratkan strategi, lingkungan teknologi dan budaya organisasi bersatu

3. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja.

Keberadaan karyawan dalam suatu organisasi yang diatur dengan

adanya perbedaan pemberian wewenang dan tanggung jawab (authority

and responsibility). Dengan jelasnya wewenang dan tanggung jawab yang

dilimpahkan kepada karyawan, maka kinerja mereka harus baik. Namun

pada kenyataannya tidak demikian, karena faktor seperti motivasi dan

harapan, pada prakteknya motisai dan harapan para karyawan tercermin

dalam perilaku disiplin, inisiatif, wewenang dan tanggung jawab akan

mencerminkan apakah organisasi berjalan dengan efektif dan efisien.

Efektivitas dan efisiensi akan menentukan performance (kinerja)

organisasi.

40

Menurut Notoatmojo (2009:114) mengemukakan pengertian

motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang

mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan atau perilaku.

Keinginan yang ada pada individu akan memberikan dampak langsung

terhadap keberadaannya di dalam organisasi, terwujudnya motivasi

pegawai yang tinggi akan berdampak positif terhadap kinerja pegawai

yang akan meningkat

Beberapa penelitian tentang mtovasi kerja terhadap kinerja seperti

hasil temuan oleh Ajiyasa dan Bastian (2007:3) menuliskan bahwa

motivasi sebagai alat pendorong yang menyebabkan seseorang merasa

terpanggil dengan penuh kesadaran serta senang hati melakukan suatu

kegiatan yang dapat memberikan sesuatu yang terbaik dalam

pekerjaannya. Hasil temuan oleh Wulan (2011) dan Hakim (2015)

menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu

faktor motivasi, dimana motivasi merupakan kondisi yang menggerakan

seseorang berusaha untuk mencapai tujuan atau mencapai hasil yang

diinginkan. Terbentuknya motivasi yang kuat, akan dapat membuahkan

hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang

dibebankan organisasi kepada seorang pegawai.

4. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja

terhadap Kinerja.

Kinerja karyawan yang ingin optimal tidak bisa didapat dengan

cara mudah, tujuan tersebut memerlukan pengorbanan untuk

41

mencapainya seperti pemimpin yang baik dalam kepemimpinannya

serta suatu instansi atau organisasi yang memiliki budaya organisasi

yang baik. Budaya organisasi mengacu kepada sistem makan Bersama

yang di anut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan

organisasi itu sendiri dari organisasi lain (Robbins,2009). Budaya

organisasi akan membantu organisasi dalam memberikan kepastian kepada

seluruh pegawai untuk berkembang bersama. Hasil temuanTumbuh dan

berkembang instansi. Kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi

merupakan konsep-konsep dasar untuk memperbaiki kinerja. ketiga

konsep tersebut terkait erat dan harus dipahami secara bersama agar

relevan (Ardana,2008). Selanjutnya penelitian oleh Taufik dan Teguh

(2012) dan Subur (2012) mengungkapkan bahwa faktor kinerja juga

dipengaruhi oleh faktor motivasi kerja, budaya organisasi dan gaya

kepemimpinan itu sendiri.

D. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dapat digunakan untuk mempermudah alur pemikiran

yang akan dilakukan dalam penelitian. Berdasarkan telaah pustaka yang

dikembangkan, maka sebuah model konseptual atau kerangka pemikiran

teoritis dapat dikembangkan seperti yang disajikan dalam diagram berikut:

42

Gambar: 2.1

Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka pikir ini dibuat untuk memberikan gambaran megenai kinerja

menurut Mangkunegara, (2016:9) adalah prestasi kerja atau hasil kerja

(output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode

waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya. Kinerja dapat diukur dari kualitas, kuantitas dan

ketepatan waktu. Berdasarkan kerangka pikir sebagaimana yang telah

paparkan diatas bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja adalah gaya

kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi kerja (Ardana, 2008).

E. Hipotesis Penelitian

Menurut Arikunto (2006:71) hipotesis merupakan suatu jawaban yang

bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui

data yang terkumpul. Sedangkan menurut Sugiyono (2016:64). Hipotesis

merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana

rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pertanyaan.

Gaya Kepemimpinan (X1)

Kinerja Pegawai (Y) Budaya Organisasi (X2)

Motivasi Kerja (X3)

H1

H2

H3

H4

43

Gaya kepemimpinan akan menghasilkan kinerja, kemungkinan besar

kinerja dipengaruhi secara positif bila pemimpin itu mengimbangi hal-hal

yang kurang dalam diri karyawan atau dalam situasi kerja (Robbins, 2002).

Artinya kepemimpinan dapat mengelola dan memberikan pelayanan yang

sebaik-baiknya maka perusahaan mempertahankan bahkan meningkatkan

pengelolaan karyawan secara menyeluruh mengingat persaingan lingkungan

perusahaan yang semakin tinggi memaksa perusahaan untuk memiliki

keunggulan bersaing baik dari segi kepemimpinan maupun dari kinerjanya

yang ditawarkan maka perusahaan harus dapat menciptakan kepuasan bagi

karyawan yang tujuannya agar dapat mempengaruhi pegawai untuk

mengadakan pembelian ulang pada perusahaan dan agar terciptanya kinerja

karyawan bagi perusahaan. Hasil yang riset oleh Riyadi (2015) menyatakan

bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

Maka hipotesis yang diajukan adalah

H1: Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

Upaya membangun kinerja yang baik tidak bisa dilakukan secara

serampangan pada saat tertentu saja, tetapi merupakan suatu proses yang

panjang. Karena budaya merupakan semua persepsi atas objek yang

dibentuk oleh karyawan dengan cara memproses informasi dari berbagai

sumber sepanjang waktu. Menurut Madalita (2012) mengatakan karyawan

yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadi suatu

kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan

menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi

44

kinerja individual. Hal ini juga didukung oleh penelitian Sagita, dkk (2018)

hasil temuannya menjelaskan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif

terhadap kinerja karyawan. Maka dengan ini hipotesis yang dapat diajukan

adalah

H2: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

Hasil yang dilakukan oleh Ajiyasa dan Bastian (2007:3) menuliskan

bahwa motivasi sebagai alat pendorong yang menyebabkan seseorang merasa

terpanggil dengan penuh kesadaran serta senang hati melakukan suatu

kegiatan yang dapat memberikan sesuatu yang terbaik dalam pekerjaannya

Motivasi kerja merupakan daya dorong yang membuat karyawa bisa bekerja

dengan baik dan sesuai dengan tujuan perusahaan. Pemberian motivasi dari

perusahaan akan berpengaruh pada kinerja yang dihasilkan oleh karyawan,

sehinggga pemberian motivasi mempunyai peranan yang penting dalam

meningkatkan kinerja yang efektif. Hasil temuan oleh Hakim (2015)

mendeskripsikan bahwa motivasi memberikan dampak positif terhadap

keberhasilan kinerja karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan/instansi.

Maka hipotesis yang diajukan adalah

H3: Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai

Lingkungan sosial tempat kerja yang kondusif ternyata sangat

mempengaruhi semangat dan motivasi kerja karyawan dalam suatu organisasi.

Apabila karyawan cocok dengan budaya organisasi didalam suatu perusahaan

tersebut maka akan meningkatkan motivasi kerja karyawan tersebut (Robbins,

2002). Kinerja pegawai yang ingin optimal tidak bisa didapat dengan

45

cara mudah, tujuan tersebut memerlukan pengorbanan untuk mencapainya

seperti pemimpin yang baik dalam kepemimpinannya serta suatu instansi

atau organisasi yang memiliki budaya organisasi yang baik. Dengan

kinerja yang maksimal, maka selain tercapainya tujuan pribadi dari pegawai

itu sendiri dapat memungkinkan tercapainya tujuan organisasi secara

keseluruhan. Nilai-nilai perilaku yang dianut dalam suatu organisasi

dibutuhkan komitmen dan loyalitas yang kuat dari pegawai.

Karakteristik budaya organisasi yang kuat serta gaya kepemimpinan

yang sesuai juga dapat membantu kinerja karena memberikan struktur dan

kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang

dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi. Pada kajian imperis juga

mendukung bahwa gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi kerja

merupakan faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan/intansi yang

memberikan dampak positif. Maka hipotesis yang dapat diajukan adalah

H4: Gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi kerja berpengaruh

positif terhadap kinerja pegawai