bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulu tabel 2.1 ...eprints.umm.ac.id/50893/3/bab...
TRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Untuk mendukung penelitian ini maka peneliti menyajikan data
pendukung dari hasil penelitian terdahulu. Berikut adalah tabel dari masing-
masing penelitian terdahulu,
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Penelitian Terdahulu Uraian
1 Tema Penelitian
Pengaruh gaya kepemimpinan dan Motivasi
kerja terhadap kinerja karyawan pada
perusahaan manufaktur di Jawa Timur.
(Slamet Riyadi, 2015).
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Pengaruh gaya kepemimpinan di
perusahaan manufaktur Jawa Timur.
2. Untuk mengetahui pengaruh morivasi
terhadap kinerja di perusahaan manufaktur
Jawa Timur.
3. Untuk mengetahui pengaruh gaya
kepemimpinan dan motivasi terhadap tingkat
kinerja karyawan di perusahaan manufaktur
daerah Jawa Timur.
Metode Penelitian Deskriptif kuantitatif dan regresi berganda
Hasil Penelitian
1. Gaya kepemimpinan berperngaruh signifikan
tehadap perusahaan manufaktur di Jawa
Timur.
2. Pemberian Motivasi yang efektif
berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan di perusahaan manufaktur diJawa
Timur.
3. Tingkat kinerja karyawan sangat dipengaruhi
oleh Gaya kepemimpinan dan juga motivasi
di Perusahaan manufaktur jawa timur.
2
Tema Penelitian
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap
Kinerja Karyawan di Commercial SBU Ngurah
Rai-Bali (Ramadhan dan Catur,2018)
16
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Penelitian Terdahulu Uraian
Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan gaya kepemimpinan
2. Mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kinerja karyawan
Metode Penelitian Deskripitif kuantatif dan korelation regresi
Hasil Penelitian
1. Gaya kepemimpinan termasuk kategori
cukup baik dalam mempraktikakan gaya
kepemimpinan kepada karyawan Ngurah
Rai-Bali
2. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan Ngurah
Rai-Bali
3
Tema Penelitian
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap
Kinerja Karyawan dengan Motivasi Kerja
sebagai Variabel Intervening (Fajrin dan Heru,
2018)
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja
karyawan dengan motivasi kerja sebagai
variabel intervening.
Metode Penelitian Deskriptif kuantatif dan path analisis
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan Gaya
Kepemimpinan Otoriter, Gaya Kepemimpinan
Partisipatif, Gaya Kepemimpinan Delegatif
berpengaruh signifikan terhadap Motivasi Kerja
dan Kinerja Karyawan. Motivasi Kerja
memediasi Gaya Kepemimpinan Otoriter, Gaya
Kepemimpinan Partisipatif, Gaya
Kepemimpinan Delegatif terhadap Kinerja
Karyawan.Variabel yang paling dominan dalam
mempengaruhi Motivasi Kerja dan Kinerja
Karyawan perlu diperhatikan. Variabel tersebut
Gaya Kepemimpinan Otoriter, dengan Gaya
Kepemimpinan Otoriter karyawan merasa lebih
termotivasi dan kinerja mereka semakin
meningkat
4
Tema Penelitian
Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja
Karyawan dengan Motivasi Kerja Sebagai
Variabel Mediator (Sagita, dkk, 2018)
17
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Penelitian Terdahulu Uraian
Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh budaya organisasi
terhadap motivasi kerja dan dampaknya
terhadap kinerja karyawan di perusahaan
AUTO2000 Sutoyo Malang, Jawa Timur.
Metode Penelitian Regresi berganda dan analisis path
Hasil Penelitian
3. Hasil menunjukkan bahwa budaya organisasi
berpengaruh positif dan signifikan motivasi
kerja sebagai variabel mediator
4. Budaya organsiasi berpengaruh positif dan
signifikan tehadap kinerja karyawan
5. Variabel motivas kerja sebagai mediator
memberikan dampat postif dan signfikan
terhadap kinerja karyawan
5
Tema Penelitian
Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja
Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai
(Pettarani, dkk, 2018)
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan
menganalisis pengaruh pelatihan dan motivasi
kerja Terhadap Peningkatan Produktivitas
Pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Sulawesi Selatan
Metode Penelitian Asumsi klasik dan regresi berganda
Hasil Penelitian
Hasil penelitian memberikan bukti bahwa
pelatihan berpengaruh positif tidak signifikan
terhadap produktivitas kerja, pada pengujian
lainnya dibuktikan bahwa motivasi kerja
berpengaruh positif signifikan terhadap
produktivitas kerja pegawai.
Sumber: Penelitian terdahulu
B. Landasan Teori
1. Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Simanjutak (2005:10) “kinerja karyawan adalah
kemampuan dan keterampilan dalam melakukan kerja”. Untuk
menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang harus memiliki
18
kemampuan. Kemampuan seseorang tidaklah cukup efektif untuk
mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan
di kerjakannya dan bagian-bagian yang akan dikerjakannya. Kemampuan
karyawan dapat di ukur dengan menilai dari hasil pekerjaan yang telah
dilakukan baik di nilai dari segi kualitas maupun kuantitas sesuai dengan
spesifikasi pekerjaan yang telah di tetapkan. Penilaian kinerja harus
dilakukan dengan cara seobjektif mungkin, penilaian kinerja dapat
memberi informasi kepada manajer dan pimpinan apa saja yang menjadi
kebutuhan karyawan dan penilaian kinerja memberi informasi untuk
kepentingan informasi bagi pelaksanaan promosi dan melihat prilaku
karyawan
Manusia memiliki potensi untuk bertindak dalam berbagai bentuk
aktivitas. Kemampuan bertindak manusiawi diperoleh secara alami
maupun melalui proses di pelajari. Walaupun manusia memiliki
kemampuan berperilaku tertentu. Kemampuan biasanya dimanfaatkan
untuk menghasilkan sesuatu dalam bekerja. Hasibuan (2007:105)
menjelaskan “kinerja adalah suatu hasil kerja yang di capai seseorang
dalam dalam melaksanakan tugas-tugas yang di bebankan kepadanya”.
Hasibuan (2014:12) menyatakan bahwa “karyawan adalah perencana,
pelaku dan selalu berperan aktif dalam setiap aktifitas perusahaan”.
Menurut pengertian di atas, kinerja tidak dapat hanya di penuhi
dengan sendiri oleh karyawan akan tetapi ada faktor-faktor luar yang juga
memilki pengaruh untuk menghasilkan kinerja yang bagus
19
a. Karakteristik Kinerja Karyawan
Menurut Mangkunegara (2001:68) “karakteristik orang yang
mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut”:
1. Memilki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang di hadapi.
3. Memiliki tujuan yang realistis.
4. Mempunyai rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasi tujuannya.
5. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam kegiatan kerja
yang dilakukan.
6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang di
programkan.
b. Penilaian Kinerja Karyawan
Untuk menilai kinerja harus ada standar kinerja. Standar kinerja
dapat di gunakan sebagai salah satu ukuran untuk menentukan apakah
kinerja itu baik atau tidak. Menurut Robbins (2002:260) ada tiga
kriteria penilaian kinerja yaitu:
1. Hasil kerja perorangan, jika mengutamakan hasil akhir, lebih dari
sekedar alat, maka pihak manajemen harus mengevaluasi hasil
kerja dari seorang pekerja. Dengan menggunakan hasil kerja
seorang manajer perencanaan dapat menentukan kriteria untuk
menentukan kriteria untuk kualitas yang di produksi, sisa yang di
hasilkan dan biaya unit produksi.
20
2. Perilaku, seorang karyawan yang berprilaku sesuai dengan etika
perusahan, makan pekerja akan mendapat penilaian yang bagus.
Dan sebaliknya apa bila prilaku karyawan tidak sesuai/menyalahi
etika perusahaan karna penilaian terhadap karyawan tersebut
kurang bagus.
3. Sifat, seperti sikap yang baik, memperlihatkan kepercayaan diri,
dapat di andalkan dan kemampuan bekerja sama.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Sutrisno (2011:176) “faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan sebagai berikut”:
1. Efektifitas dan efisiensi: efektifitas dari kelompok (organisasi) bila
tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan
yang di rencanakan. Sedangkan efisiensi berkaitan denga jumlah
pengorbanan yang di keluarkan dalam upaya mencapai tujuan
organisasi.
2. Otoritas dan tanggung jawab: kejelasan wewenang dan tanggung
jawab setiap orang dalam organisasi akan mendukung kinerja
karyawan tersebut.
3. Disiplin: menunjukan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada
pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan.
4. Inisiatif: inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas
dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan
dengan tujuan organisasi.
21
d. Indikator-Indikator Kinerja Karyawan
Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada
tiga indikator menurut (Robbins,2006) yaitu:
a. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap
keterampilan dan kemampuan karyawan
b. Kuantitas kerja adalah jumlah pekerjaan yang dihasilkan secara
individu maupun sekelompok karyawan sesuai dengan standar
bekerja serta terpenuhinya target di unit kerja.
c. Ketepatan waktu tingkat aktivitas diselesaikan padaawal waktu yang
dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
2. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Menurut Yukl (2009:3), kepemimpinan adalah proses yang disengaja
dari seseorang untuk menekan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain
untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktivitas dan
hubungan didalam kelompok atau organisasi. sedangkan menurut Rivai
(2013:3), kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu
untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai
tujuan bersamayang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan
organisasi, sehingga dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan
faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan oleh organisasi.
22
Setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda satu
dengan yang lainnya, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan lebih baik
atau lebih jelek dari pada gaya kepemimpinan lainnya. Menurut Wirawan
(2013:352) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai pola perilaku
pemimpin dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan sebagainya para
pengikutnya. Berdasarkan pengertian-pengertian gaya kepemimpinan
diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang pemimpin dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan
mengendalikan orang bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan
atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
a. Macam-Macam Gaya Kepemimpinan
Menurut Siagian (2008:12) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan pada dasarnya dikategorikan menjadi 5 (lima) tipe
yakni:
1. Gaya Kepemimpinan Otokratik.
Pengambilan keputusan seorang manajer yang otokratik akan
bertindak sendiri dan memberitahukan bawahannya bahwa ia telah
mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu hanya
berperan sebagai pelaksana karena tidak dilibatkan sama sekali
dalam proses pengambilan keputusan. Memelihara hubungan
dengan para bawahannya, manajer yang otokratik biasanya dengan
menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan dan
statusnya dalam organisasi dan kurang mempertimbangkan apakah
23
kepemimpinannya dapat diterima dan diakui oleh para bawahan
atau tidak.
2. Gaya Kepemimpinan Paternalistik.
Pemimpin paternalistik menunjukkan kecenderungan-
kecenderungan bertindak sebagai berikut : Pengambilan keputusan,
kecenderungannya menggunakan cara mengambil keputusan
sendiri dan kemudian berusaha menjual keputusan itu kepada para
bawahannya. Dengan menjual keputusan itu diharapkan bahwa
para bawahan akan mau menjalankan meskipun tidak dilibatkan
didalam proses pengambilan keputusan.
3. Gaya Kepemimpinan Kharismatik.
Teori kepemimpinan belum dapat menjelaskan mengapa
seseorang dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik,
sedangkan yang lain tidak. Artinya, belum dapat dijelaskan secara
ilmiah faktor-faktor apa saja yang menjadi seseorang memiliki
kharisma tertentu.
4. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire.
Karakteristik yang paling nampak dari seseorang pemimpin
laissez-faire terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin
organisasi. Dalam hal pengambilan keputusan, misalnya, seorang
pemimpin laissez-faire akan mendelagisakan tugas-tugasnya
kepada bawahannya, dengan pengarahan yang minimal atau
bahkan sama sekali tanpa pengarahan sama sekali.
24
5. Gaya Kepemimpinan Demokratik.
Pengambilan keputusan pemimpin demokratik pada
tindakannya mengikutsertakan para bawahannya dalam seluruh
pengambilan keputusan. Seorang pemimpin demokratik akan
memilih model dan teknik pengambilan keputusan tertentu yang
memungkinkan para bawahan ikut serta dalam pengambilan
keputusa
b. Kepemmpinan Path-Goal
Menurut Thoha (2007:41), Dasar dari teori ini adalah bahwa
merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam
mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau
keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai
dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah
path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif
memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke
pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang
jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima
oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai
sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku
pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat
bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang
efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan
25
penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif. Pengujian
pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin.
Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader,
participative leader dan achievement-oriented leader.
Teori path-goal versi House, memasukan empat tipe atau gaya utama
kepemimpinan yang dijalankan sebagai berikut
a. Kepemimpinan direktf. Bawahan tahu dengan pasti apa yang
diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh
pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.
b. Kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership).
Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan
sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian
kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya.
c. Kepemimpinan partisipatif. Gaya kepemimpinan ini, pemimpin
berusaha meminta dan menggunakan saran-saran dari bawahannya.
Namun pengambilan keputusan masih berada padanya.
d. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan ini
menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya
untuk berpartisipasi. Pemimpin juga memberikan keyakinan kepada
karyawan bahwa mereka mampu menjalankan tugas agar mencapai
tujuan secara baik.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas
kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin
26
menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif,
kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya
disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan
mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan
pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari
dua fungsi dasar:
a. Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang
pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam
memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam
menyelesaikan tugasnya.
b. Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward)
bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap
kebutuhan pribadi mereka.
3. Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Sutrisno (2011:2) mengatakan bahwa budaya organisasi
merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak. Yang dapat
menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan
kreativitas kerja secara tidak sadar tiap-tiap orang dalam suatu organisasi
mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Menurut
Robbin (2006;721) budaya organisasi mengacu ke sistem makna bersama
yang dianut oleh anggota – anggota yang membedakan organisasi itu dari
organisasi – organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati
27
dengan seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang
dihargai oleh organisasi itu.
Menurut Mas’ud (2004) Budaya organisasional adalah sistem
makna, nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu
organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan
organisasi satu dengan organisasi lain. Budaya organisasi selanjutnya
menjadi identitas atau karakter utama organisasi yang dipelihara dan
dipertahankan. Suatu budaya yang kuat merupakan perangkat yang sangat
bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena membantu karyawan
untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik sehingga setiap karyawan
pada awal karirnya perlu memahami budaya dan bagaimana budaya
tersebut terimplementasikan.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
budaya organisasi merupakan suatu sistem yang berisikan norma-
norma berperilaku, sosial dan moral yang dianut oleh setiap individu
didalamnya untuk mengarahkan tindakan mereka dalam mencapai tujuan
organisasi. Budaya organisasi juga merupakan keyakinan instansi untuk
menyelesaikan pekerjaan secara maksimal dan membentuk cara berfikir
dari instansi tersebut.
a. Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Tika (2006) menyatakan bahwa budaya organisais ada
beberapa fungsi diantaranya:
28
1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun
kelompok lain
2. Sebagai perekat bagi staf dalam suatu organisasi
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial
4. Sebagai mekanisme control dalam memandu dan membentuk sikap
serta perilaku staf
5. Sebagai integrator
6. Membentuk perilaku bagi para staf
7. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah maslah pokok
organisasi
8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan
9. Sebagai alat komunikasi
10. Sebagai penghambat berinovasi
Menurut Robbins (2008:728-735) mengemukakan pandangannya
tentang terciptanya dan kelangsungan suatu buadaya organisasi
diturunkan dari filsafat pendirinya, kemudian nilai-nilai tersebut di
pengaruhi secara kuat oleh criteria kriteria tertentu untuk di seleksi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi budaya organisasi
merupakan Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan organisasi
maupun kelompok lain dan membentuk perilaku dengan membantu
anggota menyadari atas lingkungannya.
29
b. Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005:92) menyatakan bahwa ada
tiga prespektif yang dapat meningkatkan prestasi organisasi. Mereka
berhubungan dengan prespektif kekuatan, kesesuaian dan kecocokan
yaitu:
1. Prespektif kekuatan memprediksikan hubungan signifikan antara
kekuatan budaya organisasi dan prestasi jangka panjang.
Gagasannya adalah bahwa budaya yang kuat akan menciptakan
kesamaan tujuan. Motivasi karyawan, dan struktur dan pengendalia
yang di butuhkan untuk meningkatkan prestasi organisasi. Kritik
terhadap prespektif ini bahwa perusahaan dengan budaya yang kuat
dapat menjadi arogan, terlalu fokus dalam hati, dan birokratis
setelah mereka meraih sukses finansial karena sukses finansial
mendorong budaya yang kuat kekuatan ini membutuhkan para
manajer senior pada kebutuhan akan rencana strategis baru dan
dapat menghasilkan ketahanan secara umum terhadap perubahan.
2. Prespektif kesesuaian
Berdasarkan premis bahwa budaya organisasi harus sejajar dengan
konteks strategis atau bisnis. Sebagai contoh, budaya yang
memajukan standarisasi dan perencanaan kemungkinan besar
bekerja dengan baik dalam industri yang tumbuh secara lambat
namun sangat tidak tepat bagi perusahaan intenet yang bekerja
dalam sebuah dinamika yang tinggi dan lingkungan yang berubah.
30
3. Prespektif adaptif
Mengasumsikan bahwa budaya yang paling efektif membantu
organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan
lingkungan. Tim ahli manajemen mendefinisikan budaya
organisasi sebagai berikut: budaya adaptasi memerlukan
pengambilan resiko, kepercayaan, dan pendekatan proaktif dari
organisasi dan juga individu. Para anggota secara aktif mendukung
usaha satu sama lain untuk mengidentifikasi semua masalah dan
mengimplementasikan solusi yang dapat dilakukan.
c. Dimensi Budaya Organisasi
Menurut Carmeli (2005:183) berpendapat bahwa budaya
organisasi terdiri dari 5 (lima) dimensi, yaitu:
1. Tantangan Pekerjaan, termasuk keanekaragaman dan kompleksitas
pekerjaan.
2. Komunikasi, dimensi ini termasuk didalamnya adalah keefektivan
komunikasi antara manajemen puncak dan karyawan, dan antar
karyawan.
3. Kepercayaan, dimensi ini termasuk kepercayaan yang ada diantara
para pekerja dan manajer mereka, pekerja satu dengan pekerja
lainnya, macam dari kepercayaan adalah adanya diskusi terbuka.
4. Inovasi, dimensi ini termasuk didalamnya adalah lingkungan yang
mendukung kreatifitas, pemecahan masalah dan ide-ide baru.
31
5. Kohesi sosial, dimensi ini termasuk didalamnya adalah hubungan
diantara anggota organisasi.
d. Indikator-Indikator Budaya Organisasi
Budaya Organisasi, menurut Robbins (2012:510) ada 6 indikator
budaya organisasi yaitu:
1. Attention to detail, teliti terhadap pekerjaan yang di ambil.
2. Outcome oriented, fokus pada target yang telah disusun perusahaan.
3. People orientation, membenagun hubungan yang harmonis antara
atasan dengan bawahan atau karyawan
4. Team oriented, kerjasama antara karyawan dan antar atasan.
5. Aggressiveness, memahami kebutuhan pasar dan peluang pasar.
6. Stability, dapat memprediksikan sesuaut hal yang akan terjadi pada
masa depan perusahaan.
4. Pengertian Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari kata “Movere” yang berarti “Dorongan atau
Daya Gerak”. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya
kepada para bawahan atau pengikut. (Hasibuan: 2013:95). Sikap mental
karyawan haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikofisik
(siap secara mental. Fisik, situasi dan tujuan). Artinya, karyawan dalam
bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi dan kondisi serta
berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).
Menurut Robbins (2007:213) mendefinisikan motivasi sebagai
proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu
32
dalam usaha mencapai sasaran. Motivasi mengacu pada dorongan dan
upaya untuk memuaskan suatu keinginan atau tujuan. Dimana kepuasan
untuk mengacu pada pengamanan yang menyenangkan pada saat terpenuhi
keinginanya.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan dapat
motivasi merupakan dorongan akan kebutuhan seseorang dalam
memenuhi kebutuhan akan fisik, kebutuhan akan gaji, kebutuhan akan rasa
aman, kebutuhan akan rekan kerja atau akan kerhamoniasan antara
atasanan bawawan, kebutuhan akn dipromosikan dan kebutuhan akan
pengembangan keterampilan.
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Ardana (2008:31) ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik individu
a. Minat
b. Sikap terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan situasi pekerjaan
c. Kebutuhan individual.
d. Kemampuan atau kompetensi.
e. Pengetahuan tentang pekerjaan.
f. Emosi, suasana hati, perasaan keyakinan dan nilai-nilai.
Pada umumnya karakteristik individu ini mempengaruhi
bagaimana orang menilai apa yang diperolehnya dari bermacam-
macam faktor dalam pekerjaan yang diuraikan dibawah ini. Bila
33
faktor-faktor dalam pkerjaan cocok dengan karakteristik individu,
orang cenderung untuk termotivasi menjalankan tugasnya.
2. Faktor-faktor pekerjaan
a. Lingkungan pekerjaan
b. Gaji yang benefit.
c. Kebijakan-kebijakan perusahaan.
d. Supervisi.
e. Hubungan antar manusia.
f. Kondisi pekerjaan seperti jam kerja, lingkungan fisik dan
sebagainya.
g. Budaya organisasi.
3. Faktor dalam pekerjaan
a. Sifat pekerjaan.
b. Rancangan tugas atau pekerjaan.
c. Pemberian pengakuan terhadap prestasi.
d. Tingkat atau besarnya tanggung jawab yang diberikan.
e. Adanya perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan.
f. Adanya kepuasan dari pekerjaan.
b. Teori-Teori Motivasi
1. Abraham Maslow dengan Teori Hierarki
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow (Sutrisno
2013:122), mengemukakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat
diklasifikasikan ke dalam lima hierarki kebutuhan, sebagai berikut:
34
a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan untuk
mempertahankan hidup ini disebut juga dengan kebutuhan
psikologis (physiological needs), yaitu kebutuhan untuk
mempertahankan hidup dari kematian. Kebutuhan ini merupakan
tingkat paling dasar yang diperkenalkan oleh Maslow.
b. Kebutuhan rasa aman (safety needs). Menurut Maslow, setelah
kebutuhan tingkat dasar terpenuhi, maka seseorang berusaha
memenuhi kebutuhanya yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan akan
rasa aman dan keselamatan.
c. Kebutuhan hubungan sosial (affliation). Kebutuhan sosial yang
sering pula disebut dengan sosial needs, atau kebutuhan affliation
needs, merupakan kebutuhan tingkat ketiga dari Maslow.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan hidup bersama orang lain.
d. Kebutuhan pengakuan (esteem needs). Setiap orang normal
membutuhkan adanya penghargaan diri dan penghargaan prestise
diri dari lingkunganya. Semakin tinggi status dan kedudukan
seseorang dalam perusahaan, maka semakin tinggi pula
kebutuhan akan prestise diri yang bersangkutan. Penerapan
pengakuan atau penghargaan diri terlihat dati kebiasaan orang
menciptakan symbol, yang dengan symbol tersebut kehidupanya
merasa lebih berharga.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization). Kebutuhan
aktualisasi diri merupakan tingkatan kebutuhan yang paling
35
tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya
seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi
karena kesadaran dan keinginan diri sendiri.
2. Teori ERG
Menyatakan bahwa kebutuhan ditingkat rendah tidak harus
dipenuhi terlebih dahulu, sebelum motivasi untuk memenuhi
kebutuhan pada tingkat berikutnya seperti teori Maslow (Munandar,
2008). Pandangan Alderfer mengemukakan teorinya dengan nama
teori ERG (Existence, Relatedness, Growth). Teori ini merupakan
modifikasi dari teori hierarki kebutuhan Maslow. Dimaksudkan
untuk memperbaiki beberapa kelemahan teori Maslow. Dalam
memodifikasi ini memanfaatkan kelima tingkat kebutuhan Maslow
menjadi tiga macam kebutuhan saja. Untuk setiap orang perlu
memenuhi tiga kebutuhan tersebut dengan sebaik-baiknya.
1. Existence (Keberadaan).
Existence, merupakan kebutuhan seseorang untuk dapat
dipenuhi dan terpeliharanya keberadaan yang bersangkutan
sebagai seorang manusia di tengah-tengah masyarakat atau
perusahaan. Existence ini meliputi kebutuhan psikologi (rasa
lapar, haus, tidur) dan rasa aman.
2. Relatedness (Kekerabatan).
Kekerabatan merupakan keterkaitan antara seseorang dengan
lingkungan sosial disekitarnya. Dalam teori kekerabatan ini
36
mencakup semua kebutuhan yang melibatkan hubungan seseorang
dengan orang lain. Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan
rasa aman, kebutuhan sosial, dan kebutuhan pristise, dalam teori
Maslow.
3. Growth (Pertumbuhan).
Kebutuhan akan pertumbuhan dan perkembangan ini
merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan
potensi diri seseorang, seperti pertumbuhan kreatifitas dan pribadi.
Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan harga diri dan
perwujudan diri.
3. Teori Achievement
Menurut McClelland, seorang ahli psikologi bangsa Amerika
dari Universitas Harvard, dalam teori motivasinya mengemukakan
bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus
mental” yag ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa
yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya
secara maksimal. Virus mental yang dimaksud terdiri dari 3 tiga
dorongan kebutuhan, yaitu:
1. Need of achievement (kebutuhan untuk berprestasi).
2. Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan).
3. Need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu).
37
c. Metode Pemberian Motivasi Kerja
Metode pemberian motivasi kerja kepada karyawan tentunya
perusahaan berbeda-beda. Menurut Hasibuan (2007:149) ada dua
macam metode motivasi, yaitu:
1. Direct Motivation (motivasi langsung), suatu bentuk motivasi yang
diberikan secara langsung kepada setiap karyawan, baik berupa
materil maupun non materil untuk memenuhi kebutuhan karyawan
tersebut. Jadi, motivasi ini sifatnya khusus seperti pujian,
penghargaan, bonus, THR
2. Indirect Motivation (motivasi tidak lasngung), suatu bentuk motivasi
yang diberikan kepada karyawan secara tidak langsung, bias berupa
fasilitas-fasilitas yang dapat menunjangg gairah kerja karyawan,
serta dapat mendukung kelancaran tugas karyawan tersebut,
misalnya ruangan kerja yang nyaman, suasana kerja yang
menyenangkan, penempatan alat-alat kantor yang tepat. Motivasi ini
besar pengaruhnya dan dapat merangsang semangat kerja karyawan
sehingga produktifitas kerja akan meningkat.
C. Pengaruh Antar Variabel
1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja
Kepemimpinan memiliki hubungan yang erat dengan kinerja
karyawan. Kinerja karyawan tidak hanya dilihat dari skill namun juga
dilihat dari cara seseorang itu memimpin dan mempengaruhi untuk
mencapai tujuan yang menguntungkan perusahaan. Kepemimpinan yang
38
memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi
dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam
kinerja para pegawainnya (Siagian,2005).
Gaya kepemimpinan akan menghasilkan kinerja, kemungkinan
besar kinerja dipengaruhi secara positif bila pemimpin itu mengimbangi
hal-hal yang kurang dalam diri karyawan atau dalam situasi kerja
(Robbins, 2002). Dengan mempergunakan gaya kepemimpinan maka
pemimpin akan mempengaruhi persepsi bawahan dan memotivasinya,
dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas, pencapaian
tujuan, kepuasan kerja, dan pelaksanaan kerja yang efektif (Thoha 2009).
Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Putra
(2013), Salutondok dan Soegoto (2015), Siswanto (2017) dengan hasil
penelitian gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja
pegawai.. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan memberi pengaruh
pada pegawai, pimpinan harus mengarahkan pegawai untuk dapat
meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
2. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja
Menurut Madalita (2012) mengatakan karyawan yang sudah
memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadi suatu
kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan
menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi
kinerja individual. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada,
sistem dan teknologi, strategi perusahaan dan logistik, masing-masing
39
kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik
pula. Keberadaan hubungan budaya organisasi dengan kinerja
dijelaskan dengan model diagnosis Tiernay bahwa semakin baik kualitas
faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi tersebut, maka kinerja
akan menjadi tinggi (Moeljono, 2005).
Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian Kusumawati (2011),
Pratiwi (2012) dan Yuswani (2016) yang menyatakan bahwa semakin baik
budaya organisasi maka akan semakin tinggi budaya kerja begitu juga
sebaliknya. Di samping itu juga Kusumawati (2011) menambahkan bahwa
budaya organisasi dituntut untuk mencari cara yang efektif dan berani
menanggung resiko. Robbins (2012) mengatakan bahwa kinerja organisasi
mensyaratkan strategi, lingkungan teknologi dan budaya organisasi bersatu
3. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja.
Keberadaan karyawan dalam suatu organisasi yang diatur dengan
adanya perbedaan pemberian wewenang dan tanggung jawab (authority
and responsibility). Dengan jelasnya wewenang dan tanggung jawab yang
dilimpahkan kepada karyawan, maka kinerja mereka harus baik. Namun
pada kenyataannya tidak demikian, karena faktor seperti motivasi dan
harapan, pada prakteknya motisai dan harapan para karyawan tercermin
dalam perilaku disiplin, inisiatif, wewenang dan tanggung jawab akan
mencerminkan apakah organisasi berjalan dengan efektif dan efisien.
Efektivitas dan efisiensi akan menentukan performance (kinerja)
organisasi.
40
Menurut Notoatmojo (2009:114) mengemukakan pengertian
motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan atau perilaku.
Keinginan yang ada pada individu akan memberikan dampak langsung
terhadap keberadaannya di dalam organisasi, terwujudnya motivasi
pegawai yang tinggi akan berdampak positif terhadap kinerja pegawai
yang akan meningkat
Beberapa penelitian tentang mtovasi kerja terhadap kinerja seperti
hasil temuan oleh Ajiyasa dan Bastian (2007:3) menuliskan bahwa
motivasi sebagai alat pendorong yang menyebabkan seseorang merasa
terpanggil dengan penuh kesadaran serta senang hati melakukan suatu
kegiatan yang dapat memberikan sesuatu yang terbaik dalam
pekerjaannya. Hasil temuan oleh Wulan (2011) dan Hakim (2015)
menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu
faktor motivasi, dimana motivasi merupakan kondisi yang menggerakan
seseorang berusaha untuk mencapai tujuan atau mencapai hasil yang
diinginkan. Terbentuknya motivasi yang kuat, akan dapat membuahkan
hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang
dibebankan organisasi kepada seorang pegawai.
4. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja
terhadap Kinerja.
Kinerja karyawan yang ingin optimal tidak bisa didapat dengan
cara mudah, tujuan tersebut memerlukan pengorbanan untuk
41
mencapainya seperti pemimpin yang baik dalam kepemimpinannya
serta suatu instansi atau organisasi yang memiliki budaya organisasi
yang baik. Budaya organisasi mengacu kepada sistem makan Bersama
yang di anut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan
organisasi itu sendiri dari organisasi lain (Robbins,2009). Budaya
organisasi akan membantu organisasi dalam memberikan kepastian kepada
seluruh pegawai untuk berkembang bersama. Hasil temuanTumbuh dan
berkembang instansi. Kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi
merupakan konsep-konsep dasar untuk memperbaiki kinerja. ketiga
konsep tersebut terkait erat dan harus dipahami secara bersama agar
relevan (Ardana,2008). Selanjutnya penelitian oleh Taufik dan Teguh
(2012) dan Subur (2012) mengungkapkan bahwa faktor kinerja juga
dipengaruhi oleh faktor motivasi kerja, budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan itu sendiri.
D. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dapat digunakan untuk mempermudah alur pemikiran
yang akan dilakukan dalam penelitian. Berdasarkan telaah pustaka yang
dikembangkan, maka sebuah model konseptual atau kerangka pemikiran
teoritis dapat dikembangkan seperti yang disajikan dalam diagram berikut:
42
Gambar: 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka pikir ini dibuat untuk memberikan gambaran megenai kinerja
menurut Mangkunegara, (2016:9) adalah prestasi kerja atau hasil kerja
(output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode
waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Kinerja dapat diukur dari kualitas, kuantitas dan
ketepatan waktu. Berdasarkan kerangka pikir sebagaimana yang telah
paparkan diatas bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja adalah gaya
kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi kerja (Ardana, 2008).
E. Hipotesis Penelitian
Menurut Arikunto (2006:71) hipotesis merupakan suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui
data yang terkumpul. Sedangkan menurut Sugiyono (2016:64). Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan.
Gaya Kepemimpinan (X1)
Kinerja Pegawai (Y) Budaya Organisasi (X2)
Motivasi Kerja (X3)
H1
H2
H3
H4
43
Gaya kepemimpinan akan menghasilkan kinerja, kemungkinan besar
kinerja dipengaruhi secara positif bila pemimpin itu mengimbangi hal-hal
yang kurang dalam diri karyawan atau dalam situasi kerja (Robbins, 2002).
Artinya kepemimpinan dapat mengelola dan memberikan pelayanan yang
sebaik-baiknya maka perusahaan mempertahankan bahkan meningkatkan
pengelolaan karyawan secara menyeluruh mengingat persaingan lingkungan
perusahaan yang semakin tinggi memaksa perusahaan untuk memiliki
keunggulan bersaing baik dari segi kepemimpinan maupun dari kinerjanya
yang ditawarkan maka perusahaan harus dapat menciptakan kepuasan bagi
karyawan yang tujuannya agar dapat mempengaruhi pegawai untuk
mengadakan pembelian ulang pada perusahaan dan agar terciptanya kinerja
karyawan bagi perusahaan. Hasil yang riset oleh Riyadi (2015) menyatakan
bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Maka hipotesis yang diajukan adalah
H1: Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.
Upaya membangun kinerja yang baik tidak bisa dilakukan secara
serampangan pada saat tertentu saja, tetapi merupakan suatu proses yang
panjang. Karena budaya merupakan semua persepsi atas objek yang
dibentuk oleh karyawan dengan cara memproses informasi dari berbagai
sumber sepanjang waktu. Menurut Madalita (2012) mengatakan karyawan
yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadi suatu
kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan
menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi
44
kinerja individual. Hal ini juga didukung oleh penelitian Sagita, dkk (2018)
hasil temuannya menjelaskan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif
terhadap kinerja karyawan. Maka dengan ini hipotesis yang dapat diajukan
adalah
H2: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.
Hasil yang dilakukan oleh Ajiyasa dan Bastian (2007:3) menuliskan
bahwa motivasi sebagai alat pendorong yang menyebabkan seseorang merasa
terpanggil dengan penuh kesadaran serta senang hati melakukan suatu
kegiatan yang dapat memberikan sesuatu yang terbaik dalam pekerjaannya
Motivasi kerja merupakan daya dorong yang membuat karyawa bisa bekerja
dengan baik dan sesuai dengan tujuan perusahaan. Pemberian motivasi dari
perusahaan akan berpengaruh pada kinerja yang dihasilkan oleh karyawan,
sehinggga pemberian motivasi mempunyai peranan yang penting dalam
meningkatkan kinerja yang efektif. Hasil temuan oleh Hakim (2015)
mendeskripsikan bahwa motivasi memberikan dampak positif terhadap
keberhasilan kinerja karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan/instansi.
Maka hipotesis yang diajukan adalah
H3: Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai
Lingkungan sosial tempat kerja yang kondusif ternyata sangat
mempengaruhi semangat dan motivasi kerja karyawan dalam suatu organisasi.
Apabila karyawan cocok dengan budaya organisasi didalam suatu perusahaan
tersebut maka akan meningkatkan motivasi kerja karyawan tersebut (Robbins,
2002). Kinerja pegawai yang ingin optimal tidak bisa didapat dengan
45
cara mudah, tujuan tersebut memerlukan pengorbanan untuk mencapainya
seperti pemimpin yang baik dalam kepemimpinannya serta suatu instansi
atau organisasi yang memiliki budaya organisasi yang baik. Dengan
kinerja yang maksimal, maka selain tercapainya tujuan pribadi dari pegawai
itu sendiri dapat memungkinkan tercapainya tujuan organisasi secara
keseluruhan. Nilai-nilai perilaku yang dianut dalam suatu organisasi
dibutuhkan komitmen dan loyalitas yang kuat dari pegawai.
Karakteristik budaya organisasi yang kuat serta gaya kepemimpinan
yang sesuai juga dapat membantu kinerja karena memberikan struktur dan
kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang
dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi. Pada kajian imperis juga
mendukung bahwa gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi kerja
merupakan faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan/intansi yang
memberikan dampak positif. Maka hipotesis yang dapat diajukan adalah
H4: Gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi kerja berpengaruh
positif terhadap kinerja pegawai