bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/49111/3/bab ii.pdfdapat dilakukan...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Sebagai sebuah perbandingan agar terhindar dari plagiasi, peneliti melakukan
penelusuran terhadap penelitian – penelitian yang sudah ada sebelumnya. Dari
penelusuran tersebut ditemukan beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut:
1. Tesis yang ditulis oleh Syamsudin dengan judul “ Kepemimpinan Profetik (Telaah
Kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz”. Dari hasil
penelitian ini menyatakan bahwa Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz
mengelola pemerintahan berdasarkan tuntunan Rasulullah SAW. Yang berprinsip
pada: pertama: syura’ (musyawarah). Kedua. Keadilan. Umar bin Khattab dan
Umar bin Abdul Aziz mengelola pendidikan ummat sebagai tolak ukur kemajuan
dan peradaban sebuah kepemimpinan atau pemerintahan. Sebagai pemimpin,
Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz tidak pernah memaksa rakyatnya
yang non muslim untuk masuk islam. Mereka diberi kebebasan dalam hal ini.
Selain itu, perbandingan kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul
Aziz dalam konteks kepemimpinan pendidikan Islam pada dasarnya tidak
memiliki perbedaan karena sama – sama meneruskan prinsip kepemimpinan yang
dicontohkan Rasulullah SAW, baik dari segi pengangkatan sebagai khalifah,
model kepemimpinan, prinsip dan sifat – sifat kepemimpinan yang dijalankan.14
14 Syamsudin. Kepemimpinan Profetik (Telaah Kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz). Tesis tidak diterbitkan. Malang: Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. 2015.
12
2. Skripsi yang ditulis oleh Puji Astuti dengan judul “Nilai – nilai Profetik dan
Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Studi
Pemikiran Kuntowijoyo)”. Dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa nilai – nilai
profetik Kuntowijoyo terdiri dari tiga pilar yaitu humanisasi, liberasi, dan
transendensi yang di diderivasi dari Al-qur’an surah Ali Imran ayat 110. Selain
itu, implikasi nilai – nilai profetik bagi pengembangan kurikulum PAI adalah
dalam pengembangan kurikulum PAI di masa depan, selain mempertahankan
karakteristiknya yang lebih mengutamakan kepada upaya internalisasi nilai – nilai
ajaran islam, baik berupa aqidah, syari’ah ataupun akhlaq, juga dapat
meningkatkan porsi kepada aspek perubahan sosial sebagai tuntutan zaman.
Upaya ini dimaksudkan untuk meningkatkan porsi pada upaya penanaman nilai –
nilai kemanusiaan dan sosial. Kandungan nilai – nilai ilahiyyah dan nilai – nilai
insaniyyah harus memiliki porsi yang seimbang. Dalam pengembangan kurikulum
PAI di sekolah, selain mampu mewujudkan peserta didik yang memiliki iman dan
taqwa yang kuat dalam menghadapi perkembangan global dan kecenderungan
dunia, juga memiliki rasa kepedulian sosial yang tinggi terhadap ketidakadilan
dalam masyarakatnya dan mampu berpartisipasi aktif dalam pengembangan
masyarakat menuju kemajuan yang dicita – citakan.15
3. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Rahayuningsih dengan judul “Kepemimpinan
Profetik, budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi Karyawan Universitas
Abdurrab”. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa ada hubungan antara
kepemimpinan profetik dan budaya organisasi pada karyawan Universitas
Abdurrab pekanbaru, serta ada perbedaan komitmen organisasi pada karyawan
15 Puji Astuti. Nilai – nilai Profetik dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Studi Pemikiran Kuntowijoyo). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Pendidikan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. 2018.
13
yang dipimpin oleh atasan ditinjau dari suku dan jenis kelamin. Komitmen
organisasi paling tinggi pada karyawan Universitas Abdurrab yang dipimpin oleh
atasan yang berjenis kelamin wanita dan suku melayu Riau. Kepemimpinan
profetik juga menunjukkan hubungan yang signifikan dan memberikan pengaruh
terhadap internalisasi budaya organisasi pada karyawan Universitas Abdurrab
pekanbaru.16
4. Penelitian yang dilakukan oleh Fryda Elsintania dengan judul “Pengaruh
Kepemimpinan Profetik dan Etos Kerja Islam Terhadap Komitmen Organisasi”.
Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa kepemimpinan profetik dan etos kerja
islami secara bersama – sama memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi
sebesar 38,9%. Ini artinya jika semakin tinggi kepemimpinan profetik dan etos
kerja islami yang dimiliki seorang pemimpin, maka semakin tinggi juga komitmen
karyawan pada organisasinya. Selebihnya komitmen organisasi pada karyawan
dipengaruhi oleh factor atau variabel lainnya.17
5. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiani dengan judul “Model Pembelajaran
Berbasis Budaya Lokal dalam Membentuk Jiwa Profetik – Patriotik Peserta
Didik”. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa globalisasi memiliki dampak
negatif yang ditimbulkan. Dengan demikian dibutuhkan cara agar masyarakat
tetap memegang erat budaya lokalnya di era globalisasi. Salah satu cara yang
dapat dilakukan dalam dunia pendidikan yaitu meningkatkan kreatifitas dan
pengetahuan guru sebagai pendidik selama proses pembelajaran berlangsung.
Tidak semua pembelajaran di sekolah mengajarkan tentang patriotik, yang terlihat
jelas hanya terdapat dalam pelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan.
16 Tri Rahayuningsih. “Kepemimpinan Profetik, Budaya Organisasi, dan Komitmen Organisasi Karyawan Universitas Abdurrab”. Dalam jurnal psikologi. Vol 12 no. 2 2016. 17 Elsintania, fryda. “Pengaruh Kepemimpinan Profetik dan Etos Kerja Islam Terhadap Komitmen Organisasi”. Dalam Jurnal Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia. Vol 1 no.1. 20016.
14
Memiliki jiwa patriotik harus diiringi dengan nilai profetik, seperti yang dikatakan
kuntowijoyo, profetik terbagi atas 3 bagian yaitu humanisasi, liberasi dan
transendensi. Hal ini untuk mencegah warga Negara salah dalam membangun
Negara yang mereka cintai.18
6. Penelitian yang dilakukan oleh Prabowo Adi Widayat dengan judul
“Kepemimpinan Profetik: Rekonstruksi Model Kepemimpinan Berkarakter
Keindonesiaan”. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa kepemimpinan
profetik merupakan kemampuan mengendalikan diri dan mempengaruhi orang
lain dengan tulus untuk mencapai tujuan bersama sebagaimana dilakukan oleh
para nabi, dengan pencapaian kepemimpinan yang berdasarkan empat macam,
yakni Siddiq, amanah, Fathonah, dan tabligh. untuk menjalankan misi
kepemimpinan yang bermutu, seorang pemimpin hendaknya mengacu pada nilai –
nilai luhur kehidupan yang dimanifestasikan dalam bentuk norma agama (Islam),
social dan budaya. Kepemimpinan dalam norma agama hendaknya didasarkan
pada prinsip ibadah, amanah, ilmu atau profesionalitas, keadilan, etos kerja atau
kedisiplinan, dan akhlakul karimah. Dalam konteks keindonesiaan, kepemimpinan
profetik merupakan sebuah keniscayaan untuk diimplementasikan dalam berbagai
bidang. Keindonesiaan dapat dimaknai sebagai ciri khas yang dimiliki bangsa
Indonesia seperti bangsa dengan multi etnis, budaya, bahasa dan agama yang
terurai dalam bentuk dualism kekhasan yakni pluralitas dan kebangsaan.19
18 Sulistiani. “Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal dalam Membentuk Jiwa Profetik – Patriotik Peserta Didik”. Dalam Jurnal Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III. 11 November 2017. 19 Widayat, prabowo A. “Kepemimpinan Profetik: Rekonstruksi Model Kepemimpinan Berkarakter Keindonesiaan”. Dalam Jurnal Akademika. Vol 19 no. 2. 2017.
15
7. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Anwar dengan judul “Tipe Kepemimpinan
Profetik Konsep dan Implementasinya dalam Kepemimpinan di Perpustakaan”.
Hasil penelitian ini mengatakan bahwa konsep kepemimpinan profetik pada
dasarnya mencontoh Nabi Muhammad SAW. Model kepemimpinan ini mampu
menempatkan tiga kepemimpinan sesuai pada tempatnya. Pertama adalah
kepemimpinan otoriter yang menegaskan bahwa kepala perpustakaan adalah
pemimpin, untuk itu harus bias merumuskan visi misi perpustakaan yang
kemudian diikuti oleh semua bawahan. Kedua adalah laissez faire, dimana dapat
diterapkan oleh kepala perpustakaan dapat mengaplikasikannya dalam menyusun
rencana strategis yang melibatkan bawahannya. Ketiga adalah demokratis, yaitu
kepala perpustakaan dapat mengaplikasikannya dalam penyusunan program –
program kerja yang akan dilakukan di perpustakaan.20
8. Penelitian yang dilakukan oleh Syahdara Anisa Makruf dengan judul “Urgensi
Kepemimpinan Profetik dalam Mewujudkan Masyarakat Madani”. Hasil dari
penelitian ini mengatakan bahwa konsep masyarakat madani merupakan sebuah
istilah yang merujuk kepada masa kepemimpinan Nabi Muhammad. Pada masa
tersebut masyarakat hidup sesuai dengan tiga nilai dasar penting dalam
masyarakat madani. Kehidupannya dipenuhi dengan penerapan nilai – nilai HAM.
Antara agama hidup berdampingan dengan sistem kehidupan ideal. Hal ini
tercermin dari penetapan piagam madinah sebagai dimensi penting dalam tonggak
kepemimpinan Rasulullah. Sistem masyarakat madani ditopang oleh system
kepemimpinan yang kuat yang disebut kepemimpinan profetik yang didalamnya
terdapat nilai shidiq, amanah, tabligh, dan fathonah.21
20 Anwar, ahmad. “Tipe Kepemimpinan Profetik Konsep dan implementasinya dalam Kepemimpinan di Perpustakaan”. Dalam Jurnal Pustakaloka. Vol. 9 no. 1 juni. 2017. 21 Anisa, syahdara M. “Urgensi Kepemimpinan Profetik dalam Mewujudkan Masyarakat Madani”. Dalam Jurnal Ta’dib. Vol. 6 no. 2. November 2017.
16
9. Penelitian yang dilakukan oleh Sriana Septiawati dengan judul “Pengaruh
Kepemimpinan Profetik Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Universitas
Muhammadiyah Aceh”. Dari penelitian ini, hasilnya ditemukan bahwa
kepemimpinan profetik berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Untuk aspek
kepemimpinan profetik hanya amanah yang menunjukkan pengaruh sedangkan
untuk tiga aspek Shidiq, tabligh dan fathonah tidak berpengaruh terhadap
kepuasan kerja.22
10. Penelitian yang dilakukan oleh Soleh Subagja dengan judul “Paradigma Nilai –
Nilai Kepemimpinan Profetik (Spirit Implementasi Model Kepemimpinan di
Lembaga Pendidikan Islam)”. Dari penelitian ini, hasilnya ditemukan bahwa
paradigma kepemimpinan profetik merupakan paradigma kepemimpinan yang
mengacu pada konsep kepemimpinan para Nabi atau Rasul Allah SWT. Dimana
paradigma profetik ini merupakan seperangkat teori yang tidak hanya
mendeskripsikan dan mentransformasikan gejala sosial dan tidak pula hanya
mengubah suatu hal demi perubahan, namun lebih dari itu, diharapkan dapat
mengarahkan perubahan atas dasar cita – cita etik dan profetik untuk mencari
keridhaan Allah SWT.23
22 Septiawati, sriana. “Pengaruh Kepemimpinan Profetik Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Universitas Muhammadiyah Aceh”. Dalam Jurnal Ecopsy. Vol. 5 no. 1. April 2018. 23 Subagja, soleh. “Paradigma Nilai – Nilai Profetik (Spirit Implementasi Model Kepemimpinan di Lembaga Pendidikan Islam)”. Dalam Jurnal PROGRESIVA. Vol. 3 no. 1 januari – juni 2010.
17
B. Teori Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif
tentang bagaimana mengarahkan, mempengaruhi dan mengawasi orang lain untuk
mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan.24 Menurut Hemhill dan
Coons dalam Yukl, kepemimpinan perilaku seorang individu yang memimpin
aktivitas – aktivitas suatu kelompok ke satu tujuan yang ingin dicapai bersama
(shared goal).25
Sedangkan Yukl memberikan definisi yang lebih luas, yakni kepemimpinan
adalah proses – proses mempengaruhi, yang mempengaruhi interpretasi mengenai
peristiwa – peristiwa bagi para pengikut, pilihan dari sasaran – sasaran bagi kelompok
atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitas – aktivitas kerja untuk mencapai
sasaran – sasaran tersebut, motivasi dari para pengikut untuk mencapai sasaran,
pemeliharaan hubungan kerja sama dengan team work, serta perolehan dukungan dan
kerja sama dari orang – orang yang berada di luar kelompok atau organisasi.26
Sutantra memberikan makna kepemimpinan sebagai berikut27:
a) Kepemimpinan adalah kebersamaan, suatu team work, bukan kesendirian
atau keakuan. Di dalam kepemimpinan ada peran kepemimpinan sekaligus
peran staf ( anak buah ) bahkan juga peran lingkungan.
b) Kepemimpinan adalah perubahan menuju perbaikan, ke arah pencapaian
tujuan atau sasaran bersama yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kepemimpinan bukan ke- “mandek”-an, dan juga bukan perubahan ke
arah kemunduran, kekacauan atau kehancuran.
24 Irham fahmi. Manajemen Kepemimpinan Teori dan Aplikasi. (Bandung: Alfabeta. 2017), hlm. 15 25 Agus wijaya, dkk. Kepemimpinan Berkarakter. (Surabaya: Brilian Internasional. 2015), hlm. 2 26 Ibid, hlm. 3. 27 Ibid, hlm. 3.
18
c) Kepemimpinan adalah melayani bukan dilayani, memahami bukan
dipahami. Bila pemimpin maupun staf sama – sama memiliki semangat
melayani yang tinggi, maka kepemimpinan akan berjalan efektif.
d) Kepemimpinan adalah tanggung jawab, keteladanan, bukan kekuasaan
semata. Di dalam kepemimpinan, pemimpin harus santun, jujur, adil
memikul tanggung jawab dan memberi keteladanan kepada para
bawahannya dalam memajukan organisasi atau perusahaan.
Berdasarkan beberapa definisi tentang kepemimpinan (leadership) di atas,
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan berkaitan dengan perilaku si pemimpin,
proses pengarahan, seni mempengaruhi, pengorganisasian, membangkitkan motivasi
pengikut, team work, proses pelayanan, perolehan dukungan, tanggung jawab dan
keteladanan untuk mencapai tujuan atau saran yang telah ditetapkan.
Menurut Hersey dan Blanchard (pencetus Situational Leadership) dalam
Agus, kepemimpinan merupakan keterkaitan antara (1) jumlah tugas yang diberikan
pemimpin kepada para bawahannya, (2) jumlah dukungan sosio – emosional yang
diterima pemimpin dari para bawahannya, (3) tingkat “kedewasaan” orang – orang
yang dipimpinnya (staf). Teori ini lebih memperhatikan keselarasan antara gaya
kepemimpinan dengan tingkat kematangan anak buahnya.28 Gary Yukl dalam
bukunya Leadership On Organization, menjelaskan bahwa ada lima pendekatan atau
teori kepemimpinan yaitu: Trait Approach, behavior approach, power influence
approach, situational approach, and integrative approach. Namun setelah
28 Ibid, hlm. 8.
19
diidentifikasi dari berbagai teori kepemimpinan jika dikerucutkan (break down) akan
mencakup tiga macam yaitu29:
1) Teori Genetis menyatakan sebagai berikut:
Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin dari bakat – bakat
alami yang luar biasa sejak lahirnya.
Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi – kondisi yang
bagaimanapun juga, yang khusus.
Secara filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis.
2) Teori Sosial (lawan teori genetis) menyatakan sebagai berikut:
Pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dan dibentuk. Tidak terlahirkan begitu
saja.
Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan,
serta didorong oleh kemampuan sendiri.
3) Teori Ekologis atau sintesis (muncul sebagai reaksi dari kedua teori terdahulu),
menyatakan bahwa seorang akan sukses menjadi pemimpin,bila sejak lahirnya ia
telah memiliki bakat – bakat kepemimpinan dan bakat – bakat ini sempat
dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan; juga sesuai dengan
tuntutan ekologisnya.
2. Pembentukan Jiwa Kepemimpinan
Menjadi pemimpin bukanlah sebuah hal yang mudah. Bahkan untuk
membentuk kepemimpinan yang ideal dibutuhkan wadah atau cara untuk
membentuk jiwa kepemimpinan seseorang. Berikut saluran –saluran yang dapat
digunakan untuk membentuk jiwa kepemimpinan:
29 Kartini, kartono. Pemimpin dan Kepemimpinan (Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?). (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2011), hlm, 33-34.
20
1) Institusi Pendidikan
Dewasa ini, institusi pendidikan merupakan salah satu ujung tombak
pembentukan karakter serta kepemimpinan setiap orang yang terlibat di
dalamnya. Dalam institusi pendidikan terdapat kurikulum yang mengatur
segala aktivitas pembelajaran ataupun kegiatan – kegiatan ekstra yang harus
dilaksanakan serta melibatkan peserta didik. Dalam hal ini, kegiatan – kegiatan
ektra mempunyai porsi tersendiri dalam membentuk jiwa kepemimpinan.
Misalnya kegiatan paskibra, tugas mengibarkan dan menurunkan bendera
merah purih tidak hanya dilakukan pada saat upacara saja, tetapi juga pada
setiap harinya. Tanggungjawab seorang anggota paskibra meliputi 30:
Menjadi contoh yang baik kepada teman – temannya.
Menjaga nama baik sekolah.
Menjadi pemimpin bagi rekan – rekannya.
Dari hal – hal di atas, secara tidak langsung akan membentuk jiwa
kepemimpinan tiap – tiap individu.
2) Melalui Pelatihan.
Banyak cara untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan, salah satunya
melalui program pelatihan. Misalnya program pelatihan kewirausahaan. Akan
menumbuhkan jiwa kepemimpinan dari dalam diri. Selain itu akan memberikan
keuntungan – keuntungan lain misalnya, mempunyai kebebasan mencapai
tujuan yang dikehendaki, mempunyai kesempatan menunjukkan kemampuan
dan potensi diri secara penuh, terbuka kesempatan untuk melakukan perubahan,
serta terbuka peluang untuk berperan dalam masyarakat. Selain program
30 Nanda legajaya. “Upaya Pembentukan Jiwa Kepemimpinan Peserta Didik Melalui Kegiatan Paskibra”. Dalam jurnal Ilmu Pendidikan. Vol 10 no. 1. 2018.
21
pelatihan kewirausahaan, juga terdapat pelatihan khusus kepemimpinan yang
diperuntukkan untuk membentuk jiwa pemimpin dalam diri seseorang. Dalam
pelatihan ini, disajikan materi – materi serta simulasi yang berkaitan dengan
kepemimpinan.
C. Teori Kepemimpinan Profetik
1. Pengertian Profetik
Kata profetik berasal dari bahasa inggris prophet yang berarti Nabi, atau
ramalan.31 Kata tersebut tersebut prophetic atau profetik ( kata sifat ) yang berarti
kenabian.32 Dengan kata lain, sifat yang dimiliki dan ada dalam diri seorang nabi
yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-
individual, juga sebagai pelopor perubahan, pemimpin yang membimbing
masyarakat ke arah perbaikan serta melakukan perjuangan tanpa henti melawan
kejahilan.
Ditinjau dari segi sosiologis, kenabian berasal dari bahasa arab yaitu
nubuwwah yang merupakan turunan dari kata naba’a yang berarti kabar atau
warta, berita, cerita dan dongeng.33 Kata kenabian mengandung makna segala hal
ikhwal yang berhubungan dan berkaitan dengan seseorang yang telah
memperoleh potensi kenabian. Mereka dapat meneruskan perjuangan tersebut
adalah mereka yang telah mewarisi potensi kenabian.34
31 S. Wojowasito & Tito Wasito. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, indonesia-Inggris (Bandung: Hasta. 1982), hlm. 161. 32 Pius A P & M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya: Arkola. 2001), hlm. 634. 33 M. Dawan Rahardjo. Ensiklopedi Al-qur’an. (Jakarta: Paramadina. 1997), hlm. 302. 34 Syamsudin. Kepemimpinan Profetik (Telaah Kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz). Tesis tidak diterbitkan. Malang: Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. 2015.
22
2. Teori Kepemimpinan Profetik
Menurut adi widayat, mengatakan bahwa Kepemimpinan Profetik adalah
kepemimpinan yang mengacu kepada nilai – nilai luhur kehidupan yang
termanifestasi dalam norma agama (Islam), sosial dan budaya. Dalam norma
agama hendaknya didasarkan pada prinsip ibadah, amanah dan keadilan. Adapun
dalam prinsip ibadah, seorang pemimpin pada hakekatnya merupakan makhluk
ciptaan (hamba) Allah SWT, oleh karenanya dalam seluruh amal perbuatan
dilakukan dengan ihlas mengabdi kepada-Nya agar mendapat ridha-Nya. Dalam
prinsip amanah, kita adalah hamba Allah SWT (hablumminallah) dan pengikut
Rasul-Nya, oleh sebab itu kita kita memiliki kewajiban untuk melaksanakan
segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya serta menjauhi segala larangannya.
Berikutnya adalah bahwa selain hubungan vertical dengan Allah SWT
(hablumminallah) seorang pemimpin juga mendapat amanah dari manusia
(hablumminannas) yaitu seorang pemimpin harus mengatur dan mengurus serta
memelihara dan melaksakan kewajiban sebagaimana yang telah diamanahkan
kepadanya. Prinsip selanjutnya adalah keadilan seorang pemimpin harus
memperlakukan rakyatnya dengan adil tanpa memandang latar belakang sosial,
ekonomi, budaya, ras dan lainnya sebagainya. Sebab dihadapan Allah SWT
semuanya sama, yang membedakannya hanyalah ketakwaan.35
Sedangkan menurut sukarna dalam amrullah mengatakan bahwa
kepemimpinan profetik harus dilandaskan pada prinsip benar, jujur, adil, tegas,
ikhlas, ramah, pemurah, merendah dan alim.36 Disisi lain, permadi
menyampaikan bahwa seorang pemimpin islam harus beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani, berilmu, berani, terampil, serta
35 Prabowo Adi Hidayat. Kompilasi Khutbah Kontemporer. (Yogyakarta: Kaukaba. 2014), hlm. 95-99 36 Amrullah dan budianto haris. Pengantar Manajemen. (Yogyakarta : Graha Ilmu. 2004), hlm. 250
23
memiliki sikap bijaksana, jujur, adil, penyantun, demokratis, paham keadaan
ummat, berkorban, qana’ah, istiqomah dan ikhlas.37
Kepemimpinan profetik telah disinggung oleh Al-qur’an dan pada
dasarnya telah dicontohkan oleh para nabi. Menurut Al-Farabi dalam Syamsudin,
menyebutkan dan mendefinisikan bahwasanya kepemimpinan profetik
merupakan sumber aktivitas, sumber peraturan, dan keselarasan hidup dalam
masyarakat, oleh karena itu ia harus memiliki sifat – sifat tertentu seperti: tubuh
sehat, pemberani, cerdas, kuat, pecinta keadilan dan ilmu pengetahuan, serta
memiliki akal sehat yang sempurna, dapat berkomunikasi dengan baik, pengatur
bumi dan penyampai wahyu. Sedangkan menurut Mawardi dalam Syamsudin,
menyampaikan bahwa kepemimpinan profetik adalah wakil Tuhan di muka bumi
sebagai penyampaian seluruh ajaran Al-qur’an, dibentuk untuk menggantikan
fungsi kenabian guna memelihara agama dan mengatur dunia.38
Al-quran memberikan pandangan tersendiri melalui Q.S. Ali Imran: 110
sebagai berikut:
مرون بٱلمعروف وتنهون عن ٱلمنكر خرجت للن اس تأ
ة أ م
كنتم خير أ
نهم ٱلمؤمنون هل ٱلكتب لكان خيرا ل هم م ولو ءامن أ وتؤمنون بٱلل
كث رهم ٱلفسقون وأ
Artinya: “kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman
kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.
37 Permadi. Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen. (Jakarta: Rineka Cipta. 2006), hlm. 65. 38 Ibid.
24
Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang –
orang fasik”.
Ayat ini menjelaskan tentang penghormatan dan pujian-Nya terhadap
umat Muhammad karena mereka mempunyai kecenderungan untuk berbuat
kebaikan. Keimanan mereka menjadi pondasi dalam memperbaiki keadaan dalam
berbagai hal. Apabila terdapat ahli kitan dengan keimanan mereka terhadap
Tuhannya maka hal tersebut menjadi kebaikan untuk memupuk tali persaudaraan
kemanusiaan yang baik dan benar berdasarkan system kepemimpinan yang
kemaslahatan dunia dan akhirat serta menjauhkan kebatilan yang akan merusak
tatanan agama.
Menurut kuntowijoyo, terdapat empat hal yang tersirat dalam ayat di atas.
Yaitu konsep umat terbaik, aktivisme sejarah, pentingnya kesadaran dan etika
profetik. Pertama, umat manusia akan menjadi umat terbaik, apabila mampu
melaksanakan pengabdian kemanusiaan bagi umat manusia. Kedua, mengemban
misi kemanusiaan, berarti berbuat baik untuk manusia dalam bentuk aktivisme
social dan membentuk sejarah. Ketiga, kesadaran ilahiah, yakni bentuk
keterpanggilan etis untuk kemanusiaan yang dilandasi oleh spirit teologis.
Keempat, etika profetik ini berlaku umum. Yaitu menyeru kebaikan, mencegah
kemungkaran dan beriman kepada Allah.39
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan profetik
merupakan seni karismatik antara pemimpin dan yang dipimpin dalam sebuah
kelompok dimana seorang pemimpin harus menjadi panutan (sidiq, amanah,
fathanah dan tabligh) yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-sunnah, dapat
39 Kuntowijoyo. Muslim Tanpa Masjid. (Bandung: Mizan. 2018), hlm. 378.
25
menginspirasi, mengubah persepsi, pemikiran serta mampu mewujudkan harapan
pengikutnya sebagaimana kepemimpinan Nabi dan Rasul ( prophetic).
3. Pembentukan Kepemimpinan Profetik
1) Melalui Ilmu – ilmu sosial profetik
Asal – usul intelektual ilmu sosial profetik bersumber dari buku
Muhammad iqbal yang berjudul membangun kembali pikiran agama dalam
islam. Ilmu sosial tertentu peka dengan gejala tertentu, tetapi bisa jadi tidak
memperhatikan gejala yang lain. Dalam ilmu, seseorang tidak boleh
memegang ilmunya secara fanatik, termasuk ilmu sosial profetik. Kebenaran
dalam ilmu tidak absolut, melainkan komplementer. ilmu sosial profetik
harus mempunyai perhatian utama. Perhatian utama itu ialah emansipasi umat
yang konkret dan historis dengan menyangkutkannya dengan problem –
problem aktual yang dihadapi umat. Problem sekarang ialah bagaimana
mengantarkan umat dalam transformasi menuju masyarakat industrial, civil
society, ekonomi yang non eksploitatif, masyarakat demokratis, negara
rasional, dan budaya yang manusiawi.40
Prioritas ilmu sosial profetik ialah teorisasi. Sejarah intelektual islam
sangat miskin teori, terutama teori sosial. Salah satu tokoh islam yang kiranya
paling berhak menyandang gelar bapak sosial islam adalah ibn Khaldun
(1332 – 1406). Teori yang beliau kemukakan terlahir karena deduksi dari ayat
– ayat Al-Qur’an dan induksi, pengamatan, dari sejarah bangsa – bangsa
waktu itu. Namun, teori – teorinya selain ada jarak waktu, juga ada jarak
geografis dan sosial dengan masalah umat kontemporer. Jangan dibayangkan
bahwa ilmu sosial profetik adalah bangunan yang monolitis, tanpa dinamika,
40 Ibid, hlm 107 - 109.
26
tidak ada wacana, sebab segalanya sudah selesai dengan semboyan “kembali
ke Al-Qur’an” karena Al-Qur’an adalah pembeda. Yang dijelaskan dalam
qur’an adalah benar dan salah menurut agama (aqidah, syariah, akhlak).
Bukan benar salah menurut ilmu.41
Dengan demikian, ilmu sosial profetik mempunyai peluang sebagai
paradigma baru yang terdiri dari tiga pilar, yaitu amar ma’ruf (humanisasi),
nahi munkar (liberasi) dan tu’minuna billah (transendensi). Liberalisme
mementingkan yang pertama. Marxisme mementingkan yang kedua. Dan
kebanyakan agama yang ketiga. Ilmu sosial profetik mencoba
menggabungkan ketiganya.42 Hal yang lebih penting adalah bagaimana ilmu
sosial profetik dapt menjadi bagian pelayan umat serta menjadi bagian dari
inteligensi kolektif, yang mampu mengarahkan umat ke arah evolusi sosial
secara rasional.43
2) Metode Pendidikan Profetik
Landasan pendidikan profetik seharusnya diorientasikan untuk
menfasilitasi terbentuknya kesadaran ilmiah dengan memformulasikan
konsep – konsep normatif menjadi konsep – konsep teoritis. Pendekatan
deduktif – induktif idealnya diterapkan dalam pembelajaran pengetahuan
umum dan pendidikan moral, hal ini merupakan konsep dasar pendidikan
profetik yang dibutuhkan saat ini. Pendidikan profetik (Prophetic Teaching)
merupakan suatu metode pendidikan yang selalu mengambil inspirasi dari
ajaran Nabi Muhammad SAW. Prinsip dalam pendidikan profetik
mengutamakan integrasi. Dalam memberikan suatu materi atau konsep,
41 Ibid, hlm 111-112. 42 Ibid, hlm 387. 43 Ibid, hlm 398.
27
hukum atau prinsip dikaitkan dengan landasan yang ada di Al-qur’an dan
As-sunnah. Sehingga tujuan dunia (membentuk kepemimpinan Profetik)
maupun akhirat dapat tercapai.44
3) Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal
Untuk membentuk jiwa kepemimpinan profetik dapat juga dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis budaya lokal. Misalnya guru
memberikan materi berupa norma yang berlaku dalam masyarakat yaitu
norma agama, kesopanan, kesusilaan dan hukum. Guru akan mengajak siswa
untuk berdiskusi mengenai nilai – nilai budaya lokal dari salah satu suku
yang ada di Indonesia dikaitkan dengan norma – norma yang berlaku di
masyarakat. Misalnya pada suku Gayo yang berada di wilayah aceh memiliki
nilai budaya yang biasa disebut dengan sebutan “sumang” yaitu tindakan atau
perbuatan yang bertentangan dengan adat gayo. Salah satunya sumang
pelangkahen merupakan perbuatan yang tidak boleh dilakukan saat berjalan,
seperti berjalan berdua bergandeng tangan antara laki – laki dan perempuan
yang bukan mahrom.
Kaitan antara norma yang berlaku dalam masyarakat dan nilai budaya
lokal gayo yang telah dicontohkan di atas, merupakan norma agama dalam
masyarakat yaitu dalam agama islam ada beberapa larangan ketika berjalan
dengan yang bukan mahrom. Nilai profetik dapat diberi contoh kepada
peserta didik melalui norma agama yang dikaitkan dengan nilai profetik
44 Khoirul, Muhammad umam. “Paradigma Pendidikan Profetik dalam Pendekatan Pembelajaran Tematik di Madrasah Ibtida’iyah” Makalah disajikan dalam acara The 3rd Annual International Conference on Islamic Education yang diselenggarakan STAI Badrus Sholeh Purwosari Kediri Tanggal 24 -25 Februari. 2018.
28
transendensi sebagai pendidikan hati nurani yang berasal dari aqidah dan
pengalaman secara spiritual.45
45 Sulistiani. “Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal dalam Membentuk Jiwa Profetik – Patriotik Peserta Didik”. Dalam jurnal Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan II. 11 November 2017.