bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/49111/3/bab ii.pdfdapat dilakukan...

18
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sebagai sebuah perbandingan agar terhindar dari plagiasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian penelitian yang sudah ada sebelumnya. Dari penelusuran tersebut ditemukan beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut: 1. Tesis yang ditulis oleh Syamsudin dengan judul “ Kepemimpinan Profetik (Telaah Kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz”. Dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz mengelola pemerintahan berdasarkan tuntunan Rasulullah SAW. Yang berprinsip pada: pertama: syura’ (musyawarah). Kedua. Keadilan. Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz mengelola pendidikan ummat sebagai tolak ukur kemajuan dan peradaban sebuah kepemimpinan atau pemerintahan. Sebagai pemimpin, Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz tidak pernah memaksa rakyatnya yang non muslim untuk masuk islam. Mereka diberi kebebasan dalam hal ini. Selain itu, perbandingan kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz dalam konteks kepemimpinan pendidikan Islam pada dasarnya tidak memiliki perbedaan karena sama sama meneruskan prinsip kepemimpinan yang dicontohkan Rasulullah SAW, baik dari segi pengangkatan sebagai khalifah, model kepemimpinan, prinsip dan sifat sifat kepemimpinan yang dijalankan. 14 14 Syamsudin. Kepemimpinan Profetik (Telaah Kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz) . Tesis tidak diterbitkan. Malang: Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. 2015.

Upload: others

Post on 13-Oct-2019

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Sebagai sebuah perbandingan agar terhindar dari plagiasi, peneliti melakukan

penelusuran terhadap penelitian – penelitian yang sudah ada sebelumnya. Dari

penelusuran tersebut ditemukan beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut:

1. Tesis yang ditulis oleh Syamsudin dengan judul “ Kepemimpinan Profetik (Telaah

Kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz”. Dari hasil

penelitian ini menyatakan bahwa Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz

mengelola pemerintahan berdasarkan tuntunan Rasulullah SAW. Yang berprinsip

pada: pertama: syura’ (musyawarah). Kedua. Keadilan. Umar bin Khattab dan

Umar bin Abdul Aziz mengelola pendidikan ummat sebagai tolak ukur kemajuan

dan peradaban sebuah kepemimpinan atau pemerintahan. Sebagai pemimpin,

Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz tidak pernah memaksa rakyatnya

yang non muslim untuk masuk islam. Mereka diberi kebebasan dalam hal ini.

Selain itu, perbandingan kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul

Aziz dalam konteks kepemimpinan pendidikan Islam pada dasarnya tidak

memiliki perbedaan karena sama – sama meneruskan prinsip kepemimpinan yang

dicontohkan Rasulullah SAW, baik dari segi pengangkatan sebagai khalifah,

model kepemimpinan, prinsip dan sifat – sifat kepemimpinan yang dijalankan.14

14 Syamsudin. Kepemimpinan Profetik (Telaah Kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz). Tesis tidak diterbitkan. Malang: Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. 2015.

12

2. Skripsi yang ditulis oleh Puji Astuti dengan judul “Nilai – nilai Profetik dan

Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Studi

Pemikiran Kuntowijoyo)”. Dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa nilai – nilai

profetik Kuntowijoyo terdiri dari tiga pilar yaitu humanisasi, liberasi, dan

transendensi yang di diderivasi dari Al-qur’an surah Ali Imran ayat 110. Selain

itu, implikasi nilai – nilai profetik bagi pengembangan kurikulum PAI adalah

dalam pengembangan kurikulum PAI di masa depan, selain mempertahankan

karakteristiknya yang lebih mengutamakan kepada upaya internalisasi nilai – nilai

ajaran islam, baik berupa aqidah, syari’ah ataupun akhlaq, juga dapat

meningkatkan porsi kepada aspek perubahan sosial sebagai tuntutan zaman.

Upaya ini dimaksudkan untuk meningkatkan porsi pada upaya penanaman nilai –

nilai kemanusiaan dan sosial. Kandungan nilai – nilai ilahiyyah dan nilai – nilai

insaniyyah harus memiliki porsi yang seimbang. Dalam pengembangan kurikulum

PAI di sekolah, selain mampu mewujudkan peserta didik yang memiliki iman dan

taqwa yang kuat dalam menghadapi perkembangan global dan kecenderungan

dunia, juga memiliki rasa kepedulian sosial yang tinggi terhadap ketidakadilan

dalam masyarakatnya dan mampu berpartisipasi aktif dalam pengembangan

masyarakat menuju kemajuan yang dicita – citakan.15

3. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Rahayuningsih dengan judul “Kepemimpinan

Profetik, budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi Karyawan Universitas

Abdurrab”. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa ada hubungan antara

kepemimpinan profetik dan budaya organisasi pada karyawan Universitas

Abdurrab pekanbaru, serta ada perbedaan komitmen organisasi pada karyawan

15 Puji Astuti. Nilai – nilai Profetik dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Studi Pemikiran Kuntowijoyo). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Pendidikan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. 2018.

13

yang dipimpin oleh atasan ditinjau dari suku dan jenis kelamin. Komitmen

organisasi paling tinggi pada karyawan Universitas Abdurrab yang dipimpin oleh

atasan yang berjenis kelamin wanita dan suku melayu Riau. Kepemimpinan

profetik juga menunjukkan hubungan yang signifikan dan memberikan pengaruh

terhadap internalisasi budaya organisasi pada karyawan Universitas Abdurrab

pekanbaru.16

4. Penelitian yang dilakukan oleh Fryda Elsintania dengan judul “Pengaruh

Kepemimpinan Profetik dan Etos Kerja Islam Terhadap Komitmen Organisasi”.

Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa kepemimpinan profetik dan etos kerja

islami secara bersama – sama memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi

sebesar 38,9%. Ini artinya jika semakin tinggi kepemimpinan profetik dan etos

kerja islami yang dimiliki seorang pemimpin, maka semakin tinggi juga komitmen

karyawan pada organisasinya. Selebihnya komitmen organisasi pada karyawan

dipengaruhi oleh factor atau variabel lainnya.17

5. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiani dengan judul “Model Pembelajaran

Berbasis Budaya Lokal dalam Membentuk Jiwa Profetik – Patriotik Peserta

Didik”. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa globalisasi memiliki dampak

negatif yang ditimbulkan. Dengan demikian dibutuhkan cara agar masyarakat

tetap memegang erat budaya lokalnya di era globalisasi. Salah satu cara yang

dapat dilakukan dalam dunia pendidikan yaitu meningkatkan kreatifitas dan

pengetahuan guru sebagai pendidik selama proses pembelajaran berlangsung.

Tidak semua pembelajaran di sekolah mengajarkan tentang patriotik, yang terlihat

jelas hanya terdapat dalam pelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan.

16 Tri Rahayuningsih. “Kepemimpinan Profetik, Budaya Organisasi, dan Komitmen Organisasi Karyawan Universitas Abdurrab”. Dalam jurnal psikologi. Vol 12 no. 2 2016. 17 Elsintania, fryda. “Pengaruh Kepemimpinan Profetik dan Etos Kerja Islam Terhadap Komitmen Organisasi”. Dalam Jurnal Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia. Vol 1 no.1. 20016.

14

Memiliki jiwa patriotik harus diiringi dengan nilai profetik, seperti yang dikatakan

kuntowijoyo, profetik terbagi atas 3 bagian yaitu humanisasi, liberasi dan

transendensi. Hal ini untuk mencegah warga Negara salah dalam membangun

Negara yang mereka cintai.18

6. Penelitian yang dilakukan oleh Prabowo Adi Widayat dengan judul

“Kepemimpinan Profetik: Rekonstruksi Model Kepemimpinan Berkarakter

Keindonesiaan”. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa kepemimpinan

profetik merupakan kemampuan mengendalikan diri dan mempengaruhi orang

lain dengan tulus untuk mencapai tujuan bersama sebagaimana dilakukan oleh

para nabi, dengan pencapaian kepemimpinan yang berdasarkan empat macam,

yakni Siddiq, amanah, Fathonah, dan tabligh. untuk menjalankan misi

kepemimpinan yang bermutu, seorang pemimpin hendaknya mengacu pada nilai –

nilai luhur kehidupan yang dimanifestasikan dalam bentuk norma agama (Islam),

social dan budaya. Kepemimpinan dalam norma agama hendaknya didasarkan

pada prinsip ibadah, amanah, ilmu atau profesionalitas, keadilan, etos kerja atau

kedisiplinan, dan akhlakul karimah. Dalam konteks keindonesiaan, kepemimpinan

profetik merupakan sebuah keniscayaan untuk diimplementasikan dalam berbagai

bidang. Keindonesiaan dapat dimaknai sebagai ciri khas yang dimiliki bangsa

Indonesia seperti bangsa dengan multi etnis, budaya, bahasa dan agama yang

terurai dalam bentuk dualism kekhasan yakni pluralitas dan kebangsaan.19

18 Sulistiani. “Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal dalam Membentuk Jiwa Profetik – Patriotik Peserta Didik”. Dalam Jurnal Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III. 11 November 2017. 19 Widayat, prabowo A. “Kepemimpinan Profetik: Rekonstruksi Model Kepemimpinan Berkarakter Keindonesiaan”. Dalam Jurnal Akademika. Vol 19 no. 2. 2017.

15

7. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Anwar dengan judul “Tipe Kepemimpinan

Profetik Konsep dan Implementasinya dalam Kepemimpinan di Perpustakaan”.

Hasil penelitian ini mengatakan bahwa konsep kepemimpinan profetik pada

dasarnya mencontoh Nabi Muhammad SAW. Model kepemimpinan ini mampu

menempatkan tiga kepemimpinan sesuai pada tempatnya. Pertama adalah

kepemimpinan otoriter yang menegaskan bahwa kepala perpustakaan adalah

pemimpin, untuk itu harus bias merumuskan visi misi perpustakaan yang

kemudian diikuti oleh semua bawahan. Kedua adalah laissez faire, dimana dapat

diterapkan oleh kepala perpustakaan dapat mengaplikasikannya dalam menyusun

rencana strategis yang melibatkan bawahannya. Ketiga adalah demokratis, yaitu

kepala perpustakaan dapat mengaplikasikannya dalam penyusunan program –

program kerja yang akan dilakukan di perpustakaan.20

8. Penelitian yang dilakukan oleh Syahdara Anisa Makruf dengan judul “Urgensi

Kepemimpinan Profetik dalam Mewujudkan Masyarakat Madani”. Hasil dari

penelitian ini mengatakan bahwa konsep masyarakat madani merupakan sebuah

istilah yang merujuk kepada masa kepemimpinan Nabi Muhammad. Pada masa

tersebut masyarakat hidup sesuai dengan tiga nilai dasar penting dalam

masyarakat madani. Kehidupannya dipenuhi dengan penerapan nilai – nilai HAM.

Antara agama hidup berdampingan dengan sistem kehidupan ideal. Hal ini

tercermin dari penetapan piagam madinah sebagai dimensi penting dalam tonggak

kepemimpinan Rasulullah. Sistem masyarakat madani ditopang oleh system

kepemimpinan yang kuat yang disebut kepemimpinan profetik yang didalamnya

terdapat nilai shidiq, amanah, tabligh, dan fathonah.21

20 Anwar, ahmad. “Tipe Kepemimpinan Profetik Konsep dan implementasinya dalam Kepemimpinan di Perpustakaan”. Dalam Jurnal Pustakaloka. Vol. 9 no. 1 juni. 2017. 21 Anisa, syahdara M. “Urgensi Kepemimpinan Profetik dalam Mewujudkan Masyarakat Madani”. Dalam Jurnal Ta’dib. Vol. 6 no. 2. November 2017.

16

9. Penelitian yang dilakukan oleh Sriana Septiawati dengan judul “Pengaruh

Kepemimpinan Profetik Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Universitas

Muhammadiyah Aceh”. Dari penelitian ini, hasilnya ditemukan bahwa

kepemimpinan profetik berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Untuk aspek

kepemimpinan profetik hanya amanah yang menunjukkan pengaruh sedangkan

untuk tiga aspek Shidiq, tabligh dan fathonah tidak berpengaruh terhadap

kepuasan kerja.22

10. Penelitian yang dilakukan oleh Soleh Subagja dengan judul “Paradigma Nilai –

Nilai Kepemimpinan Profetik (Spirit Implementasi Model Kepemimpinan di

Lembaga Pendidikan Islam)”. Dari penelitian ini, hasilnya ditemukan bahwa

paradigma kepemimpinan profetik merupakan paradigma kepemimpinan yang

mengacu pada konsep kepemimpinan para Nabi atau Rasul Allah SWT. Dimana

paradigma profetik ini merupakan seperangkat teori yang tidak hanya

mendeskripsikan dan mentransformasikan gejala sosial dan tidak pula hanya

mengubah suatu hal demi perubahan, namun lebih dari itu, diharapkan dapat

mengarahkan perubahan atas dasar cita – cita etik dan profetik untuk mencari

keridhaan Allah SWT.23

22 Septiawati, sriana. “Pengaruh Kepemimpinan Profetik Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Universitas Muhammadiyah Aceh”. Dalam Jurnal Ecopsy. Vol. 5 no. 1. April 2018. 23 Subagja, soleh. “Paradigma Nilai – Nilai Profetik (Spirit Implementasi Model Kepemimpinan di Lembaga Pendidikan Islam)”. Dalam Jurnal PROGRESIVA. Vol. 3 no. 1 januari – juni 2010.

17

B. Teori Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif

tentang bagaimana mengarahkan, mempengaruhi dan mengawasi orang lain untuk

mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan.24 Menurut Hemhill dan

Coons dalam Yukl, kepemimpinan perilaku seorang individu yang memimpin

aktivitas – aktivitas suatu kelompok ke satu tujuan yang ingin dicapai bersama

(shared goal).25

Sedangkan Yukl memberikan definisi yang lebih luas, yakni kepemimpinan

adalah proses – proses mempengaruhi, yang mempengaruhi interpretasi mengenai

peristiwa – peristiwa bagi para pengikut, pilihan dari sasaran – sasaran bagi kelompok

atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitas – aktivitas kerja untuk mencapai

sasaran – sasaran tersebut, motivasi dari para pengikut untuk mencapai sasaran,

pemeliharaan hubungan kerja sama dengan team work, serta perolehan dukungan dan

kerja sama dari orang – orang yang berada di luar kelompok atau organisasi.26

Sutantra memberikan makna kepemimpinan sebagai berikut27:

a) Kepemimpinan adalah kebersamaan, suatu team work, bukan kesendirian

atau keakuan. Di dalam kepemimpinan ada peran kepemimpinan sekaligus

peran staf ( anak buah ) bahkan juga peran lingkungan.

b) Kepemimpinan adalah perubahan menuju perbaikan, ke arah pencapaian

tujuan atau sasaran bersama yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kepemimpinan bukan ke- “mandek”-an, dan juga bukan perubahan ke

arah kemunduran, kekacauan atau kehancuran.

24 Irham fahmi. Manajemen Kepemimpinan Teori dan Aplikasi. (Bandung: Alfabeta. 2017), hlm. 15 25 Agus wijaya, dkk. Kepemimpinan Berkarakter. (Surabaya: Brilian Internasional. 2015), hlm. 2 26 Ibid, hlm. 3. 27 Ibid, hlm. 3.

18

c) Kepemimpinan adalah melayani bukan dilayani, memahami bukan

dipahami. Bila pemimpin maupun staf sama – sama memiliki semangat

melayani yang tinggi, maka kepemimpinan akan berjalan efektif.

d) Kepemimpinan adalah tanggung jawab, keteladanan, bukan kekuasaan

semata. Di dalam kepemimpinan, pemimpin harus santun, jujur, adil

memikul tanggung jawab dan memberi keteladanan kepada para

bawahannya dalam memajukan organisasi atau perusahaan.

Berdasarkan beberapa definisi tentang kepemimpinan (leadership) di atas,

dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan berkaitan dengan perilaku si pemimpin,

proses pengarahan, seni mempengaruhi, pengorganisasian, membangkitkan motivasi

pengikut, team work, proses pelayanan, perolehan dukungan, tanggung jawab dan

keteladanan untuk mencapai tujuan atau saran yang telah ditetapkan.

Menurut Hersey dan Blanchard (pencetus Situational Leadership) dalam

Agus, kepemimpinan merupakan keterkaitan antara (1) jumlah tugas yang diberikan

pemimpin kepada para bawahannya, (2) jumlah dukungan sosio – emosional yang

diterima pemimpin dari para bawahannya, (3) tingkat “kedewasaan” orang – orang

yang dipimpinnya (staf). Teori ini lebih memperhatikan keselarasan antara gaya

kepemimpinan dengan tingkat kematangan anak buahnya.28 Gary Yukl dalam

bukunya Leadership On Organization, menjelaskan bahwa ada lima pendekatan atau

teori kepemimpinan yaitu: Trait Approach, behavior approach, power influence

approach, situational approach, and integrative approach. Namun setelah

28 Ibid, hlm. 8.

19

diidentifikasi dari berbagai teori kepemimpinan jika dikerucutkan (break down) akan

mencakup tiga macam yaitu29:

1) Teori Genetis menyatakan sebagai berikut:

Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin dari bakat – bakat

alami yang luar biasa sejak lahirnya.

Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi – kondisi yang

bagaimanapun juga, yang khusus.

Secara filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis.

2) Teori Sosial (lawan teori genetis) menyatakan sebagai berikut:

Pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dan dibentuk. Tidak terlahirkan begitu

saja.

Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan,

serta didorong oleh kemampuan sendiri.

3) Teori Ekologis atau sintesis (muncul sebagai reaksi dari kedua teori terdahulu),

menyatakan bahwa seorang akan sukses menjadi pemimpin,bila sejak lahirnya ia

telah memiliki bakat – bakat kepemimpinan dan bakat – bakat ini sempat

dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan; juga sesuai dengan

tuntutan ekologisnya.

2. Pembentukan Jiwa Kepemimpinan

Menjadi pemimpin bukanlah sebuah hal yang mudah. Bahkan untuk

membentuk kepemimpinan yang ideal dibutuhkan wadah atau cara untuk

membentuk jiwa kepemimpinan seseorang. Berikut saluran –saluran yang dapat

digunakan untuk membentuk jiwa kepemimpinan:

29 Kartini, kartono. Pemimpin dan Kepemimpinan (Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?). (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2011), hlm, 33-34.

20

1) Institusi Pendidikan

Dewasa ini, institusi pendidikan merupakan salah satu ujung tombak

pembentukan karakter serta kepemimpinan setiap orang yang terlibat di

dalamnya. Dalam institusi pendidikan terdapat kurikulum yang mengatur

segala aktivitas pembelajaran ataupun kegiatan – kegiatan ekstra yang harus

dilaksanakan serta melibatkan peserta didik. Dalam hal ini, kegiatan – kegiatan

ektra mempunyai porsi tersendiri dalam membentuk jiwa kepemimpinan.

Misalnya kegiatan paskibra, tugas mengibarkan dan menurunkan bendera

merah purih tidak hanya dilakukan pada saat upacara saja, tetapi juga pada

setiap harinya. Tanggungjawab seorang anggota paskibra meliputi 30:

Menjadi contoh yang baik kepada teman – temannya.

Menjaga nama baik sekolah.

Menjadi pemimpin bagi rekan – rekannya.

Dari hal – hal di atas, secara tidak langsung akan membentuk jiwa

kepemimpinan tiap – tiap individu.

2) Melalui Pelatihan.

Banyak cara untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan, salah satunya

melalui program pelatihan. Misalnya program pelatihan kewirausahaan. Akan

menumbuhkan jiwa kepemimpinan dari dalam diri. Selain itu akan memberikan

keuntungan – keuntungan lain misalnya, mempunyai kebebasan mencapai

tujuan yang dikehendaki, mempunyai kesempatan menunjukkan kemampuan

dan potensi diri secara penuh, terbuka kesempatan untuk melakukan perubahan,

serta terbuka peluang untuk berperan dalam masyarakat. Selain program

30 Nanda legajaya. “Upaya Pembentukan Jiwa Kepemimpinan Peserta Didik Melalui Kegiatan Paskibra”. Dalam jurnal Ilmu Pendidikan. Vol 10 no. 1. 2018.

21

pelatihan kewirausahaan, juga terdapat pelatihan khusus kepemimpinan yang

diperuntukkan untuk membentuk jiwa pemimpin dalam diri seseorang. Dalam

pelatihan ini, disajikan materi – materi serta simulasi yang berkaitan dengan

kepemimpinan.

C. Teori Kepemimpinan Profetik

1. Pengertian Profetik

Kata profetik berasal dari bahasa inggris prophet yang berarti Nabi, atau

ramalan.31 Kata tersebut tersebut prophetic atau profetik ( kata sifat ) yang berarti

kenabian.32 Dengan kata lain, sifat yang dimiliki dan ada dalam diri seorang nabi

yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-

individual, juga sebagai pelopor perubahan, pemimpin yang membimbing

masyarakat ke arah perbaikan serta melakukan perjuangan tanpa henti melawan

kejahilan.

Ditinjau dari segi sosiologis, kenabian berasal dari bahasa arab yaitu

nubuwwah yang merupakan turunan dari kata naba’a yang berarti kabar atau

warta, berita, cerita dan dongeng.33 Kata kenabian mengandung makna segala hal

ikhwal yang berhubungan dan berkaitan dengan seseorang yang telah

memperoleh potensi kenabian. Mereka dapat meneruskan perjuangan tersebut

adalah mereka yang telah mewarisi potensi kenabian.34

31 S. Wojowasito & Tito Wasito. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, indonesia-Inggris (Bandung: Hasta. 1982), hlm. 161. 32 Pius A P & M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya: Arkola. 2001), hlm. 634. 33 M. Dawan Rahardjo. Ensiklopedi Al-qur’an. (Jakarta: Paramadina. 1997), hlm. 302. 34 Syamsudin. Kepemimpinan Profetik (Telaah Kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz). Tesis tidak diterbitkan. Malang: Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. 2015.

22

2. Teori Kepemimpinan Profetik

Menurut adi widayat, mengatakan bahwa Kepemimpinan Profetik adalah

kepemimpinan yang mengacu kepada nilai – nilai luhur kehidupan yang

termanifestasi dalam norma agama (Islam), sosial dan budaya. Dalam norma

agama hendaknya didasarkan pada prinsip ibadah, amanah dan keadilan. Adapun

dalam prinsip ibadah, seorang pemimpin pada hakekatnya merupakan makhluk

ciptaan (hamba) Allah SWT, oleh karenanya dalam seluruh amal perbuatan

dilakukan dengan ihlas mengabdi kepada-Nya agar mendapat ridha-Nya. Dalam

prinsip amanah, kita adalah hamba Allah SWT (hablumminallah) dan pengikut

Rasul-Nya, oleh sebab itu kita kita memiliki kewajiban untuk melaksanakan

segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya serta menjauhi segala larangannya.

Berikutnya adalah bahwa selain hubungan vertical dengan Allah SWT

(hablumminallah) seorang pemimpin juga mendapat amanah dari manusia

(hablumminannas) yaitu seorang pemimpin harus mengatur dan mengurus serta

memelihara dan melaksakan kewajiban sebagaimana yang telah diamanahkan

kepadanya. Prinsip selanjutnya adalah keadilan seorang pemimpin harus

memperlakukan rakyatnya dengan adil tanpa memandang latar belakang sosial,

ekonomi, budaya, ras dan lainnya sebagainya. Sebab dihadapan Allah SWT

semuanya sama, yang membedakannya hanyalah ketakwaan.35

Sedangkan menurut sukarna dalam amrullah mengatakan bahwa

kepemimpinan profetik harus dilandaskan pada prinsip benar, jujur, adil, tegas,

ikhlas, ramah, pemurah, merendah dan alim.36 Disisi lain, permadi

menyampaikan bahwa seorang pemimpin islam harus beriman dan bertakwa

kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani, berilmu, berani, terampil, serta

35 Prabowo Adi Hidayat. Kompilasi Khutbah Kontemporer. (Yogyakarta: Kaukaba. 2014), hlm. 95-99 36 Amrullah dan budianto haris. Pengantar Manajemen. (Yogyakarta : Graha Ilmu. 2004), hlm. 250

23

memiliki sikap bijaksana, jujur, adil, penyantun, demokratis, paham keadaan

ummat, berkorban, qana’ah, istiqomah dan ikhlas.37

Kepemimpinan profetik telah disinggung oleh Al-qur’an dan pada

dasarnya telah dicontohkan oleh para nabi. Menurut Al-Farabi dalam Syamsudin,

menyebutkan dan mendefinisikan bahwasanya kepemimpinan profetik

merupakan sumber aktivitas, sumber peraturan, dan keselarasan hidup dalam

masyarakat, oleh karena itu ia harus memiliki sifat – sifat tertentu seperti: tubuh

sehat, pemberani, cerdas, kuat, pecinta keadilan dan ilmu pengetahuan, serta

memiliki akal sehat yang sempurna, dapat berkomunikasi dengan baik, pengatur

bumi dan penyampai wahyu. Sedangkan menurut Mawardi dalam Syamsudin,

menyampaikan bahwa kepemimpinan profetik adalah wakil Tuhan di muka bumi

sebagai penyampaian seluruh ajaran Al-qur’an, dibentuk untuk menggantikan

fungsi kenabian guna memelihara agama dan mengatur dunia.38

Al-quran memberikan pandangan tersendiri melalui Q.S. Ali Imran: 110

sebagai berikut:

مرون بٱلمعروف وتنهون عن ٱلمنكر خرجت للن اس تأ

ة أ م

كنتم خير أ

نهم ٱلمؤمنون هل ٱلكتب لكان خيرا ل هم م ولو ءامن أ وتؤمنون بٱلل

كث رهم ٱلفسقون وأ

Artinya: “kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,

menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman

kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.

37 Permadi. Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen. (Jakarta: Rineka Cipta. 2006), hlm. 65. 38 Ibid.

24

Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang –

orang fasik”.

Ayat ini menjelaskan tentang penghormatan dan pujian-Nya terhadap

umat Muhammad karena mereka mempunyai kecenderungan untuk berbuat

kebaikan. Keimanan mereka menjadi pondasi dalam memperbaiki keadaan dalam

berbagai hal. Apabila terdapat ahli kitan dengan keimanan mereka terhadap

Tuhannya maka hal tersebut menjadi kebaikan untuk memupuk tali persaudaraan

kemanusiaan yang baik dan benar berdasarkan system kepemimpinan yang

kemaslahatan dunia dan akhirat serta menjauhkan kebatilan yang akan merusak

tatanan agama.

Menurut kuntowijoyo, terdapat empat hal yang tersirat dalam ayat di atas.

Yaitu konsep umat terbaik, aktivisme sejarah, pentingnya kesadaran dan etika

profetik. Pertama, umat manusia akan menjadi umat terbaik, apabila mampu

melaksanakan pengabdian kemanusiaan bagi umat manusia. Kedua, mengemban

misi kemanusiaan, berarti berbuat baik untuk manusia dalam bentuk aktivisme

social dan membentuk sejarah. Ketiga, kesadaran ilahiah, yakni bentuk

keterpanggilan etis untuk kemanusiaan yang dilandasi oleh spirit teologis.

Keempat, etika profetik ini berlaku umum. Yaitu menyeru kebaikan, mencegah

kemungkaran dan beriman kepada Allah.39

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan profetik

merupakan seni karismatik antara pemimpin dan yang dipimpin dalam sebuah

kelompok dimana seorang pemimpin harus menjadi panutan (sidiq, amanah,

fathanah dan tabligh) yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-sunnah, dapat

39 Kuntowijoyo. Muslim Tanpa Masjid. (Bandung: Mizan. 2018), hlm. 378.

25

menginspirasi, mengubah persepsi, pemikiran serta mampu mewujudkan harapan

pengikutnya sebagaimana kepemimpinan Nabi dan Rasul ( prophetic).

3. Pembentukan Kepemimpinan Profetik

1) Melalui Ilmu – ilmu sosial profetik

Asal – usul intelektual ilmu sosial profetik bersumber dari buku

Muhammad iqbal yang berjudul membangun kembali pikiran agama dalam

islam. Ilmu sosial tertentu peka dengan gejala tertentu, tetapi bisa jadi tidak

memperhatikan gejala yang lain. Dalam ilmu, seseorang tidak boleh

memegang ilmunya secara fanatik, termasuk ilmu sosial profetik. Kebenaran

dalam ilmu tidak absolut, melainkan komplementer. ilmu sosial profetik

harus mempunyai perhatian utama. Perhatian utama itu ialah emansipasi umat

yang konkret dan historis dengan menyangkutkannya dengan problem –

problem aktual yang dihadapi umat. Problem sekarang ialah bagaimana

mengantarkan umat dalam transformasi menuju masyarakat industrial, civil

society, ekonomi yang non eksploitatif, masyarakat demokratis, negara

rasional, dan budaya yang manusiawi.40

Prioritas ilmu sosial profetik ialah teorisasi. Sejarah intelektual islam

sangat miskin teori, terutama teori sosial. Salah satu tokoh islam yang kiranya

paling berhak menyandang gelar bapak sosial islam adalah ibn Khaldun

(1332 – 1406). Teori yang beliau kemukakan terlahir karena deduksi dari ayat

– ayat Al-Qur’an dan induksi, pengamatan, dari sejarah bangsa – bangsa

waktu itu. Namun, teori – teorinya selain ada jarak waktu, juga ada jarak

geografis dan sosial dengan masalah umat kontemporer. Jangan dibayangkan

bahwa ilmu sosial profetik adalah bangunan yang monolitis, tanpa dinamika,

40 Ibid, hlm 107 - 109.

26

tidak ada wacana, sebab segalanya sudah selesai dengan semboyan “kembali

ke Al-Qur’an” karena Al-Qur’an adalah pembeda. Yang dijelaskan dalam

qur’an adalah benar dan salah menurut agama (aqidah, syariah, akhlak).

Bukan benar salah menurut ilmu.41

Dengan demikian, ilmu sosial profetik mempunyai peluang sebagai

paradigma baru yang terdiri dari tiga pilar, yaitu amar ma’ruf (humanisasi),

nahi munkar (liberasi) dan tu’minuna billah (transendensi). Liberalisme

mementingkan yang pertama. Marxisme mementingkan yang kedua. Dan

kebanyakan agama yang ketiga. Ilmu sosial profetik mencoba

menggabungkan ketiganya.42 Hal yang lebih penting adalah bagaimana ilmu

sosial profetik dapt menjadi bagian pelayan umat serta menjadi bagian dari

inteligensi kolektif, yang mampu mengarahkan umat ke arah evolusi sosial

secara rasional.43

2) Metode Pendidikan Profetik

Landasan pendidikan profetik seharusnya diorientasikan untuk

menfasilitasi terbentuknya kesadaran ilmiah dengan memformulasikan

konsep – konsep normatif menjadi konsep – konsep teoritis. Pendekatan

deduktif – induktif idealnya diterapkan dalam pembelajaran pengetahuan

umum dan pendidikan moral, hal ini merupakan konsep dasar pendidikan

profetik yang dibutuhkan saat ini. Pendidikan profetik (Prophetic Teaching)

merupakan suatu metode pendidikan yang selalu mengambil inspirasi dari

ajaran Nabi Muhammad SAW. Prinsip dalam pendidikan profetik

mengutamakan integrasi. Dalam memberikan suatu materi atau konsep,

41 Ibid, hlm 111-112. 42 Ibid, hlm 387. 43 Ibid, hlm 398.

27

hukum atau prinsip dikaitkan dengan landasan yang ada di Al-qur’an dan

As-sunnah. Sehingga tujuan dunia (membentuk kepemimpinan Profetik)

maupun akhirat dapat tercapai.44

3) Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal

Untuk membentuk jiwa kepemimpinan profetik dapat juga dengan

menggunakan model pembelajaran berbasis budaya lokal. Misalnya guru

memberikan materi berupa norma yang berlaku dalam masyarakat yaitu

norma agama, kesopanan, kesusilaan dan hukum. Guru akan mengajak siswa

untuk berdiskusi mengenai nilai – nilai budaya lokal dari salah satu suku

yang ada di Indonesia dikaitkan dengan norma – norma yang berlaku di

masyarakat. Misalnya pada suku Gayo yang berada di wilayah aceh memiliki

nilai budaya yang biasa disebut dengan sebutan “sumang” yaitu tindakan atau

perbuatan yang bertentangan dengan adat gayo. Salah satunya sumang

pelangkahen merupakan perbuatan yang tidak boleh dilakukan saat berjalan,

seperti berjalan berdua bergandeng tangan antara laki – laki dan perempuan

yang bukan mahrom.

Kaitan antara norma yang berlaku dalam masyarakat dan nilai budaya

lokal gayo yang telah dicontohkan di atas, merupakan norma agama dalam

masyarakat yaitu dalam agama islam ada beberapa larangan ketika berjalan

dengan yang bukan mahrom. Nilai profetik dapat diberi contoh kepada

peserta didik melalui norma agama yang dikaitkan dengan nilai profetik

44 Khoirul, Muhammad umam. “Paradigma Pendidikan Profetik dalam Pendekatan Pembelajaran Tematik di Madrasah Ibtida’iyah” Makalah disajikan dalam acara The 3rd Annual International Conference on Islamic Education yang diselenggarakan STAI Badrus Sholeh Purwosari Kediri Tanggal 24 -25 Februari. 2018.

28

transendensi sebagai pendidikan hati nurani yang berasal dari aqidah dan

pengalaman secara spiritual.45

45 Sulistiani. “Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal dalam Membentuk Jiwa Profetik – Patriotik Peserta Didik”. Dalam jurnal Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan II. 11 November 2017.