bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulurepository.ump.ac.id/9369/3/bab ii.pdf · pemutih...
TRANSCRIPT
-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Erisiska et al., (2015) melakukan analisis kandungan logam timbal
(Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) dalam produk krim pemutih wajah.
Sampel krim pemutih wajah yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari
krim siang dan krim malam. Sebanyak 6 sampel (3 krim siang dan 3 krim
malam) yang dibeli secara acak di Pasar Pekanbaru dianalisis menggunakan
spektrofotometer serapan atom. Hasil penelitian menunjukkan kandungan
logam Pb tertinggi terlihat pada sampel krim pemutih siang C1 34,91 μg/g,
kandungan logam Cd tertinggi terlihat pada sampel krim pemutih malam C2
1,55 μg/g dan kandungan logam Hg tertinggi ditunjukkan oleh sampel krim
pemutih malam B2 4,18 μg/g. Hasil tersebut berada di atas ambang batas
yang ditetapkan oleh BPOM RI No. HK 03.1.23.08.11.6662 tahun 2011
tentang persyaratan cemaran mikroba dan logam berat dalam kosmetika.
Fatmawati et al., (2017) melakukan analisis timbal (Pb) pada
sediaan eyeshadow dari pasar Kiaracondong dengan metode
spektrofotometri serapan atom. Sampel diambil secara acak dari eyeshadow
yang teregisterasi BPOM dan yang tidak teregistersi BPOM. Hasil
pengujian didapatkan bahwa kadar sampel eyeshadow yang tidak
teregisterasi yaitu 127.356 ; 16.194 dan 6.864 bpj. Pengujian terhadap
ketiga sampel tersebut terdapat 1 sampel yang tidak aman untuk digunakan
yaitu sampel ESTR1. Kadar sampel eyeshadow yang teregisterasi yaitu
3.801; 7.605 dan 2.331 bpj dan ketiganya dinyatakan aman digunakan.
Trisnawati et al., (2017) melakukan identifikasi kandungan merkuri
pada beberapa krim pemutih yang beredar di pasaran (studi dilakukan di
pasar DTC Wonokromo Surabaya). Sampel dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi
BPOM. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
6
analisa kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom. Hasil
penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel mengandung merkuri.
Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim
pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar
224,04 ± 0,35 mg/kg, dan untuk varian A2 adalah 188,20 ± 0,28 mg/kg.
Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BPOM.
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan cemaran logam berat
timbal pada krim pemutih telah dilakukan di beberapa negara. Diantaranya
Umar dan Caleb (2013) telah meneliti kandugan logam timbal dan kadmium
pada beberapa produk kosmetik di Nigeria. Hasil penelitian menunjukkan
kandungan logam timbal pada sampel facial cream di bawah standar yang
ditetapkan WHO yaitu 10 ppm sedangkan kandungan kadmium pada
sampel facial cream di atas standar yang ditetapkan WHO yaitu 0,3 ppm.
Selain itu, Claudia et al., (2011) melakukan penelitian terhadap kandungan
merkuri dalam krim pemutih di Pasar Meksiko, menunjukkan dari total 16
sampel krim pemutih terdapat 6 produk terdeteksi mengandung merkuri.
Peneliti terdahulu menjadi acuan dilaksanakannya penelitian ini.
Dilihat dari hasil penelitian terdahulu, persamaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti tentang timbal pada
kosmetik wajah. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah tempat pengambilan sampel yaitu di Kota Purwokerto.
B. Tinjauan Pustaka
1. Kosmetik
1.1. Definisi kosmetik
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan
untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi dan
membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
7
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik
(BPOM, 2015).
1.2. Penggolongan kosmetik
1.2.1.Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk
penilaian, kosmetik dibagi menjadi 2 (dua) golongan
(BPOM, 2003) :
a. Kosmetik golongan I adalah :
1. Kosmetik yang digunakan untuk bayi.
2. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga
mulut dan mukosa lainya.
3. Kosmetik yang mengandung bahan dengan
persyaratan kadar dan penandaan.
4. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya
belum lazim serta belum diketahui keamanan dan
kemanfaatannya.
b. Kosmetik golongan ll adalah :
Kosmetik yang tidak termasuk golongan I.
1.2.2.Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatan sebagai
berikut (Tranggono et al., 2007) :
a. Kosmetik modern, yaitu berasal dari bahan kimia dan
diolah secara modern, termasuk diantaranya adalah
cosmedics.
b. Kosmetik tradisional, terdiri dari tiga golongan yaitu :
1. Tradisional, misalnya mangir lulur, yang dibuat dari
bahan alam dan diolah menurut resep dan cara yang
dari turun temurun.
2. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi
bahan pengawet agar tahan lama.
3. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen
yang benar-benar tradisional, dan diberi zat warna
yang menyerupai bahan tradisional.
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
8
1.2.3.Penggolongan menurut kegunaannya bagi kulit
(Tranggono et al ., 2007) :
a. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetics)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan
kulit. Termasuk di dalamnya :
1. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser),
misalnya sabun, cleansing cream, cleansing milk,
dan penyegar kulit (freshener).
2. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer),
misalnya moisturizer cream, night cream, anti
wrinkle cream.
3. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen
cream dan sunscreen foundation, sunblock cream
atau lotion.
4. Kosmetik untuk membersihkan sel-sel kulit mati
(peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-
butiran halus.
b. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup
kekurangan pada kulit sehingga menghasilkan
penampilan yang lebih menarik. Dalam kosmetik riasan,
adanya penambahan zat warna dan pewangi sangat besar
(Tranggono et al., 2007). Segala jenis kosmetik, mulai
dari kosmetik pembersih, pelembab, pelindung,
dekoratif (make-up) sampai pengobatan, mempunyai
tujuan yang sama, yaitu memelihara atau menambah
kecantikan pada kulit. Adapun kosmetik dekoratif dapat
dibagi dalam dua golongan (Tranggono et al., 2007) :
a. Kosmetik dekoratif, hanya menimbulkan efek pada
permukaan kulit, misalnya lipstik, bedak, pemerah
pipi, eye-shadow, dan lain-lain.
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
9
b. Kosmetik dekoratif yang digunakan dalam waktu
lama, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut,
pengeriting rambut, dan lain-lain.
1.3.Kategori kosmetik (BPOM, 2003) :
Berdasarkan fungsi kosmetik terdiri dari 13 kategori :
a. Sediaan bayi.
b. Sediaan mandi.
c. Sediaan kebersihan badan.
d. Sediaan cukur.
e. Sediaan wangi-wangian.
f. Sediaan rambul.
g. Sediaan pewarna rambut.
h. Sediaan rias mata.
i. Sediaan rias wajah.
j. Sediaan perawatan kulit.
k. Sediaan mandi surya dan tabir surya.
l. Sediaan kuku.
m. Sediaan higiene mulut.
1.4.Persyaratan kosmetik
Dalam proses pembuatannya, kosmetik yang di produksi dan atau
ingin diedarkan di masyarakat harus memenuhi persyaratan khusus demi
keamanan masyarakat. Persyaratan kosmetik menurut BPOM nomor
HK.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik tahun 2003 antara lain:
1. Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu
serta persyaratan lain yang ditetapkan.
2. Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetika yang baik.
3. Terdaftar dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan. (BPOM, 2003)
2. Krim
2.1.Definisi krim
Menurut Syamsuni (2006) mengatakan bahwa krim (cremore) adalah
bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
10
lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai dan mengandung air tidak kurang dari 60%. Krim ada dua tipe, yaitu
krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M), dimana
krim yang dapat dicuci dengan air (M/A) ditujukan untuk penggunaan
kosmetik dan estetika, selain itu juga krim dapat digunakan untuk
pemberian obat melalui vagina.
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung
tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar yang terdiri
dari dua tipe krim, yaitu: krim tipe air minyak (A/M) dan krim minyak air
(M/A), yang dimana untuk membuatnya digunakan zat pengemulsi yang
umumnya berupa surfaktan–surfaktan anionik, kationik dan nonionik
(Anief, 2000).
2.2.Jenis krim
Berikut ini merupakan beberapa macam sediaan untuk kulit (Sartono,
2002). Face Cream atau krim wajah bertujuan untuk memelihara kulit
wajah, terdapat berbagai macam sediaan face cream atau krim wajah
antara lain :
a. Cold cream
Cold cream digunakan sebagai cleansing, emollient, lubricant dan
massage cream. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan
cold cream, antara lain cera, cetaceum, spermaceti, minyak, parafin,
parfum, air dan bahan pengawet.
b. Cleansing cream
Cleansing cream mengandung sabun dan parafin yang digunakan
untuk membersihkan kulit wajah. Contoh dari sediaan cleansing
cream adalah night cream yang digunakan pada malam hari.
c. Vanishing cream
Vanishing cream termasuk golongan krim yang tidak mengandung
minyak, hanya terdiri dari sabun. Bahan-bahan yang digunakan
dalam vanishing cream, antara lain asam stearat, alkali (kalium
hidroksida, natrium hidroksida, trietanolamin), gliserin, air dan
parfum. Jika ditambah minyak sedikit, misalnya minyak cacao,
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
11
lanolin atau butil stearat, krim ini akan menjadi foundation cream
yang digunakan sebagai dasar bedak. Vanishing cream dapat
digunakan sebagai dasar bedak pada kulit yang berminyak.
2.3.Definisi krim pemutih
Krim pemutih kulit adalah sediaan kosmetik yang berbentuk krim
merupakan campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya yang
digunakan untuk memucatkan noda hitam/coklat pada kulit (SNI,
1998). Menurut Parengkuan et al., (2013) krim pemutih merupakan
campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya dengan khasiat bisa
memutihkan kulit atau memucatkan noda hitam pada kulit. Krim
pemutih wajah sangat bermanfaat bagi wajah yang memiliki berbagai
masalah di wajah, karena mampu mengembalikan kecerahan kulit dan
mengurangi warna hitam pada wajah. Berdasarkan cara penggunaanya
produk whitening kulit dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Skin Bleaching Product whitening yang mengandung bahan aktif
yang kuat, yang berfungsi memudarkan noda-noda hitam pada
kulit. Cara penggunaan produk tersebut adalah dengan
mengoleskan tipis-tipis. pada daerah kulit dengan noda hitam, tidak
digunakan secara merata pada kulit dan tidak digunakan pada siang
hari.
b. Skin Lightening Product perawatan kulit yang digunakan dengan
tujuan agar kulit pemakai tampak lebih putih, cerah dan bercahaya.
Produk whitening kategori ini dapat digunakan secara merata pada
seluruh permukaan kulit.
2.4.Formula krim
Formula umum sediaan krim yaitu sebagai berikut:
a. Zat berkhasiat
Sifat fisika dan kimia dari bahan atau zat berkhasiat dapat
menentukan cara pembuatan dan tipe krim yang dapat dibuat,
apakah krim tipe minyak dalam air atau tipe air dalam minyak
(Lachman, 1994).
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
12
b. Bahan dasar Krim
Merupakan suatu emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak,
bahan dasarnya adalah minyak dan air. Fasa minyak yang dapat
digunakan adalah beraneka ragam lemak, baik yang berasal dari
alam maupun lemak sintetik (Lachman, 1994).
c. Bahan tambahan
Untuk mendapatkan formula krim yang lebih baik biasanya
ditambahkan beberapa bahan tambahan dengan maksud tertentu.
Bahan-bahan yang sering digunakan adalah:
1. Zat pengemulsi
Digunakan untuk menstabilkan emulsi. Pemilihan zat
pengemulsi harus disesuaikan dengan tipe dan sifat krim yang
dikehendaki. Umumnya dibedakan dengan golongan zat
pengemulsi, yaitu: surfaktan, koloid hidrofilik dan zat padat
yang terbagi halus.
a. Surfaktan (zat aktif permukaan) adalah zat yang mampu
mengurangi tegangan antar muka. Pemilihan surfaktan
didasari atas tipe dan sifat krim yang dikehendaki.
Misalnya: trietanolamin stearat dan lemak bulu domba.
b. Koloid hidrofilik adalah polimer yang peka terhadap air
dapat mengembang atau larut dalam air. Pada umumnya
cenderung membentuk emulsi tipe minyak dalam air.
Kegunaannya sebagai pembantu zat pengemulsi, zat
pengental dan sebagai penstabil emulsi. Misalnya gelatin,
gom, tragakan.
c. Zat pendispersi adalah zat-zat yang dapat diabsorpsi pada
batas antar muka dua fase yang tidak dapat bercampur
dengan membentuk suatu lapisan partikel disekitar partikel
terdispersi. Sebagai contoh zat pendispersi adalah veegum,
bentonit, karbon hitam (Lachman, 1994).
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
13
2. Zat pengawet
Berguna untuk mencegah pertumbuhan berbagai
mikroorganisme. Karena krim umumnya mengandung protein
maka akan menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Oleh
karena itu perlu ditambahkan ke dalam formulanya suatu
pengawet seperti metal para hidroksi benzoat (0,12 – 0,18%),
propil para hidroksi benzoat (0,002 - 0,05%) (Lachman, 1994).
3. Antioksidan
Beberapa senyawa organik dan lemak yang teremulsi pada
umumnya mudah mengalami reaksi oksidasi bila dibiarkan
dalam udara terbuka. Pada reaksi otooksidasi minyak-minyak
tidak jenuh seperti minyak nabati dapat mengalami ketengikan
sedangkan minyak-minyak mineral dan hidrokarbon jenuh
dapat mengalami degradasi oksidatif (pemecahan rantai) reaksi
ini dapat dihambat dengan penambahan antioksidan seperti butil
hidroksi anisol/BHA (0,1%) dan butil hidroksi toluene/BHT
(0,1%) yang umum disediakan dalam sediaan kosmetika
(Lachman, 1994).
4. Pendapar
Dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk
menjaga stabilitas sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas
bahan aktif. Pemilihan pendapar harus diperhitungkan
ketercampurannya dengan bahan lainnya yang terdapat dalam
sediaan, terutama pH efektif untuk pengawet. Perubahan pH
sediaan dapat terjadi karena perubahan kimia zat aktif atau zat
tambahan dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin
pengaruh pembawa atau lingkungan. Kontaminasi logam pada
proses produksi atau wadah (tube) seringkali merupakan
katalisator bagi pertumbuhan kimia dari bahan sediaan
(Lachman, 1994).
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
14
5. Pelembab atau humektan
Ditambahkan dalam sediaan topikal dimaksudkan untuk
meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan
jaringan menjadi lunak, mengembang dan tidak berkeriput
sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat tambahan
ini adalah: gliserol, PEG, sorbitol (Lachman, 1994).
6. Peningkat Penetrasi Zat
Tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat
yang terpenetrasi agar dapat digunakan untuk tujuan pengobatan
sistemik lewat dermal (kulit). Syarat-syarat :
a. Tidak mempunyai efek farmakologi.
b. Tidak menyebabkan iritasi alergi atau toksik.
c. Bekerja secara cepat dengan efek terduga.
d. Dapat dihilangkan dari kulit secara normal.
e. Tidak mempengaruhi cairan tubuh, elektrolit dan zat
endogen lainnya.
f. Dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan banyak zat.
g. Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik
h. Dapat menyebar pada kulit (Lachman, 1994).
7. Zat pewangi dan pewarna
Penambahan zat pewangi dan zat pewarna bertujuan untuk
meningkatkan daya tarik dan penampilan yang lebih baik dari
suatu krim (Lachman, 1994). Dalam pebuatan sediaan
dermatologi bentuk setengah padat, ternyata pemilihan bahan
dasar yang tepat adalah sangat penting karena jenis bahan dasar
sediaan sangat mempengaruhi efek terapi dari duatu obat
disamping faktor-faktor seperti konsentrasi obat, penetrasi obat
ke dalam kulit, lama pengobatan, keadaan kulit, dll (Lachman,
1994).
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
15
3. Timbal
3.1.Karakteristik timbal
Timbal merupakan logam yang termasuk dalam kelompok logam
berat golongan IV A, mempunyai nomor atom 82, berat molekul 207,2 dan
berat jenis sebesar 11,34 g/cm 3. Timbal berwarna kebiru-biruan dan abu-
abu keperakan dengan titik leleh 327,5oC dan titik didih pada tekanan
atmosfer 1740oC (Tangahu et al, 2011). Timbal sebagai logam berat
merupakan unsur yang terbanyak di alam. Timbal nampak mengkilap atau
berkilauan ketika baru dipotong, tetapi segera menjadi buram ketika kontak
dengan udara terbuka (Sugiarto et al., 2010).
Menurut Sudarmaji et al (2006), kadar Pb yang secara alami dapat
ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb yang tercampur
dengan batu fosfat dan terdapat didalam batu pasir (sand stone) kadarnya
lebih besar yaitu 100 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5 -
25 mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1- 60
μg/liter. Secara alami Pb juga ditemukan di permukaan air. Kadar Pb pada
air telaga dan air sungai adalah sebesar 1 -10 μg/liter. Dalam air laut kadar
Pb lebih rendah dari dalam air tawar. Laut Bermuda yang dikatakan terbebas
dari pencemaranpun mengandung Pb sekitar 0,07 μg/liter. Kandungan Pb
dalam air danau dan sungai di USA berkisar antara 1-10 μg/liter. Secara
alami Pb juga ditemukan di udara yang kadarnya berkisar antara 0,0001 -
0,001 μg/m3. Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah
menjadi PbS (golena), PbCO3 (cerusite) dan PbSO4 (anglesite) dan ternyata
golena merupakan sumber utama Pb yang berasal dari tambang.
Sifat dan kegunaan timbal (Darmono, 1995) :
a. Mempunyai titik lebur yang rendah sehingga mudah digunakan dan
murah biaya operasinya.
b. Mudah dibentuk karena logam ini lunak.
c. Mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan untuk
melapisi logam untuk mencegah perkaratan.
d. Bila dicampur dengan logam lain membentuk logam campuran yang
lebih bagus dari pada logam murninya.
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
16
e. Kepadatannya melebihi logam lain.
3.2.Keracunan timbal (Pb)
Menurut Richard et al (2006) keracunan timbal disebabkan oleh hal-
hal berikut ini :
a. Afinitasnya tinggi untuk gugus sulfihidril, dapat menghambat fungsi
enzim seperti enzim-enzim yang terlibat dalam penyatuan besi ke dalam
molekul heme.
b. Kompetisi dengan ion kalsium untuk memperebutkan
penyimpanannya di dalam tulang.
c. Inhibisi enzim yang berkaitan dengan membran sel sehingga terjadi
gangguan pada kelangsungan hidup sel darah merah (hemolisis),
kerusakan ginjal dan hipertensi.
d. Gangguan pada metabolisme 1,25 dihidroksivitamin D.
Paparan bahan tercemar Pb dapat menyebabkan gangguan pada
organ sebagai berikut:
a. Gangguan terhadap fungsi ginjal
Pb dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus renal, nephropati
irreversible, sclerosis vaskuler, sel tubulus atropi, fibrosis dan sclerosis
glumerolus. Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria dan
glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi nefritis
kronis.
b. Gangguan terhadap sistem reproduksi
Pb dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi berupa
keguguran, kesakitan dan kematian janin. Pb mempunyai efek racun
terhadap gamet dan dapat menyebabkan cacat kromosom. Anak -anak
sangat peka terhadap paparan Pb di udara. Paparan Pb dengan kadar
yang rendah yang berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ. Pada
wanita hamil Pb dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut
masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi
lahir, Pb akan dikeluarkan bersama air susu ibu (Widowati et al., 2008).
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
17
c. Gangguan terhadap sistem hemopoitik
Keracunan Pb dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan
sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi
dalam serum. Anemia ringan yang terjadi disertai dengan sedikit
peningkatan kadar ALA (Amino Levulinic Acid) urine. Dapat dikatakan
bahwa gejala anemia merupakan gejala dini dari keracunan Pb pada
manusia.
d. Gangguan terhadap sistem syaraf
Efek pencemaran Pb terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak- anak
dibandingkan pada orang dewasa. Paparan menahun dengan Pb dapat
menyebabkan lead encephalopathy. Gambaran klinis yang timbul
adalah rasa malas, mudah tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi,
mudah lupa, sukar konsentrasi dan menurunnya kecerdasan. Daya
racun Pb di dalam tubuh di antaranya disebabkan oleh penghambatan
enzim oleh ion-ion Pb2+. Enzim yang diduga dihambat adalah yang
diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Pada jaringan atau organ
tubuh, logam Pb akan terakumulasi pada tulang, karena logam ini dalam
bentuk ion (Pb2+) mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium)
yang terdapat pada jaringan tulang. Tulang berfungsi sebagai tempat
pengumpulan Pb karena sifat-sifat ion Pb2+ yang hampir sama dengan
dengan Ca2+ (Fardiaz, 1992). Dalam tubuh, lebih dari 90 % Pb disimpan
dalam tulang (Sumardjo, 2009).
3.3.Timbal (Pb) pada krim
Logam berat yang terkandung dalam kosmetik umumnya
merupakan zat pengotor (impuritis) pada bahan dasar pembuatan kosmetik.
Pada umumnya, logam berat dapat dijumpai di alam seperti terkandung di
dalam tanah, air, dan batuan. Bahan-bahan alam tersebut digunakan sebagai
bahan dasar atau pigmen dalam industri kosmetik (BPOM RI, 2014).
Kosmetik khususnya krim pemutih merupakan produk yang
diformulasikan dari berbagai bahan aktif dan bahan kimia yang akan
bereaksi ketika diaplikasikan pada jaringan kulit, maka keamanan kosmetik
dari bahan-bahan berbahaya perlu diperhatikan. Belakangan, ditemukan
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
18
banyak bahan berbahaya yang terkandung dalam produk kosmetik di
pasaran. Bahan berbahaya ditemukan pada jenis kosmetik pemutih, anti-
aging dan beberapa kosmetik dekoratif (Erasiska et al., 2015).
Menurut Erasiska (2015), keberadaan logam berat dalam produk
krim pemutih dapat membahayakan manusia. Logam berat yang terkandung
dalam kosmetik umumnya merupakan zat pengotor pada bahan dasar
pembuatan kosmetik. Kandungan logam berat dalam kadar yang berlebih
dalam kosmetik baik yang ditambahkan dengan sengaja atau tidak sengaja
sangat tidak dibenarkan karena logam berat tersebut akan kontak dengan
kulit secara langsung. Apabila terabsorpsi, logam berat akan masuk kedalam
darah dan menyerang organ-organ tubuh sehingga mengakibatkan berbagai
penyakit.
Toksisitas timbal (Pb) terjadi saat kadar timbal darah lebih dari 40-
60 μg/dL (Flora et al., 2012). Paparan timbal dalam jangka waktu panjang
dapat menimbulkan berbagai kelainan. Pada orang dewasa dapat
menyebabkan gejala anoreksia, muntah, nyeri perut, diare atau konstipasi.
Penderita akan mengalami sakit kepala, lesu, depresi, gangguan tidur berupa
insomnia atau hipersomnolen, kadang berkelakuan agresif atau antisosial,
tidak dapat berkonsentrasi. Pada paparan yang lebih berat dapat
menyebabkan anemia mikrositik, neuropati motorik, hipertensi,
hiperurikemia, dan gagal ginjal. Pada laki-laki dapat menurunkan libido,
menurunkan jumlah sperma dan menyebabkan morfologi sperma yang
abnormal sehingga mengakibatkan infertilitas. Pada wanita menyebabkan
gangguan menstruasi, pada ibu hamil dapat menyebabkan abortus spontan
atau bayi lahir mati. Pada anak-anak yang dalam waktu lama terpapar timbal
dapat menyebabkan gangguan proses belajar, menurunkan daya tangkap
dan intelegensia. Anak mengeluh sakit kepala, menjadi iritatif, hiperaktif,
sulit tidur, atau malah menjadi letargi, anoreksia tapi tidak muntah, perut
sering kolik, diare atau konstipasi. Anemia juga dapat terjadi. Bila terdapat
gejala nyeri perut, anemia hemolitik, gangguan neurologis termasuk sakit
kepala, haruslah dicurigai keracunan timbal (Panggabean et al., 2008).
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
19
Menurut Wasitaadmadja (1997), kosmetika mudah teroksidasi oleh
udara sehingga terjadi pemecahan bahan yang terkandung di dalamnya yang
akan mengubah warna dan bentuk kosmetika. Berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011
tentang Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetika,
diubah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Persyaratan cemaran mikroba dan logam berat dalam kosmetika
Jenis Cemaran Persyaratan
Merkuri (Hg) Tidak lebih dari 1 mg/kg atau 1 mg/l (1 ppm)
Timbal (Pb) Tidak lebih dari 20 mg/kg atau 20 mg/l (20 ppm)
Arsen (As) Tidak lebih dari 5 mg/kg atau 5 mg/l (5 ppm)
Kadmium (Cd) Tidak lebih dari 5 mg/kg atau 5 mg/l (5 ppm)
Sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011.
4. Destruksi
Destruksi merupakan proses perusakan oksidatif dari bahan organik
sebelum penetapan suatu analit anorganik atau untuk memecah ikatan
dengan logam. Agar unsur-unsur tersebut tidak saling mengganggu dalam
analisis, maka salah satu unsur harus dihilangkan, dengan adanya proses
destruksi tersebut diharapkan yang tertinggal hanya logam-logamnya saja.
Dalam pendestruksian hendaknya memilih zat pengoksidasi yang cocok
baik untuk logam maupun jenis sampel yang akan dianalisis. Secara umum,
destruksi ada dua yaitu destruksi basah dan destruksi kering (Dewi, 2012).
4.1.Destruksi basah
Pada umumnya destruksi basah dapat menentukan unsur-unsur
dengan konsentrasi yang rendah (Wulandari et al., 2013). Destruksi basah
dilakukan dengan cara menguraikan bahan organik dalam larutan asam
pengoksidasi pekat (H2SO4, HNO3, H2O2 dan HClO4) dengan pemanasan
sampai jernih. Mineral anorganik akan tertinggal dan larut dalam larutan
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
20
asam kuat. Mineral berada dalam bentuk kation logam dan ikatan kimia
dengan senyawa organik telah terurai. Larutan selanjutnya disaring dan siap
dianalisis dengan SSA (Dewi, 2012).
Larutan asam nitrat pekat merupakan asam yang paling efektif dan
paling sering digunakan dalam destruksi basah karena dapat memecah
sampel menjadi senyawa yang mudah terurai dan larutan asam nirtat pekat
sendiri sukar menguap (Dewi, 2012). Preparasi sampel dengan metode
destruksi basah dilakukan pada suhu rendah dan dengan penambahan
campuran asam kuat untuk mendestruksi senyawa organik dan bahan lain
dalam sampel. Metode destruksi basah lebih sering dilakukan untuk analisis
sampel yang mudah menguap. Keuntungan dengan metode analisis ini
adalah waktu dan proses pengerjaannya lebih cepat, kehilangan mineral
akibat penguapan dapat dihindari. Hanya saja dengan metode destruksi
basah ini kemungkinan kesalahan lebih besar akibat penggunaan reagen
yang lebih banyak dan dalam pengerjaannya membutuhkan perhatian yang
ekstra dari analis karena dalam pelaksanaannya reaksi yang terjadi
berlangsung kuat dan dapat membuat residu keluar, maka selama
pemanasan harus lebih berhati-hati (Gandjar dan Rohman, 2007).
4.2.Destruksi kering
Destruksi kering dilakukan dengan cara sampel yang akan dianalisis
dipanaskan pada temperatur lebih dari 500ºC. Selain itu dapat menguapkan
senyawa organik dari C, H, O dan N menjadi gas seperti CO2, CO, NO, NO2,
H2O, dan sebagainya. Keuntungan metode ini adalah sederhana dan
terhindar dari pengotor seperti dalam metode destruksi basah, namun dapat
terjadi kehilangan unsur-unsur mikro tertentu. Di samping itu, dapat juga
terjadi reaksi antara unsur dengan bahan wadah. Pada destruksi kering,
material yang berisi unsur yang rendah ditempatkan dalam wadah silika atau
porselin (Dewi, 2012).
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
21
5. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
5.1.Prinsip Analisis Serapan Atom
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika
mengamati garis-garis hitam pada spektrum matahari. Spektroskopi serapan
atom pertama kali digunakan pada tahun 1955 oleh Walsh. Sesudah itu,
tidak kurang dari 65 unsur diteliti dan dapat dianalisis dengan cara tersebut.
Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur
logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara
analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan
tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut.
Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan
yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif
sederhana, dan interferensinya sedikit. Spektroskopi serapan atom
didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar
yang diserap biasanya sinar tampak atau ultraviolet. Dalam garis besarnya
prinsip spektroskopi serapan atom sama saja dengan spektofotometri sinar
tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada bentuk spektrum, cara
pengerajaan sampel, dan peralatannya (Gandjar dan Rohman, 2007).
5.2.Pelebaran Spektrum Serapan Atom
Molekul apabila dikenakan radiasi elektromagnetik akan terjadi
tumpang tindih posisi energi rotasi, vibrasi dan elektronik. Dengan
demikian spektrum molekul cenderung merupakan pita serapan. Pada atom
sebaliknya tidak terjadi kebersamaan energi, yang ada hanya energi
elektronik. Oleh sebab itu spektrum atom cenderung merupakan garis-garis
serapan. Pada spektrofotometri serapan atom (SSA) tidak didapat garis-
garis spketrum amaliah atom 10-4 A. Ada dua penyebab pelebaran tersebut
yang dikenal sebagai pelebaran Doppler dan pelebaran tekanan (Mulya,
1995).
Pelebaran Doppler disebabkan atom-atom netral di dalam nyala
bergerak dengan kecepatan yang tinggi mendekati atau menjauhi radiasi
yang datang. Akibat kedua peristiwa tersebut maka panjang gelombang
radiasi yang datang akan diperkecil atau diperbesar. Perbedaan terhadap
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
22
panjang gelombang puncak serapan akan menyebabkan pelebaran garis
puncak serapan, karena panjang gelombang puncak serapan masih juga
diserap (Mulya, 1995).
Pelebaran tekanan disebabkan peristiwa tumbuhan antar atom
sendiri di dalam nyala. Tumbukan-tumbukan atom akan menyebabkan
perubahan tingkat energi asas atom tersebut. Sedangkan tingkat energi asas
semula kalau tidak terjadi tumbukan antar atom juga masih terhitung.
Perbedaan tingkat energi asas atom-atom tersebut akan menimbulkan
perbedaan panjang gelombang, yang akan berakibat pelebaran garis-garis
spketrum serapan (Mulya, 1995).
5.3.Instrumen Spektrofotometri Serapan Atom
Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada
gambar 2.1. berikut ini:
Gambar 2.1
Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom
(Sumber: Watson, 1999)
5.3.1.Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga
(hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang
mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder
berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu.
Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan
rendah (1-015 torr). Neon biasanya lebih disukai karena memberikan
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
23
intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. Bila antara anods dan katoda
diberi suatu selisih tagangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan
memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang
mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elekton-elektron dengan
energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan
dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia
akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion-ion gas
mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda
dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan
diatas, pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang
akan dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas
mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar keluar dari
permukaan kartoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan
mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan
akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur
yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).
Salah satu kelemahan penggunaan lampu katoda berongga adalah
salah satu lampu digunakan untuk satu unsur, akan tetapi saat ini telah
banyak dijumpai suatu lampu katoda berongga kombinasi; yakni satu
lampu dilapisi dengan beberapa unsur saehingga dapat digunakan untuk
analisis beberapa unsur sekaligus (Gandjar dan Rohman, 2007).
5.3.2.Tempat Sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang
akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih
dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk
mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan (flame) dan
dengan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2007).
a. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau
cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi.
Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
24
digunakan, misalkan untuk gas batu bara-udara, suhunya kira-kira sebesar
18000C, gas alam-udara 17000C, Asetilen-udara 22000C, dan gas asetilen-
dinitrogen oksida (N2O) sebesar 30000C (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pemilihan macam bahan bakar sangat mempengaruhi suhu nyala.
Komposisi perbandingannya sangat mempengaruhi suhu nyala. Sumber
nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai
bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi. Propana-udara dipilih
untuk logam-logam alkali karena suhu nyala yang lebih rendah akan
mengurangi banyaknya ionisasi. Nyala hidrogen-udara lebih jernih
daripada nyala asetilen-udara dalam daerah UV (di bawah 220 nm) dan
juga karena sifatnya yang mereduksi maka nyala ini sesuai untuk
penetapan arsenik dan selenium (Gandjar dan Rohman, 2007).
Cara pengatoman pada nyala yaitu dengan memasukkan sampel ke
dalam nyala dengan cara yang ajeg dan seragam membutuhkan suatu alat
yang mampu mendispersikan sampel secara seragam di dalam nyala. Ada
beberapa cara atomisasi dengan nyala ini, yaitu :
1. Cara langsung (Pembakaran konsumsi total atau total consumption
burner)
Pada cara ini, sampel dihembuskan secara langsung ke dalam nyala,
dan semua sampel akan dibakar oleh pembakar. Variasi ukuran kabut
(droplet) sangat besar. Diameter partikel rata- rata sebesar 20 mikron,
dan sejumlah partikel ada yang mempunyai diameter lebih besar 40
mikron. Semakin besar kabut yang melewati nyala (tanpa semuanya
diuapkan), maka efisiensinya semakin rendah (Gandjar dan Rohman,
2007).
2. Cara tidak langsung
Pada model ini, larutan sampel dicampur terlebih dahulu dengan
bahan pembakar dan bahan pengoksidasi dalam suatu kamar
pencampuran sebelum dibakar. Tetesan-tetesan yang besar akan
tertahan dan tidak masuk ke dalam nyala. Dengan cara ini, ukuran
terbesar yang masuk ke dalam nyala ± 10 mikron sehingga nyala lebih
stabil dibandingkan dengan cara langsung. Masalah yang terkait
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
25
dengan penggunaan cara ini adalah adanya kemungkinan nyala
membakar pencampuran dan terjadi ledakan. Akan tetapi, hal ini dapat
dihindari dengan menggunakan lubang sempit atau dengan cara
mematuhi aturan yang benar terkait dengan cara menghidupkan gas
(Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Tanpa nyala (Flameless)
Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom
gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu
besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu muncullah
suatu teknik atomisasi baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman
dapat dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit
(untuk sampel cair diambil hanya beberapa μL. Sementara sampel padat
diambil beberapa mg), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian
tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara
melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang
akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini
dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga
terjadilah proses penyerapan energi yang memenuhi kaidah analaisa
kualitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap
yaitu: pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah,
pengabuan (ashing) membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk
menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis,
dan pengatoman (atomising). Pada umumnya waktu dan suhu pemanasan
tanpa nyala dilakukan dengan cara terprogram (Gandjar dan Rohman,
2007).
5.3.3.Monokromator
Monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih
panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping sistem
optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk
memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
26
5.3.4.Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton
(photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem
deteksi yaitu: (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan
radiasi kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi
resonansi (Gandjar dan Rohman, 2007).
5.3.5.Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan
sebagai sistem pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat
yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transimisi atau absorbsi.
Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu
recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar
dan Rohman, 2007).
5.3.Gangguan-Gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Yang dimaksud dengan gangguan-gangguan (interference) pada
SSA adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi
unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang
sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguan-gangguan yang
dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut:
a. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat
mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala;
b. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya
atom yang terjadi dalam nyala;
c. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi
atom yang dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang
tidak terdisosiasi di dalam nyala.
d. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non-atomic absorption)
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
27
6. Pemakaian Analisis SSA
Teknik SSA menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini
disebabkan oleh kecepatan analisisnya, ketelitiannya sampai tingkat runut,
dan tidak memerlukan pemisahan pendahuluan. Kelebihan kedua adalah
kemungkinan untuk menentukan konsentrasi semua unsur pada konsentrasi
yang runut. Ketiga, sebelum pengukuran tidak selalu perlu memisahkan
unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan unsuar lain dapat
dilakukan asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. SSA dapat
digunakan sampai enam puluh satu logam. Non logam yang dapat dianalisis
adalah fosfor dan boron. Logam alkali dan alkali tanah paling baik
ditentukan dengan metode emisi secara fotometri nyala (Khopkar, 1990).
7. Validasi Metode Analisis
Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP)
dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik,
reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu
metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa
parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengalami problem
analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi, ketika:
1. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu;
2. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan
atau karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa
metode baku tersebut harus direvisi;
3. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah
bearubah seiring dengan berjalannya waktu;
4. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh
analis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda;
5. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara
metode baru dan metode baku (Gandjar dan Rohman, 2007).
a. Ketepatan (akurasi)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara
nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
28
sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit
yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan
skiping pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi
diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan
rujukan standar (standard reference material, SRM). Untuk
mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan
data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda
(misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan
sebagai presentasw perolehan kembali (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan
biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah
sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Sesuai dengan ICH,
presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu:
keterulangan (repeatibility), presisi antara (intermediate precision), dan
ketertiruan (reproducibility).
1. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang
sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya maupun
waktunya.
2. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang
berbeda baik orangnya, peralatannya, tempatnya maupun waktunya.
3. Ketertituan merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain.
Dokumentasi presisi seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan
baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV), dan kisaran kepercayaan
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya
menggunakan 2 parameter yang pertama, yaitu keterulangandan presisi
antara. Reprodusibilitas biasanya dilakukan ketika akan melakukan uji
banding antar laboratorium. Presisi seringkali diekspresikan dengan SD
atay strandar deviasi relatif (RSD) dari serangkaian data. Nilai RSD
dirumuskan dengan:
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
29
%RSD = 𝑆𝐷
�̅� × 100% ; yang mana 𝑥 merupakan rata-rata data, dan SD
adalah standar deviasi serangkaian data (Gandjar dan Rohman, 2007).
Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian
kajian-kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti linieritas atau
akurasi. Biasanya replikasi 6-15 dilakukan pada sampel tunggal untuk
tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-
2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah
yang banyak; sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar
sekelumit, RSD berkisar antara 5-15% (Gandjar dan Rohman, 2007).
c. Batas Deteksi (limit of detection, LOD)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah
dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat
dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara spesifik
menyatakan apakan analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Definisi
batas deteksi yang paling umum digunakan dalam kimia analisis adalah
espon sebesar respon blanko (yb) ditambah dengan 3 simpangan baku
blanko (3Sb) (Gandjar dan Rohman, 2007).
LOD seringkali dieskpresikan sebagai suatu konsentrasi pada rasio
signal terhadap derau (signal to noise ratio) yang biasanya rasionya 2
atau 3 dibanding 1. ICH mengenalkan suatu konvensi metode signal to
noise ratio ini, meskipun demikian ICH juga menggunakan 2 metode
pilihan lain untuk menentukan LOD yakni: metode non instrumental
visual dan dengan metode perhitungan. Metode non instrumental visual
digunakan pada tektik kromatografi lapis tipis dan pada metode titimetri.
LOD juga dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon
dengan kemiringan (slope, S) kurva baku pada level yang mendekati
LOD sesuai dengan rumus, LOD = 3,3 (SD/S). Standar deviasi respon
dapaitentukan berdasarkan pada standar deviasi blanko, pada standar
deviasi residual dari garis regresi, atau standar deviasi intersep y pada
garis regresi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
30
d. Batas Kuantifikasi (limit of quantification, LOD)
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah
dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang
dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.
Sebagaimana LOD, LOQ juga diekspresikan sebagai konsentrasi
(dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan). Kadang-kadang rasio
signal to noise 10:1 digunakan untuk menentukan LOQ. Perhitungan
LOQ dengan rasio signal to noise 10:1 merupakan aturan umum,
meskipun demikian perlu diingat bahwa LOQ merupakan suatu
kompromi antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang
dipersyaratkan. Jadi, jika konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga
menurun. Jika presisi tinggi dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ yang
lebih tinggi harus dilaporkan (Gandjar dan Rohman, 2007).
ICH mengenalkan metode ratio signal to noise ini, meskipun
demikian sebagaimana dalam perhitungan LOD, ICH juga menggunakan
2 metode pilihan lain untuk menentukan LOQ yaitu: (1) metode non
instrumental visual dan (2) metode perhitungan. Sekali lagi, metode
perhitngan didasarkan pada standar deviasi respon (SD) dan slope (S)
kurva baku sesuai dengan rumus: LOQ = 10 (SD/S). Standar deviasi
respon dapat ditentukan berdasarkan standar deviasi blanko padastandar
deviasi residual garis regresi linier atau dengan standar deviasi intersep-
y pada garis regresi (Gandjar dan Rohman, 2007).
e. Linieritas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh
hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi
analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan
seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y)
dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan
pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat kecil, untuk
selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan
koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007).
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019
-
31
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian
Pendataan merek krim pemutih wajah yang beredar di pasar
swalayan dan pasar tradisional di Kota Purwokerto.
Krim pemutih wajah
berbagai merek Preparasi sampel
Metode
Spektrofotometri
Serapan Atom
Pemeriksaan
kandungan timbal
Persyaratan BPOM
Nomor
HK.03.1.23.07.11.6662
Tahun 2011
Kesimpulan
Ada
Tidak
Memenuhi
syarat ≤ 20 ppm
Tidak
memenuhi
syarat ≥ 20
ppm
Pengambilan sampel uji
Analisis Logam Timbal..., Annisa Maharani, Fakultas Farmasi, UMP, 2019