bab ii tinjauan pustaka a. penelitian...

13
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan suatu penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Penelitian terdahulu berfungsi sebagai acuan penelitian ini karena untuk memudahkan bagi peneliti untuk mengaplikasikan penelitiannya. No. Judul dan Penulis Variabel Alat analisis Hasil Penelitian 1. Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan antar Kecamatan di Kabupaten Kebumen tahun 1996-2000 (Ahmad Salihabror,2002) a. PDRB b. PDRB Perkapita c. Jumlah Penduduk a. Indeks Williamson b. Shift Share a. bedasarkan indeks Williamson, kabupaten kebumen dapat dikatakan mengalami pemerataan tingkat pendapatan dengan rata-rata 0,385 masih di ambang kritis 0,5 b. dari proposional shift share component (Pj) menunjukan enam sektor yang tumbuh relative cepat pada tingkat kecamatan dari pada di tingkat kabupaten 2. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Ketimpangan antar Wilayah Kecamatan di a. PDRB b. PDRB Perkapita c. Jumlah Penduduk d. Laju Pertumbu a.Indeks Williamson b.Tipologi Klassen a. Kebanyakan kecamatan di kabupaten kebumen berada pada daerah relative tertinggal (tipologi IV) b. Bedasarkan indeks

Upload: trinhkhuong

Post on 07-Jul-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan suatu penelitian yang telah dilakukan oleh

peneliti-peneliti lain. Penelitian terdahulu berfungsi sebagai acuan penelitian ini

karena untuk memudahkan bagi peneliti untuk mengaplikasikan penelitiannya.

No. Judul dan

Penulis Variabel Alat analisis

Hasil Penelitian

1. Analisis Laju

Pertumbuhan

Ekonomi dan

Ketimpangan

Pendapatan

antar Kecamatan

di Kabupaten

Kebumen tahun

1996-2000

(Ahmad

Salihabror,2002)

a. PDRB

b. PDRB

Perkapita

c. Jumlah

Penduduk

a. Indeks

Williamson

b. Shift Share

a. bedasarkan indeks

Williamson,

kabupaten kebumen

dapat dikatakan

mengalami

pemerataan tingkat

pendapatan dengan

rata-rata 0,385

masih di ambang

kritis 0,5

b. dari proposional

shift share

component (Pj)

menunjukan enam

sektor yang tumbuh

relative cepat pada

tingkat kecamatan

dari pada di tingkat

kabupaten

2. Analisis

Pertumbuhan

Ekonomi dan

Tingkat

Ketimpangan

antar Wilayah

Kecamatan di

a. PDRB

b. PDRB

Perkapita

c. Jumlah

Penduduk

d. Laju

Pertumbu

a.Indeks

Williamson

b.Tipologi

Klassen

a. Kebanyakan

kecamatan di

kabupaten kebumen

berada pada daerah

relative tertinggal

(tipologi IV)

b. Bedasarkan indeks

9

Kabupaten

Kebumen tahun

2000-2006

(Teguh Prayitno,

2009

han

Ekonomi

Williamson

menunjukan bahwa

sebelum dan

sesudah pemekaran

wilayah,tingkat

ketimpangan di

kabupaten kebumen

adalah rendah.

3.

Analisis laju

Pertumbuhan

Ekonomi dan

Tingkat

Ketimpangan

antar Wilayah

Kecamatan di

Kabupaten

semarang tahun

2000-

2004(Widya

Puspita Ayu,

2008)

a. PDRB

b. PDRB

Perkapita

c. Jumlah

Penduduk

d. Laju

Pertumbu

han

Ekonomi

a. Tipologi

Klasen

b. LQ

c. Shift Share

d. Indeks

Williamson

e. Indeks

Theils

a. Hasil dari Tipologi

Klassen adalah

kecamatan yang

termasuk pada

kuadran I yaitu Kec.

Pringapus dan Kec.

Bergas. Pada

kuadran II yaitu

Kec. Ungaran dan

Kec. Pabelan.

Kuadran III terdapat

Kec. Tuntang, Kec.

Jambu dan

Kec.Ungaran.

Sedangkankuadran

IV yaitu Kec. Suruh,

Kec. Banyubiru,

Kec.Ambarawa,Kec.

Bawen, Kec.

Sumowono, Kec.

Getasan, Kec.

Bringin, Kec.

Bancak, Kec.

Kaliwungu, dan

Kec. Susukan

b. Nilai rata-rata

indeks Williamson

kabupaten Semarang

adalah 0,533,

sedangkan nilai rata-

rata indeks entropy

Theil sebesar 18,344

c. LQ tiap kecamatan

di Kabupaten

10

Semarang

kebanyakan

bersektor basis pada

pertanian,

sedangkan sektor

industri merupakan

sektor basis di

empat kecamatan

saja, dari 17

kecamatan di

kabupaten semarang

d. Hasil Analisis Shift

Share diketahui

terdapat 6 sektor

yang mempunyai

nilai Pj>0 merata di

kecamatan

Kabupaten

Semarang,sektor

tersebut adalah

sektor industri,

sektor, listrik, gas

dan air, sektor

bangunan, sektor

angkutan, dan sektor

jasa

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang saya lakukan yaitu terletak

pada alat analisis yang di gunakan, dimana menggunakan data sekunder yang

bersumber dari Badan Pusat Statistik Daerah. Sementara perbedaannya dengan

penelitian yang saya lakukan terletak dari variabel yang di gunakan, obyek yang

akan diteliti, tahun penelitian, dan permasalahan yang terjadi di wilayah yang akan

diteliti.

11

B. Landasan Teori

1. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Menurut pandangan para ekonom klasik (Adam Smith, David Ricardo,

Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill), maupun ekonom neoklasik

(Robert Solow dan Trevor Swan), pada dasarnya ada empat faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu a. jumlah penduduk, b. jumlah

stok barang modal, c. luas tanah dan kekayaan alam, dan d. tingkat tekonologi

yang di gunakan (Sukirno, 1985). Suatu perekonomian di katakana mengalami

pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih

tinggi dibandingakn apa yang di capai pada masa sebelumnya (Kuncoro,

2004:129)

Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses

kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Di sini, proses mendapat

penekanan karena mengandung unsur dinamis. Para teoretikus ilmu

pembangunan masa kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat, dan

konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoretikus tersebut menyatakan bahwa

pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan dengan pertambahan PDB

dan PDRB saja, tetapi juga di beri bobot yang bersifat immaterial seperti

kenikmatan, kepuasan, kebahagiaan, rasa aman, dan tenteram yang dirasakan

masyarakat luas (Arsyad, 1999).

12

Pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat

yang terjadi di suatu daerah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added

value) yang terjadi didaerah tersebut (Tarigan,2005:49).

Perhitungan pendapatan daerah pada awalnya dibuat pada harga

berlaku, namun agar dapat melihat dari kurun waktu ke waktu berikutnya

harus dinyatakan dengan nilai riil, artinya dalam nilai konstan. Pendapatan

daerah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi

di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi), yang berarti

secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut.

2. Pertumbuhan Ekonomi Bedasarkan Faktor Tenaga Kerja

Teori tenaga kerja secara umum yang dimaksud adalah perbandingan

antara hasil yang di capai( output ) dengan keseluruhan sumber daya yang di

gunakan (input). Teori pertumbuhan ekonomi Neo Klasik yang dikembangkan

oleh Robert solow, teori ini dikembangkan berdasarkan analisis mengenai

pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi klasik. dan pertumbuhan

ekonomi itu sendiri tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor

produksi (tenaga kerja, modal) dan tingkat kemajuan teknologi.

Menurut teori neo klasik, rasio modal output bisa berubah untuk

menciptakan sejumlah output tertentu,bisa digunakan jumlah modal yang

berbeda dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda sesuai dengan

yang dibutuhkan. Jika lebih banyak modal yang digunakan maka tenaga kerja

yang dibutuhkan lebih sedikit. Sebaliknya jika modal yang digunakan lebih

13

sedikit maka lebih banyak tenaga kerja yang dibutuhkan. Dengan adanya

fleksibilitas ini suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang tidak terbatas

dalam menentukan kombinasi modal dan tenaga kerja yang akan digunakan

untuk menghasilkan output tertentu. Menurut (Todaro dan Smith, 2006: 151)

teori pertumbuhan neo klassik, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu

atau lebih dari tiga faktor. Kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja

(melalui pertumbuhan penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan

modal (melalui tabungan dan investasi) serta penyempurnaan teknologi.

Beserta menyatakan ada 3 faktor dalam pertumbuhan ekonomi di setiap

negara yakni; (1) Akumulasi modal (capital accumulation), meliputi semua

jenis investasi baru yang ditanamkan pada pabrik baru, tanah, peralatan fisik

dan pembagian sumber daya manusia juga dapat meningkatkan kualitasnya,

sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap

angka produksi. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan

diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output atau pendapatan

pada masa yang akan datang; (2) Pertumbuhan penduduk (growth in

population) maksudnya adalah dengan pertumbuhan penduduk diikuti oleh

pertumbuhan tenaga kerja sebagai salah satu faktor positif yang memacu

pertumbuhan ekonomi. Ini berarti dengan pertambahan penduduk akan

menambah jumlah produktifitas. Pertumbuhan penduduk yang lebih besar

akan menyebabkan pertumbuhan pasar domestik menjadi lebih besar, namun

positif atau negatifnya pertumbuhan penduduk dalam pembangunan ekonomi

14

sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian tersebut untuk

menyerap setiap tambahan angkatan kerja; (3) Kemajuan teknologi

(tehnological progress) merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang paling

penting, karena dengan kemajuan teknologi akan ditemukan cara baru ataupun

teknologi baru untuk menggantikan cara-cara lama sehingga dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cepat dan perubahan struktur

ekonomi umum merupakan suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu

dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdagangan luar negeri

(ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor

produksi) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

3. Tingkat Upah Dalam Pertumbuhan Ekonomi

Teori upah adalah teori tentang pembentukan harga(pricing) dan

pendaya gunaan input. Menurut David Ricardo bahwa faktor pertumbuhan

penduduk yang semakin besar hingga dua kali lipat akan menyebabkan

jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan tenaga kerja akan mengakibatkan

upah menjadi turun. Upah tersebut hanya dapat digunakan untuk membiayai

taraf hidup minimum sehingga perekonomian akan mengalami stationary

state.

Menurut Adelman dan Morris (1973) secara umum yang

menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang

berkembang adalah pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan

15

menurunnya pendapatan perkapita, inflasi yang dikarenakan pendapatan

uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan

produksi barang-barang, ketidakmerataan pembangunan antar daerah, capital

intensif sehingga persentase pendapatan modal dari harta tambahan lebih

besar dibandingkan persentase pendapatan yang berasal dari kerja sehingga

pengangguran bertambah, rendahnya mobilitas sosial, kebijakan industri

substitusi impor yang berakibat pada peningkatan harga barang hasil

industri, memburuknya nilai tukar bagi negara sedang berkembang dengan

negara maju, dan hancurnya industri-industri kerajinan rakyat, dan lain-lain

4. Teori Ketimpangan Pembangunan

Ketimpangan merupakan ketidak merataan pendapatan yang terjadi

pada masyarakat suatu wilayah dengan wilayah lain. Ketidakmerataan

tersebut disebabkan adanya perbedaan faktor yang terdapat dalam wilayah

tesebut. Faktor-faktor yang terkait antara lain kepemilikan sumber daya ,

fasilitas yang dimiliki, infrastruktur, keadaan geografis wilayah dan lain

sebagainya.

Menurut Kuncoro (2004) terdapat beberapa indikator yang digunakan

untuk menganalisis development gapantar wilayah. Indikator tersebut adalah

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),Human Development Index (HDI),

konsumsi rumah tangga perkapita,kontribusi sektoral terhadap PDRB, tingkat

kemiskinan dan struktur fiskal. Faktor-faktor penyebab ketimpangan ekonomi

daerah adalah konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat

16

mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah, perbedaan sumber daya

alam antar wilayah, perbedaan kondisi demografi antar wilayah dan kurang

lancarnya perdagangan antar wilayah. Adanya alokasi investasi yang tidak

merata di seluruh wilayah. Karena investor lebih memilih wilayah yang

memiliki fasilitas yang baik seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik,

jaringan telekomunikasi,perbankan, asuransi,juga sumber daya manusia.

Sedangkan,daerah yang tidak memiliki fasilitas yang belum baik akan

semakin tertinggal, demikian akan menghasilkan ketimpangan antar wilayah

yang semakin besar, sehingga akan berdampak pula pada terhadap tingkat

pendapatan daerah

Menurut Myrdal (1957) perbedaaan tingkat pembangunan antar daerah

mengakibatkan perbedaan tingkat kesejahteraan antar daerah. Adanya ekspasi

ekonomi pada daerah kaya akan menyebabkan pengaruh yang merugikan

(backwash effect) lebih besar daripada pengaruh yang menguntungkan

(Spread effect) , dan akan memperlambat proses pembangunan pada daerah

miskin, akibatnya akan terjadi ketidakseimbangan. Sejalan dengan Myrdal,

Hirschman (1958) mengemukakan bahwa jika suatu daerah mengalami

perkembangan ,maka perkembangan itu akan membawa pengaruh atau imbas

ke daerah lain. Menurut Hirschman, daerah di suatu negara dapat dibedakan

menjadi daerah kaya dan daerah miskin. Jika perbedaan antara kedua daerah

tersebut semakin menyempit berarti terjadi imbas balik (trickling down

17

effects). Sedangkan jika perbedaan antara kedua daerah tersebut semakin jauh

berarti terjadi pengkutuban (polarization effects).

Menurut Hendra Esmara (1975), Menggunakan Williamson Index

sebagai ukuran ketimpangan antar wilayah. Untuk mempertajam analisa

kalkulasi indeks ketimpangan disini dibedakan antara PDRB termasuk dan

diluar minyak dan gas alam. Namun demikian , karena ketersediaan data

tentang pendapatan regional di Indonesia pada saat itu masih sangat terbatas,

maka jangka pembahasan pada analisa juga masih terbatas sehingga

generlalisasi untuk mendapatkan kesimpulan umum masih sulit. Kemudian

dilanjutkan oleh penelitian Uppal.J.S dan Budiono Sri Handoko (1966)

menggunakan cara yangsama dan seri data yang lebih panjang. Proses

akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber , berupa akumulasi modal,

ketrampilan tenaga kerja dan sumber daya yang dimiliki oleh suatu daerah

merupakan pemicu laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan.

Adanya heterogenitas dan beragam karateristik suatu wilayah menyebabkan

kecenderungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antarsektor ekonomi

suatu daerah. Bertitik tolak dari kenyataan itu menurut Ardani (1992)

mengemukakan bahwa kesenjangan/ketimpangan antar daerah merupakan

konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam

pembangunan itu sendiri. (Mudrajad Kuncoro, 2004)

18

5. Ukuran Ketimpangan Pembangunan Antar wilayah

Ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat diukur dengan Indeks

Williamson menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per

kapita sebagai data dasar. Alasannya jelas karena yang diperbandingkan

adalah tingkat pembangunan antarwilayah dan bukan tingkat distribusi

pendapatan antar kelompok masyarakat. Sjafrizal (2012),

Formulasi Indeks Williamson secara statistic dapat ditampilkan

dengan formula sebagai berikut :

𝐼𝑊 =√Σ(Yi−Y)2(

fi

n)

Y

Dimana:

IW : Indeks Williamson

Yi : PDRB Per kapita tiap Kabupaten/Kota

Y : rata-rata PDRB Per kapita Provinsi

fi : Jumlah Penduduk tiap Kabupaten/Kota

n : Jumlah Penduduk Provinsi

Dengan menggunakan Indeks Williamson, maka dapat dilihat seberapa

besar ketimpangan yang terjadi antar wilayah. dan besaran nilai berkisar

antara angka 0-1. Kriteria penilaian Indeks Williamson menurut

Tambunan,(2003) :

a. 0 s/d 0,5 tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah rendah.

b. 0,5 s/d 1 tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah tinggi

19

Kelebihan indeks williamson lebih mudah dan praktis untuk mengukur

ketimpangan antar daerah. Namun terdapat kelemahan indeks Williamson

adalah sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam

perhitungan.Sedangkan, Kelebihan dari indeks williamson yang pertama

adalah indeks ini menghitung ketimpangan dalam daerah dan antardaerah

secara sekaligus, sehingga cakupan analisis menjadi lebih luas, yang kedua

adalah indeks ini dapat pula dihitung kontribusi (dalam presentase) masing-

masing daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah secara

keseluruhan sehingga dapat memberikan implikasi kebijakan yang cukup

penting

20

C. Kerangka Pemikiran

Laju pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan pembangunan

suatu daerah yang dapat dilihat melalui PDRB pendapatan perkapita. PDRB

menggambarkan fluktuasi produk yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi

suatu daerah. Sedangkan pendapatan perkapita merupakan hasil bagi PDRB dengan

jumlah penduduk yang seringkali dijadikan ukuran tingkat kesejahteraan

masyarakat.

Pertumbuhan Ekonomi Regional

(Economy Growth)

Pertumbuhan Ekonomi

di Provinsi Jawa Timur

Ketimpangan /

Ketidakmerataan

Pembangunan di Provinsi

Jawa Timur

Mengetahui Produk Domestik

Regional Bruto di Provinsi Jawa

Timur

Menganalisis Ketimpangan Pembangunan

dengan menggunakan analisis indeks

williamson

Menganalisis Tingkat Pertumbuhan

Ekonomi Menggunakan Regresi Data

Panel

Kebijakan dan Strategi agar tercapainya pemerataan pembangunan dan

menaikan pertumbuhan ekonomi diProvinsi Jawa Timur