bab ii tinjauan pustaka a. motivasi berprestasi 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1555/2/bab ii...

26
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Koeswara ( dalam Hikmah, 2012) Teori yang membahas mengenai motivasi berprestasi yaitu teori nilai ekspektasi dari Murray dan Mc.Clelland di mana gagasan yang mendasari teori nilai ekspektasi adalah tingkah laku bermotivasi yang berasal dari kombinasi antara kebutuhan- kebutuhan yang ada pada diri individu dan nilai-nilai dari tujuan-tujuan yang hendak di capai. Hal ini sejalan dengan pengertian motivasi berprestasi itu sendiri, yang di jelaskan oleh Murray (dalam Heckhausen, 1991) bahwa motivasi berprestasi adalah suatu kebutuhan untuk mencapai sesuatu yang sulit, yaitu untuk menguasai, memanipulasi atau mengatur objek fisik, manusia, atau ide-ide, yang dilakukan secara cepat dan mandiri untuk mengatasi hambatan dan mencapai standar yang tinggi. Hal tersebut bertujuan untuk membuat diri sendiri lebih unggul dan dapat mengungguli orang lain, sehingga harga diri akan meningkat dengan pencapaian yang maksimal. McClelland (dalam Munandar, 2014) dengan teorinya yang lebih dikenal dengan teori kebutuhan, menjelaskan bahwa kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) adalah dorongan yang kuat untuk berhasil, dimana individu hanya akan terfokus untuk mengejar prestasi

Upload: danghanh

Post on 19-Mar-2019

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi Berprestasi

1. Pengertian Motivasi Berprestasi

Koeswara ( dalam Hikmah, 2012) Teori yang membahas mengenai

motivasi berprestasi yaitu teori nilai ekspektasi dari Murray dan

Mc.Clelland di mana gagasan yang mendasari teori nilai ekspektasi adalah

tingkah laku bermotivasi yang berasal dari kombinasi antara kebutuhan-

kebutuhan yang ada pada diri individu dan nilai-nilai dari tujuan-tujuan

yang hendak di capai. Hal ini sejalan dengan pengertian motivasi

berprestasi itu sendiri, yang di jelaskan oleh Murray (dalam Heckhausen,

1991) bahwa motivasi berprestasi adalah suatu kebutuhan untuk mencapai

sesuatu yang sulit, yaitu untuk menguasai, memanipulasi atau mengatur

objek fisik, manusia, atau ide-ide, yang dilakukan secara cepat dan

mandiri untuk mengatasi hambatan dan mencapai standar yang tinggi. Hal

tersebut bertujuan untuk membuat diri sendiri lebih unggul dan dapat

mengungguli orang lain, sehingga harga diri akan meningkat dengan

pencapaian yang maksimal.

McClelland (dalam Munandar, 2014) dengan teorinya yang lebih

dikenal dengan teori kebutuhan, menjelaskan bahwa kebutuhan untuk

berprestasi (need for achievement) adalah dorongan yang kuat untuk

berhasil, dimana individu hanya akan terfokus untuk mengejar prestasi

16

pribadi dari pada imbalan terhadap keberhasilan. Individu juga akan

bergairah untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien

dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Dorongan yang seperti inilah

disebut sebagai kebutuhan untuk berprestasi (the achievement need=

nAch).

Selain itu, Heckhausen (1991) lebih menekankan motivasi

berprestasi tersebut berdasarkan standar keunggulan, bukan berdasarkan

kebutuhan. Menurutnya motivasi berprestasi adalah sebagai suatu usaha

untuk meningkatkan atau menjaga setinggi mungkin kemmapuan individu

pada semua kegiatan berdasarkan standar keunggulan. Woolfolk (dalam

Myres, 2014) juga menjelaskan motivasi berprestasi adalah suatu

keinginan untuk berhasil, berusaha keras dan mengungguli berdasarkan

suatu standard mutu tertentu.

Berdasarkan dari beberapa definisi motivasi berprestasi di atas,

maka dapat di simpulkan definisi motivasi berprestasi adalah sebuah

dorongan yang ada di dalam diri individu untuk terus berhasil dalam

menyelesaikan segala sesuatu, sehingga individu akan bergairah untuk

melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan dengan hasil

sebelumnya.

2. Karakteristik Motivasi Berprestasi

McClelland (1987) menyatakan bahwa individu yang menunjukan

motivasi berprestasi tinggi memiliki karakteristik :

a. Bertanggung jawab terhadap kinerja pribadinya.

17

Secara teoritis individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi selalu

memiliki tanggung jawab yang baik terhadap hasil dari tugas yang di

kerjakannya, karena hanya dengan kondisi yang demikian individu bisa

merasakan kepuasan dari mengerjakan sesuatu yang lebih baik. Smith

(2015) mengatakan bahwa individu dengan motivasi berprestasi yang

tinggi menyukai situasi di mana dirinya dapat menguji keberhasilan dan

kegagalan dari tugas yang dilakukannya.

b. Membutuhkan umpan balik dari kinerjanya.

Secara teoritis individu yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi

akan lebih suka untuk bekerja dalam situasi di mana dirinya bisa

mendapatkan umpan balik tentang seberapa baik hal yang telah di lakukan

olehnya. Jika tidak, individu tidak akan memiliki cara untuk mengetahui

apakah dirinya telah melakukan hal yang lebih baik dari pada yang lain

atau tidak. Menurut Smith (2015) individu mencari situasi yang

menawarkan langsung umpan balik mengenai kemajuan atau kekurangan,

dari hal yang dikerjakannya.

c. Memiliki inovasi.

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi selalu menemukan cara

belajar yang baru dan unik yang dapat mempermudah dirinya dalam

proses belajar. Individu akan lebih banyak untuk menemukan cara yang

berbeda, singkat, atau lebih efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Sehingga individu dapat lebih mengerti dengan apa yang sedang

dikerjakannya. Individu akan lebih banyak untuk menemukan cara yang

18

berbeda, singkat, atau lebih efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Singkatnya individu akan terfokus dengan “bagaimana cara mendapatkan

hasil yang lebih maksimal dengan usaha yang minimalis ?”

d. Memiliki ketekunan.

Individu yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi akan

lebih bertahan lama dalam bekerja di jenis tugas apa pun. Individu tidak

pernah mengerjakan tugasnya secara setengah-setengah dan mudah

menyerah.

e. Pengambilan resiko yang moderat.

Smith (2015) mengatakan individu dengan motivasi berprestasi tinggi

cenderung mengambil resiko yang di perhitungkan dalam setiap tugas

yang dilakukannya. Individu cenderung menetapkan tujuan yang

menantang di bandingkan dengan tujuan yang terlalu sulit atau terlalu

mudah/ringan.

Dalam percobaan yang dilakukan oleh Atkinson (dalam McClelland,

1987) individu dengan n-ach yang tinggi harus memiliki kemampuan

mengemudi lebih baik karena cenderung untuk menghindari resiko yang

ekstrim. Namun pada kenyataannya, Atkinson menemukan hal yang

sebaliknya, pengemudi dengan n-ach yang tinggi cenderung lebih senang

melanggar peraturan lalu lintas, seperti mengemudi tanpa lisensi,

pelanggaran parkir, dan kecepatan di atas maksimal, namun jarang terlibat

dalam kecelakaan lalu lintas. Artinya pengemudi dengan n-ach yang tinggi

lebih menyukai untuk mengambil sebuah resiko yang di perhitungkan.

19

Selain itu, dalam percobaan yang dilakukan oleh O’Connor, Atkinson, dan

Horner (dalam McClelland, 1987) yang menggunakan model pengambilan

resiko untuk menjelaskan efek dari kemampuan pengemlompokan kinerja

di dalam kelas di peroleh bahwa anak-anak yang memiliki n-ach yang

tinggi lebih senang berada di dalam sebuah ruangan kelas yang berisi

siswa dengan kemampuan yang sama, karena dirinya sadar bahwa prestasi

tidak akan mudah di dapatkan, berbeda dengan di kelas normal, dirinya

akan mudah mendapatkan prestasi atau nilai di atas rata-rata karena dapat

dengan mudah mengalahkan anak-anak yang lain.

f. Memiliki perhatian yang kuat terhadap lingkungan sekitar (Researching

The Environment/RE).

Smith (2015) mengatakan individu dengan motivasi berprestasi yang

tinggi, cenderung lebih menyukai untuk melakukan pendekatan di

lingkuan sekitarnya terlebih pada lingkungan baru. Semuanya dilakukan

dengan hati-hati, memiliki rasa penasaran, dan di lakukan secara sukarela.

Individu cenderung suka untuk mengeksplor apa saja yang ada di likungan

sekitarnya, dengan tujuan akhir hal tersebut dapat membantunya mencapai

kearah tujuan.

Heckhausen (dalam Hikamh, 2012) mengungkapkan karakteristik

individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah sebagai

berikut :

a. Berorientasi sukses, hal ini berarti bahwa jika individu di hadapkan pada

situasi berprestasi, dirinya akan merasa optimis jika sukses akan di raihnya

20

dan dalam mengerjakan tugas individu akan lebih terdorong oleh harapan

untuk sukses dari pada menghindari kegagalan.

b. Berorientasi jauh ke depan, hal ini berarti bahwa individu cenderung

membuat tujuan-tujuan yang hendak dicapainya di waktu yang akan

datang dan sangat menghargai waktu serta individu lebih dapat

menangguhkan pemuasan untuk mendapatkan penghargaan di waktu

mendatang.

c. Suka tantangan, hal ini bahwa individu menyukai situasi prestasi yang

mengundang resiko yang cukup untuk gagal. Individu suka akan

perbedaan dan kekhasan tersendiri sesuai dengan kompetensi profesional

yang dimilikinya, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas

motivasi dan pencapaian prestasi belajar pada siswa.

d. Tangguh, hal ini berarti bahwa individu dalam melakukan tugas-tugasnya

menunjukan keuletan, tidak mudah putus asa dan berusaha terus sesuai

dengan kemampuannya.

Karakteristik di atas didasarkan pada tiga standar keunggulan

motivasi berprestasi dalam setiap individu. Heckhausen (dalam Hawadi,

2001) juga menyebutkan tiga ukuran standar keunggulan bagi individu

yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, antara lain :

a. Self related excellence yaitu suatu perbandingan dengan prestasi yang

pernah tercapai pada masa lalu oleh individu. Individu membuat standar

prestasi yang akan dicapai berdasarkan perbandingannya dengan prestasi

yang pernah dicapainya pada masa lalu.

21

b. Other-related of excellence yaitu perbandingan prestasi dengan orang lain.

Individu menjadikan prestasi yang dicapai oleh orang lain sebagai patokan

atau ukuran keberhasilan diri sendiri.

c. Task related standard of excellence yaitu prestasi untuk menyelesaikan

suatu tugas. Suatu ukuran keberhasilan yang dilihat dari kemampuan

individu dalam menyelesaikan tugas dengan hasil yang memuaskan dan

sempurna.

Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan

karakteristik individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi adalah

memiliki bertanggung jawab atas kinerja pribadinya, membutuhkan umpan

balik dari kinerjanya, inovativ, memiliki ketekunan, menyukai untuk

mengambil tugas dengan resiko yang moderat, dan memiliki perhatian

yang kuat terhadap lingkungan sekitar (Researching The

Environment/RE), dan memiliki karakteristik berorientasi untuk sukses,

berorientasi jauh kedepan, suka tantangan, dan tangguh. Selain itu,

individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi juga memiliki standar

keunggulan tersendiri yaitu, self related excellence, other-related of

excellence, task related standard of excellence.

Dari beberapa uraian di atas, peneliti akan menggunakan

karakteristik individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi yang di

dasarkan pada teori McClelland. Adapun karakteristik yang di sampaikan

oleh McClelland yaitu 1) bertanggung jawab terhadap kinerja pribadinya;

2) membutuhkan umpan balik dari kinerjanya; 3) memiliki Inovasi; 4)

22

memiliki ketekunan; 5) pengambilan resiko yang moderat; 6) memiliki

perhatian yang kuat dengan lingkungan sekitarnya (Researching The

Environment/RE). Alasan peneliti menggunakan teori dari McClelland

adalah karakteristik yang di sampaikan jauh lebih spesifik dan jelas.

Karakteristik yang di jelaskan juga dapat diamati dengan observasi,

sehingga lebih memudahkan peneliti untuk membuat item-item bagi

penyusunan alat ukur untuk mengungkap perilaku motivasi berprestasi

mahasiswa.

3. Faktor-Faktor Motivasi Berprestasi

Fernald & Fernald (1999) menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi berprestasi individu adalah :

a. Keluarga dan pengaruh budaya: untuk menuju sebuah prestasi yang stabil,

baru-baru ini peran keluarga menjadi pengaruh yang sangat kuat. Anak-

anak yang di dorong untuk menggunakan kemampuan konstruktifnya,

sehingga mengetahui tentang hal-hal yang ada di dalam dirinya sendiri.

Faktor lain yang berpengaruh adalah tingkat pekerjaan orang tua. Semakin

tinggi tingkat pekerjaan orang tua maka semakin besar motivasi

berprestasi yang ada pada diri anak.

b. Peran konsep diri: ketika individu dapat membayangkan dan menafsirkan

dunia dengan cara yang tampaknya tidak mungkin bagi organisme lain,

dan faktor penting di sini adalah konsep diri, yang merupakan cara

individu berpikir tentang dirinya sendiri dalam arti global. Ini termasuk

23

“perasaan individu” seperti seorang laki-laki yang memiliki konsep diri

yang tinggi melalui prestasi.

c. Pengaruh peran sex: di Amerika Serikat dan negara lainnya. Prestasi

tinggi, identik dengan maskulinitas, yang bertentangan dengan konsep dari

wanita ideal. Namun stereotip tersebut memudar.

d. Pengakuan dan prestasi: pengakuan dan prestasi ini mengacu kepada setiap

peningkatan motivasi dan kinerja yang terjadi pada dasarnya karena

individu menerima pengakuan. Jika individu menyadari bahwa ada orang

lain yang peduli kepada nya, hal tersebut menjadi motivasi untuk bekerja

keras.

Lain halnya, Suryabrata (2002) menjelaskan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi motivasi berprestasi adalah :

a. Faktor Eksternal

1) Faktor Sosial, faktor sosial adalah manusia yang sangat berperan dalam

kegiatan belajar individu, seperti :

a) Orang tua: Sunaryo (2002) menyatakan orang tua yang mampu

mendidik dengan baik, mampu berkomunikasi dengan baik, penuh

perhatian terhadap anak, tahu kebutuhan dan kesulitan yang di

hadapi anak, dan mampu menciptakan hubungan baik dengan anak-

anaknya, akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar anak

tersebut dan sebaliknya. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian yang

dilakukan oleh Jeynes (2007) bahwa adanya hubungan yang positif

24

dan signifikan antara keterlibatan orang tua dengan prestasi

akademik anak.

b) Guru: Salamah (2006) menyatakan guru sebagai pelaksana

pendidikan merupakan faktor manusia yang di perkirakan paling

besar pengaruhnya terhadap hasil pendidikan. Keberhasilan

pendidikan tergantung pada perilaku guru dalam melaksanakan

tugas-tugas pengajaran. Unsur-unsur meningkatkan kemampuan

secara teknis guru sudah banyak dilakukan melalui berbagai

penataran, lokakarya, seminar dan sebagainya, hal ini kaitannya agar

guru-guru memiliki seni mengajar yang lebih baik lagi, sehingga

dapat memotivasi peserta didik sehingga memiliki hasil belajar yang

baik.

c) Teman sebaya: Menurut Buhrmester (dalam Feldman Papalia, 2009)

teman sebaya adalah sumber kasih sayang, simpati, pengertian, dan

tuntutan moral, tempat untuk melakukan eksperimen, serta sarana

untuk mencapai otonomi dan kemandirian dari orang tua bagi

remaja.

d) Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung: Iklim belajar

yang menyenangkan, tidak mengancam, memberi semangat dan

sikap optimisme bagi peserta didik dalam belajar, cenderung akan

mendorong individu untuk tertarik belajar, memiliki toleransi

terhadap suasana kompetisi dan tidak khawatir akan kegagalan. Hal

ini di buktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Korir (2014)

25

yang berjudul The Impact Of School Environment And Peer

Influences On Students Academic Performance In Vihiga Country,

Kenya bahwa lingkungan sekolah selaku institusi di mana tempat

belajar yang dianggap juga sebagai rumah kedua bagi peserta didik

memiliki hubungan yang kuat dengan hasil akademik dari peserta

didik.

2) Faktor Non Sosial: adalah segala sesuatu di sekitar individu dalam

wujud benda konkrit atau abstrak.

a) Sarana yang dipakai untuk belajar: Sunaryo (2004) menyatakan alat

bantu belajar mengajar (ABBM) yang lengkap akan membantu

proses belajar atau sebaliknya. Ketersediaan fasilitas informasi

elektronik seperti internet dan notebook merupakan hal yang penting

untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran.

b) Kondisi cuaca, suhu, dan udara: ruang kelas yang terlalu sempit akan

mempengaruhi kenyamanan peserta didik dalam belajar. Begitu juga

dengan penataan ruang kelas, kelas yang tidak ditata dengan rapi,

tidak ada ventilasi yang memadai akan membuat suasana menjadi

tidak nyaman, dan membuat peserta didik merasa bosan, dan tidak

bergairah selama proses belajar. Sunaryo (2004) faktor udara, cuaca,

waktu, tempat dapat mempengaruhi proses belajar bagi individu.

b. Faktor Internal

1) Faktor fisiologis

26

a) Kesehatan individu: Sunaryo (2004) menyatakan kondisi badan

yang tidak sehat seperti sakit-sakitan, kurang vitamin dan

sebagainya akan mempengaruhi proses belajar individu yang

nantinya juga akan berimbas kepada motivasi berprestasinya.

b) Cacat tubuh: individu dengan gangguan cacat tubuh seperti

memiliki kelemahan atau gangguan berbicara, membaca, atau

gangguan dengan alat indranya rentan untuk memiliki motivasi

berprestasi yang tinggi. meskipun tidak semua individu dengan

cacat tubuh memiliki motivasi berprestasi yang rendah (Sunaryo,

2004).

2) Faktor psikologis

a) Motivasi: Hamzah (2006) menyatakan motivasi berasal dari kata

motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat di dalam

individu, yang menyebakan individu tersebut berbuat atau

bertindak. Begitu pula dalam hal berprestasi, Winkel (1996) motif

adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan

aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu (dalam Hamzah,

2006).

b) Ingatan: Walgito (2002) ingatan memiliki fungsi untuk memasukan

(learning), menyimpan (retention), dan fungsi untuk menimbulkan

kembali (remembering). Kaitannya dengan motivasi berprestasi,

individu yang telah memperhatikan sebuah stimulus yang

menurutnya menarik, dan memberikan perhatian pada stimulus

27

tersebut, secara singkat individu akan mempersepsinya, lalu

menyimpan nya dalam memori otak. Seperti individu yang telah

menyadari tujuan nya untuk melanjutkan pendidikannya ke

pendidikan tinggi, maka akan secara sadar dan terencana

mengetahui hal-hal dan perilaku seperti apa yang harus di lakukan.

c) Pengalaman: pada penelitian yang dilakukan oleh Haryani (2014)

yang berjudul Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa Berprestasi

Dari Keluarga Tidak Mampu Secara Ekonomi, diperoleh

kesimpulan bahwa motivasi untuk berprestasi juga di pengaruhi

oleh faktor ekstrinsik yaitu, reward, orang yang lebih dahulu

sukses/berprestasi dan fenomena di sekitar individu.

Faktor-faktor lain motivasi berprestasi dijelaskan oleh Speece dan

Helmerich (dalam) motivasi berprestasi terdiri dari beberapa faktor, yaitu :

a. Mastery of needs, yaitu seseorang lebih menyukai pekerjaan yang

menantang dan menuntut pada intelektual.

b. Work orientation, yaitu individu mengambil sikap proaktif dan

menunjukan bahwa dirinya menyukai pekerjaan itu. Individu akan

mendapat kepuasan dari pekerjaan yang dilakukan dan berupaya

mengembangkan dirinya.

c. Competition, seorang individu berharap memperoleh kemenangan dan

mempunyai hasrat untuk dapat unggul di bandingkan dengan yang lain.

Dari beberapa penjelasan mengenai faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi motivasi berprestasi, dapat ditarik kesimpulan bahwa

28

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat motivasi berprestasi

individu adalah keluarga dan pengaruh budaya, peran konsep diri,

pengaruh peran sex, serta pengakuan dan prestasi. Selain itu ada pula

faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seperti, 1)

faktor eksternal yang terdiri dari faktor sosial yaitu orang tua, guru, serta

teman sebaya, dan faktor non sosial yaitu sarana yang di gunakan untuk

belajar serta cuaca, suhu dan udara. Dan 2) faktor internal yang terdiri dari

faktor fisologis yaitu kesehatan individu, serta cacat tubuh dan faktor

psikologis yaitu motivasi, ingatan serta pengalaman disekitar individu,

serta faktor Mastery of needs, Work orientation, dan Competition. Dalam

penelitian ini peneliti lebih sejalan dengan faktor-faktor yang di sampikan

oleh Suryabrata, yaitu 1) faktor eksternal yang terdiri dari faktor sosial

yaitu orang tua, guru, serta teman sebaya, dan faktor non sosial yaitu

sarana yang di gunakan untuk belajar serta cuaca, suhu dan udara. Dan 2)

faktor internal yang terdiri dari faktor fisologis yaitu kesehatan individu,

serta cacat tubuh dan faktor psikologis yaitu motivasi, ingatan serta

pengalaman disekitar individu, dimana ada faktor eksternal yaitu teman

sebaya yang sesuai dengan teori kondisi psikososial remaja yang

dijelaskan sebelumya.

B. Dukungan Sosial Teman Sebaya

1. Pengertian Dukungan Sosial Teman Sebaya

29

Cohen & Hoberman (dalam Isnawati, 2013) menjelaskan dukungan

sosial adalah berbagai sumber daya yang disediakan oleh hubungan antar

pribadi seseorang yang dapat mempengaruhi kesejahteraan individu yang

bersangkutan. Menurutnya dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi

bahwa terdapat orang-orang yang akan membantu apabila terjadi suatu

keadaan atau peristiwa yang dipandang akan menimbulkan masalah dan

bantuan tersebut dirasakan dapat menaikan perasaan positif serta

mengangkat harga diri.

Sarafino (2014) menjelaskan dukungan sosial adalah tindakan yang

dilakukan oleh orang lain, yang tindakan tersebut dapat memberikan

sensasi atau persepsi kepada individu penerima, bahwa kenyamanan,

kepedulian, dan bantuan adalah ada bagi dirinya. Rook (dalam Nursalam,

2007) menjelaskan dukungan sosial adalah sebuah fungsi pertalian/ikatan

sosial yang segi fungsionalnya mencakup dukungan emosional,

mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi nasehat atau informasi,

pemberian bantuan material. Depanfillis (1996) Dukungan sosial adalah

suatu pemikiran terbaik sebagai suatu konstruk multidimensional yang

terdiri dari komponen fungsional dan struktural (dalam Roberts, 2009).

Dukungan sosial merujuk kepada tindakan yang orang lain lakukan ketika

dirinya menyampaikan bantuan.

Scot & Carrington, (2011) juga menjelaskan relasi positif

kelompok teman sebaya ternyata juga memiliki arti penting bagi

terbentuknya dukungan sosial terhadap sesama teman sebaya. Santrock

30

(2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa sumber dukungan sosial yang

di terima individu, salah satunya adalah teman sebaya. Cober dan

koleganya (dalam Scot & Carrington, 2011), mendefinisikan dukungan

sosial sebagai semua proses relasi sosial yang bisa meningkatkan

kesehatan dan kesejahteraan individu. Berdasarkan uraian tersebut maka

dapat di simpulkan bahwa dukungan sosial teman sebaya adalah sumber

daya berupa bantuan yang dirasakan oleh individu dari orang lain yang

memiliki tingkat usia yang sama dan memiliki sebuah relasi antar pribadi,

yang dapat mempengaruhi kesejahteraan dari individu penerima.

2. Bentuk Dukungan Sosial

Cohen & Hoberman (dalam Isnawati, 2013) mengklarifikasikan

dukungan sosial kedalam empat bentuk, yaitu :

a. Appraisal support yaitu adanya bantuan berupa nasihat yang berkaitan

dengan pemecahan suatu masalah untuk membantu mengurangi stressor,

atau suatu bentuk bantuan yang membantu individu dalam memahami

kejadian yang menekan dengan lebih baik serta memberikan pilihan

strategi coping yang harus dilakukan guna menghadapi suatu masalah

(Sari, 2010).

b. Tangible support yaitu bantuan yang nyata yang berupa tindakan atau

bantuan fisik dalam menyelesaikan tugas atau bantuan bantuan yang

bersifat pelayanan, juga bantuan secara finansial.

c. Self-Esteem support yaitu dukungan yang di berikan oleh orang lain

terhadap perasaaan kompeten atau harga diri individu/perasaan seseorang

31

sebagai bagian dari sebuah kelompok di mana para anggotanya memiliki

dukungan yang berkaitan dengan self-esteem seseorang. Singkatnya

individu penerima akan merasakan adanya perasaan positif akan dirinya,

bila di bandingkan keadaan yang di miliki oleh orang lain, yang membuat

individu merasa sejajar dengan orang lain seusianya.

d. Belonging Support yaitu menunjukan perasaan di terima menjadi bagian

dari suatu kelompok dan rasa kebersamaan, atau suatu bentuk bantuan di

mana individu tahu bahwa ada orang lain yang dapat diandalkan ketika

dirinya ingin melakukan suatu kegiatan bersama.

House (dalam Smet, 1994) menjelaskan ada empat bentuk

dukungan sosial, antara lain :

a. Dukungan emosional: mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan

perhatian terhadap individu yang bersangkutan serta memberikan rasa

aman, rasa saling memiliki dan di cintai.

b. Dukungan penghargaan: terjadi melalui ungkapan hormat atau

penghargaan yang positif bagi individu, dorongan untuk maju atau

gagasan perasaan individu dan perbandingan individu tersebut dengan

individu yang lain yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya atau

menambah penghargaan diri.

c. Dukungan instrumental: mencakup bantuan langsung sesuai dengan yang

di butuhkan oleh seseorang. Seperti memberi pinjaman uang kepada

individu yang sedang memerlukan atau membantu individu dalam

mengerjakan tugas/pekerjaan saat sedang mengalami stress.

32

d. Dukungan informatif : mencakup memberi nasehat, petunjuk, saran-

saran, dan umpan balik.

Sarafino (2014) mengkalrifikasikan dukungan sosial kedalam lima

bentuk, yaitu:

a. Dukungan emosional: dukungan yang melibatkan ekspresi dan empati,

kepedulian, dan perhatian kepada orang lain. Seperti memberikan bahu

ketika individu sedang menangis atau berkeluh kesah, dan persahabatan.

Dukungan ini dapat memberikan rasa, aman, dan nyaman perasaan

dimiliki dan dicintai yang dirasakan individu.

b. Dukungan penghargaan: dukungan yang terjadi, melalui ungkapan

penghargaan positif kepada orang lain. Dorongan untuk maju atau

persetujuan dengan pendapat dan perasaan individu, serta adanya

pembanding positif dari individu dengan orang lain.

c. Dukungan instrumental: dukungan yang berupa pemberian bantuan

secara langsung seperti bantuan uang atau materi lainnya.

d. Dukungan informasi: dukungan yang terdiri dari pemberian nasihat,

arahan, saran atau umpan balik mengenai apa yang dilakukan orang lain.

e. Dukungan dari jaingan sosial: dukungan yang menimbulkan perasaan

memiliki pada individu, karena dirinya menjadi anggota di dalam

kelompok. Dalam hal ini individu dapat membagi minat serta aktifitas

sosialnya, sehingga individu merasa dirinya dapat di terima oleh

kelompok tersebut.

33

Tracy (dalam Roberts, 2009) menjelaskan ada beberapa jenis dari

dukungan sosial, seperti :

a. Dukungan emosional: adanya seseorang mendengarkan perasaan anda,

atau memberikan dorongan

b. Dukungan informasional: adanya seseorang mengajarkan anda sesuatu,

memberikan informasi atau nasehat, atau membantu dalam membuat

suatu keputusan utama.

c. Dukungan konkret: adanya seseorang membantu anda dengan cara yang

kasat mata, seperti meminjamkan sesuatu, memberikan informasi,

membantu mengerjakan tugas, atau mengambilkan suatu pesanan anda.

Nursalam (2007) hampir setiap individu tidak mampu

menyelesaikan masalah sendiri, tetapi lebih cenderung memerlukan bantuan

orang lain. Berdasarkan hasil penelitian bahwa dukungan sosial merupakan

mediator yang penting dalam menyelesaikan masalah individu. Hal ini

karena individu merupakan bagian dari keluarga, teman sekolah, relasi

kerja, kegiatan agama ataupun bagian dari kelompok lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan,

jenis dukungan sosial adalah Appraisal Support, Tanggible Support, Self-

Esteem Support, dan Beloging Support, sementara bentuk-bentuk dukungan

sosial juga dapat berupa, dukungan emosional, dukungan penghargaan,

dukungan instrumental, dan dukungan informatif. Adapun bentuk-bentuk

dukungan sosial lain juga dapat berupa, dukungan informasional, dukungan

konkret, serta dukungan dari jaringan sosial. Sementara dalam penelitian ini,

34

peneliti akan menggunakan jenis-jenis dukungan sosial yang disampaikan

oleh Cohen & Hoberman yaitu (1) Appraisal support, berupa bantuan dalam

bentuk nasehat, atau saran (2) Tangiable Support, berupa bantuan secara

langsung baik secara fisik seperti membantu mengerjakan tugas, atau

bantuan secara finansial (3) Self-Esteem, berupa rasa dukungan untuk maju

atau dukungan positif untuk individu, dan (4) Belonging Support berupa

rasa simpati dan empati.

C. Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Motivasi

Berprestasi Mahasiswa

Menurut Gunarsa (2004) mahasiswa yang berada pada masa

remaja lanjut memang menghadapi berbagai kesulitan penyesuaian dan

tidak semua mampu mengatasinya secara seorang diri. Bahkan banyak

mahasiswa membutuhkan bantuan baik dalam menyesuaikan diri karena

status barunya sebagai mahasiswa dengan berbagai persoalan dalam

pergaulan maupun dalam studi.

Kesulitan yang di hadapi oleh mahasiswa yang berada pada masa

remaja lanjut salah satunya adalah kurikulum yang berbeda dengan masa

sekolah menegah atas. Di bidang pengetahuan eksakta cenderung lebih ketat

daripada non-eksakta. Jika individu kebetulan menyukai dengan

bidang/jurusan yang di pilih, maka kelanjutan studi dan kegairahan belajar

terjamin lebih lancar. Namun sebaliknya apabaila jurusan yang di pilih tidak

sesuai dapat mengakibatkan kegairahan belajar akan menurun dan studinya

menjadi tidak lancar (dalam Gunarsa, 2004)

35

Oleh karenanya mahasiswa yang masih berada di tahap remaja

lanjut memerlukan orang lain untuk membantunya menyelesaikan masalah

tersebut. Desmita (2013) remaja menghabiskan sebagaian besar waktunya

untuk berhubungan dan bergaul dengan teman sebayanya. Santrock (2007)

menjelaskan para remaja dan teman sebayanya kemudian membentuk suatu

relasi yang baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif.

Scot & Carrington (2011) relasi yang positif kelompok teman sebaya

ternyata juga memiliki arti penting bagi terbentuknya dukungan sosial

terhadap sesama teman sebaya. Meningkatnya intensitas pertemuan di

antara para remaja mengakibatkan dukungan sosial dari teman sebaya

memiliki peran penting bagi kehidupan remaja. Dukungan sosial yang di

berikan teman sebaya dapat membuat remaja termotivasi untuk menggapai

prestasi atau cita-cita. Berprestasi merupakan salah satu kebutuhan manusia.

Dengan meraih suatu prestasi, maka akan tumbuh suatu semangat baru

untuk menjalani aktifitas (Muray, dalam Hikmah 2012).

Bagitu pula dengan motivasi berprestasi mahasiswa yang sedang

menempuh pendidikan Tinggi di Universitas Mercu Buana Yogyakarta,

dengan dukungan sosial yang di berikan oleh teman sebaya seperti

dukungan apraisal support yaitu berupa nasehat atau pemberian saran serta

arahan yang diberikan melalui teman sebaya. Hal ini dapat membuat

motivasi berprestasi individu menjadi baik, karena individu tau bagaimana

seharusnya dirinya bertindak, melalui saran, nasehat dan informasi yang

diberikan dari teman sebayanya, selain itu melalui saran atau nasehat yang

36

di berikan oleh teman sebayanya akan meningkatkan kebutuhan individu

akan umpan balik dari orang lain. Diketahui bahwa beberapa fungsi teman

sebaya bagi remaja adalah saling memberikan dukungan sosial dan

memberikan informasi penting yang dapat di jadikan refrensi dalam

membandingkan keyakinan, nilai, sikap, dan kemampuannya dengan remaja

yang lain. Hal tersebut berarti bahwa teman sebaya memberikan informasi

berupa memberikan ajaran, memberikan informasi, memberi nasehat,

memberi saran, memberi pengetahuan, memberi petunjuk, dan memberikan

bimbingan (Zastrow dan Ashman dalam Hikmah, 2012).

Selain itu, individu juga akan mengembangkan inovasi khusus

dalam mengerjakan berbagai tugas dan tanggung jawabnya, dari berbagai

saran dan informasi yang di berikan oleh teman sebaya. Hal tersebut sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Haque (2014) yang berjudul

“Implication Of College Peer Culture on Achievement Motivation” yang

menekankan bahwa 50% dari jumlah subjek 13 dari 26 subjek sebagian

besar mahasiswa bergantung pada pendapat dan nilai dari rekan rekan nya.

Oleh karena itu, untuk meningkat motivasi berprestasi individu di buthkan

informasi yang hanya bisa di peroleh dari sesama teman sebayanya yang

ternyata dukungan informasi dari teman sebaya ini sangat mempengaruhi

pengatahuan individu. Sebaliknya jika individu tidak mendapatkan

dukungan apraisal support maka individu tersebut terindikasi akan

memiliki tingkat motivasi berprestasi yang rendah, karena individu tidak

mendapatkan masukan atau respon dari orang lain berupa nasehat, saran,

37

atau arahan agar dirinya menjadi lebih baik lagi dalam pencapaian

prestasinya.

Selain itu tangiable support, yang berupa bantuan secara langsung

baik secara fisik seperti membantu mengerjakan tugas, atau bantuan secara

finansial, dirasa dapat mendongkrak semangat untuk memiliki motivasi

berprestasi pada setiap mahasiwa UMBY, karena bantuan inilah yang

merupakan bantuan yang dapat dirasakan secara nyata manfaatnya. House,

Collins, Dunkel-Schetter, Lobel, dan Schrimshaw (dalam Hikmah, 2012)

mengemukakan bahwa bantuan nyata dapat membantu individu dalam

melakukan kegiatan sehari-hari melalui pemberian bantuan langsung atau

materi yang nyata dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Oleh karena itu, seorang mahasiswa yang sedang kesulitan dirasa

akan bersemangat lagi setelah mendapatkan uluran bantuan dari orang

lain, seperti mendapatkan pinjaman uang, buku, alat-alat penunjang kuliah,

dan materi lainnya yang termasuk dalam dukungan insrumental, sehingga

motivasi berprestasinya juga akan kembali meningkat. Dukungan tersebut

akan mempengaruhi individu dalam mengerjakan tugas-tugas pribadinya

selama masa perkuliahan. Sepfitri (2011) menjelaskan bahwa kehadiran

orang lain dalam kehidupan individu sangat di perlukan, karena pada

dasarnya setiap individu saling membutuhkan untuk memberikan

dukungan dalam menghadapi masalah yang timbul. Begitu pula sebaliknya

apabila individu tidak mendapatkan uluran bantuan dari teman sebayanya,

individu tidak akan bisa survive atau melewati masa-masa sulitnya selama

38

masa studi sehingga tingkat motivasi untuk berprestasinya akan semakin

menurun.

Bentuk dukungan sosial yang lain yaitu dukungan self-esteem,

yang berupa dorongan untuk maju atau dukungan positif untuk individu

dirasa dapat meningkatkan motivasi berprestasi individu. Hikmah (2012)

menyatakan bahwa kebutuhan akan penghargaan ini dapat membuat

individu mngenal dirinya sendiri dan menghargai diri, sehingga

menimbulkan rasa percaya diri pada dirinya sendiri. Dengan ungkapan

penghargaan yang positif, serta persetujuan yang postif tentang hal yang

dilakukan oleh individu, akan membuat individu merasa dihargai, karena

mendapatan respon atau feed back dari individu lain. Hal tersebut sejalan

dengan pernyataan Sarafino (1994) yang menyatakan bahwa, dukungan

penghargaan memberikan perasaan berharga bagi remaja di mana dirinya

menganggap memiliki kemampuan yang berbeda dengan orang lain

sehingga menimbulkan rasa percaya diri pada individu.

Oleh karena hal tersebut, bentuk dukungan self-esteem ini akan

memicu sebuah sifat tekun dalam diri individu, karena timbul persepsi

bahwa ada orang lain yang memiliki rasa bangga terhadap dirinya. Sepfitri

(2011) menytakan hal tersebut akan membuat individu mengarahkan

motivasi berprestasinya kearah yang lebih baik, dan sikap belajarnya pun

menjadi positif, selain itu indvidu akan mengembangkan cara belajar yang

efektif dan adaptif dalam menyikapi tantangan sebagai mahasiswa yang

sedang berada di dalam semester kruisial. McClelland (1987) Karena pada

39

dasarnya setiap individu membutuhkan sebuah feed back atau umpan balik

dari setiap tindakan yang dilakukannya. Begitu pula sebaliknya individu

yang tidak mendapatkan dukungan berupa dukungan positif ini akan

memiliki motivasi berprestasi yang rendah karena tidak adanya unsur

pendorong atau penyemangat dalam diri individu, sehingga individu tidak

memiliki arah belajar yang positif.

Sedangkan, bentuk dukungan belonging support yang berupa rasa

simpati, empati, dan kebersamaan dapat mendongkrak semangat individu

untuk terus berjuang selama masa studi karena merasa dirinya berharga,

dicintai, dan bagian dari jaringan sosial sehingga muncul sebuah persepsi

untuk tidak mengecewakan orang lain (Sarafino, 2014). Hal ini juga dapat

menumbuhkan pandangan kepada individu bahwa kebutuhan untuk

“bersosialisasi” dengan lingkungannya, juga dapat membantu

mewujudkan tujuannya.

Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan hal di atas telah

dilakukan oleh Toding (2015) dengan judul Hubungan dukungan sosial

dengan Motivasi Beprestasi Pada Mahasiswa Angkatan 2013 Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, dalam penelitiannya partisipan

yang digunakan adalah sebanyak 91.1% mendapat dukungan sosial yang

rendah, sedangkan sisanya 8.9% mendapatkan dukungan sosial yang

tinggi. kesimpulan dari penelitian tersebut adalah terdapat hubungan

positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan motivasi berprestasi

mahasiswa. Penelitian lain juga menyatakan bahwa jenis-jenis dukungan

40

sosial yang di berikan oleh teman sebaya dapat mempengaruhi aspek-

aspek dari motivasi berprestasi.

Hal tersebut juga di dukung oleh hasil penelitian yang dilakukan

oleh Sepfitri (2011) berjudul Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap

Motivasi Berprestasi Siswa MAN 6 Jakarta bahwa ada pengaruh yang

signifikan dimensi dukungan penghargaan terhadap motivasi berprestasi

pada siswa MAN 6 Jakarta, begitu pula juga dengan dukungan

instrumental, dukungan informasi, serta dukungan jaringan. Dukungan

sosial teman sebaya yang di berikan diharapkan mampu memberikan

dukungan positif terhadap mahasiswa. Ketika mahasiswa mendapatkan

dukungan sosial dari teman-teman yang sejatinya sedang mengalami hal

yang sama yaitu masa belajar di pendidikan tinggi, maka akan

menimbulkan motivasi untuk sama-sama berjuang sehingga individu akan

akan memiliki penghargaan yang positif terhadap diri sendiri, yang

membuat semakin positifnya motivasi untuk berprestasi.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan

yang positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan motivasi

berprestasi Mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Semakin

tinggi dukungan sosial teman sebaya yang diperoleh maka semakin baik

pula tingkat motivasi berprestasinya, dan begitu pula sebaliknya semakin

rendah dukungan sosial teman sebaya yang diperoleh maka semakin buruk

pula tingkat motivasi berprestasinya.