bab ii tinjauan pustaka a. labu siam
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Labu Siam
Labu siam (Sechium edule Sw.) merupakan tanaman merambat
banyak ditemukan di Indonesia. Sebutan dari labu siam ini berbeda-
beda tiap daerah, di Jawa Barat menamakan gambas, sedangkan di
Jawa Tengah menamakan waluh jipang, dan di luar negeri dinamakan
chayote. Labu siam mempunyai ciri yang khas yaitu rasa yang enak
dan dingin. Oleh karena itu, labu siam bisa digunakan sebagai obat
tradisional salah satunya untuk mengobati penyakit darah tinggi. Labu
siam juga mengandung kandungan nutrisi yaitu vitamin A, vitamin B,
dan vitamin C (Juliyanto, 2010).
Labu siam (Secheum edule) salah satu komoditas yang sangat
melimpah dengan harga yang murah. Labu siam dikenal masyarakat
sebagai sayuran yang mudah didapat dan digunakan sebagai bahan
masakan. Selain sebagai sayuran, labu siam dapat mengobati beberapa
penyakit sehingga dapat disebut sebagai tanaman obat. (Putri, 2012).
Ilustrasi 1. Labu Siam (Sugeng, 2016).
5
Klasifikasi ilmiah buah labu siam adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae (suku labu-labuan)
Genus : Sechium
Species : Sechium edule
(Plantamor, 2016).
Labu siam mempunyai kulit yang tipis dan memiliki daging
buah yang tebal. Disamping memiliki daging buah yang sangat tebal
juga berasa netral sehingga cocok digunakan sebagai produk yang
tidak memerlukan rasa yang khas. Salah satu kandungan dari labu
siam yaitu pektin. Pektin merupakan serat pangan yang bernilai tinggi
dapat disebut sebagai pangan fungsional. Pektin ini sangat berperan
dalam pembentukan gel dan sebagai bahan penstabil pada pembuatan
jelly, jam, dan marmalade. Pektin ini terdapat pada lapisan lamella
tengah dan dinding sel primer. Adapun 3 faktor penting dalam
pembentukan gel yaitu pektin, gula, dan asam (Sari dan Sulandari,
2014)
6
Labu siam banyak manfaat dijadikan sebagai obat tradisional
diantaranya yaitu penurun kolesterol, pencegah hipertensi, sebagai
nutrisi bagi ibu hamil dan menyusui, penderita asam urat, dan diabetes.
Kandungan terbesar dari labu siam yaitu air yang mencapai 95,5%
(Nugraheni, dkk., 2011)
Tabel 1. Kandungan Gizi Labu Siam Mentah Setiap 100 gram :
Kandungan Nilai Gizi Presentase Saran Penyajian
Energi 19 Kcal <1%
Karbohidrat 4.51 g 3.5 %
Protein 0.82 g 1.5%
Total Lemak 0.13 g <1%
Kolesterol 0 mg 0%
Serat 1.7 g 4.5%
Vitamin Nilai Gizi Presentase Saran Penyajian
Folat 93 µg 23%
Niacin 0.470 mg 3%
Asam Pantothenic 0.249 mg 5%
Pyridoxine 0.076 mg 6%
Riboflavin 0.029 mg 2%
Thiamin 0.025 mg 2%
Vitamin A 0 IU 0%
Vitamin C 7.7 mg 13%
Vitamin E 0.12 mg <1%
Vitamin K 4.1 mg 4%
Elektrolit Nilai Gizi Presentase Saran Penyajian
Sodium 2 mg <1%
Potassium 125 mg 2.5%
Mineral Nilai Gizi Presentase saran Penyajian
Calsium 17 mg 1.7%
Zat Besi 0.34 mg 4%
Magnesium 12 mg 3%
Zat Mangan 0.189 mg 8%
Fosfor 18 mg 2.5%
Selenium 0.2 µg <1%
Zinc 0.74 mg 7%
Sumber : Manfaat Labu Siam bagi Kesehatan (Yuli, 2015).
7
B. Fruit Leather
Fruit leather merupakan bubur daging buah yang dapat
dikeringkan mencapai kadar air sekitar 20%, pengeringan dilakukan
dengan cara penjemuran atau bisa menggunakan pemanasan yang
memiliki suhu panas 50-70ºC, berbentuk lembaran tipis yang bisa
digulung dan dikonsumsi makanan ringan (Pertiwi, 2013)
Fruit leather dibuat dari satu jenis buah-buahan atau campuran
beberapa jenis buah-buahan, pengeringan bisa dilakukan dengan
penjemuran atau pemanasan dengan suhu 50-60ºC. Fruit leather
memiliki daya simpan 12 bulan, bila disimpan dalam keadaan baik
(Alvina, 2015)
Menurut Delden (2011), fruit leather adalah olahan kering dari
buah-buahan, kenyal dan beraroma. Fruit leather tinggi serat dan
karbohidrat dan secara alami rendah lemak. Ketika air dihilangkan dari
buah selama proses pengeringan, gula yang tersisa, asam, vitamin dan
mineral menjadi konsentrat di bagian padat yang tersisa dari buah,
menjadikan fruit leather camilan bergizi
Fruit leather berbentuk lembaran tipis dengan ketebalan 2 – 3
mm, kadar air 10 –15 %, mempunyai rasa khas sesuai dengan jenis
buah-buahan yang digunakan. Menurut Nurlaely (2002), fruit leather
yang baik mempunyai kandungan air 10-20%, aw kurang dari 0,7,
tekstur plastis, dan kenampakan. Bahan baku fruit leather dapat berasal
dari berbagai jenis buah-buahan tropis ataupun subtropis dengan
8
kandungan pektin yang cukup tinggi seperti pisang, pepaya, mangga,
nenas, jambu biji, apel, nangka, sebagainya. Adapun syarat mutu
manisan kering menurut DSN-SNI No.1718, 1996 ditunjukkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Syarat Mutu Manisan Kering
No Jenis uji Persyaratan
1 Keadaan (kenampakan bau, rasa, dan jamur) Normal tidak berjamur
2 Kadar Air Min. 25 % (b/b)
3 Jumlah Gula (dihitung sebagai sukrosa) Min. 40 %
4 Pemanis Buatan Tidak Ada
5 Zat Warna Yang diijinkan untuk
makanan
6 Benda Asing (daun, tangkai, pasir) Tidak Ada
7 Bahan Pengawet (dihitung sebagai SO2) Maks. 50 mg/kg
8 Cemaran Logam :
- Tembaga (Cu) Maks. 50 mg/kg
- Timbal (Pb) Maks. 2,5 mg/kg
- Seng (Zn) Maks. 40 mg/kg
- Timah (Sn) Maks. 150 mg/kg (*)
9 Arsen Maks. 1,0 mg/kg
10 Pemeriksaan Mikrobiologi
- Golongan Bentuk coli Tidak Ada
- Bakteri Escherrichia coli Tidak Ada
Keterangan : (*) Produk yang dikalengkan
Sumber : DSN – SNI No.1718, 1996.
9
Limbah cair
Gula : 5%, 10%, 15% CMC : 0,5 % dan 1 % Asam sitrat : 0,2%
Ilustrasi 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Fruit leather Labu Siam
Sumber : Haryu, dkk (2016)
Labu Siam
Penyortiran
Pencucian
Pemotongan
Blanching
5 menit, (95)
Penimbangan
Penghancuran
(Blender),
5 menit
Puree Labu Siam
Pemasakan
Pencetakan
Pengeringan
Cabinet Dryer
18 jam, 65C
Fruit Leather Labu Siam
Air Bersih
Air matang
Limbah Padat
(Biji)
Sorbitol, asam sitrat,
karagenan
Limbah cair
10
C. Gula
Gula merupakan salah satu istilah yang umum sering
diartikan sebagai karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis.
Beberapa gula misalnya glukosa, fruktosa, ,altosa, sukrosa dan
laktosa mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda
misalnya dalam hal rasa manisnya, kelarutan dalam air, energi yang
dihasilkan, mudah tidaknya difermentasi oleh mikroba
tertentu, dan terbentuk karamel jika dipanaskan dan pembentukan
kristalnya (Winarno, 1980).
Winarno dkk (1980) menyatakan dengan penambahan gula juga
berpengaruh pada kekentalan yang terbentuk, gula akan menurunkan
kekentalan. Hal ini disebabkan gula akan mengikat air sehingga
pembengkakan butir-butir pati menjadi lebih lambat dan
mengakibatkan gelatinisasi menjadi lebih tinggi.
Sukrosa berfungsi sebagai pemanis, memperbaiki konsistensi,
bersifat mengawetkan karena gula mampu mengikat air. Gula
terlibat dalam pengawetan dan membuat aneka ragam produk-
produk makanan. Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan
dalam konsentrasi tinggi sebagian dari air yang ada menjadi tidak
tersedia untuk pertubuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari
bahan pangan berkurang (Buckle, 1987)
Penambahan gula pada fruit leather selain untuk pemanis
juga untuk pembentuk tekstur, ketika terdapat pektin di dalam
sebuah campuran air, gula akan mempengaruhi keseimbangan
11
pektin dan air karena gula berfungsi sebagai dehydrating agent
yang mengurangi air di permukaaan pektin (Gardjito et al., 2005).
Penambahan bahan pemanis dapat membantu pembentukkan
tekstur pada fruit leather. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan
cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia, sebagai
pengawet serta sumber kalori bagi tubuh (Fitantri, 2013)
Dalam ilmu kimia, Gula pasir tergolong senyawa sukrosa.
Sukrosa dalah suatu jenis gula disakarida yang terbentuk oleh dua
gugus monosakarida, yaitu glukosa dan fruktosa. Rumus tersebut,
tidak terdapat perbedaan antara glukosa dan fruktosa, keduanya
memiliki rumus kimia C6H12O6. Namun untuk rumus strukturalnya,
glukosa dan fruktosa memiliki perbedaan lihat pada ilustrasi 3
Ilustrasi 3. Rumus kimia glukosa dan fruktosa
Sumber : Winarno (2004)
D. CMC
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan polielektrolit
amoniak turunan dari selulosa dengan perlakuan alkali dan
monochloro acetic acid atau garam natrium yang digunakan luas
dalam industri pangan. CMC memiliki rumus molekul
C8H16NaO8 bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak beracun, berbentuk butiran atau bubuk yang larut dalam air
12
namun tidak larut dalam larutan organik, stabil pada rentang pH
3-10 dan mengendap pada pH kurang dari 3, serta tidak bereaksi
pada senyawa organik. Contoh pengolahan dengan menggunkan CMC
adalah pada pemrosesan selai, es krim, minuman, saus, jelly,
pasta, keju, dan sirup. Karena pemanfaatannya yang luas, mudah
digunakan, serta harganya yang tidak mahal, CMC menjadi zat
yang diminati (De Man, 1989).
CMC (Carboxyl methyl Cellulose) adalah turunan dari
selulosa gum, dibuat dengan mereaksikan selulosa basa dengan Na-
monokloroasetat. Terdapat sebagai bubuk atau granula berwarna
putih sampai krem. Bubuknya bersifat higroskopi. Viskositas CMC
dipengaruhi oleh suhu dan pH. Pada pH<5. Viskositas CMC
menurun dan pada Ph 5-11 viskositasnya stabil, Mudah terdispersi
di dalam air sampai terbentuk larutan koloid. Tidak larut banyak
pelarut. Berfungsi sebagai pengental, mengurangi rasa asam sitrat,
rasa pahit kafein ataupun rasa manis sukrosa. Sebailknya akan
meningkatkan rasa asin NaCl dan rasa manis sakarin (Winarno,
1997)
CMC mempunyai kemampuan sebagai zat pengemulsi yang
hidrofilik mampu mengikat air, sehingga tidak terjadi endapan. Selain
itu CMC juga sebagai penjernih pada larutan sehingga minuman madu
yang diberi penambahan CMC memiliki warna yang lebih cerah
(Astuti, 2015)
13
Jumlah CMC yang diperlukan untuk menjaga stabilitas produk
yang baik tergantung pada tingkat kekentalan sebelum dikonsumsi.
Produk yang mengandung sejumlah besar padatan yang kental hanya
membutuhkan penambahan CMC dalam jumlah sedikit. Sebaliknya,
penambahan CMC dalam jumlah besar dapat digunakan untuk
menciptakan tekstur produk yang mengandung beberapa zat padat
terlarut (Akkarachaneeyakorn and Tinrat, 2015).
CMC berperan sebagai pengikat air, pengental, stabilisator
emulsi, dan tekstur gum. CMC digunakan dalam ilmu pangan sebagai
bahan pengental dan untuk menstabilkan emulsi. CMC mampu
menggantikan produk-produk seperti gelatin, gum arab, agar-agar,
karageenan, tragacanth, dan lain-lain. Sebagai pengemulsi, CMC
sangat baik digunakan untuk memperbaiki kenampakan tekstur dari
produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu
mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam
struktur gel yang dibentuk oleh CMC (De Man, 1989). Menurut De
Man, (1989), bahan penstabil memiliki sifat sebagai pengemulsi yang
ditandai dengan adanya gugus yang bersifat polar (hidrofilik) dan non
polar (hidrofobik). Ketika dicampurkan bahan pangan cair maka gugus
polar akan berikatan dengan air dan tekstur bahan pangan menjadi
kokoh. Rumus kimia Na-CMC dapat dilihat pada Ilustrasi 4.
14
Ilustrasi 4. Rumus Kimia Na-CMC ( Carboxymethyl cellulose )
Sumber : Saputra (2015)
E. Glukosa
Glukosa adalah gula monosakarida termasuk karbohidrat
terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga dalam tubuh.
Glukosa merupakan preursor untuk sintesis karbohidrat dalam tubuh
antara lain glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat
galaktosa dalam lakotosa susu, dalam glikolipid dan glikoprotein dan
proteoglikan (Murray R. K. et al 2003) Rumus kimia Glukosa dapat
dilihat pada Ilustrasi 5.
Ilustrasi 5. Rumus Kimia Glukosa
Sumber : Mulyono (2011)
F. Asam Sitrat
Asam sitrat berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan
mencegah kristalisasi gula. Selain itu, asam sitrat juga berfungsi
sebagai katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama
penyimpanan serta sebagai penjernih gel yang dihasilkan.
15
Keberhasilan pembuatan selai tergantung dari derajat keasaman untuk
mendapatkan pH yang diperlukan. Nilai pH dapat diturunkan dengan
penambahan sejumlah kecil asam sitrat. Penambahan asam sitrat dalam
selai beragam tergantung dari bahan baku pembentuk gel yang
digunakan. Banyaknya asam sitrat yang ditambahkan pada selai
berkisar antara 1 – 1,5 % untuk mencapai pH 3,2 – 3,4 (Buckle dkk,
1987).
Selain memberi rasa asam, asam sitrat berfungsi untuk
mencegah terjadinya kristalisasi gula pada produk, sebagai katalisator
hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama penyimpanan sehingga
dapat memperpanjang masa simpan produk (Kwartiningsih dan
Mulyati, 2005). Struktur kimia asam sitrat bisa di lihat pada Ilustrasi
6.
Ilustrasi 6. Stuktur kimia Asam Sitrat
Sumber : Nafiun (2013)
G. Blanching
Blanching merupakan proses yang dilakukan pada bahan pangan
sebelum dilakukan pengeringan pengalengan atau pembekuan.
Blanching merupakan suatu proses pemanasan pada bahan pangan
dengan menggunakan suhu dibawah 100C. Blanching dapat dilakukan
16
dengan dua cara, yaitu pemanasan secara langsung dengan air panas
(Hot Water Blancing) atau dengan menggunakan uap (Steam
Blanching). Kedua proses tersebut mempunyai keuntungan dan
kerugian tersendiri tergantung dari bahan yang akan dibalnching.
Blanching bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang memungkinkan
perubahan warna, tekstur, citta rasa bahan pangan. Namun tujuan
blanching juga bermacam-macam tergantung dari bahan yang akan
digunakan serta tujuan proses selanjutnya (Muchtadi, 1997)
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya dilakukan
pada suhu dan waktu yang terkontrol, pendinginan dengan segera
tanpa menunda prosesisng. Blanching yang tepat dapat mendatangkan
banyak manfaat antara lain dapat mencegah terjadinya perubahan yang
tidak diinginkan, mengurangi kandungan mikroba, dapat
mempertahankan warna, memperlunak jaringan, membantu
pengeluaran gas-gas seluler pada jaringan sehingga mencegah
terjadinya korosidan memperbaiki tekstur pada bahan pangan yang
dikeringkan (Winarno, 2002).
H. Kadar Air
Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat
ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik,
kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air. Kandungan air dalam
bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan
hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan
17
tersebut. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam pengolahan
dan pengelolaan pasca olah bahan pangan (Purnomo,1995).
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa
komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk
air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat
dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan,
sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut.
Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem
kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal dan air yang
terikat dalam sistem dispersi (Purnomo,1995)
Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung
dalam bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat.
Selama proses pengeringan, kadar air bahan mengalami penurunan,
besarnya penurunan kadar air tersebut berbeda-beda sesuai dengan
banyaknya air yang diuapkan. Dengan demikian pada awal proses
penurunan kadar air sangat besar dan semakin menurun sampai kadar
air seimbang (Henderson dan Perry, 1976).
Menurut Syarief dan Halid (1993), tinggi rendahnya kadar air
suatu bahan sangat ditentukan oleh air terikat dan air bebas yang
terdapat di dalam bahan.
I. Kadar Serat Kasar
Serat kasar merupakan zat dari sisa-sisa tanaman yang biasa
dimakan yang masih tertinggal bertutut-turut diekstrak menggunakan
18
zat pelarut, asam encer dan alkali. Nilai zat serat kasar lebih rendah
dari serat pangan, kurang lebih hanya seperlima dari seluruh nilai serat
pangan (Beck, 2011).
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
menentukan kadar serat kasar, yaitu asarn sulfat (H2S04 1,25 %) dan
natriurn hidroksida (NaOH 1,25 %), sedangkan serat pangan adalah
bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-
enzim pencernaan. Oleh karena itu, kadar serat kasar nilainya lebih
rendah dibandingkan dengan kadar serat pangan, karena asarn sulfat
dan natriurn hidroksida mernpunyai kernampuan yang lebih besar
untuk menghidrolisis komponen-komponen pangan dibandingkan
dengan enzim-enzim pencernaan (Muchtadi, 2001).
J. Kadar Gula Reduksi
Gula reduksi merupakan termasuk golongan gula (karbohidrat)
yang dapat mereduksi senyawa penerima elektron, contohnya
glukosa dan fruktosa. Gula reduksi mempunyai kemampuan untuk
mereduksi. Hal ini karena adanya gugus aldehid atau keton bebas.
Senyawa-senyawa yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah
logam-logam oksidator seperti Cu (II), yang termasuk gula reduksi
adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk dalam gula non reduksi adalah sukrosa
(Team Laboratorium Kimia UMM, 2008).
19
Winarno 2008 menyatakan bahwa sukrosa yang dilarutkan
dalam air akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gula
invert. Inversi sukrosa terjadi dalam suasana asam serta meningkatkan
kelarutan
K. Daya Tarik (Tensile strength)
Daya tarik adalah tarikan maksimal yang dicapai sebelum
produk tersebut putus atau sobek. Nilai kuat tarik menunjukkan
besarnya gaya yang diperlukan untuk mencapai tarikan maksimal pada
setiap satuan luas produk (Krochta et al, 2002). Daya tarik
berhubungan dengan tekstur fruit leather Menurut Fardiaz (1989),
penambahan gel suatu fenomena penggabungan atau pengikatan
silang rantai polimer yang terbentuk suatu jala tiga dimensi
bersambungan. Tekstur yang dikehendaki fruit leather adalah plastis.
Tekstur dapat dilihat pada saat digulung dan tidak terlalu kenyal kalau
digigit atau dikunyah (Kendall dan Sofos, 2003)
Menurut Gontard dan Guilbert (1994), faktor-faktor yang
mempengaruhi kuat tarik suatu bahan adalah total padatan terlarut dan
interaksi molekul di dalamnya. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan
posisi gugus sulfat akan mempengaruhi proses pembentukan gel.
Mekanisme pembentukan tekstur gel dalam fruit leather
dimulai dengan adanya proses gelasi yang melibatkan (asosiasi) ikatan
silang dari rantai-rantai polimer untuk membentuk jaringan tiga
dimensi secara kontinyu dan mampu memperangkap cairan,
20
membentuk tekstur kaku, kokoh dan tahan saat diberikan suatu
tekanan. Proses pembentukan gel dipengaruhi oleh ikatan antara gula,
derajat percabangan, derajat polimerisasi, adanya ion logam, dan
hidrokoloid (Rachmawati, 2009).
L. Organoleptik
Organoleptik adalah pengujian secara subjektif yaitu suatu
pengujian penerimaan selera makanan (acceptance) yang didasarkan
atas pengujian kegemaran (preference) dan analisa pembeda
(difference analysis). Mutu organoleptik didasarkan pada kegiatan
penguji (panelis) yang pekerjaannya mengamati, menguji, dan menilai
secara organoleptik (Winarno,2002).
Menurut Winarno (2004) bahwa panca indra yang digunakan
dalam menilai sifat indrawi adalah sebagai berikut:
1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna,viskositas, ukuran
dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan
diameter serta bentuk bahan.
2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan
konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun,
tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan
mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan
merupakan tebal tipis dan halus.
3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu
indikator terjadinya kerusakan pada produk.
21
4. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat
dengan mudah dirasakan pada ujung lidah dan rasa asin
Dalam pengujian ini yang digunakan yaitu uji mutu hedonik.
Berbeda dengan uji kesukaan, mutu hedonik tidak menggunakan
suka atau tidak melainkan menggunakan kesan baik atau buruk. kesan
baik atau buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Kesan mutu hedonik
lebih spesifik dari sekedar suka atau tidak suka. Mutu hedonik bersifat
umum baik dan buruk dan bersifat spesifik seperti empuk atau keras
untuk nasi, renyah atau liat untuk mentimun (Wagiyono, 2003).
Rentang tingkat skala berbeda-beda tergantung pada rentangan
mutu yang diinginkan dan antar skala. Skala hedonik pada mutu
hedonik dapat berarah satu atau berarah dua. Data penilaian dapat
ditarnsformasi dalam skala numeric dan dianalisis statistic untuk
interpretasinya (Wagiyono, 2003).