bab ii tinjauan pustaka a. konsep asuhan kebidanan
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Asuhan Kebidanan
Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI) bidan adalah seorang wanita yang telah
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan yang telah diakui pemerintah dan lulus
ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan diberi izin secara sah untuk
melaksanankan praktik (IBI, 2016).
Asuhan Kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi
tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang mempunyai
kebutuhan masalah dalam bidang kesehatan ibu hamil, masa persalinan, masa nifas,
bayi setelah lahir serta keluarga berencana (Kemenkes RI, 2016a).
Dalam memberikan asuhan, bidan memiliki kewenangan yang telah diatur
pada PERMENKES No. 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan yang terdapat dalam BAB III bagian Kedua tentang Kewenangan Bidan
(Kemenkes RI, 2017a). Selain itu, Bidan dalam memberikan pelayanan harus
menerapkan standar asuhan kebidanan yang telah diatur dalam KEPMENKES No.
938/MENKES/SK/VII/2007. Standar tersebut adalah acuan dalam proses
pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai wewenang
dan ruang lingkupnya. Standar asuhan kebidanan ini dibagi menjadi enam standar
(Kemekes RI, 2007).
8
1. Asuhan Kebidanan Kehamilan Trimester III
a. Pengertian Kehamilan
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional (FOGI), kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilsisasi hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10
bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi menjadi 3
trimester, dimana trimester satu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15
minggu (minggu ke 13 hingga ke 27), dan trimester ketiga 13 minggu yaitu minggu
ke 28 hingga ke 40 (Sarwono Prawirohardjo, 2014)
b. Standar Pelayanan Antenatal
Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dengan petugas
kesehatan guna mendapatkan pelayanan antenatal terstandar. Kunjungan antenatal
sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan jadwal
kunjungan minimal 1 kali pada trimester I, minimal 1 kali pada trimester II, dan
minimal 2 kali pada trimester III (Kemenkes RI, 2014b).
Kunjungan antenatal 4 kali selama hamil adalah jumlah minimal. Pada
kunjungan pertama (K1) tindakan yang dilakukan bidan adalah melakukan
anamnesa mengenai identitas/biodata, riwayat kehamilan, riwayat kebidanan,
riwayat kesehatan, riwayat sosial ekonomi, melakukan pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan kesehatan, dan penyuluhan/pendidikan kesehtan dan konsultasi.
Sedangkan pada kunjungan keempat (K4) trimester III, bidan melakukan anamnesa
mengenai keluhan/masalah yang dirasakan, pemeriksaan kehamilan meliputi
9
pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan fisik obstetri, pemeriksaan psikologis,
dan pemeriksaan laboratorium bila ada indikasi/diperlukan (Kostania, 2015).
Tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai
standar dalam memberikan asuhan kehamilan yaitu 10T (Kementerian Kesehatan
RI, 2014b). Asuhan kehamilan trimester III yang dapat diberikan oleh bidan yaitu
(Kemenkes RI, 2013):
1) Melakukan anamnesa mengenai catatan pada kunjungan sebelumnya dan
keluhan yang dirasakan
2) Melakukan pemeriksaan keadaan umum, BB, dan tanda-tanda vital
3) Melakukan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan 2 kali yaitu Trimester I
dan III)
4) Memantau tanda bahaya trimester III, dan melakukan follow up terkait masalah
yang dihadapi sebelumnya
5) Melakukan pengukuran TFU, Leopold, dan DJJ
6) Pemberian Zat Besi dan Asam Folat
7) Memberikan KIE sesuai masalah yang dihadapi
c. Kebutuhan Dasar Kehamilan Trimester III
Kebutuhan dasar ibu hamil trimester III menurut Sarwono Prawirohardjo
(2014), yaitu :
1) Nutrisi
Pada saat memasuki kehamilan trimester ke III, nafsu makan baik. Beberapa
zat yang diperlukan yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, kalsium
dan zat besi.
10
2) Istirahat dan tidur
Waktu yang dibutuhkan ibu hamil trimester III untuk tidur malam yaitu 8
jam dan tidur siang ± 1 jam. Posisi tidur yang dianjurkan adalah miring kiri, kaki
kiri lurus, kaki kanan sedikit menekuk dan diganjal dengan bantal.
3) Pakaian
Ibu dianjurkan untuk menggunakan pakaian yang longgar, bersih dan tidak
ada ikatan yang ketat pada daerah perut serta mengganti pakaian dalam setiap hari.
4) Eliminasi
Pada kehamilan trimester III ibu sering buang air kecil karena penekanan
kandung kemih akibat penurunan kepala janin ke pintu atas panggul. BAB (buang
air besar) juga dapat mengalami konstipasi atau sembelit akibat perubahan
hormonal yang mempengaruhi aktivitas usus halus dan usus besar.
5) Perawatan payudara
Perawatan payudara sering disebut Breast Care adalah bertujuan untuk
memelihara kebersihan payudara, serta memperbanyak atau memperlancar
pengeluaran ASI. Puting susu yang masuk diusahakan supaya keluar dengan
pemijatan dengan cara memilin putting susu ke arah luar dengan penarikan lembut
agar puting yang masuk perlahan–lahan menonjol keluar.
6) Kelas Ibu Hamil
Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan umur
kehamilan antara 20 minggu s/d 32 minggu dengan jumlah peserta maksimal 10
orang. Tujuan diadakan kelas ibu hamil yaitu untuk meningkatkan pengetahuan,
merubah sikap dan perilaku ibu agar memahami tentang kehamilan, perubahan
tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan
11
Nifas, KB pasca persalinan, perawatan bayi baru lahir, mitos/kepercayaan/adat
istiadat setempat, penyakit menular dan akta kelahiran (Kemenkes RI, 2014a).
Pertemuan kelas ibu hamil dilakukan 4 kali pertemuan selama hamil atau
sesuai dengan hasil kesepakatan fasilitator dengan peserta. Pada setiap akhir
pertemuan dilakukan senam ibu hamil. Jika dilaksanakan, setelah sampai di rumah
diharapkan dapat dipraktekkan. Jadwal pertemuan kelas ibu hamil dapat dijabarkan
sebagai berikut (Depkes RI, 2009b) :
a) Pertemuan I (Pemeriksaan Kehamilan agar Ibu dan Janin sehat)
b) Pertemuan II (Persalinan Aman, Nifas Nyaman, Ibu Selamat, Bayi Sehat)
c) Pertemuan III (Pencegahan Penyakit dan Komplikasi Kehamilan, Persalinan dan
Nifas, Agar Ibu dan Bayi Sehat)
d) Pertemuan IV (Perawatan Bayi Baru Lahir agar Tumbuh Kembang Optimal)
7) Persiapan persalinan ( P4K )
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berfungsi
memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang baik, aman, cepat, murah, dan efisien (Depatermen
Kesehatan RI, 2009a). Salah satu cara meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
bagi masyarakat adalah dengan menerapkan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K). Rencana persalinan adalah rencana tindakan yang
dibuat oleh ibu, anggota keluarganya dan bidan. Ada 6 komponen penting dalam
rencana persalinan, yaitu (Maryunani, 2013):
a) tempat persalinan
b) memilih tenaga kesehatan terlatih ( penolong persalinan )
c) transportasi ke tempat persalinan
12
d) biaya yang dibutuhkan selama persalinan
e) calon pendonor apabila terjadi kegawatdaruratan
f) pedamping selama persalinan
d. Tanda Bahaya Kehamilan Trimester III
Tanda bahaya kehamilan Trimester III menurut Kusmiyati (2009) antara lain :
1) Gerakan janin berkurang
Ibu tidak merasakan gerakan janin sesudah kehamilan 29 minggu atau selama
persalinan. Bayi biasanya paling sedikit bergerak 3 kali dalam 3 periode. Apabila
gerakan janin dirasakan kurang dianjurkan untuk konsultasi ke tenaga kesehatan.
2) Kejang
Pada umumnya kejang didahului oleh gejala sakit kepala, mual, nyeri ulu hati
sehingga muntah. Bila semakin berat, penglihatan semakin kabur, kesadaran
menurun yang kemudian mengakibatkan kejang.
3) Demam tinggi
Salah satu penyebabnya adalah daya tahan tubuh atau sistem imun yang
mengalami perubahan lebih berfungsi dan mengutamakan perlindungan pada sang
janin.
4) Bengkak
Pembengkakan dapat dialami setiap saat selama kehamilan, tetapi cenderung
terjadi sekitar bulan kelima dan dapat meningkat pada trimester III akibat berdiri
dalam jangka waktu yang lama, terlalu banyak aktifitas, dan banyak mengkonsumsi
kafein.
13
5) Perdarahan
Perdarahan pervaginam pada kehamilan lanjut disebut juga perdarahan
antepartum. Jenis perdarahannya dapat berupa :
a) Menjelang akhir kehamilan perdarahan yang terjadi biasanya disebabkan
perlekatan plasenta ke jalan lahir atau disebut plasenta previa.
b) Perdarahan terjadi karena plasenta yang terlepas di dalam rahim atau disebut
dengan solusio plasenta.
c) Gangguan pembekuan darah menjadi penyebab dan akibat perdarahan yang
hebat.
6) Sakit kepala hebat
Sakit kepala yang abnormal adalah yang bersifat hebat, menetap, dan tidak
hilang jika diistirahatkan. Bila mengalami sakit kepala yang hebat dan disertai
dengan pandangan kabur merupakan gejala pre eklampsia.
7) Keluar cairan pervaginam
Keluarnya cairan pervaginam pada trimester III menjadi tidak normal jika
keluarnya cairan berupa air ketuban yang dinyatakan sebagai ketuban pecah dini
jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
e. Kenaikan Berat Badan (BB) Selama Kehamilan
Ibu yang mengalami kekurangan gizi berisiko melahirkan bayi yang
kekurangan gizi. Janin yang mengalami malnutrisi sejak dalam kandungan juga
berisiko lebih besar untuk lahir stunting (Mitayani, 2010). Pertambahan berat badan
ibu hamil menggambarkan status gizi selama hamil, oleh karena itu perlu dipantau
setiap bulan. Jika terdapat kelambatan dalam penambahan berat badan ibu, dapat
14
mengindikasikan adanya malnutrisi sehingga dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin (IUGR) (Sulistyawati, 2010).
Ibu hamil yang tergolong kurus sebelum hamil, diharapkan dapat mencapai
kenaikan berat badan sebanyak 12,518 kg pada akhir kehamilan. Untuk ibu yang
memiliki berat badan ideal sebelum hamil diharapkan mencapai kenaikan berat
badan sebesar 11,516 kg diakhir kehamilannya. Untuk ibu yang memiliki berat
badan berlebih saat sebelum hamil diharapkan kenaikan berat badannya hanya
7,115 kg pada akhir kehamilannya (Mitayani, 2010).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Pantiawati (2010), rata-rata kenaikan berat badan
selama hamil adalah 20% dari berat badan ideal sebelum hamil. Proporsi kenaikan
berat badan selama hamil adalah sebagai berikut:
1) Kenaikan berat badan trimester I kurang lebih 1 kg. Kenaikan berat badan ini
hampir seluruhnya merupakan kenaikan berat badan ibu.
2) Kenaikan berat badan trimester II adalah 3 kg atau 0,3 kg per minggu. Sebesar
60% kenaikan berat badan karena pertumbuhan jaringan ibu.
3) Kenaikan berat badan trimester III adalah 6 kg atau 0,3-0,5 kg per minggu.
Sekitar 60% kenaikan berat badan ibu karena pertumbuhan jaringan janin.
Timbunan lemak pada ibu kurang lebih 3kg.
Menurut Arisman (2010), beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan
berat badan ibu hamil diantaranya adalah pengetahuan (pendidikan), faktor sosial
(pekerjaan), dan usia ibu hamil. Adapun dampak akibat kurangnya kenaikan BB
selama hamil, yaitu :
15
1) Bayi lahir prematur
Ibu hamil yang terlalu kurus berisiko melahirkan bayi lebih awal dari
waktunya atau lahir prematur. Biasanya kelahiran prematur terjadi saat kehamilan
baru menginjak usia 37 minggu. Hal ini bisa menyebabkan bayi rentan mengalami
berbagai masalah kesehatan seperti gangguan pernapasan, penyakit kuning,
memiliki suhu tubuh yang tidak normal, mudah terkena infeksi, gangguan
metabolisme dan pendarahan di otak.
2) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Normalnya bayi lahir dengan berat badan sekitar 2,5-4,0 kilogram. Namun,
bila ibu hamil terlalu kurus, maka bayi berisiko lahir dengan berat badan kurang
dari 2,5 kilogram. Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan yang rendah
bisa saja mengalami kekentalan darah karena banyaknya sel darah merah, gula
darah rendah, mudah kedinginan, mudah terkena infeksi dan mengalami gangguan
pernapasan.
3) Pertumbuhan Janin Terhambat
Bila ibu hamil tidak mengalami penambahan berat badan yang cukup, maka
janin juga tidak akan mengalami pertambahan berat. Ketika dicek melalui USG,
berat janin berisiko berada di bawah persentil ke-10 untuk usia kehamilan. Kondisi
ini juga sering dikatakan dapat menghambat pertumbuhan janin (IUGR). Jangan
sampai hal ini terjadi pada buah hati ibu, karena bayi yang terlalu kecil berisiko
kekurangan oksigen saat lahir, memiliki gula darah yang rendah, darah mengental
karena jumlah sel darah merahnya meningkat, berisiko mengalami cacat dan
gangguan saraf atau berisiko lahir secara caesar.
16
4) Keguguran
Berat badan di bawah normal sering diduga menjadi penyebab ibu hamil
mengalami keguguran. Menurut penelitian dari London School of Hygiene &
Tropical Medicine, sekitar 72 persen ibu hamil yang kurang berat badannya
mengalami keguguran di bulan pertama.
f. Kehamilan Postdate
1) Pengertian
Kehamilan postdate adalah suatu kehamilan yang berakhir antara 40
dan 42 minggu (Saifuddin, 2010). Kehamilan postdate adalah suatu kehamilan yang
berlangsung melebihi 40 minggu ditambah satu atau lebih hari (setiap waktu yang
melebihi tanggal perkiraan lahir).
2) Etiologi
Menurut Saifuddin (2010), seperti halnya teori bagaimana terjadinya
persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postdate belum jelas.
Beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab kehamilan postdate, yaitu :
a) Faktor hormonal, dimana kadar progesteron tidak cepat turun walaupun
kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin
berkurang.
b) Faktor herediter, karena post maturitas sering dijumpai pada suatu keluarga
tertentu
c) Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga disimpulkan kerentanan
akan stress merupakan faktor tidak timbulnya His
d) Kurangnya air ketuban
e) Insufiensi plasenta
17
3) Patifisiologi
Kehamilan lewat waktu yang disebabkan karena faktor hormonal
serta kurangnya produksi oksitosin akan menghambat kontraksi otot uterus secara
alami dan adekuat, sehingga mengurangi respons serviks untuk menipis dan
membuka. Akibatnya kehamilan bertahan lebih lama dan tidak ada
kecenderungan untuk persalinan pervaginam (Saifuddin, 2010).
4) Faktor Risiko
Faktor risiko kehamilan postdate adalah riwayat kehamilan postdate,
nuliparitas, usia ibu yang lebih tua dari 30 tahun, terlalu sering melahirkan dan
obesitas (Kusmardaji, D. 2010). Risiko sectio caesarea maupun induksi persalinan
pada kehamilan ini meningkat bersama dengan umur ibu dan BMI serta lebih dari
dua kali lipatnya pada wanita berumur ≥35 tahun. Risiko lima kali lipat terlihat pada
wanita primigravida. Dengan kata lain, nuliparitas, peningkatan umur ibu dan
obesitas merupakan faktor risiko terkuat untuk kehamilan postdate.
5) Gejala Klinis Kehamilan Postdate
Tanda dan gejala klinis yang dapat ditemukan pada kehamilan Postdate
adalah gerakan janin berkurang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/20 menit
atau secara obyektif dengan kardiotokografi kurang dari 10 kali/20 menit (Nugroho,
2011).
Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda kehamilan Postdate, yaitu :
a) Stadium I, dimana kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi
sehingga kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas
b) Stadium II, seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.
18
c) Stadium III, seprti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit,
dan tali pusat (Nugroho, 2011).
6) Komplikasi
a) Perubahan pada plasenta
Menurut Fadlun (2012) disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab
terjadinya komplikasi pada kehamilan kehamilan lewat waktu dan meningkatnya
risiko pada janin. Hal itu disebabkan karena peningkatan penimbunan kalsium yang
dapat menyebabkan terjadinya gawat janin. Selain itu selaput vaskulosinsisial
menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang yang mengakibatkan berkurangnya
transport plasenta, serta terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti oedema.
b) Pengaruh pada janin
Menurut Saifuddin (2010), pengaruh kehamilan postdate terhadap janin,
yaitu:
(1) Bila terjadi perubahan anatomi yang besar pada plasenta, maka terjadi
penurunan berat janin.
(2) Sindrom postmaturitas, seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering
dan keriput, kuku tangan dan kaki panjang, serta rambut kepala lebat.
(3) Gawat janin
c) Pengaruh pada ibu
(1) Morbiditas/mortalitas ibu dapat meningkat akibat dari makrosomia janin
dan tulang tengkorak menjadi lebih keras sehingga menyebabkan terjadi
distosia persalinan, maupun partus lama.
(2) Gangguan emosional pada ibu
19
7) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan Postdate dilakukan dengan cara pengelolaan
secara aktif ( melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu
untuk memperkecil risiko terhadap janin ) dan pengelolaan pasif atau ekspektatif
yang didasarkan pada pandangan bahwa persalinan anjuran yang dilakukan semata-
mata atas dasar postdate mempunyai risiko atau komplikasi cukup besar sehingga
perlu dilakukan pengawasan secara terus-menerus terhadap kesejahteraan janin.
Penatalaksanaan postdate dalam persalinan antara lain :
(1) Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat.
(2) Pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang
dapat dilakukan induksi persalinan. Cara objektif untuk menilai kematangan
serviks menggunakan sistem penilaian Bishop Score.
(3) Pada persalinan pervaginam diperhatikan bahwa partus lama sangat
merugikan bayi.
(4) Pasien tidur miring sebelah kiri
(5) Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin
(6) Beri oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal
(7) Perhatikan jalannya persalinan.
g. Oligohidramnion
1) Pengertian
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc (Saifuddin AB, 2010), atau juga didefinisikan
20
dengan indeks cairan amnion 5 cm atau kurang dari 12% dari 511 kehamilan dengan
usia kehamilan 41 minggu atau lebih.
2) Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui secara
pasti namun kelainan kongenital, pertumbuhan janin terhambat, ketuban pecah,
kehamilan posterm/kehamilan lewat waktu, insufiensi plasenta, dan obat – obatan
(misalnya dari golongan antiprostaglandin) dicurigai menjadi penyebab
oligohidramnion.
Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu
berhubungan dengan obsrtuksi saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis
(Khumaira M, 2012). Oligohidramnion harus dicurigai jika tinggi fundus uteri lebih
rendah secara bermakna dibandingkan yang diharapkan pada usia gestasi tersebut.
3) Dampak
Dampak yang sering terjadi pada oligohidramnion yaitu cacat bawaan,
hipoplasia paru, kompresi tali pusat, deformitas pada wajah dan skelet, aspirasi
meconium pada intrapartum, IUGR (Intra Uterine Grow Reterdation), dan
kematian janin.
4) Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan
pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin yang tidak
baik. Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada
oligohidramnion, oleh karena itu persalinan dengan sectio caesarea merupakan
pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion (Khumaira M, 2012).
21
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010) penatalaksanaan pada ibu dengan
oligohidramnion yaitu :
(1) Tirah baring
(2) Hidrasi dengan kecukupan cairan
(3) Perbaikan nutrisi
(4) Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin)
(5) Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion
2. Sectio Caesarea
a. Pengertian
Sectio Caesarea merupakan suatu tindakan pembedahan dengan cara
membuka dinding abdomen dan dinding rahim untuk melahirkan janin dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram dan usia janin
> 28 minggu yang dilakukan dengan cara melakukan suatu irisan pembedahan yang
akan menembus dinding abdomen pasien (laparotomy) dan uterus (histerektomi)
dengan tujuan untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih (Saifuddin AB, 2010).
Tindakan Sectio Caesarea dilakukan untuk mencegah kematian janin dan ibu
karena adanya suatu komplikasi yang akan terjadi bila persalinan dilakukan secara
pervaginam.
b. Indikasi Sectio Caesarea
Indikasi dilakukannya Sectio Caesarea berasal dari faktor ibu maupun janin,
seperti CPD (Pinggul sempit), gawat janin, plasenta previa, letak lintang,
Incoordinate Uterine Action (kontraksi Rahim adekuat), pre-eklampsi,
Oligohidramnion, serta riwayat SC sebelumnya.
22
c. Perawatan Pre Operasi SC
Perawatan pre operasi merupakan perawatan perioperatif yang dimulai
sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan (Mirianti,
2011). Persiapan sebelum SC sangat penting dilakukan untuk mendukung
kesuksesan tindakan operasi.
Persiapan SC yang dapat dilakukan yaitu persiapan fisiologis, dimana
persiapan ini merupakan persiapan yang dilakukan mulai dari persiapan fisik,
pemeriksaan penunjang, pemerikaan status anastesi sampai informed consent.
Selain itu, persiapan psikologis atau persiapan mental merupakan hal yang
tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan SC. Persiapan perioperatif,
diantaranya :
1) Persiapan Fisik
a) Memeriksa status kesehatan fisik secara umum termasuk memeriksa adanya
riwayat alergi dan memantau tanda-tanda vital
b) Memeriksa status nutrisi pasien, dimana pasien yang akan operasi SC setidaknya
puasa selama 4 jam
c) Melakukan pencukuran daerah operasi
d) Memastikan kebersihan tubuh pasien termasuk melepas perhiasan dan
memastikan pasien tidak menggunakan cat kuku
e) Memastikan keseimbangan cairan elektrolit dengan cara memasang cairan infus
f) Pengosongan kantong kemih dan memasang kateter
23
2) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari tindakan pembedahan. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan sebelum
operasi SC adalah pemeriksaan USG, laboratorium maupun pemeriksaan lain
seperti NST.
3) Persiapan mental
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh
terhadap kondisi fisiknya. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien
dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti meningkatnya
frekuensi denyut jantung dan pernafasan, tekanan darah, gerakan-gerakan tangan
yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, serta menanyakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sehingga peran dan dukungan keluarga sangat
diperlukan selama proses operasi.
d. Perawatan Post Operatif
Perawatan Post Operatif tidak hanya dilakukan di Rumah Sakit setelah keluar
dari ruang pemulihan, tetapi juga dilakukan setelah keluar dari Rumah Sakit.
Adapun hal-hal yang wajib diperhatikan selama Post Operatif, yaitu (Saifuddin AB,
2010).:
1) Di Rumah Sakit
a) Memantau tanda-tanda vital ibu yaitu tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu
b) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan saat pasien sudah bias flatus.
Pemberian minuman sedikit demi sedikit diberikan saat 6-8 jam post sc
24
c) Mobilisasi
Mobilisasi dini dianjurkan 6 jam pasca operasi untuk memperbaikan
sirkulasi, serta menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal. Hal tersebut
berpengaruh terhadap proses penyembuhan dan kembalinya organ-organ
kewanitaan seperti sebelum hamil. Penelitian yang dilakukan oleh Reni Heryani
dan Ardenny (2016) tentang Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan
Luka Post Sectio Caesarea membuktikan bahwa penerapan mobilisasi dini
berpengaruh 3 kali terhadap penyembuhan luka dibandingkan dengan tidak
melakukan mobilisasi dini karena mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang
terpenting pada fungsi fisiologis untuk mempertahankan kemandirian.
d) Perawatan luka operasi
Perawatan luka operasi sangat diperlukan untuk penghalang dan pelindung
terhadap infeksi selama proses penyembuhan. Luka operasi harus dijaga tetap
bersih dan kering.
e) Pemakaian kateter
Pemakaian kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin cepat melepas
kateter akan lebih baik untuk mencegah kemungkinan infeksi dan membuat pasien
cepat mobilisasi.
f) Pemberian antibiotika jika ada tanda infeksi atau pasien demam, dan diberikan
sampai bebas demam selama 48 jam
2) Perawatan Lanjutan di Rumah
a) Menjaga kebersihan diri termasuk menjaga luka operasi tetap bersih dan kering
b) Menghindari mengangkat beban yang berat untuk menghindari tekanan pada
bagian perut
25
c) Mengkonusmsi makanan bergizi
3. Asuhan Kebidanan Masa Nifas
a. Pengertian Masa Nifas
Masa Nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat – alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung selama kira – kira
6 minggu (Kemenkes RI,2017b).
Pelayanan masa nifas diberikan sebanyak tiga kali yaitu KF 1 (6 jam – 3 hari),
KF 2 (3-28 hari), dan KF 3 (29-42 hari) (Kemenkes RI, 2015). Tujuan kunjungan
masa nifas dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) KF 1
Asuhan yang diberikan selama kunjungan nifas KF 1 yaitu mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan, memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri, pemberian ASI
awal, melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, serta menjaga bayi
tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
2) KF 2
Fokus asuhan pada kunjungan nifas KF 2 yaitu memastikan involusi uterus
berjalan normal, memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan
istirahat, memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyakit, memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan perawatan
bayi sehari-hari.
26
3) KF 3
Asuhan yang diberikan sama seperti KF 2 ditambah menanyakan pada ibu
tentang penyulit-penyulit yang dialami atau bayinya, memberikan konseling KB
secara dini, serta menganjurkan/mengajak ibu membawa bayinya ke Posyandu atau
puskesmas untuk penimbangan dan imunisasi.
b. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1) Uterus
Involusi uterus ditandai dengan penuruanan ukuran serta berat dan perubahan
pada lokasi uterus yang juga diandai dengan warna dan jumlah lochea. Perubahan–
perubahan normal pada uterus selama masa nifas adalah sebagai berikut :
Tabel 1
Perubahan uterus selama masa nifas
Sumber : Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui, 2018
2) Lochea
Akibat involusi uterus, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta
akan menjadi nekrotik yang dinamakan lochea. Menurut Buku Rustam Muchtar
Sinopsis Obstetri (2011), Lochea dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
Involusi Uteri Tinggi Fundus
Uteri
Berat
Uterus Diameter
1 2 3 4
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari Pertengahan pusat
dan simfisis 500 gram 7,5 cm
14 hari Tidak teraba 350 gram 5 cm
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm
27
Tabel 2
Macam-macam lochea
Lochea Waktu Warna Ciri – ciri
1 2 3 4
Rubra 1-3 hari Merah
kehitaman
Berisi darah segar
bercampur sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo, sisa
mekoneum, sisa selaput
ketuban dan sisa darah
Sanguinolenta 3-7 hari
Putih
bercampur
merah
Berwarna merah kecoklatan,
berisi sisa darah dan lendir
Serosa 7-14
hari
Kekuningan/ke
coklatan
Berwarna agak kuning berisi
leukosit dan robekan
laserasi plasenta
Alba >14
hari Putih
Berupa lendir tidak
berwarna
Sumber : Rustam Muchtar Sinopsis Obstetri, 2011
3) Payudara
Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya laktasi. Perubahan
pada payudara dapat meliputi penurunan kadar progesterone secara tepat dengan
peningkatan hormone prolaktin setelah persalinan, kolostrum sudah ada pada saat
persalinan, produksi ASI terjadi pada hari kedua atau ketiga setelah persalinan
(Sarwono Prawirohardjo, 2014).
c. Perubahan Psikologis Masa Nifas
Teori dari Reva Rubin (Sulistyawati, 2010), proses persalinan dan lahirnya
bayi memberikan arti dan makna yang sangat besar bagi seorang ibu. Tiga fase
adaptasi psikologis ibu nifas dapat dipaparkan sebagai berikut :
28
1) Fase Taking In
Terjadi pada hari pertama sampai kedua setelah persalinan, ibu akan
mengulang menceritakan pengalaman persalinannya, khawatir pada tubuhnya,
masih pasif dan memerlukan bantuan dari orang terdekat.
2) Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara tiga sampai sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu
merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan sudah mulai ada rasa
tanggungjawab dalam perawatan bayinya. Hal yang perlu diperhatikan adalah
komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan/pendidikan kesehatan
tentang perawatan diri dan bayinya.
3) Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase
ini terjadi setelah tiba dirumah. Pada masa ini ibu akan mengambil tanggung jawab
penuh dan harus segera beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi.
d. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan memaparkan kebutuhan dasar ibu selama masa nifas sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2013):
1) Nutrisi dan Cairan
Ibu menyusui harus mendapatkan tambahan zat makanan sebesar 800 kkal
yang digunakan untuk memproduksi ASI dan untuk aktivitas ibu sendiri.
2) Ambulasi / Mobilisasi dini
Ambulasi dini adalah kebijakan untuk selekas mungkin membimbing ibu
keluar dari tempat tidurnya dan membimbing untuk berjalan. Beberapa jam setelah
29
melahirkan, segera bangun dari tempat tidur dan bergerak agar lebih kuat dan lebih
baik. Gangguan berkemih dan buang air besar juga dapat teratasi.
3) Perawatan payudara
Ibu nifas dan menyusui harus menjaga payudara tetap kering dan bersih,
terutama pada puting susu dan harus menggunakan bra yang menyokong payudara.
Jika putting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar putting
susu setiap kali menyusui. Apabila putting susu lecet berat, maka putting dapat
diistirahatkan dan ASI dapat diminumkan dengan menggunakan sendok.
4) Kebersihan diri
Karena keletihan dan kondisi psikis yang belum stabil, biasanya ibu
postpartum masih belum cukup kooperatif untuk membersihkan dirinya. Bidan
harus bijaksana dalam memberikan motivasi ini tanpa mengurangi keaktifan ibu
untuk melakukan personal hygiene secara mandiri.
5) Seksual
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa
rasa nyeri.
6) Senam Nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yangg maksimal, sebaiknya latihan
masa nifas dilakukan seawal mungkin dengan catatan ibu menjalani persalinan
dengan normal dan tidak ada penyulit postpartum.
7) Keluarga Berencana
Idealnya pasangan memiliki keturunan dengan jarak dua tahun dari kelahiran
anak sebelumnya. Metode amenore laktasi dapat digunakan sebelum haid pertama
30
kembali, kemudian setelah itu dapat memilih menggunakan alat kontrasepsi sesuai
keinginan antara ibu dan suami.
e. Tanda Bahaya Masa Nifas
1) Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa
24 jam setelah anak lahir. Menurut waktu terjadinya dibagi atas 2 bagian:
a) Perdarahan Postpartum Primer, yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir
akibat atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir.
b) Perdarahan Postpartum sekunder, yang terjadi setelah 24 jam, biasanya terjadi
antara hari ke 5 sampai 15 postpartum yang disebabkan robekan jalan lahir dan
sisa plasenta (Bahiyatun, 2009).
2) Lochea Berbau busuk
Dalam masa nifas sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran
darah dan lendir waktu menstruasi dan berbau anyir (cairan ini berasal dari bekas
melekatnya plasenta). Apabila pengeluaran lochea lebih lama dari pada yang
disebutkan diatas kemungkinan adanya sisa plasenta yang tertinggal di dalam atau
infeksi pada jalan lahir.
3) Sub-involusi
Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim. Bila
pengecilan ini kurang baik atau terganggu disebut sub-involusi. Faktor penyebab
sub-involusi antara lain sisa plasenta dalam uterus, endometritis, serta adanya
mioma uteri (Sarwono Prawirohardjo, 2014).
31
4) Pusing dan lemas yang berlebihan
Pusing bisa disebabkan oleh karena tekanan darah tinggi (Sistol 160 mmHg
dan diastolnya 110 mmHg). Pusing dan lemas yang berlebihan dapat juga
disebabkan oleh anemia.
5) Payudara merah, panas, dan sakit
Mastitis bernanah dapat terjadi setelah minggu pertama pascasalin, tetapi
biasanya tidak sampai melewati minggu ke 3 atau ke 4. Pada pemeriksaan payudara
didapatkan payudara membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan dengan batas
tegas, dan disertai rasa nyeri (Sarwono Prawirohardjo, 2014).
6) Baby Blues
Baby blues adalah perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya. Keadaan
ini disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit
menerima kehadiran bayinya.
7) Depresi masa nifas
Depresi masa nifas adalah keadaan yang amat serius. Hal ini disebabkan oleh
kesibukannya yang mengurusi anak-anak sebelum kelahiran anaknya ini, ibu yang
tidak mengurus dirinya sendiri, seorang ibu cepat murung, serta mudah marah
marah.
4. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir
a. Pengertian Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir normal merupakan bayi yang lahir dalam keadaan presentasi
belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37
minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan baru lahir 2500-4000 gram.
Nilai apgar >7 dan tanpa cacat bawaan (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
32
Bayi lahir normal mempunyai ciri-ciri berat badan lahir 2500-4000 gram,
umur kehamilan 37-40 minggu, bayi segera menangis, bergerak aktif, kulit
kemerahan, menghisap ASI dengan baik, dan tidak ada cacat bawaan. Bayi baru
lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar
lengan 11-12 cm, frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60
x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak
panjang dan lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik
(rooting, sucking, morro, grasping), organ genitalia pada bayi laki-laki testis sudah
berada pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi perempuan vagina dan uretra
berlubang serta adanya labia minora dan mayora, mekonium sudah keluar dalam 24
jam pertama berwarna hitam kecoklatan (Kemenkes RI, 2016b).
Neonatus adalah bayi yang berusia 0-28 hari (Kementerian Kesehatan RI,
2010). Neonatus adalah periode adaptasi terhadap kehidupan diluar rahim. Periode
ini dapat berlangsung hingga satu bulan atau lebih setelah kelahiran untuk beberapa
sistem tubuh bayi. Transisi paling nyata dan cepat terjadi pada sistem pernapasan
dan sirkulasi, sistem kemampuan mengatur suhu, dan dalam kemampuan
mengambil dan menggunakan glukosa (Kemenkes RI, 2016a).
Waktu pelaksanaan kunjungan neonatus ada 3, yaitu KN 1 pada usia 0-48
jam, KN 2 pada usia 3-7 hari, dan KN 3 pada usia 8-28 hari. Hal-hal yang dikaji
pada saat melakukan kunjungan dapat dijabarkan sebagai berikut (Kemenkes RI,
2016a) :
1) KN 1
a) Mempertahankan suhu tubuh bayi untuk mencegah hipotermi
b) Melakukan pemeriksaan fisik
33
c) Melakukan perawatan tali pusat
d) Memastikan bayi menyusu dengan baik
e) Memastikan bayi mendapatkan imunisasi Hb-0
2) KN 2
a) Menjaga tali pusat dalam keadaaan bersih dan kering
b) Menjaga kebersihan bayi dan mempertahankan suhu tubuh bayi stabil
c) Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare,
berat badan rendah dan masalah pemberian ASI
d) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI Ekslutif cara
melaksanakan perawatan bayi baru lahir dirumah
3) KN 3
Hal-hal yamg dilakukan pada kunjungan neonates k3 3 (KN 3) sama seperti
saat memberikan asuhan pada KN 2, ditambah dengan memastikan ibu untuk
mengajak bayinya ke fasilitas kesehatan guna mendapatkan Imunisasi BCG.
b. Asuhan Bayi Baru Lahir
Menurut JNPK-KR ( 2017), asuhan bayi baru lahir antara lain :
1) Penilaian Bayi Baru Lahir
Segera setelah bayi lahir, jaga kehangatan bayi dan lakukan penilaian bayi
yaitu untuk menjawab usia gestasi cukup bulan atau tidak, warna ketuban, nafas
dan tangan bayi, serta tonus otot bayi. Asuhan bayi baru lahir normal diberikan pada
bayi dengan kondisi umur cukup bulan, air ketuban jernih, bayi menangis, dan tonus
otot baik (JNPK-KR, 2017).
34
2) Perawatan tali Pusat
Hal yang terpenting dalam perawatan tali pusat adalah menjaga agar tali pusat
tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat
tali pusat.
3) Pencegahan Hipotermi
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada BBL belum berfungsi
sempurna, maka segera setelah lahir dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas
tubuh untuk mencegah hipotermi. Bayi dengan hipotermi sangat beresiko tinggi
untuk mengalami sakit berat atau bahkan kematian.
4) Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dilakukan segera setelah bayi lahir. Setelah tali
pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi kontak ke
kulit ibu selama setidaknya 1 jam bahkan lebih sampai bayi dapat menyusu sendiri.
Bayi diberi topi dan selimut. Peran dukungan suami dan keluarga sangat diperlukan
dalam proses IMD. Berdasarkan penelitian oleh Sriasih, IGK, Suindri, N, dan
Ariyani, N (2014), tentang Peran Dukungan Suami dalam Pelaksanaan Praktik IMD
di Puskesmas Pembantu Dauh Puri dan BPM GA.Widiasih didapatkan bahwa ada
pengaruh dukungan suami terhadap keberhasilan IMD yang mana dukungan suami
yang kurang baik mempunyai risiko mengalami ketidakberhasilan IMD tujuh kali
lebih besar daripada dukungan suami yang baik.
5) Pencegahan Infeksi Mata
Salep mata untuk mencegah infeksi mata diberikan setelah 1 jam kontak kulit
ke kulit dan bayi selesai menyusu. Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif bila
diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran.
35
6) Pemberian Vitamin K1
Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K (phytomenadione) injeksi 1
mg intramuscular setelah 1 jam kontak kulit ke kulit dan bayi selesai menyusu untuk
mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh
sebagian BBL.
7) Pemberian Imunisasi
Imunisasi hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi hepatitis B terhadap
bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Imunisasi hepatitis B pertama diberikan 1
jam setelah pemberian vitamin K, pada saat bayi berumur 2 jam. Untuk bayi yang
lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan diberikan BCG dan OPV pada saat sebelum
bayi pulang dari klinik.
8) Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin jika terdapat
kelainan pada bayi. Resiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama
kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk
tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
c. Kebutuhan Dasar Bayi Baru Lahir, Neonatus, dan Bayi
Menurut Kemenkes RI (2016b) dalam buku Asuhan Kebidanan pada Bayi,
Balita, dan Anak pra Sekolah, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh 2 faktor
yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Optimalisasi faktor lingkungan untuk
tumbuh kembang optimal meliputi 3 kebutuhan dasar yaitu:
1) Asah
Asah merupakan proses pembelajaran pada anak agar anak tumbuh dan
berkembang menjadi anak yang cerdas, ceria dan berkarakter mulia. Periode balita
36
menjadi periode yang menentukan sebagai masa keemasan (golden period), jendela
kesempatan (window of opportunity), dan masa krisis (critical period) yang tidak
mungkin terulang.
2) Asih
Asih adalah ikatan yang erat serasi dan selaras antara ibu dan anaknya yang
diperlukan pada tahun-tahun pertama kehidupan anak untuk menjamin tumbuh
kembang fisik, mental, dan psikososial anak, seperti kontak kulit antara ibu dan
bayi serta menimang dan membelai bayi.
3) Asuh
Asuh adalah kebutuhan yang meliputi pangan atau kebutuhan gizi seperti
IMD, ASI Eksklusif, MP-ASI, serta pemantauan panjang badan dan berat badan
secara teratur. Selain itu perawatan kesehatan dasar seperti imunisasi sesuai jadwal
dan hygiene, sandang dan papan, kesegaran dan jasmani, dan pemanfaatan
waktu luang juga merupakan kebutuhan yang diperlukan oleh bayi.
37
B. Kerangka Konsep
Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep Asuhan Kebidanan Ibu “P” pada Kehamilan
Trimester III sampai 42 Hari Masa Nifas
Asuhan Kebidanan Ibu “P”
Umur 22 tahun Primigravida
Kehamilan
Trimester III
Persalinan Nifas BBL dan
Bayi
Mandiri /
Kolaborasi
Fisiologis Patologis Kolaborasi
dan Rujuk
Ibu dan Bayi Sehat