bab ii tinjauan pustaka a. kepatuhan santri pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3680/3/bab...

25
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Santri Pada Peraturan Pondok Pesantren 1. Pengertian Kepatuhan Feldman (2003), mendefinisikan kepatuhan merupakan suatu perubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam mengikuti permintaan atau perintah oranglain. Peraturan digunakan sebagai sarana untuk mengatur pola hidup seseorang agar dapat berjalan dengan baik, (Kusumadewi, dkk 2012). Sedangkan Soekanto (1982), menjelaskan bahwa kepatuhan pada individu merupakan hasil proses internalisasi yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan sosial yang memberikan efek pada kognisi seseorang, sikap-sikap maupun perilaku dan hal tersebut bersumber pada individu-individu lain di dalam sebuah kelompok tersebut. Milgram, (1974), menjelaskan bahwa kepatuhan adalah sikap yang menunjukkan rasa patuh dengan menerima dan melakukan tuntutan atau perintah oranglain. Menurut Boere (2008), di dalam kepatuhan terdapat suatu kekuasaan yang mengaharuskan individu melakukan suatu hal. Individu memang menerima suatu norma berdasarkan keinginan sendiri agar bisa diterima

Upload: phungtuyen

Post on 15-May-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepatuhan Santri Pada Peraturan Pondok Pesantren

1. Pengertian Kepatuhan

Feldman (2003), mendefinisikan kepatuhan merupakan suatu

perubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam mengikuti permintaan

atau perintah oranglain. Peraturan digunakan sebagai sarana untuk

mengatur pola hidup seseorang agar dapat berjalan dengan baik,

(Kusumadewi, dkk 2012). Sedangkan Soekanto (1982), menjelaskan

bahwa kepatuhan pada individu merupakan hasil proses internalisasi yang

disebabkan oleh pengaruh lingkungan sosial yang memberikan efek pada

kognisi seseorang, sikap-sikap maupun perilaku dan hal tersebut

bersumber pada individu-individu lain di dalam sebuah kelompok tersebut.

Milgram, (1974), menjelaskan bahwa kepatuhan adalah sikap yang

menunjukkan rasa patuh dengan menerima dan melakukan tuntutan atau

perintah oranglain.

Menurut Boere (2008), di dalam kepatuhan terdapat suatu kekuasaan

yang mengaharuskan individu melakukan suatu hal. Individu memang

menerima suatu norma berdasarkan keinginan sendiri agar bisa diterima

oleh kelompok, namun juga suatu norma diterima individu atas dasar

paksaan. Hal ini serupa dengan pendapat Blass (1999), bahwa kepatuhan

adalah sikap dan tingkah laku taat individu dalam arti mempercayai,

menerima serta melakukan permintaan maupun perintah oranglain atau

menjalankan peraturan yang telah ditetapkan. Kepatuhan dapat terjadi

dalam bentuk apapun, selama individu menunjukan sikap dan tingkah laku

taat terhadap sesuatu atas seseorang, misalnya kepatuhan terhadap

peraturan.Sedangkan peraturan menurut Hadikusuma,(1992), adalah

sesuatu yang mengandung kata-kata perintah dan larangan, serta apa yang

harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, serta tidak sedikit

yang mengandung paksaan. Menurut Rifa’i (2011), peraturan merupakan

suatu tatanan yang di gunakan untuk mengatur pola kehidupan masyarakat

agar berjalan dengan baik atau stabil.

Berdasarkan beberapa pengertian yang sudah dipaparkan di atas,

dapat di simpulkan bahwa kepatuhan terhadap peraturan adalah sikap dan

tingkah laku taat seseorang dalam bentuk mempercayai, menerima, serta

melakukan permintaan, perintah oranglain atau menjalankan peraturan

pondok pesantren yang telah dibentuk dan disepakati bersama.

2. Aspek-aspek Kepatuhan

Menurut Darley dan Blass (Dalam Hartono, 2006 ) kepatuhan terdiri atas

aspek-aspek sebagai berikut :

a. Mempercayai (belief)

Individu lebih patuh apabila mereka percaya bahwa tujuan dari

dibentuknya suatu peraturan itu merupakan sesuatu yang penting.

Individu percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh orang

yang memberi perintah atau biasa disebut pemimpin, percaya pada

motif pemimpin dan menggangap bahwa individu tersebut bagian dari

organisasi atau kelompok yang ada dan memiliki aturan yang harus

diikuti.

b. Menerima (accept)

Individu yang patuh menerima dengan sepenuh hati perintah dan

permintaan yang ada dalam peraturan yang telah dipercayainya.

Mempercayai dan menerima merupakan aspek yang berkaitan dengan

sikap individu.

c. Melakukan (act)

Melakukan dan memilih taat terhadap peraturan dengan sepenuh hati

dan dalam keadaan sadar. Melakukan sesuatu yang diperintahkan atau

menjalankan suatu aturan dengan baik, maka idividu tersebut bisa

dikatakan telah memenuhi aspek-aspek dari kepatuhan.

Aspek-aspek tersebut, kemudian di kategorikan oleh Darley dan Blass

(dalamHartono,2006) kedalam dua kategori, yaitu aspek mempercayai

danmenerima merupakan aspek kepatuhan yang terkait dengan sikap.

Sedangkan melakukan merupakan aspek kepatuhan yang terkait dengan

perilaku atau tingkah laku seseorang.

Sarbaini (2012) membagi perilaku kepatuhan dalam tiga aspek

yaitu :

a. Pemegang Otoritas

Status yang tinggi dari figur yang memiliki otoritas memberikan

pengaruh penting terhadap perilaku kepatuhan.

b. Kondisi yang terjadi

Terbatasnya peluang untuk tidak patuh dan meningkatnya situasi

yang menuntut kepatuhan.

c. Orang yang mematuhi

Kesadaran seseorang untuk mematuhi peraturan karena ia

mengetahui bahwa hal ini benar dan penting untuk di lakukan.

Berdasarkan beberapa aspek di atas dapat disimpulkan bahwa

aspek-aspek dari kepatuhan santri pada peraturan terdiri dari aspek

mempercayai (belief), menerima (accept) dan melakukan (act). Dalam

penelitian ini peneliti memilih aspek yang dikemukakan oleh Darley dan

Blass (dalam Hartono, 2006) dikarenakan aspek yang dikemukakakan

Blass lebih lengkap dan detail untuk mengungkap kepatuhan santri pada

peraturan.

3. Faktor-Faktor Kepatuhan

Menurut Brown (dalam Rahmawati& Lestari, 2015), Faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap peraturan diantaranya

adalah :

a. Faktor internal, meliputi:

1) Kontrol diri

Kontrol diri adalah perasaan bahwa seseorang dapat membuat

keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk

menghasilkan akibat yang diinginkan dan menghasilkan akibat

yang tidak diinginkan (Smet, 1994).Seorang yang dapat

mengendalikan perilakunya akan lebih mudah mematuhi peraturan

dan mengendalikan dorongan untuk melanggar dalam dirinya.

2) Kondisi Emosi

Individu akan lebih cenderung mengambil keputusan yang stabil

ketika dalam kondisi atau perasaan yang senang dibandingkan

dalam kondisi perasaan yang sedih, karena mood individu sangat

dibutuhan bahkan berperan penting dalam dalam menentukan

seseorang berperilaku atau menangapi peraturan yang telah

dibentuk.

3) Penyesuaian diri

Penyesuaian diri terhadap lingkungan merupakan sebuah usaha

untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada

lingkungan.

b. Faktor eksternal, meliputi:

1) Keluarga

Keluarga merupakan sumber dalam tempat perkembangan

pertama pada anak (Purnamasari,2013). Keluarga orang yang

pertama kali menanamkan nilai dan norma yang dapat

menimbulkan kepatuhan dalam diri individu.

2) Hubungan dengan Teman Sebaya

Berdasarkan penelitian, remaja mengabiskan lebih banyak

waktunya dengan teman sebayanya dibanding keluarga. Teman

sebaya adalah anak atau remaja yang berada pada sekitar usia atau

tingkat kedewasaan yang sama, (Santrock, 2007). Teman sebaya

merupakan tempat dimana mereka mendapatkan sebagian besar

dukungan sosial yang dibutukan (Kusumadewi dkk, 2012). Salah

satu fungsi penting hubungan dengan teman sebaya adalah untuk

memberikan dukungan sosial dan informasi mengenai dunia luar

lingkup keluarga (Kusumadewi dkk, 2012). Diterima atau disukai

teman atau kelompok teman sebaya termasuk kebutuhan yang

sangat diperlukan (Santrock, ,2007).Teman sebaya berpotensi

untuk menghilangkan pengaruh positif dari orangtua dan guru

sehingga mampu mengembangkan perilaku menyimpang atau

kenakalan pada remaja, (Horlock, 2002).

3) Demografi

Kajian tentang susunan, jumlah, dan perkembangan penduduk

yang memberikan uraian statistik mengenai suatu bangsa di lihat

dari sudut sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2014).

Demografi kaitanya dengan nilai dan norma yang dianut secara

keseluruhan yang di dapat dari masyarakat sehingga orang akan

cenderung patuh terhadap aturan yang ada.

4) Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang turut mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan individu terutama dalam

mengambil keputusan. Individu belajar tentang arti suatu norma

sosial dan kemudian menginternalisasikan dalam dirinya dan di

tampilkan lewat perilaku lingkungan yang cenderung otoriter akan

membuat individu mengalami proses internalisasi dengan

keterpaksaan.

5) Hukuman

Hukuman merupakan konsekuensi yang didapatkan oleh

seseorang atas sebuah kesalahan. Seperti eksperimen Milgram

yang menunjukkan kepatuhan seseorang akan cenderung

meningkat ketika adanya hukuman. Rasa takut akan hukuman

mengakibatkan individu memilih untuk patuh.

6) Figur Guru

Figur Guru merupakan panutan yang menjadi standart bagi siswa

dalam berperilaku, tentang apa saja yang tidak boleh dan boleh

untuk di lakukan. Guru yang bermutu mampu berperan sebagai

pemimpin di antara kelompok siswanya dan juga diantara

sesesamanya, ia juga mampu berperan sebagai pendukung serta

penyebar nilai-nilai luhur diyakininya dan sekaligus sebagai suri

teladan bagi lingkungan sosialnya (Samana,1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan menurut R.Bierstedt

(dalam soekanto, 1982) membagi empat faktor :

a. Indokrination

Masyarakat mematuhi kaedah hukum adalah karena masyarakat

diindoktrinir untuk berbuat demikian. Sejak kecil manusia telah di

didik agar mematuhi kaedah-kaedah yang tertulis dalam

masyarakat. Sebagaimana halnya dengan unsur-unsur yang di

lahirkan. Dan semula manusia menerimanya tidak sadar. Melalui

proses sosialisasi manusia di didik untuk mengenal, mengetahui,

serta mematuhi kaedah-kaedah tersebut.

b. Habituation

Adalah individu yang sejak kecil mengalami proses sosialisasi,

maka lama kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan untuk

mematuhi kaedah-kaedah yang berlaku. Namun pada awalnya

sukar sekali untuk mematuhi kaedah-kaedah tadi yang seolah-olah

mengekang kebebasan. Akan tetapi apabila hal tersebut setiap hari

di temui, maka lama kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan untuk

mematuhinya terutama apabila manusia sudah mulai mengulangi

perbuatan-perbuatan dengan bentuk dan cara yang sama.

c. Utility

Adalah pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk

hidup pantas dan teratur. Akan tetapi apa yang pantas dan teratur

untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur bagi oranglain.

Oleh karena itu di perlukan sebuah patokan tentang kepantasan dan

keteraturan tersebut. Patokan-patokan tadi merupakan pedoman-

pedoman tentang tingkah laku dan dinamakan kaedah. Dengan

demikian, maka salah satu faktor yang menyebabkan orang taat

pada kaedah adalah kegunaan daripada kaedah tersebut. Manusia

menyadari bahwa apabila ia hendak hidup pantas dan tertaur maka

diperlukan kaedah-kaedah.

d. Group identification

Adalah salah satu sebab mengapa seseorang patuh pada kaedah,

adalah karena kepatuhan tersebut merupakan salah satu sarana

untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok. Seseorang

mematuhi kaedah-kaedah yang berlaku dalam kelompoknya bukan

karena dia menganggap kelompoknya lebih dominan dari

kelompok-kelompok lainnya. Akan tetapi justru karena ingin

mengadakan identifikasi dengan kelompoknya tadi.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahawa faktor-faktor

yang mempengaruhi kepatuhan adalah faktor internal (kontrol diri, kondisi

emosi, penyesuaian diri terhadap sekolah, dan faktor eksternal (keluarga,

hubungan dengan teman sebaya, sistem sekolah, demografi, figur guru,

hukuman yang di berikan oleh guru). Berdasarkan hal tersebut peneliti

memilih hubungan dengan teman sebaya sebagai variabel bebas karena

salah satu faktor kepribadian yang berkaitan erat dengan kepatuhan adalah

dukungan sosial teman teman sebaya.

B. Dukungan Sosial Teman Sebaya

1. Pengertian Dukungan Sosial Teman Sebaya

a. Definisi Dukungan Sosial

Menurut Kountjoro (2002) dukungan sosial adalah perilaku yang

saling menunjang antar individu yang terwujud dalam pemberian bantuan

dan komunikasi yang positif yang menimbulkan keberhargaan diri dan

ikatan positif. Kusumadewi dkk, (2012) mengemukakan dukungan sosial

secara konseptual dan operasional, secara konseptual dukungan sosial di

artikan sebagai fungsi suatu hubungan yang meliputi seberapa jauh

keterlibatan emosi bantuan nyata, informasi dan penghargaan dari sumber

dukungan terhadap suatu hubungan sosial, sedangkan secara operasional

dukungan sosial di artikan sebagai suatu keadaan atau tindakan individu di

karenakan adanya suatu stimulus dari lingkungan atau sosial sekitar.

Taylor (2009) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sarana

informasi dari orang lain yang dicintai atau memberikan perhatiannya,

suatu yang berharga, dan merupakan suatu bagian dari jaringan

komunikasi serta saling memiliki kewajiban. Interaksi yang terjalin antar

manusia pastinya tidak terlepas dari dukungan sosial. Hurlock (2012)

menjelaskan bahwa dukungan sosial biasanya berhubungan dengan fungsi-

fungsi yang diberikan kepada orang-orang yang sedang mengalami

masalah. Dukungan sosial dapat diartikan pula sebagai perasaan

nyaman,perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari individu

atau kelompok lain (Sarafino, 2006).

Smet (1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu hubungan

interpersonal dimana individu memberikan individu lain bantuan yang di

berikan berupa empati, motivasi, penyediaan informasi, dan penghargaan

atau penilaian terhadap individu. Menurut Sarafino, (2006) menyatakan

bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan atau

bantuan yang di terima individu orang lain, individu sendiri dapat

diartikan individu perorangan atau kelompok.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa

dukungan sosial merupakan sesuatu bentuk hubungan antara individu

dengan orang-orang yang ada di sekitar individu yang dapat membantu

mengurangi beban dalam menghadapi masalah dan tekanan dalam

menjalani kehidupan dilingkungan.

b. Definisi Teman Sebaya

Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial yang selalu hdiup

berdampingan dan terkait dengan oranglain. Begitupun dengan remaja

sebagai individu yang tidak terlepas dari adanya interaksi sosial.

Perkembangan masa remaja menuntut Santrock (2007), menyatakan bahwa

teman sebaya adalah anak atau remaja yang berada pada sekitar usia atau

tingkat kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi penting dari kelompok

teman sebaya adalah untuk menyediakan sumber informasi mengenai dunia

diluar lingkup keluarga. Selain itu, remaja juga dapat menerima umpan

balik mengenai kemampuan mereka. Hal ini sangat penting bagi santri

karena dapat membantu perkembangan remaja dalam proses pembelajaran

dan pencarian identitas dalam ke arah yang lebih positif.

Menurut Desmita (2011), Pada masa remaja, remaja lebih banyak

berbagi segala hal bahkan sesuatu yang sangat intim dengan rekan teman

sebaya, melakukan kegiatan yang sama, memiliki kesenangan yang sama,

bersekolah di tempat yang sama bahkan mengikuti organisasi yang sama.

Kelekatan yang terbentuk pada santri dengan teman sebaya membuat santri

cenderung mengikuti perilaku yang dilakukan oleh teman sebaya. Pada usia

remaja, teman sebaya menjadi faktor dominan atas perubahan yang terjadi

dalam diri santri. Lingkungan pondok pesantren yang mewajibkan setiap

santri tinggal di asrama dan jauh dari orangtua menjadikan santri

menghabiskan waktu dengan teman sebaya.

Kelompok teman sebaya adalah individu yang merasakan adanya

kesamaan satu sama lain, seperti bidang usia, kebutuhan, dan tujuan yang

dapat memperkuat kelompok tersebut (Santosa, 2006). Teman sebaya yang

dimiliki santri bisa terjalin antara dua orang atau kelompok, namun tetap

ada kesamaan yang dirasakan antar santri. Persamaan tersebut yang

membuat individu merasakan adanya keterikatan masing-masing santri.

Pendapat lain mengenai kelompok teman sebaya disampaikan oleh

Santosa (2006), ia mengatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan

sekelompok individu yang kira-kira berada pada usia yang sama. Interaksi

dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan persahabatan dan

hubungan dengan teman sebaya. Persahabatan antar santri pada umumnya

terjadi atas dasar ketertarikan dan juga adanya aktivitas yang dilakukan

bersama.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teman

sebaya adalah kumpulan anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat

kematangan yang relatif sama serta memiliki kebutuhan, ketertarikan, tujuan

yang sama.

c. Definisi Dukungan Sosial Teman Sebaya

Taylor (2009) menjelaskan bahwa penyediaan dukungan sosial

tidaklah selalu mudah, perlu adanya kemampuan lebih dari masing-

masing individu. Jika dukungan sosial diberikan pada individu yang salah,

maka dukungan sosial teman sebaya tidak mampu membantu keluar dari

permasalahan individu tersebut. Oleh karena itu, memilih teman sebaya

sebagai sumber dukungan sosial teman sebaya merupakan cara yang benar

dan paling sering digunakan santri. Hal ini disebabkan karena santri lebih

sering bertemu dengan teman sebaya dibandingkan keluarga. Tingkat

perkembangan kognitif yang serupa antar santri membuat adanya perasaan

saling memami dalam setiap kondisi sesama santri.

Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yangmemiliki

persamaan dalam perkembangan baik secara fisik maupun psikologis

(Santrock, 2007). Jika dilihat dari masa perkembangan remaja pada

khususnya, maka teman sebaya merupakan salah satu hal penting yang

dibutuhkan dalam perkembangan santri. Interaksi yang cukup sering

dilakukan santri dengan teman sebaya di pondok pesantren, membuat

santri dapat saling berbagi pengalaman, cerita, dan pendapat. Kepercayaan

santri lebih dominan terhadap teman sebaya dibandingkan orangtua atau

keluarga. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Sarafino (2006) bahwa

seorang remaja akan memperlebar jaringan sosialnya diluar lingkup

keluarga, oleh karena itu lingkungan teman sebaya menjadi sumber

potensi penting dalam menangani suasana stress dan memberikan

dukungan sosial terutama hingga masa dewasa awal.

Ma’rufah, (2014) mengungkapkan bahwa pada masa remaja, remaja

akan menghadapi berbagai macam persoalan yang tidak dapat diselesaikan

sendiri tanpa adanya dukungan dari orang-ornag terdekat dalam hal ini

adalah teman sebaya. Sama halnya yang dikemukakan oleh Tarakanita

(dalam Ma’rufah, 2014) yang mengatakan bahwa, teman sebaya

merupakan sumber referensi mengenai beberapa hal, juga dapat

memberikan kesempatan bagi remaja untuk mengambil peran dan

tanggungjawab yang baru melalui pemberian dukungan sosial. Dukungan

sosial yang bersumber dari teman sebaya dapat memberikan informasi

terkait dengan hal apa yang harus dilakukan dalam berperilaku yang tepat

dan sesuai harapan lingkungan sekitar (Kusumadewi dkk, 2012).

Dukungan sosial teman sebaya adalah dukungan sosial yang dibangun

dan bersumber dari teman sebaya, mereka secara spontan menawarkan

bantuan kepada teman lainnya, dan hal tersebut dapat terjadi dikelompok

manapun, serta bagaimana memberikan dukungan disaat teman lainnya

dalam kesulitan (Sarafino, 2006).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

dukungan sosial teman sebaya adalah hubungan antara individu dengan

individu-individu lain yang saling membantu mengahadapi beban

permasalahan dan tekanan dalam menjalani kehidupan di lingkungan

sekitar dengan saling memberi dukungan berupa perhatian secara emosi,

pemberian sikap menghargai, pemberian bantuan intrumental maupun

penyediaan informasi oleh teman yang memiliki usia tingkat kematangan

yang relatif sama.

2. Aspek-Aspek Dukungan Sosial Teman Sebaya

Aspek–aspek dukungan sosial teman sebaya terdapat empat dukungan

sosial yang di kemukakan oleh House (Smet, 1994) :

a. Dukungan Instrumental.

Dukungan instrumental adalah dukungan sosial yang di berikan

seseorang kepada oranglain dalam bentuk pertolongan nyata, seperti

bantuan finansial atau materi yaitu uang, seseorang juga dapat memberi

bantuan berupa waktu dan tenaga yang dapat mempermudah individu

lain dalam melakukan aktivitas, seperti membantu santri lain yang lagi

membutuhkan bantuan.

b. Dukungan Emosional.

Dukungan emosional merupakan kemampuan untuk menenangkan dan

memberi rasa nyaman kepada oranglain yang sedang dalam kondisi

tertekan dan bermasalah sebagai perwujudan dari rasa kepedulian.

Dukungan yang diberikan dalam bentuk pemberian perhatian,simpaati,

dan kepedulian seseorang pada oranglain sehingga individu merasa di

cintai dan di perhatikan yang dapat membuat kita yakin dan merasa

tidak sendirian dalam melewati masa-masa sulit. Dukungan sosial

teman sebaya bagi santri dapat membuat mereka merasa nyaman dan

tentram bahwa masih ada orang yang peduli dan perhatian.

c. Dukungan Penghargaan.

Dukungan penghargaan yaitu dukungan yang berupa pemberian

umpan balik dan penguat yang dapat digunakan oleh individu sebagai

sarana evaluasi diri dan dorongan untuk maju,seperti pernyataan setuju

dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan, dan performa

oranglain. Menghargai atas usaha yang telah di lakukan santri untuk

sebisa mungkin menjalankan dan mematuhi peraturan yang telah

dibentuk dapat memotivasi dan meningkat mereka agar lebih patuh

terhadap peraturan yang telah dibentuk dan di sepakati bersama di

dalam pondok pesantren.

d. Dukungan Informasi

Dukungan informasi merupakan dukungan yang berupa pemberian

informasi yang diperlukan individu seperti pemberian nasehat, saran,

atau pengarahan yang berguna bagi individu lain untuk menyelesaikan

masalah, sehingga individu menmukan alternatif yang tepat bagi

masalah yang sedang di hadapi. Seperti halnya seorang santri yang

memberikan nasehat pada santri lain yang memiliki masalah terhadap

kepatuhan peraturan.

Taylor (2009) menyatakan bahwa aspek-aspek dukungan sosial adalah

sebagai berikut :

a. Tangible assistance

Dukungan penyediaan bahan, seperti pelayanan dukungan keuangan

atau barang. Contohnya adalah hadiah makanan yang seringkali

diberikan kepada sesama santri yang sedang membutuhkan dengan

tujuan meringankan beban anggota keluarga untuk memasak.

b. Informational Support

Informasi yang diberikan dapat membantu santri untuk memahami

situasi stress yang terjadi lebih baik dan dapat membantu menemukan

pemecahan masalah yang sesuai. Contohnya adalah ketika santri

menghadapi masalah, teman yang mengalami masalah memberikan

informasi terkait dengan langkah-langkah untuk keluar dari

permasalahan.

c. Emotional support

Menyakinkan santri bahwa dirinya berharga dan bernilai ang dikasihi

oleh oranglain. Kehangatan dan pengasuhan yang diberikan oranglain

dapat membuat santri merasa lebih baik.

d. Invesible support

Ketika santri menerima bantuan dari oranglain tetapi ia tidak

menyadari hal tersebut, bantuan itu kemungkinan besar memberi

keuntungan bagi penerima dukungan.

Berdasarakan uraian di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan

bentuk dukunngan sosial yang dikemukakan oleh House (dalam smett,1994)

untuk dijadikan acuan dalam pembuatan skala dukungan sosial teman sebaya.

Bentuk-bentuk tersebut adalah bentuk dukungan sosial teman sebaya terbagi

menjadi empat, yaitu dukungan instrumental, dukungan emosional,dukungan

penghargaan, dan dukungan informasi. Hal ini dapat mengungkapkan

dukungan sosial teman sebaya secara komprehensif

C. Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Kepatuhan Santri

terhadap Peraturan di Pondok Pesantren Al madienah Jombang

Setiap lembaga, instansi, ataupun kelompok adanya peraturan dianggap

hal yang diperlukan bahkan terkadang akan menjadi sangat penting dan

dibutuhkan. Peraturan dianggap sebagai norma atau nilai yang dikembangan

dalam suatu kelompok. Dimanapun peraturan dibentuk memiliki tujuan dan

makna yang sama, termasuk dalam dunia pendidikan salah satunya pondok

pesantren. Menurut Rifa’i (2011), peraturan diartikan sebagai suatu tatanan

yang di gunakan untuk mengatur pola kehidupan masyarakat agar berjalan

dengan baik atau stabil.

Dibentuknya peraturan oleh pengurus yang memiliki kekuasaan dalam

pondok pesantren diharapkan santri dapat percaya, menerima dan melakukan

perintah yang telah dibentuk dan ditetapkan dalam peraturan agar dapat

mencapai tujuan pondok pesantren (Rahmawati& Lestari, 2015). Peraturan

yang dibentuk dan disepakati bersama dalam pondok pesantren yang

tujuannya ingin menciptakan perilaku yang baik pada diri santri terkadang

tidak sesuai dengan yang diharapkan dan dibayangkan santri sehingga muncul

sikap menentang atau tidak patuh santri terhadap peraturan.

Sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berbasis agama pondok

pesantren Al madienah Denanyar Jombang menerapkan beberapa peraturan

yang telah disepakati bersama. Neufelt (Kusumadewi dkk, 2012) Menjelaskan

arti kepatuhan sebagai kemauan mematuhi sesuatu dengan takhluk tunduk.

Kepatuhan (Obedience) adalah sikap dan tingkah laku taat individu dalam arti

mempercayai, menerima serta melakukan permintaan, perintah orang lain atau

menjalankan peraturan yang telah ditetapkan (Menurut Darley dan Blass

dalam Hartono, 2006). Sedangkan peraturan adalah sesuatu yang mengandung

kata-kata perintah dan larangan, serta apa yang harus santri lakukandan apa

yang santri tidak boleh lakukan, serta tidak sedikit mengandung paksaan,

(Kusumadewidkk, 2012). Sarwono (2009) menjelaskan bahwa kepatuhan

merupakan salah satu bentuk dari pengaruh dukungan sosial, adapun arti dari

kepatuhan adalah ketika individu melakukan tingkah laku atas perintah atau

saran dari orang lain. Hal ini membuktikan bahwa untuk mewujudkan

kepatuhan seseorang juga membutuhkan dukungan dari selain dirinya yaitu

hadirnya orang lain dari lingkungan maupun sosial. Dengan kata lain,

hadirnya perintah atau dukungan untuk patuh terhadap peraturan dapat

menjadi salah satu hal yang berperan dalam terbentuknya kepatuhan terhadap

peraturan.

Santri merupakan kelompok remaja yang memiliki konsep diri yang belum

matang. Selain keluarga, lingkungan tempat tinggal dapat membentuk konsep

diri santri. Terutama santri yang tinggal di pondok pesantren mengalami

kekurangan dukungan sosial dari orangtua, intensitas pertemuan dengan

orangtua dan guru yang tidak terus menerus membuat teman sebaya

mengambil ahli fungsi mereka. Santri juga harus menerima setiap kebijakan

yang dilakukan oleh pondok sehingga peraturan tersebut berjalan dengan

lancar. Semua ini didukung oleh lingkungan dan dukungan dari orang lain

seperti teman sebaya yang selalu mengingatkan perihal mengenai peraturan

tersebut. Teman sebaya akan menjadi pengaruh yang sangat penting bagi

perkembangan sosial remaja (hidayati, 2016).

House (dalam Smet, 1994) menyebutkan aspek-aspek dukungan sosial

diantaranya adalah aspek dukungan instrumental, emosional, pengahragaan

dan informasi. Aspek dari dukungan instrumental adalah pemberian bantuan

dan dorongan pada orang lain secara nyata baik berupa materi maupun

support. Dengan adanya peraturan yang harus diikuti dan ditaati santri

membutuhkan orang lain sebagai pendorong untuk menerima peraturan salah

satunya teman sebaya. Karena teman sebaya dianggap santri dapat

membantunya memberikan nasehat sesuai dengan harapan dan perasaan santri

sehingga santri merasa bebas dari pertentangan atau permasalahan pada diri

santri. Berbeda dengan orangtua atau orang dewasa lainnya yang bila remaja

berada didekatknya merasa dirinya kecil, dan itu menyebabkan remaja

menjauh dari orangtua atau orang dewasa (Panuju dkk, 1999).

Dalam dibentuknya suatu peraturan di pondok pesantren yang membuat

santri merasa dibatasi ruang geraknya mengakibatkan santri merasa tertekan.

Salah satu individu atau kelompok yang dapat memberikan kedekatan sosial

sehingga menimbulkan rasa nyaman dan diperhatikan yaitu teman sebaya. Hal

ini karena interaksi santri sehari-hari lebih banyak dengan teman sebaya

dibandingkan figur lain seperti keluarga. Selain itu, sekolah yang full day dan

beberapa kegiatan pondok yang kebanyakan diklasifikasikan berdasarkan

kelas membuat para santri memilki kedekatan yang lebih dengan teman

sebayanya. Adanya dorongan atau pertolongan positif dari teman sebaya

dalam bentuk pemberian simpati dan perhatian membuat santri merasa dicintai

dan membuat santri yakin bahwa dia tidak sendirian dalam melewati masa-

masa sulit. Adanya dorongan dari teman sebaya santri akan merasa nyaman

berada dipondok pesantren sehingga timbul sikap dan tingkah laku patuh

terhadap peraturan. Dengan tertekannya santri, santri membutuhkan individu

lain untuk mendapakan kebebasan emosional salah satunya dengan

menggabungkan diri dengan teman sebaya (Desmita, 2011).

Aspek dukungan sosial lainya yaitu dukungan penghargaan. Dukungan

penghargaan merupakan dukungan yang berupa umpan balik dan penguat

yang dibuat individu sebagai evaluasi diri sendiri. Santri mengalami

pertentangan antara ingin bebas dan tidak kehilangan rasa nyaman yang terjadi

pada remaja membuatnya mencari pengganti yang didapatkan pada teman

sebayanya. Dukungan sosial merupakan suatu kebutuhan yang diharapkan

santri, karena dukungan sosial dapat membuat santri merasa nyaman,

berharga, dan disayang membuat santri dituntut agar dapat menyesuaikan diri

dan patuh terhadap peraturan yang telah dibentuk di pondok pesantren. Setiap

santri yang dituntut harus mentaati peraturan maka santri juga berhak

diberikan penghargaan jika tidak melakukan pelanggaran pondok. Hal tersebut

agar santri termotivasi untuk meraih sebuah kepuasan dan kesejahteraan bagi

setiap individu. Siagan dalam Koizer (2004) menyatakan bahwa perilaku

seseorang mucul ketika mendapat pujian ataupun sebuah dorongan positif dari

oranglain, mereka yang mendapat hal tersebut akan cenderung mengulangi

perilaku yang sama. Berdasakan pemaparan diatas jika santri mendapat

dukungan penghargaan dalam bentuk pujian ataupun dorongan positif yang

dilakukan akan cenderung meningkat dalam hal mematuhi peraturan yang

telah dibentuk.

Dukungan sosial lainnya menurut House (dalam Smett,1994) yaitu

dukungan informasi merupakan pemberian informasi atau nasehat untuk

keluar dari suatu permasalahan. Salah satu individu yang mampu membantu

santri keluar dari permasalahan yaitu teman sebaya. Fungsi dari teman sebaya

menurut Desmita (2010) adalah memperkuat penyesuaian moral dan nilai.

Dengan kehadiran teman sebaya santri mengambil keputusan untuk dirinya

sendiri melalui evaluasi nilai atau informasi yang didapatkan dari dirinya

sendiri atau teman sebayanya. Hal ini dapat membantu mengembangkan

kemampuan penalaran dalam moral santri.Informasi yang didapatkan akan

menambah perbendaharaan informasi mengenai peraturan pondok pesantren

sehingga dapat meningkatkan kepatuhan (Kusumadewi dkk, 2012).

Diharapkannya dengan adanya informasi yang memadai tentang kepatuhan

peraturan dapat meningkatkan kepatuhan santri.

Dukungan sosial dari teman sebaya memberikan pengaruh penting

terhadap kepatuhan santri pada peraturan. Teman sebaya menjadi orang

terdekat yang dapat mengingkatkan santri untuk tetap patuh terhadap

peraturan yang dibentuk pondok pesantren. Hovland, Jenis, dan Kelly (Dalam

Soekanto 1982), berpendapat bahwa keinginan untuk tetap menjadi bagian

dari kelompok merupakan motivasi dasar dari individu untuk secara pribadi

taat pada hukum atau peraturan. Hal ini, membuktikan bahwa adanya

kelompok sosial, membawa dampak pada masalah kepatuhan santri pada

peraturan.

Uraian di atas sesuai dengan penelitian sebelumnya yang diteliti oleh

Umami (2010) bahwa terdapat mahasiswa yang tinggal di Ma’had Sunan

Ampel Al-Aly Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim

Malang, menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

dukungan sosial dan kepatuhan mahasiswa terhadap peraturan Ma’had. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Milgram (1974), bahwa ketika

individu bekerja dengan teman-teman dekatnya dan berada dilingkungan yang

sama, maka subjek biasanya akan melakukan yang yang dilakukan oleh orang

dilingkunganya, baik itu sikap maupun tingkahlaku patuh atau tidak patuh.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan dukungan

sosial teman sebaya dengan kepatuhan terhadap peraturan adalah hubungan

yang baik jika terjadi interaksi positif antar teman sebaya. Interaksi yang

saling memberikan dukungan sosial antar teman sebaya berdampak baik pada

permasalahan kepatuhan terhadap peraturan pada santri. Peningkatan

kepatuhan dikarenakan santri merasa dicintai, dihargai, dan dipedulikan oleh

teman sebayanya yang memberikan dukungan sosial. Lain hal jika santri tidak

dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tidak mendapatkan

dukungan sosial dari teman sebaya sebagai pengganti orangtua, siswa akan

merasa dikucilkan dan berdampak harga diri, konsep diri, dan psikisnya.

Sehingga diperoleh kesimpulan jika santri yang menerima dukungan sosial

teman sebaya memiliki kepatuhan terhadap peraturan yang tinggi. Sebaliknya,

jika santri tidak menerima dukungan sosial teman sebaya maka santri

memiliki kepatuhan terhadap peraturan yang rendah.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan oleh peneliti berdasarkan landasan teori yang

dipaparkan adalah :” Ada hubungan positif antara tingkat dukungan sosial

teman sebaya dengan kepatuhan terhadap peraturan pondok pesantren Al-

Madienah Denanyar Jombang. Semakin tinggi dukungan sosial teman sebaya

maka semakin tinggi juga kepatuhan santri pondok pesantren Al-Madienah

Denanyar Jombang. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial teman

sebaya maka semakin rendah pula kepatuhan peraturan santri pondok

pesantren Al Madienah Denanyar Jombang.