bab ii tinjauan pustaka a. kepatuhan santri pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3680/3/bab...
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan Santri Pada Peraturan Pondok Pesantren
1. Pengertian Kepatuhan
Feldman (2003), mendefinisikan kepatuhan merupakan suatu
perubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam mengikuti permintaan
atau perintah oranglain. Peraturan digunakan sebagai sarana untuk
mengatur pola hidup seseorang agar dapat berjalan dengan baik,
(Kusumadewi, dkk 2012). Sedangkan Soekanto (1982), menjelaskan
bahwa kepatuhan pada individu merupakan hasil proses internalisasi yang
disebabkan oleh pengaruh lingkungan sosial yang memberikan efek pada
kognisi seseorang, sikap-sikap maupun perilaku dan hal tersebut
bersumber pada individu-individu lain di dalam sebuah kelompok tersebut.
Milgram, (1974), menjelaskan bahwa kepatuhan adalah sikap yang
menunjukkan rasa patuh dengan menerima dan melakukan tuntutan atau
perintah oranglain.
Menurut Boere (2008), di dalam kepatuhan terdapat suatu kekuasaan
yang mengaharuskan individu melakukan suatu hal. Individu memang
menerima suatu norma berdasarkan keinginan sendiri agar bisa diterima
oleh kelompok, namun juga suatu norma diterima individu atas dasar
paksaan. Hal ini serupa dengan pendapat Blass (1999), bahwa kepatuhan
adalah sikap dan tingkah laku taat individu dalam arti mempercayai,
menerima serta melakukan permintaan maupun perintah oranglain atau
menjalankan peraturan yang telah ditetapkan. Kepatuhan dapat terjadi
dalam bentuk apapun, selama individu menunjukan sikap dan tingkah laku
taat terhadap sesuatu atas seseorang, misalnya kepatuhan terhadap
peraturan.Sedangkan peraturan menurut Hadikusuma,(1992), adalah
sesuatu yang mengandung kata-kata perintah dan larangan, serta apa yang
harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, serta tidak sedikit
yang mengandung paksaan. Menurut Rifa’i (2011), peraturan merupakan
suatu tatanan yang di gunakan untuk mengatur pola kehidupan masyarakat
agar berjalan dengan baik atau stabil.
Berdasarkan beberapa pengertian yang sudah dipaparkan di atas,
dapat di simpulkan bahwa kepatuhan terhadap peraturan adalah sikap dan
tingkah laku taat seseorang dalam bentuk mempercayai, menerima, serta
melakukan permintaan, perintah oranglain atau menjalankan peraturan
pondok pesantren yang telah dibentuk dan disepakati bersama.
2. Aspek-aspek Kepatuhan
Menurut Darley dan Blass (Dalam Hartono, 2006 ) kepatuhan terdiri atas
aspek-aspek sebagai berikut :
a. Mempercayai (belief)
Individu lebih patuh apabila mereka percaya bahwa tujuan dari
dibentuknya suatu peraturan itu merupakan sesuatu yang penting.
Individu percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh orang
yang memberi perintah atau biasa disebut pemimpin, percaya pada
motif pemimpin dan menggangap bahwa individu tersebut bagian dari
organisasi atau kelompok yang ada dan memiliki aturan yang harus
diikuti.
b. Menerima (accept)
Individu yang patuh menerima dengan sepenuh hati perintah dan
permintaan yang ada dalam peraturan yang telah dipercayainya.
Mempercayai dan menerima merupakan aspek yang berkaitan dengan
sikap individu.
c. Melakukan (act)
Melakukan dan memilih taat terhadap peraturan dengan sepenuh hati
dan dalam keadaan sadar. Melakukan sesuatu yang diperintahkan atau
menjalankan suatu aturan dengan baik, maka idividu tersebut bisa
dikatakan telah memenuhi aspek-aspek dari kepatuhan.
Aspek-aspek tersebut, kemudian di kategorikan oleh Darley dan Blass
(dalamHartono,2006) kedalam dua kategori, yaitu aspek mempercayai
danmenerima merupakan aspek kepatuhan yang terkait dengan sikap.
Sedangkan melakukan merupakan aspek kepatuhan yang terkait dengan
perilaku atau tingkah laku seseorang.
Sarbaini (2012) membagi perilaku kepatuhan dalam tiga aspek
yaitu :
a. Pemegang Otoritas
Status yang tinggi dari figur yang memiliki otoritas memberikan
pengaruh penting terhadap perilaku kepatuhan.
b. Kondisi yang terjadi
Terbatasnya peluang untuk tidak patuh dan meningkatnya situasi
yang menuntut kepatuhan.
c. Orang yang mematuhi
Kesadaran seseorang untuk mematuhi peraturan karena ia
mengetahui bahwa hal ini benar dan penting untuk di lakukan.
Berdasarkan beberapa aspek di atas dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek dari kepatuhan santri pada peraturan terdiri dari aspek
mempercayai (belief), menerima (accept) dan melakukan (act). Dalam
penelitian ini peneliti memilih aspek yang dikemukakan oleh Darley dan
Blass (dalam Hartono, 2006) dikarenakan aspek yang dikemukakakan
Blass lebih lengkap dan detail untuk mengungkap kepatuhan santri pada
peraturan.
3. Faktor-Faktor Kepatuhan
Menurut Brown (dalam Rahmawati& Lestari, 2015), Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap peraturan diantaranya
adalah :
a. Faktor internal, meliputi:
1) Kontrol diri
Kontrol diri adalah perasaan bahwa seseorang dapat membuat
keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk
menghasilkan akibat yang diinginkan dan menghasilkan akibat
yang tidak diinginkan (Smet, 1994).Seorang yang dapat
mengendalikan perilakunya akan lebih mudah mematuhi peraturan
dan mengendalikan dorongan untuk melanggar dalam dirinya.
2) Kondisi Emosi
Individu akan lebih cenderung mengambil keputusan yang stabil
ketika dalam kondisi atau perasaan yang senang dibandingkan
dalam kondisi perasaan yang sedih, karena mood individu sangat
dibutuhan bahkan berperan penting dalam dalam menentukan
seseorang berperilaku atau menangapi peraturan yang telah
dibentuk.
3) Penyesuaian diri
Penyesuaian diri terhadap lingkungan merupakan sebuah usaha
untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada
lingkungan.
b. Faktor eksternal, meliputi:
1) Keluarga
Keluarga merupakan sumber dalam tempat perkembangan
pertama pada anak (Purnamasari,2013). Keluarga orang yang
pertama kali menanamkan nilai dan norma yang dapat
menimbulkan kepatuhan dalam diri individu.
2) Hubungan dengan Teman Sebaya
Berdasarkan penelitian, remaja mengabiskan lebih banyak
waktunya dengan teman sebayanya dibanding keluarga. Teman
sebaya adalah anak atau remaja yang berada pada sekitar usia atau
tingkat kedewasaan yang sama, (Santrock, 2007). Teman sebaya
merupakan tempat dimana mereka mendapatkan sebagian besar
dukungan sosial yang dibutukan (Kusumadewi dkk, 2012). Salah
satu fungsi penting hubungan dengan teman sebaya adalah untuk
memberikan dukungan sosial dan informasi mengenai dunia luar
lingkup keluarga (Kusumadewi dkk, 2012). Diterima atau disukai
teman atau kelompok teman sebaya termasuk kebutuhan yang
sangat diperlukan (Santrock, ,2007).Teman sebaya berpotensi
untuk menghilangkan pengaruh positif dari orangtua dan guru
sehingga mampu mengembangkan perilaku menyimpang atau
kenakalan pada remaja, (Horlock, 2002).
3) Demografi
Kajian tentang susunan, jumlah, dan perkembangan penduduk
yang memberikan uraian statistik mengenai suatu bangsa di lihat
dari sudut sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2014).
Demografi kaitanya dengan nilai dan norma yang dianut secara
keseluruhan yang di dapat dari masyarakat sehingga orang akan
cenderung patuh terhadap aturan yang ada.
4) Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang turut mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan individu terutama dalam
mengambil keputusan. Individu belajar tentang arti suatu norma
sosial dan kemudian menginternalisasikan dalam dirinya dan di
tampilkan lewat perilaku lingkungan yang cenderung otoriter akan
membuat individu mengalami proses internalisasi dengan
keterpaksaan.
5) Hukuman
Hukuman merupakan konsekuensi yang didapatkan oleh
seseorang atas sebuah kesalahan. Seperti eksperimen Milgram
yang menunjukkan kepatuhan seseorang akan cenderung
meningkat ketika adanya hukuman. Rasa takut akan hukuman
mengakibatkan individu memilih untuk patuh.
6) Figur Guru
Figur Guru merupakan panutan yang menjadi standart bagi siswa
dalam berperilaku, tentang apa saja yang tidak boleh dan boleh
untuk di lakukan. Guru yang bermutu mampu berperan sebagai
pemimpin di antara kelompok siswanya dan juga diantara
sesesamanya, ia juga mampu berperan sebagai pendukung serta
penyebar nilai-nilai luhur diyakininya dan sekaligus sebagai suri
teladan bagi lingkungan sosialnya (Samana,1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan menurut R.Bierstedt
(dalam soekanto, 1982) membagi empat faktor :
a. Indokrination
Masyarakat mematuhi kaedah hukum adalah karena masyarakat
diindoktrinir untuk berbuat demikian. Sejak kecil manusia telah di
didik agar mematuhi kaedah-kaedah yang tertulis dalam
masyarakat. Sebagaimana halnya dengan unsur-unsur yang di
lahirkan. Dan semula manusia menerimanya tidak sadar. Melalui
proses sosialisasi manusia di didik untuk mengenal, mengetahui,
serta mematuhi kaedah-kaedah tersebut.
b. Habituation
Adalah individu yang sejak kecil mengalami proses sosialisasi,
maka lama kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan untuk
mematuhi kaedah-kaedah yang berlaku. Namun pada awalnya
sukar sekali untuk mematuhi kaedah-kaedah tadi yang seolah-olah
mengekang kebebasan. Akan tetapi apabila hal tersebut setiap hari
di temui, maka lama kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan untuk
mematuhinya terutama apabila manusia sudah mulai mengulangi
perbuatan-perbuatan dengan bentuk dan cara yang sama.
c. Utility
Adalah pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk
hidup pantas dan teratur. Akan tetapi apa yang pantas dan teratur
untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur bagi oranglain.
Oleh karena itu di perlukan sebuah patokan tentang kepantasan dan
keteraturan tersebut. Patokan-patokan tadi merupakan pedoman-
pedoman tentang tingkah laku dan dinamakan kaedah. Dengan
demikian, maka salah satu faktor yang menyebabkan orang taat
pada kaedah adalah kegunaan daripada kaedah tersebut. Manusia
menyadari bahwa apabila ia hendak hidup pantas dan tertaur maka
diperlukan kaedah-kaedah.
d. Group identification
Adalah salah satu sebab mengapa seseorang patuh pada kaedah,
adalah karena kepatuhan tersebut merupakan salah satu sarana
untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok. Seseorang
mematuhi kaedah-kaedah yang berlaku dalam kelompoknya bukan
karena dia menganggap kelompoknya lebih dominan dari
kelompok-kelompok lainnya. Akan tetapi justru karena ingin
mengadakan identifikasi dengan kelompoknya tadi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahawa faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan adalah faktor internal (kontrol diri, kondisi
emosi, penyesuaian diri terhadap sekolah, dan faktor eksternal (keluarga,
hubungan dengan teman sebaya, sistem sekolah, demografi, figur guru,
hukuman yang di berikan oleh guru). Berdasarkan hal tersebut peneliti
memilih hubungan dengan teman sebaya sebagai variabel bebas karena
salah satu faktor kepribadian yang berkaitan erat dengan kepatuhan adalah
dukungan sosial teman teman sebaya.
B. Dukungan Sosial Teman Sebaya
1. Pengertian Dukungan Sosial Teman Sebaya
a. Definisi Dukungan Sosial
Menurut Kountjoro (2002) dukungan sosial adalah perilaku yang
saling menunjang antar individu yang terwujud dalam pemberian bantuan
dan komunikasi yang positif yang menimbulkan keberhargaan diri dan
ikatan positif. Kusumadewi dkk, (2012) mengemukakan dukungan sosial
secara konseptual dan operasional, secara konseptual dukungan sosial di
artikan sebagai fungsi suatu hubungan yang meliputi seberapa jauh
keterlibatan emosi bantuan nyata, informasi dan penghargaan dari sumber
dukungan terhadap suatu hubungan sosial, sedangkan secara operasional
dukungan sosial di artikan sebagai suatu keadaan atau tindakan individu di
karenakan adanya suatu stimulus dari lingkungan atau sosial sekitar.
Taylor (2009) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sarana
informasi dari orang lain yang dicintai atau memberikan perhatiannya,
suatu yang berharga, dan merupakan suatu bagian dari jaringan
komunikasi serta saling memiliki kewajiban. Interaksi yang terjalin antar
manusia pastinya tidak terlepas dari dukungan sosial. Hurlock (2012)
menjelaskan bahwa dukungan sosial biasanya berhubungan dengan fungsi-
fungsi yang diberikan kepada orang-orang yang sedang mengalami
masalah. Dukungan sosial dapat diartikan pula sebagai perasaan
nyaman,perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari individu
atau kelompok lain (Sarafino, 2006).
Smet (1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu hubungan
interpersonal dimana individu memberikan individu lain bantuan yang di
berikan berupa empati, motivasi, penyediaan informasi, dan penghargaan
atau penilaian terhadap individu. Menurut Sarafino, (2006) menyatakan
bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan atau
bantuan yang di terima individu orang lain, individu sendiri dapat
diartikan individu perorangan atau kelompok.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
dukungan sosial merupakan sesuatu bentuk hubungan antara individu
dengan orang-orang yang ada di sekitar individu yang dapat membantu
mengurangi beban dalam menghadapi masalah dan tekanan dalam
menjalani kehidupan dilingkungan.
b. Definisi Teman Sebaya
Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial yang selalu hdiup
berdampingan dan terkait dengan oranglain. Begitupun dengan remaja
sebagai individu yang tidak terlepas dari adanya interaksi sosial.
Perkembangan masa remaja menuntut Santrock (2007), menyatakan bahwa
teman sebaya adalah anak atau remaja yang berada pada sekitar usia atau
tingkat kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi penting dari kelompok
teman sebaya adalah untuk menyediakan sumber informasi mengenai dunia
diluar lingkup keluarga. Selain itu, remaja juga dapat menerima umpan
balik mengenai kemampuan mereka. Hal ini sangat penting bagi santri
karena dapat membantu perkembangan remaja dalam proses pembelajaran
dan pencarian identitas dalam ke arah yang lebih positif.
Menurut Desmita (2011), Pada masa remaja, remaja lebih banyak
berbagi segala hal bahkan sesuatu yang sangat intim dengan rekan teman
sebaya, melakukan kegiatan yang sama, memiliki kesenangan yang sama,
bersekolah di tempat yang sama bahkan mengikuti organisasi yang sama.
Kelekatan yang terbentuk pada santri dengan teman sebaya membuat santri
cenderung mengikuti perilaku yang dilakukan oleh teman sebaya. Pada usia
remaja, teman sebaya menjadi faktor dominan atas perubahan yang terjadi
dalam diri santri. Lingkungan pondok pesantren yang mewajibkan setiap
santri tinggal di asrama dan jauh dari orangtua menjadikan santri
menghabiskan waktu dengan teman sebaya.
Kelompok teman sebaya adalah individu yang merasakan adanya
kesamaan satu sama lain, seperti bidang usia, kebutuhan, dan tujuan yang
dapat memperkuat kelompok tersebut (Santosa, 2006). Teman sebaya yang
dimiliki santri bisa terjalin antara dua orang atau kelompok, namun tetap
ada kesamaan yang dirasakan antar santri. Persamaan tersebut yang
membuat individu merasakan adanya keterikatan masing-masing santri.
Pendapat lain mengenai kelompok teman sebaya disampaikan oleh
Santosa (2006), ia mengatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan
sekelompok individu yang kira-kira berada pada usia yang sama. Interaksi
dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan persahabatan dan
hubungan dengan teman sebaya. Persahabatan antar santri pada umumnya
terjadi atas dasar ketertarikan dan juga adanya aktivitas yang dilakukan
bersama.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teman
sebaya adalah kumpulan anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat
kematangan yang relatif sama serta memiliki kebutuhan, ketertarikan, tujuan
yang sama.
c. Definisi Dukungan Sosial Teman Sebaya
Taylor (2009) menjelaskan bahwa penyediaan dukungan sosial
tidaklah selalu mudah, perlu adanya kemampuan lebih dari masing-
masing individu. Jika dukungan sosial diberikan pada individu yang salah,
maka dukungan sosial teman sebaya tidak mampu membantu keluar dari
permasalahan individu tersebut. Oleh karena itu, memilih teman sebaya
sebagai sumber dukungan sosial teman sebaya merupakan cara yang benar
dan paling sering digunakan santri. Hal ini disebabkan karena santri lebih
sering bertemu dengan teman sebaya dibandingkan keluarga. Tingkat
perkembangan kognitif yang serupa antar santri membuat adanya perasaan
saling memami dalam setiap kondisi sesama santri.
Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yangmemiliki
persamaan dalam perkembangan baik secara fisik maupun psikologis
(Santrock, 2007). Jika dilihat dari masa perkembangan remaja pada
khususnya, maka teman sebaya merupakan salah satu hal penting yang
dibutuhkan dalam perkembangan santri. Interaksi yang cukup sering
dilakukan santri dengan teman sebaya di pondok pesantren, membuat
santri dapat saling berbagi pengalaman, cerita, dan pendapat. Kepercayaan
santri lebih dominan terhadap teman sebaya dibandingkan orangtua atau
keluarga. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Sarafino (2006) bahwa
seorang remaja akan memperlebar jaringan sosialnya diluar lingkup
keluarga, oleh karena itu lingkungan teman sebaya menjadi sumber
potensi penting dalam menangani suasana stress dan memberikan
dukungan sosial terutama hingga masa dewasa awal.
Ma’rufah, (2014) mengungkapkan bahwa pada masa remaja, remaja
akan menghadapi berbagai macam persoalan yang tidak dapat diselesaikan
sendiri tanpa adanya dukungan dari orang-ornag terdekat dalam hal ini
adalah teman sebaya. Sama halnya yang dikemukakan oleh Tarakanita
(dalam Ma’rufah, 2014) yang mengatakan bahwa, teman sebaya
merupakan sumber referensi mengenai beberapa hal, juga dapat
memberikan kesempatan bagi remaja untuk mengambil peran dan
tanggungjawab yang baru melalui pemberian dukungan sosial. Dukungan
sosial yang bersumber dari teman sebaya dapat memberikan informasi
terkait dengan hal apa yang harus dilakukan dalam berperilaku yang tepat
dan sesuai harapan lingkungan sekitar (Kusumadewi dkk, 2012).
Dukungan sosial teman sebaya adalah dukungan sosial yang dibangun
dan bersumber dari teman sebaya, mereka secara spontan menawarkan
bantuan kepada teman lainnya, dan hal tersebut dapat terjadi dikelompok
manapun, serta bagaimana memberikan dukungan disaat teman lainnya
dalam kesulitan (Sarafino, 2006).
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
dukungan sosial teman sebaya adalah hubungan antara individu dengan
individu-individu lain yang saling membantu mengahadapi beban
permasalahan dan tekanan dalam menjalani kehidupan di lingkungan
sekitar dengan saling memberi dukungan berupa perhatian secara emosi,
pemberian sikap menghargai, pemberian bantuan intrumental maupun
penyediaan informasi oleh teman yang memiliki usia tingkat kematangan
yang relatif sama.
2. Aspek-Aspek Dukungan Sosial Teman Sebaya
Aspek–aspek dukungan sosial teman sebaya terdapat empat dukungan
sosial yang di kemukakan oleh House (Smet, 1994) :
a. Dukungan Instrumental.
Dukungan instrumental adalah dukungan sosial yang di berikan
seseorang kepada oranglain dalam bentuk pertolongan nyata, seperti
bantuan finansial atau materi yaitu uang, seseorang juga dapat memberi
bantuan berupa waktu dan tenaga yang dapat mempermudah individu
lain dalam melakukan aktivitas, seperti membantu santri lain yang lagi
membutuhkan bantuan.
b. Dukungan Emosional.
Dukungan emosional merupakan kemampuan untuk menenangkan dan
memberi rasa nyaman kepada oranglain yang sedang dalam kondisi
tertekan dan bermasalah sebagai perwujudan dari rasa kepedulian.
Dukungan yang diberikan dalam bentuk pemberian perhatian,simpaati,
dan kepedulian seseorang pada oranglain sehingga individu merasa di
cintai dan di perhatikan yang dapat membuat kita yakin dan merasa
tidak sendirian dalam melewati masa-masa sulit. Dukungan sosial
teman sebaya bagi santri dapat membuat mereka merasa nyaman dan
tentram bahwa masih ada orang yang peduli dan perhatian.
c. Dukungan Penghargaan.
Dukungan penghargaan yaitu dukungan yang berupa pemberian
umpan balik dan penguat yang dapat digunakan oleh individu sebagai
sarana evaluasi diri dan dorongan untuk maju,seperti pernyataan setuju
dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan, dan performa
oranglain. Menghargai atas usaha yang telah di lakukan santri untuk
sebisa mungkin menjalankan dan mematuhi peraturan yang telah
dibentuk dapat memotivasi dan meningkat mereka agar lebih patuh
terhadap peraturan yang telah dibentuk dan di sepakati bersama di
dalam pondok pesantren.
d. Dukungan Informasi
Dukungan informasi merupakan dukungan yang berupa pemberian
informasi yang diperlukan individu seperti pemberian nasehat, saran,
atau pengarahan yang berguna bagi individu lain untuk menyelesaikan
masalah, sehingga individu menmukan alternatif yang tepat bagi
masalah yang sedang di hadapi. Seperti halnya seorang santri yang
memberikan nasehat pada santri lain yang memiliki masalah terhadap
kepatuhan peraturan.
Taylor (2009) menyatakan bahwa aspek-aspek dukungan sosial adalah
sebagai berikut :
a. Tangible assistance
Dukungan penyediaan bahan, seperti pelayanan dukungan keuangan
atau barang. Contohnya adalah hadiah makanan yang seringkali
diberikan kepada sesama santri yang sedang membutuhkan dengan
tujuan meringankan beban anggota keluarga untuk memasak.
b. Informational Support
Informasi yang diberikan dapat membantu santri untuk memahami
situasi stress yang terjadi lebih baik dan dapat membantu menemukan
pemecahan masalah yang sesuai. Contohnya adalah ketika santri
menghadapi masalah, teman yang mengalami masalah memberikan
informasi terkait dengan langkah-langkah untuk keluar dari
permasalahan.
c. Emotional support
Menyakinkan santri bahwa dirinya berharga dan bernilai ang dikasihi
oleh oranglain. Kehangatan dan pengasuhan yang diberikan oranglain
dapat membuat santri merasa lebih baik.
d. Invesible support
Ketika santri menerima bantuan dari oranglain tetapi ia tidak
menyadari hal tersebut, bantuan itu kemungkinan besar memberi
keuntungan bagi penerima dukungan.
Berdasarakan uraian di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan
bentuk dukunngan sosial yang dikemukakan oleh House (dalam smett,1994)
untuk dijadikan acuan dalam pembuatan skala dukungan sosial teman sebaya.
Bentuk-bentuk tersebut adalah bentuk dukungan sosial teman sebaya terbagi
menjadi empat, yaitu dukungan instrumental, dukungan emosional,dukungan
penghargaan, dan dukungan informasi. Hal ini dapat mengungkapkan
dukungan sosial teman sebaya secara komprehensif
C. Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Kepatuhan Santri
terhadap Peraturan di Pondok Pesantren Al madienah Jombang
Setiap lembaga, instansi, ataupun kelompok adanya peraturan dianggap
hal yang diperlukan bahkan terkadang akan menjadi sangat penting dan
dibutuhkan. Peraturan dianggap sebagai norma atau nilai yang dikembangan
dalam suatu kelompok. Dimanapun peraturan dibentuk memiliki tujuan dan
makna yang sama, termasuk dalam dunia pendidikan salah satunya pondok
pesantren. Menurut Rifa’i (2011), peraturan diartikan sebagai suatu tatanan
yang di gunakan untuk mengatur pola kehidupan masyarakat agar berjalan
dengan baik atau stabil.
Dibentuknya peraturan oleh pengurus yang memiliki kekuasaan dalam
pondok pesantren diharapkan santri dapat percaya, menerima dan melakukan
perintah yang telah dibentuk dan ditetapkan dalam peraturan agar dapat
mencapai tujuan pondok pesantren (Rahmawati& Lestari, 2015). Peraturan
yang dibentuk dan disepakati bersama dalam pondok pesantren yang
tujuannya ingin menciptakan perilaku yang baik pada diri santri terkadang
tidak sesuai dengan yang diharapkan dan dibayangkan santri sehingga muncul
sikap menentang atau tidak patuh santri terhadap peraturan.
Sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berbasis agama pondok
pesantren Al madienah Denanyar Jombang menerapkan beberapa peraturan
yang telah disepakati bersama. Neufelt (Kusumadewi dkk, 2012) Menjelaskan
arti kepatuhan sebagai kemauan mematuhi sesuatu dengan takhluk tunduk.
Kepatuhan (Obedience) adalah sikap dan tingkah laku taat individu dalam arti
mempercayai, menerima serta melakukan permintaan, perintah orang lain atau
menjalankan peraturan yang telah ditetapkan (Menurut Darley dan Blass
dalam Hartono, 2006). Sedangkan peraturan adalah sesuatu yang mengandung
kata-kata perintah dan larangan, serta apa yang harus santri lakukandan apa
yang santri tidak boleh lakukan, serta tidak sedikit mengandung paksaan,
(Kusumadewidkk, 2012). Sarwono (2009) menjelaskan bahwa kepatuhan
merupakan salah satu bentuk dari pengaruh dukungan sosial, adapun arti dari
kepatuhan adalah ketika individu melakukan tingkah laku atas perintah atau
saran dari orang lain. Hal ini membuktikan bahwa untuk mewujudkan
kepatuhan seseorang juga membutuhkan dukungan dari selain dirinya yaitu
hadirnya orang lain dari lingkungan maupun sosial. Dengan kata lain,
hadirnya perintah atau dukungan untuk patuh terhadap peraturan dapat
menjadi salah satu hal yang berperan dalam terbentuknya kepatuhan terhadap
peraturan.
Santri merupakan kelompok remaja yang memiliki konsep diri yang belum
matang. Selain keluarga, lingkungan tempat tinggal dapat membentuk konsep
diri santri. Terutama santri yang tinggal di pondok pesantren mengalami
kekurangan dukungan sosial dari orangtua, intensitas pertemuan dengan
orangtua dan guru yang tidak terus menerus membuat teman sebaya
mengambil ahli fungsi mereka. Santri juga harus menerima setiap kebijakan
yang dilakukan oleh pondok sehingga peraturan tersebut berjalan dengan
lancar. Semua ini didukung oleh lingkungan dan dukungan dari orang lain
seperti teman sebaya yang selalu mengingatkan perihal mengenai peraturan
tersebut. Teman sebaya akan menjadi pengaruh yang sangat penting bagi
perkembangan sosial remaja (hidayati, 2016).
House (dalam Smet, 1994) menyebutkan aspek-aspek dukungan sosial
diantaranya adalah aspek dukungan instrumental, emosional, pengahragaan
dan informasi. Aspek dari dukungan instrumental adalah pemberian bantuan
dan dorongan pada orang lain secara nyata baik berupa materi maupun
support. Dengan adanya peraturan yang harus diikuti dan ditaati santri
membutuhkan orang lain sebagai pendorong untuk menerima peraturan salah
satunya teman sebaya. Karena teman sebaya dianggap santri dapat
membantunya memberikan nasehat sesuai dengan harapan dan perasaan santri
sehingga santri merasa bebas dari pertentangan atau permasalahan pada diri
santri. Berbeda dengan orangtua atau orang dewasa lainnya yang bila remaja
berada didekatknya merasa dirinya kecil, dan itu menyebabkan remaja
menjauh dari orangtua atau orang dewasa (Panuju dkk, 1999).
Dalam dibentuknya suatu peraturan di pondok pesantren yang membuat
santri merasa dibatasi ruang geraknya mengakibatkan santri merasa tertekan.
Salah satu individu atau kelompok yang dapat memberikan kedekatan sosial
sehingga menimbulkan rasa nyaman dan diperhatikan yaitu teman sebaya. Hal
ini karena interaksi santri sehari-hari lebih banyak dengan teman sebaya
dibandingkan figur lain seperti keluarga. Selain itu, sekolah yang full day dan
beberapa kegiatan pondok yang kebanyakan diklasifikasikan berdasarkan
kelas membuat para santri memilki kedekatan yang lebih dengan teman
sebayanya. Adanya dorongan atau pertolongan positif dari teman sebaya
dalam bentuk pemberian simpati dan perhatian membuat santri merasa dicintai
dan membuat santri yakin bahwa dia tidak sendirian dalam melewati masa-
masa sulit. Adanya dorongan dari teman sebaya santri akan merasa nyaman
berada dipondok pesantren sehingga timbul sikap dan tingkah laku patuh
terhadap peraturan. Dengan tertekannya santri, santri membutuhkan individu
lain untuk mendapakan kebebasan emosional salah satunya dengan
menggabungkan diri dengan teman sebaya (Desmita, 2011).
Aspek dukungan sosial lainya yaitu dukungan penghargaan. Dukungan
penghargaan merupakan dukungan yang berupa umpan balik dan penguat
yang dibuat individu sebagai evaluasi diri sendiri. Santri mengalami
pertentangan antara ingin bebas dan tidak kehilangan rasa nyaman yang terjadi
pada remaja membuatnya mencari pengganti yang didapatkan pada teman
sebayanya. Dukungan sosial merupakan suatu kebutuhan yang diharapkan
santri, karena dukungan sosial dapat membuat santri merasa nyaman,
berharga, dan disayang membuat santri dituntut agar dapat menyesuaikan diri
dan patuh terhadap peraturan yang telah dibentuk di pondok pesantren. Setiap
santri yang dituntut harus mentaati peraturan maka santri juga berhak
diberikan penghargaan jika tidak melakukan pelanggaran pondok. Hal tersebut
agar santri termotivasi untuk meraih sebuah kepuasan dan kesejahteraan bagi
setiap individu. Siagan dalam Koizer (2004) menyatakan bahwa perilaku
seseorang mucul ketika mendapat pujian ataupun sebuah dorongan positif dari
oranglain, mereka yang mendapat hal tersebut akan cenderung mengulangi
perilaku yang sama. Berdasakan pemaparan diatas jika santri mendapat
dukungan penghargaan dalam bentuk pujian ataupun dorongan positif yang
dilakukan akan cenderung meningkat dalam hal mematuhi peraturan yang
telah dibentuk.
Dukungan sosial lainnya menurut House (dalam Smett,1994) yaitu
dukungan informasi merupakan pemberian informasi atau nasehat untuk
keluar dari suatu permasalahan. Salah satu individu yang mampu membantu
santri keluar dari permasalahan yaitu teman sebaya. Fungsi dari teman sebaya
menurut Desmita (2010) adalah memperkuat penyesuaian moral dan nilai.
Dengan kehadiran teman sebaya santri mengambil keputusan untuk dirinya
sendiri melalui evaluasi nilai atau informasi yang didapatkan dari dirinya
sendiri atau teman sebayanya. Hal ini dapat membantu mengembangkan
kemampuan penalaran dalam moral santri.Informasi yang didapatkan akan
menambah perbendaharaan informasi mengenai peraturan pondok pesantren
sehingga dapat meningkatkan kepatuhan (Kusumadewi dkk, 2012).
Diharapkannya dengan adanya informasi yang memadai tentang kepatuhan
peraturan dapat meningkatkan kepatuhan santri.
Dukungan sosial dari teman sebaya memberikan pengaruh penting
terhadap kepatuhan santri pada peraturan. Teman sebaya menjadi orang
terdekat yang dapat mengingkatkan santri untuk tetap patuh terhadap
peraturan yang dibentuk pondok pesantren. Hovland, Jenis, dan Kelly (Dalam
Soekanto 1982), berpendapat bahwa keinginan untuk tetap menjadi bagian
dari kelompok merupakan motivasi dasar dari individu untuk secara pribadi
taat pada hukum atau peraturan. Hal ini, membuktikan bahwa adanya
kelompok sosial, membawa dampak pada masalah kepatuhan santri pada
peraturan.
Uraian di atas sesuai dengan penelitian sebelumnya yang diteliti oleh
Umami (2010) bahwa terdapat mahasiswa yang tinggal di Ma’had Sunan
Ampel Al-Aly Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang, menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan sosial dan kepatuhan mahasiswa terhadap peraturan Ma’had. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Milgram (1974), bahwa ketika
individu bekerja dengan teman-teman dekatnya dan berada dilingkungan yang
sama, maka subjek biasanya akan melakukan yang yang dilakukan oleh orang
dilingkunganya, baik itu sikap maupun tingkahlaku patuh atau tidak patuh.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan dukungan
sosial teman sebaya dengan kepatuhan terhadap peraturan adalah hubungan
yang baik jika terjadi interaksi positif antar teman sebaya. Interaksi yang
saling memberikan dukungan sosial antar teman sebaya berdampak baik pada
permasalahan kepatuhan terhadap peraturan pada santri. Peningkatan
kepatuhan dikarenakan santri merasa dicintai, dihargai, dan dipedulikan oleh
teman sebayanya yang memberikan dukungan sosial. Lain hal jika santri tidak
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tidak mendapatkan
dukungan sosial dari teman sebaya sebagai pengganti orangtua, siswa akan
merasa dikucilkan dan berdampak harga diri, konsep diri, dan psikisnya.
Sehingga diperoleh kesimpulan jika santri yang menerima dukungan sosial
teman sebaya memiliki kepatuhan terhadap peraturan yang tinggi. Sebaliknya,
jika santri tidak menerima dukungan sosial teman sebaya maka santri
memiliki kepatuhan terhadap peraturan yang rendah.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan oleh peneliti berdasarkan landasan teori yang
dipaparkan adalah :” Ada hubungan positif antara tingkat dukungan sosial
teman sebaya dengan kepatuhan terhadap peraturan pondok pesantren Al-
Madienah Denanyar Jombang. Semakin tinggi dukungan sosial teman sebaya
maka semakin tinggi juga kepatuhan santri pondok pesantren Al-Madienah
Denanyar Jombang. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial teman
sebaya maka semakin rendah pula kepatuhan peraturan santri pondok
pesantren Al Madienah Denanyar Jombang.