bab ii tinjauan pustaka a. keaktifan...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keaktifan Kader
Keaktifan berasal dari kata aktif yang memiliki arti giat, gigih, dinamis
dan bertenaga atau sebagai lawan statis atau lamban dan mempunyai
kecenderungan menyebar atau berkembang (Suharso dan Retnoningsih, 2005).
Keaktifan merupakan suatu perilaku yang bisa dilihat dari keteraturan dan
keterlibatan seorang untuk aktif dalam kegiatan. Keaktifan kader posyandu
merupakan suatu perilaku atau tindakan nyata yang bisa dilihat dari keteraturan
dan keterlibatan seorang kader dalam berbagai kegiatan posyandu baik kegiatan
dalam posyandu maupun kegiatan diluar posyandu. Menurut Suryani (2003)
Perilaku merupakan aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan
lingkungannya. Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu persoalannya ialah
bagaimana cara membentuk perilaku itu sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Machfoedz, Suryani dkk (2003) ada beberapa cara untuk
membentuk perilaku seseorang diantaranya meliputi:
1. Cara pembentukan perilaku dengan condisioning atau kebiasaan.
Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan cara
membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan
terbentuk perilaku. Misalnya dibiasaan bangun pagi, atau menggosok gigi
8
sebelum tidur, membiasakan diri untuk datang tidak terlambat ke tempat
kerja, dan sebagainya.
2. Pembentukan perilaku dengan pengertian
Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight.
Misalnya kehadiran kader ke posyandu tidak terlambat, karena hal tersebut
akan menggangu kelancaran kegiatan posyandu.
3. Membentuk perilaku dengan menggunakan model.
Pembentukan perilaku masih dapat ditempuh dengan menggunakan model
atau contoh. Misalnya perilaku pemimpin atau tokoh masyarakat dijadikan
sebagai panutan bagi yang dipimpinnya.
Proses pembentukan perilaku menurut Kusmiati dan Desmaniarti (1990),
perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan setiap individu memiliki
kebutuhan dasar, dorongan, motivasi, kebutuhan-kebutuhan dasar manusia yang
merupakan sumber kekuatan untuk menuju kearah tujuan tertentu secara didasari
maupun tidak didasari. Menurut Machfoedz, Suryani dkk (2003), Promosi
kesehatan adalah suatu proses pemberdayaan atau memandirikan masyarakat
untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya melalui
peningkatan kesadaran, kemauan, kemampuan serta pemgembangan lingkungan
sehat. Promosi kesehatan mancakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk
memotivasi, mendorong, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Disamping itu promosi kesehatan juga mencakup berbagai aspek
9
khususnya yang berkaitan dengan aspek lingkungan, atau suasana yang
mempengaruhi perkembangan perilaku.yang berkaitan dengan aspek sosial
budaya, pendidikan, ekonomi, polotik, dan pertahanan keamanan.
Berdasarkan konsep promosi kesehatan, individu dan masyarakat
bukanlah objek yang pasif (sasaran), tetapi juga sebagai subjek (pelaku). Dalam
konsep tersebut masalah kesehatan bukan hanya menjadi urusan sektor kesehatan
akan tetapi juga termasuk urusan swasta dan dunia usaha yang dilakukan dengan
pendekatan kemitraan. Dengan demikian kesehatan adalah upaya dari, oleh dan
untuk masyarakat yang diwujudkan sebagai gerakan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) (Depkes, 2000).
Menurut Machfoedz, Suryani dkk (2003), visi dari promosi kesehatan
yaitu masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya sehingga
mereka dapat hidup sehat, produktif, bahagia, sejahtera. Sedangkan misi dari
promosi kesehatan adalah melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dibidang
kesehatan, melalui:
a. Advokasi kesehatan kepada para penentu kebijaksanaan, untuk membuat
kebijaksanaan yang berwawasan kesehatan.
b. Menjembatani, menggalang kemitraan dan membina suasana yang kondusif
demi terwujudnya PHBS di masyarakat.
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan melakukan penyuluhan,
pendidikan, pelatihan dan memperkuat sumber daya manusia untuk
10
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup
bersih dan sehat.
Adapun tujuan dari promosi kesehatan tersebut adalah tersosialisasinya
program-program kesehatan dan terwujudnya masyarakat Indonesia baru yang
berbudaya hidup bersih dan sehat. Sedangkan sasaran promosi kesehatan adalah
perorangan atau keluarga, masyarakat, lembaga pemerintahan/lintas sektor/
politisi/ swasta dan petugas atau pelaksana program.
1. Perorangan atau keluarga, diharapkan:
a. Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran (baik langsung
maupun melalui media masa).
b. Mempunyai pengetahuan dan kemauan untuk memelihara, meningkatkan
dan melindungi kesehatanya.
c. Mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat.
d. Berperan serta dalam kegiatan sosial khususnya yang berkaitan dengan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kesehatan.
2. Masyarakat/LSM, diharapkan:
a. Menggalang potensi untuk mengembangkan gerakan /upaya kesehatan.
b. Bergotong- royong untuk mewujudkan lingkungan sehat.
3. Lembaga Pemerintahan/Lintas Sektor/Politisi/Swasta, diharapkan:
a. Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan
perilaku dan lingkungan yang sehat.
11
b. Membuat kebijakan sosial yang memperhatikan dampak dibidang
kesehatan.
4. Petugas program/Institusi, diharapkan:
a. Memasukan komponen promosi kesehatan dalam setiap program
kesehatan.
b. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan memberi kepuasan pada
masyarakat.
Ruang lingkup promosi kesehatan melingkupi 5 area yaitu:
1. Mengembangkan kebijaksanaan pembangunan wawasan kesehatan, yaitu
mengupayakan agar kebijaksanaan pembangunan dari setiap sektor
mempertimbangkan kemungkinan dampak negatifnya terhadap kesehatan
masyarakat.
2. Mengembangkan jaringan kemitraan dan suasana yang mendukung, yaitu
mengembangkan jaringan kemitraan dan membina iklim suasana yang
memungkinkan masyarakat termotivasi melakukan pembangunan kesehatan.
3. Memperkuat kegiatan masyarakat, yaitu memberikan bantuan terhadap
kegiatan yang sudah berjalan di masyarakat, sehingga lebih dapat berkembang
serta memberikan peluang agar masyarakat dapat berimprovisasi, yakni
melakukan kegiatan dan berperan serta aktif dalam pembangunan kesehatan.
4. Meningkatkan keterampilan perorangan, antara lain melalui kegiatan
pelatihan, penyuluhan dan lain-lain dalam rangka meningkatkan kesadaran,
12
kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk dapat memelihara dan
meningkatkan kualitas kesehatanya.
5. Mengarahkan pelayanan kesehatan yang lebih memberdayakan masyarakat,
yaitu mengarahkan pelayanan kesehatan yang menempatkan dan mendorong
masyarakat sebagai subjek yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas
kesehatannya.
Adapun strategi promosi kesehatan yang diarahkan untuk mewujudkan
kelima area ruang lingkup promosi kesehatan yang dilakukan melalui :
a. Advokasi Kesehatan
Advokasi yaitu pendekatan kepada para pemimpin atau pengambil
keputusan agar dapat memberikan dukungan, kemudahan, dan
semacamnya pada upaya pembangunan kesehatan.
b. Bina Suasana (Social Support)
Bina suasana yaitu upaya untuk membuat suasana atau iklim yang
kondusif atau menunjang pembangunan kesehatan sehingga masyarakat
terdorong untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.
c. Gerakan Masyarakat (empowerment)
Gerakan masyarakat dalam hal ini adalah upaya memandirikan individu,
kelompok, dan masyarakat agar berkembangan kesadaran, kemauan, dan
kemampuannya di bidang kesehatan dengan perkataan lain agar secara
proaktif masyarakat mempraktikan hibup bersih dan sehat secara mandiri.
13
Menurut penelitian Rogers (1974) dikutip Notoatmodjo (2003),
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri
orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
1. Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek).
2. Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru sesuai apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5. Menerima (Adoption)
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2000) menganalisis perilaku
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pokok yaitu
faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku seseorang
dipengaruhi oleh :
14
a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposising factos)
Faktor predisposisi ini meliputi:
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu melakukan
pengindraan terjadi melalui indra manusia, sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata (pengelihatan) dan telinga (pendengaran)
(Notoadmojo, 2003). Pengetahuan didefinisikan sebagai segala sesuatu
yang diketahui oleh seseorang dengan jalan apapun dan sesuatu yang
diketahui orang dari pengalaman yang didapat (Padmonodewo, 2000).
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau orang
lain, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang, pada umunnya seorang kader yang
memiliki pengetahuan yang baik tentang posyandu maka dapat
menimbulkan kesadaran para kader dan akan berdampak serta
berpengaruh pada aktifnya kader dalam mengikuti kegiatan posyandu
(Zein, 2005)
2) Sikap
Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau
objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi
stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial Sikap menggambarkan suka
15
atau tidak sukanya seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari
pengalaman sendiri ataupun dari orang lain. Sikap membuat seseorang
mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap terhadap nilai-
nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Sikap
masyarakat terhadap posyandu juga dipengaruhi oleh tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi (Azwar, 2002).
3) Nilai Budaya
Individu lahir diantara kelompok, yaitu keluarga dan masyarakat.
Hal ini akan membuat kemungkinan adanya suatu norma atau aturan yang
diharapkan mampu memunculkan perilaku yang normatif atau sesuai
dengan ketentuan yang telah dibuat (Zein, 2005). Nilai ini diperoleh
melalui sosialisasi dan emosi dikenakan kepercayaan mereka atas apa
yang membuat orang berfikir apakah sesuatu itu penting sehingga dari
nilai akan mempengaruhi keseluruhan berbagai perasaan tentang keluarga
(Naidoo dan Wills, 2000).
4) Kepercayaan
Kepercayaan merupakan keyakinan tentang kebenaran terhadap
sesuatu yang dirasakan pada budaya yang ada pada masyarakat tersebut.
Sehingga bila dalam masyarakat mempunyai kepercayaan yang salah
tentang sesuatu maka dapat menghambat perubahan perilaku. Masyarakat
16
yang mempercayai suatu keyakinan tertentu terhadap posyandu, maka
dapat mempengaruhi suatu perilaku yang akan berpengaruh terhadap
kektifan kader dalam kegiatan posyandu (Zein, 2005). Semakin baik
kepercayaan seseorang maka akan semakin baik pula sikap yang
terbentuk, sehingga pada akhirnya membuat semakin baik pula perilaku
yang dimunculkan oleh orang tersebut (Notoatmodjo, 1993). Kepercayaan
didasarkan pada orang yang memiliki informasi tentang obyek atau
tindakan. Teori kesehatan terkait perubahan perilaku didasarkan pada
gagasan bahwa setiap aktivitas seseorang akan berdasarkan pada
kepercayan mereka, sehingga dalam menghadapi suatu perilaku kesehatan
akan berpengaruh terhadap status kesehatan individu tersebut (Naidoo dan
Wills, 2000).
5) Pendidikan
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami suatu pengetahuan tentang posyandu dengan
baik sesuai dengan yang mereka peroleh dari kepentingan pendidikan itu
sendiri. Tingkat rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat
rendahnya pengetahuan tentang posyandu, rendahnya tingkat pemanfaatan
posyandu, serta rendahnya kesadaran terhadap pemanfaatan program
posyandu (Suharjo, 2005).
Pendidikan yang rendah, tingkat penghasilan yang masih rendah
merupakan penghambat dalam pembangunan kesehatan. Pendidikan yang
17
masih rendah, khususnya dikalangan kader posyandu merupakan salah
satu masalah yang berpengaruh terhadap kegiatan pemanfaatan posyandu.
Semakin tinggi tingkat pendidikan kader maka semakin tinggi kesadaran
kader untuk aktif dalam kegiatan posyandu (Rawadi dan Suharjo, 2005).
6) Motivasi
Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan,
ataupun pembangkit tenaga pada seseorang ataupun pada kelompok
masyarakat tesebut mau berbuat dan bekerjasama secara optimal
melaksanakan sesuatau yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Untuk terlaksananya program harus ada motivasi
dari petugas, meskipun motivasi harus ada dari individu atau masyarakat
itu sendiri dan pihak luar hanya merangsangnya saja. (Azrul, 1996).
7) Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi seseorang dipengaruhi oleh besarnya pendapatan
keluarga. Pendapatan adalah sejumlah penghasilan dari seluruh anggota
keluarga. Semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga kader maka kader
akan semakin aktif dalam kegiatan posyandu. Pendidikan seseorang
merupakan faktor yang penting dalam usaha memperoleh kesempatan
kerja. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan mendapatkan
kesempatan memperoleh kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan
seseorang yang berpenghasilan rendah. Pekerjaan yang layak tersebut
akan mendapatkan upah yang lebih tinggi bila dibandingkan yang
18
berpendidikan rendah. Tingkat pendapatan akan mempengaruhi keaktifan
kader dalam memanfaatkan kegiatan posyandu. Semakin tinggi tingkat
sosial ekonomi seorang kader maka akan semakin aktif kader tersebut
dalam kegiatan posyandu (Berg, 1986).
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factor)
Faktor-faktor ini mencakup:
1) Ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas (fisik dan umum) yang
mendukung kelancaran kegiatan posyandu. Fasilitas fisik yaitu fasilitas-
fasilitas atau sarana kesehatan yang meliputi puskesmas, obat-obatan,
alat kontrasepsi, vaksin untuk imunisasi dan sebagainya. Sedangkan
Fasilitas umum yaitu fasilitas atau sarana kesehatan meliputi media
informasi misalnya TV, koran ataupun majalah, sehingga dapat diketahui
bahwa untuk menunjang terlaksananya program posyandu supaya berjalan
dengan baik maka tidak hanya tahu dan sadar manfaat posyandu
melainkan fasilitas yang lengkap juga dapat menjadi faktor pemicu
keaktifan kader (Zein, 2005)
2) Jarak dan keterjangkauan tempat pelayanan (posyandu). Jarak tempat
pelayanan kesehatan yang jauh akan membuat kader enggan untuk datang
ketempat pelayanan kesehatan. Selain memerlukan waktu juga menambah
biaya akomodasi. Seorang kader yang tidak aktif dalam kegiatan posyandu
disebabkan karena rumahnya jauh dari posyandu (Notoatmodjo, 1994).
19
b. Faktor-faktor penguat atau pendorong (Reinforcing Factors)
1) Faktor sikap dan perilaku para petugas kesehatan.
Sikap dan perilaku disini adalah bagaimana para petugas kesehatan
(perawat, bidan, dokter dan tenaga kesehatan lainnya) berlaku tidak ramah
atau tidak simpatik kepada kader ataupun pada pasien bahkan tidak
responsif saat menerima pasien serta dalam memberikan tindakan medis.
Karena inilah kader enggan untuk aktif dalam kegiatan posyandu. Dalam
hal ini motivasi dan dukungan baik dukungan dari tenaga kesehatan
sangat diperlukan untuk meningkatkan keaktifan kader dalam kegiatan
posyandu. Dukungan sosial sebagai informasi verbal maupun nonverbal,
saran, bantuan yang nyata dan tingkah laku yang diberikan masyarakat
dengan subyek didalam lingkungan sosialnya. Dukungan sosial sangat
berperan penting dalam memotivasi kader untuk aktif dalam Posyandu
(Mantra, 1999).
2) Faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat.
a) Dukungan kepala desa
Desa yang memiliki kepala desa yang selalu memberikan
motivasi setiap pelaksanaan kegiatan posyandu akan labih baik kinerja
dan kelestarian posyandunya dibandingkan dengan desa yang kepala
desanya tidak memberikan motivasi sama sekali. Dorongan motivasi
tersebut dapat berupa pemberian pemberian tugas yang selalu
dimonitor dan disupervisi, selalu memberitahukan mana yang benar
20
dan mana yang salah dalam supervisi, selalu mempertimbangkan
kemampuan kader sebelum memberi tugas, dalam memberi tugas pada
kader selalu ada imbalan apapun bentuknya baik itu imbalan material
ataupun hanya ucapan terima kasih, bila kader mendapat tugas
ketempat lain akan mendapatkan uang transport, kesejahteraan kader
selalu menjadi perhatian kepala desa, kebiasaan kepala desa untuk
melakukan peninjauan terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu
(Sarwono, 1986).
b) Dukungan tokoh agama
Dukungan tokoh agama mempunyai pengaruh di masyarakat.
Selanjutnya tokoh agama ini dapat menjembatani antara pengelola
program kesehatan dengan masyarakat. Pada masyarakat yang masih
paternalistik seperti di Indonesia ini tokoh masyarakat dan tokoh
agama merupakan panutan perilaku masyarakat yang sangat
signifikan. Oleh sebab itu apabila toma dan toga sudah mempunyai
perilaku sehat, maka akan mudah ditiru oleh anggota masyarakat yang
lain. Bentuk kegiatan mencari dukungan sosial ini antara lain:
pelatihan-pelatihan para toga dan toma, seminar, loka karya,
penyuluhan dan sebagainya. Dukungan dari tokoh agama sangat
berperan penting dalam memotivasi perilaku seorang kader untuk aktif
dalam kegiatan posyandu (Notoatmodjo, 2003).
21
c) Undang-undang ataupun peraturan-peraturan baik dari pusat maupun
dari daerah yang terkait dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003)
Perilaku dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi
manusia dengan lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
perilaku terbagi menjadi 2 faktor yaitu :
a. Faktor intern
Faktor intern berfungsi untuk mengelola rangsangan dari luar, faktor ini
meliputi: pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, dan motivasi.
b. Faktor ekstern
Faktor ekstern ini meliputi lingkungan fisik maupun non fisik seperti: iklim,
manusia, sosial ekonomi, dan budaya.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku berawal dari
adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor diluar tersebut
(lingkungan) baik fisik maupun nonfisik, kemudian pengalaman dan lingkungan
dipersepsikan dan diyakini sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak
yang pada akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku.
B. Posyandu
1. Pengertian Posyandu
Posyandu adalah pusat pelayanan kesehatan yang dikelola dan
diselenggarakan oleh, dan untuk masyarakat dengan dukungan teknis dari
petugas kesehatan dalam rangka pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera (Depkes RI, 2002).
22
2. Tujuan Posyandu
a. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak
b. Mempercepat penerimaan (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS)
c. Meningkatkan kesehatan ibu dan anak
d. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan keluarga berencana serta keinginan lainnya yang
menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera serta berfungsi
sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan
keluarga dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera (Depkes RI, 2002).
3. Sasaran Posyandu
Sasaran posyandu adalah bayi berusia kurang dari 1 tahun, anak balita
usia 1-5 tahun, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas, Wanita Usia Subur (WUS).
Sedangkan untuk kegiatan posyandu dalam pelaksanaan kegiatan posyandu
berupa kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, peningkatan
gizi, penanggulangan diare, sanitasi dasar, dan penyediaan obat essensial
(Depkes RI, 2000).
4. Peran Posyandu
Peran Posyandu saat ini lebih pada prioritas masalah kesehatan
teruama pada masyarakat yang mengidentifikasi perubahan kebijakan
penanganan tersebut. Peran Posyandu di desa sangat signifikan dalam
memantau masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Kinerja sebuah
23
Posyandu lebih relevan untuk mengatasi masalah kesehatan pada balita misal
kurang energi protein (KEP) ibu hamil dan wanita usia subur (WUS) yang
dapat dengan mudah ditemukan di Posyandu. Pemanfaatan meja penyuluhan
tidak dimanfaatkan oleh ibu balita misalnya pada saat balita sakit biasanya
langsung diperiksa ke bidan setempat. Pada ibu hamil lebih sering kontrol
keadaan kehamilannya pada bidan dengan alasan jika ke Posyandu terlalu
lama menunggu (Depkes, 1998).
5. Jenis kesehatan Posyandu
Kegiatan Posyandu terdiri dari lama kegiatan Posyandu (panca krida
Posyandu) yaitu untuk kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana
(KB), imunisasi, peningkatan kesehatan, penanggulangan diare. Untuk tujuh
kegiatan Posyandu (sapta krida Posyandu) yaitu kesehatan ibu dan anak,
Keluarga Berencana (KB). imunisasi, peningkatan kesehatan, penanggulangan
diare, sanitasi dasar serta penyediaan obat essensial. Pembentukan kegiatan
Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada yang diselenggarakan oleh
pelaksanaan kegiatan yaitu anggota masyarkat yang telah dilatih menjadi
kader kesehatan setempat dibawah bimbingan puskesmas dan pengelola
Posyandu yaitu pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari
kader PKK, tokoh masyarakat, formal dan informal serta kader kesehatan
yang ada di wilayah tersebut.
24
6. Penyelenggaraan Posyandu
Penyelenggaraan posyandu dilakukan secara langsung dari ketua tim
PKK dan seksi kesehatan di desa wilayah kerjanya (Budiono, 1997).
Penyelenggaraan posyandu dilakukan dengan pola meja yang meliputi:
a. Meja 1: Pendaftaran
b. Meja 2: Penimbangan bayi dan balita
c. Meja 3: Pengisian KMS.
d. Meja 4: Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS
e. Meja 5: Pelayanan oleh tenaga peserta profesional meliputi: KIA, KB,
gizi, imunisasi, dan pengobatan , serta pelayanan kesehatan lain sesuai
kebutuhan setempat.
Petugas pada meja 1-4 dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan meja 5
merupakan meja pelayanan paramedis (Depkes RI, 2000).
C. Kader Kesehatan
1. Pengertian Kader Kesehatan
Kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang terdidik dan terlatih
dalam bidang tertentu yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat dan merasa
berkewajiban untuk melaksanakan meningkatkan dan membina kesejahteraan
masyarakat dengan rasa ikhlas tanpa pamrih dan didasarkan pangggilan jiwa
untuk melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan (Depkes RI, 2000).
25
Menurut Kramastuti (2004), kader dipilih secara teori oleh, untuk dan
dari masyarakat. Tetapi kadang-kadang kenyataanya dipilih oleh pamong atau
aparat desa. Adapun kriteria untuk dipilih menjadi kader yaitu;
a. Bisa membaca, menulis
b. Wanita atau pria
c. Berdomisili tetap dikelurahan setempat
d. Mau dan mampu bekerja secara sukarela, sukarela untuk kepentingan
masyarakat.
e. Mempunyai cukup waktu untuk bekerja bagi masyarakat disamping
usahanya mencari nafkah.
2. Tugas Kader Kesehatan
Menurut Depkes RI (2000) tugas kader kesehatan meliputi:
a. Tugas kader dalam kegiatan posyandu
Kegiatan yang dapat dilakukan kader dalam pelayanan posyandu meliputi
5 meja diantaranya
1) Meja 1 mendaftar bayi atau balita dengan menuliskan nama balita
pada KMS dalam secarik kertas yang diselipkan pada KMS,
mendaftarkan ibu hamil yaitu menuliskan nama ibu hamil pada
formulir atau lembar registrasi ibu hamil dan Wanita Usia Subur
(WUS)
26
2) Meja 2 penimbangan bayi atau balita, mencatat hasil penimbangan
pada secarik kertas yang akan dipindahkan di KMS, penimbangan ibu
hamil
3) Meja 3 pengisian KMS dan memindahkan catatan hasil penambingan
balita dari secarik kertas kedalam KMS anak tersebut.
4) Meja 4 terdiri dari beberapa kegiatan yaitu
a) Menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasarkan data
kenaikan berat badan yang digambarkan dalam grafik KMS
kepada ibu dari anak yang bersangkutan.
b) Memberikan penyuluhan kepada setiap ibu dengan mengacu pada
data KMS anaknya atau dari hasil pengamatan mengenai masalah
yang dialami sasaran.
c) Memberikan rujukan ke Puskesmas apabila diperlukan untuk
balita, ibu hamil dan ibu menyusui dengan langkah yaitu dimana
balita yang apabila berat badan dibawah garis merah (BGM) pada
KMS 2 kali berturut-turut berat badannya tidak naik, kelihatan
sakit atau lesu, kurus, busung lapar, ibu hamil dan ibu menyusui
apabila keadaanya kurus, pucat, adanya bengkak pada kaki ,
pusing, perdarahan, sesak nafas, gondokan dan orang sakit.
d) Memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar oleh kader
posyandu misalnya dalam pemberian pil tambah darah (pil bezi),
vitamin A, oralit
27
e) Meja 5 merupakan kegiatan pelayanan sektor yang biasanya
dilakukan oleh petugas kesehatan, Pusat Layanan Keluarga
Berencana (PLKB), Pusat Program Layanan (PPL) pelayanan yang
diberikan yaitu pelayanan imuniasi, pemeriksaan kehamilan,
pelayanan KB berupa IUD dan suntikan, pemeriksaan kesehatan
dan pengobatan, pemberian tablet zat besi (fe), serta vitamin A.
b. Tugas kader diluar kegiatan posyandu
Kegiatan yang dilakukan kader diluar jadwal kegiatan pelayanan posyandu
meliputi:
1) Kegiatan yang menunjang pelayanan KB, KIA, Gizi, Imunisasi dan
penanggulangan diare.
2) Kegiatan yang menunjang upaya kesehatan lainnya sesuai dengan
permasalahan yang ada seperti:
a) Pemberantasan penyakit menular.
b) Penyehatan rumah.
c) Pembersihan sarang nyamuk.
d) Pembuangan sampah.
e) Penyediaan sarana air bersih.
f) Penyediaan sarana jamban keluarga.
g) Pembuatan sarana pembuangan air limbah.
i) Pemberian pertolongan pada penyakit.
j) Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
28
k) Dana sehat
l) Kegiatan pembangunan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan.
3. Peran Kader Kesehatan
Menurut Depkes RI (1998), Peranaan kader diluar jadwal kegiatan pelayanan
posyandu:
a. Merencanakan kegiatan.
Dalam merencanakan kegiatan yang dapat dilakukan kader adalah:
1) Menyiapkan dan melaksanakan survey mawas diri bersama petugas
kesehatan. Misalnya merencanakan berapa balita yang harus didatangi
dirumahnya.
2) Membahas hasil survey mawas diri bersama petugas Puskesmas.
3) Menyajikan hasil survey mawas diri dalam musyawarah masyarakat
desa (MMD).
4) Menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat pada
musyawarah masyarakat desa (MMD).
5) Menentukan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan bersama
masyarakat.
6) Bersama masyarakat membahas pembagian tugas (pengorganisasian)
dan membuat jadwal kerja dan sumber dananya.
b. Melakukan komunikasi, informasi, dan motivasi (KIM)
KIM adalah suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari 3 fase dimana fase
pertama adalah memperkenalkan diri, membuat hubungan, dan
29
memperkenalkan masalah, lalu disusul dengan penjelasan dan fase akhir
mendorong, membina masyarakat sehingga masyarakat mau
melaksanakan cara hidup sehat.
Cara melaksanakan KIM adalah melalui:
1) Tatap muka
a) Perorangan pada kunjungan ke rumah warga.
b) Pada kelompok arisan, pengajian, atau pada pertemuan lainnya.
c) Cara yang dapat digunakan dalam tatap muka adalah tanya
jawab, ceramah, diskusi atau demonstrasi.
d) Persiapan yang diperlukan kader sebelum melaksanakan KIM
adalah: menguasai materi yang akan disampaikan kepada sasaran,
memilih bahan dan alat peraga yang diperlukan dan tersedia,
memilih pesan-pesan sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan
sasaran, membuat jadwal penyuluhan.
2) Alat (media)
Alat yang bisa digunakan dalam KIM adalah pengeras suara,
selebaran, poster dengan memasang poster pada tempat yang mudah
dan banyak dikinjungi warga masyarakat, berarti isi pesan telah
meluas.
30
c. Menggerakan Masyarakat
Menggerakan masyarakat adalah usaha yang dilakukan agar masyarakat
mau berperan serta nyata dengan memberikan tenaga, dana dan sarana
yang ada untuk keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan.
Hal-hal yang dapat dilakukan oleh kader dalam penggerakan
masyarakat adalah:
1) Membicarakan bersama masyarakat mengenai masalah yang ada.
2) Memberikan informasi dan mengadakan kesepakatan mengenai
kegiatan apa yang akan dilakukan untuk menanggulangi masalah.
3) Mendorong masyarakat untuk mengumpulkan dana secara gotong-
royong.
4) Membagi tugas kegiatan diantara masyarakat.
5) Menentukan jadwal kerja.
6) Menjelang kegiatan akan dilaksanakan, mengingatkan masyarakat
kembali tentang kegiatan-kegiatan yang harus mereka lakukan sesuai
kesepakatan bersama.
d. Memberikan pelayanan
Pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan oleh kader di luar hari
pelaksanaan kegiatan posyandu antara lain adalah sebagai berikut:
1) Membagi obat (obat malaria, obat TBC dan lain-lain).
2) Mengumpulkan bahan pemeriksaan (dahak untuk BTA dan lain-lain).
3) Mengawasi pendatang didaerahnya dan melaporkan bila sakit.
31
4) Memberikan pertolongan pertama pada penyakit seperti pada panas
atau demam: berikan minum banyak, kompres dengan air hangat,
memberikan obat penurun panas dan merujuk ke petugas kesehatan
bila perlu.
5) Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan seperti membalut
luka, pertolongan pertama pada luka bakar dan lain-lain.
e. Melakukan pencatatan
Kegiatan yang perlu dicatat secara berkala oleh kader adalah
1) Kegiatan di posyandu KB-kesehatan meliputi:
a) KB antara lain mencatat jumlah Pasangan Usia Subur (PUS),
jumlah peserta KB dan alat yang digunakan, jumlah pil KB dan
kondom yang dibagikan.
b) KIA antara lain mencatat jumlah ibu hamil, jumlah tablet vitaminA
yang dibagikan, jumlah tablet tambah darah yang dibagikan.
c) Imunisasi antara lain mencatat jumlah ibu hamil yang diimuisasi
TT, jumlah balita yang diimunisasi dan jenis imunisasi yang
diperoleh.
d) Gizi antara lain mencatat jumlah balita yang ada, jumlah balita
yang mempunyai KMS, jumlah balita yang ditimbang, jumlah
balita yang naik timbangannya.
e) Diare antara lain mencatat jumlah oralit yang dibagikan, jumlah
penderita yang ditemukan dan di rujuk.
32
2) Kegiatan diluar jadwal posyandu KB-kesehatan meliputi:
penanggulangan penyakit menular antara lain mencatat jumlah
penderita yang ditemukan, jumlah obat yang dibagikan, jumlah
jamban yang dibuat, jumlah penyediaan air bersih.
Kader dapat melakukan pencatatan pada buku harian kader atau
formulir misalnya formulir untuk gizi, diare, rujukan dan lain-lain.
Adapun hal-hal yang perlu dicatat antara lain adalah catatan terutama
tentang keluarga binaan, jadwal kegiatan yang ditentukan sendiri dan hasil
kegiatan yang telah dilakukan, hasil pertemuan dengan keluarga binaan,
hasil pertemuan dengan kepala desa, hasil pertemuan dengan
pimpinan/staf puskesmas dan pembinaan teknis lainnya.
Adapun tujuan dari kader melakukan pencatatan antara lain supaya
kader dapat memberikan informasi terutama kepada masyarakat tentang
hasil kegiatan dan perkembangan dananya, serta dapat melihat kemajuan
yang terjadi pada keluarga binaannya (jumlah balita yang sakit berkurang,
jumlah ibu yang meninggal berkurang).
f. Melakukan pembinaan mengenai 5 program terpadu KB-Kesehatan dan
upaya kesehatan lainnya.
Kader perlu melakukan pembinaan untuk meningkatkan,
memantapkan, dan melestarikan upaya-upaya kesehatan yang telah
dilaksanakan oleh masyarakat. Adapun sasaran pembinaan kader adalah
keluarga binaan yang masing-masing kader berjumlah antara 10-20
33
keluarga atau disesuaikan dengan keadaan setempat, serta sasaran masing-
masing kegiatan. Cara yang dilakukan kader dalam membina antara lain
dengan memberikan informasi atau pengenalan tentang upaya kesehatan
yang dilaksanakan didaerahnya, melakukan kunjungan kepada masyarakat
terutama pada keluarga binaan, melakukan pertemuan kelompok.
D. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2003), Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan
ini terjadi setelah melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu
melakukan pengindraan terjadi melalui indra manusia, sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata (pengelihatan) dan telinga
(pendengaran).
2. Aspek dalam Pengetahuan
Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya suatu tindakan seseorang. Adapun tingkatan pengetahuan
domain kognitif ada 6 tingkatan menurut Notoadmojo (2003) yang meliputi;
a. Tahu (Know)
Tahu yaitu mengingat kembali materi yang dipelajari sebelumnya
termasuk kedalam kedalam pengetahuan yang paling rendah dengan cara
menyebutkan, mendefinisikan dan menyatukan.
34
b. Memahami (Comprehention)
Memahami yaitu suatu yang menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek untuk materi harus dapat
menjelaskan dan menyebutkan serta mampu mengaplikasikannya.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan meteri yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sangat
dalam kondisi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik
dalam perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip
siklus pemecahan masalah.
d. Analisis (Analysis)
Analisis yaitu kemampuan untuk materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen, tetap didalam struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya dengan yang lain. Kemampuan analisa itu dapat
dilihat dari gangguan dari kata-kata kerja, dapat menggambarkan,
mengelompokan dan sebagainya.
e. Sintetis (Syntesis)
Sintesis yaitu kemampuan untuk membentuk bagian-bagian dalam suatu
keseluruhan yang dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
35
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya
dapat menyusun, merencanakan, meringkas menyesuikan dan sebagainya.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek penelitian ini berdasarkan suatu kriteria-
kriteria yang telah ada.
3. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), ada berbagai macam cara untuk
mencari atau memperoleh kebenaran pengetahuan yaitu:
a. Cara Tradisional
Untuk memperoleh pengetahuan cara kuno atau tradisional dipakai orang
memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode
ilmiah untuk metode penemuan secara sistematik atau logis.
b. Cara Coba-Salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila
menghadapi suatu persoalan atau masalah, upaya pemecahannya
dilakukan dengan cara coba salah. Dimana metode ini telah digunakan
orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai
masalah. Bahkan sekarang ini metode coba-coba masih sering
dipergunakan terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui
cara memecahkan masalah.
36
c. Kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari banyak sekali kebiasaan dan tradisi
yang dilaksanakan oleh orang tanpa melakukan penalaran, apakah yang
dilaksanakan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan ini biasanya diwariskan
turun temurun dari generasi berikutnya. Dimana pengetahuan diperoleh
berdasarkan otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah,
otoritas pemimpin agama.
d. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian kata pepatah dengan
maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau
pengetahuan itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya
untuk memperoleh pengetahuan. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak
semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik
kesimpulan dengan benar maka diperlukan berfikir kritis dan logis.
e. Melalui Jalan Pikir
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir
manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan
kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
menggunakan jalan pikirnya baik melalui induksi dan deduksi.
f. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
37
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau metodologi penelitian. Cara
ini mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala
alam atau kemasyarakatan kemudian hasil pengamatannya tersebut
dikumpulkan dan klasifikasikan dan akhirnya diambil kesimpulan umum.
4. Pengaruh Pengetahuan
Pengaruh pengetahuan terhadap keaktifan kader sangat penting oleh sebab itu
kader yang mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi maka akan semakin
aktif dalam kegiatan Posyandu. (Notoadmojo, 2003).
5. Faktor yang Berpengaruh terhadap Pengetahuan
Faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan menurut Nasution, 1993 yaitu
a. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan mudah
menerima dan menyesuaikan terhadap hal-hal yang baru.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi banyak akan memberikan
pengetahuan yang lebih jelas. Baik itu melalui media cetak maupun media
elektronik.
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang
karena informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan
agama yang dianut.
d. Pengalaman
38
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,
semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengalaman yang didiperoleh
juga semakin banyak seiring dengan bertambahnya usia seseorang.
6. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan lembar
kuesioner untuk menyatakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek
penelitian (responden). Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui oleh
peneliti dapat disesuaikan dengan tingkat responden yang ada (Arikunto,
2002)
D. Motivasi
1. Definisi Motivasi
Motivasi adalah tenaga penggerak dan kadang-kadang dilakukan
dengan menyampingkan hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat dalam
mencapai tujuan. Motivasi murni adalah motivasi yang betul-betul didasari
akan pentingnya suatu perlaku dan didasarkan sebagai suatu kebutuhan
(Irwanto, 2002).
Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan,
ataupun pembangkit tenaga pada seseorang ataupun pada kelompok
masyarakat tersebut mau berbuat dan bekerjasama secara optimal
melaksanakan sesuatau yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Untuk terlaksananya program harus ada motivasi dari
39
petugas, meskipun motivasi harus ada dari individu atau masyarakat itu
sendiri dan pihak luar hanya merangsangnya saja. (Azrul, 1996).
2. Unsur-Unsur Motivasi.
Menurut Purwanto (1998), unsur-unsur motivasi terdiri dari:
a. Motivasi merupakan suatu tenaga dinamis manusia dan munculnya
memerlukan rangsangan dari dalam maupun dari luar.
b. Motivasi seringkali ditandai dengan perilaku yang penuh emosi.
c. Motivasi merupakan reaksi pilihan dari bebeapa alternatif pencapaian
tujuan.
d. Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam diri manusia.
3. Jenis Motivasi
Menurut Purwanto (1998) dan Notoatmojo (2003), berdasarkan
sumber dorongan terhadap perilaku, motivasi dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri manusia,
biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga
manusia menjadi puas.
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar yang
merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Perilaku yang
40
dilakukan dengan motivasi eksrinsik penuh dengan kekhawatiran,
kesangsian apalagi tidak mencapai kebutuhan
3. Ciri-Ciri Motivasi dalam Perilaku
Menurut Irwanto (2002) ada lima ciri-ciri motivasi dalam perilaku.
a. Penggerak perilaku menggejala dalam bentuk tanggapan-tanggapan yang
bervariasi. Motivasi tidak hanya merangsang suatu perilaku tertentu saja,
tetapi merangsang berbagai kecenderungan berperilaku yang
memungkinkan tanggapan yang berbeda-beda.
b. Kekuatan dan efisiensi perilaku mempunyai hubungan yang bervariasi
dengan kekuatan determinan. Rangsangan yang lemah mungkin
menimbulkan reaksi hebat atau sebaliknya.
c. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
d. Penguatan positif (positive reinforcement) menyebabkan suatu perilaku
tertentu cenderung untuk diulangi kembali.
e. Kekuatan perilaku akan melemah bila akibat dari perbuatan itu bersifat
tidak enak.
5. Fakor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Handoko (1998) dan Widyatun (1999) ada dua faktor yang
berpengaruh terhadap motivasi yaitu:
a. Faktor internal
41
Motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari
perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi
puas. Faktor internal meliputi:
1) Faktor fisik
Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
kondisi fisik misalnya status kesehatan kader. Kader yang sedang
terganggu kesehatan fisiknya akan mempengaruhi tingkat keaktifan
kader dalam kegiatan Posyandu.
2) Faktor proses mental
Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu
saja, tetapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi
tersebut. Kader dengan fungsi mental yang normal akan memandang
dirinya secara positif, seperti halnya ada kemampuan untuk
mengontrol kejadian-kejadian dalam hidup yang harus dihadapi.
Keadaan dan pemikiran dan pandangan hidup yang positif dari diri
kader dalam bereaksi terhadap keaktifan kader dalam kegiatan
Posyandu.
3) Faktor hareditas
Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe
kepribadian yang secara herediter dibawa sejak lahir. Ada tipe
kepribadian tertentu yang mudah termotivasi atau sebaliknya. Orang
yang mudah sekali tergerak perasaanya, setiap kejadian menimbulkan
42
reaksi perasaan padanya. Sebaliknya ada yang hanya bereaksi apabila
menghadapi kejadian yang memang sungguh penting.
4) Faktor kematangan usia
Kematangan usia seseorang akan mempengaruhi proses pengambilan
keputusan dan proses berfikir dalam melakukan sesuatu.
b. Faktor eksternal
Motivasi yang berasal dari luar diri individu yang merupakan pengaruh
dari orang lain atau lingkungan. Faktor eksternal meliputi:
1). Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar individu baik
secara fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan sangat berpengaruh
terhadap motivasi kader untuk aktif dalam kegiatan Posyandu.
Lingkungan yang tidak mendukung dan kurang kondusif akan
membuat kader semakin tidak aktif dalam kegiatan.
2). Dukungan sosial
Dukungan sosial sebagai informasi verbal maupun nonverbal, saran,
bantuan yang nyata dan tingkah laku yang diberikan masyarakat
dengan subyek didalam lingkungan sosialnya. Dukungan sosial sangat
berperan penting dalam memotivasi kader untuk aktif dalam
Posyandu, meliputi; dukungan dari keluarga khususnya dukungan
sosial suami, dukungan kepala Desa, dukungan tokoh agama,
43
dukungan tokoh masyarakat, dukungan finansial, serta dukungan
informasi,
3) Fasilitas (sarana dan prasarana)
Ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang seperti
Puskesmas, Posyandu, klinik, bidan desa yang mudah terjangkau oleh
masyarakat, serta tersedianya alat-alat yang menunjang kelancaran
kegiatan Posyandu.
4) Media
Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau info
kesehatan (Sugiono, 1994). Adanya media ini memudahkan kader
menjadi lebih tahu tentang informasi-informasi kesehatan yang pada
akhirnya dapat menjadi motivasi untuk kader lebih aktif dalam
kegiatan posyandu.
Sedangkan menurut Purwanto (2002) faktor yang mempengaruhi motivasi
adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan
Proses motivasi terjadi karena adanya kebutuhan atau rasa kekurangan
sesuatu seseorang yang memiliki kebutuhan akan mempertahankan
tingkah lakunya untuk pemuas kebutuhan.
b. Sikap
Sikap seseorang terhadap suatu obyek melibatkan emosi, perasaan senang
atau tidak senang, pengarahan atau penghindaran terhadap terhadap obyek
44
suatu sasaran serta elemen kognitif yaitu bagaimana individu
membayangkan atau mempersepsikan sesuatu.
c. Minat
Dengan adanya minat maka akan ada perhatian terhadap obyek. Suatu
minat yang besar akan mempengaruhi dan menimbulkan motivasi.
d. Nilai
Nilai adalah suatu pandangan individu akan sesuatu hal atau suatu tujuan
yang diinginkan dan dianggap penting dalam hidup individu tersebut.
e. Aspirasi
Aspirasi adalah harapan individu akan sesuatu. Aspirasi tertentu akan
mencoba dan berusaha untuk mencapai hal yang diharapkan. Dengan
adanya aspirasi individu akan termotivasi menuju sesuatu yang
diharapkannya.
45
E Kerangka Teori
Gambar 1 Kerangka Teori
Sumber: Green (1988) dalam Notoatmojo (2003)
F. Kerangka Konsep
Variabel independent Variabel dependent
Gambar 2 Kerangka Konsep
Faktor Predisposisi 1. Pengetahuan 2. Motivasi 3. Sikap 4. Nilai 5. Kepercayaan 6. Pendidikan 7. Sosial ekonomi
Faktor Pemungkin 1. Sarana dan
prasarana kesehatan
2. Fasilitas kesehatan
Faktor Penguat 1. Sikap dan
perilaku tokoh masyarakat
2. Sikap dan perilaku petugas kesehatan
Pengetahuan kader posyandu
Motivasi kader posyandu
Keaktifan kader posyandu
Perilaku Kader
46
G. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Bebas (Independent Variabel)
Variabel independent dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang
pengertian, tujuan, manfaat, serta sasaran posyandu dan motivasi kader
posyandu (motivasi yang berasal dari dalam diri kader sendiri ataupun
motivasi yang berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari orang lain atau
lingkungan kader posyandu.
2. Variabel terikat (Dependent Variabel)
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah keaktifan kader Posyandu
H. Hipotesa Penelitian
Sesuai dengan tujuan kerangka teori yang dikemukakan, maka hipotesa dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan antara pengetahuan kader posyandu dengan keaktifan kader
posyandu di Desa Dukuh Tengah Kecamatan Ketanggungan Kabupaten
Brebes.
2. Ada hubungan antara motivasi kader posyandu dengan keaktifan kader
posyandu di Desa Dukuh Tengah Kecamatan Ketanggungan Kabupaten
Brebes.