bab ii tinjauan pustaka a. disiplin kerja 1. definisi ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4902/3/bab...
TRANSCRIPT
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Disiplin Kerja
1. Definisi Disiplin Kerja
Hasibuan (2013) menjelaskan bahwa disiplin kerja adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang untuk menaati semua peraturan perusahaan. Kesadaran itu
artinya sikap seseorang yang dengan sukarela menaati peraturan dan sadar akan
tanggung jawab dan tugasnya. Sedangkan kesediaan adalah suatu sikap dari
seseorang yang sesuai dengan peraturan yang ada. Disiplin dalam suatu
perusahaan maksudnya jika karyawan datang dan pulang tepat waktu,
mengerjakan pekerjannya dengan baik, patuh terhadap peraturan perusahaan dan
norma sosial yang berlaku. Rivai (2005) beranggapan bahwa disiplin kerja adalah
suatu alat yang dipergunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan
karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai
suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesedian seorang dalam
memenuhi segala peraturan perusahaan.
Mangkunegara (2013) menjelaskan bahwa disiplin kerja dapat diartikan
sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman
organisasi. Lebih lanjut Singodimenjo (2011) menyatakan bahwa disiplin adalah
sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-
norma peraturan yang berlaku di sekitarnya.
17
Berdasarkan beberapa pengertian yang disebutkan oleh ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu bentuk perilaku yang menunjukkan
kesediaan seseorang untuk menaati segala peraturan dan norma-norma yang ada
di dalam suatu perusahaan yang berasal dari kesadaran diri sendiri sehingga
menghasilkn dampak yang baik bagi perusahaan dalam mencapai tujuan
organisasi. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil pengertian disiplin kerja
yang dikemukakan oleh Hasibuan yakni kesadaran dan kesediaan seseorang untuk
menaati semua peraturan perusahaan.
2. Aspek-aspek Disiplin Kerja
Menurut Rivai (2005) menjelaskan bahwa, disiplin kerja memiliki 5 (lima)
komponen seperti:
a. Kehadiran. Hal ini menjadi indikator yang mendasar untuk mengukur
kedisiplinan, dan biasanya pegawai yang memiliki disiplin kerja rendah
terbiasa untuk terlambat dalam bekerja.
b. Ketaatan pada peraturan kerja. Pegawai yang taat pada peraturan kerja tidak
akan melalaikan prosedur kerja dan akan selalu mengikuti pedoman serta
peraturan kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
c. Ketaatan pada standar kerja. Hal ini dapat dilihat melalui besarnya
tanggungjawab pegawai terhadap tugas yang diamanahkan kepadanya.
d. Tingkat kewaspadaan tinggi. Pegawai memiliki kewaspadaan tinggi akan
selalu berhati-hati, penuh perhitungan dan ketelitian dalam bekerja, serta
selalu menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien.
e. Bekerja etis. Beberapa pegawai mungkin melakukan tindakan yang tidak
18
sesuai dengan etika sebagai seorang pegawai yang sesuai dengan
pekerjaannya. Hal ini merupakan salah satu bentuk tindakan indisipliner,
sehingga bekerja etis sebagai salah satu wujud dari disiplin kerja pegawai.
Menurut Siswanto (dalam Sinambela, 2016) aspek-aspek dari disiplin kerja
ada 5, yaitu:
a. Frekuensi Kehadiran. Salah satu tolk ukur untuk mengetahui tingkat
kedisiplinan pegawai adalah semakin tinggi frekeunsi kehadirnya atu
rendahnya tingkat kemangkiran maka pegawai tersebut telah memiliki
disiplin kerja yang tinggi.
b. Tingkat kewaspadaan. Pegawai yang dalam melaksanakan pekerjannya
selalu penuh perhitungan dan ketelitian memiliki tingkat kewaspadaan yang
tinggi baik terhadap dirinya maupun terhadap pekerjaanya.
c. Ketaatan pada standar kerja. Dalam melaksanakan pekerjaanya, seorng
pegawai diharuskan menaati semua standar kerja yang telah ditetapkan
sesuai dengan aturan dan pedoman kerja gar kecelakaan kerja tidak terjadi
atau dapat dihindari.
d. Ketaatan pada peraturan kerja. Hal ini dimaksudkan untuk kenyamanan dan
kelancaran dalam bekerja.
e. Etika kerja. Etika kerja diperlukan oleh setiap pegawai dalam melaksanakan
pekerjaanya agar tercipta suasana harmonis, saling menghargai antar sesama
pegawai.
Sementara itu, menurut Soejono (2000) menyatakan bahwa indikator dari
disiplin kerja yaitu:
19
a. Ketepatan waktu
Para pegawai datang ke kantor tepat waktu tertib dan teratur, dengan begitu
dapat dikatakan disiplin kerja baik.
b. Menggunakan peralatan kantor dengan baik
Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor dapat mewujudkan
bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan
kantor dapat terhindar dari kerusakan.
c. Tanggung jawab yang tinggi
Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya
sesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula
dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik.
d. Ketaatan terhadap aturan kantor
Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda
pengenal/identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan
cerminan dari disiplin yang tinggi.
Dari beberapa aspek yang disebutkan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa aspek-aspek disiplin kerja adalah kehadiran, ketaatan pada
peraturan kerja, ketaatan pada standar kerja, tingkat kewaspadaan tinggi, bekerja
etis, menggunakan peralatan kantor dengan baik, dan tanggung jawab tinggi.
Peneliti mengambil aspek dari Rivai (2005) yang dapat digunakan untuk
melakukan pengukuran terhadap disiplin kerja, yaitu kehadiran, ketaatan pada
peraturan kerja, ketaatan pada standar kerja, tingkat kewaspadaan tinggi, dan
bekerja etis. Aspek dari Rivai (2005) dipilih peneliti karena aspek-aspeknya dapat
20
mengidentifikasi dan mengetahui tingkat perilaku disiplin kerja para karyawan
secara umum. Alasan lain dalam dalam pemilihan aspek tersebut juga berdasarkan
penelitian Cherissa (2018) yang dimana dalam penelitian tersebut menggunakan
aspek-aspek yang telah disebutkan diatas. Adanya aspek kehadiran, ketaatan pada
peraturan kerja, ketaatan pada standar kerja, tingkat kewaspadaan tinggi, dan
bekerja etis karyawan akan lebih mencerminkan disiplin kerja yang baik bagi
perusahaan sehingga mendorong gairah bekerja, semangat kerja dan terwujudnya
tujuan perusahaan. Selain itu aspek Rivai juga banyak dipakai dalam penelitian
lain sehingga memudahkan peneliti dalam menjadikan aspek-aspek dari Rivai
sebagai referensi yang digunakan dalam penelitian ini.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Menurut Saydam (dalam Sinambela, 2016), faktor-faktor yang
mempengaruhi disiplin kerja adalah sebagai berikut:
a. Besar kecilnya pemberian kompensasi. Besar kecilnya pemberian
kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan
mematuhi segala peraturan yang berlaku bila merasa mendapatkan jaminan
balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dilakukan bagi
perusahaan (Singodemedjo, 2000).
b. Ada tidaknya keteladanan pemimpin dalam organisasi. Keteladanan
pemimpin sangat penting sekali, karena dalam lingkungn perusahaan semua
karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat
menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana pemimpin dapat
mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat
21
merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan. Pemimpin perusahaan
akan dijadikan penutan oleh karyawan ataupun bawahannya sehingga
tegaknya disiplin dalam perusahaan akan berjalan lancar jika para pimpinan
perusahaan mempraktikannya kepada karyawan (Singodemedjo, 2000).
c. Ada tidaknya peraturan pasti yang dapat dijadikan pegangan. Pembinaan
disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan bila tidak ada
peraturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama.
Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya
berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi
dan situasi. Karyawan akan melaksanakan disiplin bila ada aturan jelas yang
diinformasikan kepada karyawan (Singodemedjo, 2000).
d. Keberanian pemimpin dalam mengambil keputusan. Bila ada seorang
karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan
untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang
dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar disiplin, sesuai
dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi,
dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa
(Singodemedjo, 2000).
e. Ada tidaknya pengawasan pemimpin. Dalam setiap kegiatan yang dilakukan
perusahaan perlu adanya pengawasan, yang akan mengarahkan para
karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai
dengan yang telah ditetapkan. Dengan adanya pengawasan maka sedikit
22
banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja
(Singodemedjo, 2000).
f. Ada tidaknya perhatian kepada para pegawai. Seorang karyawan tidak
hanya puas dengan menerima kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang
menantang, tetapi karyawaan membutuhkan perhatian yang besar dari
pimpinannya sendiri.Keluhan dan keulitan yang dialami ingin didengardan
dicarikan solusinya dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberikan
perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin
kerja yan baik (Singodemedjo, 2000).
g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya displin.
Kebiasaam-kebiasaan positif itu antara lain adalah saling menghormati di
lingkungan pekerjaan, melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan
waktunya sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian
tersebut, sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan apalagi
pertemuan yang berkaitan denga nasib dan pekerjaan, dan memberi tahu
apabila ingin meninggalkan tempat kepada rekan kerja dengan
menginformasikan kemana dan untuk urusan apa, walaupun kepada
bawahan sekalipun (Singodemedjo, 2000).
Adapun faktor-faktor penting dalam pembentukan disiplin kerja menurut
Martoyo (2007) antara lain:
a. Motivasi
Motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong
dilakukannya suatu tindakan dan memberikan kekuatan yang mengarah
23
kepada pencapaian kebutuhan, memberikan kepuasan atau mengurangi
ketidakseimbangan. Kondisi mental seseorang atau para pegawai dalam
mengambil tindakan didorong oleh motivasi agar mau belajar giat yang
mengarah pada pencapaian kebutuhan, sehingga dapat melakukan tugas
pekerjaannya dengan baik apabila mereka mempunyai motivasi yang tinggi
dalam melaksanakan tugas pekerjaannya yang pada akhirnya para pegawai
dapat mencapai tingkat disiplin yang tinggi.
b. Pendidikan dan latihan
Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum
seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan
keterampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut kegiatan
mencapai tujuan. Sedangkan latihan ialah kegiatan untuk memperbaiki
kemampuan kerja seseorang dengan kaitannya dengan aktivitas ekonomi.
Pendidikan dan latihan membantu pegawai dalam memahami pengetahuan
praktis guna meningkatkan keterampilan, kecakapan, dan sikap yang
diperlukan dalam usaha mencapai tujuan.
c. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku
bawahannya, agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk
mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin dalam beraktivitas harus
mampu mempengaruhi perilaku bawahanya agar dapat melaksanakan dan
menyelesaikan tugas pekerjaannya. Keberhasilan pegawai dalam
menyelesaikan tugasnya dapat dicapaidengan rasa disiplin dalam
24
melaksanakan tugasnya dan menjadi tugas bagi seorang pemimpin untuk
dapat menggerakkan, membimbing dan memotivasi semangat karyawan
agar tujuan organisasi tercapai.
d. Kesejahteraan
Untuk menggerakkan disiplin tidak hanya cukup dengan sanksi saja, tetapi
untuk menggerakkan disiplin perlu imbalan kesejahteraan. Kesejahteraan
pegawai adalah balas jasa pelengkap (material dan nonmaterial) yang
diberikan berdasarkan kebijakan bertujuan untuk mempertahankan dan
memperbaiki kondisi fisik dan mental pegawai agar produktivtas kerjanya
meningkat.
e. Penegakan disiplin melalui hukum
Dalam hal ini disiplin menghendaki sanksi yaitu kepastian dan harusan.
Kepastian dan keharusan disini dimaksudkan bahwa barang siapa yang
melanggar dan mengabaikan peraturan yang telah ditetapkan akan menerima
tindakan. Akan tetapi, tindakan pendisiplinan yang diambil bukanlah
semata-mata memberikan hukuman tetapi mengembangkan. Dengan
demikian seseorang memimpin dapat memberikan sanksi harus membantu
menerapkannya dengan pantas sesuai dengan pelanggaran yang dibuat oleh
bawahannya. Dengan kedisiplinan seseorang pemimpin harus benar-benar
bersikap adil, dengan sikap adil akan menutup kemungkinan sanksi yang
tidaksesuai dengan bobot pelanggaran yang dilakukan. Pada dasarnya
seseorang yang berada dalam lingkungan yang berdisiplin dapat
memberikan keuntungan bagi orang tersebut, karena kebiasaan disiplin
25
tersebut akan mempengaruhi dirinya, apalagi seorang pemimpin yang selalu
memberi arahan, motivasi, keadilan dalam berdisiplin serta pengawasan
yang sebaik mungkin pada pegawainya, hal ini bisa sangat membantu
pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Helmi (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja
dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor intern yaitu faktor ang bersumber dari dalam individu dan mencakup
kepribadian seseorang. Kepribadian merupakan karakteristik seseorang yang
menyebabkan munculnya perasaan, pemikirandan perilaku pada manusia
(Previn & John, 2010). Faktor yang penting dalam kepribadian seseorang
adalah sistem yang dianut. Sistem nilai dalam hal ini yang berkaitan
langsung dengan disiplin kerja. Nilai-nilai yang menjunjung disiplin yang
diajarkan atau ditanamkan oleh orang tua,guru, dan masyarakat yang akan
digunakan sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin di tempat krja.
Sistem nila akan terlibat dari sikap seseorang. Sikap juga akan
mencerminkan perilaku seeorang.
b. Faktor ekstern kaitannya dengan lingkungan dan iklim perusahaan. Disiplin
kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan proses belajar
yang terus menerus. Proses pembelajaran agar efektif maka pimpinan perlu
bersikap adil, terbuka dan memperhatikan prinsip-prinsip konsisten. Adil
dalam hal ini adalah memperlakukan seluruh karyawan dengan tidak
membeda-bedakan. Konsisten adalah memperlakukan aturan secara
26
konsisten dari waktu ke waktu. Apabila pegawai menaati peraturan yang
telah ditetapkan, maka disiplin sudah dapat ditegakkan. Sekali aturan yang
telah disepakati dilanggar, maka rusaklah sistem aturan tersebut. Selain
pengaturan dan kepemimpinan, faktor lingkungan juga terdiri dari keadaan
lingkungan dan suasana kerja.
Berdasarkan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja di
atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
disiplin kerja karyawan adalah besar kecilnya pemberian kompensasi, ada
tidaknya keteladanan pemimpin dalam organisasi, ada tidaknya peraturan pasti
yang dapat dijadikan pegangan, ada tidaknya pengawasan pemimpin, ada tidaknya
perhatian kepada para pegawai, diciptakan kebiasaan-kebiasaan yag mendukung
tegaknya displin, motivasi, pendidikan dan latihan, penegakan disiplin melalui
hukum, kepribadian, dan lingkungan kerja. Meninjau faktor-faktor yang
mempengaruhi disiplin kerja di atas, peneliti kemudian memilih faktor
kompensasi sebagai variabel bebas. Peneliti menjadikan kompensasi yang akan
dilibatkan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini karena dianggap mampu
memiliki kaitan terhadap disiplin kerja dan juga sesuai dengan hasil wawancara
dan observasi yang telah peneliti lakukan. Hal ini sejalan dengan yang
diungkapkan menurut Hasibuan (2013) bahwa kompensasi akan memberikan
perasaan puas dan cinta karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Jika
kompensasi yang diterima karyawan dapat memuaskan dan memenuhi
kebutuhannya maka akan semakin baik kedisiplinan karyawan tersebut.
Sebaliknya, apabila kompensasi tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya,
27
maka karyawan akan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan
primernya tidak terpenuhi dengan baik. Pendapat itu dikuatkan lagi oleh Werther
dan Davis (dalam Sinambela, 2016) yang mengatakan bahwa salah satu tujuan
kompensasi adalah disiplin, pemberian kompensasi yang memadai akan
mendorong tingkat kedisiplinan pegawai dalam bekerja. Pegawai akan berperilaku
sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Pegawai juga akan menyadari, serta
menaati perturan-peraturan yang berlaku dalam organisasi. Perilaku disiplin
pegawai ditampilkan sebagai bentuk wujud terima kasih pegawai terhadap
organisasi atas kompensasi yang telah mereka terima.
B. Persepsi terhadap Kompensasi
1. Pengertian Persepsi terhadap Kompensasi
Menurut Robbins (2006), persepsi adalah kesan yang diperoleh oleh
individu melalui panca indera kemudian di analisa (diorganisir), dinterpretasi dan
kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna. Walgito
(2010) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan pengorganisasian dan
penginterpretasian terhadap stimulus yang ditangkap oleh panca inderanya
sehingga menjadi sesuatu yang berarti dan menimbulkan respon yang terintegrasi
dalam diri individu. Kemudian definisi lain persepsi yaitu proses yang digunakan
untuk mengetahui dan memahami sesuatu (Baron & Byrne, 2004). Persepsi juga
diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan pesan
(Rakhmat, 2008).
28
Simamora (2004) menjelaskan bahwa kompensasi meliputi imbalan
finansial dan jasa nirwujud serta tunjangan yang diterima oleh para karyawan
sebagai bagian dari hubungan kepegawaian. Kompensasi merupakan apa yang
diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi .
Menurut Hasibuan (2013) kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk
uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai
imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Kemudian, menurut
Satrohadiworyo (dalam Sinambela, 2016) mengatakan bahwa kompensasi adalah
imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh organisasi kepada para tenaga
kerja karena tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan
pikiran demi kemajuan organisasi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
persepsi terhadap kompensasi sebagai penilaian individu terhadap imbalan atau
balas jasa yang diterima dari tempat dirinya bekerja sebagai wujud sumbangan
tenaga dan pikiran karyawan guna membantu perusahaan mencapai tujuanya.
2. Indikator-indikator persepsi terhadap kompensasi
Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur kompensasi karyawan
menurut Simamora (2004) adalah sebagai berikut :
a. Gaji
Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima pegawai sebagai
konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang pegawai yang memberikan
sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan instansi. Gaji umumnya
berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan. Menurut
29
Simamora (2004) gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima oleh
pegawai karyawan/pegawai sebagai konsekuensi dari statusnya sebagai
seorang karyawan atau pegawai yang memberikan kontribusi dalam mencapai
tujuan organisasi/ perusahaan. Gaji juga merupakan bayaran tetap atau
diterimakan secara periodik, dalam hal ini sebulan sekali.
b. Insentif
Insentif adalah tambahan kompensasi diatas atau diluar gaji atau upah
yang diberikan perusahaan. Menurut Simamora (2004) mengemukakan bahwa
insentif adalah bentuk pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja, sebagai
pembagian keuntungan bagi karyawan. Tujuan utama dari insentif adalah untuk
memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada karyawan dalam rangka
meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Sedangkan bagi
perusahaan, insentif merupakan strategi untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Sistem
pemberian insentif bisa berdasarkan jumlah outfut yang dihasilkan pekerja;
berdasarkan bonus produksi; komisi; pengalamannya bekerja, prestasi;
kelangkaan profesi; prestasi kepemimpinan dalam membawa keuntungan
perusahaan dan lain-lain.
c. Tunjangan
Tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung
perusahaan, program pensiun dan tunjangan lainnya yang berkaitan dengan
hubungan kepegawaian. Menurut Simamora (2004) tunjangan karyawan
(employee benefit) adalah pembayaran-pembayaran (payment) dan jasa-jasa
30
yang melengkapi gaji pokok, dan perusahaan membayar semua atau sebagian
dari tunjangan itu.
Dalam prespsi yang lain Simamora (2004) mengemukakan program-
program tunjangan dapat di bagi kedalam tiga kategori. Pertama tunjangan-
tunjangan yang menggantikan pendapatan (income) seperti tunjangan
keamanan sosial dan pensiun menggantikan pendapatan pada waktu pensiun,
kontinuitas gaji, dan program-program bagi yang tidak mampu, cacat yang
jangka panjang dan jangka pendek menggantikan pendapatan karena sakit atau
cacat kedua tunjangan-tunjangan yang memberikan rasa aman bagi kalangan
karyawan dengan membayar pengeluaran-pengeluaran ekstra atau luar biasa
yang dialami secara tidak terduga. Program-program tunjangan yang
dipandang sebagai kesempatan-kesempatan bagi karyawan.
d. Fasilitas
Fasilitas adalah kenikmatan seperti mobil perusahaan, tempat parkir
khusus atau akses ke pesawat perusahaan yang diperolah karyawan. Fasilitas
kerja adalah sarana pendukung dalam aktivitas perusahaan berbentuk fisik, dan
digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, memiliki jangka waktu
kegunaan yang relatif permanen dan memberikan manfaat untuk masa yang
akan dating. Fasilitas kerja sangatlah penting bagi perusahaan, karena dapat
menunjang kinerja karyawan, seperti dalam penyelesaian pekerjaan
(Simamora, 2004)).
Aspek kompensasi menurut Rivai (2005) yaitu gaji yang diterima karyawan
sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang dari keanggotaannya dalam sebuah
31
perusahaan. Upah yang dibayarkan kepada karyawan berdasarkan jam kerja,
jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan,
besarnya upah tergantung pada keluaran yang dihasilkan. Insentif yang
dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya meleibih standard yang
ditentukan. Kompensasi tidak langsung yang berupa fasilitas seperti asuransi,
tunjangan, uang pensiun, dan lain-lain.
Berdasarkan uraian tentang aspek-aspek di atas menurut beberapa ahli,
maka dapat disimpulkan indikator-indikator kompensasi yaitu gaji dan upah,
insentif, tunjangan, fasilitas, dan jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya
pelayanan yang diberikan. Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Indikator-indikator yang diungkapkan oleh Simamora (2004) yaitu gaji,
insentif, tunjangan, dan fasilitas karena indikator ini lebih mengungkap
kompensasi dengan jelas dan indikator ini juga sesuai dengan kondisi lapangan
tempat penelitian dilakukan
C. Hubungan antara Persepsi terhadap Kompensasi dengan Disiplin Kerja
Hasibuan (2013) menjelaskan bahwa disiplin kerja adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang untuk menaati semua peraturan perusahaan. Kesadaran itu
artinya sikap seseorang yang dengan sukarela menaati peraturan dan sadar akan
tanggung jawab dan tugasnya. Sedangkan kesediaan adalah suatu sikap dari
seseorang yang sesuai dengan peraturan yang ada. Disiplin dalam suatu
perusahaan maksudnya jika karyawan datang dan pulang tepat waktu,
mengerjakan pekerjannya dengan baik, patuh terhadap peraturan perusahaan dan
norma sosial yang berlaku.
32
Menurut Sutrisno (2009) disiplin karyawan yang baik akan mempercepat
pencapaian tujuan organisasi. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa
tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya,
sehingga mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan
perusahaan, pegawai, dan masyarakat. Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan
organisasi, terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri
dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok.
Disamping itu disiplin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan
menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat
menghasilkan kinerja yang baik. Penerapan disiplin kerja yang baik diharapkan
akan membuat semangat kerja karyawan tinggi. Semangat kerja berkaitan dengan
ketulusan hati karena adanya kepuasan kerja sebagai akibat terpenuhinya
kebutuhan dasar dari pekerjaan yang dilakukan. Hal ini diperkuat dengan
pendapat Nawawi (2005) pegawai yang berkerja sesuai peraturan dan
menjalankan semua tugas dan kewajiban dengan baik, akan memberikan hasil
kerja yang baik pula. Namun, apabila disiplin pegawai merosot, maka akan
menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan organisasi.
Disiplin kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Adapaun faktor-faktor
yang mempengaruhi disiplin kerja karyawan, menurut Saydam (dalam Sinambela,
2016) ada enam diantaranya besar kecilnya pemberian kompensasi, ada tidaknya
keteladanan pemimpin dalam organisasi, ada tidaknya aturan pasti yang dapat
dijadikan pegangan, keberanian pemimpin dalam mengambil keputusan, ada
33
tidaknya pengawasan pemimpin, ada tidaknya perhatian kepada para pegawai, dan
diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.
Sejalan dengan pemahaman tentang persepsi terhadap kompensasi,
hubungan antara persepsi terhadap kompensasi dengan disiplin kerja diasumsikan
memiliki hubungan yang positif. Apabila hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai koefisien korelasi positif maka persepsi terhadap kompensasi memiliki
dampak yang positif untuk disiplin kerja, dikarenakan kompensasi yang diterima
karyawan dapat memuaskan dan memenuhi kebutuhannya maka akan semakin
baik kedisiplinan karyawan tersebut. Sebaliknya, jika nilai koefisien persepsi
terhadap kompensasi memiliki arah yang negatif, maka hal tersebut akan
berdampak negatif pula karena disiplin kerja pegawai akan mengalami penurunan
karena kompensasi tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya (Widikusyanto,
2016).
Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka salah satu faktor yang
mempengaruhi disiplin kerja adalah kompensasi. Menurut Hasibuan (2013)
kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau
tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan
kepada perusahaan. Satrohadiworyo (dalam Sinambela, 2016) mengatakan bahwa
kompensasi adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh organisasi
kepada para tenaga kerja karena tenaga kerja tersebut telah memberikan
sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan organisasi guna mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
34
Disiplin kerja dapat terwujud dengan adanya pemberian kompensasi.
Apabila kompensasi yang diberikan perusahaan sesuai dengan hasil kerja
karyawan, maka akan meningkatkan kedisiplinan para karyawan. Namun apabila
kompensasi yang diberikan tidak sesuai dengan hasil kerja karyawan, maka bisa
menurunkan kedisiplinan para karyawan dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian dari Masyhura (2013) menyatakan bahwa kompensasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja karyawan. Menurut Sari
(2015) menyatakan kompensasi berpengaruh positif signifikan terhadap disiplin
kerja. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi 0,000<0,05 dan koefisien
regresi sebesar 0,367.
Hasibuan (2013) mengatakan bahwa kompensasi akan memberikan
perasaan puas dan cinta karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Jika
kompensasi yang diterima karyawan dapat memuaskan dan memenuhi
kebutuhannya maka akan semakin baik kedisiplinan karyawan tersebut.
Sebaliknya, apabila kompensasi tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya,
maka karyawan akan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan
primernya tidak terpenuhi dengan baik. Pendapat itu dikuatkan lagi oleh Werther
dan Davis (dalam Sinambela, 2016) yang mengatakan bahwa salah satu tujuan
kompensasi adalah disiplin, pemberian kompensasi yang memadai akan
mendorong tingkat kedisiplinan pegawai dalam bekerja. Pegawai akan berperilaku
sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Pegawai juga akan menyadari, serta
menaati perturan-peraturan yang berlaku dalam organisasi. Perilaku disiplin
pegawai ditampilkan sebagai bentuk wujud terima kasih pegawai terhadap
35
organisasi atas kompensasi yang telah mereka terima. Menurut Simamora (2004),
kompensasi memiliki empat indikator yaitu gaji dan upah, insentif, tunjangan, dan
fasilitas.
Indikator pertama adalah gaji, menurut Simamora (2004) gaji umumnya
berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan. Kadarsiman (2014)
menambahkan gaji adalah sebagai pembayaran dalam bentuk uang secara tunai
atau berupa natura yang diperoleh karyawan/pekerja untuk pelaksanaan
pekerjaanya. Rivai (dalam Kadarsiman, 2014) menambahkan bahwa salah satu
tujuan pemberian gaji adalah disiplin kerja karyawan. Pemberian gaji yang
dipersepsikan positif oleh karyawan membuat karyawan memiliki ketaatan pada
peraturan kerja. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku,
apabila kerja keras yang dilakukannya mendapatkan balas jasa yang setimpal
dengan jerih payah yang telah diberikan kepada organisasi. Karyawan yang
menerima gaji memadai, dapat bekerja dengan tenang dan tekun, serta selalu
berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila karyawan merasa gaji
yang diterimanya jauh dari memadai, maka usaha kerja yang dilakukan akan
terganggu, dan berusaha untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar atau
dalam, sehingga menyebabkan karyawan sering datang terlambat, sering minta
izin ke luar, atau memanfaatkan pekerjaannya sebagai sarana untuk menambah
penghasilan. Pemberian gaji yang mencukupi, akan membantu karyawan untuk
bekerja dengan tenang, karena dengan menerima gaji yang wajar, kebutuhan
primer mereka akan dapat terpenuhi, sehingga disiplin kerja dapat terwujud.
Dapat disimpulkan bahwa pemberian gaji yang cukup besar, maka akan membuat
36
disiplin pegawai semakin baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari
Handayani (2008) membuktikan bahwa gaji berpengaruh positif dan signifikan
terhadap disiplin kerja karyawan. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi
0,007<0,05 dan koefisien regresi sebesar 0,879.
Indikator kedua dari kompensasi adalah insentif. Menurut Simamora (2004)
insentif adalah tambahan kompensasi diatas atau diluar gaji yang diberikan
perusahaan. Pemberian insentif merupakan salah satu hal pokok yang harus
diperhatikan oleh perusahaan. Semangat tidaknya karyawan bisa juga disebabkan
oleh besar kecilnya insentif yang diterima. Apabila karyaawan tidak mendapatkan
insentif yang sesuai dengan besarnya pengorbanan dalam bekerja, maka karyawan
tersebut cenderung malas bekerja dan tidak bersemangat yang ada akhirnya
mereka bekerja semaunya tanpa ada motivasi yang tinggi sehinga memunculkan
kecenderungan untuk menurunkan disiplin kerja karyawan. Dengan adanya
pemberian insentif yang tepat serta cara kerja yang baik, sehingga ke depanya
proses kerja organisasi dapat berjalan sesuai tujuan organisasi (Haedar, Ikbal, &
Gunair, 2015).
Lebih lanjut lagi Haedar dkk (2015) menerangkan bahwa karyawan
cenderung berpendapat besarnya kompensasi yang mereka terima secara tidak
langsung merupakan peniliaian terhadap kerja mereka oleh organisasi. Apabila
mereka beranggapan kompensasi yang mereka terima tidak memadai dengan apa
yang mereka lakukan, maka hal tersebut dapat berakibat menurunya motivasi
kerja, yang akhirnya mempengaruhi kinerja serta disiplin kerjanya. Salah satu cara
efektif yang dapat merangsang kinerja serta disiplin kerja karyawan adalah
37
dengan pemberian insetif. Pemberian insentif ini dapat memberikan suatu
dorongan bagi karyawan untuk bekerja lebih baik lagi dan lebih loyal terhadap
perusahaan. Seluruh pegawai akan bekerja dengan baik dan mencintai
pekerjaannya apabila kepada mereka diberikan insentif yang memadai sesuai
dengan apa yang diberikannya dan dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hasibuan (2013) bahwa pemberian kesejahteraan berupa insentif akan
menciptakan ketenangan, semangat kerja, dedikasi, disiplin dan sikap loyal
terhadap perusahaan, sehingga labour turnover relative rendah. Dengan tingkat
kesejahteraan yang cukup, maka mereka akan lebih tenang dan nyaman dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Dengan ketenangan tersebut diharapkan para
karyawan akan lebih berdisiplin. Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian
Jumraedah (2013) yang membuktikan bahwa adanya peran kesejahteraan dapat
meningkatkan disiplin kerja pegawai. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi
0,002<0,05 dan koefisien regresi sebesar 0,632.
Indikator ketiga adalah tunjangan, menurut Simamora (2004) tunjangan
adalah asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung perusahaan, program
pensiun dan tunjangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian.
Lebih lanjut Simamora mengemukakan bahwa tunjangan karyawan adalah
pembayaran-pembayaran dan jasa-jasa yang melindungi dan melengkapi gaji
pokok, dan perusahaan membayara semua atau sebagian dari tunjangan ini. Pada
umumnya pemberian tunjangan terkait dengan rencana perusahaan untuk
memenuhi kebutuhan pegawainya akan rasa aman, sebagai bentuk pelayanan
38
kepada karyawan serta menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan kepada
karyawanya.
Simamora (2004) mengungkapkan bahwa salah satu tujuan tunjangan
adalah unuk memotivasi karyawan. Ulfa (2013) mеnyatakan bahwa pеrusahaan
akan mеndapatkan banyak manfaat apabila sеlalu mеningkatkan motivasi kеrja
karyawannya. Manfaat yang ditеrima olеh pеrusahaan, diantaranya; pеkеrjaan
sеrta tugas yang mеnjadi tanggung jawab sеorang karyawan akan cеpat
tеrsеlеsaikan, absеnsi karyawan, sеrta pеrpindahan karyawan dapat dipеrkеcil
sеminimal mungkin. Pеmbеrian motivasi kеpada karyawan diwujudkan dalam
bеbеrapa bеntuk, salah satunya pеmbеrian tunjangan. Tunjangan karyawan bukan
mеrupakan hak, akan tеtapi suatu pеnghormatan kеpada karyawan yang tеlah
mеnunjukkan kеmampuannya dan prеstasi kеrja yang baik dalam mеlaksanakan
tugasnya, hal ini dimaksudkan untuk mеmotivasi kеrja dan kinеrja karyawan.
Kinеrja karyawan akan mеningkat apabila karyawan dibеrikan tunjangan,
sеhingga karyawan bеrsеmangat dalam bеkеrja dalam upaya untuk mеncapai
tujuan pеrusahaan.
Pеnеrapan sistеm tunjangan yang baik akan mеmbuat karyawan mеrasa
dihargai sеhingga mеrеka akan tеrmotivasi dalam bеkеrja. Karyawan yang
mеmiliki motivasi kеrja dalam bеkеrja akan mеningkatkan kedisiplinan kerjanya.
Pеmbеrian tunjangan pada umumnya tеrkait dеngan upaya pеrusahaan untuk
mеmеnuhi kеbutuhan pеgawainya akan rasa aman, sеbagai bеntuk pеlayanan
kеpada pеgawai sеrta mеnunjukkan tanggung jawab sosial pеrusahaan kеpada
para pеgawainya. Salah satu tujuan pеmbеrian tunjangan adalah motivasi.
39
Tunjangan akan mеmbеrikan rangsangan sеrta mеmotivasi karyawan untuk
mеmbеrikan disiplin kerja yang baik dan produktivitas kеrja yang optimal
(Suwatno dan Priansa, 2011).
Adanya pemberian tunjangan yang dipersepsikan positif oleh karyawan
dapat memotivasi karyawan untuk lebih taat pada peraturan kerja. Para karyawan
akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila karyawan merasa bahwa kerja
keras yang dilakukannya akan mendapatkan balas jasa yang setimpal dengan jerih
payah yang telah diberikan pada organisasi atau perusahaan. Bila karyawan
menerima tunjangan yang memadai, mereka akan dapat bekerja dengan tenang
dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Muljani (2002)
mengatakan jika program tunjangan dirasakan adil dan kompеtitif olеh karyawan,
maka pеrusahaan akan lеbih mudah untuk mеnarik karyawan yang potеnsial,
mеmpеrtahankannya dan mеmotivasi karyawan agar lеbih mеningkatkan disiplin
kerjanya, sеhingga produktivitas mеningkat dan pеrusahaan mampu mеnghasilkan
produk dеngan harga yang kompеtitif. Hasil ini sеsuai dеngan pеnеlitian yang
dilakukan olеh Lifana (2013), yang mеnyatakan bahwa tunjangan bеrpеngaruh
sеcara signifikan tеrhadap kinеrja (dibuktikan dengan nilai signifikansi
0,003<0,05 dan koefisien regresi sebesar 0,214). Tanpa adanya tunjangan maka
disiplin kerja karyawan akan rеndah atau mеnurun sеhingga akan mеnimbulkan
masalah yang akan mеngganggu jalannya pеrusahaan.
Indikator keempat adalah fasilitas, menurut Simamora (2004) fasilitas
adalah kenikmatan seperti mobil perusahaan, tempat parkir khusus atau akses ke
pesawat perusahaan yang diperolah karyawan. Menurut Radiq (1998) penyediaan
40
fasilitas bagi karyawan merupakan salah satu bentuk program pelayanan sosial.
Bentuk-bentuk fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawan yaitu berupa
penyediaan peratalan kantor, kafetaria, perumahan, fasilitas pembelian, fasilitas
kesehatan, penasehat keuangan, dan fasilitas pendidikan. Dengan adanya
penyediaan fasilitas di dalam perusahaan, diharapkan kebutuhan karyawan dalam
bekerja dapat terpenuhi dan disiplin kerja karyawan diharapkan akan semakin
baik. Karyawan yang memiliki persepsi positif pada pemberian kompensasi yang
berupa fasilitas membuat karyawan bekerja sesuai dengan standar kerja yang
ditetapkan dan karyawan akan lebih semangat dalam melaksanakan tugas-
tugasnya. Dengan semangat tersebut para karyawan akan lebih berdisiplin dan
lebih produktif dalam bekerja. Pemberian fasilitas bagi karyawan juga dapat
menunjang kesejahteran karyawan yang juga akan menciptakan ketenangan,
semangat kerja, dedikasi, disiplin dan sikap loyal terhadap perusahaan. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian dari Handayani (2008) membuktikan bahwa
kompensasi tidak langsung yang berupa fasilitas berpengaruh positif terhadap
disiplin kerja karyawan. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi 0,009<0,05
dan koefisien regresi sebesar 0,871.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja
dapat terwujud dengan adanya pemberian kompensasi. Apabila kompensasi yang
diberikan perusahaan sesuai dengan hasil kerja karyawan, maka akan
meningkatkan kedisiplinan para karyawan. Namun apabila kompensasi yang
diberikan tidak sesuai dengan hasil kerja karyawan, maka bisa menurunkan
kedisiplinan para karyawan dalam bekerja.
41
D. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan positif persepsi terhadap kompensasi dengan disiplin kerja
pada karyawan Lembaga Penyiaran RRI Yogyakarta. Semakin positif persepsi
kompensasi, maka akan semakin tinggi disiplin kerja, begitu juga sebaliknya
semakin negatif persepsi kompensasi, maka akan semakin rendah disiplin kerja
karyawan Lembaga Penyiaran RRI Yogyakarta.