bab ii tinjauan pustaka a. perawatrepository.ump.ac.id/5556/3/puji astuti bab ii.pdf · menurut...
TRANSCRIPT
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perawat
1. Pengertian
Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah
seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung
jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhankeperawatan pada
berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Menurut Harlley, (1997)
menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan
dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang
karena sakit, injuri, dan proses penuaan. Perawat profesional adalah perawat
yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan
secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai
dengankewenangannya (Depkes RI, 2002).
Menurut Hidayat tahun 2004 peran perawat terdiri dari :
a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan
kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan.
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
14
b. Sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau
informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasiennya, juga dapat berperan
mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas
pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak
atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk
menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c. Peran sebagai edukator
Peran ini dilakukan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan
dan kemampuan klien mengatasi kesehatanya, dan perawat memberi
informasi dan meningkatkan perubahan perilaku klien.
d. Peran sebagai koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien. Tujuan perawat sebagi koordinator adalah untuk
memenuhi asuhan kesehatan secara efektif, efisien dan menguntungkan
klien, pengaturan waktu dan seluruh aktifitas atau penanganan pada klien,
dan menggunakan keterampilan perawat untuk merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengontrol.
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
15
e. Peran sebagai kolaborator
Perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan
berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan
termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan
selanjutnya.
f. Peran sebagai konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.
g. Peran sebagai pembeharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Peran perawat sebagai
pembeharu dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya, kemajuan
teknologi, perubahan Lisensi-regulasi, meningkatnya peluang pendidikan
lanjutan, dan meningkatnya berbagai tipe petugas asuhan kesehatan.
2. Fungsi Perawat :
Menurut Hidayat, (2004) dalam menjalankan perannya, perawat akan
melaksanakan berbagai fungsi diantaranya :
a. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang
lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
16
sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan
kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,
pemenuhan kebutuhan aktivitas, dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai,
pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
b. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan
kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga
sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya
dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari
perawat primer ke perawat pelaksana.
c. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat
saling ketergantungan di antara tim satu dengan lainya fungsi ini dapat
terjadi apa bila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam
pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan
pada penderaita yang mempunyai penyakit kompleks keadaan ini
tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter
ataupun lainya, seperti dokter dalam memberikan tanda pengobatan
bekerjasama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah
diberikan.
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
17
3. Perhitungan tenaga perawat:
a. Formula Gilies (1994)
Keterangan :
A = Jam Perawatan/ 24 jam waktu perawatan yang dibutuhkan
pasien
B = Sensus harian BOR x jumlah tempat
C = Jumlah hari libur
365 = Jumlah hari kerja selama setahun
b. Formula Hasil Lokakarya Persatuan Nasional Indonesia (PPNI)
Keterangan:
TP : Total Perawat
A : Jumlah Perawatan / 24 jam
BOR : Bed Occupancy Rate
B. Stress
1. Pengertian
Stres adalah reaksi individu terhadap situasi, dan situasi tersebut dapat
menimbulkan tekanan yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan respon
spesifik tubuh atau merupakan respon dari stressor yang ada. Stress adalah
Tenaga Perawat (TP) = A x B x 365
(363- C) x jam kerja/ hari
( TP) = Ax 52 (Mg) x 7 Hr (TT x BOR) + 25%
41 (Mg) x 40 Jam / MG
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
18
reaksi atau respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau
beban kehidupan) (Hawari, 2001). Stress juga bisa dikatakan sebagai
gangguan pada tubuh dan fikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun
penampilan individu di dalam lingkungan tersebut (Cornelli, 2000).
Setiap orang akan mengalami stres dari waktu ke waktu, dan
normalnya setiap orang mempunyai kemampuan untuk beradaptasi baik
dalam jangka waktu yang lama maupun pendek. Dalam dunia yang berubah
ini, manusia harus mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya, baik lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan
ataupun lingkungan pekerjaan agar tidak mengalami stress situasi. Stres bisa
menyebabkan gangguan fisik dan kejiwaan. Problem ini bisa berakibat
berkurangnya kemampuan mental dan intelektual mereka yang terkena.
Hubungan sosial dan pekerjaan juga bisa terganggu, kalau tidak diatasi akan
menimbulkan masalah selanjutnya.
2. Kriteria Tingkat stress
Hubungan stadium perkembangan sakit dengan stress, Potter & Perry
(2005) telah membagi hubungan tingkat stress dengan kejadian sakit yaitu,
meliputi:
a. Stres ringan, biasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebaliknya stress
sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stress ringan
umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa ketiduran,
kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
19
menit atau beberapa jam. Situasi seperti ini nampaknya tidak akan
menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
b. Stres sedang, terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari
contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebih,
mengharapkan pekerjaan baru, anggota keluarga pergi dalam waktu yang
lama. Situasi seperti ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai
faktor predisposisi suatu penyakit koroner.
c. Stres berat, adalah stress kronis yang terjadi beberapa minggu sampai
beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis,
kesulitan financial dan penyakit fisik yang lama.
Tingkatan stress menurut Dr. Robert J. Van Amberg (1979) dalam Agoes
(2003) antara lain:
a. Stress tahap 1, merupakan tahapan stress yang paling ringan dan
menggembirakan / membangun, biasanya ditandai oleh semangat kerja
yang berlebih, senang dengan pekerjaannya, dan secara tidak sadar
menyebabkan cadangan energi menipis.
b. Stress tahap 2, dampak stress yang semula menyenangkan sebagaimana
diuraikan pada tahap 1 mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan
lelah yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang
hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat.
c. Stress tahap 3, bila seseorang tetap memaksakan diri dalam
pekerjaannya, maka keluhan lelah semakin nyata, mulai muncul perasaan
tidak tenang, meningkatnya ketegangan emosional, insomnia, dan
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
20
koordinasi tubuh terganggu. Pada tahapan ini seseorang sudah harus
berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau mengurangi
beban stressnya dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat
guna menambah suplai energi yang mengalami deficit, mulai timbul
kelelahan / keluhan fisik semu yang apabila diperiksakan ke dokter
seringkali oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan
kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya.
d. Stress tahap 4, tahapan ini terjadi bila seseorang merasakan keluhan semu
pada tahap 3 namun tetap memaksakan dirinya untuk bekerja tanpa
istirahat yang cukup, mulai merasakan kebosanan / kejenuhan terhadap
pekerjaan yang semula menyenangkan, respon melambat, konsentrasi
menurun, dan timbul rasa takut dan cemas.
e. Stress tahap 5, ditandai dengan ketidakmampuan untuk menyelesaikan
pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana, ketakutan dan
kecemasan semakin meningkat, timbul perasaan bingung dan panik.
f. Stress tahap 6, merupakan tahapan klimaks, seseorang sering mengalami
serangan panik dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang pada tahapan
ini berulang-kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU,
meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan
fisik organ tubuh.
Tingkat stres merupakan hasil penilaian terhadap berat ringannya stress
yang dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stres ini diukur dengan
menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
21
& Lovibond (1995). Psychometric Properties of The Depression Anxiety
Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala
subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari
depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk
mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk
proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran
yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya
digambarkan sebagai stres. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa
normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of The
Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item, yang
dimodifikasi dengan penambahan item menjadi 49 item, penambahannya
dari item 43-49 yang mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis,
dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-
29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat
berat).
Lingkungan kerja, sebagaimana lingkungan-lingkungan lainnya, juga
menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempatinya.
Dengan demikian, dalam lingkungan kerja ini individu memiliki
kemungkinan untuk mengalami suatu keadaan stres. Stres kerja dapat
dirumuskan sebagai suatu keadaan tegang yang dialami di dalam suatu
organisasi. Stres ini dapat merupakan akibat dari lingkungan fisik, sistem
dan teknik dalam organisasi, interaksi sosial interpersonal, isi atau struktur
pekerjaan, tingkah laku individu sebagai anggota, dan aspek-aspek
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
22
organisasi lainnya. Stres kerja dapat didefinisikan sebagai kombinasi antara
sumber- sumber stress pada pekerjaan, karakteristik individual, dan stressor
di luar organisasi (Greenberg, 2002).
3. Faktor- faktor penyebab stress
Menurut Greenberg (2002) ada 3 faktor yang menyebabkan stress
kerja, antara lain:
a. Faktor stress kerja yang bersumber pada pekerjaan antara lain; sumber
intrinsik pada pekerjaan, yaitu meliputi kondisi kerja yang sangat
sedikit menggunakan aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu
kerja yang menekan, resiko atau bahaya secara fisik; Peran di dalam
organisasi, yaitu antara lain peran yang ambigu, konflik peran,
tanggungjawab kepada orang lain, konflik batasan- batasan reorganisasi
(conflicts reorganization boundaries) baik secara internal maupun
eksternal; Perkembangan karir, dapat terdiri dari promosi ke jenjang
yang lebih tinggi atau penurunan tingkat, tingkat keamanan kerja yang
kurang, ambisi perkembangan karir yang mengalami hambatan;
hubungan relasi di tempat kerja, meliputi antara lain kurangnya
hubungan relasi dengan pimpinan, rekan sekerja, atau dengan bawahan,
serta kesulitan dalam mendelegasikan tanggung jawab; struktur
organisasi dan iklim kerja, yaitu antara lain karena terlalu sedikit atau
bahkan tidak ada partisipasi dalam pembuatan keputusan atau
kebijakan, hambatan dalam perilaku( misalnya karena anggaran),
politik di tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi yang terjadi.
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
23
b. Faktor stress kerja yang bersumber pada karakteristik individu antara
lain; tingkat kecemasan, Tingkat neurotisme individu, toleransi
terhadap hal yang ambigu / ketidakjelasan, dan Pola tingkah laku tipe A
yaitu tingkah laku seseorang yang rentan terhadap stress karena sering
merasa mudah tersinggung, terdesak oleh tenggang waktu, menganggap
serius semua hal dan mudah marah terhadap peristiwa sepele.
c. Faktor stress kerja yang bersumber di luar organisasi, yaitu; masalah-
masalah dalam keluarga, peristiwa krisis dalam kehidupan, kesulitan
secara financial.
Menurut Hudak (1997) ada 3 faktor yang mengakibatkan perawat
mengalami stress kerja di unit perawatan kritis, antara lain; hubungan yang
kurang baik dengan penyelia, dokter, rekan perawat, pasien dan keluarga
pasien; perawat menciptakan harapan yang tinggi atas diri mereka sendiri
sebagai cara untuk mempertahankan keseimbangan emosional; kejenuhan,
sebab kejenuhan ini antara lain karena pekerjaan rutin yang diulang- ulang
( pergantian shift/ pergiliran shift), setiap langkah harus ditulis,
perpindahan perawat dari tempat lain, situasi akut yang sering terjadi,
bahaya fisik, antara lain karena ancaman tertusuk jarum suntik dan
terpapar sinar radiasi, mengangkat beban yang terlalu berat, pasien yang
tidak sadar, teman sejawat yang bingung, bunyi maupun suara yang terus
menerus dari alat monitor maupun dari pasien yang menjerit, menangis,
atau merintih, dan terlalu sering melihat dan mencium bau tubuh pasien
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
24
yang mengeluarkan darah, muntahan, urin, juga feses yang mengotori
tubuh dan ranjang pasien.
Dilain pihak terdapat faktor luar dari tempat pekerjaan yang dapat
mempengaruhi munculnya stress kerja, yaitu; kekuatiran finansial,
masalah yang berkaitan dengan anak, masalah kesehatan fisik, masalah
keluarga; misalnya perkawinan, perceraian, bertambahnya anggota
keluarga, perubahan yang terjadi di tempat tinggal, dan masalah lain
seperti kematian anggota keluarga, sanak saudara.
Seyle dalam Munandar (2001) mengategorikan jenis stress menjadi
dua, yaitu:
a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat sehat,
positif, dan konstruktif ( bersifat membangun). Hal tersebut termasuk
kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan
pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat
performance yang tinggi.
b. Distress, Yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat tidak
sehat, negative, destruktif( bersifat merusak). Hal tersebut termasuk
konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit
kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran ( absenteeism) yang tinggi,
yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
4. Gejala dan cara mengatasi stress
Cooper & Straw (1995) mengemukakan gejala stress dapat berupa tanda-
tanda berikut ini:
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
25
a. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan
lembab, merasa panas, otot- otot tegang, pencernaan terganggu,
sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan
gelisah.
b. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah
paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa- apa, gelisah, gagal,
tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir
jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreatifitas, hilangya gairah
dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.
c. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati- hati menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panic, kurang percaya diri menjadi
rawan, penjengkel menjadi meledak- ledak.
Sedangkan gejala stress di tempat kerja, yaitu meliputi;
kepuasan kerja rendah, kinerja yang menurun, semangat dan energy
menjadi hilang, komunikasi tidak lancar, pengambilan keputusan
jelek, kreatifitas dan inovasi kurang, dan bergulat pada tugas- tugas
yang tidak produktif.
Cara mengatasi stress di tempat kerja dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu pendekatan individu dan secara organisasi, bagi
individu sangat penting dilakukan penangananan karena dampak
stress dapat mempengaruhi kehidupan, kesehatan, produktivitas dan
penghasilan secara ekonomis. Bagi organisasi, bukan karena suatu
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
26
wadah kemanusiaan tetapi merupakan semua aspek dari organisasi
dan efektifitas organisasi secara keseluruhan.
1) Penanggulangan stress secara individu
a. Meningkatkan keimanan
Individu hendaknya selalu mensyukuri akan apa yang telah
dicapai saat ini apa yang dimiliki saat ini, rasa syukur
menyebabkan seseorang mempunyai sifat yang sabar, tidak
berprasangka buruk terhadap Tuhan. Selalu berfikir positif jika
dihadapkan kepada suatu cobaan, berfikirlah bahwa cobaan
yang lebih berat dari yang kita rasakan juga pernah dicobakan
kepada orang- orang selain diri kita sendiri, jadi individu tidak
sedang sendirian mengalami cobaan.Dengan demikian dapat
berharap stress/ ketegangan psikologis dalam hidup dapat
dikurangi.
b. Meditasi dan pernafasan
Meditasi dan pengaturan pernafasan dapat membantu
mengurangi ketegangan psikologis, karena melakukan meditasi
dapat menghilangkan fikiran yang membebani. Sedangkan
pengaturan pernafasan dapat membantu memaksimalkan
sirkulasi oksigen keseluruh jaringan tubuh sehingga diperoleh
kesegaran jasmani yang maksimal.
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
27
c. Menyalurkan energi melalui kegiatan olahraga, olahraga
disamping dapat melupakan ketegangan psikologis karena
didalam berolahraga terdapat unsur rekreasi.
d. Melakukan relaksasi
Seorang yang sedang mengalami stress dapat mengalami
ketegangan fisik maupun psikologis, yang langsung ataupun
tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan
psikologis. Oleh karena itu relaksasi yang dilakukan dapat
mengendorkan ketegangan syaraf dan otot selama stress
berlangsung.
e. Dukungan dari teman dan dukungan sosial keluarga
Dukungan dari teman dan keluarga sangat diperlukan oleh
seorang yang mengalami stress dan kecemasan, karena dengan
mendapatkan dukungan dari orang lain seseorang yang
mengalami stress dan kecemasan tidak sendirian merasakan
masalah yang dihadapinya.
f. Hindari kebiasaan/ kegiatan rutin yang membosankan
Buatlah jadwal kegiatan baru, yang lebih bervariasi untuk
menyelesaikan tugas- tugas harian. Untuk menghindari
kejenuhan atau kebosanan di tempat kerja, awali pekerjaan
dengan rasa gembira dan semangat, anggap pekerjaan itu adalah
suatu permainan yang menyenangkan.
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
28
2). Penanggulangan secara organisatoris
Manajer suatu organisasi harus tanggap terhadap masalah
yang terjadi dilingkungan kerja yang menjadi tanggungjawabnya.
Sebagai iklim kerja yang tidak kondusif, pekerjaan yang diwarnai
dengan persaingan tidak sehat, dan tidak sportif merupakan sumber
stressor yang umumnya terjadi ditempat kerja.
a. Perbaikan iklim kerja
Iklim kerja adalah persepsi pekerja terhadap lingkungan
kerjanya yang menggambarkan persepsi karyawan terhadap
lingkungan kerja mereka. Persepsi akan mempengaruhi
motivasi dan inovasi serta kepuasan kerja mereka, sehingga
memungkinkan semua karyawan dalam suatu tempat kerja
dapat memandang tempat kerja itu sebagai tempat yang hebat
untuk bekerja, kondisi kerja yang menguntungkan, tugas
pekerjaan yang menarik, upah yang baik, manajemen yang
bijaksana dan bertanggungjawab.Perbaikan iklim kerja adalah
upaya untuk memberikan kepastian dalam menjalankan
organisasi, meningkatkan kinerja, meningkatkan motivasi,
meningkatkan disiplin kerja, menurunkan angka
ketidakhadiran (burn out).
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
29
C. Kejenuhan Kerja
1. Pengertian
Kejenuhan adalah rasa yang sering timbul selain rasa malas.
Permasalahan akan timbul apabila stres terjadi dalam jangka waktu yang
lama dengan intensitas yang tinggi akan mengakibatkan individu
mengalami kejenuhankerja atau biasa disebut dengan burnout. Kelelahan
menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi
semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas
kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004).
Kejenuhan kerja (job bournout) adalah sejenis stress yang banyak
dialami oleh orang-orang yang bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan
pelayanan terhadap manusia lainnya seperti perawat kesehatan,
transportasi, kepolisian, dan sebagainya (Schuler, 1999). Kejenuhan kerja
atau job burnout merupakan suatu keadaan penderitaan psikologis yang
mungkin dialami oleh seorang pekerja yang berpengalaman setelah bekerja
untuk suatu periode waktu tertentu. Sindrom ini terdiri dari 3 gejala yaitu
depersonalisasi, keletihan emosional dan penurunan prestasi pribadi
(Maslach, 1993).
Depersonalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang dirinya atau
perasaan bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasa lagi, tidak sesuai
dengan kenyataan. Kelelahan emosional, merupakan reaksi terhadap
kondisi yang dialami pemberi pelayanan ( karyawan, guru, dokter dll )
karena adanya tuntutan emosional yang dipandang berlebihan dari
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
30
penerima pelayanan. Sehingga akibat dari hal tersebut, terjadi kehilangan
minat dan semangat serta rasa lelah dari pemberi pelayanan. Penurunan
prestasi pribadi, munculnya respon negative terhadap diri sendiri dan
prestasi kerja, seperti merasa tidak bahagia, tidak puas, rasa bersalah,
merasa gagal, menilai diri sendiri tidak mampu dan sebagainya.
2. Penyebab kejenuhan kerja
Sindrom kejenuhan tersebut dapat terjadi karena beberapa
penyebab antara lain beban kerja, dukungan sosial dan konflik peran.
Sindrom kejenuhan ini akan menjadi suatu stressor pada perawat yang
bekerja shift malam di ruang perawatan intensif ( ICU dan HCU) sehingga
dapat memberikan dampak terhadap ambang stres mereka. Kelelahan kerja
akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja
(Nurmianto, 2003). Selain itu penyebab kejenuhan kerja yaitu keadaan
monoton, beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental,
keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan,
keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik, serta
penyakit, perasaan sakit, dan keadaan gizi.
Kejenuhan kerja mungkin merupakan akibat stress kerja yang
paling umum. Menurut Greenberg, (2002) burnout atau kejenuhan yang
merupakan suatu sindrom kelelahan emosional, fisik dan mental
berhubungan dengan rendahnya perasaan harga diri disebabkan
penderitaan stress yang intens dan berkepanjangan. Penelitian yang telah
banyak dilakukan menyatakan bahwa penyebab timbulnya burnout
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
31
behubungan dengan sebab-sebab yang luas. Burnout berasal dari stres kerja
yang berkepanjangan, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi burnout
dapat dikenali melalui penyebab stres kerja. Gejala khusus pada kejenuhan
kerja antara lain kebosanan, depresi, pesimisme, kurang konsentrasi,
kualitas kerja buruk, ketidakpuasan, keabsenan, dan kesakitan/ penyakit.
Walaupun beban kerja yang berlebihan dikatakan sebagai penyebab paling
umum dari kejenuhan kerja, kebosanan kerja tampaknya cukup berpotensi
untuk menyebabkan keletihan kerja. Pada kedua kasus tersebut, pekerja
merasa bahwa dirinya hanya memiliki sedikit kontrol terhadap faktor-
faktor ditempat kerja atau bahkan tidak memiliki kontrol sama sekali.
Keputusasaan terhadap situasi ini dapat menyebabkan gejala penyakit dan
kesakitan.
Menurut Lee & Ashforth (1996), ada beberapa faktor eksternal
yang menyebabkan burnout, yaitu:
b. Tekanan pekerjaan, seperti ambiguitas yaitu keadaan dimana karyawan
tidak tahu apa yang harus dilakukan, menjadi bingung, dan menjadi
tidak yakin karena kurangnya pemahaman atas hak-hak dan kewajiban
yang dimiliki karyawan yang melakukan pekerjaan. Konflik peran,
yaitu suatu perangkat harapan atau lebih berlawanan dengan lainnya
sehingga dapat menjadi penekanan yang penting bagi sebagian orang.
Stres kerja, apabila tekanan yang dialami karyawan bersifat menetap
dalam jangka waktu yang lama, maka kan menyebabkan burnout karena
kondisi tubuhnya tidak mampu membangun kembali kemampuannya
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
32
untuk menghadapi pemicu stres. Beban kerja, apabila seorang karyawan
menanggung banyak pekerjaan dalam waktu relatif singkat, maka dapat
membuat karyawan tertekan dan akan menyebabkan burnout.
c. Dukungan, seperti dukungan sosial, yaitu tersedianya sumber yang
dapat dipanggil ketika dibutuhkan untuk memberi dukungan, sehingga
orang tersebut cenderung lebih percaya diri dan sehat karena yakin ada
orang lain yang membantunya saat kesulitan. Dukungan keluarga,
keluarga mempunyai andil besar untuk meringankan beban yang
dialami meskipun hanya dalam bentuk dukungan emosional, yaitu
perilaku memberi perhatian dan mendengarkan dengan simpatik.
Dukungan teman sekerja, teman sekerja yang suportif memungkinkan
karyawan menanggulangi tekanan pekerjaan. Kekompakan suatu
kelompok, beberapa ahli mengatakan bahwa hubungan yang baik antara
beberapa anggota kelompok kerja merupakan faktor penting dalam
kesejahteraan dan kesehatan organisasi.
Menurut Hudak, (1997) penyebab kejenuhan kerja antara lain
karena beban kerja berlebih, kesulitan menjalin hubungan dengan staff
lain, kesulitan dalam merawat pasien kritis, berurusan dengan pengobatan
pasien, dan merawat pasien yang gagal membaik.
a. Beban kerja yang berlebih
Beban kerja perawat yang berlebih akan memberikan dampak terhadap
kualitas layanan, terutama dalam meningkatkan kinerja perawat
pelaksana. Selain terganggunya kinerja perawat, juga dapat
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
33
menimbulkan stres pada pekerjaan, kebosanan atau kejenuhan,
kelelahan mental, dan menurunnya efektifitas kerja. Adapun dampak
psikologis yang dirasakan akibat beban kerja yang tinggi adalah stres,
ketegangan dan kebosanan atau kejenuhan dan ada pula perasaan
jengkel, wring march atau meningkatnya emosi (Qadarsyah, 2006).
b. Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misalnya mengalami
konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai
kerja keras yang dilakukan, dan gagal bekerja sama dengan tim
kesehatan yang lain.
c. Kesulitan merawat pasien kritis, misalnya menjalankan peralatan yang
belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru dan bekerja
dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan yang cepat.
d. Berurusan dengan pengobatan atau perawatan pasien, misalnya bekerja
dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional
pasien, terlibat dalam ketidaksepakatan pada program tindakan, merasa
tidak pasti sejauh mana harus memberi informasi pada pasien atau
keluargadan merawat pasien yang sulit untuk bekerja sama dengan
tindakan yang akan dilakukan.
e. Merawat pasien yang gagal membaik, misalnya pasien lansia, pasien
nyeri kronis atau mereka yang meninggal selama perawatan.
Kejenuhan ini juga karena adanya tugas atau tuntutan dalam
Pelayanan di ICU dan HCU, yaitu antara lain Resusitasi jantung paru,
Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
34
ventilator sederhana, terapi oksigen, pemantauan EKG, pulse oksimetri
yang terus menerus, pemberian nutrisi enteral dan parenteral,
pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh,
pelaksanaan terapi secara titrasi, kemampuan melaksanakan teknik
khusus sesuai dengan kondisi pasien, memberikan tunjangan fungsi vital
dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien gawat, dan
kemampuan melakukan fisioterapi dada ( Depkes RI, 2003).
Menurut Cherniss, (1980) dalam George (2005) terdapat empat
alasan kejenuhan kerja penting diberi perhatian jika melibatkan
pelayanan manusia. Pertama, kejenuhan mempengaruhi moralitas kerja
dan kesejahteraan psikologikal pekerja. Kedua, kejenuhan mempengaruhi
kualitas pelayanan dan treatment yang diberikan kepada klien. Ketiga,
kejenuhan sangat mempengaruhi keberfungsian administrasi yang
mengakibatkan kegagalan program-program pelayanan yang dijalankan.
Keempat, kejenuhan kerja yang dialami pekerja pelayanan manusia
jarang diberi perhatian sebab mereka inilah yang selalu diharapkan dapat
memberikan pertolongan bagi meningkatkan kesejahteraan psikologikal
klien.
3. Ciri ciri dan cara mengatasi kejenuhan kerja
Menurut Pines & Aronson (1989) ciri-ciri umum burnout, yaitu
Sakit fisik dicirikan seperti sakit kepala, demam, sakit punggung, tegang
pada otot leher dan bahu, sering flu, susah tidur, rasa letih yang kronis.
Kelehan emosi dicirikan seperti rasa bosan, mudah tersinggung, sinisme,
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
35
suka marah, gelisah, putus asa, sedih, tertekan, tidak berdaya. Kelelahan
mental dicirikan seperti acuh tak acuh pada lingkungan, sikap negatif
terhadap orang lain, konsep diri yang rendah, putus asa dengan jalan
hidup, merasa tidak berharga.
Tidak dapat dipungkiri, tiap orang pada suatu titik tertentu pasti
akan mengalami yang disebut dengan kejenuhan, meskipun derajat dan
frekuensi kemunculannya masih sangat bervariatif tergantung persepsi
seseorang terhadap lingkungan, kondisi, karakter dan toleransi dari
masing-masing orang terhadap kondisi diluar dirinya. Ada beberapa cara
mengatasi kejenuhan kerja yaitu, mengatur rencana kerja dengan baik,
mengatur solusi untuk setiap masalah kerja yang dihadapi perawat ICU
dan HCU, bangun suasana kerja yang menyenangkan, melakukan
pekerjaaan kecil untuk merefresh pikiran, di saat libur sempatkan
olahraga. Karakteristik yang akan tampak pada diri individu yang
mengalami kejenuhan kerja yaitu kelelahan yang kronis ( chronically
exhausted), kesinisan dan terlepas dari pekerjaan (cynical and dethaced
from work), dan perasaan meningkatnya ketidakefektifan dalam bekerja
(increasingly ineffective in the job) (Hudak & Gallo, 1997).
D.Shift Kerja
1. Pengertian
Menurut Suma’mur (1996) dalam Sofie (2009), shift kerja
merupakan pola waktu kerja yang diberikan pada tenaga kerja untuk
mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan biasanya dibagi atas kerja pagi,
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
36
sore dan malam. Pekerjaan shift mempunyai jadwal di luar jam kerja
normal (jam 08.00 – 17.00) atau berbeda dengan hari kerja biasa, dimana
pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang
telah ditentukan sebelumnya sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih
dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/ hari. Para perawat tersebut
bekerja dalam shift pagi, siang dan malam. Seperti yang terjadi pada
sistem shift di rumah sakit, terdiri dari tiga shift yaitu shift pagi pukul
07.00-14.00, shift siang pukul 14.00-21.00, dan shift malam pukul 21.00-
07.00 WIB. Dilihat dari pembagian shift tersebut maka shift malam
mempunyai jam kerja paling lama dari shift pagi dan shift siang.
Dengan sistem yang diberlakukan, tidak semua orang dapat
menyesuaikan diri dengan sistem kerja shift. Kerja shift membutuhkan
banyak sekali penyesuaian waktu, seperti waktu tidur, waktu makan dan
waktu berkumpul bersama keluarga. Secara umum, semua fungsi tubuh
berada dalam keadaan siap digunakan pada siang hari. Dalam Pasal 1
Point J Surat Keputusan Direksi No. KN 005/2004 Tentang Waktu Kerja
dan Lembur Karyawan menyebutkan bahwa “Jam kerja adalah waktu
yang ditetapkan sebagai jam kerja karyawan oleh perusahaan. Jam kerja
dalam perusahaan terbagi atas jam kerja normal dan sistem shift
(Munandar, 2001 dalam Efendi, 2009).
2. Pola shift kerja
Berdasarkan tuntutan operasional yang menuntut untuk bekerja
selama 24 jam sehari, rumah sakit menerapkan sistem pekerja gilir (shift
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
37
kerja). Dengan sistem tersebut, banyak pekerja gilir yang mengalami
kelelahan dan kejenuhan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain lingkungan kerja, riwayat penyakit, beban kerja, sifat pekerjaan, shift
kerja, faktor individu, dan faktor psikologis (Grundy et. al., 2009).
Dalam aspek-aspek penentu kepuasan kerja karyawan, jam kerja
merupakan bagian dari kondisi kerja yang menjadi salah satu indikator
dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan (Munandar, 2001). Monk
dan Folkard (dalam Kyla, 2008) mengkategorikan tiga jenis sistem shift
kerja, yaitu shift permanen, sistem rotasi cepat, dan sistem rotasi shift
lambat. Dalam hal sistem shift rotasi, pengertian shift kerja adalah kerja
yang dibagi secara bergilir dalam waktu 24 jam. Pekerja yang terlibat
dalam sistem shift rotasi akan berubah-ubah waktu kerjanya, pagi, sore dan
malam hari, sesuai dengan sistem kerja shift rotasi yang ditentukan.
Di Indonesia, sistem shift yang banyak digunakan adalah sistem
shift dengan pengaturan jam kerja secara bergilir mengikuti pola 5-5-5
yaitu lima hari shift pagi (08.00-16.00), lima hari shift sore (16.00-24.00)
dan lima hari shift malam (24.00-08.00) diikuti dengan dua hari libur pada
setiap akhir shift.
Sistem kerja shift rotasi ada yang bersifat lambat, ada yang bersifat
cepat. Dalam sistem kerja shift rotasi yang bersifat lambat, pertukaran shift
berlangsung setiap bulan atau setiap minggu, misalnya seminggu kerja
malam, seminggu kerja sore dan seminggu kerja pagi. Sedangkan dalam
sistem kerja shift rotasi yang cepat, pertukaran shift terjadi setiap satu, dua,
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
38
atau tiga hari. pada sistem shift rotasi terdapat aspek positif dan aspek
negatif. Aspek positifnya adalah memberikan lingkungan kerja yang sepi
khusunya shift malam dan memberikan waktu libur yang banyak.
Sedangkan aspek negatifnya adalah penurunan kinerja, keselamatan kerja
dan masalah kesehatan. Kinerja menurun selama kerja shift malam yang
diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja
dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh
terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan
pemantauan (Scott & LaDou, dalam Adnan, 2002).
Tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan sistem kerja
shift. Kerja shift membutuhkan banyak sekali penyesuaian waktu, seperti
waktu tidur, waktu makan dan waktu berkumpul bersama keluarga. Secara
umum, semua fungsi tubuh berada dalam keadaan siap digunakan pada
siang hari. Sedangkan pada malam hari adalah waktu untuk istirahat dan
pemulihan sumber daya (energi). Seorang karyawan yang merasakan
ketidakpuasan terhadap pekerjaanya sebagian besar ketika dihadapkan
pada jadwal shift malam. Rasa kantuk yang sering dialami dirinya dan
rekan kelompoknya dapat membuat tingkat konsentrasi menurun dan
kurang fokus dalam melakukan pekerjaannya. Menurunnya konsentrasi
dan kurang fokusnya pada diri individu seringkali membuat individu tidak
teliti dalam melakukan pekerjaanya yang mengakibatkan tingkat kesalahan
atau kelalaian semakin besar. Sehingga hasil dari pekerjaan yang mereka
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
39
lakukan tidak memberikan kepuasan pada diri mereka terhadap
pekerjaannya (Adnan, 2002).
3. Aspek aspek shift kerja
Menurut Tayyari dan Smith, (1997) aspek – aspek yang
dipengaruhi adanya shift kerja, yaitu:
a. Aspek Fisiologis
Masalah utama dari sisi faal tubuh terhadap penggunaan shift kerja
adalah circardian rhythm individu yang sulit dirubah. Circadian rhythm,
yaitu proses-proses yang saling berhubungan yang dialami tubuh untuk
menyesuaikan dengan perubahan waktu selama 24 jam (Tayyari &
Smith, 1997). Temperatur tubuh mempunyai pola normal seperti pola
sinusoidal, maksimum sekitar pukul 4 sore dan minimun pada sekitar
pukul 4 pagi. Pola yang sama juga diikuti oleh mekanisme internal tubuh
yang lain, seperti jantung, pernapasan, hormon, pencernaan, dsb.
Seseorang yang berganti shift membutuhkan waktu penyesuaian agar
pola sinusoidal berubah mengikuti irama kerja yang bersangkutan. Hal
ini bisa jadi membutuhkan waktu tidak cukup seminggu. Namun pola
tersebut tidak berubah total, sehingga tetap tidak mungkin melakukan
adaptasi 100%.
Circadian rhythms menjadi dasar fisiologis dan psikologis pada
siklus tidur dan bangun harian. Fungsi dan tahapan fisiologis dan
psikologis memiliki suatu circadian rhythms yang tertentu selama 24 jam
sehari, sehingga circadian rhythms seseorang akan terganggu jika terjadi
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
40
perubahan jadwal kegiatan seperti perubahan shift kerja. Dengan
terganggunya circadian rhythms pada tubuh pekerja akan terjadi dampak
fisiologis pada pekerja seperti gangguan gastrointestinal, gangguan pola
tidur dan gangguan kesehatan lain. Circadian rhythms berhubungan
dengan suhu tubuh, tingkat metabolisme, detak jantung, tekanan darah,
dan komposisi kimia tertentu pada tubuh. Circadian rhythms dipengaruhi
oleh faktor lingkungan seperti terang, gelap, dan suhu lingkungan.
Pekerja shift memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit
kardiovaskular dibandingkan dengan pekerja tanpa shift. Studi di
Denmark melaporkan adanya peningkatan risiko kanker payudara pada
perempuan usia 30-54 tahun yang bekerja di malam hari seperti
pramugari, perawat, penyiar dan operator telepon. Theorell dan Åkerstedt
menunjukkan bahwa serum konsentrasi kalium, asam urat, gula darah,
kolesterol dan kadar lemak total meningkat selama bekerja malam hari.
Koller dkk di Austria menemukan prevalensi penyakit metabolik 3,5%
pada pekerja shift, dan 1,5% pada pekerja non shift. Prevalensi diabetes
(kencing manis) ditemukan meningkat dengan meningkatkan paparan
shift kerja. (http://www.dokterku-online.com/index.php/article/50-
dampak-bagi-pekerja-shift-gilir).
b. Aspek Psikologis
Stress akibat shift kerja akan menyebabkan kelelahan (fatique)
yang dapat menyebabkan gangguan psikis pada pekerja, seperti
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
41
ketidakpuasan dan iritasi. Tingkat kecelakaan dapat meningkat dengan
meningkatnya stres, fatique, dan ketidakpuasan akibat shift kerja ini.
Dari beberapa penelitian, menemukan bahwa faktor manusia
menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan
kerja yaitu antara 80-85%. Salah satu penyebabnya adalah kelelahan dan
kejenuhan akibat gangguan tidur yang dipengaruhi oleh kekurangan
waktu tidur dan ganguan irama sirkadian akibat shift kerja (Wicken, et al,
2004
dalamhttp://kesehatan.infogue.com/lifestyle_risiko_kerja_malam_hari).
c. Aspek Kinerja
Dari beberapa penelitian baik di Amerika maupun Eropa, shift
kerja memiliki pengaruh pada kinerja pekerja (Tayyari &Smith, 1997).
Kinerja pekerja, termasuk tingkat kesalahan, ketelitian dan tingkat
kecelakaan, lebih baik pada waktu siang hari dari pada malam hari,
sehingga dalam menentukan shift kerja harus diperhatikan kombinasi
dari tipe pekerjaan, sistem shift dan tipe pekerja.
Penelitian lain menyatakan bahwa tambahan durasi shift (extended-
duration shift), yang didefinisikan bekerja lebih dari 24 jam terus
menerus, akan meningkatkan tingkat kesalahan. Lima kali tambahan
durasi shift per bulan akan meningkatkan kelelahan sampai 300% dan
berakibat fatal. (http://ergonomi-fit.blogspot.com/2011/11/kelelahan-
kerja.html).
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
42
d. Domestik dan sosial
Shift kerja akan berpengaruh negative terhadap hubungan keluarga
seperti tingkat berkumpulnya anggota keluarga dan sering berakibat pada
konflik keluarga. Secara sosial, shift kerja juga akan mempengaruhi
sosialisasi pekerja karena interaksinya terhadap lingkungan menjadi
terganggu. Karena Aktivitas keluarga dan sosial biasanya dilakukan pada
sore hari atau pada akhir pecan, karyawan yang bekerja shift malam
biasanya akan kehilangan waktu-waktu ini.
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
43
E. Kerangka Teori Penelitian
FF
Gambar 2.1 kerangka teori penelitian
Sumber: Modifikasi teori Greenberg (2002), (Grundy et. al., 2009),
Maslach (1993), Lee & Ashforth (1996).
Faktor yang bersumber
pada pekerjaan
a. Sumber intrinsik pada
pekerjaan
b. Peran di dalam organisasi
c. Perkembangan karir
d. Hubungan relasi di tempat
kerja
e. Struktur organisasi dan
iklim kerja
Faktor yang bersumber
pada karakteristik individu
a. Tingkat kecemasan
b. Tingkat neurotisme
individu
c. Toleransi terhadap hal yang
ambigu/ ketidakjelasan
d. Pola tingkah laku tipe A
Faktor yang bersumber di
luar organisasi
a. Masalah- masalah dalam
keluarga
b. Peristiwa krisis dalam
kehidupan
c. Kesulitan secara financial
(Greenberg, 2002)
Tingkat stress
Perawat
Lingkungan Kerja
Riwayat penyakit
Beban kerja
Sifat Pekerjaan
Shift kerja
Kejenuhan kerja :
a. Depersonalisasi
b. Keletihan emosional
c. Penurunan prestasi pribadi
( Maslach, 1993)
Faktor individu
Faktor psikologis
Faktor eksternal:
a. Tekanan
pekerjaan
b. Dukungan
( Lee& Ashforth,
1996)
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013
44
F. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2. Konsep penelitian
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Arikunto, 2002). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ada hubungan tingkat kejenuhan kerja shift malam dengan tingkat
stress perawat di ruang perawatan intensif RSUD Banyumas Kabupaten
Banyumas.
Tingkat kejenuhan kerja shift
malam:
a. Depersonalisasi
b. Keletihan emosional
c. Penurunan prestasi pribadi
Tingkat Stress
Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013