bab ii tinjauan pustaka a. perawatrepository.ump.ac.id/5556/3/puji astuti bab ii.pdf · menurut...

32
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perawat 1. Pengertian Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhankeperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Menurut Harlley, (1997) menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri, dan proses penuaan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengankewenangannya (Depkes RI, 2002). Menurut Hidayat tahun 2004 peran perawat terdiri dari : a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

Upload: others

Post on 22-Nov-2019

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perawat

1. Pengertian

Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang

berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah

seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung

jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhankeperawatan pada

berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Menurut Harlley, (1997)

menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan

dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang

karena sakit, injuri, dan proses penuaan. Perawat profesional adalah perawat

yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan

secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai

dengankewenangannya (Depkes RI, 2002).

Menurut Hidayat tahun 2004 peran perawat terdiri dari :

a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan

kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

keperawatan.

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

14

b. Sebagai advokat klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam

menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau

informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan

keperawatan yang diberikan kepada pasiennya, juga dapat berperan

mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas

pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak

atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk

menerima ganti rugi akibat kelalaian.

c. Peran sebagai edukator

Peran ini dilakukan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan

dan kemampuan klien mengatasi kesehatanya, dan perawat memberi

informasi dan meningkatkan perubahan perilaku klien.

d. Peran sebagai koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga

pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan

kebutuhan klien. Tujuan perawat sebagi koordinator adalah untuk

memenuhi asuhan kesehatan secara efektif, efisien dan menguntungkan

klien, pengaturan waktu dan seluruh aktifitas atau penanganan pada klien,

dan menggunakan keterampilan perawat untuk merencanakan,

mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengontrol.

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

15

e. Peran sebagai kolaborator

Perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan

yang terdiri dari dokter fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan

berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan

termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan

selanjutnya.

f. Peran sebagai konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau

tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.

g. Peran sebagai pembeharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan

perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai

dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Peran perawat sebagai

pembeharu dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya, kemajuan

teknologi, perubahan Lisensi-regulasi, meningkatnya peluang pendidikan

lanjutan, dan meningkatnya berbagai tipe petugas asuhan kesehatan.

2. Fungsi Perawat :

Menurut Hidayat, (2004) dalam menjalankan perannya, perawat akan

melaksanakan berbagai fungsi diantaranya :

a. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang

lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

16

sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam

rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan

kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan

kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,

pemenuhan kebutuhan aktivitas, dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan

keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai,

pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

b. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan

kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga

sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya

dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari

perawat primer ke perawat pelaksana.

c. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat

saling ketergantungan di antara tim satu dengan lainya fungsi ini dapat

terjadi apa bila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam

pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan

pada penderaita yang mempunyai penyakit kompleks keadaan ini

tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter

ataupun lainya, seperti dokter dalam memberikan tanda pengobatan

bekerjasama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah

diberikan.

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

17

3. Perhitungan tenaga perawat:

a. Formula Gilies (1994)

Keterangan :

A = Jam Perawatan/ 24 jam waktu perawatan yang dibutuhkan

pasien

B = Sensus harian BOR x jumlah tempat

C = Jumlah hari libur

365 = Jumlah hari kerja selama setahun

b. Formula Hasil Lokakarya Persatuan Nasional Indonesia (PPNI)

Keterangan:

TP : Total Perawat

A : Jumlah Perawatan / 24 jam

BOR : Bed Occupancy Rate

B. Stress

1. Pengertian

Stres adalah reaksi individu terhadap situasi, dan situasi tersebut dapat

menimbulkan tekanan yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan respon

spesifik tubuh atau merupakan respon dari stressor yang ada. Stress adalah

Tenaga Perawat (TP) = A x B x 365

(363- C) x jam kerja/ hari

( TP) = Ax 52 (Mg) x 7 Hr (TT x BOR) + 25%

41 (Mg) x 40 Jam / MG

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

18

reaksi atau respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau

beban kehidupan) (Hawari, 2001). Stress juga bisa dikatakan sebagai

gangguan pada tubuh dan fikiran yang disebabkan oleh perubahan dan

tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun

penampilan individu di dalam lingkungan tersebut (Cornelli, 2000).

Setiap orang akan mengalami stres dari waktu ke waktu, dan

normalnya setiap orang mempunyai kemampuan untuk beradaptasi baik

dalam jangka waktu yang lama maupun pendek. Dalam dunia yang berubah

ini, manusia harus mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri

terhadap lingkungannya, baik lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan

ataupun lingkungan pekerjaan agar tidak mengalami stress situasi. Stres bisa

menyebabkan gangguan fisik dan kejiwaan. Problem ini bisa berakibat

berkurangnya kemampuan mental dan intelektual mereka yang terkena.

Hubungan sosial dan pekerjaan juga bisa terganggu, kalau tidak diatasi akan

menimbulkan masalah selanjutnya.

2. Kriteria Tingkat stress

Hubungan stadium perkembangan sakit dengan stress, Potter & Perry

(2005) telah membagi hubungan tingkat stress dengan kejadian sakit yaitu,

meliputi:

a. Stres ringan, biasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebaliknya stress

sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stress ringan

umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa ketiduran,

kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

19

menit atau beberapa jam. Situasi seperti ini nampaknya tidak akan

menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.

b. Stres sedang, terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari

contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebih,

mengharapkan pekerjaan baru, anggota keluarga pergi dalam waktu yang

lama. Situasi seperti ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai

faktor predisposisi suatu penyakit koroner.

c. Stres berat, adalah stress kronis yang terjadi beberapa minggu sampai

beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis,

kesulitan financial dan penyakit fisik yang lama.

Tingkatan stress menurut Dr. Robert J. Van Amberg (1979) dalam Agoes

(2003) antara lain:

a. Stress tahap 1, merupakan tahapan stress yang paling ringan dan

menggembirakan / membangun, biasanya ditandai oleh semangat kerja

yang berlebih, senang dengan pekerjaannya, dan secara tidak sadar

menyebabkan cadangan energi menipis.

b. Stress tahap 2, dampak stress yang semula menyenangkan sebagaimana

diuraikan pada tahap 1 mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan

lelah yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang

hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat.

c. Stress tahap 3, bila seseorang tetap memaksakan diri dalam

pekerjaannya, maka keluhan lelah semakin nyata, mulai muncul perasaan

tidak tenang, meningkatnya ketegangan emosional, insomnia, dan

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

20

koordinasi tubuh terganggu. Pada tahapan ini seseorang sudah harus

berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau mengurangi

beban stressnya dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat

guna menambah suplai energi yang mengalami deficit, mulai timbul

kelelahan / keluhan fisik semu yang apabila diperiksakan ke dokter

seringkali oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan

kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya.

d. Stress tahap 4, tahapan ini terjadi bila seseorang merasakan keluhan semu

pada tahap 3 namun tetap memaksakan dirinya untuk bekerja tanpa

istirahat yang cukup, mulai merasakan kebosanan / kejenuhan terhadap

pekerjaan yang semula menyenangkan, respon melambat, konsentrasi

menurun, dan timbul rasa takut dan cemas.

e. Stress tahap 5, ditandai dengan ketidakmampuan untuk menyelesaikan

pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana, ketakutan dan

kecemasan semakin meningkat, timbul perasaan bingung dan panik.

f. Stress tahap 6, merupakan tahapan klimaks, seseorang sering mengalami

serangan panik dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang pada tahapan

ini berulang-kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU,

meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan

fisik organ tubuh.

Tingkat stres merupakan hasil penilaian terhadap berat ringannya stress

yang dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stres ini diukur dengan

menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

21

& Lovibond (1995). Psychometric Properties of The Depression Anxiety

Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala

subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari

depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk

mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk

proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran

yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya

digambarkan sebagai stres. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa

normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of The

Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item, yang

dimodifikasi dengan penambahan item menjadi 49 item, penambahannya

dari item 43-49 yang mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis,

dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-

29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat

berat).

Lingkungan kerja, sebagaimana lingkungan-lingkungan lainnya, juga

menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempatinya.

Dengan demikian, dalam lingkungan kerja ini individu memiliki

kemungkinan untuk mengalami suatu keadaan stres. Stres kerja dapat

dirumuskan sebagai suatu keadaan tegang yang dialami di dalam suatu

organisasi. Stres ini dapat merupakan akibat dari lingkungan fisik, sistem

dan teknik dalam organisasi, interaksi sosial interpersonal, isi atau struktur

pekerjaan, tingkah laku individu sebagai anggota, dan aspek-aspek

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

22

organisasi lainnya. Stres kerja dapat didefinisikan sebagai kombinasi antara

sumber- sumber stress pada pekerjaan, karakteristik individual, dan stressor

di luar organisasi (Greenberg, 2002).

3. Faktor- faktor penyebab stress

Menurut Greenberg (2002) ada 3 faktor yang menyebabkan stress

kerja, antara lain:

a. Faktor stress kerja yang bersumber pada pekerjaan antara lain; sumber

intrinsik pada pekerjaan, yaitu meliputi kondisi kerja yang sangat

sedikit menggunakan aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu

kerja yang menekan, resiko atau bahaya secara fisik; Peran di dalam

organisasi, yaitu antara lain peran yang ambigu, konflik peran,

tanggungjawab kepada orang lain, konflik batasan- batasan reorganisasi

(conflicts reorganization boundaries) baik secara internal maupun

eksternal; Perkembangan karir, dapat terdiri dari promosi ke jenjang

yang lebih tinggi atau penurunan tingkat, tingkat keamanan kerja yang

kurang, ambisi perkembangan karir yang mengalami hambatan;

hubungan relasi di tempat kerja, meliputi antara lain kurangnya

hubungan relasi dengan pimpinan, rekan sekerja, atau dengan bawahan,

serta kesulitan dalam mendelegasikan tanggung jawab; struktur

organisasi dan iklim kerja, yaitu antara lain karena terlalu sedikit atau

bahkan tidak ada partisipasi dalam pembuatan keputusan atau

kebijakan, hambatan dalam perilaku( misalnya karena anggaran),

politik di tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi yang terjadi.

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

23

b. Faktor stress kerja yang bersumber pada karakteristik individu antara

lain; tingkat kecemasan, Tingkat neurotisme individu, toleransi

terhadap hal yang ambigu / ketidakjelasan, dan Pola tingkah laku tipe A

yaitu tingkah laku seseorang yang rentan terhadap stress karena sering

merasa mudah tersinggung, terdesak oleh tenggang waktu, menganggap

serius semua hal dan mudah marah terhadap peristiwa sepele.

c. Faktor stress kerja yang bersumber di luar organisasi, yaitu; masalah-

masalah dalam keluarga, peristiwa krisis dalam kehidupan, kesulitan

secara financial.

Menurut Hudak (1997) ada 3 faktor yang mengakibatkan perawat

mengalami stress kerja di unit perawatan kritis, antara lain; hubungan yang

kurang baik dengan penyelia, dokter, rekan perawat, pasien dan keluarga

pasien; perawat menciptakan harapan yang tinggi atas diri mereka sendiri

sebagai cara untuk mempertahankan keseimbangan emosional; kejenuhan,

sebab kejenuhan ini antara lain karena pekerjaan rutin yang diulang- ulang

( pergantian shift/ pergiliran shift), setiap langkah harus ditulis,

perpindahan perawat dari tempat lain, situasi akut yang sering terjadi,

bahaya fisik, antara lain karena ancaman tertusuk jarum suntik dan

terpapar sinar radiasi, mengangkat beban yang terlalu berat, pasien yang

tidak sadar, teman sejawat yang bingung, bunyi maupun suara yang terus

menerus dari alat monitor maupun dari pasien yang menjerit, menangis,

atau merintih, dan terlalu sering melihat dan mencium bau tubuh pasien

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

24

yang mengeluarkan darah, muntahan, urin, juga feses yang mengotori

tubuh dan ranjang pasien.

Dilain pihak terdapat faktor luar dari tempat pekerjaan yang dapat

mempengaruhi munculnya stress kerja, yaitu; kekuatiran finansial,

masalah yang berkaitan dengan anak, masalah kesehatan fisik, masalah

keluarga; misalnya perkawinan, perceraian, bertambahnya anggota

keluarga, perubahan yang terjadi di tempat tinggal, dan masalah lain

seperti kematian anggota keluarga, sanak saudara.

Seyle dalam Munandar (2001) mengategorikan jenis stress menjadi

dua, yaitu:

a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat sehat,

positif, dan konstruktif ( bersifat membangun). Hal tersebut termasuk

kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan

pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat

performance yang tinggi.

b. Distress, Yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat tidak

sehat, negative, destruktif( bersifat merusak). Hal tersebut termasuk

konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit

kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran ( absenteeism) yang tinggi,

yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

4. Gejala dan cara mengatasi stress

Cooper & Straw (1995) mengemukakan gejala stress dapat berupa tanda-

tanda berikut ini:

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

25

a. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan

lembab, merasa panas, otot- otot tegang, pencernaan terganggu,

sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan

gelisah.

b. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah

paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa- apa, gelisah, gagal,

tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir

jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreatifitas, hilangya gairah

dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.

c. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati- hati menjadi cermat yang

berlebihan, cemas menjadi lekas panic, kurang percaya diri menjadi

rawan, penjengkel menjadi meledak- ledak.

Sedangkan gejala stress di tempat kerja, yaitu meliputi;

kepuasan kerja rendah, kinerja yang menurun, semangat dan energy

menjadi hilang, komunikasi tidak lancar, pengambilan keputusan

jelek, kreatifitas dan inovasi kurang, dan bergulat pada tugas- tugas

yang tidak produktif.

Cara mengatasi stress di tempat kerja dilakukan dengan dua

pendekatan yaitu pendekatan individu dan secara organisasi, bagi

individu sangat penting dilakukan penangananan karena dampak

stress dapat mempengaruhi kehidupan, kesehatan, produktivitas dan

penghasilan secara ekonomis. Bagi organisasi, bukan karena suatu

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

26

wadah kemanusiaan tetapi merupakan semua aspek dari organisasi

dan efektifitas organisasi secara keseluruhan.

1) Penanggulangan stress secara individu

a. Meningkatkan keimanan

Individu hendaknya selalu mensyukuri akan apa yang telah

dicapai saat ini apa yang dimiliki saat ini, rasa syukur

menyebabkan seseorang mempunyai sifat yang sabar, tidak

berprasangka buruk terhadap Tuhan. Selalu berfikir positif jika

dihadapkan kepada suatu cobaan, berfikirlah bahwa cobaan

yang lebih berat dari yang kita rasakan juga pernah dicobakan

kepada orang- orang selain diri kita sendiri, jadi individu tidak

sedang sendirian mengalami cobaan.Dengan demikian dapat

berharap stress/ ketegangan psikologis dalam hidup dapat

dikurangi.

b. Meditasi dan pernafasan

Meditasi dan pengaturan pernafasan dapat membantu

mengurangi ketegangan psikologis, karena melakukan meditasi

dapat menghilangkan fikiran yang membebani. Sedangkan

pengaturan pernafasan dapat membantu memaksimalkan

sirkulasi oksigen keseluruh jaringan tubuh sehingga diperoleh

kesegaran jasmani yang maksimal.

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

27

c. Menyalurkan energi melalui kegiatan olahraga, olahraga

disamping dapat melupakan ketegangan psikologis karena

didalam berolahraga terdapat unsur rekreasi.

d. Melakukan relaksasi

Seorang yang sedang mengalami stress dapat mengalami

ketegangan fisik maupun psikologis, yang langsung ataupun

tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan

psikologis. Oleh karena itu relaksasi yang dilakukan dapat

mengendorkan ketegangan syaraf dan otot selama stress

berlangsung.

e. Dukungan dari teman dan dukungan sosial keluarga

Dukungan dari teman dan keluarga sangat diperlukan oleh

seorang yang mengalami stress dan kecemasan, karena dengan

mendapatkan dukungan dari orang lain seseorang yang

mengalami stress dan kecemasan tidak sendirian merasakan

masalah yang dihadapinya.

f. Hindari kebiasaan/ kegiatan rutin yang membosankan

Buatlah jadwal kegiatan baru, yang lebih bervariasi untuk

menyelesaikan tugas- tugas harian. Untuk menghindari

kejenuhan atau kebosanan di tempat kerja, awali pekerjaan

dengan rasa gembira dan semangat, anggap pekerjaan itu adalah

suatu permainan yang menyenangkan.

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

28

2). Penanggulangan secara organisatoris

Manajer suatu organisasi harus tanggap terhadap masalah

yang terjadi dilingkungan kerja yang menjadi tanggungjawabnya.

Sebagai iklim kerja yang tidak kondusif, pekerjaan yang diwarnai

dengan persaingan tidak sehat, dan tidak sportif merupakan sumber

stressor yang umumnya terjadi ditempat kerja.

a. Perbaikan iklim kerja

Iklim kerja adalah persepsi pekerja terhadap lingkungan

kerjanya yang menggambarkan persepsi karyawan terhadap

lingkungan kerja mereka. Persepsi akan mempengaruhi

motivasi dan inovasi serta kepuasan kerja mereka, sehingga

memungkinkan semua karyawan dalam suatu tempat kerja

dapat memandang tempat kerja itu sebagai tempat yang hebat

untuk bekerja, kondisi kerja yang menguntungkan, tugas

pekerjaan yang menarik, upah yang baik, manajemen yang

bijaksana dan bertanggungjawab.Perbaikan iklim kerja adalah

upaya untuk memberikan kepastian dalam menjalankan

organisasi, meningkatkan kinerja, meningkatkan motivasi,

meningkatkan disiplin kerja, menurunkan angka

ketidakhadiran (burn out).

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

29

C. Kejenuhan Kerja

1. Pengertian

Kejenuhan adalah rasa yang sering timbul selain rasa malas.

Permasalahan akan timbul apabila stres terjadi dalam jangka waktu yang

lama dengan intensitas yang tinggi akan mengakibatkan individu

mengalami kejenuhankerja atau biasa disebut dengan burnout. Kelelahan

menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi

semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas

kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004).

Kejenuhan kerja (job bournout) adalah sejenis stress yang banyak

dialami oleh orang-orang yang bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan

pelayanan terhadap manusia lainnya seperti perawat kesehatan,

transportasi, kepolisian, dan sebagainya (Schuler, 1999). Kejenuhan kerja

atau job burnout merupakan suatu keadaan penderitaan psikologis yang

mungkin dialami oleh seorang pekerja yang berpengalaman setelah bekerja

untuk suatu periode waktu tertentu. Sindrom ini terdiri dari 3 gejala yaitu

depersonalisasi, keletihan emosional dan penurunan prestasi pribadi

(Maslach, 1993).

Depersonalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang dirinya atau

perasaan bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasa lagi, tidak sesuai

dengan kenyataan. Kelelahan emosional, merupakan reaksi terhadap

kondisi yang dialami pemberi pelayanan ( karyawan, guru, dokter dll )

karena adanya tuntutan emosional yang dipandang berlebihan dari

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

30

penerima pelayanan. Sehingga akibat dari hal tersebut, terjadi kehilangan

minat dan semangat serta rasa lelah dari pemberi pelayanan. Penurunan

prestasi pribadi, munculnya respon negative terhadap diri sendiri dan

prestasi kerja, seperti merasa tidak bahagia, tidak puas, rasa bersalah,

merasa gagal, menilai diri sendiri tidak mampu dan sebagainya.

2. Penyebab kejenuhan kerja

Sindrom kejenuhan tersebut dapat terjadi karena beberapa

penyebab antara lain beban kerja, dukungan sosial dan konflik peran.

Sindrom kejenuhan ini akan menjadi suatu stressor pada perawat yang

bekerja shift malam di ruang perawatan intensif ( ICU dan HCU) sehingga

dapat memberikan dampak terhadap ambang stres mereka. Kelelahan kerja

akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja

(Nurmianto, 2003). Selain itu penyebab kejenuhan kerja yaitu keadaan

monoton, beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental,

keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan,

keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik, serta

penyakit, perasaan sakit, dan keadaan gizi.

Kejenuhan kerja mungkin merupakan akibat stress kerja yang

paling umum. Menurut Greenberg, (2002) burnout atau kejenuhan yang

merupakan suatu sindrom kelelahan emosional, fisik dan mental

berhubungan dengan rendahnya perasaan harga diri disebabkan

penderitaan stress yang intens dan berkepanjangan. Penelitian yang telah

banyak dilakukan menyatakan bahwa penyebab timbulnya burnout

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

31

behubungan dengan sebab-sebab yang luas. Burnout berasal dari stres kerja

yang berkepanjangan, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi burnout

dapat dikenali melalui penyebab stres kerja. Gejala khusus pada kejenuhan

kerja antara lain kebosanan, depresi, pesimisme, kurang konsentrasi,

kualitas kerja buruk, ketidakpuasan, keabsenan, dan kesakitan/ penyakit.

Walaupun beban kerja yang berlebihan dikatakan sebagai penyebab paling

umum dari kejenuhan kerja, kebosanan kerja tampaknya cukup berpotensi

untuk menyebabkan keletihan kerja. Pada kedua kasus tersebut, pekerja

merasa bahwa dirinya hanya memiliki sedikit kontrol terhadap faktor-

faktor ditempat kerja atau bahkan tidak memiliki kontrol sama sekali.

Keputusasaan terhadap situasi ini dapat menyebabkan gejala penyakit dan

kesakitan.

Menurut Lee & Ashforth (1996), ada beberapa faktor eksternal

yang menyebabkan burnout, yaitu:

b. Tekanan pekerjaan, seperti ambiguitas yaitu keadaan dimana karyawan

tidak tahu apa yang harus dilakukan, menjadi bingung, dan menjadi

tidak yakin karena kurangnya pemahaman atas hak-hak dan kewajiban

yang dimiliki karyawan yang melakukan pekerjaan. Konflik peran,

yaitu suatu perangkat harapan atau lebih berlawanan dengan lainnya

sehingga dapat menjadi penekanan yang penting bagi sebagian orang.

Stres kerja, apabila tekanan yang dialami karyawan bersifat menetap

dalam jangka waktu yang lama, maka kan menyebabkan burnout karena

kondisi tubuhnya tidak mampu membangun kembali kemampuannya

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

32

untuk menghadapi pemicu stres. Beban kerja, apabila seorang karyawan

menanggung banyak pekerjaan dalam waktu relatif singkat, maka dapat

membuat karyawan tertekan dan akan menyebabkan burnout.

c. Dukungan, seperti dukungan sosial, yaitu tersedianya sumber yang

dapat dipanggil ketika dibutuhkan untuk memberi dukungan, sehingga

orang tersebut cenderung lebih percaya diri dan sehat karena yakin ada

orang lain yang membantunya saat kesulitan. Dukungan keluarga,

keluarga mempunyai andil besar untuk meringankan beban yang

dialami meskipun hanya dalam bentuk dukungan emosional, yaitu

perilaku memberi perhatian dan mendengarkan dengan simpatik.

Dukungan teman sekerja, teman sekerja yang suportif memungkinkan

karyawan menanggulangi tekanan pekerjaan. Kekompakan suatu

kelompok, beberapa ahli mengatakan bahwa hubungan yang baik antara

beberapa anggota kelompok kerja merupakan faktor penting dalam

kesejahteraan dan kesehatan organisasi.

Menurut Hudak, (1997) penyebab kejenuhan kerja antara lain

karena beban kerja berlebih, kesulitan menjalin hubungan dengan staff

lain, kesulitan dalam merawat pasien kritis, berurusan dengan pengobatan

pasien, dan merawat pasien yang gagal membaik.

a. Beban kerja yang berlebih

Beban kerja perawat yang berlebih akan memberikan dampak terhadap

kualitas layanan, terutama dalam meningkatkan kinerja perawat

pelaksana. Selain terganggunya kinerja perawat, juga dapat

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

33

menimbulkan stres pada pekerjaan, kebosanan atau kejenuhan,

kelelahan mental, dan menurunnya efektifitas kerja. Adapun dampak

psikologis yang dirasakan akibat beban kerja yang tinggi adalah stres,

ketegangan dan kebosanan atau kejenuhan dan ada pula perasaan

jengkel, wring march atau meningkatnya emosi (Qadarsyah, 2006).

b. Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misalnya mengalami

konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai

kerja keras yang dilakukan, dan gagal bekerja sama dengan tim

kesehatan yang lain.

c. Kesulitan merawat pasien kritis, misalnya menjalankan peralatan yang

belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru dan bekerja

dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan yang cepat.

d. Berurusan dengan pengobatan atau perawatan pasien, misalnya bekerja

dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional

pasien, terlibat dalam ketidaksepakatan pada program tindakan, merasa

tidak pasti sejauh mana harus memberi informasi pada pasien atau

keluargadan merawat pasien yang sulit untuk bekerja sama dengan

tindakan yang akan dilakukan.

e. Merawat pasien yang gagal membaik, misalnya pasien lansia, pasien

nyeri kronis atau mereka yang meninggal selama perawatan.

Kejenuhan ini juga karena adanya tugas atau tuntutan dalam

Pelayanan di ICU dan HCU, yaitu antara lain Resusitasi jantung paru,

Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

34

ventilator sederhana, terapi oksigen, pemantauan EKG, pulse oksimetri

yang terus menerus, pemberian nutrisi enteral dan parenteral,

pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh,

pelaksanaan terapi secara titrasi, kemampuan melaksanakan teknik

khusus sesuai dengan kondisi pasien, memberikan tunjangan fungsi vital

dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien gawat, dan

kemampuan melakukan fisioterapi dada ( Depkes RI, 2003).

Menurut Cherniss, (1980) dalam George (2005) terdapat empat

alasan kejenuhan kerja penting diberi perhatian jika melibatkan

pelayanan manusia. Pertama, kejenuhan mempengaruhi moralitas kerja

dan kesejahteraan psikologikal pekerja. Kedua, kejenuhan mempengaruhi

kualitas pelayanan dan treatment yang diberikan kepada klien. Ketiga,

kejenuhan sangat mempengaruhi keberfungsian administrasi yang

mengakibatkan kegagalan program-program pelayanan yang dijalankan.

Keempat, kejenuhan kerja yang dialami pekerja pelayanan manusia

jarang diberi perhatian sebab mereka inilah yang selalu diharapkan dapat

memberikan pertolongan bagi meningkatkan kesejahteraan psikologikal

klien.

3. Ciri ciri dan cara mengatasi kejenuhan kerja

Menurut Pines & Aronson (1989) ciri-ciri umum burnout, yaitu

Sakit fisik dicirikan seperti sakit kepala, demam, sakit punggung, tegang

pada otot leher dan bahu, sering flu, susah tidur, rasa letih yang kronis.

Kelehan emosi dicirikan seperti rasa bosan, mudah tersinggung, sinisme,

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

35

suka marah, gelisah, putus asa, sedih, tertekan, tidak berdaya. Kelelahan

mental dicirikan seperti acuh tak acuh pada lingkungan, sikap negatif

terhadap orang lain, konsep diri yang rendah, putus asa dengan jalan

hidup, merasa tidak berharga.

Tidak dapat dipungkiri, tiap orang pada suatu titik tertentu pasti

akan mengalami yang disebut dengan kejenuhan, meskipun derajat dan

frekuensi kemunculannya masih sangat bervariatif tergantung persepsi

seseorang terhadap lingkungan, kondisi, karakter dan toleransi dari

masing-masing orang terhadap kondisi diluar dirinya. Ada beberapa cara

mengatasi kejenuhan kerja yaitu, mengatur rencana kerja dengan baik,

mengatur solusi untuk setiap masalah kerja yang dihadapi perawat ICU

dan HCU, bangun suasana kerja yang menyenangkan, melakukan

pekerjaaan kecil untuk merefresh pikiran, di saat libur sempatkan

olahraga. Karakteristik yang akan tampak pada diri individu yang

mengalami kejenuhan kerja yaitu kelelahan yang kronis ( chronically

exhausted), kesinisan dan terlepas dari pekerjaan (cynical and dethaced

from work), dan perasaan meningkatnya ketidakefektifan dalam bekerja

(increasingly ineffective in the job) (Hudak & Gallo, 1997).

D.Shift Kerja

1. Pengertian

Menurut Suma’mur (1996) dalam Sofie (2009), shift kerja

merupakan pola waktu kerja yang diberikan pada tenaga kerja untuk

mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan biasanya dibagi atas kerja pagi,

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

36

sore dan malam. Pekerjaan shift mempunyai jadwal di luar jam kerja

normal (jam 08.00 – 17.00) atau berbeda dengan hari kerja biasa, dimana

pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang

telah ditentukan sebelumnya sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih

dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/ hari. Para perawat tersebut

bekerja dalam shift pagi, siang dan malam. Seperti yang terjadi pada

sistem shift di rumah sakit, terdiri dari tiga shift yaitu shift pagi pukul

07.00-14.00, shift siang pukul 14.00-21.00, dan shift malam pukul 21.00-

07.00 WIB. Dilihat dari pembagian shift tersebut maka shift malam

mempunyai jam kerja paling lama dari shift pagi dan shift siang.

Dengan sistem yang diberlakukan, tidak semua orang dapat

menyesuaikan diri dengan sistem kerja shift. Kerja shift membutuhkan

banyak sekali penyesuaian waktu, seperti waktu tidur, waktu makan dan

waktu berkumpul bersama keluarga. Secara umum, semua fungsi tubuh

berada dalam keadaan siap digunakan pada siang hari. Dalam Pasal 1

Point J Surat Keputusan Direksi No. KN 005/2004 Tentang Waktu Kerja

dan Lembur Karyawan menyebutkan bahwa “Jam kerja adalah waktu

yang ditetapkan sebagai jam kerja karyawan oleh perusahaan. Jam kerja

dalam perusahaan terbagi atas jam kerja normal dan sistem shift

(Munandar, 2001 dalam Efendi, 2009).

2. Pola shift kerja

Berdasarkan tuntutan operasional yang menuntut untuk bekerja

selama 24 jam sehari, rumah sakit menerapkan sistem pekerja gilir (shift

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

37

kerja). Dengan sistem tersebut, banyak pekerja gilir yang mengalami

kelelahan dan kejenuhan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara

lain lingkungan kerja, riwayat penyakit, beban kerja, sifat pekerjaan, shift

kerja, faktor individu, dan faktor psikologis (Grundy et. al., 2009).

Dalam aspek-aspek penentu kepuasan kerja karyawan, jam kerja

merupakan bagian dari kondisi kerja yang menjadi salah satu indikator

dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan (Munandar, 2001). Monk

dan Folkard (dalam Kyla, 2008) mengkategorikan tiga jenis sistem shift

kerja, yaitu shift permanen, sistem rotasi cepat, dan sistem rotasi shift

lambat. Dalam hal sistem shift rotasi, pengertian shift kerja adalah kerja

yang dibagi secara bergilir dalam waktu 24 jam. Pekerja yang terlibat

dalam sistem shift rotasi akan berubah-ubah waktu kerjanya, pagi, sore dan

malam hari, sesuai dengan sistem kerja shift rotasi yang ditentukan.

Di Indonesia, sistem shift yang banyak digunakan adalah sistem

shift dengan pengaturan jam kerja secara bergilir mengikuti pola 5-5-5

yaitu lima hari shift pagi (08.00-16.00), lima hari shift sore (16.00-24.00)

dan lima hari shift malam (24.00-08.00) diikuti dengan dua hari libur pada

setiap akhir shift.

Sistem kerja shift rotasi ada yang bersifat lambat, ada yang bersifat

cepat. Dalam sistem kerja shift rotasi yang bersifat lambat, pertukaran shift

berlangsung setiap bulan atau setiap minggu, misalnya seminggu kerja

malam, seminggu kerja sore dan seminggu kerja pagi. Sedangkan dalam

sistem kerja shift rotasi yang cepat, pertukaran shift terjadi setiap satu, dua,

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

38

atau tiga hari. pada sistem shift rotasi terdapat aspek positif dan aspek

negatif. Aspek positifnya adalah memberikan lingkungan kerja yang sepi

khusunya shift malam dan memberikan waktu libur yang banyak.

Sedangkan aspek negatifnya adalah penurunan kinerja, keselamatan kerja

dan masalah kesehatan. Kinerja menurun selama kerja shift malam yang

diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja

dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh

terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan

pemantauan (Scott & LaDou, dalam Adnan, 2002).

Tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan sistem kerja

shift. Kerja shift membutuhkan banyak sekali penyesuaian waktu, seperti

waktu tidur, waktu makan dan waktu berkumpul bersama keluarga. Secara

umum, semua fungsi tubuh berada dalam keadaan siap digunakan pada

siang hari. Sedangkan pada malam hari adalah waktu untuk istirahat dan

pemulihan sumber daya (energi). Seorang karyawan yang merasakan

ketidakpuasan terhadap pekerjaanya sebagian besar ketika dihadapkan

pada jadwal shift malam. Rasa kantuk yang sering dialami dirinya dan

rekan kelompoknya dapat membuat tingkat konsentrasi menurun dan

kurang fokus dalam melakukan pekerjaannya. Menurunnya konsentrasi

dan kurang fokusnya pada diri individu seringkali membuat individu tidak

teliti dalam melakukan pekerjaanya yang mengakibatkan tingkat kesalahan

atau kelalaian semakin besar. Sehingga hasil dari pekerjaan yang mereka

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

39

lakukan tidak memberikan kepuasan pada diri mereka terhadap

pekerjaannya (Adnan, 2002).

3. Aspek aspek shift kerja

Menurut Tayyari dan Smith, (1997) aspek – aspek yang

dipengaruhi adanya shift kerja, yaitu:

a. Aspek Fisiologis

Masalah utama dari sisi faal tubuh terhadap penggunaan shift kerja

adalah circardian rhythm individu yang sulit dirubah. Circadian rhythm,

yaitu proses-proses yang saling berhubungan yang dialami tubuh untuk

menyesuaikan dengan perubahan waktu selama 24 jam (Tayyari &

Smith, 1997). Temperatur tubuh mempunyai pola normal seperti pola

sinusoidal, maksimum sekitar pukul 4 sore dan minimun pada sekitar

pukul 4 pagi. Pola yang sama juga diikuti oleh mekanisme internal tubuh

yang lain, seperti jantung, pernapasan, hormon, pencernaan, dsb.

Seseorang yang berganti shift membutuhkan waktu penyesuaian agar

pola sinusoidal berubah mengikuti irama kerja yang bersangkutan. Hal

ini bisa jadi membutuhkan waktu tidak cukup seminggu. Namun pola

tersebut tidak berubah total, sehingga tetap tidak mungkin melakukan

adaptasi 100%.

Circadian rhythms menjadi dasar fisiologis dan psikologis pada

siklus tidur dan bangun harian. Fungsi dan tahapan fisiologis dan

psikologis memiliki suatu circadian rhythms yang tertentu selama 24 jam

sehari, sehingga circadian rhythms seseorang akan terganggu jika terjadi

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

40

perubahan jadwal kegiatan seperti perubahan shift kerja. Dengan

terganggunya circadian rhythms pada tubuh pekerja akan terjadi dampak

fisiologis pada pekerja seperti gangguan gastrointestinal, gangguan pola

tidur dan gangguan kesehatan lain. Circadian rhythms berhubungan

dengan suhu tubuh, tingkat metabolisme, detak jantung, tekanan darah,

dan komposisi kimia tertentu pada tubuh. Circadian rhythms dipengaruhi

oleh faktor lingkungan seperti terang, gelap, dan suhu lingkungan.

Pekerja shift memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit

kardiovaskular dibandingkan dengan pekerja tanpa shift. Studi di

Denmark melaporkan adanya peningkatan risiko kanker payudara pada

perempuan usia 30-54 tahun yang bekerja di malam hari seperti

pramugari, perawat, penyiar dan operator telepon. Theorell dan Åkerstedt

menunjukkan bahwa serum konsentrasi kalium, asam urat, gula darah,

kolesterol dan kadar lemak total meningkat selama bekerja malam hari.

Koller dkk di Austria menemukan prevalensi penyakit metabolik 3,5%

pada pekerja shift, dan 1,5% pada pekerja non shift. Prevalensi diabetes

(kencing manis) ditemukan meningkat dengan meningkatkan paparan

shift kerja. (http://www.dokterku-online.com/index.php/article/50-

dampak-bagi-pekerja-shift-gilir).

b. Aspek Psikologis

Stress akibat shift kerja akan menyebabkan kelelahan (fatique)

yang dapat menyebabkan gangguan psikis pada pekerja, seperti

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

41

ketidakpuasan dan iritasi. Tingkat kecelakaan dapat meningkat dengan

meningkatnya stres, fatique, dan ketidakpuasan akibat shift kerja ini.

Dari beberapa penelitian, menemukan bahwa faktor manusia

menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan

kerja yaitu antara 80-85%. Salah satu penyebabnya adalah kelelahan dan

kejenuhan akibat gangguan tidur yang dipengaruhi oleh kekurangan

waktu tidur dan ganguan irama sirkadian akibat shift kerja (Wicken, et al,

2004

dalamhttp://kesehatan.infogue.com/lifestyle_risiko_kerja_malam_hari).

c. Aspek Kinerja

Dari beberapa penelitian baik di Amerika maupun Eropa, shift

kerja memiliki pengaruh pada kinerja pekerja (Tayyari &Smith, 1997).

Kinerja pekerja, termasuk tingkat kesalahan, ketelitian dan tingkat

kecelakaan, lebih baik pada waktu siang hari dari pada malam hari,

sehingga dalam menentukan shift kerja harus diperhatikan kombinasi

dari tipe pekerjaan, sistem shift dan tipe pekerja.

Penelitian lain menyatakan bahwa tambahan durasi shift (extended-

duration shift), yang didefinisikan bekerja lebih dari 24 jam terus

menerus, akan meningkatkan tingkat kesalahan. Lima kali tambahan

durasi shift per bulan akan meningkatkan kelelahan sampai 300% dan

berakibat fatal. (http://ergonomi-fit.blogspot.com/2011/11/kelelahan-

kerja.html).

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

42

d. Domestik dan sosial

Shift kerja akan berpengaruh negative terhadap hubungan keluarga

seperti tingkat berkumpulnya anggota keluarga dan sering berakibat pada

konflik keluarga. Secara sosial, shift kerja juga akan mempengaruhi

sosialisasi pekerja karena interaksinya terhadap lingkungan menjadi

terganggu. Karena Aktivitas keluarga dan sosial biasanya dilakukan pada

sore hari atau pada akhir pecan, karyawan yang bekerja shift malam

biasanya akan kehilangan waktu-waktu ini.

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

43

E. Kerangka Teori Penelitian

FF

Gambar 2.1 kerangka teori penelitian

Sumber: Modifikasi teori Greenberg (2002), (Grundy et. al., 2009),

Maslach (1993), Lee & Ashforth (1996).

Faktor yang bersumber

pada pekerjaan

a. Sumber intrinsik pada

pekerjaan

b. Peran di dalam organisasi

c. Perkembangan karir

d. Hubungan relasi di tempat

kerja

e. Struktur organisasi dan

iklim kerja

Faktor yang bersumber

pada karakteristik individu

a. Tingkat kecemasan

b. Tingkat neurotisme

individu

c. Toleransi terhadap hal yang

ambigu/ ketidakjelasan

d. Pola tingkah laku tipe A

Faktor yang bersumber di

luar organisasi

a. Masalah- masalah dalam

keluarga

b. Peristiwa krisis dalam

kehidupan

c. Kesulitan secara financial

(Greenberg, 2002)

Tingkat stress

Perawat

Lingkungan Kerja

Riwayat penyakit

Beban kerja

Sifat Pekerjaan

Shift kerja

Kejenuhan kerja :

a. Depersonalisasi

b. Keletihan emosional

c. Penurunan prestasi pribadi

( Maslach, 1993)

Faktor individu

Faktor psikologis

Faktor eksternal:

a. Tekanan

pekerjaan

b. Dukungan

( Lee& Ashforth,

1996)

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013

44

F. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Konsep penelitian

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto, 2002). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ada hubungan tingkat kejenuhan kerja shift malam dengan tingkat

stress perawat di ruang perawatan intensif RSUD Banyumas Kabupaten

Banyumas.

Tingkat kejenuhan kerja shift

malam:

a. Depersonalisasi

b. Keletihan emosional

c. Penurunan prestasi pribadi

Tingkat Stress

Hubungan Tingkat Kejenuhan..., Puji Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan S1 UMP, 2013