bab ii tinjauan pustaka a. administrasi publik 1 ...repository.ub.ac.id/3904/3/bab ii.pdf · 3....
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Administrasi Publik
1. Pengertian Administrasi Publik
Administrasi Menurut Leonard D. White (1958) Administrasi adalah proses yang
umum di semua upaya kelompok di kedua perusahaan publik atau swasta.
Menurut Wiliaw H. Newman (1963) Administrasi adalah kepemimpinan dan
pengawasan kelompok usaha individu untuk mencapai tujuan bersama.
Pengertian-pengertian yang telah disampaikan diatas dapat disimpulkan
bahwa administrasi adalah ketika terdapat dua orang atau lebih melakukan suatu
kerjasama untuk menghasilkan suatu hasil dan manfaat yan berguna.
Istilah publik berasal dari bahasa inggris “public” yang berarti umum,
masyarakat atau Negara. Menurut Syafiie (1999:18) arti dari publik itu sendiri
adalah sejumlah manusia yan memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan,
sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang
mereka miliki.
Pada intinya, menurut Rosenbloom (2012:8) mengartikan administrasi
publik adalah pemanfaatan teori-teori dan proses-proses manajemen, politik dan
hukum untuk memenuhi keinginan pemerintah di bidang legislatif, dalam rangka
fungsi pengaturan dan pelayanan masyarakat secara keseluruhan atau sebagian.
Sedangkan menurut Siagian (1996:8) administrasi publik adalah keseluruhan
10
kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintahan dari suatu negara
dalam usaha mencapai tujuan negara.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa administrasi
publik adalah kerjasama apapun antara dua orang atau lebih yan memiliki tujuan
bersama untuk menghasilkan sesuatu dimana hasilnya dapat berguna bagi
seseorang ataupun kelompok.
Gambar 2. Sistem Administrasi Publik
Sumber: Zauhar 1996:38
Dari Gambar 1 jelas bahwa daya guna dan hasil guna Administrasi Publik dapat
dicapai melalui suatu proses dengan melibatkan 5 komponen utama, yaitu:
a. Environment (lingkungan) yang merangsang dan menerima kerja
administrator, baik yang bersifat fisik maupun sosial;
b. Inputs (Masukan) yang membawa rangsangan dari lingkungan kepada
administrator;
INPUT DARI LINGKUNGAN MENCAKUP : -Tuntutan -Sumber kekayaan -Dukungan, Oposisi dan Masa Bodoh dari rakyat dan pejabat
PROSES KONVERSI (INPUT DARI DALAM) MENCAKUP:
-Struktur -Prosedur -Pengalaman dan kecenderungan Administrator
OUTPUT KEPADA LINGKUNGAN: Mencakup barang dan jasa yang diberikan kepada masyarakat dan pejabat
FEEDBACK Mewakili pengaruh output kepada lingkungan sedemikian rupa hingga menjadi input pada masa mendatang
11
c. Through puts (Konversi) yang mentransformasikan atau mengolah
masukan menjadi keluaran (hasil)
d. Outputs (Keluaran) yang berwujud barang dan jasa yang merupakan hasil
kerja administrator; dan
e. Feedback (Umpan Balik) yang mentransformasikan keluaran ke dalam
proses konversi melalui masukan. Dengan kata lain feedback ini menjadi
masukan bagi proses konversi selanjutnya.
2. Peranan Administrasi Publik
Administrasi publik adalah kerjasama kelompok dalam pemerintahan.
Menurut Nigro dan Lloyd (1999:25) administrasi publik meliputi ketiga caban
pemerintahan: eksekutif, leislatif dan yudikatif serta serta hubunan diantara
mereka. Administrasi publik mempunyai peranan penting dalam perumusan
kebijaksanaan pemerintah, dan karenanya merupakan sebagian dari proses politik.
Administrasi publik sanat erat berkaitan dengan berbagai macam kelompok
swasta dan perorangan dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat.
Menurut Widjaja (2005:4), “peranan administrasi publik tidak cukup
hanya dalam konsep dan teori semata, tetapi benar-benar dapat mewujudkan suatu
disiplin ilmu (ilmu administrasi) yan mampu memecahkan masalah yan semakin
kompleks dan rumit, khususnya dalam penyelengaraan otonomi daerah”. Secara
ekonomi, peranan administrasi publik adalah menjamin adanya kemampuan
ekonomi nasional untuk menhadapi dan mengatasi persaingan global. Pada
intinya, administrasi memiliki peranan penting dalam pengambilan sebuah
keputusan dan kebijakan didalam menentukan strategi pengelolaan pemerintah
12
dalam penyelengaraan ekonomi daerah. Adanya berbagai macam permasalahan
yang muncul, menandakan perlu adanya evaluasi secara mendalam agar
pelaksanaan ekonomi daerah dapat berjalan dengan baik dan sesuai denan tujuan.
3. Kegiatan Administrasi Publik
Dalam rangka proses administrasi yang diartikan sebagai pemerintahan
dan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka, administrasi mempunyai
kegiatan dimana kegiatan tersebut berjutuan untuk melayani dan melayani dan
meyelesaikan permasalahn publik seperti yang diungkapkan oleh para ahli sebagai
berikut:
Warsito dalam Thoha (2008:52-53) mengemukakan pendapatnya dalam
perkembangan konsep Ilmu Administrasi Negara maka telah terjadi pergeseran
titik tekan dari Administration of Publicyang mana negara sebagai agen tunggal
atau satu-satunya implementasi fungsi negara/pemerintahan, Administration of
Public yang menekankan fungsi negara/pemerintahan yang bertugas dalam public
service, ke Administration by Public yang berorientasi bahwa public demand are
differentiated, dalam arti fungsi negara/pemerintah hanyalah sebagai fasilitator,
katalisator yang bertitik tekan pada putting the customers in the driver seat, yang
mana determinasi negara/pemerintah tidak lagi merupakan faktor atau aktor utama
atau sebagai driving forces. Dalam hal ini sesungguhnya juga telah terjadi
perubahan makna publik sebagai Negara, menjadi publik sebagai Masyarakat.
Bukan lagi terlalu berorientasi kepada aktivitas oleh negara, tetapi oleh, untuk dan
kepada mayarakat. Approach atau pendekatan tidak lagi kepada negara tetapi
lebih kepada masyarakat atau customer’s oriented atau customer’s approach. Dan
13
hal ini juga sesuai dengan tuntutan perubahan dari government yang lebih
menitikberatkan kepala “otoritas” menjadi governance yang menitikberatkan
kepada “kompatibilitas” diantara para aktornya, yaitu State (Pemerintah), Private
(Sektor swasta), dan Civil Society (Masyarakat madani)
Keban (2004:5) berangapan bahwa apa yang dikeerjakan di dalam dunia
administrasi publik adalah berkenaan denan jumlah dan jenis yan sanat banyak
dan variatif, baik menyankut pemberian pelayanan di berbagai kehidupan (public
service), maupun yang berkenaan dengan mengejar ketertinggalan lewat program-
program pembangunan. Kegiatan adminstrasi publik sebagai pemberi pelayanan
yang dimaksud terkait dengan pemberian kehidupan yang nyaman bagi warga
negaranya demi kesejahteraan dan kemakmuran masyrakat serta generasi
kedepannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwasanya kegiatan administrasi merupakan
penyelenggaraan tentang pemerintahan yang memiliki lebih dari satu tugas demi
masyarakatnya, namun juga dapat di definisikan bahwasanya kegiatan
administrasi dalam pemerintahan adalah kegiatan yang lengkap atau kompleks
dan bertujuan untuk memberikan kenyamanan, melayani masyarakat dan
mengutamakan kepentingan masyarakatnya dalam suatu penyelenggaraan
pemerintahan dan mengacu pada pembentukan kebijakan dan juga tidak lepas dari
proses politik.
14
B. Pelayanan Publik
1. Konsep Pelayanan Publik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan pelayanan sebagai
perihal cara melayani, servise/jasa, cara atau hasil pekerjaan melayani.Sedangkan
melayani adalah menyuguhi (orang)dengan makanan dan minuman, menyediakan
keperluan orang, menerima atau menggunakan.Pada dasarnya pelayanan dapat
didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok orang dan/atau organisasi
baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan. Setiap
manusia pada dasarnya membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat
dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.
Pelayanan merupakan suatu pemecahan permasalahan antara manusia sebagai
konsumen dan perusahaan sebagai penyelenggara pelayanan.Budiman Ruslidalam
Sinambella(2006:3) berpendapat bahwa selama hidupnya manusia selalu
membutuhkan pelayanan, pelayanan menurutnya sesuai dengan life cycle theory
of leadership(LCTL) bahwa padaawal kehidupan manusia pelayanan secara fisik
sangat tinggi, tetapi seiring dengan usia manusia pelayanan yang dibutuhkan akan
semakin menurun. Pelayanan adalah cara melayani , membantu, menyiapkan, dan
mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan sesorang atau sekelompok orang,
artinya obyek yang dilayani adalah individu, pribadi, kelompok organisasi
(Sianipar,1998), sedangkan publik dapat diartikan sebagai masyarakat atau rakyat
(Ahmad Ainur Rohman, 2010:25).
15
2. Definisi Pelayanan Publik
Undang –Undang No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik
mendefinisikan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-
undangan.
Pada hakekatnya, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima
kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara
sebagai abdi masyarakat.Kurniawan dalam Sinambella (2006:5) menyebutkan
Pelayanan publik diartikan, pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi sesuai dengan aturan
pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.Pelayanan publik adalah suatu bentuk
pelayanan ataupemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas-
fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik
dalam hal ini adalah suatu pemerintah. Lewis dan Gilman mendefinisikan
pelayanan publik sebagai kepercayaan publik.
Warga Negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan
kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat
16
dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat
dipertanggungjawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika
pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk
mewujudkan pemerintah yang baik. Pelayanan publik (public service) adalah
suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan
fasilitas –fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh
organisasi publik dalam hal ini suatu pemerintahan. Dalam pemerintahan pihak
yang memberikan pelayanan adalah aparatur pemerintahan beserta segenap
kelengkapan kelembagaannya (Ahmad Ainur Rohman,2010:3). Menurut Pandji
Santosa (2008:57) pelayanan publik adalah pemberian jasa, baik oleh pemerintah,
pihak swasta atas nama pemerintah, ataupun pihak swasta kepada masyarakat,
dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan
masyarakat.
Pelayanan publik dimaknai sebagai usaha pemenuhan hak-hak dasar
masyarakat dan merupakan kewajiban pemerintah untuk melakukan pemenuhan
hak-hak tersebut. Pelayanan publik merupakan bentuk kegiatan pelayanan yang
diselenggarakan oleh pemerintah baik dalam bentuk jasa maupun barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan dalam rangka pelaksanaan undang-
undang.Di Indonesia berbagai konsep pelayanan publik pernah dikenalkan.
Misalnya dalam SK Menpan No. 81/1993 yang cukup terkenal itu dijelaskan
mengenai :
17
1.Pola pelayanan fungsional, yaitu pola pelayanan yang diberikan oleh
suatu instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi, dan
wewenangnya.
2.Pola pelayanan satu pintu, yaitu pola pelayanan yang diberikan oleh
secara tunggal oleh suatu instansi pemerintah terkerait lainnya.
3.Pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan yang dilakukan secara
terpadu pada suatu tempat/lokasi oleh beberapa instansi pemerintah
sesuai dengan kewenangan masing-masing.
4.Pola pelayanan secara terpusat, yaitu pola pelayanan publik yang oleh
suatu instansi pemerintah lainnya yang terkait bidang pelayanan publik.
Atau juga disebut “pelayanan prima”.
Kualitas pelayanan publik yang baik menjamin keberhasilan pelayanan
tersebut, sebaiknya kualitas yang rendah kurang menjamin keberhasilan
pelayanan publik tersebut. Keadaan ini menyebabkan setiap negara berusaha
meningkatkan kualitas pelayanan publiknya.
3. Jenis-Jenis Pelayanan Publik
Bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan
dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu :
a.Pelayanan administratif
Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa pencatatan,
penelitian, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan
menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, rekomendasi,
keterangan, dan lain-lain. Contoh pelayanan ini, antara lain : Sertifikat tanah,
18
IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, akte kelahiran, akte kematian),
dan lain sebagainya.
b.Pelayanan barang
Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan
dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi termasuk
penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit/individu) dalam suatu
sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir
berwujud benda atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara
langsung bagi penggunanya. Contoh pelayanan ini, antara lain : Listrik, pelayanan
air bersih, pelayanan telepon, dan lain sebagianya.
c.Pelayanan jasa
Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana
serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasian
tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi
penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu
tertentu.Contoh pelayanan ini, antara lain : Pelayanan angkutan darat/air/udara,
pelayanan kesehatan, perbankan, pos, dan lain sebagainya.Ketiga jenis pelayanan
tersebut, orientasinya adalah pelanggan atau masyarakat (publik). Artinya, kinerja
pelayanan publik instansi pemerintah harus berorientasikan publik sehingga dapat
mengubah paradigma aparatur dari “dilayani” menjadi “melayani. Selain itu pula,
beberapa jenis pelayanan publik yang lainnya seperti (Badu Ahmad, 2013 : 30-
31):
19
a. Pelayanan pemerintah, adalah jenis pelayanan masyarakat yang terkait
tugas-tugas umum pemerintah seperti pelayanan KTP, SIM, pajak, dan
keimigrasian
b. Pelayanan pembangunan, yaitu suatu jenis pelayanan masyarakat yang
terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan
fasilitasi kepada masyarakat dalam melakukan aktifitasnya sebagai warga
Negara.
c. Pelayanan utilitas, yaitu jenis pelayanan yang terkait utilitas bagi
masyarakat.
d. Pelayanan sandang, pangan, dan papan, merupakan jenis pelayanan yang
menyediakan bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan
perumahan
e. Pelayanan kemasyarakatan, yaitu jenis pelayanan masyarakat yang dilihat
dari sifat dan kepentingannya lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan
social kemasyarakatan.
4. Unsur-Unsur Pelayanan Publik
Menurut Barata (2004:11) terdapat empat unsur penting dalam proses
pelayanan publik, yaitu :
a. Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan
tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan
dan penyerahan barang (goods) atau jasa-jasa (services).
20
b. Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen
(costomer) atau customer yang menerima berbagai layanan dari penyedia
layanan.
c. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan
kepada pihak yang membutuhkan layanan.
d. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan harus
mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini
sangat penting dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para
pelanggan itu biasanya sangat berkaitan erat dengan standar kualitas
barang dan atau jasa yang mereka nikmati.
5. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik
Menurut UU no.25 tahun 2009 pasal 4 bahwa Penyelenggaraan pelayanan
publik berasaskan :
a.kepentingan umum
b.kepastian hukum;
c.kesamaan hak;
d.keseimbangan hak dan kewajiban;
e.keprofesionalan;
f.partisipatif;
g.persarnaan perlakuan/ tidak diskriminatif;
h.keterbukaan;
i.akuntabilitas;
j.fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok
21
k.rentan;
l.ketepatan waktu; dan
m.kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan
(Ratminto dan Winarsih, 2006:245) mengemukakan bahwa terdapat
beberapa asas dalam penyelenggaraan pelayanan pemerintahan dan perizinan
yang harus diperhatikan, yaitu :
1.Empati dengan customers
Pegawai yang melayani urusan perizinan dari instansi penyelenggara jasa
perizinan harus dapat berempati dengan masyarakat pengguna jasa
pelayanan.
2.Pembatasan prosedur
Prosedur harus dirancang sependek mungkin, dengan demikian konsep one
stop shop benar-benar diterapkan.
3.Kejelasan tatacara pelayanan
Tatacara pelayanan harus didesain sesederhana mungkin dan
dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan.
4.Minimalisasi persyaratan pelayanan
Persyaratan dalam mengurus pelayanan harus dibatasi sesedikit mungkin
dan sebanyak yang benar-benar diperlukan.
5.Kejelasan kewenangan
Kewenangan pegawai yang melayani masyarakat pengguna jasa pelayanan
harus dirumuskan sejelas mungkin dengan membuat bagan tugas dan
distribusi kewenangan.
22
6.Transparansi biaya
Biaya pelayanan harus ditetapkan seminimal mungkin dan setransparan
mungkin.
7.Kepastian jadwal dan durasi pelayanan
Jadwal dan durasi pelayanan juga harus pasti, sehingga masyarakat
memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.
8.Minimalisasi formulir
Formulir-formulir harus dirancang secara efisien, sehingga akan dihasilkan
formulir komposit (satu formulir yang dapat dipakai untuk berbagai
keperluan).
9.Maksimalisasi masa berlakunya izin
Untuk menghindarkan terlalu seringnya masyarakat mengurus izin, maka
masa berlakunya izin harus ditetapkan selama mungkin.
10.Kejelasan hak dan kewajiban providers dan curtomers
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik bagi providers maupun bagi
customers harus dirumuskan secara jelas, dan dilengkapi dengan sanksi
serta ketentuan ganti rugi.
11.Efektivitas penanganan keluhan
Pelayanan yang baik sedapat mungkin harus menghindarkan terjadinya
keluhan. Akan tetapi jika muncul keluhan, maka harus dirancang suatu
mekanisme yangdapat memastikan bahwa keluhan tersebut akan ditangani
secara efektif sehingga permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan
dengan baik.
23
Penyelenggaraan pelayanan publik juga harus memenuhi beberapa prinsip
pelayanan sebagaimana yang disebutkan dalam Kepmenpan No. 63 Tahun 2003
yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi
beberapa prinsip sebagai berikut :
a.Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
mudah dilaksanakan.
b.Kejelasan
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal :
1.Persyaratan teknis dan aministratif pelayanan publik.
2.Unit kerja / pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/
sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.
3.Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
4.Kepastian waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
c.Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
d.Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum.
e.Tanggung jawab
24
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
f.Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi
telekomunikasi dan informatika (telematika).
g.Kemudahan akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi
telekomunikasi dan informatika.
h.Kedisplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta
memberikan pelayanan dengan ikhlas.
i.Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu
yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta
dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet,
tempat ibadah dan lain-lain.
6. Kualitas Pelayanan Publik
Kualitas pelayanan menurut Evans and Lindsay (2005) adalah suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas pelayanan juga
25
diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan atau kebutuhan pelanggan, dimana
pelayanan berkualitas apabila dapat menyediakan produk dan jasa sesuai dengan
kebutuhan dan harapan pelanggan.Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada
dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut
kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:
a. Transparansi , yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pemberi dan penerima layanan dengan tetap berpegang pada prinsip
efisiensi dan efektivitas.
d. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan memperhatikan aspirasi
kebutuhan, dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminatif dilihat
dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial,
dan lain-lain.
f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang
mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima
layanan.(Sinambella, 2008:6). Kualitas layanan adalah penawaran nilai
tambah yang menyediakan rasa kepuasan yang lebih sehingga membuat
26
customer ingin kembali untuk merasakan kepuasan lebih. Kualitas
menurut Tjiptono dalam Pasolong (2008) adalah suatu kondisi dimana
terdapat atau terjadi hal-hal sebagai berikut :
a. Kesesuaian dengan persyaratan/tututan.
b. Kecocokan pemakaian.
c. Perbaikan atau penyempurnaan keberlanjutan
d. Bebas dari kerusakan
e. Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat.
f. Melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal
g. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Menurut zeithaml dan Bitner, kualitas pelayanan (jasa) adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan.Dalam upaya meningkatkan kualitas
pelayanan, Mustofadidjaja dalam Badu Achmad (2013:53) mengemukakan
beberapa prinsip dalam penyediaan pelayanan pada sektor publik :
a. Menetapkan standar pelayanan, artinya standar tidak hanya menyangkut
standar atas produk pelayanan, tetapi juga standar prosedur pelayanan
dalam kaitan dengan pemberian pelayanan berkualitas.
b. Terbuka terhadap kritik dan saran maupun keluhan, dan menyediakan
seluruh infomasi yang diperlukan dalam pelayanan.
c. Memperlakukan seluruh masyarakat seagai pelanggan secara adil.
d. Mempermudah akses terhadap seluruh pelanggan.
27
e. Membenakan sesuatu hal dalam proses pelayanan ketika hal tersebut
menyimpang.
f. Menggunakan semua sumber yang digunakan untuk melayani masyarakat
pelanggan secara efektif dan efisien.
g. Selalu mencari pembaharuan dan mengupayakan peningkatan kualitas
pelayanan.
Sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas kepuasan pelanggan
(jasa) yang di kembangkan pertama kali pada tahun 1985 oleh Zeithaml, Berry
dan Parasuramanmeliputi 10 dimensi, yaitu :
a. Tangibles : keberadaan fisik pemberi pelayanan, meliputi tempat parkir,
fasilitas gedung, tata letak dan tampilan barang, kenyamanan fasilitas fisik,
peralatan dan perlengkapan modern.
b. Reliability : mencakup 2 hal pokok,yaitu konsistensi kerja (performance)
dan kemampuan untuk dipercaya (dependability).Hal ini berarti
perusahaan memberikan pelayanan (jasa) nya secara tepat sejak saat
pertama (right in the firts time). Selain itu juga berarti bahwa perusahaan
yang bersangkutan memenuhi janjinya.
c. Responsiveness : pelayanan yang baik harus disertai dengan tingkat
keikutsertaan /keterlibatan dan daya adaptasi yang tinggi, yaitu membantu
dengan segera memecahkan masalah.
d. Competence : pelayanan yang baik harus di dasarkan kepada
kecakapan/keterampilan yang tinggi.
28
e. Access : meliputi memberikan/menyediakan keinginan pelanggan dan
pelayanan yang mudah dihubungi.
f. Courtesy : pelayananyang baik harus disertai dengan sikap keramahan,
kesopanan kepada pihak yang dilayani.
g. Communication : pelayanan yang baik harus didasarkan kepada
kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pihak yang di layani.
h. Credibility : pelayanan yang baik harus dapat memberikan rasa
kepercayaan yang tinggi kepada pihak yang di layani.
i. Security : pelayanan yang baik harus memberikan rasa aman kepada pihak
yang di layani dan membebaskan dari segala resiko atau keragu-raguan
pelanggan.
j. Understanding The Customer : pelayanan yang baik harus didasarkan
kepada kemampuan menanggapi atau rasa pengertian kepada keinginan
pihak yang dilayani.
Dalam memenuhi kualitas pelayanan atau pelayanan yang berkualitas
terdapat standar pelayanan yang harus ditetapkan. Standar pelayanan adalahtolok
ukur yang dipergunakansebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan
penelitian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada
masyarakat dalam rangka pelayananan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau,dan terukur. Dalam setiap penyelenggaraan pelayanan harus
didasarkan pada standar pelayanan sebagai ukuran yang dibakukan dan wajib
ditaati oleh penyelenggara pelayanan maupun penerima pelayanan.Pedoman
penyusunan standar pelayanan publik didasarkan pada peraturan Menpan Nomor
29
20 tahun 2006. Komponen standar pelayanan publik menurut peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 20 tahun 2006 sekurang-
kurangnya meliputi :
a. Jenis pelayanan, yaitu: pelayanan-pelayanan yang dihasilkan oleh unit
penyelenggara pelayanan
b. Dasar hukum pelayanan, yaitu: peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan
c. Persyaratan pelayanan, yaitu: syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
pengurusan sesuatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun
administratif
d. Prosedur pelayanan, yaitu: tata cara pelayanan yang dibakukan bagi
pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan
e. Waktu penyelesaian pelayanan, Yaitu: jangka waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan
f. Biaya pelayanan, yaitu: besaran biaya/tarif pelayanan yang harus
dibayarkan oleh penerima pelayanan
g. Produk pelayanan, yaitu: hasil pelayanan yang akan diterima sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan
h. Sarana dan prasarana, yaitu: fasilitas yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pelayanan termasuk fasilitas pelayanan bagi penyandang
cacat
i. Mekanisme penanganan pengaduan, Yaitu: tata cara pelaksanaan
penanganan pengaduan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
30
C. Proses Fasilitasi
1. Pengertian Proses
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), proses merupakan suatu
runtutan perubahan atau peristiwa dalam perkembangan sesuatu. Dalam suatu
proses dapat dikenali oleh perubahan yang dibuat pada sifat-sifat dari satu atau
lebih objek di bawah proses itu sendiri. Setiap proses yang telah berjalan selalu
menghasilkan sesuatu, hasil yang diciptakan tersebut bisa berupa hasil yang
memang diinginkan atau hasil yang tidak diinginkan.
2. Pengertian Fasilitasi
Fasilitasidapat diartikan sebagai kelancaran atau peningkatan kualitas
kerja karena disaksikan anggota kelompok yang lain. Kelompokmempengaruhi
pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. (Robert Zajonz: 2004:12) menjelaskan
bahwa kehadiran orang lain dianggap menimbulkan efek pembangkit energi pada
perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya
didepan orang yang memotivasi kelompok. Energi yang meningkat akan
mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon
dominan adalah perilaku yang harus guru kuasai. Bila respon yang dominan itu
adalah yang respon yang positif, akan terjadi peningkatan prestasi. Bila respon
dominan itu adalah yang negatif, maka akan terjadi penurunan prestasi. Oleh
karena itu, peneliti melihat bahwa segala macam aktivitas kelompokdapat
mempertinggi kualitas individu.
Fasilitasi merupakan suatu kegiatan yang menjelaskan pemahaman,
tindakan, keputusan yang dilakukan seseorang dengan atau bersama orang lain
31
untuk mempermudah tugas merupakan proses. Fasilitasi berasal dari kata latin
“Fasilis” yang artinya “mempermudah”. Ada beberapa definisi yang tercantum di
dalam kamus diantaranya : “Membebaskan kesulitan dan hambatan, membuatnya
menjadi mudah, mengurangi pekerjaan, membantu”. Sehingga bila diadaptasi
dalam proses pemberdayaan, fasilitasi mengandung pengertian membantu dan
menguatkan seseorang atau kelompok agar dapat memecahkan masalah dan
memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai potensi yang dimilikinya. Pengertian ini
yang dirasa tepat untuk menggambarkan pemahaman fasilitasi.
Pola pendukungan dan bantuan dalam konteks pemberdayaan masyarakat
dikenal dengan istilah “pendampingan”. Secara harfiah pengertian ini merujuk
pada upaya memberikan kemudahan, kepada siapa saja untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya. Biasanya tindakan ini diikuti dengan pengadaan
personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak lain yang berperan memberikan
penerangan, bimbingan, terapi psikologis, dan penyadaran agar masyarakat yang
tidak tahu menjadi tahu dan sadar untuk berubah.
Dalam situasi kritis, peran pendampingan tidak hanya memberikan kemudahan
terhadap berbagai akses bantuan saja tetapi secara proaktif melakukan intervensi
langsung kepada masyarakat. Di sisi inilah fasilitator mencoba mengambil peran
sebagai perantara atau katarsis untuk mempercepat proses belajar dan peningkatan
kesejahteraan.
Dalam konteks pembangunan masyarakat (civil society) kegiatan fasilitasi
dilakukan oleh tenaga khusus yang bertugas :
32
a. Pertama, membina kelompok masyarakat yang terkena krisis sehingga
menjadi suatu kebersamaan tujuan dan kegiatan yang berorientasi pada
upaya perbaikan kehidupan.
b. Kedua, sebagai pemandu atau fasilitator, penghubung dan penggerak
(dinamisator) dalam pembentukan kelompok masyarakat dan
pembimbing pengembangan kegiatan kelompok. Dalam upaya
mewujudkan otonomi dan kemandirian masyarakat perlu bimbingan
atau pendampingan. Fasilitator biasanya identik dengan tugas
pendampingan tersebut.
3. Fasilitasi dan Pendampingan
Fasilitasi seringkali digunakan secara bersamaan dengan pendampingan
yang merujuk pada bentuk dukungan tenaga dan metodologi dalam berbagai
program pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Fasilitasi menjadi inti dari
kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh tenaga khusus untuk membantu
masyarkat dalam berbagai sektor pembangunan. Kegiatan pendampingan
dilakukan dalam upaya mendorong partisipasi dan kemandirian masyarakat.
Kegiatan pendampingan menjadi salah satu bagian dalam proses pemberdayaan
masyarakat. Dalam pendampingan dibutuhkan tenaga yang memiliki kemampuan
untuk mentransfer pengetahuan. Sikap dan perilaku tertentu kepada masyarakat.
Disamping itu, perlu dukungan dan sarana pengembangan diri dalam bentuk
latihan bagi para pendamping.Di Indonesia, kegiatan pendampingan dilakukan
melalui :
33
a. Pendampingan lokal yang terdiri dari tokoh masyarakat, kader PKK,
aparat desa, pemuda, Kader Pembangunan Desa (KPD) dan pihak lain
yang peduli terhadap masalah kemiskinan, seperti perguruan tinggi,
organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.
b. Pendamping teknis yang dipilih dari tenaga penyuluh departemen teknis,
diantaranya; Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian (Penyuluhan
Pertanian Lapangan atau PPL), dan penyuluhan pertanian spesialis atau
PPS, Departemen Sosial, Petugas Sosial Kecamatan atau PSK dan Karang
Taruna, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sarjana Penggerak
Pembangunan Pedesaan atau SP3) dan lainnya.
c. Pendamping khusus disediakan bagi masyarakat miskin di desa tertinggal
dengan pembinaan khusus. Pendamping ini diprogramkan malalui program
khusus seperti; Konsultan Pendamping untuk Proyek P3DT Swakelola
dengan koordinasi Bappenas, Bangda, dan PMD. Penanganan masalah
pengungsi, seperti pengadaan tenaga lapangan atau relawan untuk
penanganan konflik, bimbingan khusus pengungsi.
4. Prinsip-Prinsip Fasilitasi
a. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan dipahami sebagai upaya
membangun ikatan atau hubungan yang menekankan pada tiga aspek :
1) Pertama, partisipasi diarahkan pada fungsi. Kemandirian, termasuk sumber-
sumber, tenaga serta manajemen lokal.
34
2) Kedua, penekanan pada penyatuan masyarakat sebagai suatu kesatuan;
terlihat dari adanya pembentukan organisasi lokal termasuk di dalamnya
lembaga adat yang bertanggungjawab atas masalah sosial kemasyarakatan.
3) Ketiga, keyakinan umum mengenai situasi dan arah perubahan sosial serta
masalah-masalah yang ditimbulkannya. Aspek khusus dalam perubahan
sosial yang menjadi pemikiran pokok berbagai program pembangunan
masyarakat, yaitu adanya ketimpangan baik di dalam maupun di antara
komunitas tersebut.
. Pendampingan sosial tidak saja berkaitan dengan terpenuhinya kebutuhan
dasar. Pengembangan sumber daya manusia, atau penguatan kelembagaan tetapi
juga berkaitan dengan pengembangan kapasitas masyarakat untuk melepaskan diri
dari belenggu perbedaan rasial, ketidakseimbangan kelas dan gender, serta
menghapuskan penindasan mayoritas.
b. Berbasis Nilai dan Moral
Pendampingan tidak hanya dipandang sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar
hidup yang bersifat material seperti penyediaan lapangan kerja, pemenuhan
pangan, pendapatan, infrastruktur dan fasilitas sosial lainnya. Pendamping harus
dipandang sebagai upaya meningkatkan kapasitas intelektual, keterampilan dan
“sikap” atau nilai yang dijunjung tinggi. Pendampingan dilakukan melalui
pendekatan “manusiawi” dan beradab untuk mencapai tujuan pembangunan.
Artinya, dapat saja sekelompok orang telah terbangun dalam arti berada pada
standar hidup layak, tetapi dengan cara-cara yang “tak pantas” dilihat dari
35
perspektif peningkatan kapasitas masyarakat. Jadi jelas bahwa pemberdayaan
merupakan cara-cara yang beradab dalam membangun masyarakat.
c. Penguatan Jejaring Sosial
Dalam konteks pendampingan sosial, aspirasi dan partisipasi masyarakat dapat
diperkuat melalui interaksi dan komunikasi saling menguntungkan dalam bentuk
jejaring (nerworking). Peningkatan kapasitas suatu kelompok sulit berhasil jika
tidak melibatkan komunitas lain yang memiliki kepentingan dan hubungan yang
sama. Pengembangan jejaring perlu dilandasi pada pemahaman terhadap sistem
relasi antar pelaku berbasis komunitas dan lokalitas dengan asumsi bahwa pelaku
memiliki pemahaman yang sama tentang pengembangan jejaring. Dengan kata
lain, perlu dibangun pemahaman bersama antarpelaku seperti LSM, Perguruaan
Tinggi, Ormas, Bank, Lembaga Sosial, Pemerintah dan Lembaga Internasional
untuk membangun jejaring sosial.
Proses jejaring membutuhkan implementasi prinsip-prinsip kesetaraan, bersifat
informal, partisipatif, komitmen yang kuat, sinergisitas dan upaya membangun
kekuatan untuk membantu masyarakat memecahkan permasalahan dan
menemukan solusi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.Kegiatan usaha
produktif berbasis komunitas dan lokalitas diharapkan dapat melibatkan pelaku
atau lembaga lain, seperti organisasi pemerintah. Keberhasilan jejaring sebagai
media untuk perumusan kebijakan menjadi sangat penting tetapi ini semua
tergantung kepada komitmen semua pelaku dalam jejaring tersebut.
Peranan pemerintah lokal lebih bersifat sebagai fasilitator bukan hanya sebagai
donatur. Pemerintah lokal perlu mengalokasikan dana untuk masyarakat lapisan
36
bawah atau pengusaha kecil di kawasan ini. Dalam hal ini penguatan kelembagaan
merupakan hal penting dalam pemberdayaan masyarakat.
d. Pemerintah sebagai Fasilitator
Peran dan fungsi pemerintah dalam konsep pendampingan sosial berubah tidak
sekedar sebagai institusi pelayanan masyarakat tetapi dalam masyarakat yang
demokratis memiliki peran pokok sebagai fasilitator. Pemerintah tidak hanya
bertugas memberikan pelayanan umum saja tetapi lebih ditekankan pada upaya
mendorong kemampuan masyarakat untuk memutuskan dan bertindak didasarkan
pada pertimbangan lingkungan, kebutuhan dan tantangan ke depan. Fasilitator
tidak sekedar dituntut untuk menguasai teknik tertentu untuk memfasilitasi tetapi
juga harus mampu membangun kemampuan pelaku lainnya mengenai program
secara keseluruhan.
5. Peran dan Fungsi Fasilitator
ASTD (1998) mengemukakan empat fungsi utama pendamping atau fasilitator
kegiatan pemberdayaan masyarakat yaitu ; (a) nara sumber, (b) pelatih, (c)
mediator, dan (d) penggerak. Fasilitator sebagai nara sumber (resource person)
karena keahliannya berperan sebagai sumber informasi sekaligus mengelola,
menganalisis dan mendesiminasikan dalam berbagai cara atau pendekatan yang
dianggap efektif. Fasilitator sebagai pelatih (trainer) melakukan tugas
pembimbingan, konsultasi dan penyampaian materi untuk peningkatan kapasitas
dan perubahan perilaku pembelajar. Tugas fasilitator sebagai pelatih sangat
menonjol dalam setiap kegiatan training, lokakarya, seminar dan diskusi.
Penguasaan terhadap pola perubahan perilaku baik pengetahuan keterampilan dan
37
sikap menjadi penting untuk menentukan proses (metodologi) dan hasil dari suatu
pembelajaran. Peran mediator dilakukan ketika terjadi ketegangan dan konflik
antar kelompok yang berlawanan. Peran mediasi akan dilakukan oleh fasilitator
untuk menjembatani perbedaan dan mengoptimalisasikan berbagai sumber daya
yang mendukung terciptanya perdamaian. Oleh karena itu fasilitator dapat
diartikan sebagai ”penggerak” lebih berperan sebagai pihak yang memberikan
dorongan atau motivasi kerja kepada kelompok untuk berpartisipasi dalam
pembangunan. Secara khusus fungsi tersebut tergambar dalam aspek kegiatan
sebagai berikut :
a. Menggali potensi dan kebutuhan
Upaya pemberdayaan dilakukan melaui proses analisis awal terhadap situasi dan
kondisi masyarakat melalui observasi mendalam. Informasi yang dikumpulkan
mencerminkan kondisi nyata tentang jenis kebutuhan dan bentuk dukungan yang
diperlukan. Fasilitator akan banyak melibatkan berbagai elemen masyarakat
dalam menyusum rencana, menetapkan instrumen dan langkah-langkah
pengumpulan data. Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat secara mandiri
mengenal potensi dan kebutuhan nyata yang dihadapinya. Dalam proses ini,
sebaiknya fasilitataor melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, pimpinan agama,
organisasi kepemudaan, unit usaha dan lembaga terkait lainnya. Menggali potensi
baik sumber daya manusia dan sumber daya alam dapat dilakukan melalui
observasi langsung atau berdialog dengan masyarakat setempat serta pemanfaatan
data sekunder seperti demografi desa, statistik, status kesehatan dan rencana tata
ruang.
38
b. Memecahkan Masalah
Fasilitasi dilakukan untuk memberikan kemudahan belajar kepada masyarakat
untuk meningkatkan kapasitas berfikir ilmiah dan kemampuan mengantisipasi
perubahan. Fasilitator bukan sebagai penentu keputusan atas persoalan yang
dipilih, tetapi lebih pada upaya membantu secara sistematis proses belajar
masyarakat untuk menentukan sendiri kebutuhan dan memecahkan masalah yang
dihadapinya . Masyarakat diposisikan sebagai subjek sekaligus objek dari proses
penyelesaian masalah. Fasilitator berperan memberikan kesempatan yang luas
agar masyarakat secara mandiri menentukan keputusan. Hindari dominasi
fasilitator dalam mengambil solusi, melainkan sebagai penyeimbang dan pengarah
saja, agar solusi yang diambul efektif. Apabila dalam implementasi program
terjadi berbagai masalah, sebaiknya fasilitator selalu melibatkan masyarakat
melalui musyawarah serta koordinasi dengan pihak terkait. Posisikan diri sebagai
pihak yang mempermudah masyarakat menemukan sendiri jawabanya.
c. Memposisikan Peran dan Tindakan
Bagaimana memposisikan masyarakat agar mampu mengambil peran dan
tindakan sesuai dengan fungsi dan kedudukannya ? Pertanyaan ini sangat
mendasar, ketika suatu komunitas tidak mampu melindungi dirinya akibat
kelemahannya. Dalam situasi ini, fasilitator akan lebih dominan memimpin dan
berada di garis depan. Masyarakat membutuhkan instruksi, arahan, aturan dan
bimbingan secara langsung. Namun demikian, fasilitator tetap memberikan peran
yang cukup kepada masyarakat untuk menentukan keputusan penting dan pola
tindak yang diperlukan. Pada saat masyarakat mulai menunjukan peningkatan
39
kapasitas dan mampu mengelolanya, maka fasilitator akan mengambil posisi
sebagai mitra atau pendamping untuk mempermudah kerja masyarakat. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan kemudahan terhadap akses informasi,
melatih peran, pembagian tugas yang jelas dalam setiap kegiatan, menempatkan
orang sesuai dengan keahlian. Posisi ini akan berubah sesuai kebutuhan dan
kondisi masyarakat yang didampinginya.
d. Mengajak masyarakat untuk berfikir
Fasilitasi merupakan proses belajar masyarakat untuk menentukan pilihan dan
tindakan terukur terhadap perubahan yang dihadapinya. Landasan filosofis
fasilitasi adalah perubahan paradigma dan proses berfikir logis (logical
framework) dan terstruktur sebagai bentuk respon terhadap lingkungan. Oleh
karena itu, fasilitasi dilakukan untuk membantu individu, kelompok atau
organisasi agar menggunakan daya nalar dalam mencapai tujuan. Fasilitasi
merupakan suatu proses membangun masyarakat kritis dan rasional atau dengan
menggunakan tesis Paulo Freire bahwa pemberdayaan adalah strategi pembebasan
dari keterbelengguan. Masyarakat memahami berbagai fenomena hidup dengan
mengajak masyarkat untuk “berfikir”: menggunakan daya nalar dan kreativitas
untuk memecahkan masalah dan menyusun perencanaan ke depan. Mengajak
masyarakat berfikir tentang potensi, kebutuhan dan masalah yang dihadapinya
merupakan agenda penting dalam kegiatan fasilitasi. Ajaklah masyarakat untuk
melakukan pemetaan konsep, situasi dan kondisi secara kritis menggunakan
informasi dan sumber lain kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan atau
kegiatan nyata.
40
e. Memberikan kepercayaan
Kepercayaan merupakan salah satu kunci keberhasilan fasilitasi dan menjadi
indikator penting dalam proses pemberdayaan. Sebuah tatanan masyarakat madani
(civil society) dibangun diatas pilar transparansi, dimana masyarakat dengan
mudah mengakses dan memutuskan berbagai kebijakan menyangkut nasib
hidupnya. Tranparansi pelaku pembangunan dan distribusi kewenangan antar
pemerintah, legislatif, dan grassroot harus jelas dan terbuka.
Keterlibatan masyarakat dengan institusi yang ada dalam perencanaan,
melaksanakan sekaligus mengontrol berbagai keputusan yang telah dibuat
mencerminkan bentuk komunikasi dan interaksi stakeholders yang dibangun atas
dasar kepercayaan. Membangun kepercayaan kepada masyarakat tidak sebatas
sosialisasi strategi program saja, tetapi harus melibatkan peran aktif masyarakat
sebagai pelaku utama. Fasilitasi dilakukan untuk menempatkan masyarakat
sebagai pelaku sekaligus objek pembangunan. Fasilitator hendaknya memberikan
kepercayaan kepada masyarakat untuk mengambil peran dan melaksanakan
program sesuai dengan kemampuannya. Pada dasarnya bantuan merupakan
stimulan untuk merangsang pertumbuhan dan rasa percaya diri bahwa masyarakat
mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi.
f. Kemandirian dan Pengambilan Keputusan
Salah satu indikator keberhasilan dari kegiatan fasilitasi yaitu menumbuhkan
kemandirian (otonomi) dalam membimbing dan mengarahkan pada upaya
pencapaian tujuan. Kemandirian menjadi salah satu paradigma pembangunan
yang mengilhami upaya pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah Proses ini
41
perlu didukung oleh institusi lokal dan masyarakat sipil yang kuat, sehingga tidak
berakibat pada penyalahgunaan wewenang pemerintahan lokal tetapi lebih
meningkatkan keterlibatan institusi masyarakat dalam menentukan kebijakan di
daerahnya. Artinya masyarakat diberikan ruang cukup untuk menentukan pilihan
atas sejumlah alternatif dan menetapkan visi dirinya ke depan. Keputusan
sepenuhnya di tangan masyarakat sendiri sebagai perencana, pelaksana, pengawas
dan evaluator. Kemampuan masyarakat dalam mengambil keputusan harus terus
dikembangkan. Fasilitasi harus mampu mengurangi bentuk intervensi yang tidak
perlu yang dapat menghambat kemandirian masyarakat, sehingga masyarakat
benar-benar tahu dan ikut menentukan jenis kebijakan yang dianggap tepat
tentang dirinya sendiri.
g. Membangun Jaringan Kerja
Fasilitasi yang dilakukan oleh pendamping baik dikalangan pemerintah, LSM atau
institusi lain harus menyentuh aspek penguatan jaringan dari tingkat institusi
nasional hingga masyarakat. Penguatan jaringan sangat penting dalam
membangun kebersamaan, keberlanjutan dan kesiapan masyarakat mengantisipasi
perubahan. Jaringan yang dibangun harus mengacu pada optimalisasi program,
dimana keterlibatan organisasi masyarakat, LSM, pemerintah, dan institusi lain
berjalan secara sinergis. Berikan peran yang luas kepada masyarakat untuk dapat
menjalin hubungan kemitraan dengan pihak terkait. Tugas pengembangan
jaringan bukan saja menjadi tanggung jawab fasilitator melainkan masyarakat
sendiri. Jaringan yang dibangun oleh masyarakat sendiri akan lebih optimal dan
memiliki nilai strategis dalam proses pemberdayaan.
42
D. Pengadaan Barang/Jasa
1. Pengertian Pengadaan
Pengadaan menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70
Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pengadaan Barang atau Jasa
Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang dan Jasa adalah
kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian atau Lembaga
atau Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Institusi yang prosesnya dimulai dari
perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk
memperoleh Barang dan Jasa.
2. Prinsip Pengadaan
Prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa menurut Willem (2012: 11-12)
yaitu:
a. Efisien
Pengadaan barang dan jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana,
daya dan fasilitas yang sekecil-kecilnya untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dapat
dipertanggungjawabkan dalam rangka memberikan kontribusi yang
sebesar-besarnya bagi keuntungan negara.
b. Efektif
Sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan
manfaat yan sebesar-besarnya bagi keuntungan negara.
c. Kompetitif
43
Dilakukan melalui seleksi dan persaingan yang sehat diantara penyedia
barang dan jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu
berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas serta transparan.
d. Semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang dan jasa,
termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil
evaluasi, penetapan calon penyedia barang atau jasa, sifatnya terbuka bagi
peserta penyedia barang atau jasa yang berminat serta bagi masyarakat
luas pada umumnya.
e. Adil
Tidak diskriminatif dalam memberikan perlakuan yang sama bagi semua
calon penyedia barang dan jasa dan tidak mengarah untuk memberi
keuntunan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun.
f. Bertanggungjawab
Mencapai sasaran baik fisik, keuanan maupun manfaat bagi kelancaran
pelaksanaan prinsip-prinsip dan kebijakan serta ketentuan yan berlaku
dalam pengelolaan rantai suplai.
g. Berpihak kepada produk dalam negeri
Menudukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk
lebih mampu bersaing ditingkat regional, nasional dan internasional.
h. Berwawasan lingkungan
Mendukung dan mengembangkan kegiatan dengan memperhatikan
kemampuan dan dampak lingkungan.
44
3. Etika Pengadaan
Dalam pelaksanaan prinsip-prinsip dasar pengadaan barang dan jasa, adapun
pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya, Perpres No.54 Tahun 2010
Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah mengamanatkan bahwa dalam
melakukan semua langkahnya harus berdasarkan pada Etika Pengadaan Barang
dan Jasa, penyedia barang dan jasa harus memenuhi etika pengadaan sebagai
berikut:
a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk
mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan
Pengadaan Barang/Jasa;
b. bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan
Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus
dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam
Pengadaan Barang/Jasa;
c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang
berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;
d. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang
ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak;
e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para
pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
proses Pengadaan Barang/Jasa;
f. menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran
keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;
45
g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi
dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; dan
h. tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk
memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa
saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga
berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
4. Kebijakan Pengadaan
Dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan harus menerapkan kebijakan
pengadaan, kebijakan pengadaan menurut Willem (2012: 12-14):
a. Melaksanakan pengadaan baran dan jasa berdasarkan kebutuhan sesuai
peraturan yan berlaku secara efektif dan efisien.
b. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa berdasarkan prinsip QCD
(Quality, Cost dan Delivery).
c. Melaksanakan pengadaan baran dan jasa berbasis Procurement One
(satu regulasi, satu interpretasi dan satu implementasi)
d. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa langsung ke produsen,
dengan mengutmakan produsen dalam negeri atau melalui distributor
yang ditunjuk oleh produsen dalam negeri.
e. Melaksanakan pengadaan sendiri barang dan jasa secara swakelola atau
melalui pemasok (penyedia barang dan jasa)
46
f. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa di dalam wilayah negara
Republik Indonesia sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
dinegara Republik Indonesia.
g. Mengutmakan pengguna produk dalam negeri dan peningkatan potensi
nasional.
h. Menjamin kepastian peraturan dan kepastian usaha serta memberi
kesempatan berusaha bagi produsen dan perusahaan dalam negeri,
terutama usaha kecil termasuk koperasi kecil.
i. Menciptakan iklim persaingan yang sehat, tertib dan terkendali dengan
cara meningkatkan transparansi dalam pelaksanaan pengadaan barang
dan jasa.
j. Mempercepat proses pelaksanaan dan memperpendek waktu proses dan
birokrasi dengan pengadaan barang dan jasa.
5. Para Pihak dalam Pengadaan
a. Organisasi Pengadaan
Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia
Barang/Jasa terdiri atas:
1) PA/KPA;
2) PPK;
3) ULP/Pejabat Pengadaan; dan
4) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
47
Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Swakelola
terdiri atas:
1) PA/KPA;
2) PPK; dan
3) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
PPK dapat dibantu oleh tim pendukung yang diperlukan untuk
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Perangkat organisasi ULP ditetapkan
sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri atas:
1) kepala;
2) sekretariat;
3) staf pendukung; dan
4) kelompok kerja.
b. Pengguna Anggaran
PA memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
1) menetapkan Rencana Umum Pengadaan;
2) mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan
3) paling kurang di website K/L/D/I;
4) menetapkan PPK;
5) menetapkan Pejabat Pengadaan;
6) menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan;
7) mengawasi pelaksanaan anggaran;
48
8) menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
9) menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/ Pejabat Pengadaan,
dalam hal terjadi perbedaan pendapat; dan
10) mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen Pengadaan
Barang/Jasa.
Pemenang pada Pelelangan atau penyedia pada Penunjukan Langsung
untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai
diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) atau pemenang pada Seleksi
atau penyedia pada Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa
Konsultansi dengan nilai diatas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud diatas hal diperlukan,
PA dapat:
1) menetapkan tim teknis; dan/atau
2) menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan Pengadaan melalui
Sayembara/Kontes.
Atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentangkendali organisasi:
1) PA pada Kementerian/Lembaga/Institusi pusat lainnya menetapkan
seorang atau beberapa orang KPA;
2) PA pada Pemerintah Daerah mengusulkan 1 (satu) atau beberapa orang
KPA kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan.
c. Kuasa Pengguna Anggaran
49
1) KPA pada Kementerian/Lembaga/Institusi pusat lainnya merupakan
Pejabat yang ditetapkan oleh PA.
2) KPA pada Pemerintah Daerah merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah atas usul PA.
3) KPA untuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan
4) ditetapkan oleh PA pada Kementerian/Lembaga/Institusi pusat
5) lainnya atas usul Kepala Daerah.
6) KPA memiliki kewenangan sesuai pelimpahan oleh PA.
d. Pejabat Pembuat Komitmen
PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:
1) menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:
a) spesifikasi teknis Barang/Jasa;
b) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
c) rancangan Kontrak.
2) menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
3) menandatangani Kontrak;
4) melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;
5) mengendalikan pelaksanaan Kontrak;
6) melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada
PA/KPA;
7) menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA
dengan Berita Acara Penyerahan;
50
8) melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan
hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
9) menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa.
Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud diatas dalam hal
tersebut diperlukan, PPK dapat:
1) mengusulkan kepada PA/KPA:
a) perubahan paket pekerjaan; dan/atau
b) perubahan jadwal kegiatan pengadaan;
c) menetapkan tim pendukung;
d) menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis
(aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan
e) menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada
Penyedia Barang/Jasa.
PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. Untuk ditetapkan sebagai PPK harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) memiliki integritas;
2) memiliki disiplin tinggi;
3) memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta
4) manajerial untuk melaksanakan tugas;
51
5) mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki
keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
6) menandatangani Pakta Integritas;
7) tidak menjabat sebagai pengelola keuangan; dan
8) memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
6. Metode Pemilihan Penyedia
ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode pemilihan
Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya. Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa lainnya dilakukan dengan:
1) Pelelangan yang terdiri atas Pelelangan Umum dan Pelelangan
Sederhana;
2) Penunjukan Langsung;
3) Pengadaan Langsung; atau
4) Kontes/Sayembara.
Pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi dilakukan dengan:
1) Pelelangan Umum;
2) Pelelangan Terbatas;
3) Pemilihan Langsung;
4) Penunjukan Langsung; atau
5) Pengadaan Langsung.
Kontes/Sayembara dilakukan khusus untuk pemilihan Penyedia Barang/Jasa
lainnya yang merupakan hasil Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.
52
7. Konsep Lelang
a. Pengertian Lelang
Pasal 1 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan (Kepmenkeu) nomor
304/KMK.0172002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (Juklak Lelang)
dikatakan lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik
secara langsung maupun melalui media elektronik dengan cara penawaran
harga secara lisan dan atau tertulis yang didahului dengan usaha
mengumpulkan peminat. Pengertian lelang yang telah disebutkan di atas,
unsur pokoknya yaitu:
1. Saat dan tempat tertentu.
2. Dilakukan di depan umum dengan mengumpulkan peminat melalui cara
pengumuman.
3. Dilaksanakan dengan cara penawaran yang khusus, yaitu tertulis dan
ataulisan.
4. Penawaran tertinggi dinyatakan sebagai pemenang.
5. Dilakukan di hadapan Pejabat Lelang
b. Syarat Lelang
Syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk
mengadakaan perjanjianjual beli yang paling menguntungkan si penjual.
Dengan demikian syaratnya ada 3, yaitu:
1. Penjualan umum harus selengkap mungkin (volledigheid).
53
2. Ada kehendak untuk mengikat diri.
3. Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat
ditunjuk sebelumnya.
c. Pihak dalam Lelang
Dalam jual beli secara lelang, harus terdapat pihak-pihak dalam lelang yaitu:
1. Penjual
Pasal I ayat 8 Kepmenkeu Nomor 304/KMK.01/2002 Tentang Juklak Lelang
menyatakan Penjual adalah perseorangan, badan atau instansi yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang melakukan penjualan
secara lelang.
2. Pembeli
Pasal 1 ayat 9 Kepmenkeu Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Juklak Lelang
menyatakan Pembeli adalah orang atau badan yang mengajukan penawaran
tertinggi yang mencapai atau melampaui nilai limit yang disahkan sebagai
pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.
3. Pejabat Lelang
Pasal 1 ayat 5 Kepmenkeu Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Juklak Lelang
memberikan pengertian Pejabat Lelang (Vendumeester sebagaimana dimaksud
dalam VR) adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan
54
untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d. Tata Cara Lelang
Tata cara lelang ditetapkan Direktur Piutang dan Lelang Negara dalam
Keputusan Nomor 38/PL/2002 tentang Tata Cara Administrasi dan Lelang
Negara yang meliputi tahapan:
a. Persiapan Lelang
Berdasarkan Pasal 1 (a) Penjual mengajukan permohonan lelang secara
tertulis kepada Kepala KP2LN dengan dilampiri dokumen persyaratan lelang.
Berdasarkan Pasal 2 keputusan DJPLN Nomor 35/PL/2002 dokumen persyaratan
lelang yang bersifat umum terdiri dari salinan/fotocopy Surat Keputusan
Penunjukan Penjual, syarat lelang dari Penjual (apabila ada) dan daftar barang
yang akan dilelang.
b. Pelaksanaan Lelang
Pasal 12 berisi bahwa Pejabat Lelang melaksanakan lelang dengan tata
cara membuka pelaksanaan lelang, apabila dipandang perlu kepada Penjual diberi
kesempatan untuk memberi penjelasan tambahan, membacakan Kepala Risalah
Lelang, menerima Nilai Limit dalam amplop tertutup dari Penjual, memberi
kesempatan kepada peserta lelang, obyek lelang dan lain-lain. Di dalam hal lelang
dilaksanakan secara tertulis, Pejabat Lelang membagi formulir surat penawaran
55
kepada peserta lelang untuk diisi penawarannya oleh peserta lelang. Di dalam hal
tentang dilaksanakan secara lisan, Pejabat Lelang menawarkan objek lelang
kepada peserta lelang dengan cara nail-naik dimulai dari Nilai Limit. Peserta
lelang yang mengajukan penawaran tertinggi dan telah mencapai nilai Limit
disahkan sebagai Pembeli oleh Pejabat Lelang.
c. Kegiatan Setelah Lelang
Berdasarkan Pasal 19 dibuat Daftar Penyetoran dan Pengembalian Uang
Jaminan Penawaran Lelang dan Peserta Lelang, Peserta Lelang yang tidak
ditunjuk sebagai Pembeli Lelang mengambil Uang Jaminan Penawaran Lelang
dengan menandatangani Daftar Penyetor dan Pengambilan Uang Jaminan Lelang,
pengembalian dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya
permintaan pengembalian uang jaminan dari peserta lelang.