bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk menciptakan situasi yang kondusif dalam proses pembelajaran IPA
diperlukan suatu model pembelajaran. Ada berbagai macam model pembelajaran
yang banyak digunakan dalam dunia pendidikan. Salah satu model pembelajaran
dalam pendidikan IPA adalah model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
(STM).
A. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah model
pembelajaran yang mengaitkan antara sains dan teknologi serta manfaat bagi
masyarakat. Model pembelajaran ini bertujuan untuk membentuk individu yang
memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya. Menurut
Poedjiadi model pembelajaran STM bertujuan untuk membentuk individu yang
memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungannya.
Pembelajaran dengan pendidikan Sains Teknologi Masyarakat
mengembangkan materi dalam lingkup yang dapat digambarkan sebagai
berikut :
9
Sains
Teknologi Masyarakat
Gambar 2.1 Keterkaitan Sains Teknologi dan Masyarakat
(Sumber : Arifin, 2003)
Proses pengembangan materi tidak terlepas dari ciri sains yang berorientasi
pada proses dan produk saja, tetapi juga berorientasi pada teknologi yang ada dan
yang diperlukan dalam masyarakat. Jika sains dan teknologi yang berkaitan erat
dalam kehidupan sehari-hari dikelola dengan baik, maka keduanya dapat
meningkatkan kualitas hidup manusia, sebaliknya jika keduanya tidak dikelola
dengan baik, maka segala sesuatu yang telah dicapai akan musnah (Arifin, 2003).
1. Latar Belakang Sains Teknologi Masyarakat
Sains merupakan ilmu yang mempelajari alam. Sains berawal dari sifat
ingin tahu manusia yang kemudian dengan menggunakan teknologi akan dapat
memenuhi kebutuhan hidup manusia, keterkaitan antara teknologi dan masyarakat
sangat jelas, karena teknologi lahir akibat pemenuhan kebutuhan hidup
masyarakat.
PBM
10
2. Dari Pendekatan Menjadi Model Sains Teknologi Mayarakat
Pada awalnya Sains Teknologi Masyarakat merupakan suatu pendekatan,
seperti dalam (Poedjiadi, 2005) “bahwa Sains Teknologi Masyarakat cukup
dijadikan sebagai pendekatan dalam pembelajaran sains yang mengacu pada garis-
garis besar program pengajaran dan dipilih melalui pokok bahan yang sesuai
saja”.
Melalui serangkaian penelitian-penelitian Sains Teknologi Masyarakat,
ternyata diperoleh pola-pola dari langkah-langkah dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung. Sehingga sekarang ini, Sains Teknologi Masyarakat
merupakan suatu model pembelajaran dan bukan merupakan suatu pendekatan.
3. Tahapan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Menurut Poedjiadi (2005) model pembelajaran sains teknologi masyarakat
memiliki beberapa tahapan pembelajaran. Adapun tahapan model pembelajaran
Sains Teknologi Masyarakat adalah sebagai berikut:
11
PENDAHULUAN:
Inisiasi/Invitasi/
Apersepsi/Eksplorasi
terhadap siswa
Pembentukan/
Pengembangan Konsep
Aplikasi konsep dalam
kehidupan, penyelesaian
masalah, analisis isu
Pemantapan konsep
Penilaian
Isu/Masalah
Pemantapan Konsep
Pemantapan Konsep
Gambar 2.2 Tahapan Model Sains
Teknologi Masyarakat
12
1) Pendahuluan: Inisiasi / invitasi/ Apersepsi/ Ekplorasi terhadap Siswa
Tahapan ini dimulai dengan mengemukakan isu atau masalah dalam
masyarakat yang dapat digali dari diri siswa, tetapi jika hal itu sulit dilakukan
maka isu masalahnya dapat saja dikemukakan oleh guru. Tahapan ini dapat
disebut tahap inisiasi yaitu mengawali atau memulai. Tahapan ini dapat juga
disebut invitasi yaitu undangan agar siswa memusatkan perhatiannya pada
pembelajaran. Pada tahapan ini, dapat dilakukan apersepsi yaitu mengaitkan
peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas,
sehingga tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan
hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya yang ditekankan pada keadaan
yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
2) Pembentukan atau Pengembangan Konsep
Proses pembentukan konsep dapat dilakukan melalui berbagai
pendekatan dan metode. Pada tahap ini siswa diberikan stimulan berupa
gambar-gambar atau fenomena yang mendukung permasalahan yang telah
dikemukakan. Pada akhir pembentukan konsep, diharapkan pada diri siswa
terjadi konstruksi dan rekonstruksi konsepsi siswa bahkan diharapkan pula
terjadi pengembangan konsepsi siswa yang nantinya dapat digunakan untuk
penyelesaian masalah yang dikemukakan di awal pembelajaran. Konsepsi
siswa diharapkan tidak bertentangan dengan konsep-konsep yang telah
disepakati oleh para ilmuwan.
13
3) Aplikasi Konsep Dalam Kehidupan: Penyelesaian Masalah, Analisis Isu
Konsep-konsep yang telah dimiliki siswa pada saat pengembangan
konsep dapat diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah atau isu lingkungan
yang terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari.
4) Pemantapan Konsep
Pada tahapan ini, guru perlu meluruskan apabila selama kegiatan
pembelajaran berlangsung terjadi miskonsepsi. Apabila selama proses
pembentukan konsep tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa,
demikian pula setelah akhir penyelesaian isu dan masalah, guru tetap perlu
melakukan pemantapan konsep melalui penekanan terhadap konsep-konsep
kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian tertentu. Pemantapan
konsep terhadap konsep-konsep kunci akan memberikan retensi yang lebih
lama dibandingkan dengan tidak dimantapkan oleh guru pada akhir
pembelajaran. Hal ini penting dilakukan karena sangat mungkin terjadi bahwa
siswa masih mengalami miskonsepsi tetapi tidak terdeteksi oleh guru.
5) Penilaian
Penilaian adalah suatu upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh
mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Penilaian penting
dilaksanakan untuk melihat hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan
Penilaian dapat meliputi aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Jenis
penilaiannya dapat berupa tes lisan maupun tes tertulis.
14
4. Ranah Model Pembelajaran STM
Menurut Poedjiadi (2005), enam ranah yang terlibat dalam model
pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Ranah proses
Ranah proses diartikan dengan bagaimana proses memperoleh
konsep atau bagaimana cara-cara memperoleh konsep dalam bidang ilmu
tertentu.
2) Ranah Konsep
Ranah ini meliputi konsep, fakta, generalisasi dari bidang ilmu
tertentu dan merupakan kekhasan dari masing-masing bidang ilmu.
3) Ranah Kreativitas
Ranah ini merupakan kombinasi antara obyek dan ide atau gagasan
dengan cara yang baru.
4) Ranah Sikap
Ranah sikap yang dalam hal ini mencakup menyadari kebesaran
Tuhan, menghargai hasil penemuan para ilmuwan dan penemu produk
teknologi, namun menyadari kemungkinan adanya dampak negatif dari
produk teknologi, dan memiliki kepedulian terhadap masyarakat yang
kurang beruntung serta memelihara kelestarian lingkungan meliputi sikap
positif baik terhadap ilmu maupun ilmuan
5) Ranah Aplikasi
Aplikasi ini merupakan “far transfer of learning“. Kemampuan
seseorang untuk melakukan transfer belajar adalah apabila ia dapat
15
menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari ke dalam situasi lain.
Kemampuan “far transfer of learning“ atau kemampuan mentransfer
belajar di luar sekolah merupakan kemampuan seseorang mentransfer hasil
belajar yang diperoleh di lingkungan sekolah ke dalam situasi di
masyarakat yang bersifat sangat kompleks.
6) Ranah Keterkaitan
Adalah kecenderungan untuk melaksanakan tindakan nyata apabila
terjadi sesuatu dalam lingkungannya yang memerlukan peran serta.
5. Keterampilan Proses Sains (KPS) dalam Model Pembelajaran Sains
Teknologi Masyarakat
Istilah keterampilan pada model pembelajaran ini berarti terampil
memproses perolehan menggunakan proses-proses mental, termasuk keterampilan
psikomotor yang sebenarnya didasari oleh kegiatan mental seseorang (Poedjiadi,
2005). Keterampilan-keterampilan yang dimaksud antara lain :
1. Keterampilan Mengobservasi
2. Keterampilan Menghitung
3. Keterampilan Mengukur
4. Keterampilan Mengklasifikasi
5. Keterampilan Menyimpulkan
6. Keterampilan Membuat Hipotesis
7. Keterampilan Mengkomunikasikan, dan lain-lain.
16
6. Karakteristik Sains Teknologi Masyarakat
a. Materi yang dikembangkan berkaitan dengan :
• Kurikulum IPA yang berlaku.
• Memiliki keterkaitan antara sains, teknologi dan masyarakat.
• Mendorong perkembangan keterampilan inkuiri.
• Berkaitan dengan kebutuhan siswa.
• Menunjukkan adanya falsafah IPA.
b. Pembelajaran dikembangkan dengan landasan teori belajar
konstruktivisme yaitu adanya usaha mengaitkan informasi baru dengan
pengetahuan sebelumnya.
c. Adanya kegiatan kelompok, dalam membuat solusi bersama serta
mengintegrasikan solusi dalam pengetahuan yang telah ada.
d. Pembelajaran yang dikembangkan melalui 3 tahap, yaitu tahap eksplorasi,
pengembangan dan aplikasi konsep.
e. Adanya masalah yang sesuai dengan materi dan perkembangan anak.
7. Landasan Model Sains Teknologi Masyarakat
Dalam model Sains Teknologi Masyarakat terdapat dua aliran filsafat yang
digunakan yaitu aliran filsafat konstruktivisme dan pragmatisme. Kedua aliran ini
terikat secara langsung dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat.
a. Konstruktivisme
Pandangan belajar menurut faham konstruktivisme (Arifin, 2003) adalah
sebagai berikut:
17
1) Suatu proses dimana pengetahuan diperoleh dengan jalan mengaitkan
informasi baru kepada pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya
secara individual.
2) Pengetahuan baru yang beragam bergantung pada bagaimana
pengetahuan itu diperoleh.
3) Internalisasi dari suatu pengetahuan terjadi bila seorang menangkap
informasi baru dengan pengetahuan lama yang tidak cocok, terjadi
miskonsepsi.
4) Belajar merupakan konteks sosial yang menstimulasi untuk
mendapatkan kejelasan.
5) Berbahasa memberikan dorongan untuk berpikir.
Teori konstruktivisme ini menekankan bahwa siswa harus menemukan dan
mentransformasi suatu informasi menjadi kompleks ke situasi lain, dan apabila
dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar inilah
pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima
pengetahuan. Untuk itu tugas guru sebagai pendidik adalah memfasilitasi proses
tersebut dengan:
1) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa
2) Memberi kesempatan siswa menentukan dan menerapkan idenya
sendiri
3) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi bagi mereka sendiri
dalam belajar
18
Selain itu, dalam teori konstruktivisme siswa perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya dan mengkontruksi
pengetahuannya sendiri.
b. Pragmatisme
Pengetahuan yang diperoleh hendaknya dimanfaatkan untuk mengerti
permasalahan yang ada di masyarakat. Dengan demikian akan diperoleh tingkah
laku manusia untuk melakukan tindakan yang positif dan mampu meningkatkan
serta bermanfaat bagi kehidupan (Poedjiadi, 2005).
Dalam pembelajaran, pragmatisme menitikberatkan pada pandangan bahwa
seharusnya hasil belajar dapat meningkatkan kualitas kehidupan manusia, serta
mampu menanggapi dampak positif maupun negatif kemajuan teknologi yang
berkembang pesat.
8. Kelebihan dan Kekurangan Sains Teknologi Masyarakat
Kelebihan dari model pembelajaran STM menurut Poedjiadi adalah
sebagai berikut:
a. Siswa memiliki kreatifitas yang lebih tinggi.
b. Kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan lebih besar.
c. Lebih mudah mengaplikasikan konsep-konsep yang dipelajari untuk
kebutuhan masyarakat.
d. Memiliki kecenderungan untuk mau berpartisifasi dalam kegiatan
menyelesaikan masalah di lingkungannya
19
Adapun kekurangan atau kesulitan yang dihadapi dalam model
pembelajaran STM dalam (Poedjiadi, 2005) adalah sebagai berikut:
a. Apabila dirancang dengan baik akan membutuhkan waktu yang lebih
lama bila dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain
b. Bagi guru tidak mudah untuk mencari isu atau masalah pada tahap
pendahuluan yang terkait dengan topik yang dikaji, karena hal ini
membutuhkan wawasan luas dari guru dan lebih tanggap terhadap
masalah lingkungan.
B. Keterampilan Proses Sains (KPS)
Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau
anutan pengembangan keterampilan- keterampilan intelektual, sosial dan fisik
yang bersumber dari kemampuan- kemampuan mendasar yang prinsipnya telah
ada dalam diri siswa (Depdikbud, dalam Moedjiono, 2006).
Menurut Dahar mendefinisikan keterampilan proses sebagai keterampilan
dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Keterampilan proses yang dimiliki siswa
menurut Dahar meliputi kemampuan mengamati, menafsirkan pengamatan,
meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan
penelitian, berkomunikasi dan mengajukan pertanyaan.
Berikut adalah keterampilan-keterampilan proses yang dirinci menjadi
beberapa sub keterampilan (Dahar, 1986), disajikan dalam Tabel 2.1.
20
Tabel 2.1.
Keterampilan Proses IPA
(Sumber : Dahar, 1986)
No Keterampilan proses Sub keterampilan proses
1. Mengamati a. Menggunakan indera
b. Mengumpulkan fakta-fakta yang
relevan
c. Mencari kesamaan dan perbedaan
2. Menafsirkan pengamatan a. Mencatat setiap data hasil pengamatan
secara terpisah
b. Menghubungkan hasil-hasil
pengamatan
c. Menemukan suatu pola dalam satu seri
pengamatan
d. Menarik kesimpulan
3. Meramalkan Berdasarkan hasil-hasil pengamatan
mengemukakan apa yang mungkin
diamati
4. Menggunakan alat dan
bahan
Terampil menggunakan alat dan bahan
dan mengetahui mengapa harus demikian
menggunakannya
5. Menerapkan konsep a. Menggunakan konsep-konsep yang
telah dipelajari dalam suatu situasi
baru
b. Menerapkan konsep pada pengalaman
baru
c. Menyusun hipotesis
6. Merencanakan percobaan a. Menentukan alat, bahan, dan sumber
b. Menentukan variabel
c. Menemukan variabel tetap dan
berubah
21
d. Menemukan apa yang akan diamati,
diukur dan dicatat
e. Menentukan langkah kerja
f. Menentukan bagaimana mengolah data
untuk mengambil kesimpulan
7. Berkomunikasi a. Menyusun dan menyampaikan laporan
secara sistematis dan jelas
b. Menjelaskan hasil penelitian
c. Mendiskusikan hasil penelitian
d. Menggambarkan data dengan grafik,
tabel dan diagram
e. Membaca grafik, tabel, dan diagram.
8. Mengajukan pertanyaan a. Bertanya apa, bagaimana, dan
mengapa
b. Bertanya untuk meminta penjelasan
c. Mengajukan pertanyaan yang berlatar
belakang hipotesis.
Dimyati dan Mudjiono (2006) mengungkapkan bahwa pendekatan
keterampilan proses bukanlah tindakan instruksional yang berada diluar
jangkauan kemampuan peserta didik. Pendekatan ini justru bermaksud
mengembangkan kemampuan- kemampuan yang dimiliki peserta didik.
Dimyati dan Mudjiono (2006) menguraikan beberapa kesimpulan mengenai
pendekatan keterampilan proses, antara lain:
1. Pendekatan keterampilan proses merupakan wahana penemuan dan
pengembangan fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan bagi diri siswa.
22
2. Fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan yang ditemukan dan
dikembangkan siswa berperan dalam menunjang pengembangan
keterampilan proses pada diri siswa.
3. Interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan fakta, konsep
dan prinsip ilmu pengetahuan pada akhirnya akan mengembangkan sikap
dan nilai ilmuwan pada diri siswa.
Funk (Dimyati dan Mudjiono, 2006), menjelaskan bahwa menggunakan
keterampilan proses untuk proses pembelajaran membuat siswa belajar proses dan
produk ilmu pengetahuan sekaligus. Terdapat beberapa keterampilan proses,
keterampilan-keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan dasar (basic skill)
dan keterampilan terintegrasi (integrated skill). Keterampilan dasar merupakan
keterampilan yang harus dimiliki oleh ilmuwan sebagai landasan untuk
keterampilan proses terintegrasi yang lebih kompleks. Keterampilan terintegrasi
pada dasarnya dibutuhkan dalam penelitian. Dimyati dan Mudjiono (2006)
memaparkan bahwa keterampilan dasar dalam keterampilan proses siswa terdiri
dari enam keterampilan, meliputi :
1. Keterampilan Mengamati
Kemampuan mengamati merupakan keterampilan yang paling mendasar
dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilan proses yang lain. Mengamati
memiliki dua sifat utama yakni sifat kualitatif dan kuantitatif. Mengamati bersifat
kualitatif bila hanya menggunakan panca indra untuk memperoleh informasi.
23
Mengamati bersifat kuantitatif bila dalam pelaksanaannya tidak hanya
menggunakan panca indra, tetapi juga menggunakan alat bantu lain yang dapat
membantu dalam memberikan informasi khusus dan cepat.
2. Keterampilan Mengklasifikasikan
Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah
berbagai obyek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan
golongan/kelompok sejenis dari obyek peristiwa yang dimaksud. Dengan
mengklasifikasikan kita dapat memahami sejumlah obyek, peristiwa, dan segala
yang ada dalam kehidupan sekitar kita. Menentukan golongan dapat juga
dilakukan dengan mengamati persamaan, perbedaaan, dan hubungan serta
pengelompokkan obyek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan.
3. Keterampilan Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan
memperoleh fakta, konsep atau prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara,
visual atau suara visual. Contoh kegiatan mengkomunikasikan adalah
mendiskusikan suatu masalah, membuat laporan, membaca peta dan lainnya.
4. Keterampilan Mengukur
Keterampilan mengukur dapat diartikan membandingkan yang diukur
dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Keterampilan
mengukur merupakan hal yang sangat penting dalam membina observasi
kuantitatif, mengklasifikasikan dan membandingkan segala sesuatu di sekeliling
kita serta mengkomunikasikan secara efektif kepada orang lain. Contoh mengukur
24
antara lain mengukur panjang garis, mengukur berat badan, mengukur suhu
kamar, mengukur banyaknya volume air dan lainnya.
5. Keterampilan Memprediksi
Memprediksi adalah mengantisipasi atau membuat ramalan tentang hal yang
akan terjadi pada waktu yang akan datang berdasarkan perkiraan pada pola
kecenderungan tertentu atau hubungan antara fakta, konsep dan prinsip dalam
ilmu pengetahuan.
6. Keterampilan Menyimpulkan
Menyimpulkan adalah suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu
objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui. Pada
umumnya perilaku manusia didasarkan pada pembuatan kesimpulan tentang
kejadian-kejadian.
Berikut adalah keterampilan-keterampilan proses yang dirinci menjadi
beberapa sub keterampilan (Dimyati dan Mudjiono, 2006) disajikan dalam Tabel
2.2.
25
Tabel 2.2
Keterampilan Proses IPA
(Sumber : Dimyati dan Mudjiono, 2006)
No. Keterampilan proses Sub keterampilan proses
1. Mengamati a . Menggunakan indera
b. Menggunakan alat bantu lain
2. Mengklasifikasikan a. Mencari kesamaan dan perbedaan
b. Mencari hubungan antara obyek yang
sejenis
c. Mengelompokan obyek berdasarkan
kesesuainnya
3. Mengkomunikasikan a. Menyusun dan menyampaikan laporan
secara sistematis dan jelas
b. Menjelaskan hasil penelitian
c. Mendiskusikan masalah/hasil penelitian
b. Menggambarkan data dengan grafik,
tabel dan diagram
c. Membaca grafik, tabel, dan diagram.
4. Mengukur Pengukuran terhadap obyek yang diteliti
misalnya mengukur panjang garis,
mengukur berat badan, mengukur suhu
kamar, dan lainnya.
5. Memprediksi Berdasarkan hasil-hasil pengamatan
mengemukakan apa yang mungkin akan
terjadi
6. Menyimpulkan Menarik kesimpulan dengan tepat
berdasarkan data hasil penelitian
Berdasarkan tahapan prosedur percobaan Mengidentifikasi Efek Tyndall
menghasilkan KPS yang dapat diukur sub KPSnya disajikan dalam Tabel 2.3.
26
Tabel 2.3
KPS yang dapat Diukur Sub KPSnya Pada Percobaan Mengidentifikasi
Efek Tyndall
No Keterampilan Proses Sub Keterampilan Proses
1. Mengamati Menggunakan indera yaitu
keterampilan menggunakan indera
penglihatan
2. Mengklasifikasikan Mengelompokan obyek berdasarkan
kesesuainnya
3. Mengukur Pengukuran terhadap obyek yang
diteliti yaitu mengukur banyaknya
aquades yang diperlukan dengan
menggunakan gelas ukur
4. Mengkomunikasikan a. Menyusun dan menyampaikan
laporan secara sistematis dan jelas
b. Mendiskusikan hasil penelitian
5. Menyimpulkan Menarik kesimpulan dengan tepat
berdasarkan data hasil penelitian
Berdasarkan prosedur percobaan Aplikasi Koagulasi dalam proses
pembuatan tahu yang dapat diukur sub KPSnya disajikan pada Tabel 2.4.
27
Tabel 2.4
KPS yang dapat Diukur Sub KPSnya Pada Percobaan Aplikasi Koagulasi
No Keterampilan Proses Sub Keterampilan Proses
1. Mengamati Menggunakan indera yaitu keterampilan
menggunakan indera penglihatan
2. Mengukur Pengukuran terhadap obyek yang diteliti
yaitu mengukur banyaknya aquades yang
diperlukan dengan menggunakan gelas
ukur
3. Mengkomunikasikan a. Menjelaskan hasil penelitian
b. Mendiskusikan hasil penelitian
4. Menyimpulkan Menarik kesimpulan dengan tepat
berdasarkan data hasil penelitian
Sriyono, dkk (Novi, 2003), menjelaskan bahwa keterampilan proses
menekankan pada bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa mengelola
perolehannya sehingga menjadi miliknya, dipahami, dimengerti, dan dapat
diterapkan sebagai bekal dalam masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.
Perolehan yang dimaksud yaitu hasil belajar yang diperoleh dari pengalaman dan
pengamatan lingkungan yang diolah menjadi suatu konsep. Keterampilan yang
melibatkan keterampilan proses tersebut hanya dapat dimiliki oleh siswa bila guru
merancang program pengajaran dan mengimplementasikannya dalam aktivitas
pembelajaran. Aktivitas pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan metoda praktikum.
28
C. Metode Praktikum
Metode praktikum merupakan salah satu metoda pembelajaran yang
mengacu pada belajar menurut konstruktivisme. Menurut Sudjana (1991)
“Pembelajaran dengan metode praktikum memberi kesempatan pada siswa untuk
berfikir dan berpartisipasi secara aktif dalam memecahkan masalah berdasarkan
fakta yang benar”. Berdasarkan kamus lengkap bahasa Indonesia praktikum
merupakan suatu metode mendidik untuk belajar dan mempraktekkan segala
aktivitas dalam belajar mengajar untuk menguasai keahlian. Praktikum
mempunyai sentral yang bukan hanya sebagai sarana demonstrasi dan penjelasan
saja, akan tetapi juga sebagai inti dalam proses belajar mengajar sains.
Menurut Roestiyah (2005) mengungkapkan bahwa keunggulan praktikum
pada pendidikan IPA adalah :
1. Dengan praktikum siswa lebih terlatih menggunakan metoda ilmiah dalam
menghadapi segala masalah, sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu
yang belum pasti kebenarannya
2. Siswa lebih aktif berpikir dan berbuat
3. Disamping siswa memperoleh ilmu pengetahuan, siswa juga menemukan
pengalaman praktis dan keterampilan dalam menggunakan alat-alat
percobaan
4. Siswa dapat membuktikan sendiri tentang kebenaran suatu teori
29
Arifin (2003) mengungkapkan bahwa keuntungan menggunakan metoda
praktikum yaitu :
1. Dapat memberikan gambaran yang konkrit tentang suatu peristiwa
2. Siswa dapat mengamati proses
3. Siswa dapat menembangkan keterampilan inkuiri
4. Siswa dapat mengembangkan keterampilan ilmiah
5. Membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan
efisien
Dari uraian yang dipaparkan di atas, diketahui bahwa metoda praktikum
banyak memberi keuntungan dalam pembelajaran IPA, siswa tidak hanya
mengetahui kebenaran dari suatu teori tertentu tetapi juga aktif berpikir dan
terlibat menemukan bukti-bukti ilmu pengetahuan yang mereka pelajari. Sehingga
dapat menuntun siswa dalam mengembangkan sikap ilmiah dan keterampilan
proses sains mereka dalam pembelajaran.
30
D. Sistem Koloid
Istilah koloid dikemukakan oleh Thomas Graham (1805-1860) dari Inggris
pada tahun 1961 sewaktu meneliti proses difusi berbagai zat dalam medium cair.
Graham mengamati bahwa zat seperti kanji, gelatin, getah, dan albumin berdifusi
sangat lambat dan tidak mampu menembus membran tertentu. Kelompok zat ini
dinamai koloid, yang berarti seperti lem (berasal dari bahasa Yunani, kolla = lem
dan oidos = seperti).
Sistem koloid terdiri atas fase terdispersi dengan ukuran tertentu dalam
medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan
medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi.
Dengan sifat ini, sistem koloid banyak digunakan dalam industri kosmetik, tekstil,
makanan, farmasi, dan lain sebagainya.
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) yang
keadaannya antara larutan dan suspensi. Koloid memiliki ukuran partikel
terdispersi yang cukup besar (1–100) nm atau 10-7
– 10-5
cm, sehingga terkena
efek Tyndall.
Membran semi permeabel Membran semi permeabel
Gambar 2.3
Perbedaan ukuran larutan, koloid, suspensi
����������� � � �� �����
31
Apabila kita campurkan gula dengan air, ternyata gula larut dan diperoleh
larutan gula. Di dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang
sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan lagi dari mediumnya walaupun
menggunakan mikroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan merupakan sistem
satu fase (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 10-7
cm. Larutan
bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring.
Di lain pihak, jika kita mencampurkan tepung terigu dengan air, ternyata
tepung terigu tidak larut. Walaupun campuran ini diaduk, lambat laun tepung
terigu akan memisah (mengalami sedimentasi). Campuran seperti ini kita sebut
suspensi. Suspensi bersifat heterogen, tidak kontinu, sehingga merupakan sistem
dua fase. Ukuran partikel tersuspensi lebih besar dari 10-5
cm. Suspensi dapat
dipisahkan dengan penyaringan.
Selanjutnya, jika kita campurkan susu (misalnya susu instan) dengan air,
ternyata susu “larut” tetapi larutan itu tidak bening melainkan keruh. Jika
didiamkan, campuran itu tidak memisah dan juga tidak dapat dipisahkan dengan
penyaringan. Secara makroskopis campuran ini tampak homogen. Akan tetapi
jika diamati dengan mikroskop ultra ternyata masih dapat dibedakan partikel-
partikel lemak susu yang tersebar dalam air. Campuran seperti ini disebut koloid.
Ukuran partikel koloid berkisar antara 10-7
cm – 10-5
cm. Jadi, koloid tergolong
campuran heterogen dan merupakan sistem dua fase.. Pada campuran susu dengan
air, fase terdisfersi adalah lemak, sedangkan medium pendispersinya adalah air.
Perbandingan sifat larutan sejati, koloid dan suspensi dapat diperlihatkan oleh
Tabel 2.5.
32
Tabel 2.5
Perbandingan sifat larutan, koloid, dan suspensi.
Aspek yang
dibedakan
Sistem Dispersi
Larutan Sejati Koloid Suspensi
Bentuk
campuran
Homogen Homogen secara
makroskopis,
namun secara
mikroskopis
heterogen
Heterogen
Penulisan X(aq) X(s) X(s)
Ukuran Partikel < 10-7
cm 10-7
cm – 10-5cm >10-5
cm
Fasa 1 fasa 2 fasa 2 fasa
Penyaringan Tidak dapat disaring Tidak dapat
disaring kecuali
dengan penyaring
ultra
Dapat disaring
Kestabilan Stabil Pada umumnya
stabil
Tidak stabil
Contoh Larutan garam, larutan
alkohol dalam air,
larutan cuka dan
larutan gula
Cat, tinta, tanah,
kanji, busa, agar-
agar, asap, dan
susu
Campuran air dan
pasir, air dan
kopi, serta tepung
terigu dan air.
Sistem koloid mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari sifat larutan
ataupun suspensi. Pada bagian ini akan dibahas beberapa sifat khas sistem koloid.
33
� Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah suatu efek penghamburan berkas sinar oleh partikel-
partikel yang terdapat dalam sistem koloid, sehingga jalannya berkas sinar
terlihat. Gejala ini pertama kali dipelajari oleh John Tyndall, ahli fisika bangsa
Inggris pada tahun 1869.
Gambar 2.4
Contoh Terjadinya Efek Tyndall
Pada saat larutan sejati (gambar kanan) disinari dengan cahaya, maka
larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid
(gambar kiri), cahaya akan dihamburkan. Hal itu terjadi karena partikel-partikel
koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat
menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-
partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat
sulit diamati.
34
� Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerakan
terpatah- terpatah (gerak zig-zag)
yang terus-menerus dalam sistem
koloid. Pertama kali gerak brown
ditemukan oleh Robert Brown,
seorang ahli Botani Inggris pada tahun
1827, dengan cara mengamati di
bawah mikroskop gerakan partikel
tepung sari gandum yang
didispersikan dalam air.
Gerak Brown menunjukkan kebenaran teori kinetik molekul yang
menyatakan bahwa molekul-molekul dalam zat cair senantiasa bergerak. Gerak
Brown terjadi sebagai akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-
molekul medium terhadap partikel koloid dari segala arah.
Gerak Brown akan makin cepat jika ukuran partikel koloid makin kecil.
Sebaliknya, makin besar ukuran partikel gerakannya makin lambat. Oleh karena
itu, dalam suspensi tidak terjadi gerak Brown karena ukuran partikel cukup besar,
sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga
mengalami gerak Brown tetapi tidak dapat diamati.
Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid. Oleh
karena bergerak terus-menerus, maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya
gravitasi, sehingga tidak mengalami sedimentasi.
Gambar 2.5
Gerak Brown dari suatu partikel koloid
dapat diamati di bawah mikroskop
dengan mengikuti pergerakan titik
cahaya akibat efek tyndall
35
� Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu molekul atau ion pada
permukaan suatu zat. Partikel koloid mempunyai kemampuan untuk menyerap ion
atau muatan listrik pada permukaannya sehingga partikel koloid menjadi
bermuatan listrik.
Sifat adsorpsi dari koloid ini digunakan dalam berbagai proses sebagai
berikut :
a. Penjernihan air dengan tawas
b. Menjernihkan larutan gula atau larutan garam
c. Penyembuhan sakit perut dengan menggunakan norit
d. Menghilangkan bau badan
Antara partikel koloid dengan ion-ion yang diadsorpsi akan membentuk
beberapa lapisan, yaitu:
a. Lapisan pertama ialah lapisan inti yang bersifat netral, terdiri atas partikel
koloid netral.
b. Lapisan ion dalam ialah lapisan ion-ion yang diadsorpsi oleh koloid.
c. Lapisan ion luar
Jika muatan koloid itu sejenis, maka partikel-partikel koloid saling tolak-
menolak dan tidak terjadi tumbukan satu sama lain sehingga proses pembentukan
molekul yang lebih besar dapat dihindarkan dan tidak tertjadi penggumpalan.
Partikel koloid dapat mengadsorpsi tidak hanya ion dan muatan listrik tetapi juga
zat lain berupa molekul netral. Oleh karena koloid mempunyai permukaan yang
relatif luas,maka koloid mempunyai daya adsorpsi yang besar pula.
Koloid mempunyai daya adsorpsi yang besar
� Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel
Dengan terjadinya koagulasi, zat terdispersi tidak
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemana
atau secara kimia seperti penambahan elektrolit (pe
berbeda muatan).
Partikel-partikel koloid yang bersifat stabil karena memilik
sejenis, maka muatan listrik
dan akhirnya membentuk gumpalan.
Gambar 2.6
oloid mempunyai daya adsorpsi yang besar
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid sehingga terjadi endapan.
Dengan terjadinya koagulasi, zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan, pengadukan
atau secara kimia seperti penambahan elektrolit (pencampuran koloid
Gambar 2.7
Proses terjadinya koagulasi
partikel koloid yang bersifat stabil karena memiliki muatan listrik
muatan listrik akan hilang, sehingga partikel koloid akan bergabung
membentuk gumpalan.
Partikel
teradsorpsi
Koloid
pengadsorpsi
36
koloid sehingga terjadi endapan.
lagi membentuk koloid.
san, pendinginan, pengadukan
ncampuran koloid yang
partikel koloid yang bersifat stabil karena memiliki muatan listrik
partikel koloid akan bergabung