bab ii tinjauan pustaka a. 1. - umprepository.ump.ac.id › 8345 › 3 › wiwik dwiyani bab...
TRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Tingkat kecemasan
Kecemasan adalah reaksi emosional terhadap persepsi adanya bahaya,
baik nyata maupun hanya dibayangkan. Kecemasan yaitu reaksi umum
terhadap penyakit karena penyakit dirasakan sebagai suatu ancaman:
ancaman umum terhadap kehidupan, kesehatan dan kebutuhan tubuh:
pemajamaan dan rasa malu, ketidaknyamanan akibat nyeri dan keletihan
(Potter&Perry, Smeltzer&Bare, 2010).
Kecemasan atau dalam bahasa inggrisnya “anxiety” berasal dari bahasa
latin yaitu “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti
mencekik (Pratiwi, 2010). Kecemasan adalah respon emosional terhadap
penilaian individu yang subjektif yang mana keadaannya dipengaruhi alam
bawah sadar dan belum diketahui pasti penyebabnya. Kecemasan,
merupakan suatu kata yang dipergunakan oleh Freud untuk menggambarkan
suatu efek negatif dan keterangsangan. Cemas mengandung arti pengalaman
psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami setiap orang dalam rangka
untuk memacu individu agar mengatasi masalah yang sedang dihadapi
sebaik-baiknya (Herri, 2011).
Menurut Stuart (2013) kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas
dan menyebar yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya,
keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
16
Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara
interpersonal. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan
hidup, tetapi tingkat ansietas berat tidak sejalan dengan kehidupan. Dapat
dilihat dalam suatu rentang:
Respon adaptif respon maladaftip
Antisipasi Ringan Sedang Berat Berat sekali
Gambar 1.1. Rentang respon ansietas
1) Teori kecemasan
Stuart (2007) menyatakan ada beberapa teori yang telah dikembangkan untuk
menjelaskan faktor-faktor yang mempengarhui kecemasan, yaitu :
1. Faktor predisposisi
a. Teori Psikoanalitik
Menurut Suliswati (2005) kecemasan timbul akibat reaksi psikologis
individu terhadap ketidakmampuan mencapai orgasme dalam hubungan
seksual, kecemasan dapat timbul secara otomatis akibat dari stimulus
internal dan eksternal yang berlebihan.
b. Teori interpersonal
Suliswati (2005) mengemukankan bahwa kecemasan timbul akibat
ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat
penolakan, kecemasan bisa dirasakan bila individu mempunyai
kepekaan terhadap lingkungan.
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
17
c. Teori perilaku
Perilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah dialami,
konflik menimbulkan kecemasan yang dapat meningkatkan persepsi
terhadap konflik dengan timbulnya perasaan ketidakberdayaan.
d. Teori Keluarga
Studi pada keluarga dan epidemiologi memperhatikan bahwa
kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk
dan sifatnya heterogen.
e. Teori biologik
Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin, reseptor
tersebut berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut
berhubungan dengan aktivitas neurotransmiter Gamma Amino Butyric
Acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron dibagian otak yang
bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
2) Faktor presipitasi
1. Faktor eksternal : Ancaman integritas diri meliputi ketidakmampuan
fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik
dan pembedahan). Ancaman sistem diri ancaman terhadap identitas diri,
harga diri, hubungan interpersonal, kehilangan, dan perubahan status.
2. Faktor internal : Potensial stressor keadaan yang menyebabkan perubahan
dalam kehidupan sehingga individu dituntut untuk beradaptasi. Pendidikan
tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap kemampuan berpikir.
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu semakin mudah berpikir
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
18
rasional dalam menangkap informasi. Respon koping mekanisme koping
digunakan seseorang saat mengalami kecemasan. Ketidakmampuan
mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab terjadinya
perilaku patologis. Status sosial ekonomi yang rendah pada seseorang akan
menyebabkan individu mudah mengalami kecemasan. Keadaan fisik
individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah mengalami
kelelahan fisik. Kelelahan fisik yang dialami akan mempermudah individu
mengalami kecemasan. Tipe kepribadian individu dengan tipe kepribadian
A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan dari pada orang
dengan tipe kepribadian B. Dukungan sosial merupakan sumber koping
individu, dukungan sosial dari kehadiran orang lain membantu seseorang
mengurangi kecemasan sedangkan lingkungan mempengaruhi area berfikir
individu. Usia, usia muda lebih mudah cemas dibandingkan individu
dengan usia yang lebih tua. Jenis kelamin berkaitan dengan kecemasan
pada pria dan wanita, Trismiati (2011) mengatakan bahwa perempuan
lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-
laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif.
Lingkungan dan situasi seseorang yang berada di lingkungan asing
lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan di lingkungan yang
sudah dikenalnya, dengan lingkungan dan situasi yang baru akan
berdampak hospitalisasi. Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai suatu
keadaan yang memaksa seseorang harus menjalani rawat inap di rumah
sakit untuk menjalani pengobatan maupun terapi yang dikarenakan klien
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
19
tersebut mengalami sakit. Pengalaman hospitalisasi dapat mengganggu
psikologi seseorang terlebih bila seseorang tersebut tidak dapat beradaptasi
dengan lingkungan barunya di rumah sakit. Pengalaman hospitalisasi yang
dialami klien selama rawat inap tersebut tidak hanya mengganggu
psikologi klien, tetapi juga akan sangat berpengaruh pada psikososial klien
dalam berinteraksi terutama pada pihak rumah sakit termasuk pada
perawat. Masalah yang dapat ditimbulkan dari hospitalisasi biasanya
berupa cemas, rasa kehilangan, dan takut akan tindakan yang dilakukan
oleh pihak rumah sakit, jika masalah tersebut tidak diatasi maka akan
mempengaruhi perkembangan psikososial.
3) Respon individu terhadap kecemasan
Menurut Stuart & Sundeen (2008) respon fisiologis kecemasan yaitu:
a. Respon fisiologis terhadap cemas
Tabel 1.1 Respon fisiologis terhadap kecemasan
Sistem tubuh Respons
Kardiovaskular Palpitasi, jantung “berdebar”, tekanan darah
meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, tekanan
darah menurun, denyut nadi menurun.
Pernapasan Napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada,
napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan,
sensasi tercekik, terengah-engah.
Neuromuskular Refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-
kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah,
mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum,
tungkai melemah, gerakan yang janggal.
Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa
tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen,
mual, nyeri ulu hati, diare.
Saluran perkemihan Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
Kulit Wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak
tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit,
wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
20
b. Respon perilaku, kognitif, dan afektif terhadap kecemasan
Tabel 1.2 Respons perilaku, kognitif dan afektif terhadap kecemasan.
Sistem tubuh Respons
Perilaku Gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut,
bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami
cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal,
inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar,
hiperventilasi, sangat waspada.
Kognitif Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah
dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan
berpikir, lapang persepsi menurun, kreativitas
menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat
waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut
kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut
cedera atau kematian, kilas balik, mimpi buruk.
Afektif Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup,
ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran,
kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, malu.
4) Reaksi terhadap kecemasan
Menurut Hawari (2006), reaksi terhadap kecemasan dapat dibagi menjadi:
a) Reaksi adaptif
Bila kecemasan terjadi dan individu mampu menahan dan mengelola
kecemasan tersebut, maka akan menghasilkan reaksi positif. Tidak semua
kecemasan bersifat merusak, kecemasan bisa menjadi tantangan
motivator yang kuat dalam menghadapi masalah, penyelesaian konflik
dan menghasilkan tingkat fungsi yang lebih tinggi.
b) Reaksi maladaptif
Pola koping maladaptif terhadap kecemasan dapat muncul melalui
bermacam-macam bentuk termasuk tingkah laku agresif, merusak diri
dan isolasi diri, pemborosan uang, menggunakan obat terlarang,
pelanggaran, mabuk dan tingkah laku seksual yang berlebihan.
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
21
5) Tanda dan gejala kecemasan
Adanya gejala-gejala fisik maupun psikologis yang menyertai kecemasan
dapat dijelaskan sebagai berikut: gejala fisik meliputi telapak tangan basah,
tekanan darah meninggi, badan gemetar, denyut jantung meningkat dan
keluarnya keringat dingin. Gejala fisik yang menyertai kecemasan adalah
palpitasi, keringat dingin, telapak tangan basah, denyut jantung meningkat,
serta keluarnya keringat dingin (Asmadi, 2008). Gejala klinis kecemasan :
a. Khwatir, takut akan pikirannya sendiri dan mudah tersinggung
b. Tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut.
c. Gangguan pola tidur dan mimpi yang menyeramkan
d. Takut sendiri atau takut banyak orang.
e. Gangguan konsentrasi atau daya ingat.
f. Keluhan somatic, terapi rasa sakit pada tulang dan otot pendengaran
bordering, berdebar-debar sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan
perkemihan dan sakit kepala (Hawari, 2008).
6) Tingkat kecemasan
Menurut Novitasari (2012) ada empat tingkat kecemasan yaitu:
a) Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan idividu
akan berhati-hati dan waspada.
b) Kecemasan sedang, pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan
menurun atau individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu akan
mengesampingkan hal lain.
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
22
c) Kecemasan berat, pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit
individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan menghasilkan hal-
hal yang lain. Individu tidak berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak
pengarahan atau tuntutan.
d) Panik, tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terpengaruh,
ketakutan dan terror. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran rasional.
7) Faktor pencetus
Faktor pencetus seseorang menjadi cemas menurut Asmadi (2008) dapat
berasal dari diri sendiri (faktor internal) yang tidak memiliki keyakinan akan
kemampuan diri, maupun diluar dirinya (faktor eksternal) yaitu dari
lingkungan seperti ketidaknyamanan akan kemampuan diri, threat (ancaman),
conflik (pertentangan), fear (ketakutan), unfuled need (kebutuhan yang tidak
terpenuhi). Namun demikian pencetus kecemasan dapat dikelompokan dua
kategori yaitu:
1. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau
gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari guna pemenuhan
terhadap kebutuhan dasarnya.
2. Ancaman terhadap system diri yaitu adanya sesuatu yang dapat
mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status/peran diri
dan hubungan interpersonal.
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
23
8) Cara ukur kecemasan
Instrument penelitian menggunakan skala Hospital Anxiety and
Depression Scale (HADS) adalah instrumen yang digunakan untuk melakukan
pengukuran tingkat kecemasan dan depresi. Instrument dalam penelitian ini
berupa jenis kuesioner yaitu kuesioner HADS-A (Hospital Anxiety and
Depression Subscale-Anxiety) digunakan hanya untuk mengukur tingkat
kecemasan dikembangkan oleh Zigmond and Snaith (1983) dan dimodifikasi
oleh Tobing (2012). Alat ukur yang telah dirancang untuk digunakan dalam
setting rumah sakit dan hanya terdiri dari 7 item pernyataan yang berhubungan
dengan tingkat kecemasan. Semua pernyataan terdiri dari pernyataan positif
(pavorable) dan pernyataan negatif (unfavorable) untuk meghindari adanya
bias. Pengelolan nilai skor merupakan penjumlahan seluruh hasil jawaban
adalah tidak ada gejala (skor 0-7), ringan (skor 8-10), sedang (skor 11-15) dan
berat (skor 16-21).
9) Kecemasan pada pasien diabetes mellitus
Menurut Novitasari (2012) menyatakan bahwa pola fikir individu setiap
orang berbeda-beda untuk mencapai tujuan dalam kesembuhannya. Biasanya
pada tahap-tahap awal mengalami kecemasan bahkan depresi adalah mereka
yang tidak mampu mengolah fikiran baiknya, energi positif yang dimiliki
terbuang begitu saja karena vonis dokter kemudian digantikan dengan
perasaan-perasaan buruk tentang penyakitnya.
Penderita diabetes mellitus memiliki tingkat kecemasan yang berkaitan
dengan penyakit dan pengobatan yang harus dijalani sejak masuk dan dirawat
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
24
di rumah sakit sehingga akan berdampak hospitaslisasi yang mengakibatkan
kecemasan. Kecemasan dapat terjadi berkaitan dengan penatalaksanaan terapi
yang harus dijalani seperti diet atau pengaturan makan, pemeriksaan kadar gula
darah, konsumsi obat dan juga olahraga. Selain itu, risiko komplikasi penyakit
yang dapat dialami penderita juga menyebabkan terjadinya kecemasan.
Kecemasan dapat menyebabkan semakin memburuknya kondisi kesehatan atau
penyakit yang diderita oleh seseorang. Penderita diabetes melitus jika
mengalami kecemasan yang tinggi akan mempengaruhi proses kesembuhan
dan menghambat kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari.
2. Dukungan Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan
darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu
dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu
budaya (Friedman, 2010). Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Dukungan bisa berasal dari
orang lain (orangtua, anak, suami, istri atau saudara) yang dekat dengan subjek
dimana bentuk dukungan berupa informasi, tingkah laku tertentu atau materi
yang dapat menjadikan individu merasa disayangi, diperhatikan dan dicintai
(Ali, 2009).
Menurut Friedman (2010) Dukungan keluarga yang diberikan yaitu
dukungan penilaian keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan
balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, keluarga memberikan
support, penghargaan, perhatian. Dukungan instrumental yaitu keluarga
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
25
merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya
kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat,
terhindarnya penderita dan kelelahan merupakan bagian integral dari
keseluruhan dukungan yang berpusat pada suatu pendekatan lingkungan sosial.
Dukungan informasional yaitu keluarga memberikan nasehat, saran, dukungan
jasmani maupun rohani. Dukungan emosional juga diberikan keluarga meliputi
dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian, mendengarkan dan dengarkan.
Sumber dukungan keluarga ada 2 yaitu diantaranya ada dukungan keluarga
internal, seperti dukungan dari suami dan istri serta dukungan dari saudara
kandung sedangkan dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti (dalam
jaringan kerja sosial keluarga), merupakan jaringan sosial keluarga secara
sederhana adalah jaringan kerja sosial keluarga itu sendiri.
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga (Purnawan, 2008) :
1. Faktor internal : Tahap perkembangan dukungan dapat ditentukan oleh
faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan dukungan, dengan
demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan
respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda. Pendidikan atau
tingkat pengetahuan keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan
terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan dan
pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Faktor emosi dapat
mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan dan cara
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
26
melaksanakannya, seseorang yang respon stress dalam setiap perubahan
hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai sakit. Spiritual aspek
spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani
kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan.
2. Faktor eksternal : Praktek dikeluarga cara bagaimana keluaraga
memberikan dukungan biasanya mempengaruhi penderita dalam
melaksanakan kesehatannya. Faktor sosio ekonomi, faktor sosial dan
psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit yang
mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap
penyakitnya. Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan
kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara
pelaksanaan kesehatan pribadi.
2) Pengukuran dukungan keluarga
Menurut Neff dalam Hensaring (2009) Dukungan keluarga merupakan
indikator yang paling kuat memberikan dampak positif terhadap perawatan
diri pada pasien diabetes mellitus. Dukungan keluarga terdiri atas orang tua
ke anak, anak ke orang tua, saudara ke saudara, antar pasangan, cucu ke
kakek/nenek. Pemberian dukungan keluarga perlu di evaluasi dan diadaptasi
untuk memastikan keberhasilan dari rencana asuhan keperawatan pada
pasien. Pengukuran dukungan keluarga dilakukan dengan menggunakan
kuesioner dukungan keluarga yang terdiri dari 15 item pernyataan dengan
alternatif jawaban : iya=0 atau tidak=1. Kemudian dikategorikan ke kurang
(skor 0-5), cukup (skor 6-10) dan baik (skor 11-15).
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
27
3) Dukungan keluarga terhadap pasien diabetes mellitus
Menurut Niven (2012) pada pasien diabetes mellitus ada beberapa
Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pencegahan kaki diabetik adalah
dukungan keluarga. Dukungan keluarga dalam bentuk dukungan emosional
dari anggota keluarga yang lain, waktu dan uang merupakan faktor-faktor
penting dalam kepatuhan terhadap program-program medis. Keluarga dapat
membantu mengurangi kecemasan yang disebabkan oleh penyakit yang
dialami, mereka dapat menghilangkan godaan ketidak taatan dan mereka
seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan
yang dalam hal ini mencegah kaki diabetik. Berdasarkan hasil analisis,
diketahui bahwa dukungan keluarga memiliki pengaruh secara signifikan
terhadap tingkat kecemasan penderita diabetes mellitus tipe 2.
Menurut Novitasari (2012) pasien diabetes mellitus biasanya
mengalami permasalahan psikologis seperti mengalami depresi, stress, dan
kecemasan. Maka cara yang baik dengan menjalani aktivitas yang dapat
mengembalikan gairah hidup diawali dengan adanya dukungan dari
keluarga, dukungan keluarga sebagai alternatife agar pasien merasa senang
sehingga menurunkan tingkat kecemasan pasien, meningkatkan
kebersamaan diantara anggota keluarga hingga dapat meringankan beban
psikologis dan kecemasan yang dirasakan pasien.
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
28
3. Diabetes mellitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes
mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Diabetes melitus yaitu penyakit menahun yang akan diderita
seumur hidup dalam pengelolaan penyakit tersebut, selain dokter, perawat, ahli
gizi, tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting.
A. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes mellitus dibedakan menjadi menjadi 2 yaitu :
1. Diabetes mellitus tipe 1, insulin dependent diabetes mellitus (IDDM).
Diabetes jenis ini akibat kerusakan sel beta pankreas. Dahulu diabetes
mellitus tipe 1 disebut juga diabetes onset-anak (atau onset-remaja) dan
diabetes rentan-ketosis (karena sering menimbulkan ketosis). Onset
diabetes mellitus tipe 1 biasanya sebelum usia 25-30 tahun (tetapi tidak
selalu demikian karena orang dewasa dan lansia yang kurus juga dapat
mengalami diabetes mellitus jenis ini). Sekresi insulin mengalami
defisiensi (jumlahnya sangat rendah atau tidak ada sama sekali), pasien
biasanya akan mudah terjerumus ke dalam situasi ketoasidosis diabetik
(Arisman, 2011).
2. Diabetes mellitus tipe 2 (Non - insulin Dependent Diabetes Mellitus -
NIDDM) kelainan yang terjadi pada diabetes tipe 2 yaitu sekresi insulin
yang abnormal dan timbulnya resistensi organ tubuh terhadap aktivitas
insulin untuk mengendalikan kadar glukosa.
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
29
B. Diagnosis diabetes mellitus
Kriteria diagnostik diabetes mellitus menurut (Perkin, 2006) atau yang
dianjurkan ADA (American Diabetes Association):
1) Kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
2) Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl
3) Kadar gula darah plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral.
C. Tanda-tanda dan gejala-gejala diabetes
Tanda dan gejala pada pasien diabetes menurut Novitasari (2012) :
Tabel 1.3. Tanda dan gejala diabetes mellitus
Tergantung insulin tipe 1 Tidak Tergantung insulin tipe 1
a. Biasanya terjadi dengan
tiba-tiba
b. Dahaga atau haus yang
sangat
c. Sering buang air kecil
d. Lapar yang sangat
e. Menurunnya berat badan
f. Mudah marah
g. Kurang tenaga
h. Lemah dan lesu
i. Semut mengerubungi air
kencing
a. Biasa terjadi secara diam-diam dan
pelan-pelan.
b. Sebagian atau seluruhnya tanda-tanda
dan gejala-gejala seperti pada diabetes
tipe 1.
c. Gatal-gatal terutama pada daerah
kemaulan
d. Luka atau goresan lambat sembuh
e. Sering lambat sembuh infeksi tak jelas
penyebabnya pada kulit, gusi dan
kandung kencing.
f. Rasa nyeri, pegal dan rasa ditusuk-tusuk
pada tungkai dan kaki.
g. Penglihatan kabur
h. Mual dan muntah
D. Etiologi
Penyebab penyakit diabetes mellitus itu dibagi menjadi dua yaitu :
1. Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes mellitus tipe I yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pada pankreas. Kombinasi dari faktor genetik, imunologi dan mungkin
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
30
pula pada lingkungan (misalnya seperti infeksi, virus) diperkirakan
turut menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Mellitus Tipe II (NIDDM)
Mekanisme yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes mellitus tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin (Smeltzer & Bare, 2011). Diabetes Tipe II disebabkan
oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan
sekresi insulin dan resistensi insulin dan faktor-faktor seperti:
a. Usia (resistensi cendrung meningkat diusia 65 tahun)
b. Obesitas, makan berlebihan, kurang olahraga, stress, penuaan.
c. Riwayat keluarga dengan diabetes
E. Faktor risiko diabetes mellitus
1) Faktor risiko yang dapat diubah
a. Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam
aktivitas sehari-hari seperti makanan cepat saji, olahraga tidak
teratur dan minuman bersoda (ADA, 2009).
b. Diet yang tidak sehat perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang
olahraga, menekan nafsu makan, sering mengkonsumsi makanan
siap saji (Abdurrahman, 2014).
c. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya
penyakit diabetes mellitus, obesitas dapat membuat sel tidak sensitif
terhadap insulin (Fathmi, 2012).
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
31
d. Tekanan darah tinggi merupakan peningkatan kecepatan denyut
jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari
tepi dan peningkatan volume aliran darah (Jafar, 2010).
2) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Usia, semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko
terkena diabetes tipe 2. diabetes mellitus tipe 2 terjadi pada orang
dewasa setengah baya, paling sering setelah usia 45 tahun
(American Heart Association (AHA), 2012).
b. Riwayat keluarga diabetes melitus seorang anak dapat diwarisi gen
penyebab diabetes mellitus orang tua. Biasanya, seseorang yang
menderita diabetes mellitus mempunyai anggota keluarga yang juga
terkena penyakit tersebut (Ehsa, 2010).
c. Ras atau latar belakang etnis terjadi pada hispanik, kulit hitam,
penduduk asli Amerika, dan Asia (ADA, 2009).
F. Patofisiologi Diabetes Mellitus
1) Patofisiologi diabetes mellitus tipe 1
Sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang memproduksi
insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin
atau antibodi sel antiislet dalam darah (WHO, 2014). National Institute
of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014
menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan
kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
32
timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari
sampai minggu. Insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi
karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi
memproduksi insulin, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan
tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.
2) Patofisiologi diabetes tipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak,
berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta
atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi
insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin
sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar
pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan
kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang
pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui
suntikan dapat menjadi alternatif.
G. Komplikasi diabetes mellitus
Komplikasi yang dialami penderita diabetes mellitus bervariasi diantaranya
komplikasi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Komplikasi fisik yang
timbul berupa kerusakan mata, kerusakan ginjal, penyakit jantung, tekanan
darah tinggi, stroke bahkan sampai menyebabkan gangren. Komplikasi
psikologis yang muncul yaitu dapat berupa kecemasan (Barnes, 2009).
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
33
B. Kerangka Teori
Keterangan :
: Yang diteliti
: Yang tidak diteliti
1.1. Kerangka Teori
Sumber: Novitasari (2012), Stuart & Sundeen (2008),
Friedman (2010).
Komplikasi
Diabetes Mellitus:
1. Fisik
2. Psikologis
3. Sosial
4. Ekonomi
Faktor Internal :
(Hospitalisasi)
Diabetes Mellitus tipe 1 :
Insulin dependent diabetes
mellitus (IDDM). Diabetes
jenis ini akibat kerusakan sel
beta pankreas.
Diabetes Mellitus tipe 2:
(Non - insulin Dependent
Diabetes Mellitus - NIDDM) terjadi akibat sekresi insulin
yang abnormal dan timbulnya
resistensi organ tubuh terhadap
aktivitas insulin.
Diabetes Mellitus
Respon Psikologis:
Kecemasan
Faktor Ekstrenal :
Dukungan Keluarga
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
34
C. Kerangka Konsep
Gambar 1.3. Kerangka Konsep
Dibetes Mellitus Respon Kecemasan Tingkat
Kecemasan
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Panik
Dukungan
Keluarga
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
35
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesi adalah jawaban sementara dari masalah penelitian (Notoatmodjo,
2010). Berdasarkan landasan teori dan kerangka konsep penelitian, maka
rumusan masalah hipotesis dalam penelitian adalah :
1. Ha (Hipotesis Altrernatif) adalah hipotesis yang menyatakan terdapat
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Ha :Terdapat hubungan dukungan keluarga dengan tingkat
kecemasan pasien diabetes mellitus.
2. Ho (Hipotesis Nol) merupakan hipotesis yang menyatakan tidak
adanya hubungan antar variabel.
Ho :Tidak terdapat hubungan dukungan keluarga dengan
tingkat kecemasan pasien diabetes mellitu
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN..., Wiwik Dwiyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018