bab ii. tinjauan pustaka

18
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Ransum Sapi Potong Ransum merupakan campuran dari beberapa bahan pakan yang diberikan pada ternak dengan tujuan dapat memenuhi kebutuhan ternak selama 24 jam. Ransum juga harus dapat memenuhi zat gizi yang dibutuhkkan ternak untuk berbagai fungsi tubuhnya. Ransum merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan kecepatan pertumbuhan seekor ternak. Oleh karena itu ransum yang cukup mengandung gizi secara optimal baik kualitas maupun kuantitasnya sangat diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan potensi genetiknya. Selain itu ransum juga merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan, karena biaya ransum dapat mencapai 70 % dari biaya produksi, sehingga keuntungan usaha dapat dipengaruhi oleh penggunaan ransum (Tilman et al., 1993). Ransum pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat, pemberian ransum berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberi peluang terpenuhinya zat - zat 8

Upload: byanda-rezpec-tor

Post on 11-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

contoh tinjauan pustaka

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II. Tinjauan Pustaka

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ransum Sapi Potong

Ransum merupakan campuran dari beberapa bahan pakan yang diberikan

pada ternak dengan tujuan dapat memenuhi kebutuhan ternak selama 24 jam.

Ransum juga harus dapat memenuhi zat gizi yang dibutuhkkan ternak untuk

berbagai fungsi tubuhnya. Ransum merupakan salah satu faktor yang penting

dalam menentukan kecepatan pertumbuhan seekor ternak. Oleh karena itu ransum

yang cukup mengandung gizi secara optimal baik kualitas maupun kuantitasnya

sangat diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan

potensi genetiknya. Selain itu ransum juga merupakan salah satu faktor yang

menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan, karena biaya ransum dapat

mencapai 70 % dari biaya produksi, sehingga keuntungan usaha dapat

dipengaruhi oleh penggunaan ransum (Tilman et al., 1993).

Ransum pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat, pemberian

ransum berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberi peluang terpenuhinya

zat - zat gizi dan biayanya relatif rendah. Ternak ruminansia membutuhkan

sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses pencernaan berlangsung secara

optimal, sumber utama dari serat kasar adalah hijauan. Untuk penggemukan

ternak ruminansia kebutuhan minimal akan hijauan berkisar antara 0,5 - 0,8%

bahan kering dari bobot badan ternak yang digemukkan, dan pemberian

konsentrat lebih dari 60% dalam komponen ransumnya (Siregar, 1994).

Secara umum, komposisi zat - zat makanan (dalam persentasi bahan

kering) yang dibutuhkan oleh sapi dan harus tersedia dalam pakannya sebagai

8

Page 2: Bab II. Tinjauan Pustaka

berikut: Karbohidrat 18%, Protein Kasar 12%, Lemak kasar 3-5%, Unsur - unsur

mikro berupa Vitamin dan Mineral. (Abidin, 2002)

Ransum seimbang adalah ransum yang diberikan selama 24 jam yang

mengandung semua zat nutrien (jumlah dan macam nutriennya) dan perbandingan

yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan tujuan pemeliharaan

ternak (Chuzaemi, 2002). Pengetahuan tentang kualifikasi bahan pakan diperlukan

untuk menyusun ransum seimbang. Penyusunan ransum seimbang yang sesuai

dengan kebutuhan ternak, diharapakan akan dapat menghasilkan produksi yang

optimal.

B. Limbah Tebu Sebagai Bahan Pakan Sapi Potong

Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan

semusim, yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat

zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (famili Graminae). Akar

tanaman tebu adalah akar serabut dan tanaman ini termasuk dalam kelas

monocotyledone (Supriyadi, 1992).

Klasifikasi botani tanaman tebu adalah sebagai berikut (Slamet, 2004) :

Gambar 1. Tebu (Saccharum officinarum)

9

Page 3: Bab II. Tinjauan Pustaka

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Agiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Famili : Poaceae

Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum Oficinarum

Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan

tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik tinggi batangnya dapat mencapai 3-5

meter atau lebih. Pada batangnya terdapat lapisan lilin yang berwarna putih

keabu-abuan. Batangnya beruas-ruas dengan panjang ruas 10-30 cm. Daun

berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling (Penebar

Swadaya, 2000). Tebu dapat hidup dengan baik pada ketinggian tempat 5 – 500

meter di atas permukaan laut (mdpl), pada daerah beriklim panas dan lembab

dengan kelembaban > 70 %, hujan yang merata setelah tanaman berumur 8 bulan

dan suhu udara berkisar antara 28 – 340C (Slamet, 2004).

Pucuk batang tebu dapat digunakan sebagai pengganti rumput gajah

sebagai hijauan pakan ternak tanpa menimbulkan pengaruh negatif terhadap

pertambahan bobot badan ternak. Pucuk tebu juga dapat digunakan untuk pakan

penggemukan sapi, baik sebagai satu-satunya sumber hijauan makanan ternak

maupun sebagai hijauan campuran dengan rumput gajah. Berdasarkan hasil

penelitian diketahui bahwa pucuk tebu segar dapat menggantikan sebagian atau

seluruh rumput yang diberikan kepada pedet lepas sapih, sapi yang digemukkan

atau sapi perah yang sedang berproduksi, tanpa memberikan pengaruh negatif

terhadap kondisi tubuh maupun produksi ternak Namun demikian, pucuk tebu ini

10

Page 4: Bab II. Tinjauan Pustaka

kandungan gizinya kurang memadai untuk pakan ternak, sehingga harus ditambah

dengan pakan suplemen. Pucuk tebu yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak

adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang dipotong dari tebu yang

dipanen untuk tebu bibit atau bibit giling. Bila dilihat dari kandungan nutrisinya,

protein kasar pucuk tebu lebih tinggi bila dibandingkan kandungan protein kasar

jerami padi maupun jerami jagung, akan tetapi kandungan serat kasarnya adalah

yang tertinggi.

Ampas tebu (bagase) adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang

telah mengalami ekstraksi niranya dan banyak mengandung parenkim serta tidak

tahan disimpan karena mudah terserang jamur. Istilah bagase (bagasse) ini mula-

mula dipakai di negara Prancis untuk ampas dari perasan minyak zaitun (olive),

lalu oleh Persatuan Teknisi Gula Internasional dipakai untuk residu hasil perasan

tebu (Muharam, 1995).

Ampas tebu merupakan hasil samping dari proses ekstraksi cairan tebu.

Dimanfaatkan sebagai bahan bakar pabrik, bahan industri kertas, papan partikel

dan media untuk budidaya jamur atau dikomposisikan untuk pupuk (Slamet,

2004).

Molasses (Tetes tebu) digunakan karena banyak mengandung karbohidrat

sebagai sumber energi dan mineral (baik mineral makro ataupun mineral mikro).

Molasses merupakan limbah dari pabrik gula yang kaya akan karbohidrat yang

mudah larut (48 - 68 % berupa gula) untuk sumber energi dan mineral disamping

membantu siksasi nitrogen urea dalam rumen juga dalam permentasinya

menghasilkan asam-asam lemak atsiri yang merupakan sumber energi yang

11

Page 5: Bab II. Tinjauan Pustaka

penting untuk biosintesa dalam rumen, disukai ternak dan tetes tebu memberikan

pengaruh yang menguntungkan terhadap daya cerna.

Bila tebu dipotong akan terlihat serat jaringan pembuluh (vascular bundle)

dan sel parenkim serta terdapat cairan yang mengandung gula. Serat dan kulit

batang sekitar 12,5% dari berat tebu. Ampas adalah hasil samping dari proses

ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu

sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling (Penebar Swadaya, 2000). Menurut

Muharram (1995), tanaman tebu umumnya menghasilkan 24-36% bagase

tergantung pada kondisi dan macamnya. Bagase mengandung air 48-52% (rata-

rata 50%), gula 2,5-6% (rata-rata 3,3 %), dan serat 44-48% (rata-rata 47,7%).

Menurut Welpriadi (Skripsi 2013), penggunaan daun tebu 25 % dan ampas tebu

29 % dalam ransum.

C. Bungkil Inti Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak

Bungkil inti sawit (palm kernel cake) merupakan limbah industri kelapa

sawit yang dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Bungkil inti sawit merupakan

hasil ikutan ekstraksi inti sawit palm kernel yang diperoleh melalui proses kimia

dan mekanik (Hutagalung dkk. 1982) secara fisik proses ekstraksi tidak mampu

membuang seluruhnya material kulit, sehingga kandungan kulit selalu tercampur

dalam produk bungkil inti sawit dalam kisaran 15 – 17 %. Besar kecilnya

kontaminasi material kulit banyak ditentukan oleh efisiensi pemecahan dan

penyaringan material kulit selama proses ekstraksi. Oleh sebab itu, secara fisik

bungkil inti sawit kurang palatabel bagi ternak. Hasil analisa proksimat bungkil

inti sawit, antara lain protein kasar 14,5 % - 19,6 %, serat kasar 13 % - 20 %, dan

bahan kering 88 % - 94,5 % (Suharja, 2008).

12

Page 6: Bab II. Tinjauan Pustaka

D. Tithonia (T. diversifolia, L) Sebagai Bahan Pakan Ternak

Tithonia diversifolia merupakan tanaman semak atau perdu famili

asteraceae berasal dari Mexico yang tumbuh di daerah tropis lembab dan semi

lembab di Amerika Tengah dan Selatan, Asia dan Afrika. Tanaman ini mudah

tumbuh kembali lagi setelah pemotongan dan banyak ditemui di Indonesia. JAMA

et al. (2000) mengatakan bahwa Tithonia diversifolia digunakan petani Afrika

sebagai mulsa atau pupuk hijau karena mengandung N, P, K yang tinggi, penahan

erosi, pakan ternak, disamping itu ekstrak Tithonia diversifolia juga bermanfaat

untuk perlakuan pada penderita hepatitis, fungisida dan juga dapat mengontrol

perkembangan amuba disentri.

Tithonia diversifolia juga bisa dipakai sebagai suplemen pakan ruminansia

terutama selama musim kering dimana ketersediaan hijauan pakan terbatas

(OSUGA et al., 2006). Daun Tithonia diversifolia mengandung protein sekitar

20% dari total bahan kering dan juga mengandung bermacam jenis unsur mineral

makro seperti mineral Ca, Mg serta beberapa unsur mikro mineral yang sangat

bermanfaat (MAHECHA dan ROSALES, 2005).

Gambar 2. Tithonia diversifolia

13

Page 7: Bab II. Tinjauan Pustaka

Sistematika tanaman Tithonia menurut Wikipedia, Indonesia (2010) adalah

sebagai berikut:

Kingdom               : Plantae

Super Divisi          : Spermatophyta

Divisi                     : Magnoliophyta

Kelas                     : Magnoliopsida

Sub Kelas              : Asteridae

Ordo                      : Asterales

Famili                    : Asteraceae

Genus                    : Tithonia

Species                  : Tithonia diversifolia (L)

Nama Indonesia    : Kembang Bulan, bunga matahari hutan, Bunga  kuning

Inggris                   : Tree margold

Cina                       : Wang ye kui

E. Pembuatan Silase Ransum Komplit

Silase adalah pakan yang telah diawetkan dengan cara fermentasi yang

diproses  dari bahan baku yang berupa  tanaman hijauan, limbah industri

pertanian, serta bahan pakan alami lainya, dengan jumlah kadar/kandungan air

pada tingkat tertentu kemudian dimasukan dalam sebuah tempat yang tertutup

rapat kedap udara, yang biasa disebut dengan silo, selama 21 hari. Didalam silo

tersebut akan terjadi beberapa tahap proses anaerob (proses tanpa udara/oksigen),

dimana bakteri asam laktat dan yeast akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat

pada bahan baku, sehingga terjadilah  proses silase (Tony, 2007).

14

Page 8: Bab II. Tinjauan Pustaka

Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan pengawetan

kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya,

agar bisa disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian diberikan

sebagai pakan bagi ternak. Sayangnya fermentasi yang terjadi didalam silo

(tempat pembuatan silase), sangat tidak terkontrol prosesnya, akibatnya

kandungan nutrisi pada bahan yang di awetkan menjadi berkurang jumlahnya.

Maka untuk memperbaiki berkurangnya nutrisi tersebut, beberapa jenis zat

tambahan (additive) harus digunakan agar kandungan nutrisi dalam silase tidak

berkurang secara drastis, bahkan bisa meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi

bagi ternak yang memakannya (Akbar, 2009).

Menurut Akbar (2009), manipulasi dengan penambahan bahan additive ini

bisa dilakukan secara langsung dengan memberikan tambahan bahan‐bahan yang

mengandung karbohidrat yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain :

Molases : 2,5 kg /100 kg hijauan.

Onggok (tepung) : 2,5 kg/100 kg hijauan.

Tepung jagung : 3,5 kg/100 kg hijauan.

Dedak halus : 5,0 kg/100 kg hijauan.

Ampas sagu : 7,0 kg/100 kg hijauan

F. Konsumsi Ransum

Jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seekor ternak sangat besar

pengaruhnya terhadap pertumbuhan. Bila makanan yang dikonsumsi tinggi,

pertumbuhan akan lebih cepat dan hewan akan mencapai berat badan tertentu

pada umur muda. Sebaliknya bila konsumsi makanannya rendah, akan

memberikan pertumbuhan yang lambat (Tilman dkk, 1986). Begitu juga dalam

15

Page 9: Bab II. Tinjauan Pustaka

penyediaan makanan bagi ternak perlu diketahui kemampuan ternak tersebut

untuk mengkonsumsi suatu jenis bahan makanan agar tidak terjadi pemborosan.

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa tingkat konsumsi bahan kering

ruminansia dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : a) faktor hewan (berat

badan, umur dan kondisi stres yang disebabkan oleh lingkungan) b) faktor

makanan yaitu sifat fisik dan komposisi kimia makanan.

G. Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan sapi ditentukan oleh berbagai faktor, terutama

jenis sapi, jenis kelamin, umur, ransum atau pakan yang diberikan, kesehatan

ternak dan teknik pengelolaannya. Diantara jenis sapi lokal, sapi Ongole dan sapi

Bali mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Soeparno (1998)

dan Tilman et al. (1991) menyatakan bahwa faktor genetis dan asupan gizi sangat

berpengaruh terhadap perrtumbuhan ternak. Selanjutnya ditambahkan Tilman dkk

(1991) bahwa pertumbuhan diukur dengan kenaikan bobot badan yang didapatkan

dengan penimbangan secara berulang-ulang dan dipelihara dengan bobot badan

seetiap hari, setiap minggu, dan setiap waktu lainnya.

H. Efisiensi Ransum

Efisiensi ransum adalah nilai yang diperoleh dari perbandingan rata-rata

pertambahan bobot badan per ekor per hari dengan rata-rata konsumsi bahan

kering pakan per ekor per hari. Efesiensi ransum menggambarkan sejumlah

ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah bobot ransum. Ternak

yang memiliki pertumbuhan cepat, efisiensi ransum akan lebih baik daripada

ternak yang pertumbuhannya lambat. Efesiensi ransum pada penggemukan sapi

muda jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penggemukan sapi dewasa. Hal ini

16

Page 10: Bab II. Tinjauan Pustaka

menyebabkan pertambahan bobot badan dan efisiensi ransum pada sapi muda

sangat tinggi dibanding dengan sapi dewasa. Meningkatnya pakan penguat atau

semakin baiknya kualitas ransum akan menyebabkan semakin baik pula efisiensi

penggunannya oleh ternak (Nursjamsiah, 1994).

Nilai efisiensi ransum menunjukan besarnya dalam mengefisiensikan

pakan menjadi beberapa bentuk hasil ternak, diantaranya daging yang

diperlihatkan dalam pertambahan bobot badan. Efisiensi dapat dijadikan suatu

kriteria untuk menentukan kualitas ransum yang diberikan kepada ternak yaitu

dengan mengukur tingkat pertambahan bobot badan dan jumlah pakan per satuan

waktu pada ternak bersangkutan. Meningkatnya nilai efisensi penggunaan ransum

karena dengan semakin tingginya kandungan protein dalam ransum akan

menyebabkan semakin tinggi pula nilai manfaatnya (Mariam, 1994).

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa penambahan protein dalam ransum

dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, sedangkan penambahan serat

kasar dalam ransum dapat menurunkan pertambahan bobot badan. Efisiensi

ransum dapat ditingkatkan dengan menambahkan lemak pada pakan tetapi akan

berakibat menurunkan konsumsi ransum. Penambahan lemak dalam ransum dapat

meningkatkan efisiensi karena lemak dalam ransum tersebut akan dideposit dalam

tubuh sehingga akan meningkatkan bobot badan.

Selain itu, nilai efisiensi penggunaan ransum menunjukkan banyaknya

pertambahan bobot badan yang dihasilkan dari satu kilogram ransum. Efisiensi

ransum merupakan kebalikan dari konversi ransum, semakin tinggi nilai efisiensi

ransum maka jumlah ransum yang diperlukan untuk menghasilkan satu kilogram

daging semakin sedikit (Card dan Nesheim, 1972).

17

Page 11: Bab II. Tinjauan Pustaka

I. Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost merupakan salah satu tolok ukur yang dapat

digunakan untuk penanganan produksi. Rasyaf (1994) menyatakan bahwa Income

Over Feed Cost adalah pendapatan usaha peternakan itu dibandingkan dengan

biaya makanan. Ditambahkan oleh Sugandi (1973) bahwa salah satu cara untuk

melihat apakah suatu bahan makanan cukup ekonomis dan cukup menguntungkan

adalah dengan menghitung income over feed cost (IOFC).

Biaya ransum yang tinggi mengakibatkan keuntungan yang diperoleh

peternakan relatif kecil, terutama peternakan dengan skala kecil. Sebenarnya biaya

ransum ini tergantung pada harga dan konsumsi ransum. Harga ransum tergantung

pada harga bahan pakan. Salah satu usaha untuk memperoleh keuntungan besar

(komersil) adalah dengan menekan biaya pakan yaitu dengan mencari bahan baku

yang tidak bersaing dengan kebutuhan pangan, menggunakan bahan berkualitas

tetapi lebih murah, mudah didapat dan tersedia setiap saat serta menggunakan

berbagai macam bahan pakan untuk saling melengkapi nilai gizi agar lebih

sempurna (Nort, 1984).

Perhitungan Income Over Feed Cost pada setiap penelitian memberikan

hasil yang semu, karena bahan pakan dan harga jual pada suatu tempat berbeda -

beda. Income Over Feed Cost ini dipengaruhi oleh besarnya pendapatan yang

diperoleh dan besarnya biaya ransum yang dikeluarkan. Semakin besar

pendapatan dan sebaliknya semakin rendah biaya ransum akan memperbesar

Income Over Feed Cost. (Djulardi,1995).

18