bab ii - tinjauan pustaka

87
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MP-ASI 2.1.1. Pengertian ASI dan ASI Eksklusif ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara sebagai makanan utama bayi (Soetjiningsih, 1997 dalam Malau, 2010). ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, anti inflamasi dan mencakup hampir 200 unsur zat makanan sehingga ASI merupakan satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologisosial maupun spiritual (Hubertin, 2003 dalam Fitria 2010). ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, bubur biskuit, bubur nasi, dan tim. Bayi sehat umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usianya mencapai angka 6 bulan. Namun, pemberian makanan padat setelah bayi berumur 4 bulan 15 Universitas Indonesia

Upload: karinaastheria

Post on 03-Jan-2016

134 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

(Laporan Magang Intervensi Gizi Seimbang)

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II - Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MP-ASI

2.1.1. Pengertian ASI dan ASI Eksklusif

ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan

garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara sebagai

makanan utama bayi (Soetjiningsih, 1997 dalam Malau, 2010). ASI mengandung

nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, anti inflamasi dan

mencakup hampir 200 unsur zat makanan sehingga ASI merupakan satu jenis

makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologisosial

maupun spiritual (Hubertin, 2003 dalam Fitria 2010).

ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya

diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air

putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu,

bubur biskuit, bubur nasi, dan tim.

Bayi sehat umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai

usianya mencapai angka 6 bulan. Namun, pemberian makanan padat setelah bayi

berumur 4 bulan dapat dibenarkan pada keadaan-keadaan khusus seperti:

kurangnya peningkatan berat badan atau didapatkannya tanda-tanda lain yang

menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik (Roesli,

2005 dalam Dinamardhi).

ASI eksklusif diberikan sejak lahir selama 6 bulan dimaksudkan untuk

mencapai tumbuh kembang dan kesehatan anak yang optimal. Setelah itu,

bersama MP-ASI yang adekuat dan aman, ASI dapat diteruskan sampai usia 2

tahun atau lebih (Roesli dan Pambudi, 2011 dalam Seminar Gizi Nasional).

15Universitas Indonesia

Page 2: BAB II - Tinjauan Pustaka

16

2.1.2. Fisiologi ASI

Kelenjar payudara yang menyekresikan ASI terdiri atas dua macam

jaringan, yaitu jaringan kelenjar (grandular tissue, atau parenkim) dan jaringan

penopang (supporting tissue, atau stroma). Jaingan kelenjar memiliki banyak

sekali kantong alveolus yang bagian dalamnya dilapisi oleh selapis jaringan epitel

yang bersifat kontraktil. Pembentukan susu terjadi pada epitel kelenjar ini.

Persiapan untuk bereproduksi berlangsung selama kehamilan sehingga kelenjar

susu membesar sampai 2-3 kali ukuran normal.

Air susu terbentuk melalui dua fase atau dua refleks, yaitu fase sekresi

atau refleks pembentukan (refleks prolaktin) yang dirangsang oleh hormon

prolaktin dan fase pengaliran atau refleks pengeluaran (refleks oksitosin) yang

juga disebut “let down reflexí” (Roesli, 2000 dalam Matau 2010).

Fase Sekresi atau Refleks Prolaktin

Universitas Indonesia

Page 3: BAB II - Tinjauan Pustaka

17

Produksi ASI merupakan hasil perangsangan hormon prolaktin. Hormon

prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofise anterior yang berada di dasar otak

(Novak dan Broom, 1999 dalam Anonim). Menurut Soetjiningsih (1997 dalam

Malau 2010), menjelang akhir kehamilan, prolaktin akan memegang peranan

penting dalam pembentukan kolostrum. Namun produksi kolostrum ini terbatas

karena aktifitas prolaktin akan dihambat oleh hormon estrogen dan progesteron

yang kadarnya masih tinggi. Setelah plasenta keluar, korpus luteum akan

berkurang fungsinya sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun.

Ditambah lagi dengan adanya hisapan bayi yang merangsang puting susu dan

areola yang merangsang ujung-ujung saraf sensori yang berfungsi sebagai

reseptor mekanik. Rangsangan ini akan dilanjutkan ke hipotalamus. Kemudian

hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor penghambat sekresi

prolaktin dan merangsang pengeluaran faktor-faktor pendukung sekresi prolaktin.

Faktor-faktor ini kemudian akan merangsang hipofise anterior sehingga

mengeluarkan prolaktin. Prolaktin kemudian akan dialirkan ke kelenjar payudara

untuk merangsang sel-sel

alveoli yang berfungsi untuk

membentuk ASI.

Ditambahkan oleh

Soetjiningsih bahwa pada ibu

menyusui, prolaktin akan

meningkat dalam keadaan-

keadaan seperti: stress atau

pengaruh psikis, anastesi,

operasi, rangsangan puting

susu, hubungan kelamin,

obat-obatan tranquilizer

seperti reserpin,

klorpomazin, fenotiazid.

Sedangkan keadaan-keadaan

Universitas Indonesia

Page 4: BAB II - Tinjauan Pustaka

18

yang menghambat pengeluaran prolaktin adalah gizi ibu yang buruk dan konsumsi

obat-obatan.

Fase Pengaliran atau Refleks Oksitosin

Saat bayi mulai menghisap, ujung saraf disekitar payudara akan

terangsang sehingga mengirim pesan ke hipotalamus untuk merangsang hipofise

anterior yang berfungsi menghasilkan hormon oksitosin. Oksitosin yang

dihasilkan kemudian akan masuk ke aliran darah yang menuju payudara sehingga

menyebabkan sel otot halus disekitar payudara berkontraksi. Kontraksi ini akan

memeras air susu yang telah terbentuk untuk keluar dari alveoli dan masuk ke

sistem duktulus yang selanjutnya akan mengalir melalui duktus laktiferus dan

masuk ke mulut bayi (Soetjiningsih, 1997 dalam Malau 2010).

2.1.3 Komposisi ASI

Menurut Hubertin (2004 : 25 dalam Anonim) produksi ASI berbeda dalam

kadar komposisi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kebutuhan bayi untuk

berkembang dari hari ke hari. Ada 3 stadium ASI dengan komposisi yang

berdeda-beda. Stadium ASI tersebut adalah:

a) ASI Stadium I atau Kolostrum

b) ASI Stadium II atau ASI Peralihan

c) ASI Stadium III atau ASI Matur

Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi oleh kelenjar

payudara dari hari pertama sampai hari ke-4. Kolostrum berwarna keemasan

dikarenakan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum

merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan mekonium

sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap untuk menerima

ASI. Hal ini menyebabkan bayi yang menerima ASI di minggu ke-1 fesesnya

berwarna hitam.

Universitas Indonesia

Page 5: BAB II - Tinjauan Pustaka

19

Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah anti-body yang siap

melindungi bayi ketika kondisi bayi masih sangat lemah. Kandungan protein

dalam kolostrum lebih tinggi dari protein dalam ASI matur. Jenis protein globulin

membuat konsistensi kolostrum menjadi pekat sehingga bayi merasa kenyang

lebih lama.

Kandungan karbohidrat dalam ASI lebih rendah dari ASI matur. Hal ini

disebabkan oleh aktivitas bayi pada tiga hari pertama masih sedikit dan tidak

terlalu banyak memerlukan kalori. Total kalori pada kolostrum adalah 58 kal/ 100

ml kolostrum. Lemak kolostrum lebih banyak mengandung kolesterol dan lisotin.

Sehingga bayi sejak dini sudah terlatih mencerna kolesterol karena kolesterol

dalam tubuh bayi mengandung enzim pemecah kolesterol.

Kandungan mineral terutama natrium, kalium, dan klorida dalam

kolostrum lebih tinggi dibanding ASI matur. Selain itu, vitamin yang laruk lemak

juga memiliki kandungan yang lebih tinggi dalam kolostrum dibandingkan

dengan vitamin yang larut air.

ASI Peralihan

ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada hari ke-4

sampai hari ke-10. Pada stadium ini, komposisi protein semakin rendah.

Sedangkan komposisi karbohidrat dan lemak semakin tinggi dan volume ASI

semakin meningkat. Hal ini terjadi sebagai pemenuhan terhadap aktivitas bayi

yang mulai aktif. Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil dan keluhan nyeri

di sekitar payudara mulai berkurang. Oleh karena itu, pada masa ini ibu perlu

meningkatkan konsumsi protein dan kalsiumnya.

ASI Matur

ASI stadium III adalah ASI matur. ASI ini disekresi pada hari ke-10

hingga seterusnya. Kandungan ASI matur terus berubah karena disesuaikan

dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan.

Universitas Indonesia

Page 6: BAB II - Tinjauan Pustaka

20

Berdasarkan sumber dari Food and Nutrition Boart, National Research Council

Washington tahun 1980 (dalam Siregar, 2004), diperoleh perkiraan komposisi

kolostrum dan ASI untuk setiap 100 ml seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1.1. Komposisi ASI

Zat-zat Gizi Kolostrum ASI

Energi (K Cal) 58 70

Protein (g)

- Kasein/whey

- Kasein (mg)

- Laktamil bumil (mg)

- Laktoferin (mg)

- Ig A (mg)

Laktosa (g)

Lemak (g)

2,3

-

140

218

330

364

5,3

2,9

0,9

1 : 1,5

187

161

167

142

7,3

4,2

Universitas Indonesia

Page 7: BAB II - Tinjauan Pustaka

21

Vitamin

- Vit A (mg)

- Vit B1 (mg)

- Vit B2 (mg)

- Asam Nikotinmik (mg)

- Vit B6 (mg)

- Asam pantotenik

- Biotin

- Asam folat

- Vit B12

- Vit C

- Vit D (mg)

- Vit Z

- Vit K (mg)

151

1,9

30

75

-

183

0,06

0,05

0,05

5,9

-

1,5

-

75

14

40

160

12-15

246

0,6

0,1

0,1

5

0,04

0,25

1,5

Mineral

- Kalsium (mg)

- Klorin (mg)

- Tembaga (mg)

- Zat besi (ferrum) (mg)

- Magnesium (mg)

- Fosfor (mg)

- Potassium (mg)

- Sodium (mg)

- Sulfur (mg)

39

85

40

70

4

14

74

48

22

35

40

40

100

4

15

57

15

14

2.1.4 Manfaat ASI

Menurut Roesli (2005), Alkatiri (1998) dan Malau (2010), manfaat

pemberian ASI yang diperoleh bayi adalah:

Universitas Indonesia

Page 8: BAB II - Tinjauan Pustaka

22

1. ASI sebagai nutrisi.

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi seimbang

dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI merupakan

makanan yang paling sempurna, baik kualitas merupakan kuantitasnya. ASI

sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan bayi normal untuk

tumbuh sampai usia 6 bulan.

2. ASI meningkatkan daya tahan tubuh.

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapatkan imunoglobulin dari ibunya

melalui plasenta. Namun, kadar immunoglobulin ini akan menurun segera

setelah bayi lahir. Pada saat kadarnya menurun akan terjadi kesenjangan zat

kekebalan pada bayi. Kesenjangan ini akan berkurang atau hilang apabila bayi

diberi ASI, karena ASI merupakan cairan hidup yang mengandung zat

kekebalan yang akan melindungi bayi dari penyakit infeksi bakteri, virus,

parasit dan jamur. Bayi yang diberi ASI eksklusif ternyata akan lebih sehat

dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI

eksklusif.

3. ASI meningkatkan kecerdasan.

Faktor utama yang mempengaruhi kecerdasan adalah pertumbuhan otak, dan

faktor penting dalam pertumbuhan otak adalah nutrisi yang diberikan. Dengan

memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin

tercapainya pengembangan potensi kecerdasan anak scara optimal. Hal ini

dikarenakan selain sebagai nutrien yang ideal dengan komposisi yang tepat

serta disesuiakan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrien-

nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal. Nutrien-

nutrien tersebut tidak terdapat atau hanya sedikit pada air susu sapi. Nutrien

khusus tersebut antara lain: taurin, laktosa, asam lemak rantai panjang (DHA,

AA, omega-3, omega-6). Jadi, dapat disimpulakan bahwa pertumbuhan otak

bayi yang diberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan akan optimal dengan

kualitas yang optimal juga.

4. ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang.

Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusu akan merasakan

kasih sayang ibunya. Bayi akan merasa aman dan tentram. Perasaan

Universitas Indonesia

Page 9: BAB II - Tinjauan Pustaka

23

terlindungi dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan

emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual

yang baik.

5. ASI eksklusif sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan

pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan.

6. Suhu ASI sama dengan suhu tubuh. Kesesuaian suhu inilah yang

menyebabkan kenyamanan tersendiri bagi bayi.

7. ASI eksklusif dapat mengurangi terjadinya sakit telinga dan infeksi saluran

pernafasan pada bayi.

8. ASI eksklusif melindungi bayi dari serangan alergi.

9. ASI eksklusif meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara bayi.

10. ASI eksklusif membantu pembentukan rahang yang bagus.

11. ASI eksklusif mengurangi risiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada

anak, dan diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung.

12. ASI eksklusif menunjang perkembangan motorik sehingga bayi ASI eksklusif

akan lebih cepat bisa berjalan.

13. ASI eksklusif menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional,

kematangan spiritual, dan hubungan sosial yang baik.

Sedangkan menurut Roesli (2000 dalam Malau 2010) manfaat

memberikan ASI eksklusif bagi ibu antara lain:

1. Mengurangi perdarahan pasca melahirkan.

Apabila bayi disusui segera setelah melahirkan maka kemungkinan terjadinya

perdarahan postpartum akan berkurang. Hal ini dikarenakan pada saat ibu

menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang menyebabkan

vasokonsktiksi sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti.

2. Mengurangi terjadinya anemia.

Menyusui dapat mengurangi kemungkinan terjadi anemia karena dapat

megurangi perdarahan.

3. Sebagai kontrasepsi alamiah.

Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil.

Selama ibu menyusui secara eksklusif dan belum haid, 98% tidak akan hamil

Universitas Indonesia

Page 10: BAB II - Tinjauan Pustaka

24

pada 6 bulan pertama pasca melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi

berusia 12 bulan.

4. Membantu involusi rahim.

Kadar oksitosin ibu yang menyusui meningkat sehingga akan sangat

membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses involusi rahim ini

akan lebih cepat terjadi pada ibu yang menyusui dibandingkan pada ibu yang

tidak menyusui.

5. Lebih cepat langsing kembali.

Menyusui memerlukan energi sehingga tubuh akan mengambilnya dari lemak

yang tertimbun selama kehamilan. Dengan demikian berat badan ibu yang

menyusui akan lebih cepat kembali ke berat badan sebelum hamil.

6. Mengurangi kemungkinan terkena kanker.

Pada ibu yang memberikan ASI eksklusif umumnya kemungkinan memderita

kanker payudara dan ovarium akan berkurang. Pada umumnya bila ibu

melanjutkan menyusui sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih, diduga, angka

kejadian kanker payudara akan berkurang sampai 25%.

7. Lebih ekonomis.

Dengan memberikan ASI eksklusif berarti menghemat biaya untuk membeli

susu formula, perlengkapan meyusui, dan persiapan untuk membuat susu

formula.

8. Tidak merepotkan dan hemat waktu.

ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan atau memasak

air, juga tanpa harus mencuci botol, dan tanpa harus menunggu agar susu tidak

terlalu panas. Pemberian susu botol akan sangat merepotkan terutama pada

malam hari apa lagi kalau persediaan susu habis pada malam hari.

9. Portable dan praktis.

ASI dapat diberkan kapan saja dan di mana saja dalam keadaan siap

dikonsumsi oleh bayi dan selalu dalam suhu yang tepat. ASI mudah dibawa ke

mana-mana sehingga saat bepergian tidak perlu membawa berbagai alat untuk

membuat susu formula dan alat untuk memasak atau menghangatkan susu.

10. Memberikan kepuasan bayi ibu.

Universitas Indonesia

Page 11: BAB II - Tinjauan Pustaka

25

Ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif akan merasakan kepuasan,

kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam karena telah memberikan

sesuatu yang terbaik bagi bayinya.

2.1.5 Akibat Tidak ASI Eksklusif

Menurut Suhardjo (1992 dalam Suaidi, 2011) ada beberapa akibat kurang

baik dari pengenalan makanan dini yaitu : gangguan menyusui, beban ginjal yang

terlalu berat sehingga mengakibatkan hyperosmolaritas plasma, alergi terhadap

makanan, dan mungkin gangguan terhadap pengaturan selera makan. Makanan

alamiah, bahan makanan tambahan dan pencemaran makanan tertentu juga dapat

dirugikan.

Alergi terhadap makanan

Belum matangnya sistem kekebalan dari susu pada umur yang dini, dapat

menyebabkan banyak terjadinya alergi terhadap makanan pada masa kanak-kanak.

Alergi pada susu sapi dapat terjadi sebanyak 7,5% dan telah diingatkan bahwa

alergi terhadap makanan lainnya seperti jeruk, tomat, ikan, telur, dan serealia

bahkan mungkin lebih sering terjadi. Air susu ibu kadang-kadang dapat

menularkan penyebab-penyebab alergi dalam jumlah yang cukup banyak untuk

menyebabkan gejala-gejala klinis, tetapi pemberian susu sapi atau makanan

tambahan yang dini menambah terjadinya alergi terhadap makanan. Selain itu,

menurut Hubertin pemberian susu formula pada bayi baru lahir akan memberikan

resiko otak yang tak ringan.

Gangguan Pengaturan Selera Makan

Makanan padat telah dianggap sebagai penyebab kegemukan pada bayi-

bayi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi –bayi yag diberi susu formula

adalah lebih berat dari pada bayi-bayi yang mendapat air susu ibu, tetapi apakah

perbedaan itu disebabkan karena bayi-bayi yang diberikan susu formula mendapat

makanan padat lebih dini, belumlah jelas.

Universitas Indonesia

Page 12: BAB II - Tinjauan Pustaka

26

Bahan-bahan makanan tambahan yang merugikan

Makanan tambahan mungkin mengandung komponen-komponen alamiah

yang jika diberikan pada waktu dini dapat merugikan. Suatu bahan yang lazim

adalah sukrosa. Gula ini adalah penyebab kebusukan pada gigi, dan telah

dikemukakan bahwa penggunaan gula ini pada umur yang dini dapat membuat

anak terbiasa akan makanan yang rasanya manis. Dalam beberapa sayuran seperti

bayam dan wortel. Kepekatan yang tinggi dan nitrat dapat terjadi dan

menimbulkan bahaya pada bayi-bayi dibawah umur 3-4 tahun, yang mekanisme

dalam badan untuk melawan racun belum diketahui. Banyak dari serealia yang

mengandung glutein dapat menambah risiko penyakit perut pada umur yang

muda, mungkin juga timbul kesulitan-kesulitan diagnostic, karena sifat tidak mau

menerima protein dari susu sapi dapat menyajikan suatu gambaran klinis yang

sama dengan gejala-gejala penyakit perut. Juga ada kemungkinan bahwa

sensitifitas terhadap glutein dapat ditimbulkan secara lebih mudah pada umur dini.

Sekurang-kurangnya pada bayi-bayi yang mendapat susu formula (Suhardjo,1995

dalam Suaidi, 2011).

2.1.6 Pengertian MP-ASI

MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) adalah makanan atau

minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24

bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006).

Pemberian MP-ASI merupakan transisi dari pemberian ASI saja menuju makanan

semi padat hingga makanan padat. Setelah bayi berusia 6 bulan, bayi

membutuhkan makanan tambahan selain ASI karena ASI tidak mampu lagi

memenuhi seluruh kebutuhan makanan bagi bayi. Pada usia ini, pencernaan bayi

mulai siap mencerna makanan, sehingga pemberian makanannya pun baik jumlah

dan bentuknya harus disesuaikan dengan kemampuan bayi mencerna makanan.

Bayi membutuhkan makanan yang memenuhi kuantitas dan kualitas gizi yang

adekuat untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. Di sisi lain, ASI tetap

dibutuhkan bayi sampai usianya 24 bulan.

Universitas Indonesia

Page 13: BAB II - Tinjauan Pustaka

27

2.1.7 Tujuan Pemberian MP-ASI

Pemberian MP-ASI kepada bayi berusia kurang dari enam bulan

meningkatkan resiko bayi terserang berbagai penyakit. Hal itu disebabkan karena

baik sistem imun dan sistem pencernaan bayi masih belum siap menerima

makanan ataupun minuman yang tidak terjamin higienitasnya (Nutrisiani, 2010).

Seiring dengan meningkatknya usia bayi, aktivitasnya pun semakin meningkat,

sehingga kebutuhan energinya bertambah tidak hanya berasal dari ASI saja

melainkan juga makanan selain ASI. Hal itu dikarenakan adanya perbedaan antara

kebutuhan bayi dengan ketersediaan makanan yang dapat disediakan dari ASI.

Oleh karena itu, selain diberikan ASI, bayi memerlukan makanan untuk

memenuhi kekurangan yang tidak dapat tercukupi hanya dengan pemberian ASI

saja.

Hal lain yang menjadi alasan pemberian makanan dimulai pada usia ini

karena bayi berusia diatas 6 bulan, syaraf dan otot di mulut bayi mulai

berkembang sehingga dapat digunakan untuk menggigit dan mengunyah

(Triyanto, 2011). Pengenalan makanan pada bayi berguna untuk mencapai

pertumbuhan perkembangan yang optimal, menghindari terjadinya kekurangan

gizi, mencegah risiko malnutrisi, defisiensi mikronutrien (zat besi, zink, kalsium,

vitamin A, Vitamin C dan folat), anak mendapat makanan ekstra yang dibutuhkan

untuk mengisi kesenjangan energi dengan nutrien, memelihara kesehatan,

mencegah penyakit, memulihkan bila sakit, membantu perkembangan jasmani,

rohani, psikomotor, serta mendidik kebiasaan yang baik tentang makanan dan

memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan yang sesuai dengan keadaan

fisiologis bayi (Husaini, 2001). Bila makanan tidak diperkenalkan pada saat

kemampuan bayi berkembang maka akan sulit mengajar kepandaian ini dimasa

berikutnya (Suhardjo, 1999 dalam Siregar, 2008)

2.1.8 Waktu Pemberian MP-ASI yang Tepat

Waktu yang tepat untuk memberikan anak MP-ASI pertama kali adalah

ketika anak berusia 6 bulan. Hal ini bertujuan untuk mencegah anak mengalami

Universitas Indonesia

Page 14: BAB II - Tinjauan Pustaka

28

gangguan penyakit atau pencernaan karena sistem pencernaannya yang belum

memungkinkan untuk menerima makanan padat sebelum usia 6 bulan.

2.1.9 Perkembangan Kemampuan Makan Anak

Seiring pertumbuhan dan perkembangan bayi, kemampuan bayi juga

semakin baik, begitu juga dalam hal kemampuan makan. Keterampilan motorik

oral berkembang dari respon menghisap ke respon menelan makanan yang tidak

lagi berbentuk cairan, melalui lidah dari bagian depan ke lidah bagian belakang.

Pada usia 6 bulan, bayi pun mulai tumbuh gigi, dapat mengontrol pergerakan

lidah, dapat menaruh barang di mulut dan tertarik untuk mencoba rasa yang baru

(Triyanto, 2011). Pada usia ini, bayi mulai belajar mengenal makanan, sehingga

pemberian makanan pun harus tahap demi tahap sesuai dengan perkembangan

kemampuan fisik dan mental bayi.

Keterampilan Makan

Bayi baru lahir memiliki refleks alami untuk menyusui, refleks mencari

(rooting), refleks menyusui dan refleks isap-telan. Pada saat bayi mengisap

payudara, lidah bergerak ke depanbelakang dan rahang bergerak ke atas bawah.

Bayi mulai mampu mengunyah bila sudah terampil menggerakkan lidah dan

rahang ke samping kiri kanan dan memutar (Albar, 2004). Tiap tahapan usia bayi,

keterampilannya semakin berkembang menyesuaikan kebutuhannya akan

makanan.

Usia 4-6 bulan. Bayi mulai melakukan gerakan seperti mengunyah dan

mulai tertarik dengan makanan. Tangannya suka memasukkan benda-benda ke

dalam mulut atau tetap merasa lapar setelah menyusu.

Usia 6-8 bulan. Kesiapan bayi pada usia ini sama dengan sebelumnya.

Bayi usia ini sudah dapat diperkenalkan makanan seperti pure.

Usia 8-10 bulan. Ketrampilan makan usia ini sama dengan usia

sebelumnya, bayi dapat diberi finger food, kemampuan memegang benda dan

memindahkan serta memasukannya ke dalam mulutnya sudah tercapai pada usia

ini.

Usia 10-12 bulan. Gigi bayi mulai tumbuh banyak sehingga ketrampilan

mengunyah dan menelannya semakin meningkat. Kemampuan motoriknya

Universitas Indonesia

Page 15: BAB II - Tinjauan Pustaka

29

berkembang dengan usahanya makan sendiri dengan menggunakan sendok

(Sulisnadewi, 2008).

Isyarat Bayi Siap Makan

Beberapa tanda muncul ketika bayi siap untuk menerima makanan padat

pertamanya, diantara lain : kemampuan bayi untuk mempertahankan kepalanya

untuk tegak tanpa disangga, menghilangnya refleks menjulurkan lidah, bayi

mampu menunjukkan keinginannya pada makanan dengan cara membuka mulut,

lalu memajukan anggota tubuhnya ke depan untuk menunjukkan rasa lapar, dan

menarik tubuh ke belakang atau membuang muka untuk menunjukkan

ketertarikan pada makanan (Ariani, 2008). (makanan yang baik pdf)

Pada umur 6 bulan bayi umumnya sudah mampu memberikan isyarat bahwa bayi

telah siap diberikan Makanan Pendamping ASI.

Isyarat berat badan dan perkembangan fisik. Berat badan bayi di atas 6

kg, kepala dapat ditegakkan, lengan dan siku dapat menopang berat badan bila

berbaring pada perut, kepala tegak bila duduk di pangkuan ibu, punggung tegak

dalam posisi duduk di pangkuan ibu, dan bayi dapat duduk serta meraih makanan

yang dimakan ibunya.

Isyarat sensorik. Bayi meraih sendok atau tangan ibunya yang berada di

depan mulut, bayi sering memasukkan tangan ke mulut, mengisap kepalan,

jempol atau jari tangan atau kaki, bayi suka memasukkan mainan ke mulut untuk

merasa dan mengecap mainan temasuk dedaunan atau tanah, dan bayi tertarik

dengan rasa baru dan mencoba makanan baru. Ini merupakan isyarat sensorik

bahwa bayi ingin mengetahui perbedaan rasa benda yang berbeda di mulut.

Isyarat komunikasi. Bayi tahu kapan dia ingin makan dan jumlah makanan

yang perlu dimakan. Bayi menggunakan komunikasi verbal sebagai isyarat

berkata "ya" dan "tidak" untuk makan, ganti popok, mandi atau main. Kata "ya"

sebagai isyarat makan nonverbal yaitu memiringkan badan ke arah sendok dan

makanan, meraih sendok atau tangan ibu, melihat dan tersenyum ke makanan,

membuka mulut dan mulai mengisap, atau membuat suara senang. Kata "tidak"

sebagai isyarat makan nonverbal yaitu menjauhkan kepala dan badan dari sendok

Universitas Indonesia

Page 16: BAB II - Tinjauan Pustaka

30

atau makanan, melihat dan bermain dengan makanan di piring, mendorong sendok

atau tangan ibu, muka bayi cemberut dan tidak senang, mengatup mulut saat

sendok mendekati mulut, atau menangis.

Isyarat mulut. Bayi membuka mulut bila sendok mendekati atau

menyentuh bibir, bayi tidak menjulur lidah saat sendok dimasukkan ke mulut,

gerakan lidah secara ritmik depan-belakang saat makanan berada dalam mulut,

bayi mampu memasukkan makanan ke mulut dan mengunyah pelahan-lahan

(Albar, 2004).

2.1.10 Manfaat Pemberian MP-ASI

Setelah usia 6 bulan, ASI hanya memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan gizi

bayi. Sehingga bayi mulai membutuhkan makanan pendamping ASI

(MP-ASI). Pemberian makanan padat pertama ini harus memperhatikan kesiapan

bayi, antara lain keterampilan motorik, keterampilan mengecap dan mengunyah

serta penerimaan terhadap rasa dan bau. Untuk itu, pemberian makanan pada

pertama perlu dilakukan secara bertahap.

Misalnya, untuk melatih indera pengecapnya, berikan bubur susu satu

rasa dahulu, baru kemudian dicoba dengan multirasa (Depkes, 2000),

(Bowman, BA, et al, 2001) dalam (Setiawan, 2009)

Makanan pendamping ASI bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat

gizi anak, menyesuaikan kemampuan alat cerna dalam menerima makanan dan

merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga selain untuk memenuhi

kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi (Suhardjo, 1999 dalam Siregar, 2008).

2.1.11 Dampak Pemberian MP-ASI yang Tidak Tepat

Pemberian MP-ASI yang tidak tepat mempengaruhi tumbuh kembang

bayi. Pemberian makanan yang terlalu dini dapat menganggu kesehatan bayi yang

dapat berpengaruh terhadap pertumbuhannya, bayi dapat mengalami gagal

tumbuh (growth faltering). Bila pemberian MP-ASI terlambat, usia bayi telah

lebih dari 6 bulan dapat menyebabkan pertumbuhan anak terhambat.

(Setiawan, 2009)

Universitas Indonesia

Page 17: BAB II - Tinjauan Pustaka

31

Dampak Pemberian MP-ASI Kurang dari 6 Bulan

Risiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam

bulan berbahaya karena belum memerlukan makanan tambahan pada saat usia

ini, jika diberikan makanan tambahan akan dapat menggantikan ASI dimana bayi

akan minum ASI lebih sedikit dan ibu memproduksinya akan berkurang maka

kebutuhan nutrisi bayi tidak terpenuhi dan faktor-faktor pelindung dari ASI

menjadi sedikit, sehingga kemungkinan terjadi risiko infeksi meningkat (Rosidah,

2004).

Daya tahan tubuh bayi menjadi menurun dan kemungkinan bayi untuk

sakit semakin besar. Bila daya tahan tubuhnya melemah akan berpengaruh

terhadap asupan makan yang semakin menurun, yang bila terus berlanjut akan

mengalami kekurangan gizi hingga kegagalan pertumbuhan.

Makanan tambahan yang dibuat sendiri atau buatan pabrik cenderung

mengandung kadar natrium klorida (NaCl) tinggi akan menambah beban ginjal.

Belum matangnya sistem kekebalan dari usus bayi pada umur dini, dapat

menyebabkan alergi terhadap makanan tambahan, komponen-komponen alamiah

yang terdapat dalam makanan tambahan seperti gula dapat menyebabkan

kebusukan pada gigi dan gangguan pencernaan pada bayi serta kegemukan

(Siregar, 2008).

Resiko Terlambat Memberikan MP-ASI

Bayi yang terlambat diberikan MP-ASI, setelah usianya 6 bulan berisiko

tidak mendapatkan tambahan makanan yang mencukupi kebutuhan untuk

pertumbuhannya. Makanan yang seharusnya berguna untuk memenuhi

kekurangan zat-zat gizi tidak terpenuhi sehingga bayi beresiko mengalami

kekurangan gizi seperti anemia. Bila kekurangan gizi terus berlanjut, anak akan

mengalami keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.

Anak yang tidak diperkenalkan beraneka ragam makanan sejak kecil akan sulit

untuk menerima makanan keluarga karena terbiasa diberikan susu, sehingga sulit

makan makanan padat yang memerlukan proses mengunyah (Siregar, 2008).

Universitas Indonesia

Page 18: BAB II - Tinjauan Pustaka

32

2.1.12 Syarat Pemberian MP-ASI

Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang kaya energi, protein

dan mikronutrien (terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan

fosfat), bersih dan aman, tidak ada bahan kimia yang berbahaya atau toksin, tidak

ada potongan tulang atau bagian yang keras yang membuat bayi tersedak, tidak

terlalu panas, tidak pedas atau asin, mudah dimakan bayi, disukai bayi, mudah

disiapkan dan

harga terjangkau (Rosidah, 2004 dalam Siregar, 2008).

Pemberian Makanan Tambahan ASI (MPASI) akan berkontribusi pada

perkembangan optimal seorang anak bila dilakukan secara tepat. Sebagai

panduan pemberian MPASI Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan

empat hal berikut ini:

1) Saat yang tepat. Pemberian makanan pada bayi merupakan upaya

pengenalan bertahap, mulai dari makanan murni cair (ASI), makanan

lunak (bubur susu), kemudian makanan lembek (tim saring), agak kasar,

hingga makanan padat (makanan orang dewasa) pada usia di atas 12 bulan.

Pemberian yang terlalu dini akan mengganggu penyerapan zat gizi.

Sebaliknya, pengenalan yang terlambat akan meningkatkan risiko

kesulitan makan pada anak di fase berikutnya. Informasi mengenai waktu

pengenalan makanan yang dianjurkan bisa diperoleh tidak hanya dari

tenaga kesehatan, tapi juga dari internet, majalah dan buku mengenai

pemberian makan pada anak, serta informasi yang tercantum pada KMS.

2) Adekuat (mencukupi). Makanan yang diberikan harus mengandung kalori,

protein, dan mikronutrien (zat besi, vitamin A, dan lain-lain) yang cukup.

Secara sederhana, ini berarti memberikan makanan yang tidak hanya

sekedar mengenyangkan anak, tetapi secara seimbang juga memberikan

kecukupan zat gizi lain untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Misalnya pemberian nasi dan kerupuk saja, walaupun secara kalori tidak

berkekurangan dan tidak akan membuat seseorang lapar, namun nilai

gizinya perlu dipertanyakan karena asupan protein dan mikronutrien

terabaikan.

Universitas Indonesia

Page 19: BAB II - Tinjauan Pustaka

33

3) Bersih dan Aman. Pemilihan bahan makanan maupun cara pengolahannya

penting untuk menjamin nutrisi yang baik bagi anak.

4) Suasana psikososial yang menyenangkan. Perlu diingat bahwa pemberian

makan pada anak bukan hanya untuk memberikan asupan nutrisi, tetapi

juga merupakan bentuk kasih sayang. Di samping itu pengenalan beragam

jenis makanan baik bentuk, tekstur, bau, dan rasa adalah bagian dari

upaya memberikan stimulasi/rangsangan pada anak. Lebih jauh lagi,

kemampuan makan adalah bagian dari tahapan perkembangan seorang

anak, sehingga dapat dikatakan bahwa pengenalan dan pola pemberian

makan adalah suatu proses pembelajaran. Dengan makan, anak belajar

mengunyah serta mengulum, juga mengenal aroma dan rasa. Oleh karena

fungsi makan tidak sesederhana memberikan asupan nutrisi saja, dan

kegagalan pemberian makanan bisa berdampak buruk di kemudian hari,

maka suasana psikososial yang menyenangkan mutlak diperlukan oleh

seorang anak pada waktu makan. Dengan kata lain, waktu pemberian

makan sebaiknya tidak menjadi waktu yang ”menegangkan” bagi ibu atau

pengasuh dan anak (Lely, 2005 Siregar, 2008).

Beberapa persyaratan pembuatan MP-ASI di bawah ini yang perlu

diperhatikan menurut Depkes RI, 2006 antara lain:

1) Bahan makanan mudah diperoleh

2) Mudah diolah

3) Harga terjangkau

4) Dapat diterima sasaran dengan baik

5) Kandungan zat gizi memenuhi kecukupan gizi sasaran

6) Mutu protein dapat memacu pertumbuhan fisik ( Protein Eficiency

Ratio/PER lebih besar atau sama dengan 70% mutu casein, setara dengan

> 1,75 )

7) Jenis MP-ASI disesuaikan dengan umur sasaran

8) Bebas dari kuman penyakit, pengawet, pewarna, dan racun

9) Memenuhi nilai sosial, ekonomi, budaya, dan agama

10)

Universitas Indonesia

Page 20: BAB II - Tinjauan Pustaka

34

Cara pemberian makanan pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) dalam Nutrisiani, 2010, pemberian makanan

pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah sebagai berikut :

a. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada bayi

atau anak, terutama bila kontak dengan daging, telur, atau ikan mentah, dan

sebelum memberi makanan pada bayi atau anak. Selain itu, juga mencuci tangan

bayi atau anak.

b. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air mengalir

sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberikan kepada bayi atau anak.

c. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan untuk

memasak, walaupun peralatan tersebut masih tampak bersih.

d. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok, dan cangkir, harus

dicuci kembali sebelum digunakan oleh bayi atau anak.

e. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau anak, hendaknya

berdasarkan tahapan usia anak.

f. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak. Ludah

yang terbawa oleh sendok bayi atau anak akan menyebarkan bakteri.

2.1.13 Pola Pemberian MP-ASI

Setelah umur 6 bulan, setiap bayi butuh diperkenalkan dan diberikan MP-

ASI yang harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai

dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. Pada keadaan biasa, MP-ASI dibuat

dari makanan pokok yang disiapkan secara khusus untuk bayi, dan diberikan 2–3

kali sehari sebelum anak berusia 12 bulan. Kemudian pemberian ditingkatkan 3–5

kali sehari sebelum anak berusia 24 bulan. MP-ASI harus bergizi tinggi dan

mempunyai bentuk yang sesuai dengan umur bayi dan anak baduta. Sementara itu

ASI harus tetap diberikan secara teratur dan sering mungkin.

Jenis-jenis MP-ASI

MP ASI yang baik adalah terbuat dari bahan makanan segar, seperti:

tempe, kacang-kacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur mayur dan buah-

buahan (Kemenkes, 2011). Jenis-jenis MP-ASI yang dapat diberikan adalah:

Universitas Indonesia

Page 21: BAB II - Tinjauan Pustaka

35

a. Makanan Lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring

tampak kurang merata dan bentuknya lebih kasar dari makanan lumat

halus, contoh: bubur susu, bubur sumsum, pisang saring/dikerok, pepaya

saring, tomat saring, nasi tim saring, dll

b. Makanan Lembik adalah makanan yang dimasak dengan banyak air dan

tampak berair, contoh: bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, kentang puri dll

c. Makanan Padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan

biasanya disebut makanan keluarga, contoh: lontong, nasi tim, kentang

rebus, biskuit, dll

Pola Pemberian Makanan Bayi dan Anak Balita

USIA

(BULAN)

ASI BENTUK MAKANAN

MAKANAN

LUMAT

MAKANAN

LEMBIK

MAKANAN

KELUARGA

0-6*

6-8

9-11

12-23

24-59

Keterangan: 6* = 5 bulan 29 hari

Kemenkes RI, 2011

Frekuensi pemberian makanan pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) dalam Nutrisiani, 2010 frekuensi dalam

pemberian makanan pendamping ASI yang tepat biasanya diberikan tiga kali

sehari. Pemberian makanan pendamping ASI dalam frekuensi yang berlebihan

atau diberikan ebih dari tiga kali sehari, kemungkinan dapat mengakibatkan

terjadinya

diare.

Menurut Irianto dan Waluyo (2004), apabila dalam pemberian

makanan pendamping ASI terlalu berlebihan atau diberikan lebih dari tiga kali

sehari, maka sisa bahan makanan yang tidak digunakan untuk pertumbuhan,

Universitas Indonesia

Page 22: BAB II - Tinjauan Pustaka

36

pemeliharaan sel, dan energi akan diubah menjadi lemak. Sehingga apabila

anak kelebihan lemak dalam tubuhnya, memungkinkan anak mengalami alergi

atau infeksi dalam organ tubuhnya dan bisa mengakibatkan kelebihan berat

badan (obesitas).

Pemberian Makanan Sesuai Tahapan Usia

Pemberian MP-ASI sesuai tahapan usia menurut pedoman Depkes RI, 2007 antara

lain:

Pemberian Makanan Bayi Umur 6-9 bulan

1) Pemberian ASI diteruskan

2) Pada umur 6 bulan alat cerna sudah lebih berfungsi, oleh karena itu

bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI lumat 2 kali sehari

3) Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit

demi sedikit dengan sumber lemak, yaitu santan atau minyak

kelapa/margarin. Bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan

bayi, memberikan rasa enak juga mempertinggi vitamin yang larut

dalam lemak.

Pemberian Makanan Bayi Umur 9-12 bulan

1) Pada umur 10 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan

keluarga secara bertahap. Bentuk dan kepadatan nasi tim bayi harus

diatur secara berangsur, mendekati makanan keluarga

2) Berikan makanan selingan 1 kali sehari. Pilihlah makanan selingan

yang bernilai gizi tinggi, seperti bubur kacang ijo, buah. Usahakan

agar makanan selingan dibuat sendiri agar kebersihannya terjamin.

3) Bayi perlu diperkenalkan dengan beraneka ragam bahan makanan.

Campurkanlah ke dalam makanan lembik berbagai lauk pauk dan

sayuran secara berganti-ganti. Pengenalan berbagai bahan makanan

sejak dini akan berpengaruh baik terhadap kebiasaan makan yang sehat

di kemudian hari.

Universitas Indonesia

Page 23: BAB II - Tinjauan Pustaka

37

Pemberian Makanan Anak Umur 12-24 bulan

1) Pemberian ASI diteruskan

2) Pemberian MP-ASI atau makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali

sehari dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan.

Selain itu tetap berikan makanan selingan 2 kali sehari

3) Variasi makanan diperhatikan dengan menggunakan Padanan Bahan

Makanan, misalnya nasi dapat diganti dengan tahu, tempe, kacang ijo,

telur, atau ikan. Bayam dapat diganti dengan daun kangkung, wortel,

tomat. Bubur susu dapat diganti dengan bubur kacang ijo, bubur

sumsum, biskuit.

4) Menyapih anak harus bertahap, jangan dilakukan secara tiba-tiba.

Kurangi frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit.

Berikut adalah contoh jenis makanan beserta frekuensi makan pemberian MP-ASI

kepada bayi sesuai tahapan usia:

Umur Bayi Jenis Makanan Frekuensi

0-6 bulan ASI 10-12 kali sehari

Kira-kira 6 bulan ASI Kapanpun diminta

Sari buah 1-2 kali sehari

Bubur susu

Kira-kira 7 bulan ASI Kapanpun diminta

Buah-buahan 3-4 kali sehari

Hati ayam

Beras merah

Sayuran (wortel,bayam)

Air tajin

Minyak

Kira-kira 9 bulan ASI Kapanpun diminta

Buah-buahan 4-6 kali sehari

Universitas Indonesia

Page 24: BAB II - Tinjauan Pustaka

38

Bubur

Roti, beras merah, jagung

Daging, ikan, ayam

Minyak/santan

12 bulan atau lebih ASI Kapanpun diminta

Makanan pada umumnya,

termasuk telur, kuning

telur, daging

4-6 kali sehari

2.1.14 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI

Berbagai faktor dapat mempengaruhi ibu memberikan makanan sebelum

bayi berusia 6 bulan, sehingga mengahambat pemberian ASI eksklusif. Beberapa

faktor yang berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI tidak tepat, khususnya

pemberian kepada bayi berusia dibawah 6 bulan antara lain (Suhardjo, 1999

dalam Siregar, 2008):

1. Faktor Kesehatan Bayi

Kondisi kesehatan bayi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ibu

memberikan makanan tambahan pada bayinya. Kondisi seperti itu antara

lain galaktosemia, bibir sumbing dan celah palatum. Salah satunya adalah

galaktosemia yang merupakan kelainan metabolisme sejak lahir yang

ditandai adanya kekurangan enzim galaktokinase yang dibutuhkan untuk

mengurangi laktosa menjadi galaktosa, jika bayi diberi ASI atau bahan

lain yang mengandung laktosa maka kadar laktosa dalam darah dan air

kemih akan meningkat secara klinis akan timbul katarak. Bentuk lain

adalah kekurangan enzim yang dapat menyebabkan bayi diare, muntah-

muntah, hati dan limpa membesar kumudian bayi menjadi kuning. Bibir

sumbing dan celah palatum menyebabkan bayi kesulitan menciptakan

tekanan negatif dalam rongga mulut yang diperlukan dalam proses

menyusui, keadaan ini dapat menyebabkan ibu memberikan makanan

tambahan.

Universitas Indonesia

Page 25: BAB II - Tinjauan Pustaka

39

2. Faktor Kesehatan Ibu

Faktor kesehatan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi ibu

yang menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada bayi usia

kurang dari enam bulan, misalnya kegagalan laktasi, penyakit yang

membuat ibu tidak dapat memberi ASI, serta adanya kelainan payudara

yaitu terjadinya pembendungan air susu karena penyempitan laktus

laktiferus oleh karena tidak dikosongkan dengan sempurna, kelainan

puting susu seperti puting susu terbenam dan cekung sehingga

menyulitkan bagi bayi untuk menyusu, mastitis (suatu peradangan pada

payudara disebabkan oleh kuman terutama staphylococcus aureus melalui

luka pada putting susu), tidak ada susu (agalaksia), dan air susu sedikit

keluar (Oligogalaksia). Kurangnya dukungan

sosial dalam mengatasi masalah diatas maka ibu cenderung memberikan

makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan sebagai

pengganti ASI.

3. Faktor Pengetahuan Ibu

Faktor pengetahuan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan tingkat

pengenalan informasi tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang

dari enam bulan. Pengetahuan ibu tentang kapan pemberian MP-ASI,

alasan bayi diberi MP-ASI, manfaat MP-ASI, dan risiko pemberian

makanan pada bayi kurang dari enam bulan sangatlah penting. Tetapi

bayak ibu-ibu yang tidak mengetahui hal tersebut diatas sehingga

memberikan makanan tambahan pada bayi usia di bawah enam bulan

tanpa mengetahui dan memahami risiko yang akan timbul.

4. Faktor Pekerjaan Ibu

Pekerjaan ibu dan aktivitas yang dilakukan ibu setiap harinya untuk

memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya terkadang

yang menjadi alasan pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari enam

bulan. Pekerjaan ibu bisa saja dilakukan di rumah, di tempat kerja baik

yang dekat maupun jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering

memberikan makanan

Universitas Indonesia

Page 26: BAB II - Tinjauan Pustaka

40

tambahan dini dengan alasan melatih atau mencoba agar pada waktu ibu

mulai bekerja bayi sudah terbiasa. Hal yang terpenting bagi ibu menyusui,

agar produksi air susunya banyak adalah harus sering menyusukannya

kepada bayinya, minimal 8 kali sehari, misalnya diulang tiap 3 jam, pada

payudara kiri dan kanan, masing-masing minimal selama 5 menit.

Produksi air susu ibu akan meningkat bila puting susu ibu sering

mendapatkan rangsangan dari mulut bayi. Makin sering ibu menyusui,

maka akan semakin banyak produksi air susu ibu (Luluk, 2005).

5. Faktor Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan sesuatu pekerjaan di

bidang kesehatan atau orang mampu melakukan pekerjaan di bidang

kesehatan. Petugas kesehatan sangat berperan dalam memotivasi ibu untuk

tidak memberi MP-ASI pada bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya,

jika dilakukan penyuluhan dan pendekatan yang baik kepada ibu yang

memiliki bayi usia kurang dari enam bulan, maka pada umumnya ibu mau

patuh dan menuruti nasehat petugas kesehatan, oleh karena itu petugas

kesehatan diharapkan menjadi sumber informasi tentang kapan waktu

yang tepat memberikan MP-ASI dan risiko pemberian MP-ASI dini pada

bayi.

6. Faktor Iklan

Iklan merupakan sebuah sarana, yang jika baik dapat menarik penonton

atau pendengarnya untuk melakukan sesuai dengan anjuran iklannya.

Banyaknya iklan yang memasarkan susu formula, membuat ibu mau

memberikannya kepada bayi dengan keyakinan sehat dan baik bagi

bayinya. Iklan tidak hanya melalui televisi,tapi juga radio dan surat kabar,

bahkan di tempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan

masyarakat di Indonesia sudah tersedia brosur-brosur gratis tentang

produk-produk susu yang bisa diberikan pada bayi usia kurang dari enam

bulan.

7. Faktor Budaya

Faktor budaya adalah faktor yang berhubungan dengan nilai-nilai dan

pandangan masyarakat yang lahir dari kebiasaan yang ada, dan pada

Universitas Indonesia

Page 27: BAB II - Tinjauan Pustaka

41

akhirnya mendorong masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan

budaya. Misalnya budaya yang baru berkembang sekarang ini adalah

pandangan untuk tidak memberikan ASI karena bisa menyebabkan

perubahan bentuk payudara yang membuat wanita tidak cantik. Masih

banyak ibu, khususnya yang sangat memperhatikan bentuk tubuhnya,

masih mengikuti tradisi ini. Tradisi lainnya misalnya ibu beranggapan

bahwa susu sapi lebih baik dari ASI. Pengaruh itu akan semakin buruk

apabila disekeliling kamar bersalin dipasang gambar-gambar atau poster

yang memuji penggunaan susu buatan. Produsen susu dan makanan

pendamping ASI yang semestinya turut berperan serta dalam program

yang notabene bisa menyehatkan generasi penerus, justru banyak yang

melakukan penyimpangan.

8. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi

keuangan yang menyebabkan daya beli untuk MP-ASI menjadi lebih

besar. Faktor ekonomi ini menyangkut besarnya penghasilan yang

diterima, yang jika dibandingkan dengan pengeluaran, masih

memungkinkan ibu untuk memberikan MP-ASI bagi bayi usia kurang dari

enam bulan. Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka daya

beli akan makanan tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk

perekonomian keluarga, maka daya beli untuk MP-ASI lebih sukar.

2.1.15 Gizi Seimbang Untuk Balita

Gizi Seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung

unsur-unsur zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh,

dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas

fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal. Berdasarkan pengertian tersebut,

komposisi makanan yang dianjurkan untuk balita adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Page 28: BAB II - Tinjauan Pustaka

42

Tabel 2.1.2. Tabel Anjuran Jumlah Porsi Bahan Makanan Menurut Kecukupan

Energi Kelompok Umur 1-3 Tahun dan 4-6 Tahun

Bahan MakananUsia 1-3 tahun

(1200 Kkal)

Usia 4-6 tahun

(1700 Kkal)

Nasi 3 porsi 4 ½ porsi

Sayuran 1 ½ porsi 2 porsi

Buah 3 porsi 3 porsi

Tempe 1 porsi 2 porsi

Daging 1 porsi 2 porsi

ASI

Susu

Minyak

Gula

Dilanjutkan hingga 2

tahun

1 porsi

3 porsi

2 porsi

1 porsi

4 porsi

2 porsi

Rujukan bahan makanan dan besar porsi bagi kelompok umur 1-3 tahun

dan 4-6 seperti pada tabel diatas. Selain porsi makanan seperti diatas, pada

segitiga gizi seimbang dianjurkan pada kelompok umur balita untuk mengonsumsi

air putih sebanyak ± 8 gelas per hari.

2.2 Jajanan Sehat

2.2.1 Pengertian Jajanan

Menurut WHO makanan jajanan di Indonesia tidak menerapkan standar

yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO)Makanan

Universitas Indonesia

Page 29: BAB II - Tinjauan Pustaka

43

jajanan biasanya ditemukan di jalanan ataupun ditempat-tempat keramaian

biasanya dijual oleh pedagang kaki lima dan dapat dikonsumsi langsung tanpa

adanya pengolahan saat pembelian. Makanan jajanan juga sering dikenal sebagai

“street food” dimana kita bisa mendapatkan makanan tersebut di pinggir

jalan,terminal,stasiun,dan tempat umum lainnya. Menurut surat keputusan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

942/MENKES/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman

yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan

sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa

boga, rumah makan atau restoran, dan hotel. Makanan sehat tidak hanya

mengandung zat gizi yang cukup dan seimbang juga harus aman, yaitu bebas dari

bakteri, virus, parasit, serta bebas dari pencemaran zat kimia.

Ada beberapa jenis makanan dengan beberapa pendapat dari para pakar

diantaranya:

Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi dalam Mariana (2006) dapat

digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:makanan jajanan yang berbentuk

panganan, seperti kue kecil-kecil, pisang goreng dan sebagainya. Makanan

jajanan yang diporsikan seperti mie bakso, nasi goreng,dan lain-lain. Makanan

jajanan yang berbentuk minuman, seperti es campur, es buah dan sebagainya.

Menurut Tarwotjo (1998) ada 2 (dua) jenis makanan kecil (jajanan),

yaitu: makanan jajanan dengan rasa manis dan jenis makanan jajanan basah dan

kering. Sedangkan menurut Mudjajanto, 2005 makanan jajanan dapat dibagi

menjadi empat kelompok yaitu makanan utama atau “main dish” seperti nasi

rames, nasi pecel, dan sebagainya,makanan snack seperti kue-kue, pisang

goreng, dan sebagainya, golongan minuman, es buah,teh,kopi, es campur dan

sebagainya, dan yang teakhir buah-buahan contohnya jeruk,apel, jambu air, dan

sebagainya.

Makanan jajanan dibagi dalam 2 perbandingan yaitu jajanan sehat dan

jajanan tidak sehat. Hal ini dapat kita lihat dari komposisi jajanan,bentuk

jajanan,kandungan gizi jajanan ,pengolahan jajanan dan sebagainya. Berbagai

jenis makanan jajanan yang dikonsumsi harus mengandung nilai gizi.Hal ini

sangat penting karena proporsi makanan jajanan dikonsumsi rata-rata

Universitas Indonesia

Page 30: BAB II - Tinjauan Pustaka

44

mengandung nilai gizi yang cukup untuk kebutuhan tubuh. Makanan jajanan bisa

jadi makanan pengganti nasi disaat perut terasa lapar. Dan setiap seseorang

memiliki kebutuhan gizi yang berbeda-beda.

Makanan jajanan sering kali identik dengan anak usia

sekolah .Kelompok anak sekolah berkisar (umur 6-12 tahun) dan mereka

termasuk rentan gizi termasuk ke dalam kelompok rentan gizi. Yang sangat

mudah terkena gangguan kesehatan sehingga mereka memerlukan zat-zat gizi

dalam jumalah besar. Jajanan sering berguna untuk menambah zat-zat makanan

yang tidak ada atau kurang pada makanan utama .

Dari segi prilaku anak sekolah biasanya tidak peduli dengan kebiasaan

jajanan mereka. Usia anak sekolah berada dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan sehingga dibutuhkan asupan gizi yang cukup didalam tubuhnya.

Dibawah ini terdapat tabel kebutuhan gizi pada anak usia sekolah.

Tabel diatas menunjukkan kategori tingkat konsumsi energy dan

protein yang dikonsumsi oleh anak sekolah . Kecukupan gizi dipengaruhi oleh

Universitas Indonesia

Page 31: BAB II - Tinjauan Pustaka

45

umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan tinggi badan, genetika dan sebagainya.

Untuk tatanan anak sekolah biasanya melakukan aktivitas sedang. Nilai

kecukupan energi dan kecukupan protein seseorang perhari rata-rata ketika dalam

aktivitas sedang dapat dilihat pada tabel 2 yaitu untuk nilai kecukupan energy

dan protein usia 10 s/d 12 tahun.

Sumber: (Almatsier, 2007).

Menurut Khomson 2003 peranan makanan jajanan sebagai berikut:

1. Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan gizi karena akan banyak aktivitas

fisik yang dilakukan di sekolah nantinya apalagi bagi anak yang tidak sarapan

pagi.

2. Untuk memperkenalkanberbagai jenis makanan yang nantinya bisa

menumbuhkan keberagaman pangan sejak kecil.

3. Untuk meningkatkan rasa gengsi anak pada teman-temannya di sekolah.

2.2.2 Perbandingan Makanan Jajanan

1.Makanan jajanan sehat

a. Makanan tertutup agar terhindar dari debu-debu dan bakteri yang

mengakibatkan penyakit.

b. Makanan segar

c. Makanan tidak berwarna mencolok karena pewarna yang digunakan

adalah pewarna alami.

d. Bekal bekal

2,Makanan jajanan tidak sehat

a. Makanan terbuka biasanya mudah tercemar oleh debu,bakteri dan

pembawa penyakit lainnya.

Universitas Indonesia

Page 32: BAB II - Tinjauan Pustaka

46

b. Makanan dengan pengawet adalah makanan yang memiliki pengawet

berbahay bagi kesehatan.

c. Makanan yang berwarna mencolok besar kemungkinan mengandung

pewarna sintetis

d. Jajan sembarangan.

Zat tambahan yang terbukti mayoritas terdapat pada Makanan Jajanan

Anak Sekolah (MJAS) adalah zat pewarna merah (Rhodhamin B) yang

terkandung dalam saus, pewarna kuning (Metanil Yellow) yang terkandung

dalam chiken naget serta mie, dan Bahan Pengawet (Bhoraks dan Formalin)

yang terkandung dalam bakso serta tahu, dan jajanan anak-anak yang sekarang

digemari adalah makanan jelly, makanan jelly ternyata menggunakan zat

pewarna kuning yang mengandung unsur zat tartazine.

2.2.3 Kandungan Zat

Dan ada beberapa zat berbahaya lainnya seperti :

a. Sakarin (Saccharin)

Sakarin adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis, kira-

kira 550 kali lebih manis dari pada gula biasa. Sakarin dapat meningkatkan

derajat kejadian kanker kandung kemih pada manusia kira-kira 60 % lebih

tinggi pada para pemakai,biasanya terjadi pada laki-laki. Dosis sakarin tidak

boleh lebih dari 1 gram setiap harinya.

b. Siklamat(Cyclamate)

Siklamat berupa bubuk kristal putih, tidak berbau dan kira-kira 30 kali

lebih manis dari pada gula tebu (dengan kadar siklamat kira-kira 0,17%).

Bilamana kadar larutan dinaikkan sampai dengan 0,5%, maka akan terasa getir

dan pahit. Siklamat dengan kadar 200 mg per ml dalam medium biakan sel

leukosit dan monolayer manusia (invitro) dapat mengakibatkan kromosom sel-

sel tersebut pecah.

c. Nitrosamin

Sodium nitrit yaitu bahan kristal yang tak berwama atau sedikit semu

kuning dan tidak berbau. Biasanya digunakan untuk memberikan aroma yang

khas seperti pada sosis ,keju,kornet dan lain-lain. Pemakaian sodium nitrit

Universitas Indonesia

Page 33: BAB II - Tinjauan Pustaka

47

harus hati-hati dan tidak boleh melampaui 500ppm.

d. Zat pewarna sintesis

Berdasarkan pengamatan di pasar terdapat 5 zat pewarna sintetis yang

paling banyak digemari di Indonesia adalah warna merah, kuning, jingga, hijau

dan coklat. Dua dari lima zat pewarna tersebut, yaitu merah dan kuning

adalah Rhodamine-B dan metanil yellow. Kedua zat pewarna ini termasuk

golongan zat pewarna industri untuk mewarnai kertas, tekstil, cat, kulit dsb.

dan bukan untuk makanan dan minuman. Dan Selain itu, boraks juga

merupakan zat pewarna favorit yang sering digunakan oleh produsen makanan

dan hal ini telah marak di pasar.

e. Monosodium Glutamat

Monosodium glutamat (MSG) atau vetsin adalah penyedap masakan dan

sangat populer. Hampir setiap jenis makanan masa kini dari mulai camilan

untuk anak-anak seperti chiki dan sejenisnya, mie bakso dan sebagainya. MSG

dapat menyebabkan degenerasi dan nekrosi sel-sel neuron, degenerasi dan

nekrosis sel-sel syaraf lapisan dalam retina, menyebabkan mutasi sel,

mengakibatkan kanker kolon dan hati, kanker ginjal, kanker otak dan merusak

jaringan lemak.

f. Formalin (Formaldehyde solution)

Formalin adalah larutan yang tidak berwarna, berbau tajam yang

mengandung lebih kurang 37 % formaldehit dalam air, biasanya ditambahkan

mineral 10-15 % sebagai pengawet. formalin juga menyebabkan kerusakan

jantung, hati, otak, limpa, pankreas, sistem saraf pusat dan ginjal.

g. Natamysin,

Natamysin yang digunakan pada produk daging dan keju, yang

menyebabakan mual, muntah.

h. Kalium asetat

Kalium asetat digunakan pada makanan yang asam dan bisa menyebabkan

rusaknya ginjal.

Universitas Indonesia

Page 34: BAB II - Tinjauan Pustaka

48

Ada beberapa zat pewarna yang diizinkan di Indonesia antara lain:

Dan Bahan pengawet yang aman dipakai, namun bahaya jika terlalu

berlebih:

a. Kalisum benzoate

Pengawet ini bisa menghambat pertumbuhan bakteri penghasil racun,

bakteri spora, dan bkateri bukan pembusuk, Bahan ini menimbulkan kesan aroma

fenol, Bahan pengawet ini digunakan untuk mengawetkan minuman ringan,

minuman anggur, saus sari buah, dan lain-lain.

b. Sulfur dioksida(so2)

Biasanya digunakan pada sari buah, buah kering, sirop, dan acar.

c. Kalium nitrit

Kalium nitrit berwarna putih dan kuning, yang digunakan untuk menghambat

pertumbuhan bakteri dalam waktu singkat.

d. Kalsium propionat/natrium propionat

Keduannya termasuk golongan asam propionat, yang digunakan untuk

mencegah jamur .

e. Natrium metasulfat

Biasanya digunakan pada produk roti dan tepung.

Universitas Indonesia

Page 35: BAB II - Tinjauan Pustaka

49

2.2.4 Dampak Jajanan Tidak Sehat

Dampak dari adanya pengawet buatan,pewarna buatan dan pemanis

buatan antara lain:

Bisa menyebabkan tumor ginjal,dapat menimbulkan efek samping tumor

thyroid yang sangat berbahaya bagi kesehatan,menyebabakan gangguan fungsi

hati atau kanker hati,mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit migrain dan

sakit kepala,kehilangan daya ingat, bingung ,insomnia, sakit perut dan diare, nafsu

makan menurun, salah satu penyebab terjadinya obesitas pada anak, kurang gizi

sebab kandungan gizi pada jajanan belum tentu terjamin. Apabila dalam jangka

panjang maka akan menimbulkan dampak-dampak lainnya seperti kanker otak

dan lain-lain.

2.3 Gastritis

2.3.1 Pengertian Gastritis

Kata “Maag” berasal dari bahasa Belanda yang berarti “Lambung” (Kalbe

Farma, 2008). Oleh sebab itu, orang yang mempunyai masalah dengan

lambungnya merasa dirinya menderita sakit maag (Kalbe Farma, 2008). Dalam

bahasa medis, sakit maag dikenal dengan nama gastritis (Tim Redaksi Klikdokter,

2012).

Gastritis berasal dari bahasa Yunani, yaitu “gastro”, berarti “perut atau

lambung” dan “it is” berarti “inflamasi atau peradangan” (Advetorial Indofarma,

2009). Gastritis biasanya digunakan sebagai suatu acuan terjadinya radang pada

selaput perut, namun istilah tersebut sering digunakan untuk berbagai gejala

akibat peradangan lapisan lambung dan gejala terbakar atau ketidaknyamanan

pada lambung (Farlex, Inc., 2012).

Menurut Department of Human Services (2008) dan U.S. Department of

Health and Human Services National Institutes of Health (2010), gastritis

merupakan peradangan lapisan perut atau mukosa di lambung. Gastritis tersebut

umumnya terjadi ketika mukosa lambung melemah atau rusak, sehingga dinding

lambung akan rentan mengalami kerusakan karena tidak dapat terlindungi dari

asam lambung yang membantu pencernaan makanan (Mayo Clinic staff2, 2012).

Universitas Indonesia

Page 36: BAB II - Tinjauan Pustaka

50

2.3.2 Klasifikasi Gastritis

Menurut Suyono (2010) dalam Suparyanto (2012), berdasarkan

manifestasi klinis, gastritis terdiri dari gastritis akut dan gastritis kronik yang

antara keduanya tidak memiliki hubungan sama sekali.

1. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah peradangan lambung yang berkembang dengan cepat

dan berlangsung untuk jangka waktu singkat (Mayo Clinic staff2, 2012) atau dapat

dikatakan terjadi secara tiba-tiba (Mayo Clinic staff1, 2012). Istilah penyakit ini

mencakup perubahan inflamasi di mukosa lambung (Khan, 2007). Umumnya,

gastritis akut yang sering ditemukan, bersifat jinak dan dapat sembuh dengan

sempurna. Gastritis tersebut terjadi akibat respons mukosa lambung terhadap

berbagai iritan local (Prince, 2005 dalam Suparyanto, 2012).

Pada sebagian besar kasus, inflamasi pada mukosa lambung dalam

gastritis ini termasuk kedalam penyakit yang ringan (Prince, 2005 dalam

Suparyanto, 2012). Namun demikian, penyakit ini dapat membuat mukosa

menjadi ganggren atau perforasi, bahkan terbentuk jaringan parut yang

mengakibatkan obstruksi. Hal tersebut dapat terjadi karena lambung mencerna

asam atau alkali yang kuat (Brunner, 2000 dalam Suparyanto, 2012).

Penyebab dari penyakit tersebut di antaranya adalah obat-obatan, alkohol,

makan atau minum zat korosif, stres fisiologis yang ekstrim, dan infeksi. Gastritis

akut sering dikaitkan dengan penyakit, akut, atau trauma. Peningkatan risiko

terhadap penyakit ini terjadi pada pengonsumsi obat anti-inflamasi penggunaan

obat (NSAID), penggunaan alkohol terakhir berat, dan stres fisiologis operasi

besar seperti, trauma kepala, gagal ginjal, gagal hati, atau kegagalan pernafasan

(Khan, 2007).

2. Gastritis Kronik

Menurut Khan (2007), gastritis kronis merupakan peradangan pada lapisan

lambung yang terjadi secara bertahap dan berlanjut untuk waktu yang lama.

Penyakit ini dapat disebabkan oleh iritasi berkepanjangan dari penggunaan obat

anti-inflammatory drugs (NSAID), infeksi dengan bakteri Helicobacter pylori,

gangguan autoimun, degenerasi lapisan perut karena faktor usia, atau refluks

empedu kronis .

Universitas Indonesia

Page 37: BAB II - Tinjauan Pustaka

51

2.3.3 Patofisiologi Gastritis

Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh

berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti

asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor

eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas

epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Faktor-faktor tersebut

dapat merusak atau mengganggu integritas mukosa lambung. Oleh sebab itu,

gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu

faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang

didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam

mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel

epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan

produksi asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan

subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai

penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang

adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa

lambung (Prince, 2005 dalam Suparyanto, 2012).

Pada saat keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan

faktor defensif (ketahanan mukosa) terganggu, seseorang akan terkena gastritis

(Brunner, 2000 dalam Suparyanto, 2012). Hal tersebut terjadi karena ketika

mekanisme pelindung tersebut hilang atau rusak atau terganggu, dinding lambung

tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005 dalam

Suparyanto, 2012).

2.3.4 Faktor-Faktor Penyebab Gastritis

1 Pola Makan

Yayuk Farida Baliwati (2004) dalam Suparyanto (2012) menyatakan

bahwa gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak

teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan. Akibatnya, lambung

menjadi sensitif ketika asam lambung meningkat.

a. Frekuensi Makan

Universitas Indonesia

Page 38: BAB II - Tinjauan Pustaka

52

Setiap orang memiliki jumlah konsumsi makanan berbeda baik kuantitatif

maupun kualitatif. Jumlah makanan yang dikonsumsi sehari-hari tersebut disebut

frekuensi makan. Frekuensi makan ini dipengaruhi dengan waktu kosongnya

lambung. Umumnya, lambung kosong antara 3-4 jam setelah konsumsi makanan.

Cepat atau lambatnya pengosongan tersebut berkaitan dengan lama pengolahan

makanan dalam lambung yang juga sangat bergantung dengan sifat dan jenis

makanan (Okviani, 2011 dalam Suparyanto, 2012).

Pola makan yang tidak teratur memudahkan seseorang terserang gastritis.

Hal tersebut terjadi karena lambung yang seharusnya diisi makanan dibiarkan

kosong, atau ditunda pengisiannya, sehingga asam lambung yang tetap diproduksi

tidak mencerna makanan melainkan akan mencerna lapisan mukosa lambung.

Pada saat mekanisme tersebut terjadi, tubuh akan memberikan gejala berupa rasa

nyeri (Ester, 2001dalam Suparyanto, 2012).

Pengisian makanan biasanya dilakukan setelah 4-6 jam sesudah makan

karena kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai, sehingga

tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi.

Pada kondisi tersebut, jika seseorang telat makan 2-3 jam, asam lambung yang

diproduksi semakin banyak dan berlebih, sehingga dapat mengiritasi mukosa

lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004

dalam Suparyanto, 2012).

Kebiasaan makan yang tidak teratur tersebut membuat lambung sulit

beradaptasi. Jika berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebih,

sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut

menjadi tukak peptik. Di saat bersamaan tubuh akan merasa perih dan mual,

hingga dapat naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar

(Nadesul, 2005 dalam Suparyanto, 2012).

Produksi asam lambung tersebut dipengaruhi oleh pengaturan sefalik,

yaitu pengaturan otak. Adanya makanan dalam mulut, akan merangsang sekresi

asam lambung. Selain itu, pada manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat

merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).

b. Jenis Makanan

Universitas Indonesia

Page 39: BAB II - Tinjauan Pustaka

53

Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem

pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi (Okviani, 2011 dalam

Suparyanto, 2012) karena kandungan asam yang tinggi dalam makanan pedas

(Nugraheni, 2012). Hal tersebut akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu

hati yang disertai dengan mual dan muntah (Okviani, 2011 dalam Suparyanto,

2012).

Lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan

tertentu, seperti mencerna buah yang masih mentah, daging mentah, kari, dan

makanan yang banyak mengandung krim atau mentega, dan lambat

meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi lambung dan asam

lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke

dalam duodenum. Asam yang dikeluarkan tersebut akan menyebabkan rasa panas

di ulu hati dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009 dalam Suparyanto, 2012).

c. Porsi Makan

Konsumsi makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi

lambung. Akibatnya, kekuatan dinding lambung akan menurun. Kondisi tersebut

akan menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004 dalam

Suparyanto, 2012).

2. Kopi

Menurut Tahitian Noni International (2011), kopi diketahui memiliki

kandungan yang dapat merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung,

sehingga terjadi peningkatan keasam dalam lambung dan dapat mengiritasi

lambung. Kafein dan asam chlorogenic merupakan dua unsur yang dapat

mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung.

Kafein akan menstimulasi sistem saraf pusat yang akan meningkatkan

aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon

gastrin yang dikeluarkan akan menyekresi getah lambung yang sangat asam dari

bagian fundus lambung. Peningkatan sekresi asam lambung ini dapat

menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011 dalam

Suparyanto, 2012).

Selain itu, kafein mempermudah terjadinya refluks gastroesofageal. Kafein

akan mengganggu fungsi klep otot sphincter esofagus superior yang menghambat

Universitas Indonesia

Page 40: BAB II - Tinjauan Pustaka

54

kembalinya (reflux) isi lambung ke esofagus, sehingga isi lambung akan mudah

naik ke esofagus. Asam yang turut naik ke esophagus saat terjadi reflux dapat

membuat iritasi esofagus dan perasaan terbakar di dada (heartburn) (Rafetto,

Meri, et.al., 2004)

Setiap orang memiliki batasan yang berbeda-beda dalam konsumsi kafein.

Kebanyakan penelitian mengungkapkan umumnya orang sehat dapat meminum

300 mg kafein (sekitar 1 sampai 3 cangkir kopi sehari) tanpa memberikan efek

negatif. tidak memberikan efek negative pada kebanyakan orang sehat. Namun

demikian, adapula yang hanya bisa mengonsumsi kopi ≤ 2 cangkir kopi

(Infomedia, 2011).

3. Teh

Tannin yang terkandung dalam teh dapat dengan mudah berubah menjadi

asam tanat apabila terkena air panas atau udara. Asam tanat berfungsi

membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat yang terdapat di dalam

lambung akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel

mukosa lambung menjadi atrofi. Hal tersebut menyebabkan seseorang menderita

berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah

pada keganasan lambung (Shinya, 2008).

4. Rokok

Rokok dapat memberikan pengaruh buruk pada saluran gastrointdstinal

antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks,

mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat

pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH

duodenum. Saat seseorang merokok, terjadi peningkatan sekresi asam lambung

sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Rokok juga mempengaruhi

kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya

dalam menurunkan asam lambung pada malam hari. Selain itu, rokok dapat

mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran

darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan

komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori (Beyer, 2004 dalam Suparyanto,

2012).

5. AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)

Universitas Indonesia

Page 41: BAB II - Tinjauan Pustaka

55

Obat AINS termasuk golongan obat besar yang secara kimia bersifat

heterogen dan berfungsi menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan

penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam

arakhidonat. Aspirin termasuk kedalam golongan obat ini. Aspirin dan obat

antiinflamasi nonsteroid dapat merusak mukosa secara topical karena terdapat

kandungan asam yang bersifat korosif, sehingga dapat merusak sel-sel epitel

mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat

menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan

faktor defensif terganggu. Pemakaian obat tersebut setiap hari selama minimal 3

bulan dapat menyebabkan gastritis (Rosniyanti, 2010 dalam Suparyanto, 2012).

6. Stres

Stress dapat diartikan sebagai suatu kondisi tubuh atau mental menegang

akibat berbagai faktor, seperti faktor fisik, kimia, atau emosional yang dapat

meningkatkan faktor risiko penyebab penyakit (Merriam-Webster, Inc., 2012).

a. Stres Psikis

Ketika seseorang mengalami stres psikis, seperti beban kerja berat, panic,

dan tergesa-gesa, produksi asam lambung akan meningkat. Peningkatan kadar

asam lambung ini dapat mengiritasi mukosa lambung dan menyebabkan

terjadinya gastritis (Friscaan, 2010 dalam Suparyanto, 2012).

b. Stres Fisik

Stres fisik dapat diakibat oleh pembedahan besar, luka trauma, luka bakar,

refluks empedu atau infeksi berat. Stres tersebut dapat menyebabkan gastritis,

ulkus, dan pendarahan pada lambung. Pada perawatan kanker, seperti kemoterapi

dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang

selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Radiasi dalam

dosis besar akan mengakibatkan kerusakan permanen dan dapat mengikis dinding

lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung (Nurii, 2010).

Refluks empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Empedu yang

membantu dalam pencernaan lemak masuk ke dalam usus kecil melalui saluran

empedu. Di saluran tersebut, terdapat katup pilorus yang berfungsi mencegah

empedu mengalir kembali ke dalam perut dari usus kecil. Apabila terjadi disfungsi

Universitas Indonesia

Page 42: BAB II - Tinjauan Pustaka

56

katup pylorus, aliran empedu akan kembali ke dalam perut dan menyebabkan

peradangan pada mukosa lambung (Khan, 2007).

7. Alkohol

Kemampuannya alkohol dalam melarutkan lipida dalam membran se,

memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel

tersebut. Oleh sebab itu alkohol dianggap toksik atau racun (Almatsier, 2002).

Dalam metabolismenya, terdapat dua organ yang berperan besar, yaitu

lambung dan hati. Dalam jumlah sedikit, alkohol dapat meningkatkan rangsangan

produksi asam lambung, menurunkan nafsu makan, dan menyebabkan mual.

Dalam jumlah banyak, alkohol dapat menyebabkan iritasi pada mukosa lambung

dan duodenum hingga terjadi kerusakan pada mukosa lambung, memperburuk

gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Selain itu,

alkohol dapat mengakibatkan penurunan kesanggupan mencerna dan menyerap

makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta

fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004 dalam Suparyanto, 2012).

8. Helicobacter pylori

Helicobacter pylori (H. pylori) hidup jauh di dalam lapisan mukosa yang

melapisi dinding lambung. Penyebaran bakteri ini dari orang ke orang melalui rute

oral-fekal atau tertelan dalam makanan atau air yang terkontaminasi. Infeksi H.

pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan sepanjang hidup

jika tidak diobati. Seseorang yang sudah lama terinfeksi dengan bakteri ini,

menyebabkan respons inflamasi luas yang mengarah ke perubahan dalam lapisan

lambung, seperti atrofik gastritis, yaitu kondisi di mana asam yang memproduksi

kelenjar yang perlahan-lahan hancur (Khan, 2007).

9. Autoimun Gastritis

Ketika tubuh keliru mengenali sasaran salah satu organ sendiri sebagai

protein asing atau infeksi, antibodi dapat merusak atau bahkan menghancurkan

organ. Mukosa lambung dapat juga diserang oleh sistem kekebalan tubuh yang

menyebabkan hilangnya sel-sel lambung. Hal ini menyebabkan peradangan akut

dan kronis yang dapat mengakibatkan kondisi yang disebut anemia pernisiosa.

Terjadinya anemia karena tubuh tidak lagi dapat menyerap vitamin B12. Hal

tersebut disebabkan kurangnya faktor perut kunci yang dihancurkan oleh

Universitas Indonesia

Page 43: BAB II - Tinjauan Pustaka

57

peradangan kronis. Kurangnya vitamin B12 dapat mengecilkan atau menipiskan

mukosa lambung (Khan, 2007).

10. Usia

Seiring pertambahan usia, risiko gastritis akan meningkat. Hal tersebut

disebabkan orang dewasa yang berusia lebih tua, lapisan lambung cenderung

semakin menipis. Selain itu, orang tua cenderung memiliki H. pylori infeksi atau

gangguan autoimun daripada orang muda (Mayo Clinic staff3. 2012)

2.3.5 Gejala-gejala Gastritis

Ada banyak gejala-gejala yang menunjukkan seseorang terkena gastritis,

itu pun tergantung jenis gastritis yang diderita. Namun, gejala-gejala umumnya

adalah:

Perih atau sakit pada perut bagian atas

Mual

Muntah

Sakit pada perut sebelah kiri

Sakit di ulu hati

Kembung

Kehilangan selera makan

Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan (Jackson,

2011;Indofarma, 2012).

Untuk gastritis jenis akut, gejala-gejala yang biasa dialami adalah perih di

perut bagian atas, mual, dan muntah. Sementara untuk jenis gastritis kronis

terkadang sakitnya tidak terasa dan cepat merasa kenyang setelah makan sedikit

(Jackson, 2011). Jika gastritis menyebabkan pendarahan pada lambung, gejala-

gejala yang muncul biasanya seperti tinja yang berwarna kehitaman dan muntah

darah berwarna merah kehitam-hitaman akibat pendarahan tersebut (Medicastore,

2012).

2.3.6 Dampak Gastritis

Jika dibiarkan terus menerus, gastritis akan menyebabkan pendarahan pada

lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker

Universitas Indonesia

Page 44: BAB II - Tinjauan Pustaka

58

lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding

lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung (Medicastore,

2012;Indofarma, 2012).

2.3.7 Pencegahan Gastritis

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi resiko terkena

gastritis, yaitu:

Pola makan teratur. Makan haruslah tepat waktu, jenis, dan

porsinya. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang pedas,

asam, gorengan atau berlemak. Makanlah dengan jumlah yang cukup, pada waktu

yang tepat, lakukan dengan santai, dan tidak terburu-buru.

Kurangi konsumsi kopi. Sewajarnya, manusia mengkonsumsi

kopi sebanyak 1-2 cangkir sehari karena konsumsi kopi berlebih akan merangsang

peningkatan hormon gastrin. Hormon gastrin dapat merangsang sekresi asam

lambung yang akan menyebabkan peradangan di mukosa lambung jika jumlahnya

berlebih.

Hindari alkohol. Konsumsi alkohol dapat mengiritasi dan

mengikis lapisan mukosa dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan

dan pendarahan.

Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung

lambung, membuat lambung lebih rentan terhadap gastritis. Merokok juga

meningkatkan asam lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan

merupakan penyebab utama terjadinya kanker lambung.

Lakukan olahraga secara teratur. Olahraga dapat meningkatkan

kecepatan pernapasan dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus

sehingga membantu mengeluarkan sisa makanan dari usus secara lebih cepat.

Kendalikan stress. Stress meningkatkan produksi asam lambung

dan melambatkan kecepatan pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak

dapat dihindari, maka sebaiknya yaang dilakukan adalah mengendalikannya

secara efektif dengan cara makan makanan bergizi, istirahat yang cukup, dan olah

raga teratur (Medicastore, 2012; Suparyanto, 2012).

Universitas Indonesia

Page 45: BAB II - Tinjauan Pustaka

59

2.4. Hipertensi

2.4.1. Pengertian

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh

darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani,

2006).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada

populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan

tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).

Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan

pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang

dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan.

Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena

termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih

dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny S dkk  2004).

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di negara maju

maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,

dimana tekanan yang abnormal tingggi di dalam arteri menyebabkan

meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisme, gagal jantung, serangan jantung,

dan kerusakan ginjal (Armilawati 2007). Seseorang dikatakan mengalami

hipertensi jika memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah

diastolik ≥ 90 mmHg atau keduanya.

Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah menjadi naik dan

bertahan pada tekanan tersebut meskipun sudah relaks (Iman S 2002). Menurut

Allison Hull (1996), hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir

tidak konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika

memompa darah.

Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi

adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh

darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.

Universitas Indonesia

Page 46: BAB II - Tinjauan Pustaka

60

2.4.2. Klasifikasi

Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah

adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Dan seseorang

dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan

sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.

Tabel. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO/ISH

Klasifikasi

Sistolik

(mmHg)

Diastolik

(mmHg)

Normal < 140 < 90

Hipertensi Ringan 140-180 90-105

Hipertensi Perbatasan 140-160 90-95

Hipertensi Sedang dan Berat > 105 > 105

Hipertensi sistolik Terisolasi < 90 < 90

Hipertensi sistolik

Perbatasan < 90 < 90

Sumber: Arif Mansjoer dkk,2000

Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik

dan hipertensi diastolik (Smith & Tom, 1986). Pertama yaitu hipertensi sistolik

adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik.

Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung

berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri pada

suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas

yang nilainya lebih besar.  Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila

pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar

tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan

diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila

jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan

menurut Arjatmo T dan Hendra U, (2001) faktor yang mempengaruhi prevalensi

hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya

riwayat hipertensi dalam keluarga.

Universitas Indonesia

Page 47: BAB II - Tinjauan Pustaka

61

Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu

sekunder dan primer. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui

penyebabnya namun ada beberapa faktor yang diduga menyebabkan terjadinya

hipertensi tersebut antara lain:  faktor keturunan, ciri perseorangan, dan kebiasaan

hidup (Puspita WR, 2009). Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab

spesifiknya dapat diketahui (Lanny S dkk, 2004). Penderita hipertensi sekunder

ada 5%-10% kasus. Pada hipertensi penyebab dan patofisiologinya sudah

diketahui sehingga dapat dikendalikan dengan obat-obatan atau pembedahan

(Arjatmo T & Hendra U, 2001).

Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu

hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan

hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat

penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah keadaan hipertensi yang

membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang merupakan

akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal (Mahalul 2005

dalam Suheni, 2007)

2.4.3. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar

dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,

meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Brunner

dan Suddarth, 2002).

Universitas Indonesia

Page 48: BAB II - Tinjauan Pustaka

62

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi

epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh

darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,

menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang

pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intra vaskuler (Brunner dan Suddarth, 2002).

Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada

sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang

terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,

yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang

pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung

(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan

tahanan perifer (Brunner dan Suddarth, 2002).

2.4.4. Tanda dan Gejala

Menurut Lanny Sustrani (2004) gejala–gejala hipertensi antara lain sakit

kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau

mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung

berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari telingga berdering

(tinnitus) dan dunia terasa berputar. Cara yang tepat untuk meyakinkan seseorang

memiliki tekanan darah tinggi adalah dengan mengukur tekanan darahnya.

Hipertensi yang sudah mencapai taraf lanjut, yang berarti telah berlangsung

beberapa tahun dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, napas pendek,

Universitas Indonesia

Page 49: BAB II - Tinjauan Pustaka

63

pandangan mata kabur, dan gangguan tidur (Puspita WR, 2009). Hipertensi sulit

disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus. Menurut

Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain yaitu :

a. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala

b. Sering gelisah

c. Wajah merah

d. Tengkuk terasa pegal

e. Mudah marah

f. Telinga berdengung

g. Sukar tidur

h. Sesak napas

i. Rasa berat ditengkuk

j. Mudah lelah

k. Mata berkunang-kunang

l. Mimisan ( keluar darah dari hidung).

2.4.5. Penyebab

Adapun penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah

terjadinya perubahan-perubahan pada: Elastisitas dinding aorta menurun,

Katup jantung menebal dan menjadi kaku,

kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur

20 tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan

menurunnya kontraksi dan volumenya. 

Kehilangan elastisitas pembuluh darah, hal ini terjadi karena kurangnya

efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, serta meningkatnya resistensi

pembuluh darah perifer. Selain itu, faktor genetik dianggap penting sebagai sebab

timbulnya hipertensi.

Anggapan ini didukung oleh banyak penelitian pada hewan percobaan dan

tentunya pada manusia itu sendiri. Faktor genetik tampaknya bersifat

mulifaktorial akibat defek pada beberapa gen yang berperan pada pengaturan

tekanan darah. Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling berperan dalam

Universitas Indonesia

Page 50: BAB II - Tinjauan Pustaka

64

perjalanan munculnya penyakit hipertensi. Semakin banyak seseorang terpapar

faktor-faktor tersebut maka semakin besar kemungkinan seseorang menderita

hipertensi, juga seiring bertambahnya umur seseorang (Fauci AS et al, 1998).

Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat

atau tidak dapat dikontrol, antara lain:

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:

1) Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun

wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang

belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan

dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol

HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses

aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya

imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai

kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi

pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon

estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,

yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian

didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita

sekitar 56,5%. (Anggraini dkk, 2009).

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa

muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60%

penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan

hormon setelah menopause (Marliani, 2007).

2) Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi

orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang

yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara

khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun,

karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada

kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita,

Universitas Indonesia

Page 51: BAB II - Tinjauan Pustaka

65

hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya

perubahan hormon sesudah menopause.

Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan

usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri

utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan

mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu

kehilangan daya penyesuaian diri.

Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga

prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian

sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan

serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan

kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enampuluhan.

Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi.

3) Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga

itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium

terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko

dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%

kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini

dkk, 2009). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk

mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani,

2007).

Menurut Rohaendi (2008), mengatakan bahwa Tekanan darah tinggi

cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua anda

ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka anda akan mempunyai peluang

sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup anda. Jika kedua orang tua

mempunyai tekanan darah tingi maka peluang anda untuk terkena penyakit ini

akan meningkat menjadi 60%.

Universitas Indonesia

Page 52: BAB II - Tinjauan Pustaka

66

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:

1) Obesitas

Pada usia pertengahan ( + 50 tahun ) dan dewasa lanjut asupan kalori

sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas.

Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia.

Kelompok lansia karena dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti

artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).

Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas atau tidak,

dapatdilakukan dengan mengukur berat badan dengan tinggi badan, yang

kemudian disebut dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus perhitungan IMT

adalah sebagai berikut:

Berat Badan (kg)

IMT = ------------------------------------------------

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah

sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih

tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita

hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.

Obesitas beresiko terhadap munculnya berbagai penyakit jantung dan

pembuluh darah. Disebut obesitas apabila melebihi Body Mass Index (BMI) atau

Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI untuk orang Indonesia adalah 25. BMI

memberikan gambaran tentang resiko kesehatan yang berhubungan dengan berat

badan. Marliani juga mengemukakan bahwa penderita hipertensi sebagian besar

mempunyai berat badan berlebih, tetapi tidak menutup kemungkinan orang yang

berat badanya normal (tidak obesitas) dapat menderita hipertensi. Curah jantung

dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi

dibandingkan dengan berat badannya normal. (Marliani,2007).

2) Kurang olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak

menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer

yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung

Universitas Indonesia

Page 53: BAB II - Tinjauan Pustaka

67

sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih

berat karena adanya kondisi tertentu.

Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena

bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif

cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus

bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus

memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri. Latihan fisik berupa

berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga

jantung dan peredaran darah. Bagi penderita tekanan darah tinggi, jantung atau

masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak menggunakan beban waktu jalan.

Riset di Oregon Health Science kelompok laki-laki dengan wanita yang kurang

aktivitas fisik dengan kelompok yang beraktifitas fisik dapat menurunkan sekitar

6,5% kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) faktor penting penyebab

pergeseran arteri (Rohaendi, 2008).

3) Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat

dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya

stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort

prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,

Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat

hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5%

subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih

dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun.

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada

kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari

(Rahyani, 2007).

4) Mengkonsumsi garam berlebih

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)

merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya

hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100

mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium

yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler

Universitas Indonesia

Page 54: BAB II - Tinjauan Pustaka

68

meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga

volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler

tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada

timbulnya hipertensi. (Wolff, 2008).

5) Minum alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung

dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol

berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).

6) Minum kopi

Faktor kebiasaan minum kopi di dapatkan dari satu cangkir kopi

mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi

meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.

7) Pil KB

Pil KB: Risiko meninggi dengan lamanya pemakaian (± 12 tahun berturut-

turut)

8) Stress

Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak

menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah

menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di

masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat

dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang

tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini dkk, (2009) menagatakan

Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung

sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat

berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

2.4.6. Dampak

Menurut Sustrani (2006), membiarkan hipertensi membiarkan jantung

bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah

berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung

Universitas Indonesia

Page 55: BAB II - Tinjauan Pustaka

69

dua kali dan meningkatkan resiko stroke delapan kalindibanding dengan orang

yang tidak mengalami hipertensi.

Selain itu hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung,

gangguan pada ginjal dan kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa

hipertensi dapat mengecilkan volume otak, sehingga mengakibatkan penurunan

fungsi kognitif dan intelektual. Yang paling parah adalah efek jangka panjangnya

yang berupa kematian mendadak.

a. Penyakit jantung koroner dan arteri

Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan

semakin mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering

diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras ini.

b. Payah jantung

Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung

tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi

karena kerusakan otot jantung atau system listrik jantung.

c. Stroke

Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan

darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah

menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi

perdarahan otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat

sumbatan dari gumpalan darah yang macet di pembuluh yang sudah menyempit.

d. Kerusakan ginjal

Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju

ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan

tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali

kedarah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.

e. Kerusakan penglihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata,

sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan.

Universitas Indonesia

Page 56: BAB II - Tinjauan Pustaka

70

2.4.7. Pencegahan

Hipertensi dapat dicegah dengan mengubah pola hidup terutama pada

lansia menjadi pola hidup sehat untuk memperbaiki derajat kesehatan. Perubahan

pola hidup sehat ini merupakan pengobatan non farmakologis yang bertujuan

menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang dapat memperberat

penyakitnya (Marlian dan Tantan, 2007).

Perubahan ini mencakup hal-hal berikut, yaitu: mengurangi asupan garam,

mengurangi berat badan pada penderita yang obesitas, melakukan aktivitas fisik

dan olahraga, mengurangi konsumsi makanan berlemak,

mengurangi/menghentikan kebiasaan merokok, menghindari/mengurangi

minuman beralkohol dan kafein, menghindari stres, menghindari pemakaian obat-

obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah, mengontrol kadar gula darah dan

kolesterol bagi penderita hipertensi yang disertai dengan penyakit kencing manis

dan hiperkolestrolemia (Marlian dan Tantan 2007). Agar terhindar dari

komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik (stop

High Blood Pressure), antara lain menurut bukunya (Gunawan, 2001), dengan

cara sebagai berikut:

a. Mengurangi konsumsi garam.

Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g garam

dapur untuk diet setiap hari.

b. Menghindari kegemukan (obesitas).

Hindarkan kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (b.b)

normal atau tidak berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih

10% dari berat badan normal.

c. Membatasi konsumsi lemak.

Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak

terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya

endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Lama kelamaan, jika endapan

kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan menggangu peredaran

darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak

langsung memperparah hipertensi.

Universitas Indonesia

Page 57: BAB II - Tinjauan Pustaka

71

d. Olahraga teratur.

Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat meyerap atau

menghilangkan endapan kolesterol dan pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud

adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau

dinamik), seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan

olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi, karena latihan

yang berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi.

e. Makan banyak buah dan sayuran segar.

Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah

yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan

darah.

f. Tidak merokok dan minum alkohol.

g. Latihan relaksasi atau meditasi.

Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan

jiwa. Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan mengendorkan otot

tubuh sambil membayangkan sesuatu yang damai, indah, dan menyenangkan.

Relaksasi dapat pula dilakukan dengan mendengarkan musik, atau bernyanyi.

h. Berusaha membina hidup yang positif.

Dalam kehidupan dunia modern yang penuh dengan persaingan, tuntutan

atau tantangan yang menumpuk menjadi tekanan atau beban stress (ketegangan)

bagi setiap orang. Jika tekanan stress terlampau besar sehingga melampaui daya

tahan individu, akan menimbulkan sakit kepala, suka marah, tidak bisa tidur,

ataupun timbul hipertensi. Agar terhindar dari efek negative tersebut, orang harus

berusaha membina hidup yang positif. Beberapa cara untuk membina hidup yang

positif adalah sebagai berikut:

1) Mengeluarkan isi hati dan memecahkan masalah

2) Membuat jadwal kerja, menyediakan waktu istirahat atau waktu

untuk kegiatan santai.

3) Menyelesaikan satu tugas pada satu saat saja, biarkan orang lain

menyelesaikan bagiannya.

4) Sekali-sekali mengalah, belajar berdamai.

Universitas Indonesia

Page 58: BAB II - Tinjauan Pustaka

72

5) Cobalah menolong orang lain.

6) Menghilangkan perasaan iri dan dengki

Universitas Indonesia