bab ii - tinjauan pustaka
DESCRIPTION
(Laporan Magang Intervensi Gizi Seimbang)TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MP-ASI
2.1.1. Pengertian ASI dan ASI Eksklusif
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan
garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara sebagai
makanan utama bayi (Soetjiningsih, 1997 dalam Malau, 2010). ASI mengandung
nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, anti inflamasi dan
mencakup hampir 200 unsur zat makanan sehingga ASI merupakan satu jenis
makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologisosial
maupun spiritual (Hubertin, 2003 dalam Fitria 2010).
ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya
diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air
putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu,
bubur biskuit, bubur nasi, dan tim.
Bayi sehat umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai
usianya mencapai angka 6 bulan. Namun, pemberian makanan padat setelah bayi
berumur 4 bulan dapat dibenarkan pada keadaan-keadaan khusus seperti:
kurangnya peningkatan berat badan atau didapatkannya tanda-tanda lain yang
menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik (Roesli,
2005 dalam Dinamardhi).
ASI eksklusif diberikan sejak lahir selama 6 bulan dimaksudkan untuk
mencapai tumbuh kembang dan kesehatan anak yang optimal. Setelah itu,
bersama MP-ASI yang adekuat dan aman, ASI dapat diteruskan sampai usia 2
tahun atau lebih (Roesli dan Pambudi, 2011 dalam Seminar Gizi Nasional).
15Universitas Indonesia
16
2.1.2. Fisiologi ASI
Kelenjar payudara yang menyekresikan ASI terdiri atas dua macam
jaringan, yaitu jaringan kelenjar (grandular tissue, atau parenkim) dan jaringan
penopang (supporting tissue, atau stroma). Jaingan kelenjar memiliki banyak
sekali kantong alveolus yang bagian dalamnya dilapisi oleh selapis jaringan epitel
yang bersifat kontraktil. Pembentukan susu terjadi pada epitel kelenjar ini.
Persiapan untuk bereproduksi berlangsung selama kehamilan sehingga kelenjar
susu membesar sampai 2-3 kali ukuran normal.
Air susu terbentuk melalui dua fase atau dua refleks, yaitu fase sekresi
atau refleks pembentukan (refleks prolaktin) yang dirangsang oleh hormon
prolaktin dan fase pengaliran atau refleks pengeluaran (refleks oksitosin) yang
juga disebut “let down reflexí” (Roesli, 2000 dalam Matau 2010).
Fase Sekresi atau Refleks Prolaktin
Universitas Indonesia
17
Produksi ASI merupakan hasil perangsangan hormon prolaktin. Hormon
prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofise anterior yang berada di dasar otak
(Novak dan Broom, 1999 dalam Anonim). Menurut Soetjiningsih (1997 dalam
Malau 2010), menjelang akhir kehamilan, prolaktin akan memegang peranan
penting dalam pembentukan kolostrum. Namun produksi kolostrum ini terbatas
karena aktifitas prolaktin akan dihambat oleh hormon estrogen dan progesteron
yang kadarnya masih tinggi. Setelah plasenta keluar, korpus luteum akan
berkurang fungsinya sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun.
Ditambah lagi dengan adanya hisapan bayi yang merangsang puting susu dan
areola yang merangsang ujung-ujung saraf sensori yang berfungsi sebagai
reseptor mekanik. Rangsangan ini akan dilanjutkan ke hipotalamus. Kemudian
hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor penghambat sekresi
prolaktin dan merangsang pengeluaran faktor-faktor pendukung sekresi prolaktin.
Faktor-faktor ini kemudian akan merangsang hipofise anterior sehingga
mengeluarkan prolaktin. Prolaktin kemudian akan dialirkan ke kelenjar payudara
untuk merangsang sel-sel
alveoli yang berfungsi untuk
membentuk ASI.
Ditambahkan oleh
Soetjiningsih bahwa pada ibu
menyusui, prolaktin akan
meningkat dalam keadaan-
keadaan seperti: stress atau
pengaruh psikis, anastesi,
operasi, rangsangan puting
susu, hubungan kelamin,
obat-obatan tranquilizer
seperti reserpin,
klorpomazin, fenotiazid.
Sedangkan keadaan-keadaan
Universitas Indonesia
18
yang menghambat pengeluaran prolaktin adalah gizi ibu yang buruk dan konsumsi
obat-obatan.
Fase Pengaliran atau Refleks Oksitosin
Saat bayi mulai menghisap, ujung saraf disekitar payudara akan
terangsang sehingga mengirim pesan ke hipotalamus untuk merangsang hipofise
anterior yang berfungsi menghasilkan hormon oksitosin. Oksitosin yang
dihasilkan kemudian akan masuk ke aliran darah yang menuju payudara sehingga
menyebabkan sel otot halus disekitar payudara berkontraksi. Kontraksi ini akan
memeras air susu yang telah terbentuk untuk keluar dari alveoli dan masuk ke
sistem duktulus yang selanjutnya akan mengalir melalui duktus laktiferus dan
masuk ke mulut bayi (Soetjiningsih, 1997 dalam Malau 2010).
2.1.3 Komposisi ASI
Menurut Hubertin (2004 : 25 dalam Anonim) produksi ASI berbeda dalam
kadar komposisi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kebutuhan bayi untuk
berkembang dari hari ke hari. Ada 3 stadium ASI dengan komposisi yang
berdeda-beda. Stadium ASI tersebut adalah:
a) ASI Stadium I atau Kolostrum
b) ASI Stadium II atau ASI Peralihan
c) ASI Stadium III atau ASI Matur
Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi oleh kelenjar
payudara dari hari pertama sampai hari ke-4. Kolostrum berwarna keemasan
dikarenakan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum
merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan mekonium
sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap untuk menerima
ASI. Hal ini menyebabkan bayi yang menerima ASI di minggu ke-1 fesesnya
berwarna hitam.
Universitas Indonesia
19
Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah anti-body yang siap
melindungi bayi ketika kondisi bayi masih sangat lemah. Kandungan protein
dalam kolostrum lebih tinggi dari protein dalam ASI matur. Jenis protein globulin
membuat konsistensi kolostrum menjadi pekat sehingga bayi merasa kenyang
lebih lama.
Kandungan karbohidrat dalam ASI lebih rendah dari ASI matur. Hal ini
disebabkan oleh aktivitas bayi pada tiga hari pertama masih sedikit dan tidak
terlalu banyak memerlukan kalori. Total kalori pada kolostrum adalah 58 kal/ 100
ml kolostrum. Lemak kolostrum lebih banyak mengandung kolesterol dan lisotin.
Sehingga bayi sejak dini sudah terlatih mencerna kolesterol karena kolesterol
dalam tubuh bayi mengandung enzim pemecah kolesterol.
Kandungan mineral terutama natrium, kalium, dan klorida dalam
kolostrum lebih tinggi dibanding ASI matur. Selain itu, vitamin yang laruk lemak
juga memiliki kandungan yang lebih tinggi dalam kolostrum dibandingkan
dengan vitamin yang larut air.
ASI Peralihan
ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada hari ke-4
sampai hari ke-10. Pada stadium ini, komposisi protein semakin rendah.
Sedangkan komposisi karbohidrat dan lemak semakin tinggi dan volume ASI
semakin meningkat. Hal ini terjadi sebagai pemenuhan terhadap aktivitas bayi
yang mulai aktif. Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil dan keluhan nyeri
di sekitar payudara mulai berkurang. Oleh karena itu, pada masa ini ibu perlu
meningkatkan konsumsi protein dan kalsiumnya.
ASI Matur
ASI stadium III adalah ASI matur. ASI ini disekresi pada hari ke-10
hingga seterusnya. Kandungan ASI matur terus berubah karena disesuaikan
dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan.
Universitas Indonesia
20
Berdasarkan sumber dari Food and Nutrition Boart, National Research Council
Washington tahun 1980 (dalam Siregar, 2004), diperoleh perkiraan komposisi
kolostrum dan ASI untuk setiap 100 ml seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.1.1. Komposisi ASI
Zat-zat Gizi Kolostrum ASI
Energi (K Cal) 58 70
Protein (g)
- Kasein/whey
- Kasein (mg)
- Laktamil bumil (mg)
- Laktoferin (mg)
- Ig A (mg)
Laktosa (g)
Lemak (g)
2,3
-
140
218
330
364
5,3
2,9
0,9
1 : 1,5
187
161
167
142
7,3
4,2
Universitas Indonesia
21
Vitamin
- Vit A (mg)
- Vit B1 (mg)
- Vit B2 (mg)
- Asam Nikotinmik (mg)
- Vit B6 (mg)
- Asam pantotenik
- Biotin
- Asam folat
- Vit B12
- Vit C
- Vit D (mg)
- Vit Z
- Vit K (mg)
151
1,9
30
75
-
183
0,06
0,05
0,05
5,9
-
1,5
-
75
14
40
160
12-15
246
0,6
0,1
0,1
5
0,04
0,25
1,5
Mineral
- Kalsium (mg)
- Klorin (mg)
- Tembaga (mg)
- Zat besi (ferrum) (mg)
- Magnesium (mg)
- Fosfor (mg)
- Potassium (mg)
- Sodium (mg)
- Sulfur (mg)
39
85
40
70
4
14
74
48
22
35
40
40
100
4
15
57
15
14
2.1.4 Manfaat ASI
Menurut Roesli (2005), Alkatiri (1998) dan Malau (2010), manfaat
pemberian ASI yang diperoleh bayi adalah:
Universitas Indonesia
22
1. ASI sebagai nutrisi.
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi seimbang
dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI merupakan
makanan yang paling sempurna, baik kualitas merupakan kuantitasnya. ASI
sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan bayi normal untuk
tumbuh sampai usia 6 bulan.
2. ASI meningkatkan daya tahan tubuh.
Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapatkan imunoglobulin dari ibunya
melalui plasenta. Namun, kadar immunoglobulin ini akan menurun segera
setelah bayi lahir. Pada saat kadarnya menurun akan terjadi kesenjangan zat
kekebalan pada bayi. Kesenjangan ini akan berkurang atau hilang apabila bayi
diberi ASI, karena ASI merupakan cairan hidup yang mengandung zat
kekebalan yang akan melindungi bayi dari penyakit infeksi bakteri, virus,
parasit dan jamur. Bayi yang diberi ASI eksklusif ternyata akan lebih sehat
dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif.
3. ASI meningkatkan kecerdasan.
Faktor utama yang mempengaruhi kecerdasan adalah pertumbuhan otak, dan
faktor penting dalam pertumbuhan otak adalah nutrisi yang diberikan. Dengan
memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin
tercapainya pengembangan potensi kecerdasan anak scara optimal. Hal ini
dikarenakan selain sebagai nutrien yang ideal dengan komposisi yang tepat
serta disesuiakan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrien-
nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal. Nutrien-
nutrien tersebut tidak terdapat atau hanya sedikit pada air susu sapi. Nutrien
khusus tersebut antara lain: taurin, laktosa, asam lemak rantai panjang (DHA,
AA, omega-3, omega-6). Jadi, dapat disimpulakan bahwa pertumbuhan otak
bayi yang diberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan akan optimal dengan
kualitas yang optimal juga.
4. ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang.
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusu akan merasakan
kasih sayang ibunya. Bayi akan merasa aman dan tentram. Perasaan
Universitas Indonesia
23
terlindungi dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan
emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual
yang baik.
5. ASI eksklusif sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan
pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan.
6. Suhu ASI sama dengan suhu tubuh. Kesesuaian suhu inilah yang
menyebabkan kenyamanan tersendiri bagi bayi.
7. ASI eksklusif dapat mengurangi terjadinya sakit telinga dan infeksi saluran
pernafasan pada bayi.
8. ASI eksklusif melindungi bayi dari serangan alergi.
9. ASI eksklusif meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara bayi.
10. ASI eksklusif membantu pembentukan rahang yang bagus.
11. ASI eksklusif mengurangi risiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada
anak, dan diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung.
12. ASI eksklusif menunjang perkembangan motorik sehingga bayi ASI eksklusif
akan lebih cepat bisa berjalan.
13. ASI eksklusif menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional,
kematangan spiritual, dan hubungan sosial yang baik.
Sedangkan menurut Roesli (2000 dalam Malau 2010) manfaat
memberikan ASI eksklusif bagi ibu antara lain:
1. Mengurangi perdarahan pasca melahirkan.
Apabila bayi disusui segera setelah melahirkan maka kemungkinan terjadinya
perdarahan postpartum akan berkurang. Hal ini dikarenakan pada saat ibu
menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang menyebabkan
vasokonsktiksi sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti.
2. Mengurangi terjadinya anemia.
Menyusui dapat mengurangi kemungkinan terjadi anemia karena dapat
megurangi perdarahan.
3. Sebagai kontrasepsi alamiah.
Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil.
Selama ibu menyusui secara eksklusif dan belum haid, 98% tidak akan hamil
Universitas Indonesia
24
pada 6 bulan pertama pasca melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi
berusia 12 bulan.
4. Membantu involusi rahim.
Kadar oksitosin ibu yang menyusui meningkat sehingga akan sangat
membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses involusi rahim ini
akan lebih cepat terjadi pada ibu yang menyusui dibandingkan pada ibu yang
tidak menyusui.
5. Lebih cepat langsing kembali.
Menyusui memerlukan energi sehingga tubuh akan mengambilnya dari lemak
yang tertimbun selama kehamilan. Dengan demikian berat badan ibu yang
menyusui akan lebih cepat kembali ke berat badan sebelum hamil.
6. Mengurangi kemungkinan terkena kanker.
Pada ibu yang memberikan ASI eksklusif umumnya kemungkinan memderita
kanker payudara dan ovarium akan berkurang. Pada umumnya bila ibu
melanjutkan menyusui sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih, diduga, angka
kejadian kanker payudara akan berkurang sampai 25%.
7. Lebih ekonomis.
Dengan memberikan ASI eksklusif berarti menghemat biaya untuk membeli
susu formula, perlengkapan meyusui, dan persiapan untuk membuat susu
formula.
8. Tidak merepotkan dan hemat waktu.
ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan atau memasak
air, juga tanpa harus mencuci botol, dan tanpa harus menunggu agar susu tidak
terlalu panas. Pemberian susu botol akan sangat merepotkan terutama pada
malam hari apa lagi kalau persediaan susu habis pada malam hari.
9. Portable dan praktis.
ASI dapat diberkan kapan saja dan di mana saja dalam keadaan siap
dikonsumsi oleh bayi dan selalu dalam suhu yang tepat. ASI mudah dibawa ke
mana-mana sehingga saat bepergian tidak perlu membawa berbagai alat untuk
membuat susu formula dan alat untuk memasak atau menghangatkan susu.
10. Memberikan kepuasan bayi ibu.
Universitas Indonesia
25
Ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif akan merasakan kepuasan,
kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam karena telah memberikan
sesuatu yang terbaik bagi bayinya.
2.1.5 Akibat Tidak ASI Eksklusif
Menurut Suhardjo (1992 dalam Suaidi, 2011) ada beberapa akibat kurang
baik dari pengenalan makanan dini yaitu : gangguan menyusui, beban ginjal yang
terlalu berat sehingga mengakibatkan hyperosmolaritas plasma, alergi terhadap
makanan, dan mungkin gangguan terhadap pengaturan selera makan. Makanan
alamiah, bahan makanan tambahan dan pencemaran makanan tertentu juga dapat
dirugikan.
Alergi terhadap makanan
Belum matangnya sistem kekebalan dari susu pada umur yang dini, dapat
menyebabkan banyak terjadinya alergi terhadap makanan pada masa kanak-kanak.
Alergi pada susu sapi dapat terjadi sebanyak 7,5% dan telah diingatkan bahwa
alergi terhadap makanan lainnya seperti jeruk, tomat, ikan, telur, dan serealia
bahkan mungkin lebih sering terjadi. Air susu ibu kadang-kadang dapat
menularkan penyebab-penyebab alergi dalam jumlah yang cukup banyak untuk
menyebabkan gejala-gejala klinis, tetapi pemberian susu sapi atau makanan
tambahan yang dini menambah terjadinya alergi terhadap makanan. Selain itu,
menurut Hubertin pemberian susu formula pada bayi baru lahir akan memberikan
resiko otak yang tak ringan.
Gangguan Pengaturan Selera Makan
Makanan padat telah dianggap sebagai penyebab kegemukan pada bayi-
bayi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi –bayi yag diberi susu formula
adalah lebih berat dari pada bayi-bayi yang mendapat air susu ibu, tetapi apakah
perbedaan itu disebabkan karena bayi-bayi yang diberikan susu formula mendapat
makanan padat lebih dini, belumlah jelas.
Universitas Indonesia
26
Bahan-bahan makanan tambahan yang merugikan
Makanan tambahan mungkin mengandung komponen-komponen alamiah
yang jika diberikan pada waktu dini dapat merugikan. Suatu bahan yang lazim
adalah sukrosa. Gula ini adalah penyebab kebusukan pada gigi, dan telah
dikemukakan bahwa penggunaan gula ini pada umur yang dini dapat membuat
anak terbiasa akan makanan yang rasanya manis. Dalam beberapa sayuran seperti
bayam dan wortel. Kepekatan yang tinggi dan nitrat dapat terjadi dan
menimbulkan bahaya pada bayi-bayi dibawah umur 3-4 tahun, yang mekanisme
dalam badan untuk melawan racun belum diketahui. Banyak dari serealia yang
mengandung glutein dapat menambah risiko penyakit perut pada umur yang
muda, mungkin juga timbul kesulitan-kesulitan diagnostic, karena sifat tidak mau
menerima protein dari susu sapi dapat menyajikan suatu gambaran klinis yang
sama dengan gejala-gejala penyakit perut. Juga ada kemungkinan bahwa
sensitifitas terhadap glutein dapat ditimbulkan secara lebih mudah pada umur dini.
Sekurang-kurangnya pada bayi-bayi yang mendapat susu formula (Suhardjo,1995
dalam Suaidi, 2011).
2.1.6 Pengertian MP-ASI
MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) adalah makanan atau
minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24
bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006).
Pemberian MP-ASI merupakan transisi dari pemberian ASI saja menuju makanan
semi padat hingga makanan padat. Setelah bayi berusia 6 bulan, bayi
membutuhkan makanan tambahan selain ASI karena ASI tidak mampu lagi
memenuhi seluruh kebutuhan makanan bagi bayi. Pada usia ini, pencernaan bayi
mulai siap mencerna makanan, sehingga pemberian makanannya pun baik jumlah
dan bentuknya harus disesuaikan dengan kemampuan bayi mencerna makanan.
Bayi membutuhkan makanan yang memenuhi kuantitas dan kualitas gizi yang
adekuat untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. Di sisi lain, ASI tetap
dibutuhkan bayi sampai usianya 24 bulan.
Universitas Indonesia
27
2.1.7 Tujuan Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI kepada bayi berusia kurang dari enam bulan
meningkatkan resiko bayi terserang berbagai penyakit. Hal itu disebabkan karena
baik sistem imun dan sistem pencernaan bayi masih belum siap menerima
makanan ataupun minuman yang tidak terjamin higienitasnya (Nutrisiani, 2010).
Seiring dengan meningkatknya usia bayi, aktivitasnya pun semakin meningkat,
sehingga kebutuhan energinya bertambah tidak hanya berasal dari ASI saja
melainkan juga makanan selain ASI. Hal itu dikarenakan adanya perbedaan antara
kebutuhan bayi dengan ketersediaan makanan yang dapat disediakan dari ASI.
Oleh karena itu, selain diberikan ASI, bayi memerlukan makanan untuk
memenuhi kekurangan yang tidak dapat tercukupi hanya dengan pemberian ASI
saja.
Hal lain yang menjadi alasan pemberian makanan dimulai pada usia ini
karena bayi berusia diatas 6 bulan, syaraf dan otot di mulut bayi mulai
berkembang sehingga dapat digunakan untuk menggigit dan mengunyah
(Triyanto, 2011). Pengenalan makanan pada bayi berguna untuk mencapai
pertumbuhan perkembangan yang optimal, menghindari terjadinya kekurangan
gizi, mencegah risiko malnutrisi, defisiensi mikronutrien (zat besi, zink, kalsium,
vitamin A, Vitamin C dan folat), anak mendapat makanan ekstra yang dibutuhkan
untuk mengisi kesenjangan energi dengan nutrien, memelihara kesehatan,
mencegah penyakit, memulihkan bila sakit, membantu perkembangan jasmani,
rohani, psikomotor, serta mendidik kebiasaan yang baik tentang makanan dan
memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan yang sesuai dengan keadaan
fisiologis bayi (Husaini, 2001). Bila makanan tidak diperkenalkan pada saat
kemampuan bayi berkembang maka akan sulit mengajar kepandaian ini dimasa
berikutnya (Suhardjo, 1999 dalam Siregar, 2008)
2.1.8 Waktu Pemberian MP-ASI yang Tepat
Waktu yang tepat untuk memberikan anak MP-ASI pertama kali adalah
ketika anak berusia 6 bulan. Hal ini bertujuan untuk mencegah anak mengalami
Universitas Indonesia
28
gangguan penyakit atau pencernaan karena sistem pencernaannya yang belum
memungkinkan untuk menerima makanan padat sebelum usia 6 bulan.
2.1.9 Perkembangan Kemampuan Makan Anak
Seiring pertumbuhan dan perkembangan bayi, kemampuan bayi juga
semakin baik, begitu juga dalam hal kemampuan makan. Keterampilan motorik
oral berkembang dari respon menghisap ke respon menelan makanan yang tidak
lagi berbentuk cairan, melalui lidah dari bagian depan ke lidah bagian belakang.
Pada usia 6 bulan, bayi pun mulai tumbuh gigi, dapat mengontrol pergerakan
lidah, dapat menaruh barang di mulut dan tertarik untuk mencoba rasa yang baru
(Triyanto, 2011). Pada usia ini, bayi mulai belajar mengenal makanan, sehingga
pemberian makanan pun harus tahap demi tahap sesuai dengan perkembangan
kemampuan fisik dan mental bayi.
Keterampilan Makan
Bayi baru lahir memiliki refleks alami untuk menyusui, refleks mencari
(rooting), refleks menyusui dan refleks isap-telan. Pada saat bayi mengisap
payudara, lidah bergerak ke depanbelakang dan rahang bergerak ke atas bawah.
Bayi mulai mampu mengunyah bila sudah terampil menggerakkan lidah dan
rahang ke samping kiri kanan dan memutar (Albar, 2004). Tiap tahapan usia bayi,
keterampilannya semakin berkembang menyesuaikan kebutuhannya akan
makanan.
Usia 4-6 bulan. Bayi mulai melakukan gerakan seperti mengunyah dan
mulai tertarik dengan makanan. Tangannya suka memasukkan benda-benda ke
dalam mulut atau tetap merasa lapar setelah menyusu.
Usia 6-8 bulan. Kesiapan bayi pada usia ini sama dengan sebelumnya.
Bayi usia ini sudah dapat diperkenalkan makanan seperti pure.
Usia 8-10 bulan. Ketrampilan makan usia ini sama dengan usia
sebelumnya, bayi dapat diberi finger food, kemampuan memegang benda dan
memindahkan serta memasukannya ke dalam mulutnya sudah tercapai pada usia
ini.
Usia 10-12 bulan. Gigi bayi mulai tumbuh banyak sehingga ketrampilan
mengunyah dan menelannya semakin meningkat. Kemampuan motoriknya
Universitas Indonesia
29
berkembang dengan usahanya makan sendiri dengan menggunakan sendok
(Sulisnadewi, 2008).
Isyarat Bayi Siap Makan
Beberapa tanda muncul ketika bayi siap untuk menerima makanan padat
pertamanya, diantara lain : kemampuan bayi untuk mempertahankan kepalanya
untuk tegak tanpa disangga, menghilangnya refleks menjulurkan lidah, bayi
mampu menunjukkan keinginannya pada makanan dengan cara membuka mulut,
lalu memajukan anggota tubuhnya ke depan untuk menunjukkan rasa lapar, dan
menarik tubuh ke belakang atau membuang muka untuk menunjukkan
ketertarikan pada makanan (Ariani, 2008). (makanan yang baik pdf)
Pada umur 6 bulan bayi umumnya sudah mampu memberikan isyarat bahwa bayi
telah siap diberikan Makanan Pendamping ASI.
Isyarat berat badan dan perkembangan fisik. Berat badan bayi di atas 6
kg, kepala dapat ditegakkan, lengan dan siku dapat menopang berat badan bila
berbaring pada perut, kepala tegak bila duduk di pangkuan ibu, punggung tegak
dalam posisi duduk di pangkuan ibu, dan bayi dapat duduk serta meraih makanan
yang dimakan ibunya.
Isyarat sensorik. Bayi meraih sendok atau tangan ibunya yang berada di
depan mulut, bayi sering memasukkan tangan ke mulut, mengisap kepalan,
jempol atau jari tangan atau kaki, bayi suka memasukkan mainan ke mulut untuk
merasa dan mengecap mainan temasuk dedaunan atau tanah, dan bayi tertarik
dengan rasa baru dan mencoba makanan baru. Ini merupakan isyarat sensorik
bahwa bayi ingin mengetahui perbedaan rasa benda yang berbeda di mulut.
Isyarat komunikasi. Bayi tahu kapan dia ingin makan dan jumlah makanan
yang perlu dimakan. Bayi menggunakan komunikasi verbal sebagai isyarat
berkata "ya" dan "tidak" untuk makan, ganti popok, mandi atau main. Kata "ya"
sebagai isyarat makan nonverbal yaitu memiringkan badan ke arah sendok dan
makanan, meraih sendok atau tangan ibu, melihat dan tersenyum ke makanan,
membuka mulut dan mulai mengisap, atau membuat suara senang. Kata "tidak"
sebagai isyarat makan nonverbal yaitu menjauhkan kepala dan badan dari sendok
Universitas Indonesia
30
atau makanan, melihat dan bermain dengan makanan di piring, mendorong sendok
atau tangan ibu, muka bayi cemberut dan tidak senang, mengatup mulut saat
sendok mendekati mulut, atau menangis.
Isyarat mulut. Bayi membuka mulut bila sendok mendekati atau
menyentuh bibir, bayi tidak menjulur lidah saat sendok dimasukkan ke mulut,
gerakan lidah secara ritmik depan-belakang saat makanan berada dalam mulut,
bayi mampu memasukkan makanan ke mulut dan mengunyah pelahan-lahan
(Albar, 2004).
2.1.10 Manfaat Pemberian MP-ASI
Setelah usia 6 bulan, ASI hanya memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan gizi
bayi. Sehingga bayi mulai membutuhkan makanan pendamping ASI
(MP-ASI). Pemberian makanan padat pertama ini harus memperhatikan kesiapan
bayi, antara lain keterampilan motorik, keterampilan mengecap dan mengunyah
serta penerimaan terhadap rasa dan bau. Untuk itu, pemberian makanan pada
pertama perlu dilakukan secara bertahap.
Misalnya, untuk melatih indera pengecapnya, berikan bubur susu satu
rasa dahulu, baru kemudian dicoba dengan multirasa (Depkes, 2000),
(Bowman, BA, et al, 2001) dalam (Setiawan, 2009)
Makanan pendamping ASI bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi anak, menyesuaikan kemampuan alat cerna dalam menerima makanan dan
merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga selain untuk memenuhi
kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi (Suhardjo, 1999 dalam Siregar, 2008).
2.1.11 Dampak Pemberian MP-ASI yang Tidak Tepat
Pemberian MP-ASI yang tidak tepat mempengaruhi tumbuh kembang
bayi. Pemberian makanan yang terlalu dini dapat menganggu kesehatan bayi yang
dapat berpengaruh terhadap pertumbuhannya, bayi dapat mengalami gagal
tumbuh (growth faltering). Bila pemberian MP-ASI terlambat, usia bayi telah
lebih dari 6 bulan dapat menyebabkan pertumbuhan anak terhambat.
(Setiawan, 2009)
Universitas Indonesia
31
Dampak Pemberian MP-ASI Kurang dari 6 Bulan
Risiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam
bulan berbahaya karena belum memerlukan makanan tambahan pada saat usia
ini, jika diberikan makanan tambahan akan dapat menggantikan ASI dimana bayi
akan minum ASI lebih sedikit dan ibu memproduksinya akan berkurang maka
kebutuhan nutrisi bayi tidak terpenuhi dan faktor-faktor pelindung dari ASI
menjadi sedikit, sehingga kemungkinan terjadi risiko infeksi meningkat (Rosidah,
2004).
Daya tahan tubuh bayi menjadi menurun dan kemungkinan bayi untuk
sakit semakin besar. Bila daya tahan tubuhnya melemah akan berpengaruh
terhadap asupan makan yang semakin menurun, yang bila terus berlanjut akan
mengalami kekurangan gizi hingga kegagalan pertumbuhan.
Makanan tambahan yang dibuat sendiri atau buatan pabrik cenderung
mengandung kadar natrium klorida (NaCl) tinggi akan menambah beban ginjal.
Belum matangnya sistem kekebalan dari usus bayi pada umur dini, dapat
menyebabkan alergi terhadap makanan tambahan, komponen-komponen alamiah
yang terdapat dalam makanan tambahan seperti gula dapat menyebabkan
kebusukan pada gigi dan gangguan pencernaan pada bayi serta kegemukan
(Siregar, 2008).
Resiko Terlambat Memberikan MP-ASI
Bayi yang terlambat diberikan MP-ASI, setelah usianya 6 bulan berisiko
tidak mendapatkan tambahan makanan yang mencukupi kebutuhan untuk
pertumbuhannya. Makanan yang seharusnya berguna untuk memenuhi
kekurangan zat-zat gizi tidak terpenuhi sehingga bayi beresiko mengalami
kekurangan gizi seperti anemia. Bila kekurangan gizi terus berlanjut, anak akan
mengalami keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.
Anak yang tidak diperkenalkan beraneka ragam makanan sejak kecil akan sulit
untuk menerima makanan keluarga karena terbiasa diberikan susu, sehingga sulit
makan makanan padat yang memerlukan proses mengunyah (Siregar, 2008).
Universitas Indonesia
32
2.1.12 Syarat Pemberian MP-ASI
Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang kaya energi, protein
dan mikronutrien (terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan
fosfat), bersih dan aman, tidak ada bahan kimia yang berbahaya atau toksin, tidak
ada potongan tulang atau bagian yang keras yang membuat bayi tersedak, tidak
terlalu panas, tidak pedas atau asin, mudah dimakan bayi, disukai bayi, mudah
disiapkan dan
harga terjangkau (Rosidah, 2004 dalam Siregar, 2008).
Pemberian Makanan Tambahan ASI (MPASI) akan berkontribusi pada
perkembangan optimal seorang anak bila dilakukan secara tepat. Sebagai
panduan pemberian MPASI Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan
empat hal berikut ini:
1) Saat yang tepat. Pemberian makanan pada bayi merupakan upaya
pengenalan bertahap, mulai dari makanan murni cair (ASI), makanan
lunak (bubur susu), kemudian makanan lembek (tim saring), agak kasar,
hingga makanan padat (makanan orang dewasa) pada usia di atas 12 bulan.
Pemberian yang terlalu dini akan mengganggu penyerapan zat gizi.
Sebaliknya, pengenalan yang terlambat akan meningkatkan risiko
kesulitan makan pada anak di fase berikutnya. Informasi mengenai waktu
pengenalan makanan yang dianjurkan bisa diperoleh tidak hanya dari
tenaga kesehatan, tapi juga dari internet, majalah dan buku mengenai
pemberian makan pada anak, serta informasi yang tercantum pada KMS.
2) Adekuat (mencukupi). Makanan yang diberikan harus mengandung kalori,
protein, dan mikronutrien (zat besi, vitamin A, dan lain-lain) yang cukup.
Secara sederhana, ini berarti memberikan makanan yang tidak hanya
sekedar mengenyangkan anak, tetapi secara seimbang juga memberikan
kecukupan zat gizi lain untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Misalnya pemberian nasi dan kerupuk saja, walaupun secara kalori tidak
berkekurangan dan tidak akan membuat seseorang lapar, namun nilai
gizinya perlu dipertanyakan karena asupan protein dan mikronutrien
terabaikan.
Universitas Indonesia
33
3) Bersih dan Aman. Pemilihan bahan makanan maupun cara pengolahannya
penting untuk menjamin nutrisi yang baik bagi anak.
4) Suasana psikososial yang menyenangkan. Perlu diingat bahwa pemberian
makan pada anak bukan hanya untuk memberikan asupan nutrisi, tetapi
juga merupakan bentuk kasih sayang. Di samping itu pengenalan beragam
jenis makanan baik bentuk, tekstur, bau, dan rasa adalah bagian dari
upaya memberikan stimulasi/rangsangan pada anak. Lebih jauh lagi,
kemampuan makan adalah bagian dari tahapan perkembangan seorang
anak, sehingga dapat dikatakan bahwa pengenalan dan pola pemberian
makan adalah suatu proses pembelajaran. Dengan makan, anak belajar
mengunyah serta mengulum, juga mengenal aroma dan rasa. Oleh karena
fungsi makan tidak sesederhana memberikan asupan nutrisi saja, dan
kegagalan pemberian makanan bisa berdampak buruk di kemudian hari,
maka suasana psikososial yang menyenangkan mutlak diperlukan oleh
seorang anak pada waktu makan. Dengan kata lain, waktu pemberian
makan sebaiknya tidak menjadi waktu yang ”menegangkan” bagi ibu atau
pengasuh dan anak (Lely, 2005 Siregar, 2008).
Beberapa persyaratan pembuatan MP-ASI di bawah ini yang perlu
diperhatikan menurut Depkes RI, 2006 antara lain:
1) Bahan makanan mudah diperoleh
2) Mudah diolah
3) Harga terjangkau
4) Dapat diterima sasaran dengan baik
5) Kandungan zat gizi memenuhi kecukupan gizi sasaran
6) Mutu protein dapat memacu pertumbuhan fisik ( Protein Eficiency
Ratio/PER lebih besar atau sama dengan 70% mutu casein, setara dengan
> 1,75 )
7) Jenis MP-ASI disesuaikan dengan umur sasaran
8) Bebas dari kuman penyakit, pengawet, pewarna, dan racun
9) Memenuhi nilai sosial, ekonomi, budaya, dan agama
10)
Universitas Indonesia
34
Cara pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) dalam Nutrisiani, 2010, pemberian makanan
pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah sebagai berikut :
a. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada bayi
atau anak, terutama bila kontak dengan daging, telur, atau ikan mentah, dan
sebelum memberi makanan pada bayi atau anak. Selain itu, juga mencuci tangan
bayi atau anak.
b. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air mengalir
sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberikan kepada bayi atau anak.
c. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan untuk
memasak, walaupun peralatan tersebut masih tampak bersih.
d. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok, dan cangkir, harus
dicuci kembali sebelum digunakan oleh bayi atau anak.
e. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau anak, hendaknya
berdasarkan tahapan usia anak.
f. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak. Ludah
yang terbawa oleh sendok bayi atau anak akan menyebarkan bakteri.
2.1.13 Pola Pemberian MP-ASI
Setelah umur 6 bulan, setiap bayi butuh diperkenalkan dan diberikan MP-
ASI yang harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai
dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. Pada keadaan biasa, MP-ASI dibuat
dari makanan pokok yang disiapkan secara khusus untuk bayi, dan diberikan 2–3
kali sehari sebelum anak berusia 12 bulan. Kemudian pemberian ditingkatkan 3–5
kali sehari sebelum anak berusia 24 bulan. MP-ASI harus bergizi tinggi dan
mempunyai bentuk yang sesuai dengan umur bayi dan anak baduta. Sementara itu
ASI harus tetap diberikan secara teratur dan sering mungkin.
Jenis-jenis MP-ASI
MP ASI yang baik adalah terbuat dari bahan makanan segar, seperti:
tempe, kacang-kacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur mayur dan buah-
buahan (Kemenkes, 2011). Jenis-jenis MP-ASI yang dapat diberikan adalah:
Universitas Indonesia
35
a. Makanan Lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring
tampak kurang merata dan bentuknya lebih kasar dari makanan lumat
halus, contoh: bubur susu, bubur sumsum, pisang saring/dikerok, pepaya
saring, tomat saring, nasi tim saring, dll
b. Makanan Lembik adalah makanan yang dimasak dengan banyak air dan
tampak berair, contoh: bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, kentang puri dll
c. Makanan Padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan
biasanya disebut makanan keluarga, contoh: lontong, nasi tim, kentang
rebus, biskuit, dll
Pola Pemberian Makanan Bayi dan Anak Balita
USIA
(BULAN)
ASI BENTUK MAKANAN
MAKANAN
LUMAT
MAKANAN
LEMBIK
MAKANAN
KELUARGA
0-6*
6-8
9-11
12-23
24-59
Keterangan: 6* = 5 bulan 29 hari
Kemenkes RI, 2011
Frekuensi pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) dalam Nutrisiani, 2010 frekuensi dalam
pemberian makanan pendamping ASI yang tepat biasanya diberikan tiga kali
sehari. Pemberian makanan pendamping ASI dalam frekuensi yang berlebihan
atau diberikan ebih dari tiga kali sehari, kemungkinan dapat mengakibatkan
terjadinya
diare.
Menurut Irianto dan Waluyo (2004), apabila dalam pemberian
makanan pendamping ASI terlalu berlebihan atau diberikan lebih dari tiga kali
sehari, maka sisa bahan makanan yang tidak digunakan untuk pertumbuhan,
Universitas Indonesia
36
pemeliharaan sel, dan energi akan diubah menjadi lemak. Sehingga apabila
anak kelebihan lemak dalam tubuhnya, memungkinkan anak mengalami alergi
atau infeksi dalam organ tubuhnya dan bisa mengakibatkan kelebihan berat
badan (obesitas).
Pemberian Makanan Sesuai Tahapan Usia
Pemberian MP-ASI sesuai tahapan usia menurut pedoman Depkes RI, 2007 antara
lain:
Pemberian Makanan Bayi Umur 6-9 bulan
1) Pemberian ASI diteruskan
2) Pada umur 6 bulan alat cerna sudah lebih berfungsi, oleh karena itu
bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI lumat 2 kali sehari
3) Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit
demi sedikit dengan sumber lemak, yaitu santan atau minyak
kelapa/margarin. Bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan
bayi, memberikan rasa enak juga mempertinggi vitamin yang larut
dalam lemak.
Pemberian Makanan Bayi Umur 9-12 bulan
1) Pada umur 10 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan
keluarga secara bertahap. Bentuk dan kepadatan nasi tim bayi harus
diatur secara berangsur, mendekati makanan keluarga
2) Berikan makanan selingan 1 kali sehari. Pilihlah makanan selingan
yang bernilai gizi tinggi, seperti bubur kacang ijo, buah. Usahakan
agar makanan selingan dibuat sendiri agar kebersihannya terjamin.
3) Bayi perlu diperkenalkan dengan beraneka ragam bahan makanan.
Campurkanlah ke dalam makanan lembik berbagai lauk pauk dan
sayuran secara berganti-ganti. Pengenalan berbagai bahan makanan
sejak dini akan berpengaruh baik terhadap kebiasaan makan yang sehat
di kemudian hari.
Universitas Indonesia
37
Pemberian Makanan Anak Umur 12-24 bulan
1) Pemberian ASI diteruskan
2) Pemberian MP-ASI atau makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali
sehari dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan.
Selain itu tetap berikan makanan selingan 2 kali sehari
3) Variasi makanan diperhatikan dengan menggunakan Padanan Bahan
Makanan, misalnya nasi dapat diganti dengan tahu, tempe, kacang ijo,
telur, atau ikan. Bayam dapat diganti dengan daun kangkung, wortel,
tomat. Bubur susu dapat diganti dengan bubur kacang ijo, bubur
sumsum, biskuit.
4) Menyapih anak harus bertahap, jangan dilakukan secara tiba-tiba.
Kurangi frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit.
Berikut adalah contoh jenis makanan beserta frekuensi makan pemberian MP-ASI
kepada bayi sesuai tahapan usia:
Umur Bayi Jenis Makanan Frekuensi
0-6 bulan ASI 10-12 kali sehari
Kira-kira 6 bulan ASI Kapanpun diminta
Sari buah 1-2 kali sehari
Bubur susu
Kira-kira 7 bulan ASI Kapanpun diminta
Buah-buahan 3-4 kali sehari
Hati ayam
Beras merah
Sayuran (wortel,bayam)
Air tajin
Minyak
Kira-kira 9 bulan ASI Kapanpun diminta
Buah-buahan 4-6 kali sehari
Universitas Indonesia
38
Bubur
Roti, beras merah, jagung
Daging, ikan, ayam
Minyak/santan
12 bulan atau lebih ASI Kapanpun diminta
Makanan pada umumnya,
termasuk telur, kuning
telur, daging
4-6 kali sehari
2.1.14 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI
Berbagai faktor dapat mempengaruhi ibu memberikan makanan sebelum
bayi berusia 6 bulan, sehingga mengahambat pemberian ASI eksklusif. Beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI tidak tepat, khususnya
pemberian kepada bayi berusia dibawah 6 bulan antara lain (Suhardjo, 1999
dalam Siregar, 2008):
1. Faktor Kesehatan Bayi
Kondisi kesehatan bayi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ibu
memberikan makanan tambahan pada bayinya. Kondisi seperti itu antara
lain galaktosemia, bibir sumbing dan celah palatum. Salah satunya adalah
galaktosemia yang merupakan kelainan metabolisme sejak lahir yang
ditandai adanya kekurangan enzim galaktokinase yang dibutuhkan untuk
mengurangi laktosa menjadi galaktosa, jika bayi diberi ASI atau bahan
lain yang mengandung laktosa maka kadar laktosa dalam darah dan air
kemih akan meningkat secara klinis akan timbul katarak. Bentuk lain
adalah kekurangan enzim yang dapat menyebabkan bayi diare, muntah-
muntah, hati dan limpa membesar kumudian bayi menjadi kuning. Bibir
sumbing dan celah palatum menyebabkan bayi kesulitan menciptakan
tekanan negatif dalam rongga mulut yang diperlukan dalam proses
menyusui, keadaan ini dapat menyebabkan ibu memberikan makanan
tambahan.
Universitas Indonesia
39
2. Faktor Kesehatan Ibu
Faktor kesehatan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi ibu
yang menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari enam bulan, misalnya kegagalan laktasi, penyakit yang
membuat ibu tidak dapat memberi ASI, serta adanya kelainan payudara
yaitu terjadinya pembendungan air susu karena penyempitan laktus
laktiferus oleh karena tidak dikosongkan dengan sempurna, kelainan
puting susu seperti puting susu terbenam dan cekung sehingga
menyulitkan bagi bayi untuk menyusu, mastitis (suatu peradangan pada
payudara disebabkan oleh kuman terutama staphylococcus aureus melalui
luka pada putting susu), tidak ada susu (agalaksia), dan air susu sedikit
keluar (Oligogalaksia). Kurangnya dukungan
sosial dalam mengatasi masalah diatas maka ibu cenderung memberikan
makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan sebagai
pengganti ASI.
3. Faktor Pengetahuan Ibu
Faktor pengetahuan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan tingkat
pengenalan informasi tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang
dari enam bulan. Pengetahuan ibu tentang kapan pemberian MP-ASI,
alasan bayi diberi MP-ASI, manfaat MP-ASI, dan risiko pemberian
makanan pada bayi kurang dari enam bulan sangatlah penting. Tetapi
bayak ibu-ibu yang tidak mengetahui hal tersebut diatas sehingga
memberikan makanan tambahan pada bayi usia di bawah enam bulan
tanpa mengetahui dan memahami risiko yang akan timbul.
4. Faktor Pekerjaan Ibu
Pekerjaan ibu dan aktivitas yang dilakukan ibu setiap harinya untuk
memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya terkadang
yang menjadi alasan pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari enam
bulan. Pekerjaan ibu bisa saja dilakukan di rumah, di tempat kerja baik
yang dekat maupun jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering
memberikan makanan
Universitas Indonesia
40
tambahan dini dengan alasan melatih atau mencoba agar pada waktu ibu
mulai bekerja bayi sudah terbiasa. Hal yang terpenting bagi ibu menyusui,
agar produksi air susunya banyak adalah harus sering menyusukannya
kepada bayinya, minimal 8 kali sehari, misalnya diulang tiap 3 jam, pada
payudara kiri dan kanan, masing-masing minimal selama 5 menit.
Produksi air susu ibu akan meningkat bila puting susu ibu sering
mendapatkan rangsangan dari mulut bayi. Makin sering ibu menyusui,
maka akan semakin banyak produksi air susu ibu (Luluk, 2005).
5. Faktor Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan sesuatu pekerjaan di
bidang kesehatan atau orang mampu melakukan pekerjaan di bidang
kesehatan. Petugas kesehatan sangat berperan dalam memotivasi ibu untuk
tidak memberi MP-ASI pada bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya,
jika dilakukan penyuluhan dan pendekatan yang baik kepada ibu yang
memiliki bayi usia kurang dari enam bulan, maka pada umumnya ibu mau
patuh dan menuruti nasehat petugas kesehatan, oleh karena itu petugas
kesehatan diharapkan menjadi sumber informasi tentang kapan waktu
yang tepat memberikan MP-ASI dan risiko pemberian MP-ASI dini pada
bayi.
6. Faktor Iklan
Iklan merupakan sebuah sarana, yang jika baik dapat menarik penonton
atau pendengarnya untuk melakukan sesuai dengan anjuran iklannya.
Banyaknya iklan yang memasarkan susu formula, membuat ibu mau
memberikannya kepada bayi dengan keyakinan sehat dan baik bagi
bayinya. Iklan tidak hanya melalui televisi,tapi juga radio dan surat kabar,
bahkan di tempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan
masyarakat di Indonesia sudah tersedia brosur-brosur gratis tentang
produk-produk susu yang bisa diberikan pada bayi usia kurang dari enam
bulan.
7. Faktor Budaya
Faktor budaya adalah faktor yang berhubungan dengan nilai-nilai dan
pandangan masyarakat yang lahir dari kebiasaan yang ada, dan pada
Universitas Indonesia
41
akhirnya mendorong masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan
budaya. Misalnya budaya yang baru berkembang sekarang ini adalah
pandangan untuk tidak memberikan ASI karena bisa menyebabkan
perubahan bentuk payudara yang membuat wanita tidak cantik. Masih
banyak ibu, khususnya yang sangat memperhatikan bentuk tubuhnya,
masih mengikuti tradisi ini. Tradisi lainnya misalnya ibu beranggapan
bahwa susu sapi lebih baik dari ASI. Pengaruh itu akan semakin buruk
apabila disekeliling kamar bersalin dipasang gambar-gambar atau poster
yang memuji penggunaan susu buatan. Produsen susu dan makanan
pendamping ASI yang semestinya turut berperan serta dalam program
yang notabene bisa menyehatkan generasi penerus, justru banyak yang
melakukan penyimpangan.
8. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi
keuangan yang menyebabkan daya beli untuk MP-ASI menjadi lebih
besar. Faktor ekonomi ini menyangkut besarnya penghasilan yang
diterima, yang jika dibandingkan dengan pengeluaran, masih
memungkinkan ibu untuk memberikan MP-ASI bagi bayi usia kurang dari
enam bulan. Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka daya
beli akan makanan tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk
perekonomian keluarga, maka daya beli untuk MP-ASI lebih sukar.
2.1.15 Gizi Seimbang Untuk Balita
Gizi Seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung
unsur-unsur zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh,
dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas
fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal. Berdasarkan pengertian tersebut,
komposisi makanan yang dianjurkan untuk balita adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
42
Tabel 2.1.2. Tabel Anjuran Jumlah Porsi Bahan Makanan Menurut Kecukupan
Energi Kelompok Umur 1-3 Tahun dan 4-6 Tahun
Bahan MakananUsia 1-3 tahun
(1200 Kkal)
Usia 4-6 tahun
(1700 Kkal)
Nasi 3 porsi 4 ½ porsi
Sayuran 1 ½ porsi 2 porsi
Buah 3 porsi 3 porsi
Tempe 1 porsi 2 porsi
Daging 1 porsi 2 porsi
ASI
Susu
Minyak
Gula
Dilanjutkan hingga 2
tahun
1 porsi
3 porsi
2 porsi
1 porsi
4 porsi
2 porsi
Rujukan bahan makanan dan besar porsi bagi kelompok umur 1-3 tahun
dan 4-6 seperti pada tabel diatas. Selain porsi makanan seperti diatas, pada
segitiga gizi seimbang dianjurkan pada kelompok umur balita untuk mengonsumsi
air putih sebanyak ± 8 gelas per hari.
2.2 Jajanan Sehat
2.2.1 Pengertian Jajanan
Menurut WHO makanan jajanan di Indonesia tidak menerapkan standar
yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO)Makanan
Universitas Indonesia
43
jajanan biasanya ditemukan di jalanan ataupun ditempat-tempat keramaian
biasanya dijual oleh pedagang kaki lima dan dapat dikonsumsi langsung tanpa
adanya pengolahan saat pembelian. Makanan jajanan juga sering dikenal sebagai
“street food” dimana kita bisa mendapatkan makanan tersebut di pinggir
jalan,terminal,stasiun,dan tempat umum lainnya. Menurut surat keputusan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
942/MENKES/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman
yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan
sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa
boga, rumah makan atau restoran, dan hotel. Makanan sehat tidak hanya
mengandung zat gizi yang cukup dan seimbang juga harus aman, yaitu bebas dari
bakteri, virus, parasit, serta bebas dari pencemaran zat kimia.
Ada beberapa jenis makanan dengan beberapa pendapat dari para pakar
diantaranya:
Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi dalam Mariana (2006) dapat
digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:makanan jajanan yang berbentuk
panganan, seperti kue kecil-kecil, pisang goreng dan sebagainya. Makanan
jajanan yang diporsikan seperti mie bakso, nasi goreng,dan lain-lain. Makanan
jajanan yang berbentuk minuman, seperti es campur, es buah dan sebagainya.
Menurut Tarwotjo (1998) ada 2 (dua) jenis makanan kecil (jajanan),
yaitu: makanan jajanan dengan rasa manis dan jenis makanan jajanan basah dan
kering. Sedangkan menurut Mudjajanto, 2005 makanan jajanan dapat dibagi
menjadi empat kelompok yaitu makanan utama atau “main dish” seperti nasi
rames, nasi pecel, dan sebagainya,makanan snack seperti kue-kue, pisang
goreng, dan sebagainya, golongan minuman, es buah,teh,kopi, es campur dan
sebagainya, dan yang teakhir buah-buahan contohnya jeruk,apel, jambu air, dan
sebagainya.
Makanan jajanan dibagi dalam 2 perbandingan yaitu jajanan sehat dan
jajanan tidak sehat. Hal ini dapat kita lihat dari komposisi jajanan,bentuk
jajanan,kandungan gizi jajanan ,pengolahan jajanan dan sebagainya. Berbagai
jenis makanan jajanan yang dikonsumsi harus mengandung nilai gizi.Hal ini
sangat penting karena proporsi makanan jajanan dikonsumsi rata-rata
Universitas Indonesia
44
mengandung nilai gizi yang cukup untuk kebutuhan tubuh. Makanan jajanan bisa
jadi makanan pengganti nasi disaat perut terasa lapar. Dan setiap seseorang
memiliki kebutuhan gizi yang berbeda-beda.
Makanan jajanan sering kali identik dengan anak usia
sekolah .Kelompok anak sekolah berkisar (umur 6-12 tahun) dan mereka
termasuk rentan gizi termasuk ke dalam kelompok rentan gizi. Yang sangat
mudah terkena gangguan kesehatan sehingga mereka memerlukan zat-zat gizi
dalam jumalah besar. Jajanan sering berguna untuk menambah zat-zat makanan
yang tidak ada atau kurang pada makanan utama .
Dari segi prilaku anak sekolah biasanya tidak peduli dengan kebiasaan
jajanan mereka. Usia anak sekolah berada dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan sehingga dibutuhkan asupan gizi yang cukup didalam tubuhnya.
Dibawah ini terdapat tabel kebutuhan gizi pada anak usia sekolah.
Tabel diatas menunjukkan kategori tingkat konsumsi energy dan
protein yang dikonsumsi oleh anak sekolah . Kecukupan gizi dipengaruhi oleh
Universitas Indonesia
45
umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan tinggi badan, genetika dan sebagainya.
Untuk tatanan anak sekolah biasanya melakukan aktivitas sedang. Nilai
kecukupan energi dan kecukupan protein seseorang perhari rata-rata ketika dalam
aktivitas sedang dapat dilihat pada tabel 2 yaitu untuk nilai kecukupan energy
dan protein usia 10 s/d 12 tahun.
Sumber: (Almatsier, 2007).
Menurut Khomson 2003 peranan makanan jajanan sebagai berikut:
1. Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan gizi karena akan banyak aktivitas
fisik yang dilakukan di sekolah nantinya apalagi bagi anak yang tidak sarapan
pagi.
2. Untuk memperkenalkanberbagai jenis makanan yang nantinya bisa
menumbuhkan keberagaman pangan sejak kecil.
3. Untuk meningkatkan rasa gengsi anak pada teman-temannya di sekolah.
2.2.2 Perbandingan Makanan Jajanan
1.Makanan jajanan sehat
a. Makanan tertutup agar terhindar dari debu-debu dan bakteri yang
mengakibatkan penyakit.
b. Makanan segar
c. Makanan tidak berwarna mencolok karena pewarna yang digunakan
adalah pewarna alami.
d. Bekal bekal
2,Makanan jajanan tidak sehat
a. Makanan terbuka biasanya mudah tercemar oleh debu,bakteri dan
pembawa penyakit lainnya.
Universitas Indonesia
46
b. Makanan dengan pengawet adalah makanan yang memiliki pengawet
berbahay bagi kesehatan.
c. Makanan yang berwarna mencolok besar kemungkinan mengandung
pewarna sintetis
d. Jajan sembarangan.
Zat tambahan yang terbukti mayoritas terdapat pada Makanan Jajanan
Anak Sekolah (MJAS) adalah zat pewarna merah (Rhodhamin B) yang
terkandung dalam saus, pewarna kuning (Metanil Yellow) yang terkandung
dalam chiken naget serta mie, dan Bahan Pengawet (Bhoraks dan Formalin)
yang terkandung dalam bakso serta tahu, dan jajanan anak-anak yang sekarang
digemari adalah makanan jelly, makanan jelly ternyata menggunakan zat
pewarna kuning yang mengandung unsur zat tartazine.
2.2.3 Kandungan Zat
Dan ada beberapa zat berbahaya lainnya seperti :
a. Sakarin (Saccharin)
Sakarin adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis, kira-
kira 550 kali lebih manis dari pada gula biasa. Sakarin dapat meningkatkan
derajat kejadian kanker kandung kemih pada manusia kira-kira 60 % lebih
tinggi pada para pemakai,biasanya terjadi pada laki-laki. Dosis sakarin tidak
boleh lebih dari 1 gram setiap harinya.
b. Siklamat(Cyclamate)
Siklamat berupa bubuk kristal putih, tidak berbau dan kira-kira 30 kali
lebih manis dari pada gula tebu (dengan kadar siklamat kira-kira 0,17%).
Bilamana kadar larutan dinaikkan sampai dengan 0,5%, maka akan terasa getir
dan pahit. Siklamat dengan kadar 200 mg per ml dalam medium biakan sel
leukosit dan monolayer manusia (invitro) dapat mengakibatkan kromosom sel-
sel tersebut pecah.
c. Nitrosamin
Sodium nitrit yaitu bahan kristal yang tak berwama atau sedikit semu
kuning dan tidak berbau. Biasanya digunakan untuk memberikan aroma yang
khas seperti pada sosis ,keju,kornet dan lain-lain. Pemakaian sodium nitrit
Universitas Indonesia
47
harus hati-hati dan tidak boleh melampaui 500ppm.
d. Zat pewarna sintesis
Berdasarkan pengamatan di pasar terdapat 5 zat pewarna sintetis yang
paling banyak digemari di Indonesia adalah warna merah, kuning, jingga, hijau
dan coklat. Dua dari lima zat pewarna tersebut, yaitu merah dan kuning
adalah Rhodamine-B dan metanil yellow. Kedua zat pewarna ini termasuk
golongan zat pewarna industri untuk mewarnai kertas, tekstil, cat, kulit dsb.
dan bukan untuk makanan dan minuman. Dan Selain itu, boraks juga
merupakan zat pewarna favorit yang sering digunakan oleh produsen makanan
dan hal ini telah marak di pasar.
e. Monosodium Glutamat
Monosodium glutamat (MSG) atau vetsin adalah penyedap masakan dan
sangat populer. Hampir setiap jenis makanan masa kini dari mulai camilan
untuk anak-anak seperti chiki dan sejenisnya, mie bakso dan sebagainya. MSG
dapat menyebabkan degenerasi dan nekrosi sel-sel neuron, degenerasi dan
nekrosis sel-sel syaraf lapisan dalam retina, menyebabkan mutasi sel,
mengakibatkan kanker kolon dan hati, kanker ginjal, kanker otak dan merusak
jaringan lemak.
f. Formalin (Formaldehyde solution)
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna, berbau tajam yang
mengandung lebih kurang 37 % formaldehit dalam air, biasanya ditambahkan
mineral 10-15 % sebagai pengawet. formalin juga menyebabkan kerusakan
jantung, hati, otak, limpa, pankreas, sistem saraf pusat dan ginjal.
g. Natamysin,
Natamysin yang digunakan pada produk daging dan keju, yang
menyebabakan mual, muntah.
h. Kalium asetat
Kalium asetat digunakan pada makanan yang asam dan bisa menyebabkan
rusaknya ginjal.
Universitas Indonesia
48
Ada beberapa zat pewarna yang diizinkan di Indonesia antara lain:
Dan Bahan pengawet yang aman dipakai, namun bahaya jika terlalu
berlebih:
a. Kalisum benzoate
Pengawet ini bisa menghambat pertumbuhan bakteri penghasil racun,
bakteri spora, dan bkateri bukan pembusuk, Bahan ini menimbulkan kesan aroma
fenol, Bahan pengawet ini digunakan untuk mengawetkan minuman ringan,
minuman anggur, saus sari buah, dan lain-lain.
b. Sulfur dioksida(so2)
Biasanya digunakan pada sari buah, buah kering, sirop, dan acar.
c. Kalium nitrit
Kalium nitrit berwarna putih dan kuning, yang digunakan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri dalam waktu singkat.
d. Kalsium propionat/natrium propionat
Keduannya termasuk golongan asam propionat, yang digunakan untuk
mencegah jamur .
e. Natrium metasulfat
Biasanya digunakan pada produk roti dan tepung.
Universitas Indonesia
49
2.2.4 Dampak Jajanan Tidak Sehat
Dampak dari adanya pengawet buatan,pewarna buatan dan pemanis
buatan antara lain:
Bisa menyebabkan tumor ginjal,dapat menimbulkan efek samping tumor
thyroid yang sangat berbahaya bagi kesehatan,menyebabakan gangguan fungsi
hati atau kanker hati,mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit migrain dan
sakit kepala,kehilangan daya ingat, bingung ,insomnia, sakit perut dan diare, nafsu
makan menurun, salah satu penyebab terjadinya obesitas pada anak, kurang gizi
sebab kandungan gizi pada jajanan belum tentu terjamin. Apabila dalam jangka
panjang maka akan menimbulkan dampak-dampak lainnya seperti kanker otak
dan lain-lain.
2.3 Gastritis
2.3.1 Pengertian Gastritis
Kata “Maag” berasal dari bahasa Belanda yang berarti “Lambung” (Kalbe
Farma, 2008). Oleh sebab itu, orang yang mempunyai masalah dengan
lambungnya merasa dirinya menderita sakit maag (Kalbe Farma, 2008). Dalam
bahasa medis, sakit maag dikenal dengan nama gastritis (Tim Redaksi Klikdokter,
2012).
Gastritis berasal dari bahasa Yunani, yaitu “gastro”, berarti “perut atau
lambung” dan “it is” berarti “inflamasi atau peradangan” (Advetorial Indofarma,
2009). Gastritis biasanya digunakan sebagai suatu acuan terjadinya radang pada
selaput perut, namun istilah tersebut sering digunakan untuk berbagai gejala
akibat peradangan lapisan lambung dan gejala terbakar atau ketidaknyamanan
pada lambung (Farlex, Inc., 2012).
Menurut Department of Human Services (2008) dan U.S. Department of
Health and Human Services National Institutes of Health (2010), gastritis
merupakan peradangan lapisan perut atau mukosa di lambung. Gastritis tersebut
umumnya terjadi ketika mukosa lambung melemah atau rusak, sehingga dinding
lambung akan rentan mengalami kerusakan karena tidak dapat terlindungi dari
asam lambung yang membantu pencernaan makanan (Mayo Clinic staff2, 2012).
Universitas Indonesia
50
2.3.2 Klasifikasi Gastritis
Menurut Suyono (2010) dalam Suparyanto (2012), berdasarkan
manifestasi klinis, gastritis terdiri dari gastritis akut dan gastritis kronik yang
antara keduanya tidak memiliki hubungan sama sekali.
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah peradangan lambung yang berkembang dengan cepat
dan berlangsung untuk jangka waktu singkat (Mayo Clinic staff2, 2012) atau dapat
dikatakan terjadi secara tiba-tiba (Mayo Clinic staff1, 2012). Istilah penyakit ini
mencakup perubahan inflamasi di mukosa lambung (Khan, 2007). Umumnya,
gastritis akut yang sering ditemukan, bersifat jinak dan dapat sembuh dengan
sempurna. Gastritis tersebut terjadi akibat respons mukosa lambung terhadap
berbagai iritan local (Prince, 2005 dalam Suparyanto, 2012).
Pada sebagian besar kasus, inflamasi pada mukosa lambung dalam
gastritis ini termasuk kedalam penyakit yang ringan (Prince, 2005 dalam
Suparyanto, 2012). Namun demikian, penyakit ini dapat membuat mukosa
menjadi ganggren atau perforasi, bahkan terbentuk jaringan parut yang
mengakibatkan obstruksi. Hal tersebut dapat terjadi karena lambung mencerna
asam atau alkali yang kuat (Brunner, 2000 dalam Suparyanto, 2012).
Penyebab dari penyakit tersebut di antaranya adalah obat-obatan, alkohol,
makan atau minum zat korosif, stres fisiologis yang ekstrim, dan infeksi. Gastritis
akut sering dikaitkan dengan penyakit, akut, atau trauma. Peningkatan risiko
terhadap penyakit ini terjadi pada pengonsumsi obat anti-inflamasi penggunaan
obat (NSAID), penggunaan alkohol terakhir berat, dan stres fisiologis operasi
besar seperti, trauma kepala, gagal ginjal, gagal hati, atau kegagalan pernafasan
(Khan, 2007).
2. Gastritis Kronik
Menurut Khan (2007), gastritis kronis merupakan peradangan pada lapisan
lambung yang terjadi secara bertahap dan berlanjut untuk waktu yang lama.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh iritasi berkepanjangan dari penggunaan obat
anti-inflammatory drugs (NSAID), infeksi dengan bakteri Helicobacter pylori,
gangguan autoimun, degenerasi lapisan perut karena faktor usia, atau refluks
empedu kronis .
Universitas Indonesia
51
2.3.3 Patofisiologi Gastritis
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh
berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti
asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor
eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas
epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Faktor-faktor tersebut
dapat merusak atau mengganggu integritas mukosa lambung. Oleh sebab itu,
gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu
faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang
didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam
mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel
epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan
produksi asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan
subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai
penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang
adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa
lambung (Prince, 2005 dalam Suparyanto, 2012).
Pada saat keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan
faktor defensif (ketahanan mukosa) terganggu, seseorang akan terkena gastritis
(Brunner, 2000 dalam Suparyanto, 2012). Hal tersebut terjadi karena ketika
mekanisme pelindung tersebut hilang atau rusak atau terganggu, dinding lambung
tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005 dalam
Suparyanto, 2012).
2.3.4 Faktor-Faktor Penyebab Gastritis
1 Pola Makan
Yayuk Farida Baliwati (2004) dalam Suparyanto (2012) menyatakan
bahwa gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak
teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan. Akibatnya, lambung
menjadi sensitif ketika asam lambung meningkat.
a. Frekuensi Makan
Universitas Indonesia
52
Setiap orang memiliki jumlah konsumsi makanan berbeda baik kuantitatif
maupun kualitatif. Jumlah makanan yang dikonsumsi sehari-hari tersebut disebut
frekuensi makan. Frekuensi makan ini dipengaruhi dengan waktu kosongnya
lambung. Umumnya, lambung kosong antara 3-4 jam setelah konsumsi makanan.
Cepat atau lambatnya pengosongan tersebut berkaitan dengan lama pengolahan
makanan dalam lambung yang juga sangat bergantung dengan sifat dan jenis
makanan (Okviani, 2011 dalam Suparyanto, 2012).
Pola makan yang tidak teratur memudahkan seseorang terserang gastritis.
Hal tersebut terjadi karena lambung yang seharusnya diisi makanan dibiarkan
kosong, atau ditunda pengisiannya, sehingga asam lambung yang tetap diproduksi
tidak mencerna makanan melainkan akan mencerna lapisan mukosa lambung.
Pada saat mekanisme tersebut terjadi, tubuh akan memberikan gejala berupa rasa
nyeri (Ester, 2001dalam Suparyanto, 2012).
Pengisian makanan biasanya dilakukan setelah 4-6 jam sesudah makan
karena kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai, sehingga
tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi.
Pada kondisi tersebut, jika seseorang telat makan 2-3 jam, asam lambung yang
diproduksi semakin banyak dan berlebih, sehingga dapat mengiritasi mukosa
lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004
dalam Suparyanto, 2012).
Kebiasaan makan yang tidak teratur tersebut membuat lambung sulit
beradaptasi. Jika berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebih,
sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut
menjadi tukak peptik. Di saat bersamaan tubuh akan merasa perih dan mual,
hingga dapat naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar
(Nadesul, 2005 dalam Suparyanto, 2012).
Produksi asam lambung tersebut dipengaruhi oleh pengaturan sefalik,
yaitu pengaturan otak. Adanya makanan dalam mulut, akan merangsang sekresi
asam lambung. Selain itu, pada manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat
merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).
b. Jenis Makanan
Universitas Indonesia
53
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem
pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi (Okviani, 2011 dalam
Suparyanto, 2012) karena kandungan asam yang tinggi dalam makanan pedas
(Nugraheni, 2012). Hal tersebut akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu
hati yang disertai dengan mual dan muntah (Okviani, 2011 dalam Suparyanto,
2012).
Lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan
tertentu, seperti mencerna buah yang masih mentah, daging mentah, kari, dan
makanan yang banyak mengandung krim atau mentega, dan lambat
meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi lambung dan asam
lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke
dalam duodenum. Asam yang dikeluarkan tersebut akan menyebabkan rasa panas
di ulu hati dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009 dalam Suparyanto, 2012).
c. Porsi Makan
Konsumsi makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi
lambung. Akibatnya, kekuatan dinding lambung akan menurun. Kondisi tersebut
akan menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004 dalam
Suparyanto, 2012).
2. Kopi
Menurut Tahitian Noni International (2011), kopi diketahui memiliki
kandungan yang dapat merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung,
sehingga terjadi peningkatan keasam dalam lambung dan dapat mengiritasi
lambung. Kafein dan asam chlorogenic merupakan dua unsur yang dapat
mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung.
Kafein akan menstimulasi sistem saraf pusat yang akan meningkatkan
aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon
gastrin yang dikeluarkan akan menyekresi getah lambung yang sangat asam dari
bagian fundus lambung. Peningkatan sekresi asam lambung ini dapat
menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011 dalam
Suparyanto, 2012).
Selain itu, kafein mempermudah terjadinya refluks gastroesofageal. Kafein
akan mengganggu fungsi klep otot sphincter esofagus superior yang menghambat
Universitas Indonesia
54
kembalinya (reflux) isi lambung ke esofagus, sehingga isi lambung akan mudah
naik ke esofagus. Asam yang turut naik ke esophagus saat terjadi reflux dapat
membuat iritasi esofagus dan perasaan terbakar di dada (heartburn) (Rafetto,
Meri, et.al., 2004)
Setiap orang memiliki batasan yang berbeda-beda dalam konsumsi kafein.
Kebanyakan penelitian mengungkapkan umumnya orang sehat dapat meminum
300 mg kafein (sekitar 1 sampai 3 cangkir kopi sehari) tanpa memberikan efek
negatif. tidak memberikan efek negative pada kebanyakan orang sehat. Namun
demikian, adapula yang hanya bisa mengonsumsi kopi ≤ 2 cangkir kopi
(Infomedia, 2011).
3. Teh
Tannin yang terkandung dalam teh dapat dengan mudah berubah menjadi
asam tanat apabila terkena air panas atau udara. Asam tanat berfungsi
membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat yang terdapat di dalam
lambung akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel
mukosa lambung menjadi atrofi. Hal tersebut menyebabkan seseorang menderita
berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah
pada keganasan lambung (Shinya, 2008).
4. Rokok
Rokok dapat memberikan pengaruh buruk pada saluran gastrointdstinal
antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks,
mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat
pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH
duodenum. Saat seseorang merokok, terjadi peningkatan sekresi asam lambung
sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Rokok juga mempengaruhi
kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya
dalam menurunkan asam lambung pada malam hari. Selain itu, rokok dapat
mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran
darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan
komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori (Beyer, 2004 dalam Suparyanto,
2012).
5. AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Universitas Indonesia
55
Obat AINS termasuk golongan obat besar yang secara kimia bersifat
heterogen dan berfungsi menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan
penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam
arakhidonat. Aspirin termasuk kedalam golongan obat ini. Aspirin dan obat
antiinflamasi nonsteroid dapat merusak mukosa secara topical karena terdapat
kandungan asam yang bersifat korosif, sehingga dapat merusak sel-sel epitel
mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat
menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan
faktor defensif terganggu. Pemakaian obat tersebut setiap hari selama minimal 3
bulan dapat menyebabkan gastritis (Rosniyanti, 2010 dalam Suparyanto, 2012).
6. Stres
Stress dapat diartikan sebagai suatu kondisi tubuh atau mental menegang
akibat berbagai faktor, seperti faktor fisik, kimia, atau emosional yang dapat
meningkatkan faktor risiko penyebab penyakit (Merriam-Webster, Inc., 2012).
a. Stres Psikis
Ketika seseorang mengalami stres psikis, seperti beban kerja berat, panic,
dan tergesa-gesa, produksi asam lambung akan meningkat. Peningkatan kadar
asam lambung ini dapat mengiritasi mukosa lambung dan menyebabkan
terjadinya gastritis (Friscaan, 2010 dalam Suparyanto, 2012).
b. Stres Fisik
Stres fisik dapat diakibat oleh pembedahan besar, luka trauma, luka bakar,
refluks empedu atau infeksi berat. Stres tersebut dapat menyebabkan gastritis,
ulkus, dan pendarahan pada lambung. Pada perawatan kanker, seperti kemoterapi
dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Radiasi dalam
dosis besar akan mengakibatkan kerusakan permanen dan dapat mengikis dinding
lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung (Nurii, 2010).
Refluks empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Empedu yang
membantu dalam pencernaan lemak masuk ke dalam usus kecil melalui saluran
empedu. Di saluran tersebut, terdapat katup pilorus yang berfungsi mencegah
empedu mengalir kembali ke dalam perut dari usus kecil. Apabila terjadi disfungsi
Universitas Indonesia
56
katup pylorus, aliran empedu akan kembali ke dalam perut dan menyebabkan
peradangan pada mukosa lambung (Khan, 2007).
7. Alkohol
Kemampuannya alkohol dalam melarutkan lipida dalam membran se,
memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel
tersebut. Oleh sebab itu alkohol dianggap toksik atau racun (Almatsier, 2002).
Dalam metabolismenya, terdapat dua organ yang berperan besar, yaitu
lambung dan hati. Dalam jumlah sedikit, alkohol dapat meningkatkan rangsangan
produksi asam lambung, menurunkan nafsu makan, dan menyebabkan mual.
Dalam jumlah banyak, alkohol dapat menyebabkan iritasi pada mukosa lambung
dan duodenum hingga terjadi kerusakan pada mukosa lambung, memperburuk
gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Selain itu,
alkohol dapat mengakibatkan penurunan kesanggupan mencerna dan menyerap
makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta
fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004 dalam Suparyanto, 2012).
8. Helicobacter pylori
Helicobacter pylori (H. pylori) hidup jauh di dalam lapisan mukosa yang
melapisi dinding lambung. Penyebaran bakteri ini dari orang ke orang melalui rute
oral-fekal atau tertelan dalam makanan atau air yang terkontaminasi. Infeksi H.
pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan sepanjang hidup
jika tidak diobati. Seseorang yang sudah lama terinfeksi dengan bakteri ini,
menyebabkan respons inflamasi luas yang mengarah ke perubahan dalam lapisan
lambung, seperti atrofik gastritis, yaitu kondisi di mana asam yang memproduksi
kelenjar yang perlahan-lahan hancur (Khan, 2007).
9. Autoimun Gastritis
Ketika tubuh keliru mengenali sasaran salah satu organ sendiri sebagai
protein asing atau infeksi, antibodi dapat merusak atau bahkan menghancurkan
organ. Mukosa lambung dapat juga diserang oleh sistem kekebalan tubuh yang
menyebabkan hilangnya sel-sel lambung. Hal ini menyebabkan peradangan akut
dan kronis yang dapat mengakibatkan kondisi yang disebut anemia pernisiosa.
Terjadinya anemia karena tubuh tidak lagi dapat menyerap vitamin B12. Hal
tersebut disebabkan kurangnya faktor perut kunci yang dihancurkan oleh
Universitas Indonesia
57
peradangan kronis. Kurangnya vitamin B12 dapat mengecilkan atau menipiskan
mukosa lambung (Khan, 2007).
10. Usia
Seiring pertambahan usia, risiko gastritis akan meningkat. Hal tersebut
disebabkan orang dewasa yang berusia lebih tua, lapisan lambung cenderung
semakin menipis. Selain itu, orang tua cenderung memiliki H. pylori infeksi atau
gangguan autoimun daripada orang muda (Mayo Clinic staff3. 2012)
2.3.5 Gejala-gejala Gastritis
Ada banyak gejala-gejala yang menunjukkan seseorang terkena gastritis,
itu pun tergantung jenis gastritis yang diderita. Namun, gejala-gejala umumnya
adalah:
Perih atau sakit pada perut bagian atas
Mual
Muntah
Sakit pada perut sebelah kiri
Sakit di ulu hati
Kembung
Kehilangan selera makan
Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan (Jackson,
2011;Indofarma, 2012).
Untuk gastritis jenis akut, gejala-gejala yang biasa dialami adalah perih di
perut bagian atas, mual, dan muntah. Sementara untuk jenis gastritis kronis
terkadang sakitnya tidak terasa dan cepat merasa kenyang setelah makan sedikit
(Jackson, 2011). Jika gastritis menyebabkan pendarahan pada lambung, gejala-
gejala yang muncul biasanya seperti tinja yang berwarna kehitaman dan muntah
darah berwarna merah kehitam-hitaman akibat pendarahan tersebut (Medicastore,
2012).
2.3.6 Dampak Gastritis
Jika dibiarkan terus menerus, gastritis akan menyebabkan pendarahan pada
lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker
Universitas Indonesia
58
lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding
lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung (Medicastore,
2012;Indofarma, 2012).
2.3.7 Pencegahan Gastritis
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi resiko terkena
gastritis, yaitu:
Pola makan teratur. Makan haruslah tepat waktu, jenis, dan
porsinya. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang pedas,
asam, gorengan atau berlemak. Makanlah dengan jumlah yang cukup, pada waktu
yang tepat, lakukan dengan santai, dan tidak terburu-buru.
Kurangi konsumsi kopi. Sewajarnya, manusia mengkonsumsi
kopi sebanyak 1-2 cangkir sehari karena konsumsi kopi berlebih akan merangsang
peningkatan hormon gastrin. Hormon gastrin dapat merangsang sekresi asam
lambung yang akan menyebabkan peradangan di mukosa lambung jika jumlahnya
berlebih.
Hindari alkohol. Konsumsi alkohol dapat mengiritasi dan
mengikis lapisan mukosa dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan
dan pendarahan.
Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung
lambung, membuat lambung lebih rentan terhadap gastritis. Merokok juga
meningkatkan asam lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan
merupakan penyebab utama terjadinya kanker lambung.
Lakukan olahraga secara teratur. Olahraga dapat meningkatkan
kecepatan pernapasan dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus
sehingga membantu mengeluarkan sisa makanan dari usus secara lebih cepat.
Kendalikan stress. Stress meningkatkan produksi asam lambung
dan melambatkan kecepatan pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak
dapat dihindari, maka sebaiknya yaang dilakukan adalah mengendalikannya
secara efektif dengan cara makan makanan bergizi, istirahat yang cukup, dan olah
raga teratur (Medicastore, 2012; Suparyanto, 2012).
Universitas Indonesia
59
2.4. Hipertensi
2.4.1. Pengertian
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani,
2006).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan
pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang
dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan.
Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena
termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih
dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny S dkk 2004).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di negara maju
maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,
dimana tekanan yang abnormal tingggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisme, gagal jantung, serangan jantung,
dan kerusakan ginjal (Armilawati 2007). Seseorang dikatakan mengalami
hipertensi jika memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg atau keduanya.
Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah menjadi naik dan
bertahan pada tekanan tersebut meskipun sudah relaks (Iman S 2002). Menurut
Allison Hull (1996), hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir
tidak konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika
memompa darah.
Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi
adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
Universitas Indonesia
60
2.4.2. Klasifikasi
Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah
adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Dan seseorang
dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan
sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.
Tabel. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO/ISH
Klasifikasi
Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Normal < 140 < 90
Hipertensi Ringan 140-180 90-105
Hipertensi Perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi Sedang dan Berat > 105 > 105
Hipertensi sistolik Terisolasi < 90 < 90
Hipertensi sistolik
Perbatasan < 90 < 90
Sumber: Arif Mansjoer dkk,2000
Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik
dan hipertensi diastolik (Smith & Tom, 1986). Pertama yaitu hipertensi sistolik
adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik.
Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung
berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri pada
suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas
yang nilainya lebih besar. Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila
pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar
tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan
diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila
jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan
menurut Arjatmo T dan Hendra U, (2001) faktor yang mempengaruhi prevalensi
hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya
riwayat hipertensi dalam keluarga.
Universitas Indonesia
61
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu
sekunder dan primer. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya namun ada beberapa faktor yang diduga menyebabkan terjadinya
hipertensi tersebut antara lain: faktor keturunan, ciri perseorangan, dan kebiasaan
hidup (Puspita WR, 2009). Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab
spesifiknya dapat diketahui (Lanny S dkk, 2004). Penderita hipertensi sekunder
ada 5%-10% kasus. Pada hipertensi penyebab dan patofisiologinya sudah
diketahui sehingga dapat dikendalikan dengan obat-obatan atau pembedahan
(Arjatmo T & Hendra U, 2001).
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu
hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan
hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat
penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah keadaan hipertensi yang
membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang merupakan
akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal (Mahalul 2005
dalam Suheni, 2007)
2.4.3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Brunner
dan Suddarth, 2002).
Universitas Indonesia
62
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler (Brunner dan Suddarth, 2002).
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Brunner dan Suddarth, 2002).
2.4.4. Tanda dan Gejala
Menurut Lanny Sustrani (2004) gejala–gejala hipertensi antara lain sakit
kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung
berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari telingga berdering
(tinnitus) dan dunia terasa berputar. Cara yang tepat untuk meyakinkan seseorang
memiliki tekanan darah tinggi adalah dengan mengukur tekanan darahnya.
Hipertensi yang sudah mencapai taraf lanjut, yang berarti telah berlangsung
beberapa tahun dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, napas pendek,
Universitas Indonesia
63
pandangan mata kabur, dan gangguan tidur (Puspita WR, 2009). Hipertensi sulit
disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus. Menurut
Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain yaitu :
a. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala
b. Sering gelisah
c. Wajah merah
d. Tengkuk terasa pegal
e. Mudah marah
f. Telinga berdengung
g. Sukar tidur
h. Sesak napas
i. Rasa berat ditengkuk
j. Mudah lelah
k. Mata berkunang-kunang
l. Mimisan ( keluar darah dari hidung).
2.4.5. Penyebab
Adapun penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada: Elastisitas dinding aorta menurun,
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
Kehilangan elastisitas pembuluh darah, hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, serta meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer. Selain itu, faktor genetik dianggap penting sebagai sebab
timbulnya hipertensi.
Anggapan ini didukung oleh banyak penelitian pada hewan percobaan dan
tentunya pada manusia itu sendiri. Faktor genetik tampaknya bersifat
mulifaktorial akibat defek pada beberapa gen yang berperan pada pengaturan
tekanan darah. Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling berperan dalam
Universitas Indonesia
64
perjalanan munculnya penyakit hipertensi. Semakin banyak seseorang terpapar
faktor-faktor tersebut maka semakin besar kemungkinan seseorang menderita
hipertensi, juga seiring bertambahnya umur seseorang (Fauci AS et al, 1998).
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat
atau tidak dapat dikontrol, antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang
belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan
dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol
HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon
estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,
yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian
didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita
sekitar 56,5%. (Anggraini dkk, 2009).
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa
muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60%
penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan
hormon setelah menopause (Marliani, 2007).
2) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi
orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang
yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara
khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun,
karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada
kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita,
Universitas Indonesia
65
hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan hormon sesudah menopause.
Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan
usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri
utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan
mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu
kehilangan daya penyesuaian diri.
Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga
prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian
sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan
serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan
kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enampuluhan.
Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi.
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko
dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini
dkk, 2009). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani,
2007).
Menurut Rohaendi (2008), mengatakan bahwa Tekanan darah tinggi
cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua anda
ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka anda akan mempunyai peluang
sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup anda. Jika kedua orang tua
mempunyai tekanan darah tingi maka peluang anda untuk terkena penyakit ini
akan meningkat menjadi 60%.
Universitas Indonesia
66
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1) Obesitas
Pada usia pertengahan ( + 50 tahun ) dan dewasa lanjut asupan kalori
sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas.
Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia.
Kelompok lansia karena dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti
artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).
Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas atau tidak,
dapatdilakukan dengan mengukur berat badan dengan tinggi badan, yang
kemudian disebut dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus perhitungan IMT
adalah sebagai berikut:
Berat Badan (kg)
IMT = ------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
Obesitas beresiko terhadap munculnya berbagai penyakit jantung dan
pembuluh darah. Disebut obesitas apabila melebihi Body Mass Index (BMI) atau
Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI untuk orang Indonesia adalah 25. BMI
memberikan gambaran tentang resiko kesehatan yang berhubungan dengan berat
badan. Marliani juga mengemukakan bahwa penderita hipertensi sebagian besar
mempunyai berat badan berlebih, tetapi tidak menutup kemungkinan orang yang
berat badanya normal (tidak obesitas) dapat menderita hipertensi. Curah jantung
dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi
dibandingkan dengan berat badannya normal. (Marliani,2007).
2) Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung
Universitas Indonesia
67
sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih
berat karena adanya kondisi tertentu.
Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena
bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif
cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri. Latihan fisik berupa
berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga
jantung dan peredaran darah. Bagi penderita tekanan darah tinggi, jantung atau
masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak menggunakan beban waktu jalan.
Riset di Oregon Health Science kelompok laki-laki dengan wanita yang kurang
aktivitas fisik dengan kelompok yang beraktifitas fisik dapat menurunkan sekitar
6,5% kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) faktor penting penyebab
pergeseran arteri (Rohaendi, 2008).
3) Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya
stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort
prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,
Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat
hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5%
subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih
dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun.
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada
kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari
(Rahyani, 2007).
4) Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya
hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100
mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium
yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
Universitas Indonesia
68
meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga
volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi. (Wolff, 2008).
5) Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung
dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol
berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).
6) Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi di dapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi
meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7) Pil KB
Pil KB: Risiko meninggi dengan lamanya pemakaian (± 12 tahun berturut-
turut)
8) Stress
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat
dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang
tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini dkk, (2009) menagatakan
Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung
sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat
berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
2.4.6. Dampak
Menurut Sustrani (2006), membiarkan hipertensi membiarkan jantung
bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah
berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung
Universitas Indonesia
69
dua kali dan meningkatkan resiko stroke delapan kalindibanding dengan orang
yang tidak mengalami hipertensi.
Selain itu hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung,
gangguan pada ginjal dan kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa
hipertensi dapat mengecilkan volume otak, sehingga mengakibatkan penurunan
fungsi kognitif dan intelektual. Yang paling parah adalah efek jangka panjangnya
yang berupa kematian mendadak.
a. Penyakit jantung koroner dan arteri
Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan
semakin mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering
diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras ini.
b. Payah jantung
Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung
tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi
karena kerusakan otot jantung atau system listrik jantung.
c. Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan
darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah
menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi
perdarahan otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat
sumbatan dari gumpalan darah yang macet di pembuluh yang sudah menyempit.
d. Kerusakan ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju
ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan
tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali
kedarah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.
e. Kerusakan penglihatan
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata,
sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan.
Universitas Indonesia
70
2.4.7. Pencegahan
Hipertensi dapat dicegah dengan mengubah pola hidup terutama pada
lansia menjadi pola hidup sehat untuk memperbaiki derajat kesehatan. Perubahan
pola hidup sehat ini merupakan pengobatan non farmakologis yang bertujuan
menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang dapat memperberat
penyakitnya (Marlian dan Tantan, 2007).
Perubahan ini mencakup hal-hal berikut, yaitu: mengurangi asupan garam,
mengurangi berat badan pada penderita yang obesitas, melakukan aktivitas fisik
dan olahraga, mengurangi konsumsi makanan berlemak,
mengurangi/menghentikan kebiasaan merokok, menghindari/mengurangi
minuman beralkohol dan kafein, menghindari stres, menghindari pemakaian obat-
obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah, mengontrol kadar gula darah dan
kolesterol bagi penderita hipertensi yang disertai dengan penyakit kencing manis
dan hiperkolestrolemia (Marlian dan Tantan 2007). Agar terhindar dari
komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik (stop
High Blood Pressure), antara lain menurut bukunya (Gunawan, 2001), dengan
cara sebagai berikut:
a. Mengurangi konsumsi garam.
Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g garam
dapur untuk diet setiap hari.
b. Menghindari kegemukan (obesitas).
Hindarkan kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (b.b)
normal atau tidak berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih
10% dari berat badan normal.
c. Membatasi konsumsi lemak.
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak
terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya
endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Lama kelamaan, jika endapan
kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan menggangu peredaran
darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak
langsung memperparah hipertensi.
Universitas Indonesia
71
d. Olahraga teratur.
Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat meyerap atau
menghilangkan endapan kolesterol dan pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud
adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau
dinamik), seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan
olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi, karena latihan
yang berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi.
e. Makan banyak buah dan sayuran segar.
Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah
yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan
darah.
f. Tidak merokok dan minum alkohol.
g. Latihan relaksasi atau meditasi.
Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan
jiwa. Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan mengendorkan otot
tubuh sambil membayangkan sesuatu yang damai, indah, dan menyenangkan.
Relaksasi dapat pula dilakukan dengan mendengarkan musik, atau bernyanyi.
h. Berusaha membina hidup yang positif.
Dalam kehidupan dunia modern yang penuh dengan persaingan, tuntutan
atau tantangan yang menumpuk menjadi tekanan atau beban stress (ketegangan)
bagi setiap orang. Jika tekanan stress terlampau besar sehingga melampaui daya
tahan individu, akan menimbulkan sakit kepala, suka marah, tidak bisa tidur,
ataupun timbul hipertensi. Agar terhindar dari efek negative tersebut, orang harus
berusaha membina hidup yang positif. Beberapa cara untuk membina hidup yang
positif adalah sebagai berikut:
1) Mengeluarkan isi hati dan memecahkan masalah
2) Membuat jadwal kerja, menyediakan waktu istirahat atau waktu
untuk kegiatan santai.
3) Menyelesaikan satu tugas pada satu saat saja, biarkan orang lain
menyelesaikan bagiannya.
4) Sekali-sekali mengalah, belajar berdamai.
Universitas Indonesia
72
5) Cobalah menolong orang lain.
6) Menghilangkan perasaan iri dan dengki
Universitas Indonesia