bab ii tinjauan pustaka 2.1 tinjauan umum...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Sampah
2.1.1 Pengertian sampah
Sampah bukan sesuatu yang asing dalam keseharian kita, karena secara
pribadi setiap harinya kita menghasilkan sampah yaitu melalui kegiatan makan,
minum, dan lainnya.
Menurut Sadikin dalam Krisnandar (2013) bahwa, “Sampah adalah buangan
benda padat (solid waste) yang terdiri dari sampah organik dan anorganik yang
dianggap sudah tidak bernilai lagi pemilik pertama yang umumnya berasal dari
kegiatan rumah tangga (domestik), kegiatan industri, kegiatan perkantoran, dan lain-
lain”.
2.1.2 Klasifikasi sampah
Menurut Migristine (2009), Klasifikasi berdasarkan sifat dan asalnya terdiri
atas: “1. Sampah organik sampah yang berasal dari bahan organik atau alami,
contohnya sisa makanan, sampah tumbuhan, bangkai hewan, dan kotoran mahluk
hidup. 2. Sampah anorganik sampah yang berasal dari bahan non organik atau sintesis
(buatan) contohnya plastik, kaleng, botol, gelas, dan bahan-bahan logam”.
2.1.3 Penanganan terhadap sampah
Sampah tidak saja mencemari lingkungan, tetapi juga mengganggu keindahan.
Penanganan terhadap sampah perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai
pihak. Penanganan terhadap sampah tersebut, antara lain (Dwiyatmo: 2007) :
7
2.1.3.1 Pengumpulan sampah
Pengumpulan bertujuan untuk memudahkan penanganan lebih lanjut. Sampah
dari berbagai sumber dikumpulkan di suatu tempat tertentu sehingga dampak
negatifnya tidak meluas. Pengumpulan sampah berdasarkan sumbernya dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Sampah rumah tangga
Sampah yang berasal dari rumah tangga terdiri atas sampah organik dan
anorganik. Sampah organik dapat dikumpulkan dalam kantong plastik. Bila telah
penuh sampah ini dapat di buang berikut kantongnya. Samph kering dapat
dikumpulkan dalam keranjang sampah atau tong sampah. Tong sampah sebaiknya
diberi tutup agar tidak menimbulkan bau busuk jika terkena air hujan. Pemberian
tutup juga bertujuan agar sampah tidak menjadi sarang lalat. Sampah rumah tangga
juga dapat dikumpulkan di bak sampah sebelum dibakar atau di bawah ke tempat
pembuangan akhir (TPA).
2. Sampah dari pemukiman
Sampah ini merupakan kumpulan sampah-sampah rumah tangga di suatu
permukiman. Sampah permukiman dapat ditamping di bak penampungan sementara.
Agar dapat menampung sampah dari seluruh warga permukiman baik penampung
sementara harus besar. Bak tersebut dapat terbuat dari semen atau besi dan
ditempatkan di lokasi yang sudah diakses tugas Dinas Kebersihan Kota.
8
3. Sampah industri
Pengumpulan sampah industri membutuhkan penanganan khusus, terkait
dengan bahan-bahan yang mungkin berbahaya.
4. Sampah jalanan
Sampah yang berasal dari jalanan dikumpulkan oleh petugas Dinas
Kebersihan Kota dengan cara disapu. Sampah-sampah itu dikumpulkan setiap hari
dan langsung diangkut menggunakan truk atau gerobak sampah. Pembersihan sampah
jalanan pada waktu-waktu yang sekiranya tidak menggangu lalu lintas.
2.1.3.2 Pemusnahan sampah
Sampah-sampah yang telah dikumpulkan di tempat-tempat tertentu
selanjutnya dimusnahkan. Metode pemusnahan sampah ada beberapa cara,
diantaranya sebagai berikut:
1. Penumpukan
Metode ini pada dasarnya tidak memusnahkan sampah secara langsung.
Penumpukan dilakukan untuk menutup lekukan-lekukan tanah sehingga rata.
Penumpukan dapat juga digunakan untuk menutup jurang atau rawa.
2. Sanitary landfill
Sanitary landfill hampir sama dengan penumpukan, bedanya pada sanitary
landfill lekukan tanah atau jurang yang sudah terisi penuh ditutup dengan tanah.
Metode ini dapat mengurangi pencemaran udara namun membutuhkan area yang
sangat luas. Tanah yang telah padat dapat dimanfaatkan untuk bangunan atau
keperluan lainnya.
9
3. Insenerasi
Insenerasi adalah pembakaran sampah organik dalam suatu wadah yang
disebut insenerator. Insenerasi bertujuan untuk mengurangi massa sampah organik
dan membunuh mikroorganisme di dalamnya. Hasil dari insenerasi adalah abu.
Selama proses pembakaran, gas yang terbentuk dialirkan ke saluran pembuangan
untuk menghindari kemungkinan adanya gas beracun selama proses. Dalam proses
insenerasi dibutuhkan energy untuk memanaskan dan menguapkan air, serta
memanaskan lumpur hingga mencapai suhu bakarnya. Jumlah energi yang
dibutuhkan pada proses insenerasi bergantung pada tingkat kebasahan limbah lumpur
organik yang dibakar. Lumpur organik yang mengandung bahan padat lebih besar
dari 30% dapat menghasilkan panas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi
pada proses insenerasi tersebut.
Insenerasi adalah teknologi pemusnahan sampah yang hemat dalam
penggunaan lahan. Konsep utama dalam pemusnahan sampah selaku buangan padat
adalah reduksi volume secara maksimum. Teknologi insenerasi membutuhkan luas
lahan yang lebih hemat dan disertai dengan reduksi volume residu yang tersisa
dibandingkan dengan volume sampah semula.
2.1.4 Masalah- masalah yang diakibatkan sampah
Sampah yang menumpuk dapat membuat banyak masalah bagi manusia.
Terutama bila sampah tersebut tercampur antara organik dan anorganik. Beberapa
masalah yang mungkin timbul akibat penumpukan sampah antara lain :
10
2.1.4.1 Banjir
Banyak faktor yang mungkin menjadi penyebab banjir. Banjir bisa terjadi
karena luapan air yang tersumbat di selokan dan sungai sehingga menggenangi
jalanan. Dan selokan merupakan tempat yang dianggap lumrah bagi masyarakat
untuk dijadikan tempat sampah karena selain dianggap gampang, masyarakat juga
menganggap remeh akibat yang akan ditimbulkan. Dan biasanya daerah yang lebih
rendah lebih beresiko terkena banjir dari pada dataran tinggi.
2.1.4.2 Bibit penyakit
Sampah yang menumpuk dan tercampur antara sampah organik dan anorganik
sangat potensial untuk dihuni berbagai bakteri dan virus. Bakteri dan virus terutama
banyak tinggal di sampah organik yang gampang membusuk. Kalau proses
pembusukannya dilakukan dengan tepat, sampah organik dapat bermanfaat sebagai
kompos. Tapi bila sampah itu bercampur hingga menjadi media yang tepat bagi
berkembangbiaknya bakteri, maka sampah organik akan menjadi sangat berbahaya.
Selain masalah yang di atas, sampah juga dapat menimbulkan dampak lain yaitu :
2.1.4.3 Dampak terhadap kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah
yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan
menarik bagi berbagai binatang seperti, lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan
penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut :
11
1) Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang
berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur
air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga
meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang
memadai.
2) Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit)
3) Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu
contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita
(taenia). Cacing ini sebelumnya masuk kedalam pencernakan binatang
ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/ sampah.
2.1.4.4 Dampak terhadap keadaan sosial-ekonomi
Keadaan sosial-ekonomi masyarakat juga dipengaruhi oleh kesehatan
masyarakat. Pada umumnya masyarakat yang sejahtera adalah masyarakat yang
derajat kesehatannya terjaga oleh karena lingkungan tempat dimana masyarakat itu
tinggal sehat dan nyaman untuk di tempati. Jika keadaan lingkungan di sekitarnya
kotor maka akan menimbulkan dampak terhadap sosial-ekonomi masyarakat tersebut.
Dampak-dampak tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan
(untuk mengobati kerumah sakit).
2) Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang
tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan
12
air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan
cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan
perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.
2.2 Tinjauan Umum Infeksi Kecacingan
2.2.1 Infeksi kecacingan
Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih
banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected
diseases). Salah satu jenis penyakit dari kelompok ini adalah penyakit kecacingan
yang diakibatkan oleh infeksi cacing kelompok Soil Transmitted Helminth (STH),
yaitu kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah. Penyakit parasitic yang
termasuk ke dalam neglected diseases tersebut merupakan penyakit tersembunyi atau
silent diseases, dan kurang terpantau oleh petugas kesehatan.
Menurut Susmanto mengemukakan bahwa: “Cacing tambang merupakan
salah satu cacing usus yang termasuk dalam kelompok cacing yang siklus hidupnya
melalui tanah (soil transmitted helminth) bersama dengan Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan Strongyloides stercoralis.. Cacing ini termasuk dalam kelas
nematoda dari filum nemathelminthes. Famili Strongyloidae dari kelas nematoda
terdiri atas dua genus, yaitu genus Ancylostoma dan genus Necator. Dari genus
Ancylostoma dapat ditemukan Ancylostoma duodenale, Ancylostoma caninum,
Ancylostoma brazilliensis dan Ancylostoma ceylanicum. Sedangkan dari genus
Necator dapat ditemukan Necator americanus”. Taksonomi cacing tambang secara
lengkap diuraikan sebagai berikut (Sumanto dalam Lamara 2013).
Taksonomi cacing tambang :
Sub Kingdom : Metazoa
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub Kelas : Phasmidia
Ordo : Rhabtidia
Super Famili : Strongyloidea
13
Famili : Strongyloidae
Genus : Ancylostoma, Necator
Spesies : • Ancylostoma duodenale,
• Ancylostoma caninum,
• Ancylostoma brazilliensis,
• Ancylostoma ceylanicum,
Necator americanus
(a) (b)
(a) Ancylostoma duodenale, (b) Necator americanus
Gambar 2.1 Cacing dewasa (Sumber: Sumanto, 2010)
2.2.2 Morfologi dan daur hidup
2.2.2.1 Morfologi Ascariasis lumbricoides (Cacing cambuk)
Cacing jantan berukukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22- 35 cm.
Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. seekor cacing betina dapat bertelur
100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang di buahi dan yang tidak di buahi.
Telur yang dibuahi besarnya kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak di buahi 90
x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang di buahi berkembang menjadi
bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan
oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju
pembuluh darah atau saluran limfe lalu dialirkan ke jantung kemudian mengikuti
14
aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding
alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan
bronkus. Dari trakea, larva ini menuju laring sehingga menimbulkan rangsangan pada
laring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam
esophagus lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing
dewasa. Sejak telur matang tertelan di perlukan waktu kurang lebih 2 bulan.
Gejala yang muncul akibat cacing ini biasanya disebabkan oleh migrasi larva
dan cacing dewasa. Paru merupakan organ yang dilalui cacing pada siklus hidupnya,
maka keluhan klinis sering berasal dari organ tersebut. Gejala penyakit berkisar dari
yang ringan berupa batuk sampai yang berat seperti sesak napas. Gejala yang
disebabkan cacing dewasa dapat bervariasi mulai dari pertumbuhan lumen usus
karena banyaknya cacing, kemudian cacing berjalan ke jaringan hati, sampai muntah
cacing yang bisa menyumbat saluran napas (Syamsu: 2001).
Gambar 2.2 Telur Ascariasis lumbricoides (Sumber: Lamara, 2013)
15
Taksonomi cacing cambuk :
Filum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascariasis lumbricoides
2.2.2.2 Morfologi Trichuris trichiura (Cacing gelang)
Cacing betina kira-kira panjangnya 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4
cm. Bagian anterior halus seperti cambuk panjangnya kira-kira dari panjang seluruh
tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya
membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum.
Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anteriornya
yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina di
perkirakanmenghasilkan telur setiap hari antara 3.000-10.000 butir telur. Telur
beukuran 50-54 x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam
penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-
kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang di buahi di keluarkan dari hospes
bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 minggu di tanah. Telur
matang yaitu telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi
langsung yaitu bila secara kebetulan hospes menelan telur matang, larva keluar
melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa
cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon terutama sekum. Jadi
16
cacing ini tidak melalui siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan
sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari.
Penyakit cacing cambuk biasanya tanpa gejala (asimtomatis). Infeksi berat
bisa menyebabkan anemia ringan dan diare berdarah (bloody) sebagai konsekuensi
kehilangan darah karena penghisapan oleh cacing. Pada kasus yang jarang dapat
terjadi prolaps recti. Diagnosis didapatkan dari adanya telur atau cacing dewasa
dalam tinja. Cacing trichuris hidup di sekum; pada infeksi berat, terutama pada anak,
ia tersebar diseluruh kolon dan rektum. Cacing ini dapat mengisap darah hospesnya,
sehingga menimbulkan anemia, berat badan turun, dan kadang-kadang di sertai
prolaps rektum.
2.2.2.3 Morfologi Hookworms (Cacing tambang)
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan mulut yang melekat di
dinding mukosa dinding usus. Cacing betina N. americanus tiap hari mengeluarkan
telur kira-kira 9000 butir, sedangkan A.duodenale kira-kira 10.000 butir. Cacing
betina berukuran panjang kurang lebih dari 1 cm, cacing jantan kurang lebih 0,8 cm.
bentuk badan N. americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale
menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. Pada mulut N.
americanus terdapat kitin, sedangkan pada A.duodenale ada dua pasang gigi. Cacing
jantan mempunyai bursa kopulatriks. Telur yang besarnya kira-kira 60x 40 mikron
berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis, di dalamnya terdapat beberapa sel.
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1- 1,5 hari keluarlah
larva rhabdithiform tumbuh menjadi larva filariform yang berukuran kira 600 mikron
17
dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah. Larva filariform akan menembus kulit
dan ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Larva menembus alveoli dan
masuk ke bronkus lalu ke trakea dan laring dari laring larva ikut tertelan dan masuk
ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa (Samad: 2009 ).
Gambar 2.3 Cacing tambang (Sumber: Sumanto, 2010)
2.2.3 Cara infeksi telur cacing ke tubuh manusia
Ali dalam Lamara (2013) mengemukakan bahwa “penularan kecacingan
secara umum melalui dua cara, yaitu :
1. Anak buang air besar sembarangan Tinja yang mengandung telur cacing
mencemari tanah telur menempel di tangan atau kuku ketika mereka sedang
bermain ketika makan atau minum, telur cacing masuk ke dalam
mulut tertelan kemudian orang akan cacingan dan seterusnya terjadilah
infestasi cacing.
2. Anak buang air besar sembarangan tinja yang mengandung telur cacing
mencemari tanah dikerumuni lalat lalat hinggap di makanan atau
18
minuman makanan atau minuman yang mengandungi telur cacing masuk
melalui mulut tertelan dan selanjutnya orang akan cacingan
infestasi cacingpun terjadi”.
Gambar 2.4 Siklus hidup Ascariasis lumbricoides (Sumber: Samad, 2009)
Penularan telur cacing ke dalam tubuh manusia dapat juga melalui sayuran
yang di makan mentah (tidak dimasak), dan proses membersihkannya tidak sempurna
juga dapat terjadi, apalagi jika sayuran tersebut di beri pupuk dengan tinja segar.
2.2.4 Tahapan-tahapan pekerja terinfeksi cacing
Para pekerja mempunyai tanggung jawab pekerjaan mulai dari kegiatan
mengumpulkan, mengangkut dan membuang sampah. Di setiap kegiatan tersebut
19
mereka sangat beresiko terinfeksi cacing. Mereka dapat terinfeksi cacing baik lewat
oral yaitu melalui makanan dan minuman yang tercemar dan melalui penetrasi kulit.
Bila pekerja kebersihan mengelola sampah tidak menggunakan Alat Pelindung Diri
seperti topi, pakaian kerja, masker, sepatu dan sarung tangan maka kemungkinan
terinfeksi cacing lebih besar daripada mereka yang menggunakan APD secara
lengkap.
Menurut Pulungan (2002) mengemukakan bahwa: “cacing Ascariasis
lumbricoides, Trichuris trichura, Ancylostoma duanale dapat menginfeksi pekerja
kebersihan yang mengelola sampah tanpa menggunakan alat pelindung diri dengan
menelan telur cacing tersebut yang melekat pada tangan yang tidak memakai
pelindungnya seperti sarung tangan. Bisa juga terinfeksi dengan cara larva cacing
tersebut menembus kulit pekerja kebersihan yang kontak langsung dengan sampah
dan tidak memakai APD seperti sarung tangan dan baju lengan panjang dan sepatu”.
2.2.5 Gejala Penyakit yang Timbul Akibat Cacing
Susmanto (2010), mengemukakan bahwa: “Adapun gejala-gejala yang timbul
akibat cacing, yaitu sebagai berikut:
1) Ascariasis
Gejala penyakit Ascariasis bisa menimbulkan gangguan gastro intestinalis
ringan. Pada infeksi berat dapat juga menyebabkan ileus dan kolik.
2) Trichuriasis
Perkembangan larva trichuris di dalam usus biasanya tidak memberikan
gejala klinis yang berarti walaupun mungkin dalam sebagian masa
perkembangannya larva-larva ini memasuki mukosa intestinum teneu.
Demikianpun cacing dewasa trichuris dalam jumlah yang tidak besar,
biasanya tidak memberikan gangguan yang berarti tetapi dalam jumlah besar
menancap ke dalam mukosa seluruh kolon sampai-sampai ke rectum, gejala-
gejalanya semakin nyata. Gejala-gejala umum dengan investasi berat berupa
anemia berat, diare yang bergaris-garis darah, nyeri dalam perut, tenesmus,
dan berat badan menurun.
20
3) Nekatoriasis
Gejala klinik cacing tambang dewasa dapat berupa gangguan gizi, dan
kehilangan darah. Gangguan gizi yaitu penderita banyak kehilangan
karbohidrat, lemak dan terutama protein bahkan banyak unsur Fe yang hilang
sehingga terjadi malnutrisi. Kehilangan darah yaitu darah yang hilang itu di
karenakan di hisap langsung oleh cacing dewasa. Di samping itu, bekas
gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan pendarahan terus menerus karena
sekresi zat anti koagulan oleh cacing dewasa tersebut”.
Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang di akibatkan oleh
kehilangan darah pada usus halus secara kronis. Terjadinya anemia tergantung pada
keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam usus dan yang di serap dari
makanan. Kekurangan gizi dapat menurunkan daya tahan terhadap infeksi parasit.
Beratnya penyakit cacing tambang tergantung pada beberapa faktor antara lain, umur,
lamanya penyakit, dan keadaan gizi penderita.
2.2.6 Pencegahan dan upaya penanggulangan
Penanggulangan infeksi cacing usus tidak mudah karena keterkaitan dengan
masalah lingkungan. Pemberian obat-obatan hanya bersifat mengobati tetapi tidak
memutuskan mata rantai penularan. Berdasarkan gejala yang di timbulkan, maka
upaya pencegahan yang dapat di lakukan adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan Kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna yaitu seperti:
tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman, sebelum melakukan
persiapan makanan dan hendak makan tangan dicuci terlebih dahulu dengan
sabun, bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,
hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
2. Pengobatan missal
3. Peningkatan status gizi
4. Perbaikan sanitasi lingkungan
5. Higiene perorangan serta partispasi masyarakat (Purba: 2005).
21
2.3 Tinjauan Umum Higiene
Menurut Yuliarsih dalam Purnamasari (2009) bahwa “Higiene adalah
pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau
manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada”.
2.3.1 Kebersihan diri
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting
dan harus di perhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis
seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan
kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh di antaranya kebudayaan, social,
keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat
perkembangan. Kebersihan diri adalah merupakan salah satu upaya peningkatan
kesehatan.
2.3.2 Jenis-jenis kebersihan diri
Kebersihan diri atau perorangan meliputi:
1. Kebersihan kulit
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama member
kesan, oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-baiknya. Pemeliharaan
kesehatan kulit tidak terlepas dari kesehatan lingkungan, makanan yang di makan
serta kebiasaan hidup sehari-hari.
Untuk selalu memelihara kesehatan kulit, kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus
selalu memperhatikan:
1. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri.
22
2. Mandi minimal 2x sehari
3. Mandi memakai sabun
4. Menjaga kebersihan pakaian
5. Makan yang bergizi terutama sayur dan buah
6. Menjaga kebersihan lingkungan
2. Kebersihan rambut
Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat rambut menjadi subur
dan indah sehingga akan menimbulkan kesan indah dan cantik dan tidak berbau apek.
Dengan selalu memelihara kebersihan rambut dan kulit kepala maka diperhatikan hal
sebagai berikut:
1. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-
kurangnya 2x seminggu.
2. Mencuci rambut dengan menggunakan shampoo atau pencuci rambut lainnya.
3. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharan rambut sendiri.
3. Kebersihan gigi
Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan
gigi sehingga terlihat cemerlang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga
kesehatan gigi adalah:
1. Menggosok gigi secara benar dan teratur di anjurkan setiap habis makan.
2. Memakai sikat gigi sendiri.
3. Menghindari makan makanan yang merusak gigi
4. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi
23
5. Memeriksa gigi secara teratur
4. Kebersihan mata
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan mata adalah:
1. Membaca ditempat yang terang
2. Makan makanan yang Membaca bergizi
3. Istirahat yang cukup dan teratur
4. Memakai peralatan sendiri seperti handuk dan sapu tangan
5. Memelihara kebersihan lingkungan
5. Kebersihan telinga
Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah:
1. Membersihkan telinga secara teratur
2. Jangan mengorek-korek telinga dengan benda tajam
6. Kebersihan tangan, kaki dan kuku
Menurut Laily (2012) mengemukakan bahwa : ”Perawatan kaki, tangan dan
kuku secara wajar penting artinya bagi manusia dalam usia berapapun dan kapanpun,
akan tetapi dengan semakin bertambahnya usia dan terutama pada saat sakit,
perawatan kaki, tangan dan kuku akan semakin penting”.
Perawatan kaki, tangan yang baik dimulai dengan menjaga kebersihan
termasuk didalamnnya membasuh dengan air bersih, mencucinya dengan sabun, dan
mengeringkannya dengan handuk. Hindari penggunaan sepatu yang sempit, karena
sebab utama gangguan kaki dan bisa mengakibatkan katimumul (kulit ari menjadi
mengeras, menebal, bangkak pada ibu jari kaki dan akhirnya melumpuh). Hindari
24
juga pemakaian kaos kaki yang sempit, sudah usang, dan kotor, karena bisa
menimbulkan bau pada kaki, alergi dan infeksi pada kulit kaki. Sedangkan perawatan
pada kuku dapat dilakukan dengan memotong kuku jari tangan dan kaki dengan rapi
dengan terlebih dahulu merendamnya sebaskom air hangat, hal ini sangat berguna
untuk melunakkan kuku sehingga mudah dipotong”.
Purba (2005) menjelaskan bahwa: “Kuku berfungsi melindungi ujung jari
yang lembut dan penuh urat saraf serta mempertinggi daya sentuh. Secara kimia,
kuku sama dengan rambut yang antara lain terbentuk dari keratin, protein yang kaya
akan sulfur. Kulit ari pada pangkal kuku berfungsi melindungi dari kotoran. Kuku
tumbuh dari sel mirip gel lembut yang mati, mengeras, dan kemudian terbentuk saat
mulai tumbuh keluar dari ujung jari. Pada kulit kuku terdapat banyak pembuluh
kapiler yang memiliki suplai darah kuat sehingga menimbulkan kemerah-merahan”.
Seperti tulang dan gigi, kuku merupakan bagian terkeras dari tubuh karena
kandungan airnya sangat sedikit. Kuku yang terawatt dan bersih juga merupakan
cerminan kepribadian seseorang. Kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi
tempat melekatnya berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan
mikroorganisme, diantaranya bakteri dan telur cacing. Penularan cacingan di
antaranya melalui tangan yang kotor. Kuku jari tangan yang kotor kemungkinan
terselip telur cacing akan tertelan ketika makan. Hal ini di perparah lagi apabila tidak
terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
25
Menurut Entjang dalam Lamara (2013), bahwa : “Usaha kesehatan pribadi
(personal higiene) adalah daya upaya seseorang untuk memelihara dan mempertinggi
derajat kesehatan sendiri. Usaha-usaha tersebut antara lain adalah:”
1) Memelihara kebersihan
Yang termasuk kedalam usaha memelihara kebersihan ini adalah memelihara
kebersihan badan (mandi sekurang-kurangnya dua kali sehari, mengosok gigi
secara teratur, dan mencuci tangan sebelum memegang makanan dan sesudah
makan), memelihara kebersihan pakaian (selalu dicuci dan di seterika),
memelihara kebersihan rumah dan lingkungannya (selalu disapu, membuang
sampah, buang besar dan limbah pada tempatnya)
2) Makanan yang sehat
Makanan harus dijaga kebersiahan yang bebas dari bibit penyakit.
3) Cara hidup yang teratur
Makan, tidur, bekerja dan beristirahat secara teratur termasuk rekreasi dan
menikamati hiburan pada waktunya.
4) Meningkatkan daya tahan tubuh
Untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit perlu mendapatkan vaksinasi,
olahraga, secara teratur untuk menjaga agar badan selalu bugar.
5) Menghindari terjadinya penyakit
Agar selalu sehat, hindari kontak dengan sumber lainnya, menghindari pergaulan
yang tidak baik yang berasal dari penderita maupun dari sumber lainnya,
menghindari pergaulan yang tidak baik, selalu berfikir dan berbuat baik.
6) Pemerikasaan kesehatan
Untuk menjaga agar badan selalu sehat, perlu dilakukan pemeriksaan secara
periodik, walaupun merasa sehat, dan segera memeriksakan diri apabila merasa
sakit.
2.3.3 Alat pelindung diri
Menurut Budiono dalam Lamara (2013), bahwa: “Alat Pelindung Diri (APD)
adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh
atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan
kerja. APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha rekayasa (engineering) dan
administrative tidak dapat dilakukan dengan baik”.
26
Adapun macam-macam Alat Pelindung Diri antara lain:
1) Pelindung kepala
Tujuan pemakaian alat pelindung kepala yaitu untuk melindungi kepala dari
benturan, bahaya kejatuhan benda-benda yang melayang atau meluncur dari
udara, panas radiasi, api dan percikan-percikan bahan kimia korosif.
2) Pelindung Pernafasan
Tujuannya untuk menghindari pemakainya dari pemaparan debu-debu, gas,
uap, fumes, asap dan fog.
3) Pelindung Badan
Pakaian pelindung tujuannya untuk melindungi pemakainya dari bahaya
percikan bahan-bahan kimia dan cuaca ekstrim.
4) Sarung Tangan
Untuk melindungi pekerja dari bahaya kontak langsung dengan sampah.
5) Pelindung Kaki
Tujuannya untuk melindungi kaki dari bahaya-bahaya tertusuk benda tajam
dan kontak langsung dengan tanah/sampah.
27
2.4 Kerangka Berpikir
2.4.1 Kerangka teori
Gambar 2.5 Kerangka Teori
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecacingan diantaranya lingkungan
dan higiene. Lingkungan terbagi atas dua bagian yaitu lingkungan fisik (kondisi
sanitasi rumah, kondisi udara dan kondisi air) dan lingkungan sosial ekonomi
(pekerjaan yang berdampak pada penghasilan). Higiene adalah pencegahan penyakit
yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta
Higiene
Kebiasaan
memotong kuku
Kebiasaan mencuci
tangan
Kebiasaan
memakai APD
Ada Telur
Cacing Pemeriksaan
Laboratorium
Tidak Ada
Telur Cacing
Penyakit Kecacingan
Hookworms Trichuris
trichiura
Ascariasis
lumbricoides
Lingkungan
Fisik
Sosial ekonomi
28
lingkungan tempat orang tersebut berada. Kesehatan perseorangan meliputi
kebiasaan-kebiasaan individu seperti kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan memotong
kuku, kebiasaan memakai alat pelindung diri. Dari ketiga hal tersebut kemudian
dilakukan pemeriksaan Laboratorium untuk melihat ada tidaknya telur cacing pada
kuku pekerja pengangkut sampah yang dapat mengakibatkan penyakit kecacingan
seperti cacing Ascariasis lumbricoides, Trichiura trichiuris, dan Hookworms.
2.4.2 Kerangka konsep
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel independen
: Variabel dependen
Hygiene Pekerja :
1. Kebiasaan mencuci
tangan
2. Kebiasaan memotong
kuku
3. Kebiasaan memakai
handscoen
Telur
cacing