bab ii tinjauan pustaka 2.1 subak 2.1.1 pengertian dan ... 2.pdf · pengoperasian yang sering...

28
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Subak 2.1.1 Pengertian dan tujuan subak Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang melaksanakan pengairan tradisional serta menjadi bagian dari budaya yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat di Bali. Menurut Perda Provinsi Bali No. 9 tahun 2012, subak merupakan organisasi tradisional di bidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat Bali yang bersifat sosioagraris, religius, dan ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang. Menurut Sutawan, dkk (1986) dalam Windia, (2006), subak merupakan cerminan dari konsep Tri Hita Karana (THK) yang pada hakikatnya terdiri dari parhyangan (hubungan manusia dengan Tuhan, yang dimanifestasikan melalui bangunan suci subak dan ritual yang mengikutinya di lahan persawahan), pawongan (hubungan manusia dengan manusia, yang dimanifestasikan dalam kelembagaan subak dan interaksi sosial yang terjadi di subak) dan palemahan (hubungan manusia dengan alam, yang dimanifestasikan dalam wilayah atau lahan pertanian yang menjadi wilayah usahatani anggotanya). Lebih lanjut, Windia (2006) menyatakan bahwa sistem irigasi subak dapat dipandang sebagai sistem budaya masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga subsistem, yaitu: (i) subsistem budaya (termasuk pola

Upload: ngodung

Post on 02-Jul-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Subak

2.1.1 Pengertian dan tujuan subak

Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang

melaksanakan pengairan tradisional serta menjadi bagian dari budaya yang

diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat di Bali. Menurut Perda Provinsi

Bali No. 9 tahun 2012, subak merupakan organisasi tradisional di bidang tata guna air

dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat Bali yang bersifat

sosioagraris, religius, dan ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan

berkembang. Menurut Sutawan, dkk (1986) dalam Windia, (2006), subak merupakan

cerminan dari konsep Tri Hita Karana (THK) yang pada hakikatnya terdiri dari

parhyangan (hubungan manusia dengan Tuhan, yang dimanifestasikan melalui

bangunan suci subak dan ritual yang mengikutinya di lahan persawahan), pawongan

(hubungan manusia dengan manusia, yang dimanifestasikan dalam kelembagaan

subak dan interaksi sosial yang terjadi di subak) dan palemahan (hubungan manusia

dengan alam, yang dimanifestasikan dalam wilayah atau lahan pertanian yang

menjadi wilayah usahatani anggotanya). Lebih lanjut, Windia (2006) menyatakan

bahwa sistem irigasi subak dapat dipandang sebagai sistem budaya masyarakat yang

pada dasarnya memiliki tiga subsistem, yaitu: (i) subsistem budaya (termasuk pola

10

pikir, norma dan nilai), (ii) subsistem sosial (termasuk ekonomi), dan (iii) subsistem

kebendaan (termasuk teknologi).

Menurut Pitana (1993), subak merupakan organisasi petani lahan basah yang

mendapatkan air irigasi dari suatu sumber bersama, memiliki satu atau lebih Pura

Bedugul, serta memiliki kebebasan dalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun

dalam berhubungan dengan pihak luar. Definisi ini mengandung aspek fisik dan

sosial. Aspek fisik subak adalah hamparan persawahan dengan segenap fasilitas

irigasinya, sedangkan aspek sosial subak adalah organisasi petani irigasi yang

otonom.

Menurut Perda Provinsi Bali No. 9 tahun 2012, tujuan pokok dari subak

sebagai berikut.

1. memelihara dan melestarikan organisasi subak

2. mensejahterakan kehidupan petani

3. mengatur pengairan dan tata tanaman

4. melindungi dan mengayomi petani

5. memelihara serta memperbaiki saluran air ke sawah.

2.1.2 Tugas dan fungsi subak

Menurut Coward, 1983 dan Sutawan, 1986 (dalam Pitana, 1993), terdapat

lima tugas utama dari subak sebagai berikut.

11

1. Pencarian dan distribusi air irigasi

Subak membangun berbagai fasilitas irigasi seperti empelan, aungan, saluran,

dan sebagainya. Air yang telah didapatkan oleh subak tersebut pada akhirnya

harus di distribusikan kepada segenap anggota. Ada dua hal terpenting yang

harus diperhatikan dalam distribusi air irigasi pada suatu subak sebagai berikut.

a. Dasar yang digunakan untuk menentukan hak atas air setiap anggota.

Untuk menentukan hak atas air bagi anggota, subak memiliki dua hak dasar

yaitu hak dasar luas sawah dan hak atas dasar tektek. Jika hak atas air

didasarkan pada luas sawah, maka volume air yang diterima oleh seorang

petani yaitu proporsional dengan luas sawah petani lainnya. Sedangkan pada

sistem tektek, debit air yang ditentukan oleh kontribusi petani dalam kegiatan-

kegiatan subak, tanpa terlalu memperhatikan luas sawah.

b. Sistem distribusi air antar waktu.

Pada umumnya ada dua metode yang dikenal oleh subak alokasi air yaitu

metode pengaliran kontinyu yaitu seluruh petani mendapatkan air secara

serempak, baik pada musim hujan maupun musim kemarau, serta metode

bergilir yaitu seluruh petani mendapatkan air secara tidak serempak, tetapi

mendapatkan air pada waktu tertentu saja.

2. Operasi dan pemeliharaan fasilitas

Suatu subak harus mengoperasikan fasilitas irigasi yang dimiliki untuk menjamin

adanya pembagian air sesuai dengan aturan yang telah disepakati. Kegiatan

12

pengoperasian yang sering terjadi adalah pengoperasian pintu-pintu air pada

bangunan bagi yaitu seperti membuka, menutup dan mengatur. Selain itu, subak

juga melakukan pemeliharaan secara berkala atas berbagai fasilitas irigasi yang

dimiliki, sehingga dapat berjalan dan berfungsi dengan baik. Dengan adanya

pemeliharaan tersebut, maka subak mengerahkan sumberdaya dari anggotanya,

seperti tenaga kerja, bahan-bahan ataupun uang.

3. Penanganan konflik

Pada umumnya, konflik yang sering terjadi pada subak bersumber pada masalah

pembagian air irigasi. Walau demikian, berbagai konflik yang sering terjadi pada

subak dapat diatasi secara musyawarah mufakat atau kekeluargaan yang terdapat

pekaseh didalamnya sebagai penengah.

4. Kegiatan upacara keagamaan

Hal yang menarik pada subak selain keindahan alamnya, kegiatan upacara

keagamaan juga ada di dalamnya. Berbagai jenis kegiatan upacara keagamaan

yang ada di subak yaitu pada tingkat petani individual, tingkat tempek, tingkat

subak, tingkat subak-gede, sampai ke tingkat pasedahan agung.

Sudarta dan Dharma (2013) mengklasifikasikan fungsi subak menjadi fungsi

internal dan eksternal sebagai berikut.

1. Fungsi internal

Fungsi internal merupakan fungsi yang berorientasi pada keperluan subak itu

sendiri. Terdapat enam fungsi internal pokok subak sebagai berikut.

13

a. Pelaksanaan kegiatan ritual

b. Pendistribusian air irigasi

c. Pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan fisik lainnya.

d. Penanganan konflik

2. Fungsi eksternal

Fungsi eksternal subak adalah fungsi subak yang bermanfaat bagi keperluan

masyarakat luas, di samping juga untuk keperluan subak dan anggotanya. Berikut ini

diuraikan beberapa fungsi eksternal subak.

a. Penyangga atau pendukung ketahanan pangan

b. Pelestarian alam lingkungan

c. Pelestari kebudayaan Bali dan agraris

d. Penyangga nilai-nilai tradisional

e. Pendukung pembangunan agrowisata

f. Penunjang pembangunan koperasi unit desa (KUD)

2.1.3 Peraturan subak (Awig-awig dan pararem subak)

Subak merupakan suatu lembaga yang otonom dengan ketentuan-ketentuan

yang mengatur para anggotanya dalam melakukan kegiatan-kegiatan organisasi yang

menjadi pedoman bagi seluruh anggota subak termasuk pengurus agar tidak adanya

suatu penyimpangan. Aturan-aturan yang berlaku dalam organisasi subak disebut

dengan awig-awig maupun pararem. Awig-awig merupakan anggaran dasar dalam

suatu organisasi, sedangkan pararem merupakan anggaran rumah tangga dalam suatu

14

organisasi. Substansi pada awig-awig menyangkut mengenai hal-hal yang pokok saja,

sebaliknya substansi pada pararem menyangkut mengenai hal-hal yang lebih rinci.

Jika pernyataan di awig-awig sudah jelas, maka di pararem akan dikatakan cukup

jelas, serta jika di awig-awig ada yang tidak jelas, maka akan dibahas di pararem.

Awig-awig dan pararem digunakan sebagai pedoman bertingkah laku oleh anggota

subak, sehingga awig-awig dan pararem dipatuhi.

Peran awig-awig dan pararem sangat penting bagi kelestarian dan

keberlanjutan subak baik secara sekala (nyata dan kasat mata) maupun niskala (tidak

kasat mata). Secara sekala, awig-awig dan pararem mengatur perilaku krama

(anggota) subak menyangkut tata cara berinteraksi sosial dengan sesama anggotanya.

Hal-hal yang diatur biasanya menyangkut hak dan kewajiban anggota dan pengurus

subak, larangan dan sanksi yang dikenakan jika terjadi pelanggaran, penanganan

konflik antar anggota, pengaturan pola tanam, pengaturan pembagian air irigasi, dan

pengerahan tenaga dan sumberdaya lainnya bagi kepentingan subak. Secara niskala,

awig-awig dan pararem mengatur tatacara upacara agama yang berkaitan dengan

siklus hidup tanaman padi di sawah dan di Pura subak baik menyangkut penentuan

hari baik, tata urutan upacara, dan larangan-larangan perilaku yang melanggar. Peran

awig-awig dan pararem sangat penting dalam mengendalikan perilaku sosial anggota

subak, mengatur keharmonisan, ketentraman dan ketertiban dalam lingkungan subak.

15

2.2 Tri Hita Karana (THK)

2.2.1 Pengertian Tri Hita Karana

Pada dasarnya, konsep Tri Hita Karana (THK) merupakan sebuah landasan

yang bersumber dari agama Hindu. Namun sejatinya konsep ini adalah konsep

universal yang eksis dalam kehidupan setiap umat beragama di dunia. Disebut eksis

karena THK pada intinya mengedepankan harmoni dan prinsip-prinsip kebersamaan

dalam kehidupan umat manusia (Windia dan Dewi, 2006 dalam Lestari, 2014).

Secara terminalogis Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta yang

terdiri atas kata Tri+Hita+Karana yang berarti tiga hal yang menyebabkan terjadinya

kesejahteraan atau kebahagiaan. Namun secara leksikal Tri Hita Karana mengandung

pengertian tiga hubungan harmonis, yaitu hubungan harmonis antara manusia dengan

Ida Sang Hyang Widhi Wasa (parhyangan), manusia dengan manusia (pawongan)

dan manusia dengan alam (palemahan). Hal inilah yang harus dan wajib dilakukan

oleh manusia, karena manusialah yang paling utama mendapatkan manfaat jika THK

itu teraplikasi dengan baik. Oleh sebab itu, berhasil atau gagalnya penerapan ajaran

THK tergantung pada manusia (Windia, 2005 dalam Dewi, 2014).

2.2.2 Implementasi Tri Hita Karana dalam subak

THK merupakan suatu model pengetahuan yang mengajarkan kepada manusia

untuk senantiasa menjaga hubungan yang harmonis dan adaptif dengan

lingkungannya dalam berbagai dimensi ruang dan waktu. Di dalamnya terkandung

nilai-nilai yang bersifat universal demi kesejahteraan hidup manusia dan jagat raya.

16

THK ini juga merupakan landasan falsafah yang menjadi dasar kehidupan subak di

Bali. Adapun implementasi THK dalam subak sebagai berikut.

2.2.2.1 Aspek parhyangan

Aspek parhyangan merupakan hubungan harmonis antara manusia dengan Ida

Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam subak, aspek parhyangan dapat ditelusuri dari

fungsi subak sebagai berikut.

1. Pelaksanaan kegiatan ritual.

Berbagai kegiatan ritual yang dilakukan secara kronologis oleh subak dalam satu

siklus tanam padi merupakan kegiatan khas subak. Kegiatan ritual tersebut tidak

ditemukan pada semua sistem irigasi yang ada di dunia. Tidak ada satu subak

tanpa Pura dan kegiatan ritual. Kegiatan ritual dalam subak berfungsi sebagai

penguat organisasi subak, sedangkan Pura dianggap sebagai pengawas atau

kontrol sosial secara niskala (alam gaib) (Sudarta dan Dharma, 2013).

2. Pelestari kebudayaan Bali dan agraris

Kebudayaan Bali berasal dari kebudayaan agraris, dimana subak merupakan

wahana tumbuh dan berkembangnya kebudayaan tersebut. Oleh sebab itu,

melestarikan subak berarti sekaligus melestarikan kebudayaan agraris dan

kebudayaan Bali itu sendiri dan subak memegang peranan penting dalam hal ini

sebagai penjaga dan pelestarinya.

17

3. Penyangga nilai-nilai tradisional

THK sebagai landasan dan falsafah utama subak sangat mempengaruhi perilaku

subak dan anggotanya dalam berkreativitas dan beraktivitas dalam pembangunan

pertanian di lahan sawah. THK mengandung nilai-nilai tradisional yang sejalan

dengan perkembangan ataupun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai-

nilai tradisional tersebut diantaranya kepercayaan dengan beragam ritual yang

bersumber dari Agama Hindu, nilai kerjasama (gotong-royong dan tolong

menolong), nilai musyawarah mufakat berasaskan kekeluargaan, nilai dalam

awig-awig dan pararem, nilai keadilan, nilai tentang hari baik (dewase) (Sudarta

dan Dharma, 2013).

2.2.2.2 Aspek pawongan

Pawongan merupakan sebuah konsep yang menginginkan adanya

keharmonisan antara manusia dengan sesamanya. Dalam kegiatan subak, haruslah

disadari bahwa anggota subak pada hakekatnya merupakan sosok manusia sebagai

makhluk ciptaan Tuhan yang tidak berbeda dengan sesama manusia lainnya. Secara

internal, harus menjaga harmoni dalam berorganisasi maupun bekerja. Harmoni juga

harus dilakukan dengan sesamanya secara eksternal, agar tidak terjadi konflik dengan

lingkungan masyarakat di sekitarnya. Konflik akan menyebabkan kegiatan subak

tidak berlanjut (Windia dan Dewi, 2011).

Implementasi prinsip-prinsip pawongan dalam subak sebagai berikut.

1. Pendistribusian air irigasi secara adil kepada semua anggota

18

Prinsipnya, pembagian air irigasi dilakukan secara adil kepada semua anggotanya

dengan sistem tektek. Jika kondisi air irigasi tidak mencukupi maka diterapkan

pembagian air secara bergilir, pinjam meminjam air irigasi dan pelampias yakni

tambahan air irigasi untuk sawah petani yang berada di hilir atau jauh dari sumber

air irigasi dan saluran air irigasi (Sudarta dan Dharma, 2013).

2. Penanganan konflik

THK dalam subak selalu mengajarkan harmoni dan kerjasama antar anggota subak

tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik dan pertikaian baik diantara

anggota, anggota subak dengan tempek/subak, antar tempek, atau tempek dengan

subak induknya bahkan subak dengan pihak luar subak. Konflik umumnya dipicu

melalui keterbatasan air irigasi, terjadinya alih fungsi lahan sehingga aliran air

terganggu ke subak, pencurian air, hewan peliharaan yang merusak tanaman atau

merusak lahan persawahan, dan pelanggaran terhadap jadwal pola tanam.

Umumnya konflik yang terjadi diusahakan terselesaikan secara kekeluargaan, baik

antar pihak yang berkonflik maupun oleh pekaseh sebagai mediator. Jarang sekali

ada konflik internal subak yang dimohonkan penyelesaiannya kepada pihak luar

(Sudarta dan Dharma, 2013).

2.2.2.3 Aspek palemahan

Pada aspek palemahan mencakup prinsip-prinsip keharmonisan dalam

hubungannya dengan lingkungan alam semesta di subak. Hal tersebut dapat di

implementasikan dalam beragam manifestasi sebagai berikut.

19

1. Pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan fisik lainnya

Pemeliharaan jaringan irigasi seperti terowongan, saluran irigasi dan bangunan

bagi umumnya dilakukan oleh subak secara rutin pada setiap menjelang musim

tanam berikutnya. Hal ini dimaksudkan agar aliran air irigasi berjalan lancar

menuju lahan persawahan petani. Kegiatan ini dilakukan secara gotong royong,

setelah upacara mendak toya (menjemput air) di Pura Empelan (Pura Bendung).

Pemeliharaan bangunan fisik lainnya seperti Pura, balai subak dan balai timbang

umumnya dipelihara secara insidental atau kalau dipandang perlu dapat dilakukan

secara gotong royong atau diupahkan dengan biaya yang ditanggung secara

bersama.

2. Penyangga dan pendukung ketahanan pangan

Subak berfungsi sebagai pendukung ketahanan pangan, baik di tingkat keluarga

atau rumah tangga serta daerah. Ketahanan pangan akan terancam apabila tidak

ada subak dan sebaliknya apabila subak tetap lestari maka akan menjadi

pendukung ketahanan pangan.

3. Pelestari lingkungan alam

Secara fisik, subak merupakan areal sawah beririgasi yang berfungsi sebagai

pengendali banjir, erosi, kebersihan udara melalui penyerapan zat-zat beracun oleh

tanaman dan pengendali siklus nitrogen yang diserap oleh tanaman padi. Sawah di

wilayah subak juga sebagai habitat beragam jenis flora dan fauna sehingga subak

juga berfungsi sebagai pemelihara keanekaragaman hayati.

20

4. Penunjang pembangunan pertanian dan pedesaan

Subak mempunyai fungsi penting dalam pembangunan pertanian dan pedesaan

seperti pelaksana kegiatan intensifikasi pertanian, bimas dan insus merupakan

program-program pemerintah yang dapat terlaksana melalui subak. Pembangunan

pertanian yang dijalankan oleh subak tersebut sekaligus merupakan bagian integral

dari pembangunan pedesaan secara lebih luas dimana sebagian besar masyarakat

pedesaan di Bali adalah masyarakat petani.

2.3 Pelestarian atau Keberlanjutan Subak

2.3.1 Konsep pelestarian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (http://kbbi.web.id/lestari),

kata “pelestarian” berarti “(1) proses, cara, perbuatan melestarikan; (2) perlindungan

dari kemusnahan, kerusakan, atau usaha konservasi; (3) pengelolaan sumber daya

yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana, menjamin kesinambungan

persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai maupun

keanekaragamannya.”

Pengertian pelestarian menurut Dinas Kebudayaan Tahun 2014 merupakan

suatu upaya yang dilakukan untuk menjaga dan memelihara keberadaan lembaga

subak serta nilai-nilai etika, sosial dan adat istiadat yang melekat didalamnya untuk

tetap dapat dipertahankan sebagai aset budaya khas masyarakat Bali yang bercirikan

agraris. Hal-hal yang sampai sekarang masih melekat sebagai tugas, kewajiban dan

tanggung jawab dalam mengatur kepentingan rumah tangganya sendiri meliputi:

21

a. Menetapkan secara bersama-sama etika, norma dan aturan hukum organisasi

yang dituangkan dalam awig-awig dan pararem subak.

b. Melaksanakan aktifitas-aktifitas sesuai dengan awig-awig dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

c. Mengatur rumah tangganya sendiri dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

anggota (krama) sejalan dengan perkembangan pembangunan terutama

disektor pertanian.

d. Menyelesaikan secara bijaksana masalah-masalah yang terjadi diantara

anggota (krama) dengan tetap berpedoman pada awig-awig dan pararem.

Berdasarkan pengertian di atas, maka pelestarian yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah proses, cara, upaya yang dilakukan oleh Subak Padanggalak

dalam menjamin terhindarnya Subak Padanggalak dari kemusnahan dan kerusakan

yang mengancam eksistensi subak, dalam kerangka pemanfaatan sumber daya secara

bijaksana yang menjamin kesinambungan, kualitas, dan ketersediaannya baik untuk

saat sekarang maupun bagi masa depan. Pelestarian dalam penelitian ini bukanlah

bersifat statis yang berarti segalanya bersifat tetap dan tidak berubah tetapi pengertian

pelestarian bersifat dinamis, artinya dimana memungkinkan terjadinya perubahan

tetapi masih dalam kendali keberlanjutan.

Subak sebagai suatu sistem irigasi yang dikelola petani secara swadaya untuk

tanaman semusim khususnya padi serta memiliki beberapa elemen yang saling

terkait, yaitu organisasi petani pengelola air irigasi, jaringan irigasi dan prasarana

22

irigasi, ekosistem lahan sawah beririgasi, produksi pangan, dan ritual keagamaan

terkait dengan budidaya padi. Guna mewujudkan kelestarian subak maka semua

elemen tersebut harus dapat dijaga kelestariannya (Sutawan, 2005).

Windia (2008) mengutip laporan Komisi Brundtland menyebutkan bahwa

yang dimaksud dengan keberlanjutan atau lestari yaitu suatu kegiatan atau usaha

untuk menjamin kebutuhan sekarang dengan mempertimbangkan generasi penerus

dalam memperoleh kesempatan yang sama dalam memenuhi kebutuhannya.

Dikaitkan dengan subak maka kelestarian atau keberlanjutan subak mencakup upaya

yang dilakukan sehingga menjamin keberadaan subak mampu menjalankan multi

perannya baik secara ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan baik bagi generasi

sekarang maupun generasi selanjutnya.

Sutawan (2005) menyimpulkan bahwa kelestarian subak haruslah dipahami

sebagai kelestarian kelima komponen subak dan sumberdaya air di hulu sebagai

lingkungan alami lokal bagian yang merupakan faktor eksternal dari sistem subak.

Kelima komponen tersebut yaitu: (1) kelestarian jaringan irigasi (technical

sustainability), (2) kelestarian produksi pangan dan kegiatan ekonomi (economic

sustainability), (3) kelestarian ekosistem lahan sawah (ecological sustainability), (4)

kelestarian nilai-nilai sosial budaya atau kegiatan ritual keagamaan (socio-cultural

sustainability) dan (5) kelestarian sumberdaya bagian hulu (environmental

sustainability) dapat dijaga. Jika kelima komponen tersebut diperhatikan, tergolong

dalam implementasi dari falsafah THK dimana terdapat unsur parhyangan

23

(komponen 4), unsur pawongan (komponen 2 dan 4), dan unsur palemahan

(komponen 1, 3, dan 5). Lestari yang dimaksud bukanlah subak tidak mengalami

dinamika atau statis tidak mengalami perubahan tetapi perubahan yang terjadi

haruslah dalam batas-batas falsafah THK sebagai dasar pembentukan dan aktifitas

subak.

2.3.2 Upaya pelestarian subak

Dalam konteks Indonesia dewasa ini banyak terdapat masalah terkait dengan

pelestarian subak. Berbagai jenis kegiatan di Bali pada umumnya selalu disertai

dengan ritual keagamaan. Subak memiliki nilai-nilai luhur yang bersifat universal

yang disebut dengan Tri Hita Karana (THK). Windia (2002) dalam disertasinya

berjudul: Transformasi Sistem Irigasi Subak yang Berlandaskan Konsep Tri Hita

Karana, menyimpulkan bahwa sistem irigasi subak dapat ditransfer ke daerah-daerah

lain di luar Bali. Windia menyarankan agar dalam mengantisipasi kemungkinan

timbulnya konflik penggunaan air yang semakin multiguna di masa mendatang, baik

antar sektor maupun antar wilayah. Konsep sistem subak yang berlandaskan THK

mengedepankan harmoni dan kebersamaan dalam memecahkan masalah-masalah

yang muncul kiranya dapat diadopsi. Hal ini berfungsi untuk mengantisipasi konflik

sosial yang bersumber pada masalah air dan sejauh mungkin dapat diakomodasikan.

Sementara itu, banyak kalangan menghendaki agar subak tetap dipertahankan

eksistensinya karena subak merupakan warisan budaya bangsa dan diyakini menjadi

tulang punggung kebudayaan Bali. Dikhawatirkan jika subak sampai hilang karena

24

tanah sawah telah beralih fungsi, maka kemungkinan besar kebudayaan Bali akan

terdegradasi.

Subak perlu dilestarikan bahkan diperkuat kelembagaannya demi menghadapi

dinamika perubahan zaman. Subak perlu dilestarikan karena alasan berikut.

1. Subak memiliki kearifan lokal yang kiranya dapat mendorong keberlanjutan

sumber daya air.

Beberapa tradisi dan kearifan lokal yang dimiliki subak seperti telah dipaparkan

di atas, kiranya masih relevan untuk dipertahankan. Unsur-unsur tradisional yang

perlu dipertahankan agar lebih diperkokoh, sedangkan unsur-unsur yang

dianggap tidak sesuai dengan tuntutan masa kini maupun masa mendatang perlu

dicarikan solusinya.

2. Subak mempunyai peran dan fungsi dengan eksternalitas positif meskipun amat

sulit diukur dalam nilai uang.

Subak memiliki berbagai peran dan fungsi, baik yang berkaitan langsung dengan

manajemen air irigasi maupun peran-peran lain di luar manajemen irigasi

(Sutawan, 2002: 79).

3. Subak sebagai pendukung ketahanan pangan.

Bahan pokok makanan kita adalah beras. Tanpa nasi rasanya kita belum makan.

Dalam kaitan ini subak sebagai penghasil padi sangat penting untuk tetap

dilestarikan agar mampu menghasilkan padi dengan baik. Bagaimana seandainya

subak hilang akibat sawahnya telah difungsikan untuk tujuan lain selain produksi

25

pangan khususnya padi? Ketahanan pangan baik di tingkat keluarga maupun di

tingkat daerah pasti akan terancam. Oleh sebab itu, subak harus dipertahankan

eksistensinya.

Menurut Sutawan (2005) langkah-langkah strategis dalam upaya pelestarian

dan pemberdayaan subak, sebagai berikut.

1. Membatasi alih fungsi lahan

Hal ini berkaitan dengan status Bali yaitu sebagai destinasi pariwisata yang

memerlukan lahan bagi pengembangan industri pariwisata yang mau tidak mau

beberapa diantaranya memanfaatkan lahan pertanian produktif. Beberapa cara

yang bisa dilakukan untuk mencegah alih fungsi lahan, yaitu:

a. Perencanaan tata ruang dan penggunaan tanah yang cermat dengan

mempertimbangkan ketersediaan air,

b. Pembuatan perangkat hukum atau peraturan yang melarang penggunaan

sawah untuk usaha non pertanian pada tempat-tempat yang sudah jelas

ditetapkan sebagai tempat konservasi sawah dengan penegakan hukum yang

ketat,

c. Bebas pajak bagi petani anggota subak dan insentif lainnya untuk mendorong

para petani tidak mengalihfungsikan sawahnya.

2. Mengurangi kesenjangan ekonomi antara daerah pedesaan dan perkotaan atau

lebih khusus lagi antara petani dan non petani.

Hal ini dapat dicapai melalui:

26

a. Kebijakan pemerintah di bidang pertanian seperti kebijakan harga gabah dan

kebijakan perdagangan komoditi pertanian berpihak kepada petani yang

menjamin peningkatan kesejahteraan keluarga petani.

b. Pembangunan industri pedesaan yang berbasis pertanian guna meningkatkan

kesempatan kerja dan pendapatan penduduk desa.

c. Perbaikan dan peningkatan prasarana di pedesaan seperti transportasi,

komunikasi, pelayanan kesehatan, pendidikan, air minum, perkreditan desa,

dan lain-lain. Hal-hal ini akan mengurangi adanya migrasi ke kota agar para

masyarakat betah tinggal di desa sebagai petani ataupun pekerjaan lain yang

tersedia di desa.

3. Memperkuat atau memberdayakan kelembagaan subak, melalui pendekatan-

pendekatan berikut:

a. Peningkatan penyediaan pelayanan pendukung (support services) seperti

kredit usaha tani yang mudah di akses petani tanpa prosedur berbelit-belit,

informasi pasar, dan penyuluhan pertanian.

b. Pelatihan atau pendidikan khususnya bagi para pimpinan subak dalam

berbagai bidang seperti operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi,

kepemimpinan, kewiraswastaan, pembukuan keuangan, serta perkoperasian.

c. Memfasilitasi pengembangan subak menjadi lembaga irigasi berorientasi

agribisnis; agrowisata; dan ekowisata guna meningkatkan kemampuan

27

finansialnya tanpa mengabaikan tugas-tugas pokoknya sebagai pengelola air

irigasi yang bercorak sosio-religius.

d. Memfasilitasi kemitraan subak dengan desa adat atau desa pakraman,

koperasi, asosiasi perhotelan, asosiasi restoran, dan lembaga-lembaga lain

baik pemerintah maupun swasta sesuai kebutuhan.

e. Bantuan pemerintah diberikan kepada subak yang benar-benar membutuhkan

perbaikan jaringan irigasi yang rusak karena tidak dapat ditangani sendiri

berdasarkan pendekatan partisipatoris.

f. Pengakuan subak sebagai badan hukum agar dapat melakukan transaksi

ekonomi dan mencari kredit di bank, melalui peraturan daerah (PERDA)

tanpa harus melalui prosedur yang kini masih dianggap memberatkan petani

karena harus diproses melalui Pengadilan Negeri setempat.

4. Mengurangi atau mencegah konflik pemanfaatan air dengan upaya:

a. Menciptakan perangkat hukum yang mengatur hak atas air secara jelas untuk

berbagai pengguna,

b. Menggalang atau memfasilitasi pembentukan wadah koordinasi antar subak

dalam suatu bendung (subak gede) maupun antar subak sepanjang aliran

sungai (subak agung),

c. Mengembangkan forum dialog antar semua pihak yang berkepentingan

(stakeholders) khususnya bagi pengguna air dari berbagai sektor untuk

28

menumbuhkan rasa saling pengertian dalam menggunakan air sebagai public

goods untuk kepentingan bersama bagi semua pihak secara lebih adil,

d. Mengembangkan teknologi yang memungkinkan penggunaan air secara lebih

efisien baik di sektor irigasi, rumah tangga, maupun industri.

5. Melindungi sumber air irigasi serta memelihara keanekaragaman hayati dari

degradasi dengan cara:

a. Memberi hukuman yang berat bagi pencemar air dan pencuri kayu di hutan

lindung,

b. Tidak memberikan izin melakukan proyek-proyek investasi karena dapat

mencemarkan lingkungan,

c. Menerapkan kebijakan “polluters pay principle”,

d. Mendorong pengembangan kehutanan berbasis masyarakat,

e. Mengurangi penggunaan pupuk anorganik, pestisida dan herbisida secara

berlebihan dan mendorong penerapan pertanian organik,

f. Meningkatkan koordinasi antar instansi dalam menangani masalah

sumberdaya air atau membentuk suatu badan otoritas air di tingkat provinsi.

2.4 Pertalian antara Pertanian (Subak) dengan Pariwisata

Menurut Pitana (2005) salah satu sektor hulu yang sangat penting dalam

pembangunan pariwisata Bali adalah sektor pertanian. Pertalian pertanian dengan

pariwisata secara teoritis dapat dilihat karena pariwisata membutuhkan berbagai hal

yang disediakan oleh sektor pertanian. Pertanian merupakan penyedia berbagai

29

kebutuhan pokok pariwisata seperti bahan makanan (buah, sayur, biji-bijian, hasil

ternak dan sebagainya), objek dan daya tarik wisata (alam, terasering lahan pertanian,

pemandangan hamparan persawahan, tanaman khas, budaya pertanian, aktifitas

usahatani dan sebagainya). Bahkan, bagi Bali subak merupakan salah satu daya tarik

wisata yang sangat menarik bagi wisatawan baik diintegrasikan dalam konsep

pengembangan agrowisata maupun ekowisata.

Kebudayaan yang menjadi modal utama pengembangan pariwisata budaya di

Bali pada intinya merupakan budaya petani (agrarian-based culture) yang

didominasi oleh budaya lahan basah (rice-based culture). Sebagaimana telah dibahas

sebelumnya basis pertanian lahan basah yang utama di Bali adalah subak. Oleh

karena itu, pengembangan pariwisata di Bali sangat mempunyai pertalian erat dengan

subak. Subak menjadi wahana pelestaraian budaya Bali yang menjadi modal dan daya

tarik utama dalam pariwisata budaya dan sebaliknya pariwisata menjadi pasar bagi

produk pertanian dalam arti luas. Pertalian antara pariwisata dengan pertanian juga

terjadi secara tidak langsung melalui berbagai aktivitas ekonomi lainnya yang terkait

dengan pertanian secara berantai misalnya, dengan adanya pariwisata maka orang

akan mendapat pendapatan lebih besar sehingga memiliki daya beli lebih tinggi

sehingga mampu membeli barang-barang yang lebih mahal. Salah satunya produk

hortikultura dan produk pertanian lainnya akan meningkat permintaannya.

30

2.5 Agrowisata sebagai Daya Tarik Wisata Pertanian

Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 1

ayat 6, menyatakan bahwa daya tarik wisata (DTW) adalah segala sesuatu yang

memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan

alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan

wisatawan. Terdapat empat jenis daya tarik wisata (DTW) sebagai berikut.

1. Daya tarik wisata alam, yaitu meliputi pemandangan alam, laut, pantai, dan lain-

lain yang termasuk di dalamnya hamparan lahan pertanian.

2. Daya tarik wisata dalam bentuk bangunan, yaitu meliputi arsitektur bersejarah dan

modern, monument, peninggalan arkeologi, lapangan golf, toko, dan tempat-

tempat perbelanjaan lainnya.

3. Daya tarik wisata budaya, yaitu meliputi sejarah, agama, foklor, seni, teater,

hiburan dan museum.

4. Daya tarik wisata sosial, yaitu meliputi cara hidup masyarakat setempat, bahasa,

kegiatan sosial masyarakat, fasilitas dan pelayanan masyarakat.

Selain empat komponen tersebut, daya tarik wisata juga harus memiliki

komponen aksesibilitas dan amenitas. Aksesibilitas mencakup sarana dan prasarana

transportasi dengan menghubungkan daya tarik wisata yang satu dengan daya tarik

wisata lainnya di daerah tujuan wisata mulai dari transportasi darat, laut, dan udara.

Aksebilitas juga mencakup peraturan atau regulasi pemerintah yang mengatur tentang

rute dan tarif angkutan. Amenitas adalah infrastruktur yang menjadi bagian dari

31

kebutuhan wisatawan seperti fasilitas akomodasi, restoran, bank, penukaran uang,

telekomunikasi, usaha penyewaan (rental), olahraga dan informasi. Daya tarik wisata

yang baik sangat terkait dengan empat hal, yakni memiliki keunikan, orijinalitas,

otentisitas, dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan

kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata. Orijinalitas mencerminkan

keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau

tidak mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada

keaslian. Bedanya dengan orijinalitas, otentisitas lebih sering dikaitkan dengan

tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata.

Berdasarkan pengertian daya tarik wisata di atas, agrowisata merupakan salah

satu daya tarik wisata yang mengandalkan sektor pertanian dengan segala aktifitas

baik menyangkut usahataninya (on farm) maupun kegiatan di luar usahatani yang

masih berhubungan dengan pertanian (off farm) misalnya aktifitas sosial dan budaya

pertaniannya. Tujuan dari agrowisata yaitu untuk memperluas pengetahuan,

hubungan usaha di bidang pertanian dan pengalaman rekreasi. Peningkatan

pendapatan petani bisa diperoleh dari kegiatan agrowisata dalam memanfaatkan

lahannya serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge)

yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan alaminya (Utama, 2011).

Rahardi (2003) mendefinisikan agrowisata sebagai salah satu kegiatan wisata

ke objek-objek pertanian dalam arti luas, baik di sektor hulu, tengah maupun hilir.

Kegiatan ini dikelola berdasarkan tujuan untuk memperoleh keuntungan finansial

32

bagi pelakunya. Sedangkan menurut Sutjipta (2008), agrowisata merupakan sebuah

sistem kegiatan terpadu dan terkoordinasi untuk pengembangan pariwisata serta

pertanian yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat petani.

Menurut Windia dan Suamba (2010), agrowisata merupakan salah satu bentuk

pariwisata alternatif yang sedang berkembang dengan pesat. Beberapa negara

mengembangkan jenis wisata ini untuk melengkapi daya tarik wisata konvensional

(sun, sea, and sand) yang telah dikenal wisatawan. Dari segi substansinya kegiatan

agrowisata lebih menitikberatkan pada upaya menampilkan kegiatan pertanian dan

suasana pedesaan sebagai daya tarik utama wisatanya tanpa mengabaikan segi

kenyamanan.

Potensi agrowisata dapat dibedakan menjadi agrowisata alami dan buatan

manusia. Agrowisata alami dapat berupa kondisi iklim seperti udara bersih dan sejuk,

suhu dan matahari yang nyaman, kesunyian berupa pemandangan alam seperti

panorama pegunungan yang indah, air terjun, danau dan sungai yang khas, serta

sumber air kesehatan seperti air mineral dan air panas. Sedangkan agrowisata buatan

manusia dapat berupa fasilitas atau prasarana, peninggalan sejarah dan budidaya,

serta pola hidup masyarakat dan taman-taman sebagai tempat rekreasi atau olahraga.

Selain itu, pembagian agrowisata juga terbagi menjadi dua yaitu agrowisata

ruang tertutup dan agrowisata ruang terbuka. Agrowisata ruang terbuka sering

dijumpai oleh sebagian besar wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara.

33

Keberhasilan suatu agrowisata ditentukan oleh faktor-faktor pendukung yang

terkait dalam atraksi yang ditawarkan sebagai kawasan agrowisata (Syamsu, 2001)

sebagai berikut:

1. Kelangkaan

Jika wisatawan melakukan wisata di suatu kawasan agrowisata, wisatawan

mengharapkan suguhan hamparan perkebunan atau taman yang mengandung

unsur kelangkaan karena saat ini tanaman tersebut jarang ditemukan.

2. Kealamiahan

Jika objek wisata tersebut tercemar atau penuh dengan kepalsuan, maka

wisatawan akan merasa sangat tertipu dan tidak ingin berkunjung kembali.

3. Keunikan

Keunikan yang dimaksud adalah sesuatu yang benar-benar berbeda dengan objek

wisata lainnya. Keunikan dapat saja berupa budaya, tradisi, dan teknologi lokal

tempat objek wisata tersebut dikembangkan.

4. Optimalisasi penggunaan lahan

Lahan-lahan pertanian atau perkebunan diharapkan dapat dimanfaatkan secara

optimal, jika objek agrowisata ini dapat berfungsi dengan baik. Tidak ditemukan

lagi lahan tidur, namun pengembangan agrowisata ini berdampak positif

terhadap pengelolaan lahan dan jangan pula dieksploitasi dengan semena-mena.

34

5. Pelibatan tenaga kerja

Pengembangan agrowisata diharapkan dapat melibatkan tenaga kerja setempat,

agar masyarakat lokal tidak tergusur akibat pengembangan objek wisata tersebut.

6. Keadilan dan pertimbangan pemerataan

Pengembangan agrowisata diharapkan dapat menggerakkan perekonomian

masyarakat secara keseluruhan, baik masyarakat petani atau desa, penanam

modal atau investor, regulator dengan melakukan koordinasi di dalam

pengembangan secara detail dari input-input yang ada.

7. Penataan kawasan

Agrowisata pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang mengintegrasikan

sistem pertanian dan sistem pariwisata sehingga membentuk kawasan objek

wisata yang menarik.

Keuntungan dari adanya pengembangan agrowisata bagi petani lokal (Lobo,

dkk dalam Utama, 2011) sebagai berikut.

1. Agrowisata dapat memunculkan peluang bagi petani lokal untuk meningkatkan

pendapatan dan meningkatkan taraf hidup serta kelangsungan operasi mereka.

2. Menjadi sarana yang baik untuk mendidik orang banyak atau masyarakat tentang

pentingnya pertanian dan kontribusinya untuk perekonomian secara luas dan

meningkatkan mutu hidup.

3. Mengurangi arus urbanisasi ke perkotaan karena masyarakat telah mampu

mendapatkan pendapatan yang layak dari usahanya di desa (agrowisata).

35

4. Agrowisata dapat menjadi media promosi untuk produk lokal, membantu

perkembangan regional dalam memasarkan usaha, menciptakan nilai tambah

pada kegiatan ekonomi dan memberikan manfaat kepada masyarakat di daerah

tempat agrowisata dikembangkan.

Agrowisata memiliki motivasi untuk mempertambah pendapatan bagi petani

karena agrowisata memberikan kesempatan atau peluang untuk mendidik orang

banyak atau masyarakat tentang pertanian dan ekosistem.

2.6 Kerangka Pemikiran

Umumnya, subak di perkotaan selalu mengalami ancaman dan tantangan yang

lebih besar daripada subak di pedasaan, sehingga perlu melakukan pelestarian subak

baik secara internal maupun eksternal. Dalam hal ini, subak perkotaan yang harus

dilestarikan adalah Subak Padanggalak yang terletak di Desa Kesiman Kertalangu,

Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.

Upaya pelestarian Subak Padanggalak dilihat dari internal berupa

implementasi THK (aspek parhyangan, pawongan dan palemahan). Sedangkan aspek

eksternal berupa peran pemerintah dan swasta, baik dalam bentuk bantuan material

maupun non material.

Hasil penelitian nantinya menghasilkan rekomendasi mengenai upaya-upaya

yang harus dilakukan untuk menjamin kelestarian subak khususnya subak perkotaan.

Adapun kerangka pemikiran penelitian ini dapat disimak dalam Gambar 2.1.

36

Gambar 2.1

Kerangka Pikir Penelitian Upaya Pelestarian Subak di Perkotaaan (2015)

Pelestarian

Subak di perkotaan

Tri Hita Karana

(THK)

Internal

Pelestarian Subak Padanggalak,

Desa Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur

Analisis Kualitatif

Simpulan

Rekomendasi

• Parhyangan (hubungan harmonis antara

manusia dengan Tuhan)

• Pawongan (hubungan harmonis antara

manusia dengan manusia)

• Palemahan (hubungan harmonis antara

manusia dengan alam lingkungan)

Peran pemerintah dan swasta

(Agrowisata)

• Peran material (bantuan program

fisik, dana, dan bebas pajak dari

pemerintah)

• Peran non material

(pengembangan SDM, pelatihan,

dan pembinaan)

Eksternal