bab ii tinjauan pustaka 2.1 perhitungan jumlah …

53
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah Penduduk Menurut Kriteria Standar yang digunakan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya untuk perumahan baru terhitung 5 orang/rumah untuk perencanaan kebutuhan air bersih. 2.2 Sistem Distribusi Air Bersih Sistem distribusi air bersih adalah sistem yang langsung berhubungan dengan konsumen, yang mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air yang telah memenuhi syarat ke seluruh daerah pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya, hidran kebakaran, sistem pemompaan (bila diperlukan dari reservoir distribusi) Sistem penyediaan air bersih harus dapat menyediakan jumlah air yang cukup untuk kebutuhan yang diperlukan. Peraturan Pemerintah N0.16 Tahun 2005 tentang sistem pengembangan air minum menyebutkan bahwa sistem penyediaan air minum terdiri dari : 1. Unit air baku 2. Unit produksi 3. Unit distribusi 4. Unit pelayanan 5. Unit pengolahan Gambar 2.1 Skema Sistem Penyediaan Air Bersih

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perhitungan Jumlah Penduduk

Menurut Kriteria Standar yang digunakan oleh Departemen

Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya untuk perumahan baru

terhitung 5 orang/rumah untuk perencanaan kebutuhan air bersih.

2.2 Sistem Distribusi Air Bersih

Sistem distribusi air bersih adalah sistem yang langsung

berhubungan dengan konsumen, yang mempunyai fungsi pokok

mendistribusikan air yang telah memenuhi syarat ke seluruh daerah

pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya,

hidran kebakaran, sistem pemompaan (bila diperlukan dari reservoir

distribusi)

Sistem penyediaan air bersih harus dapat menyediakan jumlah air

yang cukup untuk kebutuhan yang diperlukan. Peraturan Pemerintah N0.16

Tahun 2005 tentang sistem pengembangan air minum menyebutkan bahwa

sistem penyediaan air minum terdiri dari :

1. Unit air baku

2. Unit produksi

3. Unit distribusi

4. Unit pelayanan

5. Unit pengolahan

Gambar 2.1 Skema Sistem Penyediaan Air Bersih

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

6

1. Unit Air Baku, dapat terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan

pengambilan / penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan,

sitem pemompaan dan bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya.

Unit air baku merupakan saran pengambilan dan penyediaan air baku. Air

baku wajib memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk penyediaan air

minum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Unit Produksi, merupakan prasarana dan sarana yang dapat digunakan

untuk mengolah air baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi,

dan biologi. Unit produksi dapat terdiri dari bangunan pengolahan dan

perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan

pemantauan, serta bangunan penampungan air minum.

3. Unit Distribusi, terdiri dari sistem perpompaan, jaringan distribusi,

bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan. Unit

distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan

kontinuitas pengaliran, yang memberikan jaminan pengaliran 24 jam per

hari.

4. Unit Pelayanan, terdiri dari sambungan rumah, hidran umum, dan hidran

kebakaran. Untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah

dan hidran harus dipasang alat ukur berupa meter air. Untuk menjamin

keakuratannya, meter air wajib ditera secara berkala oleh instansi yang

berwenang.

5. Unit Pengolahan, terdiri dari pengolahan teknis dan pengolahan nonteknis.

Pengolahan terknis terdirir dari kegiatan operasional, pemeliharaan dan

pemantauan dari unit baku, unit produksi, dan unit distribusi. Sedangkan

pengelolaan nonteknis terdiri dari administrasi dan pelayanan. (Unit Air

Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010).

Sistem penyediaan air minum harus dapat menyediakan jumlah air

yang cukup untuk kebutuhan yang diperlukan. Unsur-unsur sistem dari

sumber air, fasilitas penyimpanan, fasilitas transmisi ke unit pengolahan,

fasilitas pengolahan, fasilitas transmisi dan penyimpanan, dan fasilitas

distribusi.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

7

2.3 Sumber Air Baku

Macam-macam sumber air yang dapat digunakan untuk air bersih

adalah sebagai berikut :

1. Air Laut

Mempunyai sifat asam, karena mengandung garam

(NaCL), kadar garam NaCL dalam air laut 3 %. Dalam keadaan

ini air laut tidak mempunyai syarat untuk air bersih.

2. Atmosfir (Air Hujan)

Dalam keadaan murni air hujan sangat bersih, teteapi

karena adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran

industri dan lainnya, maka air ini menjadi tercemar. Maka dari

itu, untuk menyediakan air hujan sebagai sumber air bersih

hendaknya pada waktu penampungan air hujan jangan dimulai

saat air hujan mulai turun, karena masih banyak mengandung

kotoran yang diakibatkan adanya pencemaran udara.

3. Air Permukaan

Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di

permukaan bumi, pada umumnya air permukaan ini akan

mendapat pengotoran selama pengairannya, misalnya oleh

lumpur, batang-batang kayu, dan kotoran industri, dsb.

Air permukaan ini terdiri dari beberapa macam, yaitu :

a. Air Sungai, dalam penggunaannya sebagai air bersih

haruslah melalui suatu pengolahan yang sempurna,

karena air ini pada umumnya tingkat kotorannya sangat

tinggi.

b. Air danau / rawa, kebanyakan air danau atau rawa ini

berwarna, hal ini disebabkan oleh adanya benda-benda

yang membusuk seperti tumbuhan, lumut yang

menimbulkan warna hijau.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

8

4. Air Tanah

Air tanah adalah air yang mempunyai rongga-rongga dalam

lapisan geologi. Air tanah merupakan salah satu sumber air bagi

kehidupan di muka bumi.

Jenis-jenis air tanah antara lain :

a. Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal ini terjadi karena adanya

proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur

akan tertahan, demikian pula dengan benda lain

sehingga air tahan akan jernih. Air tanah ini terdapat

pada kedalaman ± 15 meter. Sebagai sumber air bersih,

air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitasnya agak

baik, kuantitasnya kurang dan tergantung pada musim.

b. Air Tanah Dalam

Air tanah dalam adalah lapisan air yang

pertama, pengambilan air tanah dalam tidak sama

dengan mata air tanah dangkal. Dalam hal ini harus

digunakan bir dan memasukkan pipa kedalamnya,

kedalaman 100-300 meter. Jika tekanan air tanah besar

maka air akan menyembur keluar, sehingga dalam

keadaan ini disebut sumber artesis. Jika air tidak dapat

keluar dengan sendirinya maka digunakan pompa

untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini.

c. Mata Air

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan

sendirinya ke permukaan tanah. Sehingga mata air

yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak

terpengaruh oleh musim.

(Sumber : Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air

Minum, Tri Joko 2010)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

9

2.4 Kebutuhan Air

Kebutuhan air pada suatu daerah sangat berhubungan dengan

ketersediaan air, kebutuhan hidup, pola kebiasaan hidup, kondisi sosial

ekonomi dan topogradi. Jenis pelayanan air yang banyak dikenal yaitu

sambungan rumah dan kran umum. Sambungan rumah dirincikan dengan

adanya kran yang disediakan sampai kedalam rumah. Penggunaan sambungan

rumah terutama ditentukan oleh jumlah populasi rata-rata dalam satu rumah

tangga yang dikategorikan rumah permanen. Unit sambungan umum / kran

umum berupa kran atau tempat pengambilan air secara kolektif yang

disediakan pada sekelompok rumah. Kran umum terutama ditujukan untuk

daerah penduduk padat dan berpenghasilan rendah, sehingga penyambungan

belum mungkin dilakukan. Penentuan jumlah kebutuhan kran umum

didasarkan dengan hasil survey lapangan mengenai kondisi sosial di daerah

pelayanan kebutuhan air domestik atau non domestik untuk kota dapat dibagi

dalam beberapa kategori antara lain :

1. Kota Kategori I (Metro)

2. Kota Kategori II (Kota Besar)

3. Kota Kategori III (Kota Sedang)

4. Kota Kategori IV (Kota Kecil)

5. Kota Kategori V (Desa)

2.4.1 Kebutuhan Domestik

Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh jumlah penduduk,

dan konsumsi perkapita. Kecenderungan populasi dan sejarah populasi

sipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air domestik terutama dalam

penentuan kecenderungan laju pertumbuhan (Grow Rate Trends).

Pertumbuhan ini juga tergantung dari rencana pengembangan dari tata ruang

kabupaten.

Estimasi populasi untuk masa yang akan datang merupakan salah

satu parameter utama dalam penentuan kebutuhan air domestik. Laju

penyambungan juga menjadi parameter yang dipakai untuk analisis.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

10

Propensitas untuk penyambungan perlu diketahui dengan melalukan survey

kebutuhan nyata, terutama di wilayah yang sudah ada sistem penyambungan

air bersih dari PDAM. Untuk penentuan penyambungan di masa yang datang

maka laju penyambungan yang ada pada saat ini dapat dipakai sebagai dasar

analisis.

Kebutuhan air perorangan perhari disesuaikan dengan standar yang

biasa digunakan serta kriteria pelayanan berdasarkan kategori kotanya.

Dalam setiap kategori tertentu, kebutuhan air perorangan perhari berbeda-

beda.

Tabel 2.1 Kriteria Perencanaan Air Bersih Berdasarkan SNI Tahun 1997

(Sumber : Dirjen Cipta Karya 1997 )

No Uraian Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (jiwa)

>1.000.00

0

500.000 –

1.000.000

100.000 –

500.000

20.000 –

100.000

<20.000

Metro Besar Sedang Kecil Desa

1. Konsumsi Unit

Sambungan Rumah

(SR) liter/orang/hari

190 170 150 130 100

2 Konsumsi Unit

Hidran Umum (HU)

liter/orang/hari

30 30 30 30 30

3 Konsumsi Unit Non

Domestik (%)

20 - 30 20 - 30 20 - 30 20 - 30 10 - 20

4 Kehilagan Air (%) 20 – 30 20 - 30 20 - 30 20 – 30 20

5 Faktor Maksimum

Perhari

1,15 1,15 1,15 1,15 1,15

6 Faktor Pada Jam

Puncak

1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

7 Jumlah Jiwa Per SR 5 5 5 5 5

8 Jumlah Rumah Per

HU

100 100 100 100 100

9 Sisa Tekan di

Jaringan Distribusi

(meter)

10 10 10 10 10

10 Jam Operasi (jam) 24 24 24 24 24

11 Volume Reservoir 20 20 20 20 20

12 SR : HU 50:50 s/d

80:20

50:50 s/d

80/20

80:20 70:30 70:30

13 Cakupan Pelayanan

(%)

90 90 90 90 70

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

11

2.4.2 Kebutuhan Non Domestik

Yang dimaksud dengan pelayanan non domestik adalah jenis dan

tingkat pelayanan untuk pelanggan bukan rumah tangga yang bersifat

komersil, kebutuhan institusi, dan kebutuhan industri. Kebutuhan air komersil

cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan penduduk dan perubahan

tata guna lahan. Kebutuhan ini bisa mencapai 20% - 25% dari total suplai

(produksi) air.

Kebutuhan untuk industri saat ini dapat diidentifikasi, namun

kebutuhan industri yang akan datang cukup sulit untuk mendapat data yang

akurat. Hal ini disebabkan jenis dan macam kegiatan industri.

2.4.3 Fluktuasi Konsumsi Kebutuhan Air

Kebutuhan air tidak akan selalu sama, tetapi akan berfluktuasi.

Konsumsi air akan berubah sesuai dengan perubahan musim dan aktivitas

masyarakat. Pada umumnya kebutuhan air dibagi dalam tiga kelompok :

a. Kebutuhan harian rata-rata

Kebutuhan harian rata-rata adalah kebutuhan air untuk

keperluan domestik dan non domestik termasuk kehilangan air.

Biasanya dihitung berdasarkan kebutuhan air rata-rata

perorangan perhari dihitung dari pemakaian air setiap jam selama

sehari (24) jam.

b. Kebutuhan pada jam puncak

Kebutuhan jam puncak adalah pemakaian air yang tertinggi

dalam satu hari. Kebutuhan air pada jam puncak dihitung

berdasarkan kebutuhan air harian rata-rata dengan menggunakan

faktor pengali sebagai berikut (Dirjen Cipta Karya Departemen

Pekerjaan Umum 1996 : III-6) :

Kebutuhan jam puncak : (1,5 – 2,00 x kebutuhan air bersih).

c. Kebutuhan harian maksimum

Kebutuhan harian maksimum adalah banyaknya air yang

dibutuhkan terbesar dalam satu tahun. Kebutuhan harian

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

12

maksimum dihitung berdasarkan kebutuhan harian rata-rata

dengan menggunakan faktor pengali sebagai berikut (Dirjen

Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum 1996 : III-6) :

Kebutuhan harian maksimum dipakai : (1,15 x kebutuhan air

bersih).

2.4.4 Perhitungan Kebutuhan Air

Langkah pertama dalam suatu perencanaan penyediaan air bersih

adalah memperkirakan jumlah kebutuhan air. Sulit untuk mendapatkan angka

yang pasti jumlah pemakaian air suatu daerah, karena banyak faktor yang

mempengaruhinya. Pendekatan yang biasa dilakukan adalah

memperhitungkan rata-rata pemakaian setiap orang perhari, memperkirakan

jumlah penduduk pada jangka waktu tertentu dan umur rencana konstruksi.

Data masa lalu tentang suatu daerah merupakan petunjuk yang baik dalam

pemilihan suatu angka tentang penggunaan air perkapita bagi tujuan-tujuan

perencanaan. Disamping itu data-data mengenai jumlah penduduk sangat

membantu memperkirakan atau meramalkan jumlah penduduk pada jangka

waktu tertentu.

2.5 Kualitas Air Baku

Departemen kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan

standar kualitas air baku sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20

Tahun 1990 tentang standar kualitas di perairan umum dibedakan menjadi :

1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum

secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.

2. Golongan B, yaitu air yang digunakan sebagai bahan baku air

minum melalui suatu pengolahan untuk kebutuhan air minum dan

keperluan rumah tangga.

3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan

perikanan dan peternakan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

13

4. Golongan D, yaitu air yang dapat dginakan untuk keperluan

pertanian dan juga untuk usaha perkotaan, industri dan PLTA.

2.6 Kehilngan Air

Dalam suatu sistem penyediaan air bersih, biasanya tidak seluruhnya

air yang diproduksi instalasi sampai kepada konsumen. Biasanya terdapat

kebocoran pada pipa instalasi disana sini yang biasnya disebut kehilangan air.

Kebocoran / kehilangan air biasnya berasal dari pipa instalasi itu sendiri. Hal

ini dapat diakibatkan kurangnya perawatan ataupun umur pipa yang sudah

tua.

2.7 Sistem Hidrolika Perpipaan

Pendistribusian air bersih pada dasarnya dapat disalurkan dengan

beberapa cara. Berikut beberapa cara pengaliran distribusi air bersih (Unit Air

Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010: 15) :

1. Secara Gravitasi

Cara ini dapat dilakukan apabila sumber air berada pada

suatu elevasi yang lebih tinggi daripada daerah yang dilayani

(Reservoir) sedemikian rupa sehingga terdapat tekanan yang

cukup dalam pipa-pipa pembawa untuk memungkinkan

terjadinya pengaliran secara gravitasi.

2. Sistem Pemompaan

Air dipompakan langsung ke konsumen tanpa melalui

tangki-tangki penampung. Cara ini paling jarang digunakan

karena :

a. Apabila pompa tidak berjalan maka penyaluran akan

terputus / tidak tersalurkan kepada konsumen.

b. Biaya untuk tenaga pompa cukup tinggi karena tenaga

pompa harus ditingkatkan pada waktu-waktu

pemakaian tinggi.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

14

Penampungan air bersih sebelum disalurkan perlu

dilakukan dengan maksud sebagai berikut :

1. Untuk menyamakan pemberian air dan

kebutuhan air selama pemakaian tinggi, dalam

suatu jangka waktu yang lama.

2. Untuk menyimpan air cadangan bagi keprluan-

keperluan darurat seperti untuk memadamkan

kebakaran atau memungkinkan penyaluran pada

waktu pompa tidak dapat dijalankan.

3. Air yang sudah dipompakan ke tangki yang

ditinggikan letaknya, persediaan air yang ada

lebih terjamin daripada air yang berada pada

elevasi yang lebih rendah.

4. Memberikan tekanan air yang merata

5. Untuk mengurangi ukuran fasilitas-fasilitas

penjernihan.

3. Sistem Gabungan

Ini merupakan cara yang umum dilakukan. Kelebihan air

yang dipompa selama waktu-waktu pemakaian air rendah

ditampung dalam tangki-tangki yang tinggi letaknya. Pada

waktu-waktu pemakaian tinggi air yang tertampung tersebut

dapat memenuhi kekurangan air yang dipompa.

2.7.1 Sistem Air Disuplai Melalui Pipa

Macam-macam pipa yang umumnya tersedia pada sistem distribusi

air bersih yaitu :

a. Pipa primer atau pipa induk

Pipa primer adalah pipa yang mempunyai diameter yang

lebih besar, yang fungsinya membawa air dari instalasi

pengelolaan atau reservoir distribusi ke zone (loop).

b. Pipa Sekunder

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

15

Pipa sekunder merupakan pipa yang mempunyai diameter

sama dengan atau kurang dari pada pipa primer, yang

disambungkan pada pipa primer.

c. Pipa Tersier

Pipa tersier dapat disambungkan langsung ke pipa sekunder

atau pipa primer, yang gunanya untuk melayani pipa service ke

pipa induk sangat tidak menguntungkan, disamping dapat

mengganggu lalu lintas kendaraan.

d. Pipa Service atau Pelayanan Sambungan

Pipa service mempunyai diameter yang relatif kecil. Pipa

disambungkan langsung pada pipa sekunder atau tersier, yang

dihubungkan pada pipa pelanggan. (Unit Air Baku dalam Sistem

Penyediaan Air Minum Tri Joko 2010: 15 )

2.8 Sistem Jaringan Distirbusi

Jaringan distribusi adalah rangkaian pipa yang berhubungan dan

dinakan untuk mengalirkan air ke konsumen. Tata letak distribusi ditentukan

oleh kondisi topografi daerah layanan. (Unit Air Baku dalam Sistem

Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010:17):

1. Sistem Cabang atau Branch

Pada sistem ini, air hanya mengalir dari satu arah dan pada

setiap ujung pipa akhir daerah pelayanan terdapat titik akhir.

Sistem ini biasanya digunakan pada daerah dengan sifat-sifat

sebagai berikut :

a. Perkembangan kota ke arah memanjang

b. Sarana jaringan jalan tidak saling berhubungan

c. Keadaan topografi dengan kemiringan medan yang

menuju satu arah

Keuntungan :

1. Jaringan distribusi relatif lebih searah

2. Pemasangan pipa lebih mudah

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

16

3. Penggunaan pipa lebih sedikit karena pipa distribusi

hanya dipasang pada daerah yang paling padat

penduduknya :

a. Kemungkinan terjadinya penimbunan kotoran

dan pengendapan di ujung pipa tidak dapat

dihindari sehingga setidaknya perlu dilakukan

pembersihan.

b. Bila terjadi kerusakan dan kebakaran pada salah

satu bagian sistem maka suplai air akan

terganggu.

c. Kemungkinan tekanan air yang diperlukan tidak

cukup jika ada sambungan baru.

d. Keseimbangan sistem pengaliran kurang

terjamin, terutama jika terjadi tekanan kritis pada

bagian pipa yang terjauh.

Gambar 2.2 Jaringan Pipa Bercabang

2. Sistem Melingkar atap Loop

Pada sistem ini, jaringan pipa induk distribusi

saling berhubungan satu dengan yang lain membentuk

lingkaran-lingkaran, sehingga pada pipa induk tidak ada

titik mati dan air akan mengalir ke suatu titik yang dapat

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

17

melalui beberapa arah. Sistem ini biasanya diterapkan

pada :

1. Daerah dengan jaringan jalan yang saling

berhubungan

2. Daerah yang perkembangan kotanya cenderung ke

segala arah

3. Keadaan topografi yang relatif datar

Keuntungan :

a. Kemungkinan terjadinya penimbunan kotoran dan

pengendapan lumpur dapat dihindari (air dapat

disirkulasi dengan bebas).

b. Bila terjadi kerusakan, perbaikan, atau pengambilan

untuk pemadam kebakaran pada bagian sistem

tertentu, maka suplay air pada bagian lain tidak

terganggu.

Kerugian :

1. Sistem perpipaan yang rumit

2. Perlengkapan pipa yang digunakan sangat banyak

3. Biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar

Gambar 2.3 Jaringan Pipa Melingkar

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

18

2.9 Perpipaan

2.9.1 Jenis-jenis Pipa

Jenis pipa ditentukan berdasarkan material pipanya, seperti CI, beton

(concrete), baja (steel), AC, GI, plastik dan PVC. (Unit Air Baku dalam

Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010:154-157)

1. Cast-Iron Pipe

Pipa CI tersedia untuk ukuran panjang 3,7 m dan 5,5 m

dengan diameter 50-900 mm, serta dapat menahan tekanan air

hingga 240 m tergantung besar diameter pipa.

Kelebihan :

a. Harga tidak mahal

b. Ekonomis karena berumur panjang (bisa mencapai 100

tahun)

c. Kuat dan tahan lama

d. Tahan korosi jika dilapisi

e. Mudah disambung

f. Dapat menahan tekanan tanpa mengalami kerusakan

Kekurangan :

a. Bagian dalam pipa lama-kelamaan menjadi kasar

sehingga kapasitas pengangkutan berkurang

b. Pipa berdiameter besar berat dan tidak ekonomis

c. Cenderung patah selama pengangkutan atau

penyambungan

2. Concrete Pipa

Pipa beton biasa digunakan jika berada dalam tekanan dan

kebocoran pada pipa tidak terlalu dipermasalahkan. Diameter

pipa beton mencapai 610 mm.

Kelebihan :

a. Bagian dalam pipa halus dan kehilangan akibat friksi

paling sedikit.

b. Tahan lama, sekurangnya 75 tahun

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

19

c. Tidak berkarat atau terbentuk lapisan disalamnya

d. Biaya pemeliharaan murah

Kekurangan :

a. Pipa berat dan sulit digunakan

b. Cenderung patah selama pengangkatan

c. Sulit diperbaiki

3. Steel Pipe

Pipa baja digunakan untuk memenuhi kebutuhan pipa yang

berdiameter besar dan bertekanan tinggi. Pipa ini dibuat dengan

ukuran dan diameter standar. Pipa baja kadang-kadang dilindungi

dengan lapisan semen mortar.

Kelebihan :

a. Kuat

b. Lebih ringan daripada CI

c. Mudah dipasang dan disambung

d. Dapat menahan tekanan hingga 70 mka (meter kolom

air)

Kekurangan :

a. Mudah rusak karena air yang asam dan basa

b. Daya tahan hanya 25-30 tahun kecuali dilapisi dengan

bahan tertentu.

4. Asbestos-Cement Pipe

Pipa ini dibuat dengan mencampurkan serat abses dengan

semen pada tekanan tinggi. Diameternya berkisar antara 50-900

mm dan dapat menahan tekanan antara 50-250 mka tergantung

kelas dan tipe pembuatan

Kelebihan :

a. Ringan dan mudah digunakan

b. Tahan terhadap air yang asam dan basa

c. Bagian dalamnya halus dan tahan terharap korosi

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

20

d. Tersedia untuk ukuran yang panjang sehingga

sambungannya lebih sedikit

e. Dapat dipotong menjadi berbagai ukuran panjang dan

disambungkan seperti pipa CI

Kekurangan :

a. Rapuh dan mudah patah

b. Tidak dapat digunakan untuk tekanan tinggi

5. Galvanised-Iron Pipe

Pipa GI banyak digunakan untuk saluran dalam gedung.

Tersedia untuk diameter 60-750 mm.

Kelebihan :

a. Murah

b. Ringan, sehingga mudah untuk diangkat

c. Mudah disambung

d. Bagian dalamnya halus sehingga kehilangan tekanan

akibat gesekan kecil

Kekurangan :

a. Umurnya pendek, 7—10 tahun

b. Mudah rusak karena air yang asam dan basa serta mudah

terbentuk lapisan kotoran di bagian dalamnya.

c. Mahal dan sering digunakan untuk kebutuhan pipa

dengan diameter kecil

6. Plastic Pipe

Pipa plastik memiliki banyak kelebihan, seperti tahan

terhadap korosi, ringan dan murni. Pipa polythene tersedia dalam

warna hitam. Pipa ini lebih tahan terhadap bahan kimia, kecuali

asam nitrat dan asam kuat, lemak dan minyak.

Pipa plastik terdiri atas 2 (dua) tipe :

a. Low-Density Polythene Pipe. Pipa ini lebih fleksibel,

diameter yang tersedia mencapai 63 mm, digunakan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

21

untuk jalur panjang dan tidak cocok untuk penyediaan

air minum dalam gedung.

b. High-Density Polythene Pipe. Pipa ini lebih kuat

dibandingkan low-density plythene pipe. Diameter

pipa berkisar antara 16-400 mm tetapi pipa berdiameter

besar hanya digunakan jika terdapat kesulitan

menyambung pipa berdiameter kecil. Pipa ini juga bisa

dipakai untuk mengangkut air dalam jalur yang

panjang.

Pipa plastik tidak bisa memenuhi standar lingkungan, yaitu

jika terjadi kontak dengan bahan-bahan seperti asam organik,

keton, ester, alkohol, dan sebagainya. High-Density pipe lebih

buruk dibandingkan Low-Density pipe lebih buruk dibandingkan

Low-Density pipe dalam permasalahan ini.

7. PVC Pipe

Kekakuan pipa PVC (Polyviny Chloride) adalah tiga kali

kekakuan pipa Polythene biasa. Pipa PVC lebih kuat dan dapat

menahan tekanan lebih tinggi. Sambungan lebih mudah dibuat

dengan cara las.

Pipa PVC tahan terhadap asam organik, alkali, dan garam,

senyawa organik serta korosi. Pipa ini banyak digunakan untuk

penyediaan air dingin di dalam maupun di luar sistem

penyediaan air minum, sistem pembuangan dan drainase bawah

tanah. Pipa PVC tersedia dalam ukuran yang bermacam-macam.

2.10 Reservoir

Reservoir distribusi merupakan bangunan penampungan air minum

sebelum dilakukan pendistribusian ke pelanggan/masyarakat, yang dapat

ditempatkan di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah.

Bangunan reservoir umumnya diletakkan di dekat jaringan distribusi

pada ketinggian yang cukup untuk mengalirkan air secara baik dan merata

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

22

ke seluruh daerah konsumen. (Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air

Minum, Tri Joko 2010:237)

1. Fungsi utama reservoir adalah :

a. Penyimpanan

b. Perataan air dan tekanan akibat variasi pemakaian di daerah

distribusi

c. Sebagai distributor, pusat atau sumber pelayanan dalam daerah

distribusi.

2. Struktur Reservoir

Tujuan pembuatan reservoir ini adalah untuk menapung air baku

dari hasil pemompaan. Selain itu reservoir juga bisa berfungsi sebagai

tempat pengolahan air baku sehingga aman untuk dikonsumsi,

kemudian air siap untuk didistribusikan.

Volume reservoir dihitung dengan dua cara :

a. Volume reservoir dihitung sebesar 20% dari kebutuhan air

harian maksimum.

b. Volume resevoir dihitung sebesar 20% dari Kolam Tandon

Harian (KHT)

3. Kapasitas Reservoir

Reservoir dapat berupa tangki atau bak di atas permukaan tanah

maupun berupa bak atau tangki di atas bangunan bak penampung.

Untuk mengetahui kapasitas volume dimensi reservoir yang

dibutuhkan untuk menghasilkan produksi yang besarnya tertentu

dapat menggunakan rumus :

V = P x L x D (2.1)

dimana :

V = Volume (m3)

L = Lebar (m)

P = Panjang (m)

D = Kedalaman (m)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

23

2.11 Hukum Kontinuitas

Apabila zat cair tak kompresibel mengalir secara kontinyu melalui

pipa atau saluran, dengan tampang aliran konstan ataupun tidak konstan,

maka volume zat yang lewat tiap satuan waktu adalah sama di semua

tampang. Keadaan ini disebut dengan hukum kontinuitas zat cair. (Hidraulika

I Bambang Triatmodjo, 1995 :136)

Gambar 2.4 Saluran pipa dengan diameter berbeda

Qmasuk = Qkeluar

V1A1 = V2A2 (2.2)

atau

Q = A x V = konstan (2.3)

dimana :

V1A1 = volume zat cair yang masuk tampang 1 tiap satuan

waktu

V2A2 = volume zat cair yang masuk tampang 2 tiap satuan

waktu

Menurut Triatmodjo (1995), untuk pipa bercabang berdasarkan

persamaan kontinuitas, debit aliran yang menuju titik cabang harus sama

dengan debit yang meninggalkan titik tersebut.

Gambar 2.5 Persamaan kontinuitas pada pipa bercabang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

24

Q1 = Q2 + Q3 (2.4)

atau

A1V1 = A2V2 + A3V3 (2.5)

2.11.1 Kecepatan Aliran

Di dalam praktek, faktor penting dalam hidrolika adalah kecepatan

(v) atau debit aliran (Q). Dengan hitungan praktis, rumus yang banyak

digunakan adalah persamaan kontinuitas

Q = A x V = ¼ π D2 V (2.6)

V = 4𝑄

𝜋𝐷² (2.7)

Dimana :

Q = debit aliran(meter/detik)

V = kecepatan aliran (meter/detik)

D = diameter pipa (meter)

2.11.2 Kehilangan Tekanan

Dalam perjalanan sepanjang pipa, air kehilangan energi. Hal ini

antara lain oleh gesekan atau friksi dengan dinding pipa. Kehilangan tekanan

ada dua macam :

1. Mayor Losses

a. Persamaan Darcy Wesbach

Kehilangan energi utama sepanjang pipa karena gesekan

menurut Darcy Wesbach menggunakan persamaan :

hf = f 𝐿𝑥𝑉²

𝐷.2𝑔 (2.8)

Dimana :

hf = kehilangan energi (m)

f = koefisien gesek (Darcy)

V = kecepatan aliran air (m/detik)

g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

25

D = diameter pipa (m)

L = panjang pipa (m)

Nilai f diddapat dari grafik Moody.

Gambar 2.6 Grafik Moody

b. Persamaan Hazen Wiliams

Persamaan ini sangat dikenal ddi USA. Persamaan

kehilangan energi sedikit lebih sederhana dibandingkan

Persamaan Darcy Wesbach karena koefisien kehilangannya

tidak berubah terhadap angka Reynold. Persamaan ini hanya

bisa digunakan untuk air.

Q = Cu x CHW x D2,63 x i0,54 (2.9)

hf = 𝑄^1,85

(0,2785 𝑥 D^2,63 x C)^1,85 x L (2.10)

Dimana :

Cu = 0,2785

CHW = koefisien Hazen William

i = kemiringan atau slope garis tenaga (i = ℎ𝑓

𝐿)

Q = debit (m3/detik)

D = diameter pipa (m)

Hf = kehilangan energi (m)

L = panjang pipa (m)

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

26

2.12 Program Waternet

Program ini dirancang untuk melakukan simulasi air atau fluida

lainnya (bukan gas) dalam pipa baik dengan jaringan tertutup (loop) maupun

jaringan terbuka dan sistem pengaliran (distribusi) fluida dapat menggunakan

sistem gravitasi, sistem pompanisasi, maupun keduanya. Waternet dirancang

dengan memberikan banyak kemudahan sehingga pengguna dengan

pengetahuan minimal tentang jaringan distribusi (aliran dalam pipa) dapat

menggunakannya juga. Input data dibuat interaktif sehingga memudahkan

dalam simulasi jaringan dan memperkecil kesalahan penggunaan saat

menggunakan Waternet. Hasil hitungan yang tidak dapat diedit, ditampilkan

dan dilindungi agar tidak diedit oleh pengguna. Secara umum pointeer mouse

akan menunjukkan karakteristik apakah data dapat diubah, diganti, atau tidak.

Fasilitas Waternet dibuat agar proses editing dan analisa pada perancangan

dan optimasi jaringan distribusi air dapat dilakukan dengan mudah. Output

waternet dibuat dalam bentuk database, teks, maupun grafik yang

mempermudah pengguna untuk selanjutnya memprosesnya langsung menjadi

hardcopy atau proses lebih lanjut dengan program lain sebagai yang

menyuluruh.

Kemampuan dan fasilitas waternet dalam simulasi jaringan pipa

secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Menghitung debit dan tekanan di seluruh jaringan pipa pada

setiap node yang merupakan titik dengan elevasi tidak berubah

dengan instalasi reservoir, pompa, katup dan tangki.

b. Menghitung demand atau air yang dapat diambil pada sebuah

node jika tekanan pada node tersebut telah ditentukan.

c. Fasilitas pompa dapat diatur penggunaan waktunya pada jam-

jam tertentu oleh pengguna, atau bekerja terus sepanjang

simulasi. Pompa juga dapat diatur sistem kerjanya berdasarkan

elevasi tangki yang disuplai, sehingga pompa secara otomatis

tidak bekerja pada saaat tangki telah penuh dan bekerja kembali

saat tangki hampir kosong.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

27

d. Fasilitas default diberikan untuk memudahkan pengguna dalam

input data. Data default akan digantikan untuk seetiap pip,

pompa, node tang ditentukan oleh pengguna.

e. Fasilitas pustaka untuk kekasaran pipa dan kehilangan energi

tenaga sekunder. Fasilitas ini mempermudah pengguna untuk

menentukan atau memperkirakan nilai diameter kekasaran pipa

serta kehilangan tinggi tenaga sekunder di setiap belokan,

sambungan dan lain-lain.

f. Fasilitas katup PRV (Pressure Reducing Valve), FCV (Flow

Control Valve), PBV (Pressure Breaking Valve), dan TCV

(Throttling Control Valve) yang sangat diperlukan oleh jaringan

pipa.

g. Fasilitas tipe aliran berubah yang sangat berguna untuk simulasi

perubahan elevasi di dalam tangki akibat fluktuasi pemakaian

air oleh masyarakat yang dipengaruhi oelh jumlah pemakaian

air berdasarkan jam-jaman. Pada akhirnya fasilitas ini dapat

digunakan untuk menghitung volume tangki yang optimal serta

menguji kinerja jaringan untuk debit yang fluktuatif. Pengguna

dapat memeriksa tinggi tekanan dan debit di setiap node, serta

debit dan kecepatan aliran di setiap time step (interval waktu )

60 menit, 30 menit, 15 menit, dan 6 menit.

h. Fluktuasi kebutuhan air di setiap node dapat ditentukan oleh

pengguna. Fasilitas ini membuat simulasi jaringan distribusi

menjadi lebih realistis karena kebutuhan setiap node dapat

dibuat sesuai dengan kebutuhan sebenarnya pada lokasi

perencanaan, misalnya kebutuhan air untuk perumahan, pabrik,

rumah sakir, sekolah, hidran kebakaran, dan lain-lain yang

berbeda setiap jamnya.

i. Fasilitas editing dalam bentuk grafik interaktif sangat

memudahkan pengguna dalam merencanakan jaringan pipa.

Fasilitas ini meliputi menggambar dan menentukan pipa baik

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

28

arah maupun hubungan (sambungan) antara pipa satu dengan

pipa lainnya dalam jaringan, menentukan letak pompa, resevoir,

tangki, dan katup. Menghapus piap, reservoir, tangki dan katup

yang tidak dikehendaki. Fasilitas notasi node dan pipa yang

memudahkan pengguna mengikat lokasi yang dimaksud dan

secara sepintas melihat data jaringan maupun hasil hitungan.

Editing juga dapat dilakukan dengan berfokus pada tabel

misalnya tabel data node atau pipa. Pada saat yang sama lokasi

yang diedit pada tabel ditunjukkan pada gambar jaringan pipa.

Dengan demikian pengguna dapat mengenali pipa atau node

yang sedang diedit dan bukan sekedar berhadapan dengan

angka-angka seperti nomor node dan pipa.

j. Hasil hitungan secara keseluruhan dapat ditampilkan dengan

fasilitas lain baik dalam bentuk grafik maupun tabel. Waternet

menyediakan fasilitas untuk menampilkan grafik tekanan,

kebutuhan maupun perubahan elevasi atau kedalaman tangki

serta fasilias untuk menampilkan hasil dalam tabel berformat

teks. Hasil tampilan tersebut akan dengan mudah dianalisa, dan

jika hasil menunjukkan bahwa jaringan belum memuaskan,

jaringan dapat dengan mudah diedit kembali.

k. Fasilitas mengubah posisi node dan pipa yan tidak digunakan

dapat dilakukan dengan sangat mudah mengikuti gambar peta

yang ada. Dalam hal ini, jika penggambaran pipa dipilih dengan

tipe skalatis (pilihan diberikan oleh waternet), maka

perpindahan node juga merupakan perubahan panjang pipa yang

berhubungan dengan node tersebut.

l. Fasilitas penggambaran secara skalatis juga merekam panjang

pipa baik pipa lurus maupun belok, berdasarkan koordinat x, y,

z. Maksudnya panjang pipa dihitung berdasarkan lokasi x, y

serta ketinggian atau elevasi kedua ujung pipa.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

29

m. Fasilitas Link Importance sangat dibutuhkan untuk melihat

tingkat layanan tiap pipa terhadap keseluruhan jaringan

sehingga jumlah pipa dalam suatu jaringan distribusi dapat

dihemat (dikurangi), atau sebaliknya, jika Link Importance dari

sebuah pipa terlalu tinggi maka perlu dpikirkan kemungkinan

pipa pararel.

n. Kontur dapat dibuat berdasarkan peta kontur topografi yang

dapat mempermudah input elevasi node mengikuti kontur yang

dibuat.

o. Masih banyak fasilitas lain yang tersedia yang dirasakan sangat

membantu dalam usaha menghitung dan merencanakan jaringan

distribusi air atau fluida dalam.

2.13 Debit Air Kotor

Menurut Suhardjono (1984), debit air kotor dapat diperhitungkan

berdasarkan kebutuhan air untuk setiap orang dalam satu hari. Diperkirakan

besarnya air buangan yang masuk kedalam saluran sebesar 90 % dari standar

kebutuhan air dalam satu hari.

Tahapan dari perhitungan debit air kotor tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Kebutuhan air bersih maksimum per hari

= kebutuhan air bersih rata-rata / hari x 1,15

2. Jumlah air buangan maksimum per hari (qm)

= kebutuhan air bersih maksimum / hari x 0,90

3. Jumlah air buangan maksimum rata-rata pada hari maksimum

(qr)

= jumlah air buangan maksimum / jam 𝑞𝑚

24 𝑗𝑎𝑚

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

30

4. Debit air buangan maksimum

(Qpeak) = p x qm (2.11)

P = 1,5 + 2,5

√𝑞𝑚 (2.12)

5. Debit puncak air buangan (air kotor)

= Qpeak x kepadatan penduduk

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

31

2.14 Drainase

Drainase berasal dari bahasa Inggris yakni drainage yang memiliki arti

membuang, mengalirkan air, atau menguras. Umumnya, tindakan teknis untuk

mengurangi kelebihan air yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun

kelebihan air irigasi dari suatu kawasan disebut drainase. Sehingga lahan atau

kawasan tidak terganggu sama sekali. (Suripin, 2004).

Usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dapat diartikan juga sebagai

drainase. Tidak hanya air permukaan saja yang termasuk dalam drainase, tapi

air tanah juga termasuk di dalamnya.

2.14.1 Fungsi Drainase

Menurut Mulyanto (2013) dalam bukunya “Penataan Drainase

Perkotaan” fungsi drainase sebagai berikut :

1. Membuang Air Lebih

Fungsi ini berjalan dengan mengalirkan air lebih ke tujuan akhirnya

yaitu perairan bebas yang dapat berupa sungai, danau maupun lau. Ini

merupakan fungsi utama untuk mencegah menggenangnya air pada lahan

perkotaan maupun di dalam parit-parit (saluran-saluran) yang menjadi

bagian dari sistem drainase.

2. Mengangkat Limbah dan Mencuci Polusi dari Daerah Perkotaan

Di atas lahan perkotaan tertumpuk bahan polutan berupa debu dan

sampah organik yang berpotensi mencemari lingkungan hidup. Oleh air

hujan yang jatuh, polutan akan terbawa ke dalam sistem drainase dan

dialirkan pergi sambil dinetralisir secara alami. Secara alami suatu badan

air seperti sungai, saluran drainase mempunyai kemampuan untuk

menetralisir cemaran yang memasuki/terbawa alirannya dalam jumlah

terbatas/batas-batas tertentu menjadi zat-zat anorganik yang tidak

berbahaya/ tidak mencemari lingkungan.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

32

3. Mengatur Arah dan Kecepatan Aliran

Air buangan berupa air hujan dan limbah harus diatur alirannya

melewati sistem drainase dan diarahkan ke tempat penampungan akhir

atau perairan beban di mana sistem drainase bermuara. Arah aliran akan

ditentukan melewati sistem drainase sehingga tidak menimbulkan

kekumuhan. Disamping itu kecepatan alirannya dapat diatur sebaik

mungkin sehingga tidak akan terjadi penggerusan atau pengendapan pada

saluran-saluran drainase.

4. Mengatur Elevasi Muka Air Tanah

Pada kondisi muka air tanah dangkal, daya serap lahan terhadap

hujan kecil dan dapat menambah potensi banjir. Muka air tanah yang

dalam akan menyulitkan tetumbuhan penghijauan kota untuk

menyerapnya khususnya pada musim kemarau tetapi daya serap terhadap

hujan sangat tinggi. Disamping itu apabila terjadi penurunan muka air

tanah akan terjadi pemadatan atau subsidensi yaitu menurunnya muka

tanah di atas muka air tanah. Pemadatan ini disebabkan ruang antar butir

dalam tanah yang tadinya terisi air akan menjadi kosong sehingga tanah

memadat.

5. Menjadi Sumber Daya Air Alternatif

Makin bertambahnya kebutuhan akan air makin dibutuhkannya

sumber daya air. Daur ulang air dari sistem drainase dapat menjadi

alternatif pemenuhan akan sumber daya air dengan beberapa syarat.

6. Di daerah perbukitan sistem drainase salah satu prasarana mencegah erosi

dan gangguan stabilitas lereng. Run off permukaan akibat hujan yang jatuh

pada daerah perbukitan akan mengalir dengan keceparan tinggi jika tidak

mengalami hambatan cukup dan menimbulkan erosi permukaan. Untuk

mengendalikannya diperlukan pembuatan sistem drainase teknis untuk

menata aliran run off permukaan maupun aliran di dalam saluran.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

33

2.14.2 Sistem Drainase

Sistem drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian

bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang

kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan

secara optimal. (Suripin, 2004).

Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor

drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor

drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving

waters).

1. Saluran Interceptor (Saluran Penerima)

Berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari

suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya

dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif sejajar dengan

garis kontur. Outlet dari saluran ini biasanya terdapat di saluran

collector atau conveyor atau langsung di natural drainage / sungai

alam.

2. Saluran Collector (Saluran Pengumpul)

Berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari

saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke

saluran conveyor (pembawa).

3. Saluran Conveyor (Saluran Pembawa)

Berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke

lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.

Menurut keberadaannya, sistem jaringan drainase dapat menjadi 2,

yaitu:

a. Natural Drainage (Drainase Alami)

Terbentuk melalui proses alamiah yang terbentuk

sejak bertahun-tahun mengikuti hukum alam yang berlaku.

Dalam kenyataannya sistem ini berupa sungai beserta anak-

anak sungainya yang membentuk suatu jaringan alur aliran.

b. Artifical Drainage (Drainase Buatan)

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

34

Dibuat oleh manusia, dimaksudkan sebagai upaya

penyempurnaan atau melengkapi kekurangan-kekurangan

sistem drainase alamiah dalam fungsinya membuang

kelebihan air yang mengganggu. Jika ditinjau dari sistem

jaringan drainase, kedua sistem tersebut harus merupakan

kesatuan tinjauan yang berfungsi secara bersama. Menurut

fungsinya, saluran drainase dapat dibedakan menjadi:

1. Single purpose, yaitu saluran hanya berfungsi

mengalirkan satu jenis air buangan saja.

2. Multi purpose, yaitu saluran yang berfungsi

mengalirkan beberapa jenis air buangan, baik

secara tercampur maupun bergantian. Menurut

konstruksinya, saluran drainase dapat dibedakan

menjadi:

a. Drainase saluran terbuka

Saluran drainase primer biasanya berupa

saluran terbuka, baik berupa saluran dari tanah,

pasangan batu kali atau beton.

b. Drainase saluran tertutup

Pada kawasan perkotaan yang padat,

saluran drainase biasanya berupa saluran

tertutup. Saluran dapat berupa buis beton yang

dilengkapi dengan bak pengontrol, atau saluran

pasangan batu kali / beton yang diberi plat

penutup dari beton bertulang. Karena tertutup,

maka perubahan penampang saluran akibat

sedimentasi, sampah dan lain-lain tidak dapat

terlihat dengan mudah.

Dua macam aliran tersebut dalam banyak

hal mempunyai kesamaan tetapi berbeda dalam

satu ketentuan penting. Perbedaan tersebut

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

35

adalah pada aliran saluran terbuka mempunyai

permukaan bebas, sedang aliran tertutup tidak

mempunyai permukaan bebas karena air

mengisi seluruh penampang saluran. (Suripin,

2004).

Pada umumnya dalam perencanaan saluran drainase digunakan saluran

terbuka. Ada beberapa macam bentuk penampang melintang saluran yang

biasa digunakan dalam perencanaan saluran drainase. Macam-macam bentuk

penampang saluran dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

36

Sumber : Chow, 1992

Gambar 2.7 Beberapa bentuk penampang saluran drainase

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

37

2.15 Analisa Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik

mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan

hubungan dengan lingkungannya terutama dengan makhluk hidup. Penerapan

ilmu hidrologi dapat dijumpai dalam beberapa kegiatan seperti perencanaan

dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk berbagai keperluan (air

bersih, irigasi, perikanan, peternakan), pembangkit listrik tenaga air,

pengendali banjir, pengendali erosi dan sedimentasi, transportasi air,

drainase, pengendali polusi, air limbah, dan sebagainya.

Hidrologi banyak dipelajari oleh para ahli di bidang teknik sipil

dan pertanian. Ilmu tersebut dapat dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan

berikut :

1. Memperkirakan besarnya banjir yang ditimbulkan oleh hujan

deras sehingga dapat direncanakan bangunan-bangunan

untuk mengendalikannya seperti pembuatan tanggul banjir,

saluran drainase, gorong-gorong, jembatan, dan sebagainya.

2. Memperkirakan jumlah air yang dibutuhkan oleh suatu jenis

tanaman sehinggga dapat direncanakan bangunan untuk

melayani kebutuhan tersebut.

3. Memperkirakan jumlah air yang tersedia di suatu airv(mata

sungai, danau, dan sebagainya) untuk dapat dimanfaatkan

guna berbagai keperluan seperti air baku. (Triatmodjo, 2008)

2.15.1 Parameter Statistik

Menurut Triatmodjo (2008), Rangkaian data hidrologi diolah

dengan mengetahui parameter-parameter statistik. Parameter ini berfungsi

dalam menentukan analisa distribusi frekuensi. Persamaan yang digunakan

dalam menghitung parameter statistik yang dimaksud adalah :

Ck = 𝑛 ∑ (𝑋𝑖−X͞𝑛

𝑖=1 )³

(𝑛−1)𝑥 (𝑛−2)𝑥 𝑆𝑑³ (2.13)

Ck = 𝑛 ∑ (𝑋𝑖−X͞)𝑛

𝑖=1 ⁴

(𝑛−1)𝑥(𝑛−2)𝑥(𝑛−3)𝑥 𝑆𝑑⁴ (2.14)

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

38

Cv = 𝑆𝑑

𝑋 (2.15)

Sd = √∑ (𝑋𝑖−𝑥 )²𝑛𝑖=1

𝑛−1 (2.16)

dimana :

Cs = Koefisien kepencengan

Ck = Koefisien kepuncakan

Cv = Koefisien variasi

Sd = Standar deviasi

2.15.2 Analisa Frekuensi

Menurut Suripin (2004), Analisa frekuensi curah hujan maksimum

dimaksud untuk memprediksi besaran curah hujan maksimum dengan

periode ulang tertentu, yang nantinya akan dipergunakan untuk perhitungan

debit banjir rencana dengan metode empiris. Metode analisis frekuensi yang

digunakan adalah:

1. Distribusi Normal

2. Distribusi Log Normal

3. Distribusi Log-Person III

4. Distribusi Gumbel

Menurut Tiatmodjo (2008), dapat dilihat persyaratan untuk

masing-masing distribusi. Syarat dan cirinya adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Bentuk Distribusi yang Digunakan Dalam Analisa

(Sumber : Triatmodjo, 2008)

Bentuk Distribusi Syarat Hasil Perhitungan Kriteria

Normal Cs = 0

Ck = 3

Cs = 0,089

Ck = 0,010

Tidak Memenuhi

Log Normal Cs = 3

Ck = 3 x Cv

Cs = 0,089

Ck = 0,010

Tidak Memenuhi

Log Person tipe III Cs = Bebas

Ck = Bebas

Cs = 0,089

Ck = 0,010

Memenuhi

Gumbel Cs = 1,1396

Ck = 5,4002

Cs = 0,089

Ck = 0,010

Tidak Memenuhi

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

39

2.15.2.1 Distribusi Normal

Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan

menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut :

XT = X͞ + k.Sx (2.17)

dengan:

XT = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan

rencana untuk periode ulang T tahun.

X = Harga rata-rata dari data = ∑ 𝑋𝑖𝑛1

𝑛 (2.18)

Sd = Standart Deviasi = √∑ (𝑋𝑖−𝑋 )²

𝑛−1 (2.7)

k = Variabel reduksi Gauss.

2.15.2.2 Distribusi Log Normal

Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan

menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai

berikut:

Log = Log X͞ + k.S log X (2.19)

dengan:

Log X = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan

rancangan untuk periode ulang T tahun.

Log X͞ = Harga rata-rata dari data = ∑ log𝑋

𝑛 (2.20)

Sd = Standart Deviasi = √(log𝑋−𝐿𝑜𝑔 𝑋 )²

𝑛−1 (2.21)

k = Variabel reduksi Gauss.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

40

Tabel 2.3 Variabel Reduksi Gaus

No Periode ulang, T (tahun) Peluang KT

1 1,001 0,999 -3,05

2 1,005 0,995 -2,58

3 1,010 0,990 -2,33

4 1,050 0,950 -1,64

5 1,110 0,900 -1,28

6 1,250 0,800 -0,84

7 1,330 0,750 -0,67

8 1,430 0,700 -0,52

9 1,670 0,600 -0,25

10 2,000 0,500 0

11 2,500 0,400 0,25

12 3,330 0,300 0,52

13 4,000 0,250 0,67

14 5,000 0,200 0,84

15 10,000 0,100 1,28

16 20,000 0,050 1,64

17 50,000 0,020 2,05

18 100,000 0,010 2,33

19 200,000 0,005 2,58

20 500,000 0,002 2,88

21 1000,000 0,001 3,09

(Sumber : Suripin, 2004)

2.15.2.3 Distribusi Log Normal Person Tipe III

Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan

menggunakan metode Log Person Tipe III, dengan persamaan sebagai

berikut:

Log X = Log X͞ + K.Sd (2.22)

dengan :

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

41

Log X = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan

rancangan untuk periode ulang T-tahun.

Log X͞ = Harga rata-rata dari data = ∑ log𝑋

𝑛 (2.23)

Sd = Standart Deviasi = √(log𝑋−log𝑋 )²

𝑛−1 (2.24)

K = Koefisien frekuensi, didapat berdasarkan hubungan nilai Cs

dengan periode ulang T tahun.

Cs = Koefisien kemencengan = 𝑛 (∑ (log𝑋−log𝑋)³𝑛

1

(𝑛−1)𝑥(𝑛−2)𝑥 𝑆 log𝑋³ (2.25)

Tabel 2.4 Nilai K untuk Distribusi Log-Person Tipe III

Interval kejadian (Recurrence Interval), tahun (periode ulang)

Koef. G 1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100

Persentase peluang terlampaui (percent change of being exceeded)

99 80 50 20 10 4 2 1

3,0 -0,667 -0,636 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051

2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973

2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 2,889

2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800

2,2 -0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705

2,0 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,192 3,605

1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499

1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388

1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271

1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149

1,0 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022

0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891

0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755

0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615

0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472

0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326

-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

42

-0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029

-0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880

-0,8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,778 1,606 1,733

-1,0 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588

-1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449

-1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318

-1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197

-1,8 -3,499 -0,634 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087

-2,0 -3,605 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990

-2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905

-2,4 -3,800 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832

-2,6 -3,889 -0,490 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769

-2,8 -3,973 -0,469 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714

-3,0 -4,051 -0,420 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667

0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615

0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472

0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326

-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178

(Sumber : Suripin, 2004)

2.15.2.4 Distribusi E. J Gumbel Tipe I

Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan

menggunakan metode E. J. Gumbel, dengan persamaan sebagai berikut :

XT = X + K.s (2.26)

dengan :

XT = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan

rencana untuk periode ulang T tahun.

X = Harga rata-rata dari data = ∑𝑋𝑖

𝑛 (2.27)

S = Standar Deviasi = √∑(𝑋𝑖−𝑋)²

𝑛−1 (2.28)

K = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang

dan tipe frekuensi.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

43

Untuk menghitung faktor frekuensi E. J. Gumbel mengambil harga :

K = 𝑌𝑇𝑟−𝑌𝑛

𝑆𝑛 (2.29)

dengan :

Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (n)

Sn = Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak

data (n)

YTr = Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T

= -In {-In 𝑇𝑟−1

𝑇𝑟 } (2.30)

Tabel 2.5 memperlihatkan hubungan antara Reduced Variate dengan

periode ulang (Tr).

Tabel 2.5 Reduced Mean (Yn)

(Sumber : Suripin, 2004)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220

20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353

30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5401 0,5418 0,5424 0,5436

40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481

50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518

60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545

70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567

80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5586

90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599

100 0,5600 0,5602 0,5503 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

44

Tabel 2.6 Reduced Standard Deviation (Sn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565

20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080

30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388

40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590

50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844

70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930

80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001

90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060

100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096

(Sumber : Suripin, 2004)

Tabel 2.7 Reduced Variate (YTR) Sebagai Fungsi Periode Ulang

(Sumber : Suripin, 2004)

2.15.3 Uji Kesesuaian Distribusi

Menurut Triatmodjo (2008), pemeriksaan uji kesesuaian ini

dimaksudkan untuk mengetahui apakah distribusi frekuensi yang telah dipilih

bisa digunakan atau tidak untuk serangkaian data yang tersedia. Uji

kesesuaian ini ada dua macam yaitu uji Smirnov-Kolomogrov dan Uji Chi-

Square. Pengujian ini terlebih dahulu harus dilakukan ploting data

pengamatan pada kertas probabilitas. Dalam kasus ini kertas probabilitas Log

Periode ulang (Tr)

(Tahun)

Reduced Variate

(TTR)

Periode Ulang (Tr)

(Tahun)

Reduced Variate

(TTR)

2 0,3665 100 4,6012

5 1,5004 200 5,2969

10 2,2510 250 5,5206

20 2,9709 500 6,2149

20 3,1993 1000 6,9087

50 3,9028 5000 8,5118

75 4,3117 10000 9,2121

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

45

Person Tipe III dengan garis durasi sesuai. Ploting dilakukan dengan tahapan

sesuai berikut :

1. Data curah hujan maksimum harian rata-rata diurutkan dari besar

ke kecil.

2. Hitung peluang (probabilitas) tiap data hujan dengan rumus

Weibull sebagai berikut :

P = 𝑚

𝑛+1 x 100%

dimana :

P = Probabilitas (%)

m = Nomor urut data dari kecil ke besar

n = Banyaknya data

3. Ploting data curah hujan (Xi) dan peluang pada kertas probabilitas

yang sesuai.

2.15.3.1 Uji Smirnov Kolomogrov

Uji kecocokan Smirnov Kolomogrov disebut juga dengan uji

kecocokan non parametik karena dalam pengujiannya tidak menggunakan

fungsi distribusi tertentu, namun dengan memperhatikan kurva dan

penggambaran data pada kertas probabilitas. Dari gambar tersebut dapat

diketahui jarak penyimpangan setiap titik data terhadap kurva. Jarak

penyimpangan erbesar disebut nilai ∆maks dengan kemungkinan didapat nilai

lebih kecil dari nilai ∆kriti, maka jenis distribusi yang dipilih dapat digunakan.

Nilai ∆kritik diperoleh dari tabel 2.8 sebagai berikut :

Tabel 2.8 Nilai Kritis Do untuk Smirnov Kolomogrov

N α

0,20 0,10 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

20 0,23 0,26 0,29 0,36

25 0,21 0,24 0,27 0,32

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

46

(Sumber : Triadmodjo, 2008)

2.15.3.2 Uji Chi-Kuadrat

Menurut Triadmodjo, 2008 uji Chi-Kuadrat menggunakan nilai X2

yang dapat dihitung dengan persamaan berikut :

X2 = ∑(𝑂𝑓−𝐸𝑓)²

𝐸𝑓

𝑛𝑡=1 (2.31)

dengan :

X2 = Nilai Chi-Kuadrat terhitung

Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian

kelasnya

Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama

N = Jumlah sub kelompok dalam satu grup

Nilai X2 yang diperoleh harus lebih kecil dari nilai X2cr (Chi-Kuadrat

kritik), untuk suatu derajat nyata tertentu, yang sering diambil 5 %. Derajat

kebebasan dihitung dengan persamaan :

DK = K – (α + 1 ) (2.32)

dengan :

DK = Derajad Kebebasan

K = Banyak kelas

α = Banyaknya ketertarikan (banyaknya parameter), untuk uji

Chi-Kuadrat adalah 2.

30 0,19 0,22 0,24 0,29

35 0,18 0,20 0,23 0,27

40 0,17 0,19 0,21 0,25

45 0,16 0,18 0,20 0,24

50 0,15 0,17 0,19 0,23

N > 50 1,07

𝑁0,5

1,22

𝑁0,5

1,36

𝑁0,3

1,63

𝑁0,5

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

47

Nilai X2cr diperoleh dari tabel 2.9 Disarankan agar banyaknya

kelas tingkat kurang dari 5 dan frekuensi absolut tiap kelas tidak kurang

dari 5 juga.

Tabel 2.9 Nilai untuk X2cr

(Sumber : Triadmodjo, 2008)

α 0.1 0.05 0.025 0.01 0.005

db 1 2.70554 3.84146 5.02390 6.63489 7.87940

2 4.60518 5.99148 7.37778 9.21035 10.59653

3 6.25139 7.81472 9.34840 11.34488 12.83807

4 7.77943 9.48773 11.14326 13.27670 14.86017

5 9.23635 11.07048 12.83249 15.08632 16.74965

6 10.64464 12.59158 14.44935 16.81187 18.54751

7 12.01703 14.06713 16.01277 18.47532 20.27774

8 13.36156 15.50731 17.53454 20.09016 21.95486

9 14.68366 16.91896 19.02278 21.66605 23.58927

10 15.98717 18.30703 20.48320 23.20929 25.18805

11 17.27501 19.67515 21.92002 24.72502 26.75686

12 18.54934 21.02606 23.33666 26.21696 28.29966

13 19.81193 22.36203 24.73558 27.68818 29.81932

14 21.06414 23.68478 26.11893 29.12116 31.31943

15 22.30712 26.29622 27.48836 30.57795 32.80149

16 23.54182 26.29622 28.84532 31.99986 34.26705

17 24.76903 27.58710 30.19098 33.40872 35.71838

18 25.98942 28.86932 31.52641 34.80524 37.15639

19 27.20356 30.14351 32.85234 36.19077 38.58212

20 28.41197 31.41042 34.16958 37.56627 39.99686

21 29.61509 32.67056 35.47886 38.93223 41.40094

22 30.81329 33.92446 36.78068 40.28945 42.79566

23 32.00689 35.17246 38.07561 41.63833 44.18139

24 33.19624 36.41503 39.36406 42.97978 45.55836

25 34.38158 37.65249 40.64650 44.31401 46.92797

26 35.56316 38.88513 41.92314 45.64164 48.28978

27 36.74123 40.11327 43.19452 46.96284 49.64504

28 37.91591 41.33715 44.46079 48.27817 50.99356

29 39.08748 42.55695 45.72228 49.58783 52.33550

30 40.25602 43.77295 46.97922 50.89218 53.67.187

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

48

2.15.4 Analisa Intensitas Curah Hujan

Menurut Suripin (2004), intensitas curah hujan adalah banyaknya

curah hujan yang terjadi di suatu daerah dalam satuan waktu tertentu.

Lama waktu konsentrasi untuk berbagai daerah berbeda-beda.

Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung

intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar kala ulangnya

makin tinggi pula intensitasnya. Kala ulang adalah waktu hipotetik di

mana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui.

Hubungan anta intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan dinyatakan

dalam lengkung IDF (Intensity-Duration-Frequency Curve). Hujan

pendek, 5, 10 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengung IDF. Data

hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakaran hujan otomatis.

Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF

dapat dibuat dengan salah satu dari beberapa persamaan, antara lain rumus

Talbot, Sherman dan Ishiguro.

Pada data curah hujan harian maka intensitas hujan dapat dihitung

dengan rumus Mononobe. Data curah hujan dalam suatu waktu tertentu

yang tercatat pada alat otomatis dapat diubah menjadi intensitas curah

hujan per jam. Rumus ini digunakan apabila data hujan jangka pendek

tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian. Intensitas hujan (I) di

dalam rumus Rasional dapat dihitung dengan rumus :

I = 𝑅₂₄

24 x (

24

𝑇𝐶)2

3 (2.33)

dengan :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

Tc = Waktu konsentrasi

R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

49

2.15.5 Waktu Konsentrasi (tc)

Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi adalah waktu yang

diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik yang terjauh ke

titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu aliran setelah tanah menjadi

jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi.

Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah

rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang ditulis sebagai berikut

:

Tc = (0,87 𝑥 𝐿2

1000 𝑥 𝑆)0,385 (2.34)

dimana :

L = Panjang saluran (km)

S = Keiringan Saluran

Menurut Wesli (2008), waktu konsentrasi dapat dihitung dengan

membedakannya menjadi dua komponen, yaitu waktu yang diperlukan air

untuk mengalir dipermukaan lahan sampai saluran terdekat (to) dan waktu

perjalanan pertama masuk saluran sampai titik keluaran (td), sehingga:

tc = to + td (2.35)

dimana :

1. Inlet Time (to)

to = [2

3 x 3,28 x L x

𝑛

√𝑆 (2.36)

2. Conduit Time (td)

td = 𝐿𝑠

60 𝑥 𝑉 (2.37)

dimana :

tc = Waktu konsentrasi (jam)

to = Inlet Time, waktu yang diperlukan air untuk mengalir

melalui permukaan tanah kesaluran terdekat (menit)

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

50

td = Conduit Time, waktu untuk mengalir dalam saluran

ketempat yang diukur (menit)

n = Angka kekasaran Manning

S = Kemiringan lahan

L = Panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)

Ls = Panjang lintasan aliran di dalam saluran / sungai (m)

V = Kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik)

Lama waktu mengalir di dalam saluran (td) ditentukan dengan ruas

sesuai dengan kondisi salurannya, untuk saluran alami, sifat-sifat hidroliknya

sukar ditentukan, maka td dapat ditentukan dengan menggunakan perkiraan

aliran dapat dimodifikasi berdasarkan nilai kekasaran dinding saluran

menurut Manning, Chezy atau yang lainnya yang tertera dalam tabel 2.10

sebagai berikut :

Tabel 2.10 Kecepatan Rata-rata Saluran Berdasarkan Kemiringan Saluran

(Sumber : Wesli, 2008)

Bisa juga untuk mendapatkan nilai to dicari dengan memakai grafik

monogram dan untuk td dicari dengan cara coba-coba.

Menurut Suhardjono (1984), untuk mengontrol td hasil coba-coba

tersebut dipakai rumus sebagai berikut :

td = L / V (2.38)

dimana :

L = Panjang saluran (m)

V = Kecepatan rata-rata saluran (m/detik)

Kemiringan

Rata-rata

Dasar

Saluran (%)

Kecepatan

Rata-rata

(m/det)

Kemiringan Rata-

rata Data Saluran

(%)

Kecepatan

Rata-rata

(m/det)

<1 0,40 4-6 1,20

1-2 0,60 6-10 1,50

2-4 0,90 10-15 2,40

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

51

2.15.6 Analisis Debit Banjir Rencana

Menurut Suripin (2004), debit banjir rencana adalah debit

maksimum pada saat curah hujan maksimum. Perhitungan debit banjir

rencana menggunakan metode rasional, yaitu :

Q = C x I x A (2.39)

Apabila digunakan rumus matrik, maka rumus rasional menjadi :

Q = 1

3,6 x C x I x A

= 0,278 x C x I x A (2.40)

dengan :

Q = Debit rencana (m3/detik)

0,278 = Konstanta, digunakan jika satuan luas daerag

menggunakan km2

C = Angka pengaliran tak berdimensi

I = Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi

(mm/jam)

A = Luas daerah pengaliran (km2)

2.15.7 Koefisien Pengaliran

Menurut Suripin (2004), koefisien pengaliran adalah suatu koefisien

yang menjadi perbandingan antara beasarnya jumlah air yang dialirkan oleh

sautu jenis permukaan terhadap jumlah air yang ada. Koefisien aliran (C)

ditentukan sesuai dengan kondisi permukaan. Jika DAS terdiri dari berbagai

macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda,

maka C yang dipakai adalah koefisien yang dapat dihitung dengan persamaan

:

C = ∑ 𝐶𝑖 𝑥 𝐴𝑖𝑛𝑖=1

∑ 𝐴𝑖𝑛𝑖=1

(2.41)

dengan :

Ai = Luas lahan ke-1 (m2), dimana i = 1,2,.....n

Ci = Koefisien limpasan i = 1,2, ........n

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

52

Untuk mendiskripsikan lahan / karakter permukaan terhadap

koefisien limpasan dapat disajikan pada tabel 2.11 berikut :

Tabel 2.11 Koefisien Limpasan

(Sumber : Suripin, 2004)

Jenis Penutup Lahan / Karakteristik Permukaan Koefisien Pengaliran (C)

Bisnis

- Perkotaan

- Pinggiran

0,70 – 0,95

0,50 – 0,75

Perumahan

- Rumah tinggal

- Multiunit terpisah

- Multiunit tergabung

- Perkampungan

- Apartemen

0,30 – 0,50

0,40 – 0,60

0,60 – 0,75

0,25 – 0,40

0,50 – 0,70

Industri

- Ringan

- Berat

0,50 – 0,80

0,60 – 0,90

Perkerasan

- Aspal dan Beton

- Batu bata, paving

0,70 – 0,95

0,50 – 0,70

Halaman tanah berpasir

- Datar 2%

- Rata-rata 2-7%

- Curam 7%

0,05 – 0,10

0,10 – 0,15

0,15-0,20

Halaman Kereta Api 0,10 – 0,35

Taman Tempat Bermain 0,20 – 0,35

Taman, Perkuburan 0,10 – 0,25

Atap 0,75 – 0,95

Hutan

- Datar 0-5%

- Rata-rata 5-10%

- Curam 10-30%

0,10 – 0,40

0,25 – 0,50

0,30 – 0,60

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

53

2.16 Analisa Hidraulika

Maksud dari analisis hidraulika adalah :

1. Untuk merencanakan dimensi, bentuk saluran drainase dan sistem

jaringan drainase.

2. Untuk menghitung debit rencana dan dimensi saluran perumahan

agar mampu menanggulangi genangan akibat debit banjir dengan

suatu kala ulang tertentu.

Dalam kaitannya dengan pekerjaan pengendaian banjir,

analisis hidraulika digunakan untuk mengetahui profil muka air,

baik kondisi yang ada (eksisting) maupun kondisi perencanaan.

Untuk mendukung analisa hitungan guna memperoleh

parameterisasi desain handal, dibutuhkan validasi data dan

metode hitungan yang representatif (Suripin, 2004).

2.16.1 Tipe Aliran

Menurut Suripin (2004), secara umum saluran drainase merupakan

aliran terbuka yaitu aliran dimana muka air mempunyai tekanan sama dengan

tekanan atmosfer. Aliran terbuka dapat digolongkan menjadi berbagai tipe

berdasarkan perubahan kedalaman aliran sesuai dengan ruang dan waktu.

Berdasarkan ruang dan tipe aliran dibedakan menjadi :

1. Aliran seragam, bila kedalaman air pada setiap potongan

melintang sama.

2. Aliran tidak seragam, bila kedalaman air pada setiap potongan

melintangnya tidak sama.

Berdasarkan waktu, tipe aliran dibedakan atas :

a. Aliran tetap, bila kedalaman air tidak berubah atau dianggap

tetap dalam kurun waktu tertentu.

b. Aliran tidak tetap, bila kedalaman aliran berubah sesuai

dengan waktu.

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

54

Untuk mempermudah dalam penyelesaian persamaan aliran maka

aliran dalam drainase dianggap mempunyai tipe aliran seragam. Sifat-sifat

aliran seragam ini adalah :

1. Kedalaman aliran (h), luas penampang basah (A), kecepatan

aliran serta debit aliran (V) selalu tetap pada setiap penampang

lintang sauran selalu tetap.

2. Garis energi dan dasar saluran selalu sejajar.

Dalam sebagian persoalan aliran seragam, berdasarkan suatu

pertimbangan, maka debit dianggap tetap di sepanjang bagian

saluran yang lurus atau dengan kata lain aliran bersifat kontinu.

Dan dapat ditunjukkan dengan persamaan kontinuitas yang

disajikan pada persamaan di bawah ini :

Q = A1.V1 = A2.V2 (2.42)

dengan :

A = Luas basah pada penampang (m2)

V = Kecepatan aliran pada saluran (m/detik)

2.16.2 Kecepatan Aliran

Menurut Suripin (2004), kecepatan aliran memenuhi persyaratan

kurang dari kecepatan minimum dan tidak melebihi kecepatan maksimum

yang diizinkan sesuai dengan tipe dan bahan material saluran yang ditinjau.

Hal ini dimaksudkan untuk terjadinya endapan (sedimen) dan erosi pada

saluran. Rumus kecepatan aliran seragam ada 3 buah yang terkenal yaitu :

1. Rumus Chezy

2. Rumus Strickler

3. Rumus Manning

Tabel 2.12 di bawah ini menunjukkan besarnya kecepatan

maksimum yang diijinkan untuk berbagai bahan saluran.

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

55

Tabel 2.12 Kecepatan Izin Saluran

(Sumber : Hasmar, 2002)

2.16.3 Tinggi Jagaan Saluran

Menurut Kriteria Perencanaan – 03, apabila jaringan pembuang

utama juga mengalirkan air hujan buangan dari daerah-daerah bukan sawah

dan harus memberikan perlindungan penuh terhadap banjir, maka tinggi

jagaan akan diambil 0,4 – 0,1 m.

2.16.4 Kemiringan Saluran dan Talut

Kemiringan talut sebuah saluran pembuang buatan mirip dengan

ketentuan untuk saluran irigasi. Diperlukan kemiringan talut yang lebih landai

jika diperkirakan akan terjadi aliran rembesan yang besar kedalam saluran.

2.16.5 Dimensi Saluran

Menurut Chow (1992), untuk mendimensi saluran drainase ada

beberapa bentuk drainase yang bisa dipilih antara lain adalah bentuk

trapesium dengan berbagai kemiringan talud, bentuk segi empat, bentuk

lingkaran, bentuk setengah lingkaran atau bentuk gabungan setengah

lingkaran dengan segi empat dan lain-lain. Pemilihan dimensi yang paling

ekonomis dapat dicari dengan menurunkan secara matematis bentuk saluran

tersebut. Sehingga akan mendapatkan satu dimensi saluran yang paling

Jenis bahan Kecepatan aliran

yang diizinkan

(m/detik)

Jenis bahan Kecepatan aliran

air yang diizinkan

(m/detik)

Pasir halus 0,45 Kerikil kasar 1,20

Lempung kepasiran 0,50 Batu-batu besar 1,50

Lanau aluvial 0,60 Pasangan batu 1,50

Kerikil halus 0,75 Beton 1,50

Lempung kokoh 0,75 Beton bertulang 1,50

Lempung padat 1,10

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

56

ekonomis. Pengertian saluran paling ekonomis disini adalah dengan luas

basah tertentu akan dapat mengalirkan debit yang maksimum.

Dalam perencanaan suatu saluran drainase harus diusahakan dapat

memilih bentuk dan jenis saluran yang baik dan bernilai ekonomis.

Perencanaan dimensi perlu mempertimbangkan :

2. Efisiensi hidrolis saluran

3. Kepraktisan saluran

4. Faktor biaya yang ekonomis

2.16.5.1 Saluran Bentuk Segi Empat

Gambar 2.8 Penampang Saluran Segi Empat

Menurut Chow (1959), untuk penampang saluran digunakan saluran

penampang segi empat

A = b x h (2.43)

P = b + 2h (2.44)

Kapasitas saluran dengan rumus manning :

V = 1

𝑛 x R2/3 x S1/2 (2.45)

Q = A x V (2.46)

R = 𝐴

𝑃 (2.47)

dimana :

A = Luas penampang basah (m2)

P = Keliling basah (m)

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perhitungan Jumlah …

57

R = Jari-jari hidrolik (m)

V = Kecepatan aliran rata-rata dalam saluran (m/detik)

n = Koefisien manning (lihat tabel 2.12)

Q = Debit (m3/detik)

Tabel 2.13 Harga Koefisien Kekasaran Manning, n, yang sering digunakan

(Sumber : Suripin, 2004)

No Tipe saluran dan jenis bahan Harga n

Minimum Normal Maksimum

1 Beton

a. Gorong-gorong lurus dan bebas dari

kotoran

b. Gorong-gorong dengan lengkungan

dan sedikit kotoran / gangguan

c. Beton dipoles

d. Saluran pembuang dengan bak kontrol

0,010

0,011

0,011

0,013

0,011

0,013

0,012

0,015

0,013

0,014

0,014

0,017

2 Tanah, lurus dan seragam

a. Bersih baru

b. Bersih telah melapuk

c. Berkerikil

d. Berumput pendek, sedikit tanaman

pengganggu

0,016

0,018

0,022

0,022

0,018

0,022

0,025

0,027

0,020

0,025

0,030

0,033

3 Saluran alam

a. Bersih lurus

b. Bersih, berkelok-kelok

c. Banyak tanaman pengganggu

d. Dataran banjir berumput pendek-tinngi

e. Saluran di belukar

0,025

0,033

0,050

0,025

0,035

0,030

0,040

0,070

0,030

0,050

0,033

0,045

0,080

0,035

0,070