bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengendalian kualitas...

29
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Kualitas Statistik Pengendalian kualitas merupakan aktivitas keteknikan dan manajemen yang de- ngan aktivitas itu kita ukur kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan yang tepat jika terjadi penyimpangan proses de- ngan standard. Beberapa alat yang biasa digunakan untuk mendukung pengendalian ku- alitas adalah Diagram Pareto, Diagram Sebab Akibat dan Peta Kendali X dan R. Diagram pareto merupakan diagram yang menggambarkan masalah utama ber- dasarkan frekuensi masing-masing masalah dari frekuensi tertinggi hingga frekuensi terendah. Kegunaan dari diagram pareto adalah untuk membandingkan masing- masing jenis masalah terhadap keseluruhan dan memusatkan konsentrasi perbaikan pada masa- lah utama. Diagram sebab akibat merupakan diagram yang berbentuk seperti tulang ikan. Diagram ini berguna untuk menentukan faktor-faktor yang menjadi penyebab suatu masalah. Faktor- faktor penyebab itu dapat dilihat dari segi man, machine, material, me- thode dan environment. Peta Kendali X dan R merupakan alat pengendalian kualitas statistik yang da- pat menunjukkan bahwa proses yang sedang berjalan sudah terkendali atau belum. Da- lam suatu proses produksi banyak karakteristik kualitas diukur dalam bentuk angka. Mi- salnya berat dapat diukur dengan timbangan dan dinyatakan dalam satuan gram. Suatu karakteristik kualitas yang dapat diukur disebut sebagai variabel. Apabila bekerja de- ngan karakteristik kualitas yang bersifat variabel, maka hal yang perlu dikendalikan

Upload: others

Post on 16-Jan-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengendalian Kualitas Statistik

Pengendalian kualitas merupakan aktivitas keteknikan dan manajemen yang de-

ngan aktivitas itu kita ukur kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau

persyaratan, dan mengambil tindakan yang tepat jika terjadi penyimpangan proses de-

ngan standard. Beberapa alat yang biasa digunakan untuk mendukung pengendalian ku-

alitas adalah Diagram Pareto, Diagram Sebab Akibat dan Peta Kendali X dan R.

Diagram pareto merupakan diagram yang menggambarkan masalah utama ber-

dasarkan frekuensi masing-masing masalah dari frekuensi tertinggi hingga frekuensi

terendah. Kegunaan dari diagram pareto adalah untuk membandingkan masing- masing

jenis masalah terhadap keseluruhan dan memusatkan konsentrasi perbaikan pada masa-

lah utama.

Diagram sebab akibat merupakan diagram yang berbentuk seperti tulang ikan.

Diagram ini berguna untuk menentukan faktor-faktor yang menjadi penyebab suatu

masalah. Faktor- faktor penyebab itu dapat dilihat dari segi man, machine, material, me-

thode dan environment.

Peta Kendali X dan R merupakan alat pengendalian kualitas statistik yang da-

pat menunjukkan bahwa proses yang sedang berjalan sudah terkendali atau belum. Da-

lam suatu proses produksi banyak karakteristik kualitas diukur dalam bentuk angka. Mi-

salnya berat dapat diukur dengan timbangan dan dinyatakan dalam satuan gram. Suatu

karakteristik kualitas yang dapat diukur disebut sebagai variabel. Apabila bekerja de-

ngan karakteristik kualitas yang bersifat variabel, maka hal yang perlu dikendalikan

6

adalah nilai mean dan variabilitasnya. Alat yang digunakan untuk mengendalikan rata-

rata proses disebut peta X , sedangkan alat yang digunakan untuk mengendalikan varia-

bilitas suatu proses disebut peta R (Montgomery, 1995).

Dasar Statistik Peta X Dan R

Misalkan karakteristik kualitas berdistribusi normal dengan mean µ dan varian

σ2, dimana nilai kedua parameter tersebut tidak diketahui. Jika x1, x2,..., xn

nxxxx n+++

=...21

adalah sam-

pel random berukuran n, maka rata- ata sampel ini adalah :

(2.1)

maka x berdistribusi normal dengan mean µ dan varian n

2σ.

Selanjutnya interval konfidensi 1− α bahwa setiap mean sampel akan berada pa-

da selang kepercayaan :

n

Zn

Z σµµσµ αα 2/2/ ˆˆ +<<− (2.2)

Dengan demikian maka selang kepercayaan di atas dapat digunakan sebagai batas ken-

dali atas dan batas kendali bawah pada peta mean sampel. Dengan menggunakan batas

sebesar 3σ, maka persamaan (2.2) menjadi :

nn

σµµσµ 3ˆ3ˆ +<<− (2.3)

Dalam praktek biasanya µ dan σ, tidak diketahui, sehingga nilai parameter tersebut ha-

rus ditaksir dari sampel-sampel yang telah diambil ketika proses itu diduga terkendali.

Misalkan mxxx ,...,, 21 adalah rata- rata dari masing-masing sup grup, maka penaksir ter-

baik untuk µ adalah rata- rata keseluruhan :

7

m

xxxx m+++=

...21 (2.4)

Jadi persamaan (2.4) akan dijadikan sebagai nilai tengah peta X .

Untuk membuat batas kendali perlu menaksir nilai σ dari range m sampel terse-

but. Jika x1, x2,..., xn adalah sampel berukuran n, maka nilai range adalah selisih penga-

matan terbesar dan terkecil.

R = Xmaksimum - Xminimum (2.5)

Misalkan R1,R2, ... ,Rm

mRRRR m+++

=...21

adalah range sup grup, maka rata- rata range adalah :

(2.6)

Terdapat hubungan yang terkenal antara rentang suatu sampel dari distribusi normal dan

deviasi standar distribusi itu. Variabel W = R/σ dinamakan rentang relatif. Parameter

distribusi W adalah fungsi ukuran sampel n. Mean W adalah d2

2

ˆdR

. Maka diperoleh taksi-

ran untuk σ adalah :

(2.7)

Nilai d2

Rnd

x2

3+

untuk berbagai ukuran sampel diberikan dalam tabel Lampiran 5.

Sehingga dari rumus (2.3) diperoleh :

Batas pengendali atas =

Nilai tengah = x (2.8)

Batas pengendali bawah = Rnd

x2

3−

8

Subtitusikan nilai A2nd 2

3 = pada persamaan (2.8) maka persamaan tersebut menjadi

:

Batas pengendali atas = RAx 2+

Nilai tengah = x (2.9)

Batas pengendali bawah = RAx 2−

Dengan nilai A2 telah diberikan dalam Tabel 5 untuk berbagai nilai n.

Range sampel berhubungan dengan standar deviasi proses. Oleh karena itu va-

riabilitas proses dapat dikendalikan dengan menggambarkan nilai-nilai R dari sampel-

sampel yang berurutan pada peta kendali. Peta kendali ini disebut sebagai peta R. Dia-

sumsikan karakteristik kualitas berdistribusi normal, maka untuk menentukan batas

kendalinya diperlukan suatu taksiran untuk nilai σR dari distribusi rentang relatif

W=R/σ. Deviasi standar W, katakan d3 adalah fungsi n yang diketahui. Jadi karena

R=Wσ (2.10)

maka deviasi standar R adalah

σR = d3 σ (2.11)

karena σ tidak diketahui, kita dapat menaksir σR

23ˆ

dRdR =σ

dengan

(2.12)

dengan demikian, diperoleh batas pengendali untuk peta R adalah :

Batas pengendali atas = RR σ3+

Nilai tengah = R (2.13)

9

Batas pengendali bawah = RR σ3−

Jika setelah dilakukan pembuatan peta kendali X maupun R dan terdapat titik-titik

yang berada di luar batas pengendali atas maupun bawah, maka perlu dilakukan revisi

peta kendali dengan membuang titik-titik yang keluar itu asal penyebabnya diketahui.

Untuk melakukan revisi peta kendali X dan R dilakukan pembuatan peta kendali yang

baru untuk data tersisa.

d

m

idi

newgm

xxX

−=

∑=1 (2.14)

d

m

idi

newgm

RRR

−=

∑=1 (2.15)

dimana : dx = rata-rata subgrup yang dibuang

m = banyaknya subgrup awal

gd = banyaknya subgrup yang dibuang

Rd = range subgrup yang dibuang

σ02d

R new =

Dengan demikian diperoleh peta kendali X yang baru :

Batas pengendali atas = 0σAX new +

Batas pengendali bawah = 0σAX new − (2.16)

Sedangkan peta kendali R yang baru :

Batas pengendali atas = D2 σ

Batas pengendali bawah = D

0

1 σ0 (2.17)

10

Nilai A, D1 dan D2

a. Defect Per Opportunity (DPO)

untuk berbagai nilai n dapat dilihat pada tabel Lampiran 5.

2.2 Kapabilitas Proses

Kapabilitas proses merupakan suatu ukuran yang penting untuk mengevaluasi

proses. Berikut akan dibahas tentang tehnik penentuan kapabilitas proses untuk data

atribut dan data variabel.

2.2.1 Kapabilitas Proses Untuk Data Atribut

Pengukuran kapabilitas proses untuk data atribut berfokus pada pengurangan

defect (cacat) pada sebuah proses. Dengan menghitung defect yang terjadi pada suatu

proses, maka secara tak langsung dapat pula dihitung hasil dari proses tersebut. Ukuran

terjadinya cacat biasa diekspresikan dalam Defect Per Opportunity (DPO) atau Defect

Per Million Opportunity (DPMO) yang perhitungannya sebagi berikut (Gasperz, 2002):

Ukuran kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Sigma

yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan.

DPO = )()( potensialCTQxdiperiksayangunitBanyak

ditemukanyangcacatBanyak (2.18)

b. Defect Per Million Opportunity (DPMO)

Ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma yang menun-

jukkan kegagalan per satu juta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma

yang dijalankan oleh motorola adalah sebesar 3,4 DPMO. Ini diinterpretasikan bahwa

peluang terjadinya kegagalan dalam satu produk adalah 3,4 per satu juta kesempatan.

11

DPMO = DPO x 1.000.000 (2.19)

2.2.2 Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel

Jika proses sudah terkendali secara statistik maka selayaknya ingin diketahui ba-

gaimana kesesuaian proses dengan spesifikasi. Tujuan dari peningkatan mutu secara sta-

tistik adalah proses mempunyai akurasi dan presisi yang tinggi. Ukuran yang dikem-

bangkan disebut indeks kemampuan proses, yang dapat digunakan untuk mengevaluasi

bagaimana kedua sasaran tersebut dapat dipenuhi.

Indeks kemampuan proses, Cp

σσ 66BBSBASiSpesifikasBawahBatasiSpesifikasAtasBatasCp

−=

−=

, adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesesu-

aian antara proses dengan spesifikasi yang diberikan.

(2.20)

Perlu diperhatikan bahwa indeks Cp adalah suatu ukuran untuk mengetahui pre-

sisi proses. Ukuran lain yang dapat digunakan untuk mengetahui akurasi proses adalah

Cpk.

Cpk

−−

σσ 3,

3BBSXXBAS = minimum (2.21)

Sedangkan untuk mengukur kesesuaian proses dengan spesifikasi target kualitas (T)

yang diharapkan digunakan indeks Cpm yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

Cpm22)(6 sTX

BBSBAS+−

− = (2.22)

dimana s adalah standar deviasi dari proses.

2.3 Metode Respon Surface

12

Metode respon surface merupakan salah satu metode yang digunakan untuk me-

mecahkan masalah optimasi. Penggunaan metode ini bertujuan untuk menentukan titik

optimum model permukaan respon yang didapatkan. Metode ini merupakan gabungan

antara teknik-teknik matematik dan statistik yang berguna untuk menentukan variabel

bebas yang berpengaruh terhadap variabel respon.

Variabel respon Y dan variabel bebas X1, X2, ... , Xk memiliki hubungan yang

dapat ditulis sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, ... , Xk) + ε

(2.23)

dimana ε adalah kesalahan pendugaan dengan asumsi IIDN (0,σ2

1. Mendefinisikan variabel respon dan variabel bebas yang akan digunakan.

)

Langkah- langkah yang dilakukan dalam metode permukaan respon adalah :

2. Membuat rancangan percobaan dan melakukan pendugaan model permukaan respon

orde pertama.

3. Menguji dugaan model permukaan respon orde pertama.

4. Membuat rancangan percobaan dan melakukan pendugaan model permukaan respon

orde kedua.

5. Menguji dugaan model permukaan respon orde kedua.

6. Menentukan kondisi optimum dari dugaan model yang telah diperoleh.

2.3.1 Rancangan Percobaan Model Permukaan Respon Orde Pertama

Model orde pertama diperoleh dengan menggunakan rancangan faktorial 2k dan

ditambah dengan adanya beberapa pengamatan di titik pusat. Rancangan ini merupakan

rancangan yang ortogonal sehingga dapat diasumsikan bebas kasus multikolinearitas.

13

Rancangan faktorial 2k digunakan untuk percobaan yang terdiri dari dari k faktor dan

untuk masing- masing variabel diberi kode -1 dan 1. Kode -1 menyatakan level rendah

dan kode 1 menyatakan level tinggi. Kode variabel diperoleh dengan persamaan :

x*i

i

ii

Rxx )(2 0−

= (2.24)

dimana : x*i = nilai koding.

xi = nilai variabel yang sebenarnya.

xoi = nilai pusat dalam range percobaan.

Ri = range antara nilai variabel maksimum dengan variabel minimum.

Kode variabel tersebut digunakan untuk menyusun rancangan percobaan orde

pertama apabila ada tiga variabel prediktor dan pengulangan sebanyak tiga kali pada ti-

tik pusat (center point) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Total pengamatan pada per-

cobaan orde pertama adalah sebanyak N = 2k + no, no adalah banyak pengamatan pada

titik pusat (Montgomery, 2000).

Tabel 2.1 Rancangan faktorial 23 dengan pengamatan pada titik pusat sebanyak no

No = 3

X X1 X2 3 1 1 1 1 2 1 1 -1 3 1 -1 1 4 1 -1 -1 5 -1 1 1 6 -1 1 -1 7 -1 -1 1 8 -1 -1 -1 9 0 0 0 10 0 0 0 11 0 0 0

Model orde pertama adalah Y = βo + β1X1 + β2X2 + ... + βkXk + ε (2.25)

dimana : Y = variabel respon.

14

βi = koefisien parameter model.

Xi = variabel bebas, i = 1, 2, ... , k.

ε = residual dengan asumsi IIDN (0,σ2

∑=

+=k

iiio XbbY

1

ˆ

)

Taksiran untuk model orde pertama adalah :

(2.26)

dimana : Y = taksiran variabel respon

bi = taksiran koefisien parameter model

2.3.2 Rancangan Percobaan Model Permukaan Respon Orde Kedua

Rancangan percobaan model permukaan respon orde kedua pada penelitian ini

menggunakan rancangan Box Behnken untuk k = 3 dan no

No

= 3 seperti yang ditunjukkan

pada Tabel 2.2. Rancangan percobaan yang digunakan merupakan rancangan yang orto-

gonal sehingga dapat diasumsikan bebas dari kasus multikolinearitas. Rancangan Box

Behnken disusun dengan mengkombinasikan rancangan dua level faktorial dengan ran-

cangan blok tak lengkap (Montgomery, 2000).

Tabel 2.2 Rancangan percobaan Box Behnken X X1 X2 3

1 -1 -1 0 2 -1 1 0 3 1 -1 0 4 1 1 0 5 -1 0 -1 6 -1 0 1 7 1 0 -1 8 1 0 1 9 0 -1 -1 10 0 -1 1 11 0 1 -1 12 0 1 1 13 0 0 0 14 0 0 0 15 0 0 0

15

Model orde kedua adalah :

∑ ∑ ∑∑= = = =

+++=k

i

k

i

k

i

k

jjiijiiiiio XXXXY

1 1 1 1

2 ββββ + ε (2.27)

i < j Pendugaan model orde kedua dinyatakan dalam persamaan berikut :

∑ ∑ ∑∑= = = =

+++=k

i

k

i

k

i

k

jjiijiiiiio XXbXbXbbY

1 1 1 1

2ˆ (2.28)

i < j Dugaan model orde kedua untuk percobaan dengan k= 3 adalah :

Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b11X12 + b22X2

2 +

(2.29)

b33X32 + b12X1X2 + b13X1X3 + b23X2X3

2.4 Pendugaan Model Permukaan Respon

Model Regresi digunakan untuk menggambarkan pola hubungan antara dua va-

riabel atau lebih. Model regresi mengandung dua macam variabel, yaitu variabel bebas

(independen) dan variabel tak bebas (dependen). Variabel bebas sebagai variabel pre-

diktor biasanya dinotasikan dengan X, sedangkan variabel tak bebas sebagai variabel

respon biasanya dinotasikan dengan Y.

Pola hubungan linier yang dibuat untuk satu variabel respon dengan beberapa

variabel prediktor disebut model regresi berganda (Draper dan Smith, 1981), seperti pa-

da persamaan (2.25).

Taksiran parameter-parameter tersebut dapat dicari dengan metode kuadrat ter-

kecil. Model regresi linier berganda dapat dinotasikan dalam bentuk matrik adalah:

y = Xβ + ε (2.30)

16

y =

ny

yy

2

1

X =

knnn

k

k

XXX

XXXXXX

21

22212

12111

1

...1

...1

β =

ββ

1

0

ε =

εε

2

1

dimana :

y = vektor respon berdimensi n

X = matrik prediktor berdimensi n x (k+1)

β = vektor koefisien parameter berdimensi k+1

ε = vektor error berdimensi n dengan asumsi IIDN (0,σ2

∑=

=n

i 1

T2i εεε

)

Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, penaksiran parameter dilakukan

dengan mendefinisikan jumlah kuadrat error (SSe) terhadap β, sehingga diperoleh :

SSe =

= (y – Xβ)T

XβXβyXβyy TTTTT 2 +−

(y – Xβ)

=

maka 022β

SSe TT =+−=∂

∂ XβXyX

β = (XTX)-1 yXT ; dengan syarat XTX matrik non singular. (2.31)

2.5 Pengujian Model

17

Pengujian model dilakukan untuk mengetahui apakah model sudah sesuai de-

ngan model yang diduga atau belum, maka dilakukan uji ada atau tidak adanya lack of

fit pada model. Pengujian ini dilakukan baik pada model orde pertama maupun model

orde kedua. Pengujian lack of fit pada model orde pertama dan kedua masing-masing

ditunjukkan pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.

Tabel 2.3 Anova Model Orde Pertama

Sumber

variasi

db Jumlah kuadrat Rata-rata kuadrat Frasio

Regresi k SSR = bTXT 2YY - n MSR = SSR MS/ k R / MSE

Residual n-k-1 SSE = YTY – bTXT MSY E = SSE / (n-k-1)

Llack of fit n-k-1-n SSe l.o.f = SSE – SS MSp.e l.o.f = SSl.o.f / (n-k-1-

ne

MS

)

lof / MSpe

Pure error nSS

e p.e ∑∑

= =

−m

j

nj

ujju YY

1 1

2)(= MSp.e = SSp.e / n e

Total n-1 SST = YT 2YY - n

Keterangan :

ne = banyaknya pengulangan – 1

k = banyaknya variabel prediktor

n = banyaknya pengamatan

Pada anova model orde pertama jumlah kudrat lack of fit dibagi menjadi dua

bagian yaitu :

SSl.o.f = SScros product + SSpure quadratic (2.32)

dimana : SScros product = Y1T[ IN-no – X1(X1TX1)-1 X1T]Y1 , dengan db = (n-k-1-ne)-1

SSpure quadratic N

YYnNn ooo ))(( 1 −−= , dengan db = 1 (2.33)

18

Keterangan : IN-no = matrik identitas berdimensi (N-no)

Y1 = vektor respon pada pengamatan di luar titik pusat

Yo = vektor respon pada pengamatan di titik pusat

X1 = matrik prediktor pada pengamatan di luar titik pusat

N = total pengamatan

no

Sumber variasi

= banyak pengamatan pada titik pusat

Tabel 2.4 Anova Model Orde Kedua

db Jumlah kuadrat Rata-rata kuadrat Frasio

Regresi k SSR = bTXT 2YY - n MSR = SSR MS/ k R / MSE

Linear

Quadratik

Cross product

kL

kQ

k

SS

C

L = bLTXL

T 2YY - n

SSQ = bQTXQ

T YY - n 2

SSC = bCTXC

T YY - n

MS

2

L = SSL / kL

MSQ = SSQ / kQ

MSC = SSc / k

MS

C

L / MSE

MSQ / MSE

MSC / MSE

Residual n-k-1 SSE = YTY – bTXT MSY E = SSE / (n-k-1)

Llack of fit n-k-1-n SSe l.o.f = SSE – SS MSp.e l.o.f = SSl.o.f / (n-k-1-

ne

MS

)

lof / MSpe

Pure error nSS

e p.e ∑∑

= =

−m

j

nj

ujju YY

1 1

2)(= MSp.e = SSp.e / n e

Total n-1 SST = YT 2YY - n

Hipotesis yang digunakan dalam pengujian lack of fit adalah :

Ho : Tidak terjadi lack of fit (model sesuai)

H1 : Terjadi lack of fit

Statistik uji : Frasioep

fol

MSMS

.

.. =

Daerah penolakan : tolak Ho jika Frasio > F (n-k-1-ne; ne; α ).

19

Pengujian Parameter

Pengujian parameter model dapat dilakukan secara serentak maupun secara par-

sial. Pengujian secara serentak dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

Ho : β1 = β2 = ... = βk = 0

H1 : paling sedikit ada satu βi yang tidak sama dengan nol ( i = 1,2, ... ,k)

Statistik uji : Frasioresidual

regresi

MSMS

=

Daerah penolakan : tolak Ho bila Frasio > Fα(k; n-k-1) yang berarti bahwa pada tingkat sig-

nifikansi α, koefisien regresi tidak sama dengan nol atau variabel-variabel bebas Xi da-

lam model memberikan sumbangan yang cukup berarti.

Pengujian parameter secara parsial dilakukan apabila pada pengujian secara se-

rentak menunjukkan model belum layak digunakan, dengan hipotesis sebagai berikut :

Ho : β i = 0.

H1 : β ≠i 0.

Statistik uji : trasio )( i

i

bSb

=

Dimana : bi = taksiran β i

S(bi) = penaksir standar deviasi b

rasiot

i

Daerah penolakan : tolak Ho jika > t

iii YYe ˆ−=

(n-k-1 ; 1-α/2)

2.6 Pemeriksaan dan Pengujian Asumsi Residual

Residual adalah selisih antara nilai pengamatan dengan nilai taksiran setelah di-

dapatkan model yang signifikan. Residual dapat dirumuskan sebagai berikut :

untuk i = 1, 2, ... , n. (2.34)

dimana :

20

ei = residual ke i

Yi

iY

= nilai pengamatan ke i

= nilai taksiran ke i

Suatu model yang baik harus memenuhi asumsi residual ~ IIDN (0, σ2 ), dimana

untuk menguji model, harus diuji pula apakah asumsi identik, independen dan berdis-

tribusi normal (0, σ2 ) telah terpenuhi.

2.6.1 Pemeriksaan dan Pengujian Asumsi Identik

Pemeriksaan identik dilakukan dengan tujuan mengetahui penyebaran residual-

nya homogen. Pendugaan dilakukan dengan membuat plot antara residual dengan nilai

taksiran. Apabila plot yang telah dibuat tidak membentuk pola tertentu atau menyebar

secara acak, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi identik terpenuhi.

Pengujian asumsi identik juga dapat dilakukan melalui uji Glejser, yaitu dengan

meregresikan nilai absolut residual terhadap seluruh variabel bebas. Hipotesis yang di-

gunakan adalah :

Ho : variasi residual identik.

H1 : variasi residual tidak identik.

Statistik uji : F hitung residual

regresi

MSMS

=

Daerah penolakan : tolak Ho jika masing- masing parameter memiliki Fhitung > Ftabel.

Dengan kata lain, asumsi identik ini terpenuhi bila semua parameter regresi antara nilai

absolut terhadap seluruh variabel bebas tidak ada yang signifikan.

2.6.2 Pemeriksaan dan Pengujian Asumsi Independen

21

Pemeriksaan independen bertujuan untuk menjamin bahwa pengamatan telah di-

lakukan secara acak, sehingga antar pengamatan tidak ditemukan kasus dependensi.

Asumsi ini dapat diperiksa melalui plot Autocorrelation Function (ACF)

=

+

=

−−= n

tt

kt

kn

tt

k

ee

eeee

1

2

1

)(

))((ρ dimana k = 1, 2, ... , n-1. (2.35)

Nilai autokorelasi pada lag ke k berada dalam batas )ˆ2...ˆ21(1

96.1 21

21 −+++± nn

ρρ

menunjukkan bahwa residualnya independen.

Hipotesis yang digunakan dalam pemeriksaan asumsi independen adalah :

Ho : tidak ada autokorelasi antar residual.

H1 : Ada autokorelasi antar residual.

Statistik uji yang digunakan adalah Ljung Box yang dinyatakan dengan :

Q* ∑−

= −

1

1

2

1ˆn

k

k

nρ = p (p+2) (2.36)

Daerah penolakan : tolak Ho jika Q* > X2

(α; n-p)

Asumsi kenormalan ditetapkan untuk mengetahui bentuk distribusi residual pe-

ngamatan dengan mean sama dengan nol dan varians (σ

dengan n banyaknya pengamatan, k

jumlah lag dan p banyaknya parameter yang diduga.

2.6.3 Pemeriksaan dan Pengujian Asumsi Distribusi Normal

2). Pendugaan dilakukan dengan

membuat plot antara residual standard dengan nilai normal probabilitas, bila pola resi-

22

dual membentuk garis lurus dari sudut kiri bawah menuju kanan atas, maka residual

memenuhi distribusi normal dengan mean nol dan varians σ2.

Untuk menguji asumsi kenormalan adalah dengan melalui uji Kolmogorov

Smirnov, dengan hipotesis sebagai berikut :

Ho : residual berdistribusi normal

H1 : residual tidak berdistribusi normal

Statistik uji yang digunakan : D = Sup | S(x)-Fo(x)|

dimana :

Fo (x) = fungsi distribusi kumulatif

S(x) = k / n

k = bilangan dari data yang sama atau kurang dari x.

Daerah penolakan : tolak Ho jika Dhit

Bxxbx TT ++= boy

> D (α,n) yang berarti bahwa residual tidak ber-

distribusi normal.

2.7 Menentukan Titik Stasioner

Penentuan titik stasioner yaitu titik pada kondisi optimum, baik titik maksimum,

minimum maupun titik pelana. Titik stasioner diperoleh dengan cara mendiferensialkan

model orde kedua dalam bentuk matrik terhadap variabel x (Khuri dan Cornell, 1996):

(2.37)

x

boxy

∂++∂

=∂∂ )( Bxxbx TT

0 = b+2Bx

x = -B 2b

-1

23

Titik stasionernya adalah :

Xo = -B 2b

-1

kx

xx

2

1

(2.38)

dimana :

x = b =

kb

bb

2

1

B =

kk

k

k

bsimetris

bbbbb

2/2/2/

222

11211

dengan k = banyaknya variabel bebas.

Nilai estimasi respon optimum diperoleh dengan mensubtitusikan persamaan

(2.38) ke persamaan (2.37), sehingga diperoleh :

2

ˆ bxTooo by += (2.39)

2.8 Karakteristik Permukaan Respon

Analisis selanjutnya menentukan karakteristik permukaan respon di daerah opti-

mum apakah termasuk jenis titik maksimum, minimum atau pelana. Fungsi respon yang

didapat ditransformasikan dari titik asal (x1=0, x2=0, ... , xk=0) ke titik stasioner x0

2211 ...ˆˆ

kko WWYY λλ +++=

seka-ligus merotasikan sumbu ordinat, sehingga dihasilkan fungsi respon dalam bentuk

kano-nik melalui persamaan :

(2.40)

dimana :

oY = nilai dugaan Y pada titik stasioner

24

iλ = konstanta yang merupakan akar ciri dari matrik B, diperoleh dari

Iλ−B = 0

W = variabel bebas baru hasil transformasi.

Karakteristik dari permukaan respon ditentukan dengan harga iλ sebagai berikut :

1. Jika nilai λi semua positif, maka xo

2. Jika nilai λ

adalah titik minimum

i semua negatif, maka xo

3. Jika nilai λ

adalah titik maksimum

i berbeda tanda, maka xo

Tingkat sensitivitas dari respon yang mengalami perubahan pada sumbu W

adalah titik pelana

i

λ

da-

pat dilihat dari . Semakin besar nilainya maka tingkat sensitivitas semakin tinggi.

Hubungan antara variabel Wi dengan variabel xi dapat digambarkan dengan persamaan

:

W = MT(x-xo

0)( =− ii MIB λ

) (2.41)

dimana M adalah matrik ortogonal berukuran kxk yang diperoleh dari persamaan:

(2.42)

Mi

ki

i

i

m

mm

2

1

= ; MiTMi ∑

=

k

jjim

1

=

2.9 Analisis Ridge

Analisis ridge dilakukan apabila dalam menentukan karakteristik permukaan res-

pon diperoleh titik pelana dengan mengoptimumkan fungsi pada persamaan (2.37) de-

ngan kendala ∑=

k

iiX

1

2 = R2 (2.43)

25

maka fungsi tersebut berubah menjadi :

F = y - ρ (xTx – R2

022 =−+=∂

∂xBxb ρ

xF

) (2.44)

Dimana ρ = pengganda laggrange. Penyelesaian untuk X diperoleh melalui turunan per-

tama dari persamaan (2.44) disamadengankan nol.

sehingga diperoleh :

(B - ρIk2b) X = - (2.45)

Jenis titik stasioner ditentukan dengan :

2

2

XF

∂∂ = 2 (B - ρIk

∂∂

∂∂

∂∂

22

22

2

21

2

kXF

XF

XF

) = M (x) (2.46)

dengan elemen- elemen diagonal sebagai berikut :

=

−−

ρ

ρρ

22

2222

22

11

kkb

bb

; ijji

bXX

F=

∂∂∂2

, i ≠ j

M (x) =

∂∂

∂∂∂

∂∂

∂∂

∂∂∂

∂∂∂

∂∂

22

2

2

22

2

12

21

2

21

22

1

2

...

...

k

k

k

XFsimetris

XXF

XF

XXF

XXF

XXF

XF

Dimana :

1. Jika M (x) definit positif, maka f(X1, X2, ... , Xk) minimum

26

2. Jika M (x) definit negatif, maka f(X1, X2, ... , Xk

2.10 Selang Kepercayaan

Selang kepercayaan taksiran rata-rata pada kondisi optimum dapat diperoleh de-

ngan persamaan berikut (Ross, 1996):

) maksimum

±=

effevvprediksi n

xMSxFYCI 1ˆ21 ,,α (2.47)

Sedangkan selang kepercayaan taksiran rata- rata untuk eksperimen konfirmasi adalah

(Ross,1996) :

+±=

rnxMSxFYCI

effevvkonfirmasi

1121,,α (2.48)

dimana : Y = prediksi rata-rata respon pada kondisi optimum

Y = rata-rata hasil eksperimen konfirmasi

v1 = derajad bebas rata- rata

v2 = derajad bebas residual

r = jumlah percobaan konfirmasi

neff faktorsemuadbjumlahmeandbpercobaanseluruhjumlah

+= jumlah pengulangan efektif =

Jika CIprediksi berpotongan dengan CIkonfirmasi

2.11 Kerugian Masyarakat Pada Kondisi Optimal

, maka hasil eksperimen bersifat reprodu-

cible (hasil optimasi benar – benar memngoptimalkan respon).

27

Membandingkan kerugian masyarakat pada kondisi optimal dengan kondisi se-

karang dilakukan dengan melakukan perbandingan kerugian tiap unit pada kondisi opti-

mal ( Loptimal ) dengan kerugian tiap unit pada kondisi sekarang ( Lexisting ). Perbedaan

ke-rugian tiap unit pada kondisi optimal dengan kerugian tiap unit pada kondisi

sekarang dinyatakan dalam:

S = Lexisting - Loptimal

= k[MSD]existing – k[MSD]optimal. (2.49)

dimana MSD adalah simpangan kuadrat rata- rata.

Perolehan dalam kerugian tiap unit dapat dinyatakan dalam bentuk rasio signal

to noise ( rasio S/N):

η = - 10 log [MSD] (2.50)

Kasus dalam penelitian ini adalah Nominal the Best, sehingga digunakan rasio S/N de-

ngan rumus sebagai berikut :

η = - 10 log [MSD]

= - 10 log [σ2 Y + ( - m)2] ; m = target yang diharapkan (2.51)

Jika ηo dan πο masing - masing adalah rasio S/N dan simpangan kuadrat rata- rata pada

kondisi optimal, maka diperoleh :

ηo = -10 log πο.

πο = 10 ηo / 10.

Jika ηE dan πΕ masing - masing adalah rasio S/N dan simpangan kuadrat rata- rata pada

kondisi saat ini, maka diperoleh :

ηE = -10 log πΕ

πΕ = 10 ηE / 10.

28

Jika rasio pengurangan kerugian R, maka:

R = πο / πΕ = 10 x/10 (2.52)

dimana x = ( ηoptimal - ηexisting )

Jika kita pilih R dengan cara lain:

R =0,5 x/k (2.53)

maka dengan menyamadengankan persamaan (2.52) dan (2.53) diperoleh nilai k =3. Se-

hingga pengurangan kerugian pada persamaan (2.53) dapat ditulis menjadi :

R = 0,5 ( ηoptimal - ηexisting ) / 3

existing

optimal

MSDMSD

][][

(2.54)

Dengan Definisi:

R = (2.55)

maka :

[MSD]optimal = R x [MSD]existing

dan perolehan dalam kerugian tiap unit S dapat dinyatakan sebagai:

S = k [MSD optimal - MSD optimal ]

= k[MSD]existing x [1 - 0,5 ( ηoptimal - ηexisting ) / 3

Six sigma merupakan sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk

mencapai, mempertahankan dan memaksimalkan sukses bisnis. Six sigma secara unik

dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian

]. (2.56)

Persamaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kerugian tiap unit berdasarkan sim-

pangan kuadrat rata- rata (MSD) proses yang sekarang, perolehan rasio S/N dan total bi-

aya.

2.12 Six Sigma

29

yang disiplin terhadap fakta, data dan analisis statistik dan perhatian yang cermat untuk

mengelola, memperbaiki dan menanamkan kendali proses bisnis. (Pande, Neuman, dan

Cavanagh, 2002).

Istilah six sigma sendiri muncul karena adanya suatu target kinerja operasi yang

diukur secara statistik dengan hanya 3,4 cacat untuk setiap juta peluang (Defect Per

Million Opportunities / DPMO). Defect merupakan semua kejadian atau peristiwa di

mana produk atau proses gagal memenuhi kebutuhan seorang pelanggan. Berikut di

tampilkan tabel konversi sigma yang telah disederhanakan:

Tabel 2.5 Tabel Konversi Sigma yang Disederhanakan

Jika Hasil Anda: DPMO Anda Sigma Anda 30,9 690.000 1,0 69,2 308.000 2,0 93,3 66.800 3,0 99,4 6.210 4,0 99,98 320 5,0

99,9997 3,4 6,0 Sumber : P.S Pande; R.P Neuman; R.R Cavanagh (2002).

Beberapa manfaat six sigma antara lain pengurangan biaya, peningkatan produk-

tivitas, pertumbuhan pangsa pasar, retensi pelanggan, pengurangan waktu siklus, pengu-

rangan defect (cacat) dan pengembangan produk atau jasa.

Konsep six sigma berjalan sesuai dengan siklus DMAIC ( Define, Measure,

Analyze, Improvement, Control ) yang bertujuan untuk menghilangkan langkah-langkah

proses yang tidak produktif menuju target six sigma. Berikut langkah-langkah dari

siklus DMAIC :

1. Define

30

Hal–hal yang dilakukan pada tahap define adalah mendefinisikan kriteria pemili-

han proyek six sigma, mendefinisikan peran orang- orang yang terlibat dalam proyek six

sigma, mendefinisikan kebutuhan pelatihan dalam proyek six sigma, mendefinisikan

proses kunci beserta pelanggan dari proyek six sigma, mendefinisikan kebutuhan spe-

sifik dari pelanggan yang terlibat dalam proyek six sigma dan mendefinisikan tujuan

proyek six sigma.

2. Measure

Pada tahap measure ditetapkan karakteristik kualitas ( Critical to Quality / CTQ)

kunci, pengumpulan data serta pengukuran baseline kinerja ( Performance to Baseline ).

3. Analyze

Pada tahap analyze, kegiatan yang dilakukan antara lain menentukan stabilitas

dan kemampuan (kapabilitas) proses, menetapkan target kinerja dari karakteristik kuali-

tas (CTQ) kunci dan mengidentifikasi sumber dan akar penyebab masalah kualitas.

4. Improve

Pada tahap improve akan ditetapkan suatu rencana tindakan (Action plan) untuk

melaksanakan peningkatan kualitas.

5. Control

2.13 Kebijakan Mutu dan Standar Kualitas Perusahaan

PT. Rajawali Citramass hadir untuk memenuhi kebutuhan pasar yang cukup be-

sar akan kemasan plastik, khususnya karung plastik anyaman yang sangat fungsional

untuk kebutuhan aneka industri. PT. Rajawali Citramass mendapatkan sertifikasi desain

industri no.ID.0.004661 dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia untuk produk unggulan karung plastik anti slip dengan merek Karung Plastik

Rajutan Rajawali. Proses produksi karung plastik di PT. Rajawali Citramass diawasi se-

cara terkendali dan terdokumentasi sesuai dengan ISO 9001:2000 dari badan sertifikasi

31

URS Inggris. Selain itu, proses produksi PT. Rajawali Citramass sudah mengacu pada

Standar Nasional Indonesia, yaitu SNI-0057-1997.

Kebijakan mutu PT. Rajawali Citramass adalah mempertahankan dan mening-

katkan mutu produk untuk mengembangkan pangsa pasar yang selalu berorientasi pada

kepuasan pelanggan dan senantiasa mengacu pada peraturan yang berlaku menghasilkan

produk yang memiliki daya saing tinggi berdasarkan mutu yang konsisten, penyerahan

yang tepat waktu, harga yang kompetitif dan layanan purna jual yang efektif.

Produk yang dihasilkan harus memiliki kualitas yang baik. Adapun standard

kualitas dari PT. Rajawali Citramass adalah sebagai berikut:

i. Standart Kualitas Benang Anyam.

a. Bahan Baku :

Polypropylene (PP) 100 kg

Kalsium Karbonat (CaCO3

b. Denier benang anyam antara 860 – 920 denier

) 4 – 12 kg

( diketahui bahwa 1 denier = 1 gram / 9000 m ).

c. Diameter gulungan benang hasil panen minimal 8 cm.

d. Hasil benang tidak berbulu.

e. Hasil benang tidak melipat.

f. Hasil gulungan benang rapi.

g. Hasil gulungan benang tidak dobel.

ii. Standar Kualitas Rajutan.

a. Anyaman sesuai dengan spesifikasi.

b. Hasil rajutan rapat, tidak ada yang kekurangan benang.

c. Hasil rajutan tidak melipat.

32

d. Hasil rajutan tidak bergerigi.

e. Hasil Rajutan tidak banyak mengandung minyak dan berbulu.

f. Lebar rajutan antara 58-60 cm.

g. Hasil gulungan tidak melipat.

h. Berat rajutan antara 115-122 gram.

2.14 Proses Produksi

Secara garis besar, proses produksi pembuatan karung plastik di PT. Rajawali

Citramass adalah sebagai berikut :

i. Pemintalan benang.

Proses produksi diawali dengan pembuatan benang anyam (pemintalan benang) ber-

langsung pada mesin flat yarn. Dari proses ini dihasilkan benang anyam sebagai ma-

terial utama pembentuk karung plastik.

ii. Penganyaman

Proses selanjutnya adalah proses penganyaman benang yang dihasilkan pada proses

pemintalan. Penganyaman dilakukan pada mesin circular loom. Dari proses ini akan

dihasilkan gulungan karung plastik.

iii. Pemotongan dan Penjahitan.

Proses ini dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan mesin dengan

ketentuan lebar lipatan ujung karung plastik yang dijahit adalah 4 cm.

iv. Printing

Penyablonan karung plastik yang telah dipotong dan dijahit sesuai dengan logo

pesanan pelanggan.

v. Inserting

33

Penambahan inner bag pada bagian dalam karung plastik. Inner bag merupakan

kantong plastik yang dipoduksi pada mesin blowing. Proses ini dilakukan apabila

ada permintaan dari pelanggan untuk menambahkan inner bag pada bagian dalam

karung.

vi. Packing

Pengemasan karung plastik per ball, dimana setiap ball berisi 500 atau 1000 lembar

karung plastik.